Anda di halaman 1dari 15

MOLA HIDATIDOSA

BAB I PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta, yaitu mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors. Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik. Kehamilan mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga uterus, tetapi kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium. Mola hidatidosa merupakan penyakit yang terjadi pada wanita dalam masa reproduksi, yakni antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi pada negara-negara barat. Angka kejadian mola hidatidosa pada bagian barat Amerika Serikat ialah terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1.000 1.500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia, insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi, yakni 1:120 kehamilan.

Page 1

MOLA HIDATIDOSA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola hidatidosa dapat dibagi menjadi dua kategori, antara lain mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplit tidak berisi jaringan fetus, di mana 90% biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% terdiri dari kariotipe 46,XY. Semua kromosomnya berasal dari sisi paternal. Ovum yang tidak bernukleus akan mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola yang komplit, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur,dan terdapat hiperplasia tropoblastik. Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis masih sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok . 2.2 EPIDEMIOLOGI Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin jika dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan, sedangkan di negara-negara berkembang sebesar 1:100 atau 600 kehamilan. Insidensi di Indonesia dilaporkan mencapai 1:85 kehamilan dan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta sebesar 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan. Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan trophoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus

Page 2

MOLA HIDATIDOSA
terjadi pada 15% pasien dan metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien, mola parsial dapat berkembang menjadi penyakit trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi. Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok etnis dan biasanya tertinggi pada negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur. Mola hidatidosa biasanya lebih sering dijumpai pada wanita usia reproduksi, yakni usia 15 hingga 45 tahun, di mana wanita pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita dengan umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat jika dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral, dan faktor makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih belum jelas. Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 2% kasus. Dalam suatu kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir 5.000 persalinan, frekuensi mola rekuren adalah 1,3% (Lorret de mola dan Goldfarb). 2.3 ETIOLOGI Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain: 1. Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan 2. Imunoselektif dari trofoblast 3. Keadaan sosioekonomi yang rendah 4. Paritas tinggi 5. Kekurangan protein 6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Page 3

MOLA HIDATIDOSA
2.4 PATOFISIOLOGI Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung gelembung berisi cairan jernih merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm 5. Pada ummnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma. Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori neoplasma. Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Teori neoplasma menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

Page 4

MOLA HIDATIDOSA
2.5 KLASIFIKASI 2.5.1 MOLA HIDATIDOSA SEMPURNA Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara lain: Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi Tidak adanya janin dan amnion Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikelvesikel jernih. Mola sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu : Mola Sempurna Androgenetic Homozygous Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan

Heterozygous Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan dua sperma.

Page 5

MOLA HIDATIDOSA

Mola Sempurna Biparental Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan. Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.

2.5.2 MOLA HIDATIDOSA PARSIAL Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villivilli berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan.

Page 6

MOLA HIDATIDOSA
Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic. 2.6 MANIFESTASI KLINIS a. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan. b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. c. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan. d. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement. e. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat. f. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24 g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti h. Gejala Tirotoksikosis

2.7 DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni: a. Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus. b. Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG. c. Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat.

Page 7

MOLA HIDATIDOSA
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester awal sebelum terjadi onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG yang beresolusi tinggi. Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita biasanya hanya mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau missed abortion, seperti adanya perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin. Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (> 300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta HCG yang berbeda dari kehamilan biasa. Seperti diketahui, hCG dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas, sejak mulai implantasi. Pada kehamilan biasa kadarnya naik terus sampai usia kehamilan 60-80 hari, untuk kemudian turun lagi setelah umur kehamilan 85 hari. Pada puncaknya, kadar hCG dapat mencapai 600.000 mIU/ml. Selanjutnya sampai kehamilan aterm, kadar hCG rata-rata adalah 20.000 mIU/ml. Pada mola hidatidosa sempurna atau komplit seluruh kavum uteri diisi oleh jaringan trofoblas oleh karena itu tidak ada penurunan kadar hCG. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya koagulopati.sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta thyroxin dan serum inhibin A dan activin. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai

Page 8

MOLA HIDATIDOSA
salju (snowstorm) yang mengindikasikan vili khoriales yang hidropik. Dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa intra uterin yang kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil. Bila telah ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru - paru merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG. Kelainan lain yang menyertai mola hidatidosa sempurna adalah adanya kista lutein, sebagai akibat dari rangsangan yang berlebihan terhadap ovarium oleh hCG yang sangat tinggi. Kista yang terjadi bisa unilateral atau bilateral dan besarnya bervariasi antara beberapa centimeter sampai sebesar bola voli. Umumnya kista ini akan mengecil lagi setelah jaringan mola di evakuasi. Oleh karena itu, kita tidak perlu mengangkatnya walaupun ukurannya sangat besar kecuali kalau ada komplikasi seperti torsi atau ruptur. Bila memberikan keluhan mekanis dapat dilakukan dekompresi atau aspirasi. Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat jaringan fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang normal. Pada mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.

2.7.1 TEMUAN KLINIS Anamnesis Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang

berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang bergelembung seperti busa.

Pemeriksaan Fisik Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut muka mola (mola face)

Page 9

MOLA HIDATIDOSA
Palpasi : uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin. Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin. Pemeriksaam Dalam : memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

Hasil Penemuan Fisik Mola Sempurna Ukuran yang tidak sesuai dengan umur gestasi. Pembesaran uterus lebih besar daripada biasanya pada usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari mola sempurna. Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik berlebih dan darah yang tertampung. Namun, pasien yang datang dengan ukuran sesuai dengan umur kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang ditemukan. Preeklampsia. Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna mengalami toxemia ditandai oleh adanya hipertensi (BP >140/90 mm Hg), proteinuria (> 300 mg/d), dan edema dengan hiperreflexia. Kejang jarang terjadi. Kista teca lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar dari 6cm dan diikuti dengan pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi pada pemeriksaan bimanual namun dapat teridentifikasi dengan USG. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pelvis. Karena adanya peningkatan ukuran ovarium, terdapat resiko torsi. Kista ini berkembang akibat adanya kadar beta-HCG yang tinggi dan kadarnya biasanya menurun setelah mola.

Mola Parsial Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering ditemukan dengan USG.

Page 10

MOLA HIDATIDOSA
Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus Kista Theca lutein, hiperemesis, and hiperthyroidism jarang terjadi.

Mola Kembar Gestasi kembar dengan mola sempurna dan janin dengan plasenta normal telah dilaporkan. Kasus bayi lahir dengan sehat (dengan kembar mola) pada keadaan seperti ini juga pernah dilaporkan. Wanita dengan gestasi normal dan mola beresiko untuk menjadi persisten dan cenderung dapat bermetastasis. Mengakhiri kehamilan merupakan pilihan yang direkomendasikan. Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa perdarahan, thyrotoxikosis, atau hipertensi berat. Pasien sebaiknya diberi tahu mengenai resiko dari morbiditas maternal akibat komplikasi mola kembar. Diagnosis genetik prenatal melalui sampling chorionic villus atau amniosentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi kariotype fetus.

2.7.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi (pengeceran) : Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa.

Radiologik Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju.

Uji Sonde Tidak rutin dikerjakan, biasanya dilakukan sebagai tindakan awal kuretase

Page 11

MOLA HIDATIDOSA
Histopatologik Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke laboratorium PA. 2.8 TATA LAKSANA Evakuasi 1. Perbaiki keadaan umum. 2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret. 3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita. 4. 7 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan. 5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

Pengawasan Lanjutan 1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil. 2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan. 3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan : a. Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan b. Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak c. Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan
Page 12

MOLA HIDATIDOSA
selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan 4. Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

Page 13

MOLA HIDATIDOSA
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta, yaitu mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors. Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik. Kehamilan mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga uterus, tetapi kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium. Mola hidatidosa merupakan penyakit yang terjadi pada wanita dalam masa reproduksi, yakni antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi pada negara-negara barat. Angka kejadian mola hidatidosa pada bagian barat Amerika Serikat ialah terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1.000 1.500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia, insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi, yakni 1:120 kehamilan. Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.

Page 14

MOLA HIDATIDOSA
DAFTAR PUSTAKA Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf. Kebidanan dan penyakit kandungan. Rsud dokter soetomo surabaya. 2007. Hal 25-28. Cuninngham. F.G. dkk. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2009. Hal 930-938. Diyah Metta Ningrum dan Ova Emilia, 2008. Diagnosis Dan Manajemen Mola Hidatidosa. Download tanggal 14 september 2009 dari : http://theeyebrow.blogspot.com/2008/01/mola-hidatidosa.html Lisa E Moore, 2008. Hydatidiform Mole. Download at 15 september 2009 available from: www.e-medicine.com Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2007. Hal 265-267 Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta.2008 Hal 341-348. Martaadisoebrata. D, buku pedoman pengelolaan penyakit trofoblas gestasional. Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta. 2008. Hal. 7-41 Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 2008. Hal. 238-243. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 2007. Hal . 262-264 Ross S. Berkowitz, M.D., and Donald P. Goldstein, M.D, 2009. Molar Pregnancy. Downloaded from www.nejm.org on September 16, 2009 Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obsetetri Patologik. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar Offset. Bandung. 2005. Hal38-42

Page 15

Anda mungkin juga menyukai