Anda di halaman 1dari 9

Tinjauan Pustaka

1. Definisi : Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella-zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

2. Epidemiologi :
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. . Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.

3. Etiologi :
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.

4. Pathogenesis :
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama

antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster. Kelainan kulit yang timbul,

memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion yang didiami oleh virus herpes zoster. Kadang-kadang, virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.

5. Gejala Klinis :
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).

Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing, malaise) ataupun gejala prodromal lokal (nyeri otot, tulang, pegal). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh dan dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan dapat disebut herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks. Masa inkubasi 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit, dapat pula dijumpai pembesaran KGB regional.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering terjadi karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberikan gejala yang khas. Kelainan pada wajah sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (ganglion genikulatum).

6. Jenis herpes zoster menurut lokasinya : Herpes zoster oftalmikus : disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata. Disamping itu, infeksi pada cabang kedua dan ketiga nervus trigeminus juga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya. Dapat pula menimbulkan komplikasi berupa ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis dan neuritis optic.

Herpes zoster torakalis

Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster sacralis

7. Diagnosa :

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula

bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom. Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan degenerasi balon dengan pembentukan vesikel intraepidermal, akantolisis, degenerasi reticular, edema dan vaskulitis serta sel datia berinti banyak. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain: a) Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron. b) Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen c) Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

8. Komplikasi : Sindrom Ramsay Hunt : diakibatkan gangguan nervus fasialis dan otikus sehingga memberikan gejala paralisis otot wajah (bells paralysis), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea dan gangguan pendengaran.

Herpes zoster generalisata : kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan adanya umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau orang dengan immunodeficiency.

Herpes zoster abortif berarti penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritema.

Neuralgia pasca herpetic adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster ini di atas 40 tahun (10-15%).

Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara perkontinuitatum dari ganglion sensorik ke system saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, anus, hepar, otak. Umumnya akan sembuh spontan.

9. Diagnosis banding : Herpes simpleks Pada nyeri yang merupakan gejala prodromal lokal sering terjadi kesalahan diagnosis dengan artritis maupun dengan angina pectoris, jika terdapat di daerah setinggi jantung. 10. Pengobatan : Tujuan :
Mengatasi infeksi virus akut Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik

Anda mungkin juga menyukai