Anda di halaman 1dari 48

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi oleh virus tersebut. Seperti halnya dengan malaria dan dengue, penyakit ini telah menjadi endemis di negaranegara di Afrika dan Asia. Chikungunya ditandai oleh adanya tiga gejala khas (trias) yaitu demam, nyeri sendi (arthralgia) dan ruam kulit (rash). Chikungunya mula-mula ditemukan di Afrika, relatif umum dijumpai di bagian tenggara dan selatan benua Asia sekitar tahun1960-an. Setelah menimbulkan wabah di berbagai negara di Asia seperti India, Sri Langka, Myanmar (Burma) dan Thailand, virus ini menghilang dan hanya menyebabkan kasus-kasus sporadik saja yang berlanjut sampai tahun 1980an. Namun, wabah chikungunya yang terbatas masih terjadi di negara-negara tersebut. Pada tahun 1995 wabah kembali menyerang Thailand dan tahun 1998-1999 mengenai Malaysia. Ini adalah wabah yang pertama di Malaysia meskipun sejak tahun 1960. Antibodi terhadap virus Chikungunya telah banyak ditemukan di antara penduduk jasirah Malaya dan Serawak. Penyakit chikungunya telah menjadi sebuah masalah global berhubung dengan menjadi wabah di negara-negara seperti Afrika, India dan Asia Tenggara. Di Indonesia, KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah.

Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa kematian. Pada tahun 2013 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara ditemukan tingginya angka kejadian chikungunya yang menyebabkan ditetapkannya chikungunya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Hal ini yang menjadi dasar penulis ingin mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi tingginya angka kejadian chikungunya di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara. Alasan dilakukan penelitian ini karena tidak diketahuinya variabel yang dominan, maka dipilih faktor-faktor lingkungan dan perilaku masyarakat ( Tempat Penampungan Air Alami, Tempat Penampungan Air Keperluan Sehari-hari, Tempat Penampungan Air Bukan Keperluan Sehari-hari, Frekuensi digigit nyamuk, Penggunaan kelambu di dalam ruang tidur, Pengetahuan masyarakat, Kelembaban di dalam rumah, Pemakaian lotion anti nyamuk, Kebiasaan mengantung baju, Kebiasaan menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, Riwayat bepergian ke daerah endemis, Pencahayaan) yang mempengaruhi terjadinya chikungunya.

I.2. Perumusan Masalah I.2.1. Pernyataan Masalah Kejadian kasus baru chikungunya pada daerah Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02. 1.2.2. Pertanyaan Masalah 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 2 RW 2? 2. Bagaimana distribusi penyakit chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 2 RW 2? 3. Adakah hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya chikungunya terhadap kejadian chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 2 RW2? I.3. Tujuan I.2.1. Tujuan Umum Menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

chikungunya di wilayah kerja puskesmas meruya utara I.2.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 2 RW 2?

2. Diketahuinya distribusi penyakit chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 2 RW 2? 3. Diketahuinya hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya chikungunya terhadap kejadian chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02?

I.4. Manfaat I.4.1. Bagi Puskesmas Memperoleh informasi tentang faktor yang mempengaruhi kejadian chikungunya, dan diharapkan bermanfaat sebagai masukan kepada kegiatan program pemberantasan penyakit Chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 I.4.2. Bagi Responden Penelitian ini dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02. I.4.3. Bagi Peneliti Mendapatkan pengalaman yang berharga, menambah wawasan pengetahuan, dan ketrampilan dalam menganalisis permasalahan serta dapat membantu memecahkan masalah tentang Chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi Chikungunya Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya. Kata chikungunya berasal dari bahasa Swahili (suku bangsa di Afrika) yang berarti "orang yang jalannya membungkuk dan menekuk lutut". Gejala klinis yang sering dialami oleh penderita adalah demam disertai dengan nyeri tulang yang hebat sehingga penderita tidak mampu bergerak (break-bone fever). Oleh karena itu, penyakit chikungunya sering disebut sebagai flu tulang. Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti vektor utama dan Aedes albopictus vektor potensial (Soedarto, 2007 : 151).

II.2. Etiologi Virus chikungunya merupakan anggota genus Alphavirus dalam famili Togaviridae. Virus chikungunya disebut juga Arbovirus A chikungunya type, CHIK, CK. Vektor yang berperan dalam chikungunya adalah nyamuk Aedes aegypti (the yellow fever mosquito) dan

vektor potensialnya adalah nyamuk Aedes albopictus (the Asian tiger mosquito) (Depkes RI, 2007).

II.3. Siklus Hidup Nyamuk Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Telur menetas menjadi larva dalam 1-2 hari. Umur larva 7-9 hari, kemudian berubah menjadi pupa. Umur pupa 2-4 hari, lalu menjadi nyamuk. Umur nyamuk betina 8-15 hari, nyamuk jantan 3-6 hari (Sutaryo, 2004 : 45). Antara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus lama siklus hidupnya tidak berbeda jauh. (Sumber : Teguh Widiyanto, 2007) II.4. Bionomik Bionomik vektor adalah tempat untuk berkembang biak (breeding places), kebiasaan menggigit (feeding habit), tempat untuk beristirahat (resting places), dan jangkauan terbang (flight range). II.4.1. Breeding Places Tempat kebiasaan bertelur dari kedua vektor tersebut agak berbeda. Untuk Aedes aegypti, tempat yang disenangi untuk bertelur adalah di Tempat Penampungan Air (TPA) yang jernih dalam rumah dan yang terlindung dari sinar matahari seperti bak di kamar kecil (WC), bak mandi, tandon air minum, ember, tempayan, drum, dan sejenisnya. Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumah tangga seharihari. Sedangkan Aedes albopictus lebih senang bertelur pada tempat penampungan air yang berada di luar rumah seperti kaleng, botol, ban bekas yang dibuang, lubang pohon, lekukan tanaman, potongan batang bambu, dan buah kelapa yang sudah terbuka. Penampungan ini bukan dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Hal itu sesuai dengan sifat Aedes aegypti yang mempunyai kecenderungan sebagai

nyamuk rumah dan Aedes albopictus yang merupakan nyamuk luar rumah (Sutaryo, 2004 : 47). II.4.2. Feeding Habit Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik yang berarti lebih menyukai menghisap darah manusia dibandingkan dengan darah hewan. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus merupakan penghisap darah yang acak dan lebih zoofagik (WHO, 2005 : 62). Nyamuk aktif terbang pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 dan sore hari 15.00-17.00. Nyamuk yang aktif menghisap darah adalah yang betina untuk mendapatkan protein. Protein tersebut digunakan untuk keperluan produksi dan proses pematangan telur. Tiga hari setelah menghisap darah, nyamuk betina menghasilkan telur sampai 100 butir telur kemudian siap diletakkan pada media (Suroso, 2003 : 145). II.4.3. Resting Places Tempat yang disukai nyamuk untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin. Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan sebagai tempat peristirahatannya, termasuk di kamar tidur, di kamar mandi, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tanaman, atau tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang disukai nyamuk adalah di bawah perabotan, benda-benda yang tergantung seperti pakaian. Sementara nyamuk Aedes albopictus lebih menyukai tempat di luar rumah yaitu hidup di lubang-lubang pohon, lekukan tanaman, dan kebun atau kawasan pinggir hutan. Oleh karena itu , Aedes albopictus sering disebut nyamuk kebun (forest mosquito) (WHO, 2005 : 63). II.4.4. Flight Range

Pergerakan nyamuk Aedes aegypti dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Jangkauan terbang (flight range) rata-rata nyamuk Aedes aegypti adalah sekitar 100 m, tetapi pada keadaan tertentu nyamuk ini dapat terbang sampai beberapa kilometer dalam usahanya untuk mencari tempat perindukan untuk meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes albopictus jangkauan terbang berkisar antara 400-600 m (Djoni Djunaedi, 2006 : 13).

II.3. Manifestasi Klinis Chikungunya Chikungunya merupakan infeksi viral akut dengan onset mendadak. Masa inkubasinya berkisar antara 2-20 hari, namun biasanya 3-7 hari. Manifestasi klinis berlangsung 3-10 hari, yang ditandai dengan demam, nyeri sendi ( artralgia), nyeri otot (mialgia), bercak kemarahan pada kulit, sakit kepala, kejang dan penurunan kesadaran, infeksi saluran pernafasan, dan gejala lainnya (Anies, 2006 : 75). II.3.1. Demam Demam timbul mendadak tinggi, biasanya sampai 39C - 40C. Fase akut ini menetap selama 2 atau 3 hari. Temperatur dapat kembali naik selama 1 atau 2 hari sesudah suatu gap selama 4-10 hari, menghasilkan kurva demam pelana kuda ( saddle back fever curve). II.3.2. Nyeri Sendi Nyeri sendi biasanya berat, dapat menetap, mengenai banyak sendi (poliartikular), berpindah-pindah, terutama pada sendi-sendi kecil tangan

(metakarpofalangeal), pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan kaki dengan

gejala yang lebih ringan pada sendi-sendi yang lebih besar. Karena rasa nyeri yang hebat, penderita seolah sampai tidak dapat berjalan. Gejala-gejala akut nyeri sendi umumnya berlangsung tidak lebih dari 10 hari. Pasien dengan manifestasi artikuler yang lebih ringan biasanya bebas gejala dalam beberapa minggu, tetapi pada kasuskasus yang lebih berat memerlukan waktu beberapa bulan untuk menghilang seluruhnya. Karena gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, maka ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang.

II.3.3. Nyeri Otot Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan anggota gerak. II.3.4. Bercak Kemerahan Pada Kulit Kemerahan pada kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk

makulopopular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota gerak, telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam. Lokasi kemerahan biasanya pada daerah muka, badan, tangan, dan kaki. II.3.5. Sakit Kepala Keluhan sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui. Biasanya sakit kepala tidak terlalu berat. (Eppy, 2010 : 5).

II.4. Diagnosis Pasti dan Banding Diagnosis chikungunya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis ditemukan keluhan demam, nyeri sendi, nyeri

otot, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, fotofobia, serta daerah tempat tinggal penderita yang berisiko terkena chikungunya. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ruam makulopapuler, limfadenopati servikal, dan injeksi konjungtiva. Pada pemeriksaan hitung lekosit, beberapa penderita mengalami lekopenia dengan limfositosis relatif. Jumlah trombosit dapat menurun sedang dan laju endap darah akan meningkat. C-reactive protein positif pada kasus-kasus akut (Eppy, 2010 : 8). Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu menegakkan diagnosis, seperti isolasi virus dari darah, tes serologi klasik seperti uji hambatan aglutinasi/HI, tes serologi modern dengan teknik IgM capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), teknik super modern dengan pemeriksaan PCR, serta teknik yang paling baru dengan RTPCR (2002). Dengan menggunakan tes serologi klasik diagnosis sangat tergantung pada penemuan peningkatan titer antibodi sesudah sakit. Biasanya pada serum yang diambil saat hari ke-5 demam tidak ditemukan antibodi HI. Antibodi HI baru ditemukan pada serum yang diambil saat 2 minggu atau lebih sesudah serangan panas timbul. Diagnosis yang akurat dapat diperoleh dari serum yang sudah diambil sesudah sakit dengan metode IgM capture ELISA. Diagnosis pasti adanya infeksi virus chikungunya ditegakkan bila didapatkan salah satu hal berikut: 1) Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi (HI) 2) Virus chikungunya (CHIK) pada isolasi virus 3) IgM capture ELISA Diagnosis banding penyakit chikungunya yang paling mendekati adalah demam dengue atau demam berdarah dengue (Soegeng Sogijanto, 2004 : 62).

II.5. Faktor Resiko Chikungunya

Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi Penyakit Chikungunya yaitu: Tempat penampungan air bersih Tempat kebiasaan bertelur dari kedua vektor tersebut agak berbeda. Untuk Aedes aegypti, tempat yang disenangi untuk bertelur adalah di Tempat Penampungan Air (TPA) yang jernih dalam rumah dan yang terlindung dari sinar matahari seperti bak di kamar kecil (WC), bak mandi, tandon air minum, ember, tempayan, drum, dan sejenisnya. Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumah tangga seharihari. Sedangkan Aedes albopictus lebih senang bertelur pada tempat penampungan air yang berada di luar rumah seperti kaleng, botol, ban bekas yang dibuang, lubang pohon, perkebunan, potongan batang bambu, dan buah kelapa yang sudah terbuka. Penampungan ini bukan dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Hal itu sesuai dengan sifat Aedes aegypti yang mempunyai kecenderungan sebagai nyamuk rumah dan Aedes albopictus yang merupakan nyamuk luar rumah (Sutaryo, 2004 : 47).

Kebiasaan sering digigit nyamuk di siang hari Sesuai dengan Feeding habit nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik yang berarti lebih menyukai menghisap darah manusia dibandingkan dengan darah hewan. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus merupakan penghisap darah yang acak dan lebih zoofagik (WHO, 2005 : 62).

Nyamuk aktif terbang pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 dan sore hari 15.00-17.00. Nyamuk yang aktif menghisap darah adalah yang betina untuk mendapatkan protein. Protein tersebut digunakan untuk keperluan produksi dan proses pematangan telur. Tiga hari setelah menghisap darah, nyamuk betina menghasilkan telur sampai 100 butir telur (Suroso, 2003 : 145). Virus Chikungunya ini ditularkan oleh gigitan nyamuk betina yang terinfeksi. Nyamuk ini dapat ditemukan menggigit sepanjang siang hari, meskipun mungkin ada puncak aktivitas di pagi hari dan sore hari. Kedua spesies ini menggigit di luar ruangan, tapi Aedes aegypti juga sering menggigit di dalam ruangan.

Kedekatan tempat perkembangbiakan vektor nyamuk Tempat kebiasaan bertelur Aedes albopictus di tempat penampungan air yang berada di luar rumah seperti kaleng, botol, ban bekas yang dibuang, lubang pohon, perkebunan, potongan batang bambu, dan buah kelapa yang sudah terbuka. Penampungan ini bukan dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Sehingga sesuai dengan breeding places (tempat untuk berkembang biak) nyamuk Aedes albopictus lebih suka didaerah perkebunan (Sutaryo, 2004 : 47).

Kedekatan tempat perkembangbiakan vektor nyamuk dengan tempat tinggal manusia merupakan faktor risiko yang signifikan untuk Chikungunya, seperti letak rumah yang dekat dengan perkebunan. Oleh karena itu , Aedes albopictus sering disebut nyamuk kebun (forest mosquito) Pengetahuan Masyarakat yang kurang

Pengetahuan masyarakat sangat berpengaruh pada angka kejadian chikungunya, karena pengetahuan masyarakat yang kurang tentang chikungunya membuat masyarakat tidak mengetahui faktor resiko penyakit chikungunya, sehingga masyarakat tidak mengerti cara pencegahan penyakit tersebut. Keadaan lembab di dalam rumah dan pencahayaan yang kurang Sesuai dengan kriteria resting place nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, tempat yang disukai nyamuk untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin. Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan sebagai tempat peristirahatannya, termasuk di kamar tidur, di kamar mandi, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tanaman, atau tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan, tempat istirahat yang disukai nyamuk adalah di bawah perabotan, benda-benda yang tergantung seperti pakaian. (WHO, 2005 : 63).

II.6. Pencegahan dan pengendalian Chikungunya Pencegahan dan pengendalian bergantung pada mengurangi jumlah habitat dengan membersihkan tempat penampungan air berisi air alami yang mendukung perkembangbiakan nyamuk. Hal ini memerlukan peran serta masyarakat yang terkena dampak. Insektisida juga dapat disemprotkan untuk membunuh nyamuk dewasa, diterapkan ke permukaan dan di sekitar tempat penampungan air tempat perkembangbiakan nyamuk. Untuk perlindungan selama wabah chikungunya, pakaian yang meminimalkan eksposur kulit ke vektor hari-menggigit disarankan. Lotion anti nyamuk dapat diterapkan pada kulit terkena. Lotion anti nyamuk harus mengandung DEET (N, N-dietil-3methylbenzamide), IR3535 (3 - [N-asetil-N-butil] asam etil ester aminopropionic) atau

icaridin (1-piperidinecarboxylic asam, 2 - (2-hidroksietil) -1-methylpropylester). Bagi mereka yang tidur selama siang hari, penggunaan kelambu dapat memberikan perlindungan yang baik.

Tempat Penampungan Air untuk keperluan sehari-hari : bak mandi, ember

Frekuensi digigit nyamuk pada siang hari

Pengetahuan masyarakat Kelembaban di dalam rumah Pemakaian lotion anti nyamuk

II.7. Kerangka Teori

Penggunaan kelambu di kamar tidur

Tempat Penampungan Air bukan keperluan sehari-hari : vas bunga,barang bekas,penampung air kulkas,penampung air dispenser

CHIKUNGUN YA

Kebiasaan menggantung pakaian Kebiasaan menggunakan pakaian tertutup

Tempat Penampungan Air alami : perkebunan, lubang pohon, tempurung kelapa

Riwayat bepergian daerah endemis Keadaan pencahayaan di dalam rumah

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL


III.1. Kerangka Konsep Karena tidak diketahuinya variabel yang dominan, maka dipilih faktor-faktor lingkungan dan perilaku masyarakat ( tempat penampungan air alami, tempat penampungan air keperluan sehari-hari, tempat penampungan air bukan keperluan

sehari-hari, frekuensi digigit nyamuk, penggunaan kelambu di dalam ruang tidur, pengetahuan masyarakat, kelembaban di dalam rumah, pemakaian lotion anti nyamuk, kebiasaan mengantung baju, kebiasaan menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, riwayat bepergian ke daerah endemis, pencahayaan) yang mempengaruhi terjadinya chikungunya.

Tempat Penampungan Air Alami Tempat Penampungan Air Keperluan Seharihari Tempat Penampungan Air Bukan Keperluan Sehari-hari Frekuensi digigit nyamuk pada siang hari Penggunaan kelambu di tempat tidur Pengetahuan masyarakat Kelembaban di dalam rumah Penggunaan lotion anti nyamuk Mengantung pakaian Pakaian lengan panjang dan celana panjang Riwayat bepergian ke daerah endemis

CHIKUNGUNYA

Pencahayaan di dalam rumah

III.2. Definisi Operasional No. 1 Variabel Chikungunya Definisi Operasional Terjadinya penyakit chikungunya berdasarkan diagnosis dokter dan dibuktikan secara anamnesis langsung terhadap pasien atau sempel dan juga melalui kuisioner. 2 Tempat Penampungan Air keperluan sehari-hari Keadaan dimana dilakukan pengurasan, penutup dan pemberian bubuk abate pada TPA yang 1. Ya, bila dilakukan pengurasan, penutup dan pemberian Nominal Kategori 1. Menderita penyakit chikungunya 2. Tidak menderita penyakit chikungunya Cara ukur Skala Nominal

Inst

Kuisi

Waw

Lemb

kuisi

digunakan untuk keperluan sehari-hari (bak mandi, tempayan, ember, drum).

bubuk abate pada TPA yang digunakan untuk keperluan sehari-hari 2. Tidak, bila tidak dilakukan pengurasan, penutup dan pemberian bubuk abate pada TPA yang digunakan untuk keperluan

Tempat Penampungan Air bukan keperluan sehari-hari (vas bunga, barang bekas)

Keadaan dimana di lakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang air dalam penampungan seperti dispenser dan kulkas, membuang sampah pada tempatnya.

sehari-hari 1. Ya, bila dilakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang air dalam penampungan seperti

Nominal

Lemb

kuisi

dispenser dan kulkas, membuang sampah pada tempatnya. 2. Tidak, bila tidak Dilakukan pengurasan, penguburan, penutupan tempat penampungan air bukan keperluan 4 Tempat Penampungan Air Alami (perkebunan, lubang pohon, tempurung kelapa) 5 Digigit nyamuk pada siang hari Keadaan dimana sering digigit nyamuk pada siang hari Keadaan dimana dekat dengan lokasi perkebunan dan terdapat pohon rindang. sehari-hari 1. Ya, bila dekat dengan perkebunan, pohon rindang 2. Tidak, bila jauh dengan perkebunan, pohon rindang. 1. Ya, bila sering digigit nyamuk 2. Tidak, bila Nominal Nominal

Lemb

Kuisi

Lemb

Kuisi

jarang atau tidak di gigit 6 Kelambu Penggunaan kelambu pada tempat tidur nyamuk 1. Ya, bila menggunakan kelambu. 2. Tidak, bila tidak menggunakan 7 Pengetahuan masyarakat Sejauh mana pemahaman masyarakat tentang penyakit chikungunya. kelambu. 1. Ya, bila Mengerti tentang chikungunya 2. Tidak, bila tidak mengerti tentang 8 Kelembaban Keadaan kelembaban udara di dalam rumah (ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur) 9 Lotion anti nyamuk Kebiasaan sampel menggunakan lotion anti nyamuk. 1. Ya, bila sampel sering menggunakan lotion anti nyamuk Nominal chikungunya 1. Ya, bila lembab 2. Tidak, bila Tidak lembab Nominal Nominal Nominal

Lemb

Kuisi

Lemb

Kuisi

Lemb

Kuisi

Lemb

kuisi

2. Tidak, bila sampel jarang atau tidak pernah menggunakan lotion anti 10 Menggantung pakaian Kebiasaan sampel atau anggota keluarga dalam menggantung pakaian yang telah di pakai. nyamuk. 1. Ya, bila sampel atau anggota keluarga mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang telah di pakai. 2. Tidak, bila sampel atau anggota keluarga tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang 11 Pakaian lengan panjang dan Kebiasaan sampel sering menggunakan telah di pakai 1. Ya, bila sampel sering Nominal Nominal

Lemb

Kuisi

Lemb

Kuisi

celana panjang

pakaian lengan panjang dan celana panjang

menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang. 2. Tidak, bila sampel jarang atau tidak menggunakan pakaian lengan panjang dan

12

Riwayat bepergian ke daerah endemis

Sampel pernah bepergian ke daerah endemis

celana panjang. 1. Ya, bila sampel pernah ke daerah endemis. 2. Tidak, bila sampel tidak pernah ke

Nominal

Lemb

Kuisi

13

Pencahayaan di dalam rumah

Keadaan dimana rumah sampel tidak perlu menggunakan lampu pada siang hari untuk keperluan sehari-hari (membaca, dll)

daerah endemis. 1. Ya, bila pencahayaan cukup 2. Tidak, bila pencahayaan kurang.

Nominal

Lemb

KUis

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


IV.1. Desain penelitian dan variabel Desain penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan desain studi case control dengan pengetahuan masyarakat, tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, tempat penampungan air bukan keperluan sehari-hari, tempat penampungan air alami, frekuensi digigit nyamuk di siang hari, pemakaian lotion anti nyamuk, penggunaan kelambu di kamar tidur, kebiasaan memakai pakaian tertutup, kebiasaan menggantung baju, riwayat berpergian daerah endemis, kelembaban di dalam rumah, dan pencahayaan di dalam rumah sebagai variabel bebas dan kejadian Chikungunya sebagai variabel tergantung. IV.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di RT 02 kelurahan Meruya Utara selama 3 hari yaitu pada tanggal 21 Juni 2013,22 juni 2013 dan 24 Juni 2013. IV.3. Populasi dan sampel penelitian Keseluruhan objek penelitian di Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. IV.3.1. Kriteria inklusi 1. Bertempat tinggal di Kelurahan Meruya Utara RT 02 , Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat pada saat dilakukan penelitian. IV.3.2. Kriteria eksklusi 1. Subjek tidak bersedia untuk mengikuti penelitian.

IV.3.3. Sampel Semua orang yang berada di Kelurahan Meruya Utara RT 02, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat pada tanggal 21 juni 2013, 22 juni 2013,dan 23 juni 2013. IV.4 Perhitungan besar sampel
Besar sampel dihitung dengan tingkat kepercayaan 95% (Z_ = 1,96),

(Z) (PQ) / d

(Sudigdo dan Sofyan Ismail, 2002 : 87) Keterangan : n: Besar sampel

P :Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (0.5) Q: 1- P = 1 0.5 = 0.5 d: tingkat ketepatan absolute yang dikehendaki (ditetapkan 10%) = 0.1 : tingkat kemaknaan(ditetapkan) (95% = 1,96) Perhitungan sampel : n = (1.96) (0.5x0.5) / (0.1) = = = = 3.8416 x 0.25 / 0.01 0.9604 / 0.01 96.04 96

Berdasarkan hasil perhitungan , maka dapat diambil sampel sebanyak 96. Penelitian ini menggunakan perbandingan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol 1:1 dengan jumlah kasus 48 dan kontrol 48, sehingga secara keseluruhan jumlah sampel sebesar 96 orang.

IV.5

Cara pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling , sampel ditentukan secara acak sederhana. (Soekidjo Notoatmodjo, 2002 : 85).

IV.6

Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

1. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik,

dimana responden tinggal memberikan jawaban. Untuk menilai faktor

faktor yang meningkatkan resiko kejadian Chikungunya diantaranya : 1. Pengetahuan masyarakat 2. Keadaan lingkungan Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari 3. Keadaan lingkungan TPA bukan untuk keperluan sehari-hari 4. Keadaan lingkungan TPA alami 5. Frekuensi digigit nyamuk pada siang hari 6. Penggunaan kelambu di kamar tidur 7. Kebiasaan menggantung baju

8. Kebiasaan menggunakan pakaian dengan lengan dan celana panjang 9. Kebiasaan menggunakan lotion anti nyamuk 10. Kelembaban di dalam rumah 11. Pencahayaan di dalam rumah 2. Wawancara IV.7. Cara Pengumpulan Data Penelitian dilakukan setelah mendapat izin dari kepala Puskesmas Kelurahan Meruya Utar, Ibu RT dan RW setempat. Penelitian dilakukan oleh 4 orang peneliti. Kemudian pada tanggal 21 juni - 23 juni 2013 yang bersedia untuk diwawancara, dibacakan pertanyaan kuesioner. Peneliti A dan B memberikan kuisioner kepada responden yang menderita Chikungunya, sedangkan peneliti C dan D memberikan kuisioner kepada responden yang tidak Chikungunya. IV.8. Alur pengumpulan Data Keseluruhan objek penelitian di Kelurahan Meruya Utara RT 02, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Semua orang yang berada di Kelurahan Meruya Utara RT 02, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat pada tanggal 21 juni 2013, 22 juni 2013,dan 23 juni 2013.

Bersedia diwawancara

Tidak bersedia diwawancara

Pasien diwawancarai dan mengisi kuesioner

Tidak dijadikan sampel

BAB V HASIL PENELITIAN V.1. Analisis Univariat Dari hasil penelitian terdapat 80 responden didapatkan rata-rata umur 33.3 tahun dengan umur terkecil 12 tahun dan terbesar 53 tahun. Responden laki-laki terdapat 38 orang(47,5%) dan perempuan terdapat 42 orang (52,5%). Pendidikan responden yang tamat SD berjumlah 20 orang(25,0%), responden yang tamat SMP berjumlah 11 orang(13,8%), responden yang tamat SMA berjumlah 38 orang(47,5%), responden Diploma berjumlah 3 orang (3,8%), dan responden Sarjana berjumlah 8 orang(10.0%). Responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga berjumlah 26 orang(32,5%), responden yang bekerja sebagai pegawai swasta berjumlah 21 orang(26,3%), responden yang bekerja sebagai pegawai negeri berjumlah 1 orang(1,3%), responden yang bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 12 orang (12,5%), responden yang bekerja sebagai supir berjumlah 2 orang(2,5%), responden yang bekerja sebagai pelajar berjumlah 11 orang(13,8%) dan responden yang tidak bekerja berjumlah 7 orang(8,8%). Responden yang tidak mengerti tentang penyakit chikungunya terdapat 48 orang(60,0%). Responden yang tidak melakukan pengurasan, penutupan dan pemberian bubuk abate pada tempat penampungan air keperluan sehari-hari (bak mandi dan ember)

terdapat 40 orang(50,0%). Responden yang tidak melakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang air penampungan (kulkas, dispenser, dan lainlain) dan membuang sampah terdapat 23 orang(28,8%). Responden yang letak rumahnya dekat perkebunan dan pohon rindang terdapat 54 orang (67,5%). Responden yang sering digigit nyamuk pada siang hari terdapat 48 orang (60,8%). Responden yang tidak pernah ke daerah endemis terdapat 80 orang (100,0%) . Responden yang tidak menggunakan kelambu pada tempat tidur terdapat 77 orang (96,3%). Responden yang mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang telah dipakai terdapat 31 orang (38,8%). Responden yang jarang atau tidak menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang terdapat 51 orang (63,8%). Responden yang jarang atau tidak pernah menggunakan lotion terdapat 37 orang (46,3%). Responden yang mempunyai rumah dalam keadaan lembab terdapat 8 orang (10,0%). Responden yang pencahayaan di dalam rumahnya kurang terdapat 31 orang (38,8%). Dari faktor-faktor di atas maka dapat dikategorikan sebagai yang menderita chikungunya.

Tabel V.1.1. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Chikungunya pada Responden yang berada di Puskesmas Kelurahan Meruya Utara, Periode 21 Juni 2013 23 Juni 2013 (n=80) Karakteristik Usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 38 (47,5%) 42 (52,5%) Jumlah (%) MeanSD 33,3 11,5 Median (Min,Max) 32,5 (12,53)

Pendidikan SD SMP SMA Diploma Sarjana 20 (25%) 11 (13,8%) 38 (47,5%) 3 (3,8%) 8 (10,0%) -

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Pegawai Swasta Pegawai Negeri Wiraswasta Supir Pelajar 26 (32,5%) 21 (26,3%) 1 (1,3%) 12 (15,0%) 2 (2,5%) 11 (13,8%) -

Tidak kerja

7 (8,8%)

status chikungunya Menderita penyakit chikungunya - Tidak menderita penyakit chikungunya Pengetahuan Masyarakat Tidak mengerti tentang chikungunya - Mengerti tentang chikungunya Tempat Penampungan Air keperluan sehari-hari Tidak dilakukan pengurasan, penutupan dan pemberian bubuk abate - Dilakukan pengurasan, penutupan dan pemberian bubuk abate Tempat Penampungan Air bukan keperluan sehari-hari Tidak dilakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang air penampungan dan membuang sampah - dilakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang air penampungan dan membuang sampah Tempat Penampungan Air alami Dekat dengan perkebunan, pohon 40 (50,0%) 40 (50,0%) -

48 (60,0%) 32 (40,0%)

40 (50,0%)

40 (50,0%)

23 (28,8%)

57 (71,3%)

54 (67,5%)

rindang - Jauh dengan perkebunan dan pohon rindang Frekuensi digigit nyamuk pada siang hari Sering digigit nyamuk - Jarang atau tidak digigit nyamuk Riwayat bepergian ke daerah endemis Tidak pernah ke daerah endemis Penggunaan kelambu pada tempat tidur Tidak menggunakan kelambu - Menggunakan kelambu Kebiasaan menggantung pakaian Mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang tidak di pakai - Tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang tidak di pakai Kebiasaan sering menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang Jarang atau tidak menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang Sering menggunakan pakaian lengan panjang dan celana -

26 (32,5%)

48 (60,0%) 32 (40,0%)

80 (100,0%)

77 (96,3%) 3 (3,8%)

31 (38,8%)

49 (61,3%)

51 (63,8%)

29 (36,3%)

panjang Pemakaian Lotion anti nyamuk Jarang atau tidak menggunakan lotion anti nyamuk - Sering menggunakan lotion anti nyamuk Kelembaban rumah (ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur) Lembab Tidak lembab 37 (46,3%) 43 (53,8%) -

8 (10,0%) 72 (90,0%)

Pencahayaan di dalam rumah Pencahayaan kurang Pencahayaan cukup 31 (38,8%) 49 (61,3%) -

V.2. Analisis Bivariat Penelitian yang dilakukan terhadap 80 responden ini didapatkan terdapat 40 orang (50.0%) yang menderita chikungunya. Dari karakteristik usia responden rata-rata usianya 31.7 tahun yang menderita chikungunya . Karakteristik jenis kelamin laki-laki terdapat 24 orang ( 60.0%) menderita chikungunya. Pada responden berjenis kelamin perempuan terdapat 16 orang (40.0%) menderita chikungunya. Pendidikan responden yang tamat SD terdapat 9 orang (22.5%) menderita

chikungunya. Pendidikan responden yang tamat SMP terdapat 2 orang (5.0%) menderita chikungunya. Pendidikan responden yang tamat SMA terdapat 21 orang (52.5%) menderita

chikungunya. Pendidikan responden Diploma terdapat 3 orang (7.5%) menderita chikungunya. Pendidikan responden Sarjana terdapat 5 orang (12.5%) menderita chikungunya. Berdasarkan jenis pekerjaan, responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga terdapat 9 orang (22.5%) menderita chikungunya. Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta terdapat 13 orang ( 32.5%) menderita chikungunya. Responden yang bekerja sebagai pegawai negeri terdapat 1 orang (2.5%) menderita chikungunya. Responden yang bekerja sebagai wiraswasta terdapat 6 orang ( 15.0%) menderita chikungunya. Responden yang bekerja sebagai supir terdapat 0 orang (0%) menderita chikungunya. Responden yang bekerja sebagai pelajar terdapat 8 orang (20.0%) menderita chikungunya. Responden yang tidak bekerja terdapat 3 orang (7.5%) menderita chikungunya. Berdasarkan pengetahuan masyarakat , responden yang tidak mengerti tentang chikungunya terdapat 34 orang (85.0%) menderita chikungunya. Responden yang mengerti tentang chikungunya terdapat 6 orang (15%) menderita chikungunya. Berdasarkan tempat penampungan air keperluan sehari-hari (bak mandi dan ember), responden yang tidak melakukan pengurasan, penutupan dan pemberian bubuk abate terdapat 31 orang (77.5%) menderita chikungunya. Responden yang melakukan pengurasan, penutupan dan pemberian bubuk abate terdapat 9 orang (22.5%) menderita chikungunya. Berdasarkan tempat penampungan air bukan keperluan sehari-hari , responden yang tidak melakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang air penampungan (kulkas,dispenser, dll) dan membuang sampah terdapat 19 orang (47.5%) menderita chikungunya. Responden yang melakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bungan, membuang air penampungan (kulkas,dispenser, dll) dan membuang sampah terdapat 21 orang (52.5%) menderita chikungunya.

Berdasarkan tempat penampungan air alami responden yang rumahnya dekat dengan perkebunan dan pohon rindang terdapat 37 orang (92.5%) menderita chikungunya. Responden yang rumahnya jauh dengan perkebunan dan pohon rindang terdapat 3 orang (7.5%) menderita chikungunya. Berdasarkan frekuensi sering digigit nyamuk pada siang hari, responden yang sering digigit nyamuk terdapat 32 orang (80%) menderita chikungunya. Responden yang jarang atau tidak digigit nyamuk terdapat 8 orang (20%) menderita chikungunya. Berdasarkan riwayat bepergian ke daerah endemis, responden yang tidak pernah ke daerah endemis terdapat 40 orang (100.0%) menderita chikungunya. Berdasarkan penggunaan kelambu pada tempat tidur responden yang tidak menggunakan kelambu terdapat 38 orang (95.0%) menderita chikungunya. Responden yang menggunakan kelambu terdapat 2 orang (5%) menderita chikungunya. Berdasarkan kebiasaan menggantung pakaian , responden yang mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang telah dipakai terdapat 25 orang (62.5%) menderita chikungunya. Responden yang tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang telah dipakai

terdapat 15 orang (37.5%) menderita chikungunya. Berdasarkan kebiasaan sering menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, responden yang jarang atau tidak menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang terdapat 25 orang (62.5%) menderita chikungunya. Reponden yang sering menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang terdapat 15 orang (37.5%) menderita chikungunya.

Berdasarkan pemakaian lotion anti nyamuk, responden yang tidak memakai lotion anti nyamuk terdapat 32 orang (80%)menderita chikungunya. Responden yang memakai lotion anti nyamuk terdapat 8 orang (20%)menderita chikungunya. Berdasarkan kelembaban rumah( ruang tamu,ruang keluarga, dan ruang tidur), rumah responden yang lembab terdapat 5 orang (12.5%) menderita chikungunya. Rumah responden yang tidak lembab 35 orang (87.5%) menderita chikungunya. Berdasarkan pencahayaan didalam rumah, responden yang pencahayaan didalam rumah kurang terdapat 19 orang (47.5%) menderita chikungunya. Responden yang pencahayaan didalam rumah cukup terdapat 21 orang (52.5%) menderita chikungunya.

Tabel V.2.2. Hasil analisis penelitian berbagai variabel dengan Penyakit Chikungunya pada 80 responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02/ RW 02 periode 21 Juni 2013 23 Juni 2013

Chikungunya (n=40) Karakteristik Jumlah (%) Mean SD 31,711,3 Median (Min;Max) 31,5 (12;52)

Tidak Chikungunya (n=40) Jumlah (%) Mean SD 34,911,7 Median (Min;Max) 35,5(12;53)

Usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 24 (60,0%) 16 (40,0%)

14(35,0%) 26(65,0%)

Pendidikan SD SMP SMA Diploma Sarjana Ibu Rumah Tangga 9 (22,5%) 2 (5,0%) 21 (52,5%) 3 (7,5%) 5 (12,5%) 11 (27,5%) 9 (22,5%) 17 (42,5%) 0 (0%) 3 (7,5%) -

Pekerjaan 9 (22,5%) 17 (42,5%) -

Pegawai Swasta Pegawai Negeri Wiraswasta Supir Pelajar Tidak kerja

13 (32,5%) 1 (2,5%) 6 (15,0%) 0 (0%) 8 (20,0%) 3 (7,5%)

8 (20,0%) 6 (15,0%) 2 (5,0%) 3 (7,5%) 4 (10,0%)

Pengetahuan Masyarakat Tidak mengerti tentang chikungunya - Mengerti tentang chikungunya Tempat Penampungan Air keperluan sehari-hari Tidak dilakukan pengurasan, penutupan dan pemberian bubuk abate - Dilakukan pengurasan, penutupan dan pemberian bubuk abate Tempat Penampungan Air bukan keperluan sehari-hari Tidak dilakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang 34 (85,0%) 6 (15,0%) 14 (35,0%) 26 (65,0%) -

31 (77,5%) 9 (22,5%)

9 (22,5%) 31 (77,5%)

19 (47,5%)

4 (10,0%)

air penampungan dan membuang sampah - dilakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang air penampungan dan membuang sampah Tempat Penampungan Air alami Dekat dengan perkebunan, pohon rindang - Jauh dengan perkebunan dan pohon rindang Frekuensi digigit nyamuk pada siang hari Sering digigit nyamuk -

21 (52,5%)

36 (90,0%)

37 (92,5%) 3 (7,5%)

17 (42,5%) 23 (57,5%)

32 (80,0%) 8 (20,0%)

16 (40,0%) 24 (60,0%)

Jarang atau tidak digigit nyamuk Riwayat bepergian ke daerah endemis Tidak pernah ke daerah endemis Penggunaan kelambu pada tempat tidur Tidak menggunakan kelambu Menggunakan kelambu -

40 (100,0%)

40 (100,0%)

38 (95,0%) 2 (5,0%)

39 (97,5%) 1 (2,5%)

Kebiasaan menggantung pakaian Mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang tidak di pakai

25 (62,5%)

6 (15,0%)

Tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian yang tidak di pakai

15 (37,5%)

34 (85,0%)

Kebiasaan sering menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang Jarang atau tidak menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang Sering menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang

25 (62,5%)

26 (65,0%)

15 (37,5%)

14 (35,0%)

Pemakaian Lotion anti nyamuk

Jarang atau tidak menggunakan lotion anti nyamuk

32 (80,0%)

5 (12,5%)

Sering menggunakan lotion anti nyamuk

8 (20,0%)

35 (87,5%)

Kelembaban rumah (ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur)

Lembab

5 (12,5%)

3 (7,5%)

Tidak lembab

35 (87,5%)

37 (92,5%)

Pencahayaan di dalam rumah

Pencahayaan kurang

19 (47,5%)

12 (30,0%)

Pencahayaan cukup

21 (52,5%)

28 (70,0%)

BAB VI PEMBAHASAN
VI.1. Temuan Penelitian VI.1.1. Hubungan chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara pengetahuan masyarakat dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 34 orang (85,0%) tidak mengerti tentang penyakit chikungunya, hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka, karena pengetahuan masyarakat sangat berpengaruh pada angka kejadian chikungunya, karena pengetahuan masyarakat yang kurang tentang chikungunya membuat masyarakat tidak mengetahui faktor resiko penyakit chikungunya, sehingga masyarakat tidak mengerti cara pencegahan penyakit tersebut. . VI.1.2. Hubungan antara tempat penampungan air keperluan sehari-hari dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara tempat penampungan air keperluan sehari-hari dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 31 orang (77.5%) tidak melakukan pengurasan,penutupan dan pemberian bubuk abate pada tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari (bak mandi,ember). Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka dimana untuk Aedes aegypti, tempat antara pengetahuan masyarakat dengan penyakit

yang disenangi untuk bertelur adalah di Tempat Penampungan Air (TPA) yang jernih dalam rumah dan yang terlindung dari sinar matahari seperti bak di kamar kecil (WC), bak mandi, tandon air minum, ember, tempayan, drum, dan sejenisnya. Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. VI.1.3. Hubungan antara tempat penampungan air bukan keperluan seharihari dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara tempat penampungan air bukan keperluan sehari-hari dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 19 orang (47.5%) tidak melakukan penguburan barang bekas, penggantian air dalam vas bunga, membuang air penampungan (dispenser, kulkas, dll) dan membuang sampah. Hal ini tidak berhubungan dengan tinjauan pustaka, karena nyamuk Aedes albopictus lebih senang bertelur pada tempat penampungan air yang berada di luar rumah seperti kaleng, botol, ban bekas yang dibuang. Responden yang sebagian besar kita dapat sudah melakukan hal tersebut sehingga tidak timbul genangan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakkan nyamuk tersebut. VI.1.4. Hubungan antara tempat penampungan air alami dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara tempat penampungan air alami dengan penyakit

chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 37 orang (92.5%) letak rumahnya dekat dengan perkebunan dan pohon rindang. Hal ini berhubungan dengan tinjauan pustaka, karena nyamuk Aedes albopictus lebih senang bertelur pada tempat penampungan air yang berada di luar rumah seperti lubang pohon, perkebunan, potongan batang bambu, dan buah kelapa yang sudah terbuka. VI.1.5. Hubungan antara frekuensi digigit nyamuk pada siang hari dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara frekuensi digigit nyamuk pada siang hari dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 32 orang (80.0%) sering digigit nyamuk pada siang hari. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka karena nyamuk ini dapat ditemukan menggigit sepanjang siang hari, meskipun mungkin ada puncak aktivitas di pagi hari dan sore hari. Kedua spesies ini menggigit di luar ruangan, tapi Aedes aegypti juga sering menggigit di dalam ruangan. Nyamuk aktif terbang pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 dan sore hari 15.00-17.00. Nyamuk yang aktif menghisap darah adalah yang betina untuk mendapatkan protein. Protein tersebut digunakan untuk keperluan produksi dan proses pematangan telur. VI.1.6. Hubungan antara riwayat bepergian ke daerah endemis dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil

analisis bivariat antara riwayat bepergian ke daerah endemis dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 40 orang (100.0%) tidak pernah bepergian ke daerah endemis. Hal ini tidak berhubungan dengan tinjauan pustaka, karena responden tidak ke daerah endemis sehingga penyakit chikungunya yang terjadi di RT 02 RW 02 disebabkan oleh faktor lainnya dalam penelitian ini. VI.1.7. Hubungan antara penggunaan kelambu dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara penggunaan kelambu dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 38 orang (95.0%) tidak menggunakan kelambu. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka karena menggunakan kelambu menjadi salah satu cara pencegahan. Pemakaian kelambu dapat memberikan perlindungan yang baik dari gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. VI.1.8. Hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan

penyakitchikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara kebiasaan menggantung pakaian dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 25 orang (62.5%) menggantung pakaian. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka karena nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan sebagai tempat peristirahatannya, termasuk di

kamar tidur, di kamar mandi, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tanaman, atau tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang disukai nyamuk adalah di bawah perabotan, benda-benda yang tergantung seperti pakaian. VI.1.9. Hubungan antara kebiasaan sering menggunakan pakaian lengan panjangdan celana panjang dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara kebiasaan sering menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 25 orang (62.5%) tidak menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka karena menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang menjadi salah satu cara pencegahan. Untuk perlindungan selama wabah chikungunya, pakaian yang meminimalkan eksposur kulit disarankan. VI.1.10. Hubungan antara pemakaian lotion anti nyamuk dengan chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara kebiasaan sering menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 32 orang (80.0%) jarang / tidak pernah memakai lotion anti nyamuk. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka karena pemakaian lotion dapat mencegah gigitan nyamuk. Lotion anti nyamuk dapat diterapkan pada penyakit

kulit. Lotion anti nyamuk harus mengandung DEET (N, N-dietil-3methylbenzamide), IR3535 (3 - [N-asetil-N-butil] asam etil ester aminopropionic) atau icaridin (1-piperidinecarboxylic asam, 2 - (2hidroksietil) -1-methylpropylester). VI.1.11. Hubungan antara kelembaban dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara kelembaban didalam rumah dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 5 orang (12.5%) rumah responden lembab. Hal ini tidak berhubungan dengan tinjauan pustaka karena tempat yang disukai nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin. VI.1.12. Hubungan antara pencahayaan dengan penyakit chikungunya Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Meruya Utara RT 02 RW 02 Kota DKI Jakarta dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara pencahayaan dengan penyakit chikungunya, didapatkan hasil sebanyak 19 orang (47.5%) pencahayaan di dalam rumah responden kurang. Hal ini tidak sesuai dengan tinjauan pustaka karena nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan sebagai tempat

peristirahatannya, termasuk di kamar tidur, di kamar mandi, maupun di dapur.

Anda mungkin juga menyukai