I.
PENDAHULUAN Pendarahan subarachnoid (PSA) adalah pendarahan diantara lapisan araknoid dan piamater (subarachnoid space).[1] Subarachnoid space melebar dan mendalam pada tempat tertentu dan memungkinkan sirkulasi CSF.[2] Penyebab utama terjadinya PSA adalah karena adanya ruptur/robekan pada arteri serebralis yang berada pada subarachnoid spaceakibatterjatuh, trauma,ruptur dari aneurisma, atau malformasi vaskular lainnya. Pasien dengan PSA spontan merasakan sakit kepala yang sangat hebat (97%), yang biasa disebut dengan the worst headache of my life.Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda-tanda meningeal, seperti kaku kuduk, Kernigs sign positif, atau Brudzinskis sign.Pasien mungkin datang dengan penurunan kesadaran yang disebabkan oleh pendarahan masif, tekanan intrakranial meningkat, atau hidrosefalus.[3,4]
Gambar 1. Susunan struktur/bagiandari kepala dan lokasi terjadinya pendarahan subarachnoid. [Dikutip dari kepustakaan 3]
II.
EPIDEMIOLOGI Pada kebanyakan populasi ditemukan insiden PSA sekitar 6-7 per 100.000 orang per tahun.Meskipun insidenmeningkatdengan pertambahan usia, setengah dari pasienPSA berusia kurang dari55tahunpada saat terjadinya pendarahan subarachnoid.[3] Orang kulit hitam berusia muda dan paruh baya memiliki resiko lebih besar mengalami PSA akibat aneurisma dibandingkan orang kulit putih pada usia yang sama.[5] Penyebab paling umum PSAdisebabkan oleh ruptur aneurisma serebral yang terjadi sekitar usia 20 sampai 60 tahun. Insidens PSAlebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria.[6]
III.
ANATOMI Meninges merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang.Lapisan luarnya adalah pachymenings atau duramater.Lapisan dalamnya adalah leptomeninges yang dibagi menjadi membrana arachnoidea dan piamater. Fungsi meninges yaitu melindungi struktur saraf pusat yang membawa pembuluh darah dan cairan serebrospinalis, serta memperkecil benturan atau getaran.[7] A. Pachymenings/Duramater Duramater atau pachymenings adalah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat yang tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan duramater propia di bagian dalam.Kedua lapisan ini terpisah di dalam kanalis vertebralis.Lapisan luar duramater yang melekat pada permukaan dalam cranium membentuk periosteum dan terpisah oleh spatium epidural. Spatium epidural ini bisa mengalami proses patologis, seperti epidural hematom. Lapisan dalam duramater akan berlanjut menjadi dura spinalis. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak. Rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak.[7]
Di antara kedua hemisfer terdapat invaginasi yang disebut falx serebri. Falx serebri melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi.Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior.Cerebrum dengan cerebellum dipisahkan oleh tentorium.Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus
clinoideus.Pembukaan antara kedua bagian tentorium, dikenal sebagai incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus serebri. Falx serebri memisahkan antara dua hemisfer serebri yang dibatasi oleh superior dan inferior sagital sinus pada bagian atas dan bawah.[7] B. Arachnoidea/Membrana Arachoidea Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan terpisah oleh spatiumsubdural.Membrana arachnoidea menutupi ruang subarachnoideum yang berisicairan cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga yang saling berhubungan. Subdural hematom, akan terjadi jika spatium subdural ini diisi oleh kumpulan darah.Dari arachnoidea menonjol keluar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea).Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa cairan serebrospinalis memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.[7] Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara araknoid dan piamater yang secara relatif sempit dan terletak diatas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada
3
dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga subarachnoid umum. PSA akan terjadi jika ruang subarachnoid ini terluka.[7]
Cisterna magna terletak diantara medulla oblongata dan hemisfer cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid
spinalis.Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara kedua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus diatas chiasma opticum, cisterna supraselaris diatas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis diantara peduncle cerebrum. Rongga di
antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna Sylvii).[7]
Gambar 3: Anatomi cisterna basilar dan batang otak potongan sagital [Dikutip dari kepustakaan 9 ]
C. Piamater Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissura dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissura transversalis dibawah corpus callosum. Di tempat ini pia mater membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini, yang mengeluarkan cairan serebrospinalis. Ruang perivaskular tertutup oleh membran (spatium VirchowRobin) berisi cairan serebrospinalis. Pia mater dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.[7]
5
Gambar 4: Lapisan selaput otak/meningia, kulit kepala dan tengkorak kepala. [Dikutip dari kepustakaan 7]
Sirkulasi Darah Serebral Darah dipompa dari ventrikel kiri jantung ke aorta dan dari situ ke artericarotis communis, yang mensuplai darah untuk sirkulasi anterior otak (arteri carotis interna, arteri cerebri media, dan arteri cerebri anterior);arteri subklavia; dan sirkulasi posterior otak (a. vertebralis, a. basilaris, dan arteri cerebri posterior). Sirkulasi anterior otak memenuhi kebutuhan darah pada mata, ganglia basalis, bagian dari hipotalamus, yang lobus frontal dan parietal, dan sebagian besar lobus temporal. Sedangkan sirkulasi posterior otak memenuhi kebutuhan darah pada batang otak, cerebellum, telinga bagian dalam, lobus oksipital, thalamus, bagian dari hipotalamus,dan sebagian kecil dari lobus temporal.
Darah vena dari bagian permukaan dan dalam vena cerebrimengalir melalui sinus vena dural ke dalam vena jugularis interna dan dari situ ke vena kava superior dan atrium kanan jantung. [7]
Arteri cerebri media merupakan tempat aneurisma yang paling sering terjadi yang menyebabkan pendarahan subarachnoid (29%), diikuti oleh arteri carotis interna (16%), arteri communicans anterior (15%), dan arteri basilaris (14%), arteri cerebri anterior (9%), dan arteri cerebri posterior (3%). [13]
Gambar 7: Otak dilihat dari potongan coronal (sirkulus Willisi), dengan bagian-bagian yang paling sering mengalami aneurisma sakular (dilingkari). [Dikutip dari kepustakaan 3]
IV.
ETIOLOGI PSA memiliki 2 kausa utama, yaitu: a) Ruptur Aneurisma Serebral 80% penyebab pendarahan subarachnoid spontan (non-traumatic) adalah rupturnya suatu aneurisma sakular (berry aneurysm) yang menyebabkan ekstravasasi darah dari pembuluh darah yang mengalami aneurisma ke subarachnoid space.[6,10] b) Trauma Kepala Trauma kepala dapat menyebabkan laserasi pada pembuluh darah otak sehingga darah dari pembuluh darah keluar kemudian mengisi subarachnoid space, dan merupakan 20% penyebab terjadinya pendarahan subarachnoid.[6,10]
Sekitar 85% PSA disebabkan oleh ruptur aneurisma serebral, 10% akibat kondisi non-aneurisma, dan 5% akibat kondisi medis lainnya seperti inflamasi atau non-inflamasi.[11] Tabel 1. Penyebab pendarahan subarachnoid (PSA)[11]
V.
PATOFISIOLOGI Penyebab paling sering dari pendarahan subarachnoid spontan (nontraumatic) adalah ruptur berry aneurism.Berry aneurism diperkirakan timbul akibat kelemahan bawaan pada dinding pembuluh darah besar di basis cranii, terutama pada bagian yang bercabang. Dilatasi aneurisma ini berawal dari arteri intrakranial pada sirkulus Willisi di basis cranii.Aneurisma ini biasanya muncul dan menyebabkan gejala simptomatik setelah dekade ketiga. Ruptur aneurisma secara tiba-tiba akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang akan mengganggu aliran darah ke otak. Pasien yang mengalami perdarahan otak luas akan menyebabkan kerusakan yang berat pada otak. Iskemik otak secara fokal dapat terjadi akibat vasospasme dari arteri-arteri yang mengalami ruptur.[12]
Gambar 8: Lokasi frekuensi dan distribusi aneurisma serebral. [dikutip dari kepustakaan 13]
Penyebab lainnya adalah trauma kepala. Trauma kepala yang paling sering terjadi adalah akibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan ruptur/robekan pada arteri serebralis yang berada pada subarachnoid space.[2,3] Sedangkan pada malformasi arteriovena (MAV), pembuluh melebar sehingga darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan rendah. Akhirnya, dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak.[2]
VI.
DIAGNOSIS a) Anamnesis Dari anamnesis, didapatkan gejala klinis berupa:[14] 1. Pasien mengeluh sakit kepala berat yang akut. Namun apabila pasien hanya mengeluh sakit kepalaringan, tidak menutup kemungkinan mengarah ke PSA. 2. Mual, pucat dan sangat berkeringat.
10
3. Penurunan kesadaran yang cepat sampai koma. 4. Gejala klinis dari PSA ini juga mirip dengan penyakit ensefalitis, meningitis, glaukoma akut dan migrain. b) Pemeriksaan Fisik[15] 1. Sekitar setengah dari pasien memiliki tekanan darah rendah sampai sedang. Tekanan darah dapat menjadi labil dengan meningkatnya tekanan intrakranial. Takikardia bisa terjadi beberapa hari setelah terjadinya pendarahan. 2. Suhu badan meningkat. 3. Biasanya bisa terjadi meningitis akibat PSA ini (sekitar hari keempat). 4. Tanda-tanda neurologis berupa kaku kuduk dan kejang fokal. Kelainan neurologis fokal ditemukan pada lebih dari 25% dari pasien. Penurunan fungsi neurologis dapat ditemukan, termasuk penurunan kesadaran. Defisit neurologis motorik terjadi pada 10-15% pasien. Pada 40% pasien, tidak ada tanda-tanda lokalisasi yang jelas. 5. Pada 25%pasien terjadi kelumpuhan saraf kranial, disertai kehilangan memori. Yang paling sering adalah n. oculomotorius dengan atau tanpa midriasis ipsilateral, akibat pecahnya aneurisma arteri cerebri posterior. Kelumpuhan n. abducens biasanya disebabkan meningkatnya tekanan intrakranial. 6. Dari funduskopi dapat ditemukanedema papil. Perdarahan subhialoidretina terlihat jelas pada 20-30% dari pasien. Perdarahan retina lainnya dapat dilihat.
c) Pemeriksaan Radiologi 1. Computed Tomography Scan (CT Scan) CT scan adalah gold standard untuk pemeriksaan untuk perdarahan intrakranial.Pemeriksaan CT scan berfungsi untuk mengetahui adanya
11
massa intrakranial.Pada foto CT scan PSA, tampak gambaran lesi hiperdens dengan tepi tidak rata, biasanya pada cisterna basalis, fissura Sylvian (tergantung lokasi ruptur aneurismanya), dan ruang subarachnoid. Dapat pula tampak efek hematokrit pada pendarahan intraventrikular.[16]
Gambar 9. (A) SAH masif pada cisterna suprasella (cisterna pentagon) (panah hitam). Darah meluas ke daerah anterior pada fissura interhemispher anterior, ke lateral ke arah fissura Sylvian kiri, dan ke posterior ke arah cisterna pontis lateral. (B) Anatomi cisterna suprasella. (C) SAH pada cisterna perimesencephal disekitar batang otak heart-shaped. Cisterna interpeduncularis terisi darah (panah putih). Darah meluas ke fissura interhemispher anterior (mata panah putih) dan ke fissura Sylvian kanan (panah hitam). (D) Anatomi batang otak. [Dikutip dari kepustakaan 16]
12
Gambar 10: Axial non-contrast CT scan (a) dan contrastenhanced CT scan (b) CT Scan menunjukkan massa hiperdens yang berbatas tegas di bagian temporal kiri(panah putih). Tampak suatu Giant aneurysm di bagian basis cranii. Terdapat kalsifikasi pada pinggir massa hiperdens tersebut (panah hitam).[dikutip dari kepustakaan 13]
Gambar 11: Seorang pria 72 tahun mengalami pendarahan subarachnoid akibat pecahnya aneurisma arteri communicans anterior. [Dikutip dari kepustakaan 11]
13
Gambar 12:Seorang anak laki-laki 6-tahun dengan cedera kepala tertutup. Dia bertabrakan dengan sebuahvan ketika mengendarai sepeda tanpa helm. Tampak sejumlah kecil darah dalam bagianujungoksipitalpada daerah lateral ventrikel. Ada perdarahan subarachnoid di fossa posterior yang lebih meluas pada sebelah kiri.Ada sejumlah kecil perdarahan subarachnoid atau subdural di fisura interhemispheric posterior. [Dikutip dari kepustakaan 17]
2. Magnetic Renosnance Imaging (MRI) Perdarahan subarachnoid (PSA) akut biasanya tidak terlihat pada T1W1 dan T2W1, meskipun dapat dilihat sebagai intermediate
untuk pencahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CTscan pada umumnya lebih baik daripada MRI dalam mendeteksin PSA akut. Kadang-kadang MRI memberikan gambaran lapisan tipis pada sinyal rendah.[18]
14
Gambar 13: Gambar menunjukkan perdarahan subarachnoid pasca trauma (panah) di atas lobus temporal. [Dikutip dari kepustakaan 19]
Gambar 14: PSA akut. CT otak dilakukan pada hari perdarahan, MR scan diambil 48 jam kemudian. (A) CT menunjukkan darah di celah interhemispher yang tidak terlihat pada MR memotong sebanding dengan (B) urutan pembobotan T1 atau
15
(C) spin echo cepat T2 urutan pembobotan. (D) PSA terlihat pada gradien gema T2* foto sebagai daerah sinyal rendah. (E) dan CT (F) T2 * MR. [Dikutip dari kepustakaan 20]
Gambar 15:MRI menunjukkan perdarahan subarachnoid (SAH). SAH muncul sebagai gambaran hiperinten spada foto T2-weighted dan gambaran isointens ke hipointens pada foto T2-weighted. [Dikutip dari kepustakaan 20]
16
Gambar 16: Potongan FLAIR MR yang dilakukan 24 jam setelah CT. Tampak kelainan dengan sinyal tinggi di sisi kiri fisura Sylvian suprasellar (panah hitam). [Dikutip dari kepustakaan 18]
Gambar 17: Menunjukkan PSA sebagai intensitas tinggi sinyaldi daerah bilateral cortikal sulci (panah).[Dikutip dari kepustakaan 21
17
3. Angiografi Angiografi serebral merupakan prosedur invasif dimana kateter dimasukkan ke dalam arteri dan melewati pembuluh darah ke otak.Setelah kateter berada di tempat yang seharusnya, kontras iodine disuntikkan ke dalam aliran darah dan kemudiannya diambil foto CT scan.Angiografi merupakan teknik pencitraan yang dianggap sebagai standar untuk mendeteksi aneurisma intrakranial, malformasi arteriovenosa (AVMs), dan fistula.[22]
Gambar 18: Angiogram menunjukkan stadium akhir media kontras mengisi ruang-ruang fossa subarachnoid posterior, termasuk, ambien, prepontin, dan cisterna perimedullar. [Dikutip dari kepustakaan 22]
VII. DIAGNOSIS BANDING a) Epidural Hematom Epidural hematom didefinisikan sebagai perdarahan di ruang potensial antara dura yang tidak terpisahkan dari periosteum kranial dan perbatasan tulang.[23] Secara anatomi, epidural hematom terletak di antara tabula interna dan dura mater dan tampak sebagai gambaran biconvex yang khas akibat tepi luarnya mengikuti tabula interna cranium dan tepi dalamnya dibatasi oleh lapisan dura mater.[24] Epidural hematom dapat terjadi secara
18
intrakranial dan intraspinalis yang dapat berakibat klinis yang signifikan berupa kesakitan dan atau kematian jika tidak didiagnosis dan diobati dengan cepat. Pada kenyataannya, epidural hematom dianggap sebagai neurosurgical emergency yang mana dapat mengakibatkan somnolen, koma, dan bahkan herniasi jika tidak diobati.[23] 90% dari semua epidural hematom disebabkan oleh trauma kepala akibat kecelakaan mobil, cedera olahraga, serangan kekerasan, atau jatuh, dan berkaitan dengan fraktur tulang cranium yang melintasi sebagian dari arteri meningea media atau vena. Dalam 60% kasus, arteri meningea media adalah sumber perdarahan.[25] Foto roentgen epidural hematom menunjukkan gambaran lesi hiperdens bentuk biconvex (cembung)/lentiform dan herniasi ke kontralateral pada foto CT scan tanpa kontras.[26]
Gambar 17: Hematom epidural akut.Tampak gambaran lesi hiperdens bentuk biconvex (panah).[Dikutip dari kepustakaan 26]
b) Subdural Hematom Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan arachnoid.Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat.Bisa disebabkan oleh
19
trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak arteri kortikalis.Biasanya disertai dengan perdarahan jaringan otak.Gejalanya adalah nyeri kepala progresif, ketajaman penglihatan berkurang karena edema papil yang terjadi, tandatanda defisit neurologis daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.[27] Foto CT-scantanpa kontras subdural hematom akut menunjukkan gambaran lesi hiperdens bentuk semilunar (crescent-shaped) atau concave (cekung) akibat penumpukan cairan ekstraaksial.[26]
Gambar 18: Hematom subdural akut.Tampak gambaran lesi hiperdens bentuk concave/crescent. [Dikutip dari kepustakaan 26]
VIII. KOMPLIKASI 1. Pendarahan Ulang Pendarahan ulang dari PSAterjadi pada 20% pasien dalam 2 minggu pertama. Pendarahan ulang pada hari-hari pertama mungkin berkaitan
20
dengan tidak stabilnya sifat alami dari trombus aneurisma, sebagai penghambat kerja lisis dalam proses pembekuan di tempat pecahnya.Faktor klinis yang meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang termasuk hipertensi, kecemasan, agitasi,dan kejang. [14] 2. Hidrosefalus Komplikasi meliputi hidrosefalus (obstruktif akut dan sulit untuk berkomunikasi), vasospasme serebral yang menyebabkan infark dan herniasi transtentorial sekunder yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. PSA dapat menyebabkan hidrosefalus oleh 2 mekanisme: obstruksi aliran CSF (yaitu akut, obstruktif, tipe non-communicating) dan penyumbatan granulatio arachnoidea oleh jaringan skar (yaitu tertunda, non-obstruktif, tipe communicating). Hidrosefalus akut disebabkan oleh kompromasi jalur sirkulasi CSF dengan mengganggu aliran CSF melalui aquaductus Sylvius, ventrikel keempat, cisterna basalis, dan ruang subarachnoid. Produksi CSF dan tingkat penyerapan tidak berubah.[14] 3. Peningkatan ICP Peningkatan ICP akibat efek massa darah (subarachnoid, intrakranial, intraventrikular, atau perdarahan subdural) atau hidrosefalus akut. Setelah ICP mencapai rata-rata tekanan arteri (MAP), tekanan perfusi serebral menjadi nol dan aliran darah otak berhenti, yang mengakibatkan hilangnya kesadaran dan kematian.[14]
IX. PENATALAKSANAAN Pengelolaan pasien dengan PSA termasuk masuk ke unit perawatan intensif untuk observasi status neurologis, tanda-tanda vital, dan fungsi jantung. Observasi yang cermat diperlukan untuk mengevaluasi peningkatan, perubahan sakit kepala di tingkat kesadaran, kelemahan ekstremitas, perubahan pola bicara, atau defisit neurologis lainnya. Tekanan darah sistolik pasien sebaiknya kurang
21
dari 140 mmHg. Pada pasien hipertensi, obat IV seperti nicardipine dapat dititrasi untuk mempertahankan parameter. Sebuah saluran ventrikel eksternal (EVD) dipasang pada pasien dengan bukti CT hidrosefalus atau penurunan kesadaran.[4] Evaluasi harian kimia darah dianjurkan untuk memantau hiponatremia, yang merupakan komplikasi umum dari PSA. Untuk mempertahankan tingkat natrium lebih besar dari 135 mEq / L, pasien mungkin memerlukan suplemen natrium oral (1 atau 2 gram 3 kali sehari) atau NaCl 1,5-3% drips 30-50 cc per jam, bersama dengan penggantian cairan yang memadai. Setelah penggantian natriumdimulai, kadar natrium harus sering dipantau, 2-4 kali sehari sampai stabil dan sampai suplemen diserap.[4] Nimodipin mulai diberikan pada semua pasien dengan PSA untuk pencegahan dan pengobatan vasospasme.[4]
X. PROGNOSIS Sebuah studi di Inggris menunjukkan bahwa 16% pasien dengan PSA meninggal tanpa menerima penanganan medis. Dewasa ini, sekitar 30% kasus PSA mengalami perdarahan ulang, sekitar 30% mengalami iskemia otak dan sekitar 30% memburuk akibat hidrosefalus. Studi menunjukkan bahwa tanpa pengobatan sekitar 20% dari aneurisma akan pecah kembali dalam waktu 2 minggu setelah perdarahan pertama.[18] Sekitar 35% pasien meninggal dunia pada saat ruptur aneurisma PSA yang pertama; 15% pasien meninggal dunia dalam waktu beberapa minggu karena ruptur aneurisma PSAyang berikutnya. Setelah 6 bulan, ruptur aneurisma PSA terjadi untuk kali kedua adalah sekitar 3% per tahun.[28]
22
DAFTAR PUSTAKA
1.
Haberland C, editor.Clinical neuropathology text and color atlas. 1st ed.New York:Demos Medical Publishing; 2007. p.264.
2.
Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003. hal. 1121-2; 1171-4.
3.
Gijn Jv, Kerr RS, Rinkel GJE. Subarachnoid haemorrhage. Lancet [serial online] 2007 [cited on July 2013]; 369:306-18. Available from: URL: http://www.thelancet.com
4.
Hermann LL, Zabramski JM. Nonaneurysmal subarachnoid hemorrhage: a review of clinical course and outcome in two hemorrhage patterns. Journal of Neuroscience Nursing 2007; 39(3): 135-42.
5.
Callaway CW. Subarachnoid hemorrhage. In: Wolfson AB, Hendey GW, Hendry PL, Linden CH, Rosen CL, Schaider J, editors. Harwood-Nuss' clinical practice of emergency medicine. 4th ed. Westford: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 588.
6.
Dugdale DC. Subarachnoid haemorrhage. [Online]. 2011 [cited 2012 Mar 15];[2 screens]. Available from: URL: http://www.umm.edu/ency/article/000701all.htm
7.
Rohkamm R. Fundamentals: meninges. In: Taub E, editor. Color atlas of neurology. 1st ed. New York: Georg Thieme Verlag; 2004. p. 6-7.
8.
Netter FH. Interactive atlas of human anatomy. 3rd ed. New York: Saunders; 2002.
9.
Schwartz DT, editor. Emergency radiology case studies.1st ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p. 462-5.
10.
Suarez JI, Tarr RW, Selman WR, editors. Aneurysmal subarachnoid hemorrhage. England: Massachusetts Medical Society; 2006. p. 387-96.
11.
Venti M, Acciarresi M, Agnelli G. Subarachnoid hemorrhage: a neurological emergency. The Open Critical Care Medicine Journal 2011; 4:56-60.
23
12.
Messing R O. Nervous system disorders. In: McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, Lange JD, editors. Pathophysiology of disease. 2nd ed. Stamford: Appleton & Lange; 2007. p. 161.
13.
Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Headache and facial pain. In: Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP, editors. Clinical neurology. 6th ed. Stamford: Appleton & Lange; 2007.
14.
Becske T. Subarachnoid hemorrhage. [Online]. 2013 May 21 [cited 2013 July 23];[19 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com
15.
Holmes EJ, Misra RR. Head and face. In : Holmes EJ., Misra RR, editors. A-Z of emergency radiology. 1st ed. New York: Greenwich Medical Media Ltd.; 2004. p.18.
16.
Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani M, Chen JW. Primer diagnostic imaging. 5th ed. New York: Mosby; 2011. p. 514-5.
17.
Young L. Intracranial hemorrhage in children. Radiology Cases in Pediatric Emergency Medicine [serial online] [cited 2013 July 23]. 5(7):[19 screens]. Availablefrom:URL:http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pemxray/v5c0 7.html.
18.
Mitchell P, Wilkinson ID, Hoggard N, Paley MNJ, Jellinek DA, Powell T, et.al. Detection of subarachnoid haemorrhage with magnetic resonance imaging. J Neurol Neurosurg Psychiatry [serial online] 2001 [cited 2012 Sep 26]; 70:20511. Available from: URL: http://jnnp.bmj.com/content/70/2/205.full.pdf+html.
19.
Stuckey, SL, Goh TD, Heffernan T, Rowan D. Hyperintensity in the subarachnoid space on FLAIR MRI. AJR [serial online] 2007 [cited 2012 Sep 10]; 189 : 913-21. Available from: URL: http://www.ajronline.org/doi/pdf/10.2214/AJR.07.2424
20.
Ashtekar JL, Naul LG. Intracranial hemorrhage evaluation with MRI. [Online]. 2013 Jun 19 [cited 2013 July 3 ];[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape. com/article/344973-overview#showall
24
21.
Yuan MK, Lai PH, Chen JY, Hsu SS, Liang HL, Yeh LR, et.al. Detection of subarachnoid hemorrhage at acute and subacute/chronic stages: comparison of four magnetic resonance imaging pulse sequences and computed tomography. J Chin Med Assoc [serial online] 2005 Mar [cited 2013 July 20]; 68(3):131-7. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15813247.
22.
Gershon A. Imaging in subarachnoid hemorrhage. [Online]. 2011 May 27 [cited 2012 Sep 10];[ 11 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/344342-
overview#showall 23. Mc Donald DK. Imaging in epidural hematoma. [Online]. 2011 May 25 [cited 2012 Sep 10];[4 screens]. Available from: URL: http//emedicine.medscape.com/article/340527-overview. 24. Agrawal A, Singh BR. Journal of radiology case reports: mount fuji sign with concavo-convex appearance on epidural hematom in patient with tension pneummocephalus. India: Departement of Surgery and Radiology Datta Meghe Institute of Medical Science; 2009. 25. Bradley WG, et al. Epidural hematom. [Online], 2012 Feb 29 [cited 2012 Feb 29];[4 screens]. Available from: URL: http//www.mdguidelines.com/epiduralhematoma 26. Lisle DA. Central nervous system. In: Russel A, editor. Imaging for students. 2nd ed. London: Georgina Bentliff; 2001. p.203-6,208. 27. Haberland C. Traumatic injuries of the central nervous systems. In: Habrland C, editors. Clinical neuropathology. New York: Demon Medical Publishing; 2007. p. 262-3. 28. Whitfield P. Management topic: aneurysmal subarachnoid haemorrhage. ACNR [serial online] 2004 Jul-Aug [cited 2013 July 20]; 4(3):14-7. Available from: URL: http://www.acnr.co.uk/pdfs/volume4issue3/v4i3management.pdf.
25