Anda di halaman 1dari 22

1.

Definisi

Kanker ovarium adalah kumpulan tumor dengan histiogenesis yang beranekaragam anderson,1995) ,baik yang besar maupun yang kecil.(Sylvia

Kanker ovarium adalah bagian dari karsinoma sel skuamosa ovarium yang dapat tumbuh dalam setiap epitel berlapis skuamosa atau mukosa yang mengalami metaplasia skuamosa.(Stanley L Robbins,1995)

Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. (Wingo, 1995)

2. Insiden Hampir 25.000 kejadian kasus kanker ovarium dilaporkan setiap tahunnya. Diperkirakan 70 wanita akan mengidap kanker ovarium disepanjang hidupnya terutama wanita usia 50 70 tahun. Kanker ovarium sifatnya asimtomatik, sulit dideteksi secara dini pasien (wanita) sering datang pada stadium lanjut. Kanker ovarium diperkirakan didiagnosa pada tahun 1997. sekitar 1% dari kanker ini terjadi pada pria. Adapun perbandingannya antara pria dan wanita ada 1 : 100.(Sofyan 2006.) Insiden tinggi di negara barat dan lebih banyak pada populasi kulit putih dibandingkan kulit hitam. Penyakit ini sering terjadi pada wanita dan menimbulkan kekhawatiran yang sangat besar. Karena variasi dalam jaringan ovarium yang terjadi selama siklus menstruasi dan pasca menopause maka perubahan normal harus dibedakan dari perubahan-perubahan yang

menunjukkan penyakit. Kebanyakan memperhatikan peningkatan nyeri tekan pada pelvis dan perut semakin membesar. Kanker ovarium menduduki ururan kelima dari semua tipe kanker di Dunia, baik menurut penyelidikan bagian patologi Universitas Indonesia (Prof. Soetomo Tjokronegoro), maupun registrasi yang terbaru. Kanker serviks uteri yang terbanyak, kanker payudara nomor 2 terbanyak dan kanker nasofarinks nomor 3, kanker uteri nomor 4 dan kanker ovarium nomor 5. Umur penderita kanker ovarium yang termula adalah 20-29 tahun, yang tertua 80-89 tahuu dan terbanyak berumur 50-70 tahun. (Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Hal. 486) 3. Etiologi Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan atiologi kanker ovarium. Berikut ini akan diuraikan beberapa teori tentang etiologi tersebut. (Busmar, 2006:469) 1) Hipotesis Incessant Ovulation Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel sel tumor. 2) Hipotesis Gonadotropin Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang pada data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon esterogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan mengikat. Peningkatan kadar hormon goonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah bsarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.

Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsiogenik dimetil benzzatrene ( DMBA ) akan terjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah dioovorektomi, Tetapi tidak menjadi tumor jinak tikus tersebut telah dihipofisektomi. 3) Hipotesis Androgen Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan meningkat. Peningkatan kadar gonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut. 4) Hipotesisi Progesteron Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen, progesteron ternyata memiliki peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron. Penelitian pada ayam gallus domesticus menemukan 3-year incidence terjadinya kanker ovarium secara spontan pada 24% ayam yang berusia lebih dari dua tahun. Dengan pemberian makanan yang mengandung pil kontrasepsi ternyata menurunkan insiden terjadinya kanker ovarium. Penurunan insiden ini ternyata makin banyak jika ayam tersebut hanya diberikan progesteron. Percobaan pada kera macaque, progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan esterogen menghambatnya Pemberian pil yang mengandung esterogen saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan terjadinya resiko kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. Demikian juga yang hanya mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan resiko kanker ovarium. Akan

tetapi, pemakaian depo medroksiprogesteron asetat ternyata tidak menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. 5) Paritas Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas tinggi memiliki resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah dari pada nulipara,yaitu dengan resiko relatif 0,7.pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan anterm,resiko terjadinya kanker ovarium berkurang sebesar 40% dibandingkan dengan wanita nulipara. 6) Pil Kontrasepsi Penelitian dari center of disease control menemukan penurunan resiko terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil kontrasepsi ,yaitu dengan rsiko relatif 0,6. Penelitian lain melaporkan juga bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama 1 tahun menurunkan resiko sampai 11%,sedangkan pemakaian sampai 5 tahun menurunkan resiko sampai 50. Penurunan resiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya. 7) Talk Pemakaian talk(bydrous magnesium silicate)pada daerah perinium dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium dengan resiko relatif 1,9%.akan tetapi, penelitian prospektif yang mencangkup kohort 78.000 wanita ternyata tidak mendukung teori diatas . Meskipun 40% kohort melaporkan pernah memakai talk, hanya sekitar 15% yang memakainya setip hari. Resiko relatif terkena kanker ovarium pada yang pernah memakai talk tidak meningkat (RR 1,1). Demikian juga bagi yang selalu memakainya. 8) Terapi hormon pengganti pada masa menopause Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (Menopausal Hormone Therapy = MHT) dengan esterogen saja selama 10 tahun meningkatkan resiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, resiko relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan esterogen yang kemudian diikuti dengan pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan meningkatnya resiko relatif menjadi 1,5. 4

Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan esterogen saja, secara nyata meningkatkan resiko relatif terkena kanker ovarium. Pemakaian MHT dengan kombinasi esterogen dan progestin, meskipun lebih aman dati MHT dengan esterogen saja, untuk jangka panjang tidak dianjurkan lagi sebagai salah satu terapi suportif bagi wanita yang telah menopause. 9) Obat obat yang meningkatkan kesuburan Obat obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang diberikan secara oral, dan obat obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti Follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH dengan Luteinizing bormone (LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multipel ovulasi. Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini jelas akan meningkatkan resiko relatif terjadinya kanker ovarium. Pemakaian klomifen sitrat yang lebih dari 12 siklus akan meningkatkan resiko relatif menjadi 11. Kanker ovarium yang terjadi adalah kanker ovarium jenis borderline. 10) Faktor herediter a. Riwayat keluarga dengan kanker ovarium Dari studi metanalisis pada tahun 1988 ditemukan resiko relatif yang meningkat dan berbeda pada anggota keluarga lapis pertama. Ibu dari penderita kanker ovarium resiko relatifnya 1,1, saudara perempuan relatifnya 3,8, anak dari penderita kanker ovarium resiko relatifnya b. BRCA gen dan kanker ovarium Antara 5%-10% kanker ovarium dianggap bersifat herediter. Kelompok kanker ovarium ini termasuk dalam sindroma hereditary breast and ovarial cancer (HBOC) dan disebabkan oleh terjadinya mutasi di gen BRCA1 dan BRCA2. Gen BRCA1 adalah suatu gen yang terletak di kromosom 17q12-21, sedangkan BRCA2 terletak di kromosom 13q12. Wanita dengan gen BRCA1 yang telah bermutasi, mempunyai resiko terkena kanker ovarium sebesar 40%-60%, dan resiko terkena kanker payudara sebesarr

hampir 90%. Resiko terkena kanker tuba falopii juga meningkat 50-120 kali jika dibandingkan dengan wanita yang bukan carrier/pembawa sifat gen BRCA1. Resiko untuk menderita kanker peritonium primer juga meningkat dengan resiko relatif 45. Gen lain yang berkaitan dengan kanker ovarium adalah gen BRCA2 yang terletak pada kromosom 13q12. Resiko untuk menderita kanker ovarium pada wanita pembawa gen BRCA2 yang telah bermutasi lebih rendah daripada resiko pembawa gen BRCA1 yang bermutasi, yaitu 16%-27%. Kanker ovarium pada pembawa gen BRCA1 dan BRCA2 yang telah bermutasi terjadi pada usia 51,2 tahun dan 57,5 tahun. c. Gen mismatch DNA repair Kanker ovarium juga merupakan bagian dari sindroma hereditary nonpolyposis colorectak cancer (HNPCC). HNPCC adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh autosomal dominant disorder yang berkaitan dengan kerusakan gen yang bertanggung jawab atas terjadinya reparasi yang tidak normal dari DNA. Meskipun HNPCC terutama berkaitan dengan terjadinya kanker kolon pada usia yang lebih muda, HNPCC ini ternyata juga ditandai dengan meningkatnya resiko sejumlah kanker ekstrakolon seperti kanker endometrium , kanker ovarium, kanker lambung, kanker usus halus, dan kanker traktus urinarius. Resiko terjadinya kanker ovarium pada usia 70 tahun pada penderita HNPCC adalah 12%, lebih tinggi dari masyarakat umum yang resikonya hanya 1,4%. Meskipun resikonya tidak setinggi resiko penderita dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, resiko terjadinya kanker ovarium pada kelompok ini masih 8-9 kali lebih besar dari resiko pada masyarakat umum. (Ari, 2008). 4. Patofisiologi

PATOFISIOLOGI CA OVARIUM Teori menurut hipotesis incessant ovulation Ovulasi Kerusakan pada sel2 ovarium Proses penyembuhan luka sangat lama Terjadi ovulasi lagi/trauma baru Proses penyembuhan luka Sel2 ovarium menjadi Hormone estrogen Hormon gonadtropin meningkat (mening Proses ovulasi cepat Teori hipotesis gonadtropin Kelainan kromosom Gen BRCA1 bermutasi Teori androgen Androgen menstimulus tumbuhnya sel epitel Factor makanan Adanya zat2 karsinogen Sel2 ovarium terakumulasi oleh zat2 karsinogen Adanya akumulasi sel2 abnormal Sel2 tumbuh dan berkembang diluar kendali(tidak mati pada waktunya Transformasi menjadi sel2 kanker CA Ovarium Ca ovarium membesar Terasa penuh pada perut dan merasa tertekan Menekan kandung kemih Sekresi cairan yang bersifat serous musin 8 Statis Gaster Pada dinding vagina kanker mengalami erosi Ovarium Traktus Gastrointestinal Vagina Penekanan saraf2 ovarium 0leh sel2 kanker Menekan pleksus lumbal sakralis Virus Menginvasi sel2 ovarium Sel2 ovarium terinvasi oleh virus Radiasi Sel2 ovarium terpapar radiasi Menghambat pertumbuhan sel2 ovarium

anoreksia nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Urinari urgensi Kehilangan banyak cairan

asites Penekanan pada traktus GI

Medula Oblongata Merangsang pusat muntah di reticular formator

Dinding vagina dan servik menjadi tips Laserasi

Menstimulasi mediator nyeri

Hipotalamus

Gangguan Ganggguan eliminasi urin pemenuhan cairan dan elektrolit

anoreksia

Nausea dan muntah

Perdarahan pervagina Anemia, 02 ke jaringan berkurang Gangguan perfusi jaringan

Nyeri akut

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Resiko infeksi

dispereurinea

Gangguan pola seksual Ansietas

5. Stadium Kanker Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation

InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah : STADIUM I > pertumbuhan terbatas pada ovarium a) Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh. b) Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak. c) Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif. STADIUM II > Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul a) Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba b) Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya c) Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif. STADIUM III > tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum. a) Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal. 10

b) Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ. c) Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif. STADIUM IV > pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver. 6. Manifestasi Klinis a) Gangguan haid b) Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum) c) Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria) d) Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium) e) Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul) f) Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut 7. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan pemeriksaan hispatologis yang dilakukan dengan : a) Metode anamnesis (wawancara dan pemeriksaan fisik) Pada saat anamnesis pasien akan ditanya (diwawancarai) secara lisan mengenai sakit yang dirasakan beserta sejarah penyakitnya (jika ada) yang akan dicatat dalam rekam medik. b) Tes laboratorium Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes laboratorium di mana kadar ALP yang tinggi menunjukkan adanya 11

sumbatan empedu atau kanker yang telah bermetastasis ke arah hati atau tulang c) X-ray X-ray merupakan pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan memancarkan gelombang lalu mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang diperiksa tulang akan memberikan warna putih, jaringan akan memberikan warna keabuan, sedangkan udara memberikan warna hitam.

d) Pencitraan lain Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah memvisualisasikan tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan menggunakan metode pengukuran sinyal elektromagnetik yang secara alamiah dihasilkan oleh tubuh. Position Emission Tomography (PET SCAN). PET SCAN bekerja dengan cara memvisualisasikan metabolisme sel-sel tubuh. Sel-sel kanker (yang berkembang lebih cepat daripada sel hidup) akan memecah glukosa lebih cepat/banyak daripada sel-sel normal. e) CT SCAN, merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk mencitrakan bagian dalam tubuh.

12

f) Ultrasound Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan sonogram ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan abnormalitas pada bagian pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara yang dipantulkan oleh jaringan yang ditembakkan gelombang suara. Pemeriksaan USG untuk dapat membedakalesi/tumor yang solid dan kristik.

g) Endoskopi

13

Endoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ/rongga tubuh menggunakan alat fiberoptik. Hasil pemeriksaan dapat berupa adanya abnormalitas seperti bengkak, sumbatan, luka/jejas, dan lainlain. Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation InternationalofGinecologies and Obstetricians) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Stadium I : Pertumbuhan terbatas pada ovarium. a) Stadium Ia : Pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada ansietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan dipermukaan luar, kapsul utuh. b) Stadium Ib : Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada tumor dipermukaan luar, kapsul intak. c) Stadium Ic : Tumor dengan stadium Ia dan Ib tetapi ada tumor di permukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif. 2. Stadium II : Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul. a) Stadium 2a : Perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba. b) Stadium 2b : Perluasan jaringan pelvis lainnya. c) Stadium 2c : Tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau

14

dengan asietas yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif 3. Stadium III : Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tapi histologi terbukti meluas ke usus besar dan omentum. a) Stadium 3a : Tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis b) Stadium 3b : Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif. c) Stadium 3c : Implant di abdomen dengan diameter > 2 cm dan kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif. 4. Stadium IV : Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver. 8. Penatalaksanaan a) Jika kanker belum menyebar ke luar ovarium, hanya dilakukan pengangkatan ovarium yang terkena dan mungkin dengan tuba falopiinya (saluran indung telur). b) Jika kanker telah menyebar ke luar ovarium, maka dilakukan pengangkatan kedua ovarium dan rahim, serta kelenjar getah bening dan struktur di sekitarnya. terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.

15

c) Jika kanker telah menyebar ke luar ovarium, maka dilakukan pengangkatan kedua ovarium dan rahim, serta kelenjar getah bening dan struktur di sekitarnya. 9. Komplikasi a) b) c) d) 10. Penyebaran kanker ke organ lain Progressive function loss of various organs Fungsi progresif hilangnya berbagai organ Ascites (fluid in the abdomen) Ascites (cairan di perut) Intestinal Obstructions Usus Penghalang

Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Umum Identitas pasien Nama,alama,.pekerjaan,pendidikan,suku bangsa,no rumah sakit,diagnose rumah sakit, nama keluarga dekat yang bisa dihubungi Keluhan utama Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut,perut terasa tertekan ,rasa tertekan pada panggul. Riwayat penyakit saat ini Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut,perut terasa tertekan ,rasa tertekan pada panggul, Mual,Sembelit,Sering buang air kecil,Kehilangan nafsu makan atau cepat merasa kenyang,sakit saat hubungan seksual (dispareunia),perubahan menstruasi, Perdarahan pervaginam Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit kanker CA Ovarium, CA Endometrium,riwayat pemakaian obat-obat penyubur,pemakaian kontrasepsi yang memiliki kadar estrogen yang tinggi Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita penyakit kanker ovarium dan kanker puyudara Pola-pola kesehatan 16

Pola aktivitas Melaporkan adanya kelemahan, keletihan, kurang energi Pola Integritas ego stress mungkin sangat cemas dan ketakutan Pola nutrisi Pasien akan mengalami penurunan pencernaan, Anoreksia ,mual,muntah Pola eliminasi Perubahan pola berkemih, nyeri tekan abdomen, konstipasi. Pola tidur dan istirahat Biasanya pasien tidak bisa tidur karena adanya nyeri dan rasa tertekan pada abdomen dan pada pinggul Pola interaksi sosial Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat. Pola seksual Biasanya pasien mengalami haid yang tidak teratur dan pendarahan pervagina Pemeriksaan fisik Sistem integumen Pada pasien dengan CA Ovarium tidak ada perubahan pada sistem integumenya,hanya terjadi perubahan pada turgor kulitnya Kepala Pada pasien dengan CA Ovarium tidak terdapat perubahan pada sisi kepalanya,hanya terdapat nyeri pada kepala Muka Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium pasien terlihat meringis Mata Pada pasien degan penyakit dengan CA Ovarium mata tidak terdapat perubahan Leher Bentuk simetris,kelenjar limpa tidak terdapat membesar kecuali adanya metastase kanker

17

Thorak Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium terdapat sesak pada dada, nafas pendek yang progresif. Jantung I: Tidak ada kelainan P:Suara ketok dulness P:tidak ada nyeri tekan A:S1 S2 tunggal Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium terdapat penyakit Hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna). System neurologi Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium sering mengalami sakit kepala Vagina Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium sering mengalami haid yang tidak teratur dan pendaran pervagina Abdomen Pada pasien dengan penyakit CA Ovarium sering merasa abdomen tegang atau nyeri (sedang/berat), dan terasa tertekan pada perut Panggul. Selama pemeriksaan panggul: Dengan hati-hati memeriksa bagian luar alat kelamin terkena (vulva), Kemudian memasukkan dua jari dari satu tangan ke dalam vagina dan sekaligus menekan sisi lain di perut untuk merasakan rahim dan ovarium. Diagnosa a) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah b) Gangguan eliminasi urin b.d penekanan organ perkemihan c) Ansietas b.d disperenia 3. Intervensi a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam, nutrisi pasien terpenuhi / adekuat 18

2.

Kriteria hasil : 1. 2. 3. 4. Mual muntah berkurang / tidak ada Nafsu makan pasien meningkat BB stabil Penambahan BB progresif Intervensi Pantau masukan makanan setiap hari. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya protein kaya nutrient, dengan masukan cairan adekuat. Dorong penggunaan suplement dan makan sering atau lebih sedikit yang dibagi-bagi selama sehari Kontrol factor lingkungan. Hindari terlalu terlalu manis, berlemak, atau makanan pedas. Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajenasi, latihan sedang sebelum makan. Rasional Mengidentisifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi. Kebutuhan jaringan metabolic ditingkatkan begitu juga cairan (untuk menghilangkan produk sisa). Suplemen dapat memainkan peran penting dalam mempertahankan kalori dan protein adekuat Makanan-makanan manis, berlemak atau pedas dapat mentriger respons mual muntah. Tekhnik relaksasi/latihan sebelum makan dapat mencegah awitan atau menurunkan beratnya mual, penurunan anoreksia, dan memungkinkan pasien meningkatkan masukan oral Identifikasi pasien yang mengalami mual atau muntah yang diantisipasi. Mual atau muntah psikogenik terjadi karena perubahan lingkungan pengobatan atau rutinitas pasien pada hari 19

pengobatan mungkin efektif.

b. Gangguan eliminasi urin b.d penekanan organ perkemihan Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x 24jam, eliminasi kembali lancar seperti biasanya Kriteria Hail: 1. Tidak ada retensi urin 2. Mampu berkemih secara nyaman tanpa persepsi kandung kemih penuh 3. Mengosongkan kandung kemih secara teratur

Intervensi Rasional Perhatikan pola berkemih dan Dikatakan retensi urin awasi keluaran urin

bila

berkemih dengan sering dalam jumlah sedikit / kurang ( <100

ml ) Palpasi kandung kemih, selidiki Persepsi kandung kemih penuh, keluhan ketidaknyamanan / distensi kandung kemih diatas simpisis pubis menunjukkan ketidakmampuan berkemih

adanya retensi urine. Berikan tindakan berkemih rutin, Berkemih dengan rutin, posisi posisi normal, aliran air pada normal baskom, penyiraman air hangat hangat pada perineum perineal dan penyiraman relaksasi dan air otot dapat pada perineum

meningkatkan

mempermudah upaya berkemih. Berikan perawatan kebersihan Perawatan kebersihan dapat perineal dan keperawatan kateter Kaji karakteristik menurunkan resiko ISK asendens urine, retensi urine, drinase vagina, dan

perhatikan warna, kejernihan, kemungkinan adanya kateter

20

bau

intermitten meningkatkan resiko infeksi

c.

Ansietas b.d disperenuria Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam, ansietas menurun Kriteria Hasil : 1. Berkurangnya rasa takut, 2. Klien tahu dan mengerti tentang keadaan dirinya, 3. Klien dapat melakukan manajemen stress terhadap kondisinya. Intervensi Mendengarkan pernyataan klien masalah dan pasangan Rasional seksual

sering sebagai

tersembunyi

pernyataan humor dan / atau Diskusikan sensasi ungkapan yang gambling atau nyeri vagina dapat nyata kehilanagn terjadi trauma sensori dapat dengan Meskipun

ketidaknyamanan fisik, perubahan menyertai prosedur vagina atau pada respons individu sehubungan bedah.

kehilangan sensori biasanya sementara, ini dapat dialami selama beberapa minggu atau bulan untu kembali baik. Kaji informasi klien dan pasangan menunjukan kesalahan tentang anatomi/ fungsi seksual informasi/konsep dan pengaruh prosedur mempenagruhi pembedahan yang pengambilan

keputusan. Harapan negative sehubungan dengan hasil yang

buruk. Identifikasi faktor budaya/nilai dapat budaya 21 kembalinya

mempengaruhi kepuasan

hubungan seksual Dorong klien untuk menyadari kehilangan bagian atau menerima tahap berduka menerima sehingga depan. berbagi komunikasi kehilangan pasien

tubuh, yang dapat

hilangnya bagian tubuh, dan memebutuhkan penerimaan

membuat rencana untuk masa Dorong klien untuk dengan terbuka dapat area diskusi dan

pikiran/masalah terdekatnya

orang mengidentifikasi meningkatkan

penyesuaian / masalah dan

resolusi. Berikan solusi masalah terhadap membantu masalah potensial. ex : menunda pada koitus seksual saat kelelahan Evaluasi Tindakan Diagnosa 1 1. Mual muntah berkurang / tidak ada 2. Nafsu makan pasien meningkat 3. BB klien stabil 4. Terjadi penambahan BB progresif Diagnosa 2 1. Tidak ada retensi urin

pasien /

kembali kepuasan

hasrat

aktivitas seksual.

2. Klien mampu berkemih secara nyaman tanpa merasa kandung kemih penuh 3. Klien mampu mengosongkan kandung kemih secara teratur Diagnosa 3 1. Klien mengatakan rasa takutnya berkurang, 2. Klien mengatakan tahu dan mengerti tentang keadaan dirinya, 3. Klien mengatakan dapat melakukan manajemen stress terhadap kondisinya.

22

Anda mungkin juga menyukai