Anda di halaman 1dari 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja 2.1.1.Pengertian Remaja Menurut Behrman (2004), remaja adalah mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi usia remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/ early adolescence (10-13 tahun), remaja menegah/ middle adolescence (14-16 tahun), dan remaja lanjut/ late adolescence (17-20 tahun). Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha, 1997). Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Arma, 2007). Pada masa remaja, seseorang mengalami perubahan seks sekunder. Ciri seks sekunder individu dewasa adalah: (Tukan, 1993). a. Pada pria tampak kumis, jenggot, dan rambut sekitar alat kelamin dan ketiak. Selain itu suara juga menjadi lebih besar/kasar, dada melebar serta kulit menjadi relatif lebih kasar. b. Pada wanita tampak rambut mulai tumbuh disekitar alat kelamin dan ketiak, payudara dan pinggul mulai membesar dan kulit menjadi lebih halus. Selain tampaknya ciri seks sekunder, organ kelamin pada remaja juga mengalami perubahan ke arah kematangan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Pada pria sejak usia remaja, testis akan menghasilkan sperma dan penis dapat digunakan untuk bersenggama dalam perkawinan. b. Pada wanita, kedua indung telur (ovarium) akan menghasilkan sel telur (ovum). Pada saat ini perempuan akan mengalami ovulasi dan menstruasi. Selama masa pubertas inilah, remaja akan mengalami pubertas dan selesainya pertumbuhan, perkembangan dari ketrampilan kognitif (termasuk kapasitas berpikir abstrak), perkembangan identitas personal dan seksual yang lebih jelas, dan perkembangan rasa ketidakbergantungan secara emosional, personal dan finansial kepada orang tua (Christie dan Vinel, 2005). Tahapan Perkembangan pada remaja (McIntosh N, Helms P, Smyth R, eds, 2003): a. Remaja awal: pubertas awal, pada wanita terjadi pertumbuhan payudara dan rambut pubis, permulaan growth spurt. Pada pria terjadi pembesaran testis, permulaan perkembangan alat kelamin. b. Remaja menengah: pada wanita terjadi perkembangan bentuk tubuh wanita dengan deposisi lemak, akhir dari growth spurt. Pada pria, terjadi spermake dan emisi nokturnal, suara menjadi kasar dan permulaan growth spurt. c. Remaja lanjut: pada pria terjadi akhir pubertas, berlanjutnya peningkatan massa otot dan rambut tubuh.

2.2.Pubertas 2.2.1. Definisi pubertas Pubertas adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa (Wiknjosastro, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Sekuens Maturasi Seksual pada Wanita Perubahan Pertumbuhan puting susu Pertumbuhan seksual Growth Spurt Menarke Pertumbuhan seperti dewasa Pertumbuhan rambut 13,5-16 Androgen 11-12 11,5-13 payudara 12,5-15 Hormon pertumbuhan Estradiol Progesteron Usia (tahun) 10-11 Hormon yang berperan Estradiol Androgen

rambut 10,5-11,5

seksual seperti dewasa

2.2.2. Fase Perubahan pada pubertas a. Adrenarke. Peningkatan produks androgen oleh kelenjar adrenal yang kemudian diubah secara sentral di hati dan ovarium maupun diperifer di jaringan menjadi estrogen (Hamilton-Fairley, 2004). Adrenarke kemungkinan disebabkan oleh peningkatan aktivitas enzim liase dari 17-hidroksilase. Perubahan ini biasanya dimulai pada usia 8-10 tahun pada anak peremuan dan 10-12 tahun pada anak laki-laki (Ganong, 2005). Pada fase ini didapatkan peningkatan aktivitas kelenjar keringat, keringat, pertumbuhan rambut, pertumbuhan rambut pubis yang kemudian diikuti pertumbuhan rambut aksila (Hamilton-Fairley, 2004). Setelah masa ini terjadi penurunan bertahap dari aktivitas enzim liase sejalan dengan sekresi androgen adrenal di plasma yang menurun seiring bertambahnya usia (Ganong, 2005). b. Karakteristik seksual Biasanya dimulai pada usia 9-11 tahun. Pertumbuhan payudara biasanya mendahului pertumbuhan rambut pubis dan membutuhkan waktu 5-6 tahun untuk

Universitas Sumatera Utara

mencapai stadium 5 Tanner. Pertumbuhan rambut pubis hanya membutuhkan waktu 3 atau 4 tahun dan kadang sudah selesai sebelum terjadi perkembangan payudara (Hamilton-Fairley, 2004). Anak perempuan harus mencapai berat badan tertentu yang tidak berhubungan dengan tinggi badan, sebelum pertumbuhan payudara dimulai. Lebih lanjut, berat badan harus mencapai 85-106 pon sebelum menstruasi dimulai, dan proporsi lemak tubuh sebesar 16-24% diperlukan untuk mempertahankan siklus menstruasi ovulatoar. Anak perempuan yang berolahraga berat seperti mengikuti olahraga senam, balet, dan kompetisi lari sebelum pubertas akan mengalami perkembangan seksual yang terlambat sedangkan anak perempuan yang mengalami berat badan berlebih akan mengalami menarke lebih awal (Beckmann et al, 2002). Hipotesis yang dinyatakan oleh French (2002) bahwa massa lemak tubuh adalah faktor pemicu yang penting bagi gonadotropin, baik pada anak perempuan yang sedang berkembang maupun pada wanita dewasa. Defisiensi estrogen yang dipicu oleh olahraga berlebihan dan penurunan massa lemak menyebabkan osteoporosis prematur (Frisch, 2002). Sedangkan menurut Sarwono (2005), berat badan dimana seorang anak perempuan mulai mengalami siklus haid adalah 45 kg. Anoreksia pada remaja dapat menghambat karena berat badan dibawah standar usia (Wiknjosastro, 2005). Menarke biasanya bersamaan dengan perkembangan payudara mencapai stadium 3 Tanner. Rata-rata usia menarke di Amerika Serikat adalah12,9 tahun (Hamilton-Fairley, 2004). Sedangkan menurut American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), median usia menarke stabil antara usia 12-13 tahun, dan hanya 10% yang mengalami menarke pada usia 11,1 tahun dan 90% sudah mengalami menstruasi pada usia 13,75 tahun. c. Pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

Onset pubertas bersamaan dengan peningkatan yang cepat dari kecepatan pertumbuhan. Pada anak perempuan, pertumbuhan ini mencapai 25-28 cm dan pada anak laki-laki 26-30 cm. Anak laki-laki mengalami pubertas lebih lambat dari anak perempuan sehingga mereka memulai growth spurt dari poin yang lebih tinggi yang mana mengakibatkan mereka lebih tinggi dari anak perempuan saat dewasa (Hamilton-Fairley, 2004). Pada fase ini kelenjar pituitari meningkatkan frekuensi pengeluaran growth hormone dan luteinizing hormone dengan mekanisme yang masih tidak jelas diketahui. Pengeluaran kedua hormone ini tertinggi terjadi pada malam hari saat sedang tidur. Hal ini mungkin menjadi alasan peningkatan kebutuhan tidur pada remaja. Peningkatan LH bekerja pada sel tekal dari ovarium untuk meningkatkan produksi androgen. Hal ini memulai kematangan oosit di ovarium dari fase primordial menjadi fase antral. Saat hal ini dimulai, seorang anak perempuan akan mulai mengalami siklus haidnya (Hamilton-Fairley, 2004).

2.3. Menstruasi 2.3.1. Definisi menstruasi Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2005). Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik adalah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas. Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada gadis usia 12 tahun adalah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun adalah 27,1 hari dan pada wanita usia 55 tahun adalah 51,9 hari. Panjang siklus yang biasa pada manusia adalah 25-32 hari, dan kira-kira 97% wanita yang berovulasi siklus menstruasinya berkisar antara 18-42 hari (Wiknjosastro, 2005). Menurut WHO

Universitas Sumatera Utara

(1986) dalam American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), median panjang siklus menstruasi setelah menarke adalah 34 hari, dengan 38% melebihi 40 hari. Hasil yang didapatkan bervariasi yaitu 10% wanita mempunyai siklus menstruasi melebihi 60 hari antara menstruasi yang pertama dengan yang berikutnya, dan 7% mempunyai panjang siklus 20 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklus tersebut tidak berovulasi (anovulatoar) (Wiknjosastro, 2005). Kebanyakan wanita mengalami menstruasi selama 1-2 hari pada permulaan munculnya menstruasi (American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care, 2006). Lamanya menstruasi biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama menstruasi itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 16 cc (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan menurut American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), rata-rata kehilangan darah setiap periode menstruasi adalah lebih kurang 30 ml dan kehilangan darah lebih dari 80 ml yang kronik berkaitan dengan anemia. Pada wanita dengan anemia defisiensi besi jumlah darah mesntruasinya lebih banyak. Jumlah darah menstruasi lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah menstruasi tidak membeku mungkin disebabkan oleh adanya fibrinolisin. Statistik menunjukkan bahwa usia menarke dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum (Wiknjosastro, 2005).

2.3.2. Siklus menstruasi Tiga struktur yang terlibat dalam pengaturan ovulasi dan menstruasi diantaranya : (Hamilton-Fairley, 2004)

Universitas Sumatera Utara

a. Kelenjar pituitari anterior b. Ovarium c. Uterus

2.3.2.1. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus menstruasi Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus menstruasi yaitu: (Wiknjosastro, 2005) a. Fase menstruasi atau deskuamasi Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah yang hemolisis atau aglutinasi, selsel epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari. b. Fase pascahaid atau fase regenerasi Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsurangsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium 0,5 mm. Fase ini telah dimulai sejak fase menstruasi dan berlangsung 4 hari. c. Fase intermenstruum atau fase proliferasi Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 siklus menstruasi. Fase proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu: (Wiknjosastro, 2005) 1) Fase proliferasi dini (early proliferation phase) Fase proliferasi dini berlangsung hanya antara hari ke-4 sampai hari ke-7. fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit.

Universitas Sumatera Utara

Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi, sel-sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan-perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk bintang dan dengan tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar sebab sitoplasma relatif sedikit. 2) Fase proliferasi madya (midproliferation phase) Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk toraks dan tinggi. Kelenjar berlekuk-lekuk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema. Tampaknya bentuk mitosis dengan inti berbentuk telanjang (naked nucleus). 3) Fase proliferasi akhir (late proliferation phase) Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma berbentuk aktif dan padat. d. Fase prahaid atau fase sekresi Fase ini sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk dan mengeluarkan getah, yang makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi atas: (Wiknjosastro, 2005) 1) Fase sekresi dini Dalam fase ini endometriu lebih tipis daripada fase sebelumnya karena kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan, yakni:

Universitas Sumatera Utara

a) stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar. b) Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan berkeluk-keluk dan hanya sedikit stroma diantaranya. c) Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat Saluran-saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret, dan stromanya edema. 2) Fase sekresi lanjut Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua bila terjadi kehamilan.

2.4. Gangguan menstruasi Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada masa remaja. Gangguan ini dapat menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada pasien maupun keluarganya. Faktor fisik dan psikologis berperan pada masalah ini (Chandran, 2008).

2.4.1. Klasifikasi gangguan menstruasi Klasifikasi yang telah dikenal luas adalah sebagai berikut (Chandran, 2008): a. Amenore dan oligomenore (perdarahan sedikit atau tidak ada sama sekali) b. Dismenore (nyeri menstruasi) c. Menoragia (perdarahan yang berlebihan)

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.1. Amenore Amenore bisa terjadi primer (tidak pernah menstruasi) ataupun sekunder (menarke, tetapi kemudian tidak ada periode menstruasi selama 3 bulan berturutturut). Amenore primer adalah tidak adanya menstruasi sampai usia 16 tahun dengan perkembangan pubertas yang normal atau sampai usia 14 tahun dengan perkembangan pubertas yang tidak normal. Amenore sekunder lebih sering terjadi daripada amenore primer. Etiologi paling sering adalah karena disfungsi dari hypothalamic-pituitary-ovarian (HPO) aksis (Chandran, 2008).

2.4.1.2. Menoragia Perdarahan menstruasi yang berlangsung lebih dari 8-10 hari dengan perdarahan yang keluar dari 80 ml diklasifikasikan sebagai berlebihan (Chandran, 2008).

2.4.1.3. Dismenore Dismenore adalah keluhan yang sangat sering dan dapat terjadi primer maupun sekunder, tetapi dismenore primer terjadi lebih sering. Simtom diantaranya adalah nyeri abdomen bawah seperti kram dan nyeri pelvik yang menjalar sampai ke paha dan punggung tanpa adanya gambaran patologik pelvik (Chandran, 2008).

2.4.2. Patofisiologi 2.4.2.1. Perubahan hormonal pada siklus menstruasi normal Pada siklus ovulasi, hipotalamus mensekresi gonadotropin-releasing hormone (GnRH), yang menstimulasi kelenjar pituitari untuk melepaskan follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini selanjutnya akan mengakibatkan folikel pada ovarium untuk berkembang dan menjadi matang. Pada pertengahan siklus, peningkatan pelepasan (surge) dari luteinizing hormone (LH) yang terjadi bersamaan dengan peningkatan pelepasan FSH, mengakibatkan terjadinya ovulasi. Folikel yang berkembang tersebut

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan

estrogen,

yang

kemudian

menstimulasi

endometrium

untuk

berproliferasi. Setelah sel telur dilepaskan, FSH dan LH kadarnya kemudian menurun, dan folikel yang ruptur tadi kemudian berkembang menjadi korpus luteum, dan progesteron disekresi dari ovarium. Progesteron menyebabkan endometrium yang berproliferasi untuk berdiferensiasi dan menjadi stabil. Empat belas hari setelah ovulasi, berlangsunglah menstruasi akibat dari pelepasan dinding endometrium sekunder terhadap penurunan yang cepat dari kadar estrogen dan progesteron yang disebabkan korpus luteum yang berinvolusi (Chandran, 2008).

2.4.2.2. Perubahan hormonal selama siklus anovulasi Siklus anovulasi umum terjadi pada 2 tahun pertama setelah menarke karena ketidakmatangan dari aksis HPO. Hal ini juga terjadi pada berbagai kondisi yang patologis. Pada siklus anovulasi, perkembangan folikular terjadi dengan stimulasi FSH, tetapi karena kurangnya surge dari LH, ovulasi gagal terjadi. Akibatnya, tidak terjadi pembentukan korpus luteum dan tidak disekresikan progesteron. Endometrium tetap berkembang ke fase proliferatif. Ketika folikel yang berkembang berinvolusi, kadar estrogen menurun dan perdarahan akibat penarikan (withdrawal) terjadi. Kebanyakan siklus anovulasi terjad teratur dengan perdarahan normal. Tetapi endometrium yang berproliferatif secara tidak stabil terjadi secara tidak teratur, mengakibatkan perdarahan berat yang berkepanjangan (Chandran, 2008).

2.5. Dismenore 2.5.1. Definisi dismenore Dismenore didefinisikan oleh Stenchever (2002) dalam Chudnoff (2005) sebagai sensasi nyeri yang seperti kram pada abdomen bawah sering bersamaan dengan gejala lain seperti keringat, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare dan tremor.

Universitas Sumatera Utara

Dismenore dapat mendahului menstruasi beberapa hari atau dapat bersamaan dengan menstruasi, dan biasanya menghilang dengan berhentinya menstruasi (Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006).

2.5.2. Epidemiologi Prevalensi dismenore paling tinggi terdapat pada remaja wanita, dengan perkiraan antara 20-90%, tergantung pada metode pengukuran yang digunakan. Sekitar 15% remaja wanita dilaporkan menderita dismenore berat. Dismenore merupakan penyebab tersering ketidakhadiran jangka pendek yang berulang pada remaja wanita di Amerika Serikat. Sebuah studi longitudinal secara kohort pada wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore adalah 90% pada wanita usia 19 tahun dan 67% pada wanita usia 24 tahun. Sepuluh persen dari wanita usia 24 tahun yang dilaporkan tersebut mengalami nyeri yang sampai mengganggu kegiatan seharihari (French, 2005), dan 75-85% wanita yang mengalami disemnore ringan (Abbaspour, 2005). Pada suatu penelitian ditemukan bahwa 51% wanita tidak hadir di sekolah ataupun pekerjaan paling tidak sekali dan 8% wanita tidak hadir di sekolah atau kerja setiap kali mengalami menstruasi. Lebih lanjut, wanita dengan dismenore mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah dan lebih susah beradaptasi dengan lingkungan sekolah daripada wanita tanpa dismenore (Abbaspour, 2005).

2.5.3. Klasifikasi dismenore Menurut Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009), dismenore

dikalsifikasikan sebagai dismenore primer (spasmodic) atau sekunder (kongestif). Sedangkan menurut Colin dan Shushan (2003), dismenore diklasifikasikan sebagai dismenore primer (tidak ada penyebab organik), dismenore sekunder dan disemore membranous Dismenore primer terjadi beberapa tahun pertama setelah menarke dan menjangkit lebih dari 50% remaja post-pubertas (Calis, Popat, Devra, dan

Universitas Sumatera Utara

Kalantaridou , 2009). Pada kebanyakan kasus, nyeri menstruasi cenderung berkurang sejalan bertambahnya usia. Nyeri juga berkurang setelah melahirkan (ACOG, 2006). Dismenore primer didefinisikan sebagai nyeri menstruasi pada wanita dengan anatomi pelvik yang normal dan biasanya dimulai pada masa remaja. Nyeri ini dikarakteristikan dengan nyeri pelvik seperti kram yang dimulai sesaat sebelum atau pada onset dari menstruasi dan berakhir satu atau tiga hari setelahnya. Dismenore bisa juga sekunder terhadap adanya patologis organ pelvik (French, 2005). Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang diakibatkan adanya anatomi ataupun makroskopik yang patologis dari pelvik, seperti yang terjadi pada wanita dengan endometriosis atau pelvic inflammatory disease (PID) yang kronik. Kondisi yang paling sering terjadi pada wanita usia 30-45 tahun (Calis, Popat, Devra, dan Kalantaridou, 2009). Dismenore membranosus lebih jarang terjadi, hal ini disebabkan adanya bagian endometrium yang melewati serviks yang tidak berdilatasi (cast of endometrium through an undilated cervix) (Colin dan Shushan, 2003).

2.5.4. Gejala dismenore Gejala utama dismenore adalah nyeri yang terkonsentrasi pada abdomen bawah, regio umbilikal atau regio suprapubik dari abdomen. Dismenore juga sering dirasakan pada abdomen kiri atau kanan. Nyeri ini dapat menjalar ke paha atau punggung bawah. Gejala lain yang menyertai berupa mual dan muntah, diare, sakit kepala, capek, pusing (ACOG, 2006) dan pada kasus berat nyeri menstruasi dapat menyebabkan seseorang pingsan (Abbaspour, 2005). Gejala dismenore biasanya terjadi beberapa jam sebelum berawalnya menstruasi dan dapat berlanjut sampai beberapa hari (Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.5.5. Etiologi dan faktor resiko Pada suatu studi ditemukan bahwa merokok, menarke awal (<12 tahun), siklus menstruasi yang panjang, jumlah darah menstruasi yang berlebihan (Widjanarko, 2006), usia kurang dari 30 tahun, BMI yang rendah, nulliparitas, sindroma premenstrual, sterilisasi, secara klinis diduga adanya pelvic inflammatory disease (PID), penyimpangan seksual dan gejala psikologis berhubungan dengan dismenore (Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006 dan Veronika, 2008). Menurut French (2005), faktor resiko untuk dismenore diantaranya usia dibawah 20 tahun, nulliparitas, perdarahan menstruasi yang berat, usaha untuk menurunkan berat badan, merokok dan depresi atau ansietas, dan gangguan jaringan sosial. Sedangkan menurut Edmundson (2006), faktor resiko dismenore yang lain diantaranya obesitas dan riwayat keluarga positif untuk dismenore, endometriosis, adenomyosis, leiomyomata (fibroids), intrauterine device (IUD), karsinoma endometrium, kista ovarium, malformasi pelvik kongenital dan stenosis serviks. Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009) menyatakan bahwa obesitas dan konsumsi alkohol ditemukan berhubungan dengan dismenore pada beberapa tetapi tidak semua penelitian mengenai dismenore. Disamping itu menurut Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009), aktivitas fisik dan durasi dari siklus menstruasi tidak berhubungan dengan peningkatan nyeri menstruasi.

2.5.6. Patofisiologi Prostaglandin dikeluarkan selama menstruasi, karena luruhnya dinding endometrium beserta isinya (Lethaby A, Augood C, Duckitt K, Farquhar C, 2007). Menurut French (2005), dismenore diduga akibat pengeluaran prostaglandin di cairan menstruasi, yang mengakibatkan kontraksi uterus dan nyeri. Kadar prostaglandin endometrium yang meningkat selama fase luteal dan menstruasi menyebabkan kontraksi uterus (Chandran, 2008). Selama periode menstruasi, kadar prostaglandin meningkat, kemudian pada permulaan periode, kadar prostaglandin tetap tinggi,

Universitas Sumatera Utara

dengan berlanjutnya masa menstruasi, kadar prostaglandin menurun, hal ini menjelaskan mengapa nyeri cenderung berkurang setelah beberapa hari pertama periode menstruasi (ACOG, 2006). Vasopressin juga berperan pada peningkatan kontraktilitas uterus dan menyebabkan nyeri iskemik sebagai akibat dari vasokonstriksi. Adanya peningkatan kadar vasopressin telah dilaporkan terjadi pada wanita dengan dismenore primer (Chandran, 2008 dan Edmundson, 2006). Teori lain yang menyebabkan dismenore primer yaitu dari faktor kejiwaan, faktor konstitusi dan faktor alergi. Dari faktor kejiwaan dinyatakan bahwa gadis remaja yang secara emosional belum stabil jika tidak mendapat penjelasan yang baik dan benar tentang menstruasi mudah untuk timbul dismenore. Sedangkan dari faktor konstitusi dinyatakan bahwa faktor ini dapat menurunkan ketahanan terhadap nyeri, seperti kondisi fisik lemah, anemia, penyakit menahun dan lain sebagainya (Wiknjosastro, 2005). Teori dari faktor alergi dikemukakan setelah adanya hubungan antara dismenore dengan urtikaria, migren atau asma bronkiale (Warianto, 2008). Menurut Wiknjosastro (2005), teori lain penyebab dismenore selain teori kejiwaan, konstitusi, alergi dan endokrin (PGF2) adalah teori obstruksi kanalis servikalis, yang merupakan salah satu teori paling tua untuk menjelaskan terjadinya dismenore primer yaitu karena terjadinya stenosis servikalis. Hubungan antara dismenore dengan endometriosis masih tidak jelas. Endometriosis mungkin asimtomatik, atau mungkin bersamaan dengan nyeri pelvik yang tidak terbatas pada masa menstruasi dan pada bagian pelvik anterior bawah. Pada suatu studi dari wanita yang mengalami sterilisasi efektif, tidak terdapat perbedaan antara wanita dengan maupun wanita tanpa endometriosis. Meskipun begitu, suatu studi observasional pada wanita yang dilakukan laparoskopi untuk infertilitas mendukung adanya hubungan antara dismenore dan keparahan dari endometriosis (French, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.5.7. Diagnosis Pada kebanyakan pasien dengan nyeri menstruasi, terapi empiris diberikan dengan presumpsi diagnosis dismenore primer, berdasarkan riwayat adanya nyeri pelvik anterior bagian bawah yang dimulai pada masa remaja dan berhubungan secara spesifik dengan periode menstruasi. Riwayat yang inkonsisten dan atau adanya penemuan massa di pelvik pada pemeriksaan fisik, keluarnya cairan vagina yang abnormal, atau kaku pelvik yang tidak terbatas pada periode menstruasi mengarahkan diagnosis kepada dismenore sekunder (French, 2005).

2.5.8. Pengobatan Pengobatan dismenore diantaranya medikamentosa dan teknik lain untuk mengurangi nyeri. Jika penyebab dismenore ditemukan, pengobatan difokuskan pada menghilangkan penyebab. Pada beberapa kasus, mungkin diperlukan pembedahan untuk menghilangkan penyebab atau mengurangi nyeri (ACOG, 2006). a. Medikamentosa Obat seperti OAINS (obat anti-inflamasi non steroid) menghambat pembentukan prostaglandin. Hal ini mengurangi rasa kram. Obat ini juga mencegah gejala seperti mual dan diare. OAINS bekerja maksimal jika diberikan pada permulaan timbulnya gejala dan biasanya dikonsumsi hanya selama 1 atau 2 hari. Menurut Hart dan Norman (2000), pengobatan jangka panjang dengan progesteron juga mengurangi nyeri menstruasi. b. Kontrasepsi oral Kontrasepsi oral dosis rendah terbukti efektif mengurangi dismenore pada remaja wanita pada studi terhadap76 pasien (Zoler, 2004). Hormon-hormon pada kontrasepsi membantu mengontrol pertumbuhan dinding uterus sehingga

prostaglandin sedikit dibentuk. Akibatnya kontraksi lebih sedikit, aliran darah lebih sedikit dan nyeri berkurang. c. Pembedahan

Universitas Sumatera Utara

d. Thermoablasi Brunk (2005) melakukan penelitian dengan thermoablasi pada 330 wanita dengan rata-rata 42 tahun mendapatkan bahwa mayoritas wanita (83%) melaporkan pengurangan nyeri menstruasi dan premenstrual syndrome (PMS) dalam 1 tahun. e. Terapi nutrisi Perubahan pada pola makan atau diet dapat membantu mengurangi atau mengobati nyeri menstruasi: (Tran, 2001) 1) Peningkatan masukan makanan seperti serat, kalsium, makanan dari bahan kedelai, buah-buahan dan sayuran. 2) Mengurangi konsumsi makanan yang memicu sindrom premenstrual seperti kafein, garam dan gula. 3) Berhenti merokok karena memperburuk kram. 4) Mengkonsumsi suplemen multi-vitamin dan mineral yang mengandung kadar magnesium dan vitamin B6 (piridoksin) yang tinggi setiap hari, dan suplemen minyak ikan (fish oil) (Tran, 2001). Menurut Werbach (2004), adanya peningkatan permeabilitas kapiler oleh vitamin C akan

meningkatkan efek vasodilatasi dari niasin. Vitamin E menghambat pelepasan tromboksan A2 dan menstimulasi sintesis prostasiklin, sedangkan magnesium mempunyai efek vasodilator dan efek merelaksasikan otot serta menghambat sintesis prostaglandin F2 alfa (PGF2). f. Metode lain Akupuntur dan obat tumbuh-tumbuhan dari China popular sebagai terapi alternatif untuk kram. Aromaterapi dan pemijitan dapat mengurangi nyeri pada beberapa wanita. Akupuntur bekerja dengan menyelaraskan aliran Qi dan darah, melancarkan meridian yang tersumbat, membantu meredakan hati yang murung dan emosi yang tertekan, menguatkan Qi tubuh sehingga tubuh sanggup beradaptasi dengan perubahan yang terjadi saat menstruasi (Warianto, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.6. Dismenore dan olahraga Menurut Abbaspour (2005), wanita yang teratur berolahraga didapatkan penurunan insidensi dismenore. Hal ini mungkin disebabkan efek hormonal yang berhubungan dengan olahraga pada permukaan uterus, atau peningkatan kadar endorfin yang bersirkulasi. Diduga olahraga bekerja sebagai analgesik nonspesifik yang bekerja jangka pendek dalam mengurangi nyeri. Tetapi menurut Abbaspour (2005), kombinasi dari faktor organik, psikologikal, dan sosiokultural juga berperan. Menurut Izzo dan Labriola (1991) dalam Abbaspour (2005) menunjukkan bahwa prevalensi dismenore lebih rendah pada atlet yang teratur berolahraga sebelum menarke, dan terjadi perbaikan gejala setelah mulai berolahraga. Atlet yang berpartisipasi pada aktivitas olahraga yang lebih intense mengalami gejala menstruasi yang lebih ringan. Menurut Izzo dan Labriola (1991) dalam Abbaspour (2005) pula, terjadi peningkatan metabolisme akibat peningkatan aliran darah pada daerah pelvik, yang terjadi pada saat berolahraga, mungkin berpengaruh terhadap dismenore. Menurut Gannon (1986) dalam Abbaspour (2005), gejala dismenore adalah karena peningkatan kontraksi otot uterus, yang diinervasi oleh sistem saraf simpatetik. Stress cenderung meningkatkan aktivitas simpatetik, dan akibatnya terjadi peningkatan nyeri menstruasi melalui peningkatan kontraksi uterus. Dengan mengurangi stress dan meningkatkan aktivitas olahraga akan terjadi penurunan aktivitas dari saraf simpatetik, sehingga mengurangi gejala. Pada kenyataannya, olahraga dikenal mengakibatkan pelepasan endorfin, suatu substansi yang diproduksi oleh otak yang meningkatkan ambang rasa nyeri.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai