Anda di halaman 1dari 30

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA LAPORAN KASUS KETUBAN PECAH DINI

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Hary Purwoko, Sp. OG, K-FER Disusun Oleh : Farrah Erman 1220221100

Kepaniteraan Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa PERIODE 27 Mei 02 Agustus 2013

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Presentasi kasus dengan judul :

KETUBAN PECAH DINI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh: Farrah Erman 1220221100

Telah disetujui oleh Pembimbing: Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Hary Purwoko, Sp.OG, K-FER

.............................

.............................

Mengesahkan: Koordinator Kepaniteraan Obstetri dan Ginekologi

dr. Hary Purwoko, Sp.OG, K-FER NIP. 1967 0502 1996 12.1.002

BAB I KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Pekerjaan Tgl dan jam masuk No. Rekam Medis : Nn. Muji Lestari : 22 tahun : Tidak Bekerja : 12 Juni 2013 jam 13.49 : 037518-2013

Dokter yang merawat : dr. Hary Purwoko, SpOG, K-Fer ANAMNESIS Keluhan Utama : keluar cairan dari vagina

Riwayat Penyakit Sekarang

: Os mengaku hamil 8 bulan lebih, keluar air-air dari

vagina sejak subuh tanggal 11 Juni 2013. Cairan keluar merembes seperti BAK. Cairan agak keruh dan berbau. Disertai dengan nyeri di perut bagian bawah saat duduk dan berdiri, serta demam. Mual (+), muntah (+). Mual dirasa saat makan-makanan amis dan mengandung sayuran. Muntah sudah terjadi 4x, mulai kemarin siang. Os juga mengaku lemas. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan : Riwayat pemeriksaan kehamilan teratur

Riwayat Penyakit Dahulu

: Os mengaku pernah mengalami trauma dibagian

kepala saat usia 5 tahun dan menderita asma, os menyangkal memiliki riwayat DM dan hipertensi

Riwayat Peyakit Keluarga

: Riwayat DM dan hipertensi dalam keluarga disangkal

Riwayat Pengobatan

: tidak ada

Riwayat Perkawinan

: Belum menikah

Riwayat Haid

: Pertama 13 tahun, teratur, tidak sakit, Lama haid 7

hari, siklus 28 hari, HPHT : 23-10-2012 T.P : 30-7-2013 Riwayat Persalinan Gravida ( 0 :

), Aterm ( - ), Premature ( - ), Abortus ( -), Anak Hidup (-), SC (-) : Tidak ada riwayat alergi

Riwayat Alergi

Riwayat Operasi

: Tidak Ada

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital: TD RR : 100/70mmHg : 20x/min Nadi: 80 x/min Suhu : 37,40C : Lemah : CM

STATUS GENERALIS Kepala Mata Konjungtiva Sclera : Anemis (+) : Ikterik (-) : Mesocephale

Leher Kelenjar Jantung Paru-paru Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah STATUS OBSTETRI

: tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid : Tidak terdapat parut, pergerakan dada simetris : suara jantung S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-) : suara dasar nafas vesikuler, perkusi sonor diseluruh lapang paru : Akral hangat, Edema (-) : Akral dingin, Edema (-)

Pemeriksaan Abdomen Inspeksi Palpasi : Perut Cembung, tidak terdapat striae gravidarum : Hepar dan lien tidak dapat dinilai Leopold I Leopold II Leopold III Leopold IV Denyut Jantung Janin TFU Taksiran Berat Janin His PD : Teraba bagian lunak bulat, presentasi bokong : Teraba punggung janin pada bagian kanan ibu : Teraba bagian keras bulat, presentasi kepala : Kepala belum masuk PAP, 5/5 : 167 x/menit : 23 cm : 1705 gram : (-) : Tidak dilakukan

DIAGNOSIS: Ibu : G1P0A0, hamil 33 minggu, dengan KPD dan suspect korioamnionitis

Bayi

: Janin tunggal, hidup, intrauterin, presentasi kepala

RENCANA TINDAKAN R/ USG Cek darah EKG Infus RL 20tpm DC Observasi, pro SC

PROGNOSIS Ibu Bayi : diharapkan baik : diharapkan baik

TGL 13/6/2013 Hasil Lab Hb Eritrosit Ht MCV Limfosit Monosit

Follow up Jam 08.15 Pasien puasa sejak jam 6 pagi, pro SC. SC dilakukan pukul 12.15 selesai pukul 13.20 TD : 110/80 His : (-)

A : Partus prematur R : Observasi Laporan Persalinan SC dilakukan pukul 12.15 selesai pukul 13.20.

Bayi lahir pukul 12.35; JK : Perempuan; BBL : 1350 gr; PB: 37 cm; AS: 3/5/6 O2 dibuka di mulut 1 menit s/d 5 menit sesudah lahir. Post operasi kembali ke bangsal pukul 13.30 karena sudah stabil. K.U : baik TD : 110/70 N : 80 RR: 20

Dilakukan pengawasan vital sign setiap 15 menit pada 1 jam pertama


Jam 13.30 13.45 14.00 14.15 Nadi 84 x/min 80 x/min 84 x/min 82 x/min Tekanan Darah 110/70 mmHg 110/70 mmHg 110/70 mmHg 110/70 mmHg Pernafasan 22 x/min 20 x/min 22 x/min 20 x/min

Planning

: R/ ceftriaxone 2x1, metronidazole 2x1, ME 4x1, ketorolac 4x1.

Pukul 17.00 cek darah TGL 14/6/2013 Hasil Lab Hb Eritrosit Ht MCV Monosit : R/ ceftriaxone 2x1, metronidazole 2x1, ME 4x1, ketorolac 4x1.

Planning Flatus (+),

Infus + DC lancar Urine output 30cc/jam Mobilisasi miring pasien sesak (RR > 28x/min) kembali telentang TGL 15/6/2013 Os tidak mengeluh keluhan apapun

K.U : baik Planning

TD : 110/70

N : 80

RR: 20

suhu : 36,2

: R/ ceftriaxone 2x1, metronidazole 2x1, ME 4x1, ketorolac 4x1.

TGL 16/6/2013 Pasien ganti perban Ku baik, PPV (N) Mobilisasi aktif, diet Normal Pasien boleh pulang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERSALINAN PRETERM Definisi Bayi prematur semula didefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram (bayi kecil). Definisi bayi premature berdasarkan BBLR ini pertama kali digunakan sebagai standard oleh Nikolaus T. Miller, dokter kepada di Moscow Foundling Hospital. The American Academy of Pediatrics mengadopsi standar ini pada tahun 1935. Pada tahun 1948 WHO menetapkan prematuritas sebagai berat badan lahir 2500 gram atau kurang. Saat ini, definisi WHO untuk persalinan premature adalah persalinan yang terjadi antara kehamilan 20 minggu sampai dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu, dihitung dari hari pertama haid terakhir. Insidensi Kejadian persalinan prematur berbeda pada setiap negara, di negara maju, misalnya Eropa, angkanya berkisar antara 5-11%. Di USA, pada tahun 2000 sekitar satu dari Sembilan bayi dilahirkan premature (11.9%), dan di Australia kejadiannya sekitar 7%. Meskipun di negaranegara maju deteksi dini, pencegahan, dan pengelolaan persalinan premature telah dilakukan dengan baik, namun dalam decade terakhir terdapat sedikit kenaikan insidensi akibat dari meningkatnya angkatan kerja wanita, meningkatnya kehamilan dengan teknologi berbantu (bayi tabung, ART Assisted Reproductive Technique) yang meningkatkan kejadian bayi kembar. Namun di Swedia (5.6%), Prancis, dan Finlandia dilaporkan kejadian persalinan premature menurun. Di negara yang sedang berkembang, kejadiannya masih jauh lebih tinggi, misalnya di India sekitar 30%, Afrika Selatar sekitar 15%, Sudan 31% dan Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian nasional BBLR nasional rumah sakit adalah 27.9%.

Klasifikasi Menurut kejadiannya, persalinan premature digolongkan menjadi: 1. Idiopatik / Spontan Sekitar 50% penyebab persalina premature tidak diketahui, oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan premature spontan. Termasuk dalam golongan ini antara lain persalinan premature akibat kehamilan kembar, polihidramnion, atau persalinan premature yang didasari oleh faktor psikososial dan gaya hidup.

2.

Iatrogenik / Elektif Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas

kehidupannya (Fetus as Patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin, janin akan dipindahkan ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut dapat menyebabkan persalinan premature buatan / iatrogenic yang disebut Elective preterm. Sekitar 25% persalinan premature masuk ke dalam golongan ini: 1. Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan premature elektif adalah: Preeklamsi berat dan eklamsi Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta) Korioamnionitis Penyakit jantung yang berat atau penyakit ginjal yang berat.

2. Keadaan janin yang sering menyebabkan persalinan dilakukan adalah: Gawat janin (Anemia, hipoksia, asidosis, atau gangguan jantung janin) Infeksi Intrauterin Pertumbuhan janin terhambat (IUGR) Isoimunisasi Rhesus

Menurut usia kehamilannya, maka klasifikasi persalinan premature adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. Usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan premature (preterm) Usia kehamilan 28-32 minggu disebut sangat premature (very preterm) Usia kehamilan antara 20-27 minggu disebut ekstrim premature (extremely preterm)

Menurut berat badan lahir, maka bayi premature dibagi dalam kelompok: 1. Berat badan bayi 1500-2500 gram disebut bayi dengan berat badan lahir rendah. 2. Berat badan bayi 1000-1500 gram disebut bayi dengan berat badan sangat rendah. 3. Berat badan bayi <1000 gram disebut bayi dengan berat badan lahir ekstrim rendah.

MEKANISME PERSALINAN PREMATUR A. Mekanisme Persalinan Pada sebagian besar kehamilan, uterus tetap relatif tenang, dan hal ini berhubungan dengan fase 0 (tenang) dari persalinan. Fase 1 (aktivasi) berhubungan dengan peregangan uterus dan aktivasi jalur hipotalamik-pituitariadrenal janin (fetal hypothalamic-pituitary-adrenal). Fase 2 (stimulasi) merujuk pada perangsangan dari uterus yang teraktivasi oleh bermacam senyawa meliputi CRH (corticotrophin releasing hormone), oksitosin dan prostaglandin. Prosesproses yang berbeda ini mengarah pada jalur persalinan umum yang meliputi peningkatan kontraktilitas utrerus, pematangan serviks, dan aktivasi lapisan desidua dan selaput janin. Fase 3 (involusi) berhubungan dengan proses involusi uterus pasca persalinan.

B. Jalur Partus Prematur Spontan Penyebab umum dan jalur mekanisme yang mengatur terjadinya persalinan premature.

Jalur Mekanisme Aktivasi poros HPA fetus Stres maternal

Contoh

Faktor yang Mengaktivasi Aktivasi HPA maternal fetus CRH plasenta Estrogen Fluktuasi Imun

Infeksi dan inflamasi

Intrauterus ISK bagian bawah Trombofilia sistemik

Aktifnya sitokin dan prostaglandin Matriks metalloprotein

Perdarahan desidua

Solusio plasenta Sindrom autoantibody Kehamilan kembar

Trombin Matriks metalloprotein

Peregangan berlebihan

uterus

yang Polihidramnion

Prostaglandin Reseptor oksitosin

C. Stres dan Plasenta Stress telah dikenal sebagai faktor yang sangat penting yang dapat mengakibatkan terjadinya persalinan premature. Stress secara sederhana digambarkan sebagai tantangan baik fisik maupun psikologis yang merupakan suatu ancaman atau dirasakan dapat menancam homeostasis (contoh: stabilitas internal dari organism). Terdapat banyak mekanisme yang dapat menerangkan hubungan antara stress dan psikologis dan prematuritas termasuk pula faktor neuroendokrin, imun-inflamasi, vascular, dan proses tingkah laku.

FAKTOR RESIKO PERSALINAN PREMATUR A. Faktor Resiko Persalinan Prematur 1. Idiopatik Saat ini penggolongan idiopatik dianggap berlebihan, karena ternyata setelah diketahui banyak faktor yang terlibat dalam persalinan premature, maka sebagian besar penyebab persalinan premature harus dapat

digolongkan ke dalamnya. Apabila faktor-faktor penyebab lain tidak ada sehingga prematuritas tidak dapat diterangkan, maka penyebab persalinan premature ini disebut idiopatik. 2. Iatrogenik (Elektif) Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya (Fetus as Patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin, janin akan dipindahkan ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut dapat menyebabkan persalinan premature buatan / iatrogenic yang disebut Elective preterm. Sekitar 25% persalinan premature masuk ke dalam golongan ini: 1. Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan premature elektif adalah: Preeklamsi berat dan eklamsi Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta) Korioamnionitis Penyakit jantung yang berat atau penyakit ginjal yang berat.

2. Keadaan janin yang sering menyebabkan persalinan dilakukan adalah: Gawat janin (Anemia, hipoksia, asidosis, atau gangguan jantung janin) Infeksi Intrauterin Pertumbuhan janin terhambat (IUGR) Isoimunisasi Rhesus

3. Sosio demografik Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah: a. Faktor psiko-sosial, adalah kecemasan, depresi, keberadaan stress, respon emosional, support social, pekerjaan, perilaku, aktivitas seksual, dan keinginan untuk hamil.

b. Faktor demografik, adalah usia ibu, status marital, kondisi socialekonomi, faktor ras dan etnik. 4. Faktor ibu a. Inkompetensi serviks Inkompetensi serviks didiagnosis secara klinis bila terdapat pembukaan serviks pada saat kehamilan (belum ada kontraksi uterus). Keadaan ini mungkin memacu terjadinya persalinan premature apabila dipicu oleh perambatan infeksi asendens yang akan menyebabkan pecahnya ketuban atau mengeluarkan

prostaglandin dan menyebabkan kontraksi rahim. b. Riwayat reproduksi Pernah mengalami persalinan premature Pernah mengalami ketuban pecah dini (KPD) Pernah mengalami abortus Interval kehamilan yang terlalu pendek

c. Kehamilan kembar d. Program bayi tabung e. Kelainan uterus f. Pemeriksaan kehamilan

5. Penyakit medis dan keadaan kehamilan Berbagai penyakit ibu, kodisi dan pengobatan medis akan mempengaruhi keadaan kehamilan dan dapat berhubungan atau meningkatkan kejadian persalinan prematur. Penyakit sistemik terutama yang melibatkan sistem peredaran darah, oksigenasi, atau nutrisi ibu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi plasenta yang akan mengurangi nutrisi dan oksigenasi bagi janin. Penyakit-penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dalam rahim dan meningkatkan kejadian eklamsia/preeklamsia yang juga menjadi penyebab persalinan prematur buatan. Penyakit pada ibu yang menyebabkan hal tersebut di atas adalah: Hipertensi kronis dan hipertensi gestasional Lupus eritematosus sistemik

Penyakit paru restriktif Hipertiroidism Diabetes mellitus pregestasional dan gestasional Penyakit jantung Penyakit ginjal

6. Infeksi Sumber infeksi yang berhubungan dengan kejadian persalinan prematur: a. Infeksi genital Bacterial vaginosis Group B streptococcus Chlamydia trachomatis

b. Infeksi intrauterin Penjajaran dari saluran genital Melalui plasenta Melalui darah (blood borne) Melalui saluran telur (Transfallopian, Intraperitoneal) Iatrogenik (akibat prosedur invasi)

c. Infeksi ekstrauterin Radang piala ginjal ((pielonefritis) Bakteriuri tanpa gejala (asymptomatic bateriuria) Periodontitis Malaria Penyakit radang paru (pneumonia)

7. Genetik Mekanisme persalinan premature sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Saat ini dikenal lima jalur yang akan memicu persalinan premature yakni melalui rangkaian: Respon inflamasi Uteroplasental Keseimbangan hormonal Respon terhadap stress Factor fetus

Karena ketidakjelasan mekanisme persalinan, diupayakan untuk mencari penyebab persalinan premature melalui pendekatan genetic. Inflammatory pathway Uteroplacental pathway Endocrine pathway Uterine contraction Metabolic pathway

DIAGNOSIS KLINIS PERSALINAN PREMATUR Diagnosis persalinan prematur didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara kehamilan 20 minggu sampai sebelum usia kehamilan genap 37 minggu. 1. Penentuan Usia Kehamilan Penentuan usia kehamilan harus menjadi perhatian utama dalam menentukan diagnosis, karena pada pasien yang tidak terdaftar tidak mudah membedakan dengan kondisi pertumbuhan janin terhambat. Anamnesis yang baik digabungkan dengan catatan pemeriksaan kehamilan sebelumnya sangat membantu

menentukan usia kehamilan.

2. Tanda Klinis 1. Meningkatnya frekuensi kontraksi rahim Diagnosis ancaman persalinan prematur biasanya didasarkan adanya rasa sakit, kontraksi rahim yang regular dengan interval tiap 8-10 menit, disertai dengan perubahan serviks. Hal yang sebaliknya iritabilitas rahim yang ditandai dengan adanya rasanya rasa sakit karena kontraksi, tidak disertai dengan perubahan serviks berupa pemendekan maupun pembukaan serviks. 2. Terdapat perubahan serviks

Perubahan serviks yang abnormal selama kehamilan akan menyebabkan abortus dan persalinan prematur. Satu tanda yang dikenal secara umum yang dapat menimbulkan terjadinya abortus spontan pada trimester kedua dan persalinan prematur adalah serviks inkompeten, yang bias terjadi secara primer (congenital weakening) maupun sekunder (acquired weakening) yang terjadi akibat tindakan obstetric maupun ginekologi. 3. Perdarahan Sebagai prediktor persalinan prematur, perdarahan pervaginam memberikan nilai sensitivitas yang relatif rendah namun nilai prediktor nya tinggi. 4. Infeksi Beberapa penelitian klinis, epidemiologis, dan eksperimental memperlihatkan bahwa infeksi saluran urogenital dihubungkan dengan terjadinya persalinan prematur. Kondisi inflamasi amniokorionik-desidua adalah sebagai penyebab persalinan prematur karena terjadinya PPROM. Dari hasil metaanalisis, bakteriuria asimtomatik meningkatkan risiko persalinan prematur.

MANAJEMEN PERSALINAN PREMATUR A. Pemberian Tokolitik Berbagai jenis tokolitik tersedia untuk pengelolaan persalinan prematur. Sediaan ini akan menghambat kontraksi miometrium dan telah terbukti dapat memperpanjang interval antara diagnosis persalinan sampai terjadinya persalinan. Hal ini penting karena survival janin bertambah sekitar 3% dalam setiap perpanjangan hidup 24 jam dalam uterus ibu yang baik dan akan menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. B. Pemberian Steroid

Pada kasus persalinan prematur yang disertai dengan pecahnya ketuban (PPORM, preterm premature rupture of membranes), pemberian dosis tunggal

kostikosteroid menunjukkan penurunan kejadian sepsis pada neonatus. Kontraindikasi pemberian steroid adalah infeksi sistemik yang berat, termasuk tubercolosis. Awasi penggunaan steroid pada kasus korioamnionitis, karena memperpanjang usia kehamilan pada kasus ini dapat meningkatkan kemungkinan infeksi atau sepsis bagi ibu dan janin. Deksa metason dan betametason merupakan obat terpilih, diberikan secara injeks intamuskuler dengan dosis 2 x 12 mg dan diulangi 24 jam (Betametason) dan 4 x 6 mg im diulangi 12 jam (Deksametason). Khasiat optimal dapat dicapai dalam 17 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat. Pemberian betametason (tidak pada dexametason) berhubungan dengan penurunan risiko kejadian cystic periventricular leucomalacia pada bayi prematur yang berusia 2431 minggu.

C. Pemberian Antibiotika Pemberian antibiotik pada persalinan tidak dianjurkan karena terbukti tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman persalinan prematur dan terdeteksi adanya vaginosis bacterial, pemberian pemberian klindamisin (2 kali 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol (2 kali 500 mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan < 32 minggu. Pada persalinan prematur yang disertai dengan pecahnya ketuban, pemberian antibiotik terbukti menurunkan kejadian korioamnionitis dan memperpanjang usia kehamilan. Obat terpilih adalah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari, obat

pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. CARA PERSALINAN Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan : apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea terutama pada berat janin yang rendah dan preterm sungsang, pemakaian forceps untuk melindungi kepala janin dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala. Bila Janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio sesarea tidak memberikan prognosis lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu. Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi melakukan seksio sesarea. Pada kehamilan letak sungsang 30 34 minggu, seksio sesarea dapat dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.

Definisi ketuban pecah dini (KPD) Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan. Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

Etiologi Beberapa kondisi dibubungkan dengan ketuban pecah dini tetapi penyebab pastinya belum jelas, kemungkinan penyebab yang berhubungan dengan ketuban pecah dini adalah: 1. Infeksi vagina atau serviks seperti; gonorrhea, streptococcus group B, dan gardnerella vaginalis. 2. Chorioamnionitis

3. Kelainan servik atau alat genital, seperti servik yang pendek ( kecil dari 25mm) 4. Keadaan fetus yang abnormal 5. Peningkatan tekanan intrauteri ; kehamilan kembar, polyhidromion 6. Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah atau selaput terlalu tipis 7.Trauma seperti amniosintesis, pemeriksaan pelvik, dan hubungan seksual 8. Hipermortalitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Faktor lain penyebabnya adalah : a. Faktor golongan darah Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. d. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat

Patofisiologi Penyebab dari ketuban pecah dini belum diketahui. Tetapi kemungkinan penyebab yaitu infeksi pada vagina seperti oleh gonorrhoe dan streptococcus yang menyebabkan teinfeksinya selaput amnion sehingga memudahkan selaput tersebut untuk pacah secara dini. Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban yang juga akan merusak selaput amnion sehinga bisa pula pecah. Penyebab selanjutnya adalah peningkatan tekana intracterine seperti pada kehamilan kembar dan polihidromnion, menyebabkan terjadinya intrumnion meningkat akhirnya selaput amnion pecah. Trauma pada amniosintesis menyebabkan cairan ketuban bisa pecah. demikian juga halnya dengan hipermotilitas uterus dimana kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat yang menekan selaput amnion. Semua hal diatas dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu dengan ketuban pecah dini tetapi his ( ) sehinga pembukaan akan terganggu dan terhambat sementara janin mudah kekeringan karena pecahnya selaput amnion tersebut, maka Janin harus segera untuk dilahirkan atau pengakhiran kehamilan harus segera dilakukan. Tindakan yang dilakukan adalah menginduksi dengan oksitosin, jika gagal lakukan persalinan dengan caecar. Akibat ketuban pecah dini pada janin yang preterm yaitu melahirkan janin yang premature dimana paru janin belumlah matur, akibatnya produksi surfaktan berkurang, paru tidak mengembang sehingga beresiko terhadap RDS ( Rapirasi distiess syndrome ). Ditandai dengan apgar score yang abnormal, aspixia, dan tachipnoe yang menyebabkan kerusakan pertukaran gas pada janin.

Pada ibu dengan ketuban pecah dini dan hisnya adal (+) persalinan dapat segera dilakukan. Apabila adanya pemeriksaan dalam yang terlalu sering dapat beresiko terhadap infeksi. Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk pelicin Jalan lahir. Sehingga persalinan menjadi kering ( dry labor). Akibatnya terjadi persalinan yang lama. Akibat persalinan yang lama terjadi pula penekanan yang lama pada janin dijalan lahir, dan jika terjadi fetal distress mengakibatkan untuk melakukan persalinan atau ekstraksi vacum dan cuna, atau terjadi asphyxia akibat penekanan yang lama pada jalan lahir inipun mengakibatkan iskhcmia pada jalan lahir dan akhirnya terjadi nekrosis jaringan. Hal ini beresiko terhadap cidera pada ibu dan janin, dan juga beresiko tinggi terhadap infeksi

Manifestasi Klinik 1. keluar ketuban warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan sedikit / banyak 2. dapat di sertai demam bila sudah ada infeksi 3. janin mudah teraba 4. pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada , air ketuban sudah kering 5. inspeksikula, tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air ketuban ketuban sudah kering ( Arief Mansjoer, dkk,2001 : 310 )

Pemeriksaan Klinis Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara : 1) Anamnesa Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok.(1,3,9,15) Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah. 2) Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

3) Pemeriksaan dengan spekulum. pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. 4) Pemeriksaan dalam Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. 2.5.1 Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan laboraturium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahasilkan tes yang positif palsu. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan

dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. 2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.

Komplikasi 1) Tali pusat menumbung 2) Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. 3) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.

4) Infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis 5) Penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan Premature. 6) Komplikasi infeksi intrapartum a. Komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. b. Komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

Penatalaksanaan Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten.

1) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi. Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

2) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu) Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tandatanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tindakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauteri tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterine. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tandatanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

BAB III ANALISA KASUS Data dalam Kasus Anamnesis Analisa Dari anamnesis awal, dapat terlihat tanda-

Os mengaku hamil 8 bulan lebih, keluar air-air tanda awal dari ketuban pecah dini yaitu dari vagina sejak subuh tanggal 11 Juni 2013. Keluarnya cairan dari vagina Cairan keluar merembes seperti BAK. Cairan agak keruh dan berbau. Disertai dengan nyeri di

Terdapat demam

perut bagian bawah saat duduk dan berdiri, serta Walaupun keluarnya cairan belum disertai demam. Mual (+), muntah (+). Mual dirasa saat dengan adanya kontraksi, dicurigai adanya makan-makanan amis dan mengandung sayuran. KPD disertai dengan infeksi intrauterin Muntah sudah terjadi 4x, mulai kemarin siang. Os juga mengaku lemas.

karena keluhan disertai dengan demam dan nyeri suprapelvik, serta mual muntah

Denyut Jantung Janin : 167 x/menit TFU : 23 cm, letak anak pres. Kepala Taksiran Berat Janin : 1705 gr His PD : :Tidak dilakukan

(prodormal). Mulai ada tanda fetal distress dapat dinilai dari DJJ >160x/min

DIAGNOSIS: Ibu Bayi : G1P0A0 H33mg d/ KPD : Janin tunggal, hidup, intrauterin,

presentasi kepala RENCANA TINDAKAN


R/ USG Cek darah EKG Infus RL 20tpm DC Observasi, pro SC (Dexamethasone)

Pemberian

Dexamethasone

dimaksudkan

untuk pematangan surfaktan paru janin Pemeriksaan USG tidak dilakukan, ditambah
TGL 13/6/2013 Hasil Lab Hb Eritrosit Ht MCV Limfosit Monosit

lagi ibu belum memiliki His yang mumpuni untuk melakukan partus pervaginam. Maka pasien memiliki indikasi untuk melakukan Seksio secarea Interpretasi dari hasil lab. Penurunan Hb menunjukkan adanya anemia. Berhubungan dengan kekurangan konsumsi asam folat dan zat besi selama kehamilan, atau terjadi peningkatan kehamilan. Adanya penurunan pada Hb, eritrosit, dan Ht mencerminkan adanya gangguan produksi eritrosit. Untuk memastikannya harus volume plasma karena

Follow up Jam 08.15 Pasien puasa sejak jam 6 pagi, pro SC. SC dilakukan pukul 12.15 selesai pukul 13.20

dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal. Peningkatan monosit mencerminkan adanya indikasi infeksi virus, bakteri, atau parasit. Indikasi SC dikarenakan sudah ditemukan tanda-tanda fetal distress. A : Partus prematur, kala I fase aktif R : Observasi

Keadaan Post partum K.U : baik TD : 110/70 N : 80 RR: 20

Assesment : Post Partum Planning : R/ ceftriaxone 2x1, metronidazole

F.U : 3 jari di bawah pusat Kontraksi : Baik

2x1, ME 4x1, ketorolac 4x1.

Ceftiriaxone

indikasi

sebagai

antimikroba berspektrum luas mencakup bakteri Gram postif dan negatif dan cepat
Jam Nadi Tekanan Darah 13.30 84 x/min 110/70 mmHg 13.45 80 x/min 110/70 mmHg 14.00 84 x/min 110/70 mmHg 14.15 82 x/min 110/70 mmHg 20 x/min 22 x/min 20 x/min 22 x/min Pernafasan

berdifusi ke jaringan tubuh . Metronidazole : sebagai antimikroba olehkuman anaerob. Digunakan sebagai

pencegahan infeksi sebelum dan sesudah operasi. Ketorolac : sebagai analgesik golongan NSAID

TGL 16/4/2013
Hb Eritrosit Ht MCV Monosit

Hasil Hb di bawah batas normal, tapi belum memerlukan transfusi darah. Karena monosit masih tinggi, maka pemakaian antibiotik dilanjutkan.

A P

: Post Partum H1 : Lanjutkan Trapi

BAB IV KESIMPULAN

Pada kasus ini, penyebab persalinan preterm dan ketuban pecah dini karena berbagai hal, salah satunya adalah adanya risiko infeksi terhadap ibu dan juga adanya gangguan kecemasan.

Di lakukan seksio secarea pada kasus ini sebagai upaya terminasi kehamilan

BAB V DAFTAR PUSTAKA Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312 Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 22th edition. Appleton and Lange. Stanford Connecticut. 2007:856-877 Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217 Gunawan, Sulistia Gan. 2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai