Anda di halaman 1dari 18

BAB II ISI

1. Gangguan Panik
A. Definisi Gangguan Panik Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun.

B. Epidemiologi Gangguan Panik Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk gangguan panik adalah 1,5-5% dan untuk serangan panik adalah 3-5,6%. Sebagai contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik dan 2,2% untuk serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap Jenis kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda, usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun, walaupun dapat berkembang pada setiap usia.

C. Etiologi Gangguan Panik


1

1.Faktor Biologis Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam struktur otak dan fungsi otak. Beberapa penelitian telah menghasilkan hipotesis yang menyebabkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik dapat menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang. Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gammaaminobutyric acid (GABA). 2.Faktor Genetika Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot. 3.Faktor Psikososial Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasan klasik.Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.Peneliti menyatakan bahwa serangan panik kemungkinan melibatkan arti bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis. D. Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Panik

Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut: 1. Palpitasi 2. Berkeringat 3. Gemetar 4. Sesak napas 5. Perasaan tercekik 6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman 7. Mual dan gangguan perut 8. Pusing, bergoyang, melayang atau pingsan 9. Derealisasi atau depersonalisasi 10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila 11. Rasa takut mati 12. Parestesi atau mati rasa 13. Menggigil atau perasaan panas.

Serangan panik sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya.

E. Pedoman Diagnostik Gangguan Panik 1.Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III):
3

Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik

Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kirakira satu bulan: a. Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya; b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations); c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).

2.Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR) Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agorafobia A. Baik (1) atau (2): 1. Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan 2. Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau lebihberikut ini: (a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan (b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya (c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan

B. Tidak terdapat serangan. C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi medis umum. D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti fobia sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stress pasca traumatik,atau gangguan cemas perpisahan.

F. Diagnosis Banding Gangguan Panik Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis misalnya infark miokard, hipertiroid, dan hipoglikemia. Sedangkan diagnosis banding psikiatri untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia sosial dan spesifik, gangguan stress pasca traumatik,dan gangguan depresi.

G. Penatalaksanaan Gangguan Panik Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obatobatan dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain itu, psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas. a. Farmakoterapi Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat anti depresi dan obat anti cemas: 1. SSRI ( Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa macam dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan

2. Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya minum golongan SSRI.

b. Psikoterapi Terapi Relaksasi Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit. Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari. Terapi Kognitif Perilaku Pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit. Psikoterapi Dinamik Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien lebih

banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta kesabaran kedua belah pihak.

H. Prognosis Gangguan Panik Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan fungsi premorbid yang baik sertai durasi serangan yang singkat bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.

2. Gangguan Cemas

a. Definisi Gangguan Cemas Menurut Sadock dan Virginia (2007) gangguan cemas adalah keadaan seseorang mengalami perasaan gelisah atau cemas dengan aktivitas sistim syaraf otonom dalam merespon terhadap ancaman tersebut. Menurut Mirza, L (2010) gangguan cemas merupakan keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan keluhan somatik yang diperlihatkan dengan hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri

B.Tanda dan Gejala Gangguan Cemas Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap

rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan lainnya. Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.

C. Teori Gangguan Cemas Teori Psikoanalitik Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya 1926 Inhibitons, Symptoms, Anxiety bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul sebagai serangan panik. Teori Perilaku Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita. Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.

Teori Eksistensi Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa kekosongan eksistensi dan arti. Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya cemas yang patologis antara lain: Neurotransmiter Sistem saraf otonom

A.Neurotransmiter 1. Norepinephrine Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik ( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor -2 menunjukan pengurangan gejala cemas.

2. Serotonin Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus. 3. GABA Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A. Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan peningkatan ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal. Pada gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas pada amygdala. B.Sistem Saraf Otonom Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf otonom adalah:

10

sistem kardiovaskuler (palpitasi) muskuloskeletal (nyeri kepala) gastrointestinal (diare) respirasi (takipneu)

Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada pasien dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik, yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang sedang. Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas. Korteks Serebri Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif. Sistem Limbik Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif kompulsif.

C. Klasifikasi Gangguan Cemas

11

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari : (1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia; (2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik; (3) Fobia spesifik; (4) Fobia sosial; (5) Gangguan Obsesif-Kompulsif; (6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD ); (7) Gangguan Stress Akut; (8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder). Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).

F40F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES F40 Gangguan Anxietas Fobik F40.0 Agorafobia .00 Tanpa gangguan panik .01 Dengan gangguan panik F40.1 Fobia sosial F40.2 Fobia khas (terisolasi) F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT F41 Gangguan Anxietas Lainnya F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)

12

F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT F41.9 Gangguan anxietas YTT F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual) F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9) F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9) F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9) F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

3. Gangguan Penyesuaian
A. Definisi Gangguan Penyesuaian Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif jangka pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul selama tiga bulan dari munculnya stressor tersebut. Gangguan ini merupakan respon patologis terhadap apa yang oleh orang awam disebut sebagai kekurang beruntungan, atau yang menurut para psikiater disebut sebagai stressor psikososial. Gangguan ini bukan merupakan kondisi lebih buruk dari gangguan psikiatrik yang sudah ada. (Kaplan & Sadock, 1991). Halgin & Whitbourne (1994) mengungkapkan bahwa gangguan penyesuaian diri adalah reaksi terhadap satu atau beberapa perubahan (stressor) dalam kehidupan

13

seseorang yang lebih ekstrem dibandingkan dengan reaksi normal orang pada umumnya, terhadap perubahan (stressor) yang sama. ICD-10 dan DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi seseorang akibat tekanan pada emosi dan psikis, yang muncul sebagai bagian adaptasi terhadap perubahan hidup yang signifikan, kejadian hidup yang penuh tekanan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit yang serius. Gangguan Penyesuaian diasumsikan sebagai suatu keadaan yang tidak akan terjadi tanpa adanya stressor. B. Penggolongan Gangguan Penyesuaian Menggolongkan gangguan penyesuaian sebagai sebuah gangguan mental memunculkan beberapa kesulitan karena tidak mudah mendefinisikan apa yang normal dan tidak normal dalam konsep gangguan penyesuaian. Bila sesuatu yang buruk terjadi pada hidup kita, maka wajar bila kita merasa sedih. Bila ada krisis dalam pekerjaan, saat dituduh melakukan kejahatan, mengalami kebanjiran, bisa dimengerti bila kita mengalami kecemasan atau depresi. Sebaliknya justru apabila kita tidak bereaksi maladaptif, paling tidak secara temporar, karena terjadinya peristiwa- peristiwa tersebut, dapat menunjukkan ada yang tidak wajar pada diri kita. Namun, bila reaksi emosional kita berlebihan, atau kemampuan kita untuk berfungsi mengalami penurunan atau hendaya, maka kondisi ini bisa didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian. Jadi, bila kita sulit berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas kuliah karena putus cinta dan nilai akademis menurun, maka ada kemungkinan kita mengalami gangguan penyesuaian (Rathus & Nevid, 1991). C. Epidemiologi Berdasarkan DSM-IV TR prevalensi dari gangguan penyesuaian diantara 2 sampai 8 persen dari total populasi. Wanita didiagnosa dua kali lebih sering dibanding dengan pria, dan wanita single secara umum memiliki resiko yang paling tinggi. Pada anak-anak dan remaja, tidak ada perbedaan kecenderungan gangguan penyesuaian antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pada remaja,

14

baik laki-laki maupun perempuan, stressor yang umum menyebabkan gangguan penyesuaian diantaranya masalah sekolah, penolakan dari orang tua, perceraian orang tua, dan tindak kekerasan yg diterima. Sedangkan pada orang dewasa, sumber stressor yang umum diantaranya, masalah keluarga, perceraian, berpindah ke lingkungan yang baru, dan masalah finansial (Kaplan & Sadock, 2007). Gangguan penyesuaian merupakan salah satu gangguan yang paling banyak ditemukan pada pasien yang dirawat di rumah sakit, baik yang dirawat karena penyakit fisik, maupun juga pasien yang hendak mengalami operasi. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa 5 persen dari semua pasien yang dirawat pada suatu rumah sakit selama masa 3 tahun didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian. Kemudian juga ditemukan bahwa 50 persen dari orang-orang yang memiliki riwayat penyakit medis, didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian (Kaplan & Sadock, 2007). D. Etiologi Berdasarkan definisi yang diungkapkan, gangguan penyesuaian selalu didahului oleh satu atau lebih stressor. Kadar kekuatan dari stressor tersebut tidak selalu sebanding dengan kadar kekuatan gangguan yang dihasilkan. Kadar dari stressor tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks, seperti derajat stressor, kuantitas, durasi, lingkungan maupun konteks pribadi yang menerima stressor tersebut. Misalnya, reaksi dari anak berusia 10 tahun dan 40 tahun tentu sangat berbeda terhadap peristiwa meninggalnya orang tua. Faktor kepribadian, norma kelompok, serta budaya setempat juga sangat berpengaruh terhadap cara seseorang menanggapi sebuah stressor (Kaplan & Sadock, 2007). Diagnosis gangguan penyesuaian membutuhkan identifikasi dari kejadian yang penuh tekanan. Masih terjadi perdebatan apakah pasien dengan gangguan penyesuaian memiliki vulnerabilitas yang tinggi terhadap stressor yang umum atau vulnerabilitas yang umum terhadapp stressor yang besar. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan penyesuaian pada seseorang.

15

1. Peran stress Seseorang harus mengalami kejadian yang penuh tekanan untuk dianggap mengalami gangguan penyesuaian. Stressor yang menyebabkan gangguan penyesuaian bisa jadi berbeda tipe dan bobot. Paykel et al mengklasifikasikan kejadian hidup menjadi desirable/undesirable (seperti kemajuan karir.penyakit), penerimaan/kehilangan (seperti pernikahan/kematian seseorang yang dicintai). Stressor bisa single/tunggal bisa multiple/banyak, single misalnya, kehilangan orang yang dicintai, sedangkan yang multiple misalnya selain kehilangan orang yang dicintai, juga di PHK, dan mengidap suatu penyakit. Selain itu stressor juga dapat berupa sesuatu yang berulang, misalnya kesulitan bisnis di masa sulit, serta dapat berupa sesuatu yang terus menerus, misalnya kemiskinan dan penyakit kronis. Perselisihan dalam keluarga dapat menyebabkan gangguan penyesuaian yang berpengaruh terhadap semua anggota keluarga, namun dapat juga gangguan hanya terbatas pada satu anggota keluarga yang mungkin menjadi korban, atau secara fisik, menderita penyakit. Terkadang, gangguan penyesuaian juga dapat muncul pada konteks kelompok atau komunitas, dimana sumber stres nya mempengaruhi beberapa orang atau sekaligus, seperti komunitas yang terjadi pada korban bencana alam. Selain itu tahap perkembangan tertentu seperti mulai masuk sekolah, meninggalkan rumah untuk merantau, menikah, menjadi ayah ibu, gagal meraih citacita, maupun ditinggal anak untuk merantau, sering diasosiasikan dalam gangguan penyesuaian (Kaplan dan Sadock, 2007). 2. Vulnerabilitas individu Masing-masing individu memiliki vulnerabilitas yang berbeda terhadap gangguan penyesuaian, tergantung dari karakteristik kepribadian dan latar belakang masingmasing. Tidak semua orang yang mengalami stress akan memiliki gangguan penyesuaian. Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi vulnerabilitas seseorang terhadap stress: a. Variabilitas individu: usia, jenis kelamin, tingkat kesehatan atau komorbiditas kejiwaan.

16

b. Faktor hubungan, seperti tingkat instruksi; etik, politik, kepercayaan. c. Lingkungan keluarga: keberadaan dukungan, kekuatan hubungan, dan status ekonomi. d. Kejadian di masa kecil: seorang ibu yang mengontrol anaknya atau seorang ayah yang suka meng-abuse anaknya, berhubungan dengan peningkatan risiko gangguan penyesuaian. Faktor personal dari tingginya neurotisme dan rendahnya ekstraversi mungkin berhubungan dengan gangguan penyesuaian. : 1.Level pendidikan, level pendidikan yang tinggi dapat melindungi diri dari distress psikologis. 2.Status pernikahan: Pernikahan dianggap sebagai faktor yang dapat melindungi diri dari gangguan penyesuaian. 3.Hubungan antara kelainan kepribadian dan gangguan penyesuaian masih tidak jelas. Meskipun gangguan kepribadian dapat meningkatkan risiko berkembangnya gangguan penyesuaian, pasien dengan gangguan penyesuaian lebih jarang untuk memiliki kelainan kepribadian dibandingkan dengan pasien depresi.

E. Manifestasi Klinik Gangguan penyesuaian didiagnosis saat seseorang memiliki gejala kejiwaan saat menyesuaikan diri terhadap keadaan baru. Gejala-gejala yang muncul bervariasi, misalnya depresi, kecemasan, atau campuran di antara keduanya. Gejala campuran ini yang paling sering ditemukan pada orang dewasa. Berikut adalah gabungan dari beberapa gejala gangguan penyesuaian: 1. Gejala psikologis. Meliputi depresi, cemas, khawatir, kurang konsentrasi, dan mudah tersinggung. 2. Gejala fisik. Meliputi berdebar-debar, nafas cepat, diare, dan tremor.

17

3. Gejala perilaku. Meliputi agresif, ingin menyakiti diri sendiri, alcohol abuse, penggunaan obat-obatan yang tidak tepat, kesulitan sosial, dan masalah pekerjaan. Gejala-gejala tersebut muncul bertahap setelah adanya kejadian yang penuh tekanan, dan biasanya berlangsung dalam waktu sebulan (ICD-10) atau 3 bulan (DSM IV). Gangguan ini jarang terjadi lebih dari 6 bulan. Contoh kejadian yang penuh tekanan antara lain putusnya hubungan, pemutusan hubungan kerja, perselisihan dalam pekerjaan, kehilangan, sakit dan perubahan besar. Seseorang yang menderita gangguan penyesuaian akan memiliki kesulitan dalam fungsi sosial dan pekerjaan; kerja dan hubungan antara sesama akan terganggu akibat stress yang berlangsung atau kurangnya konsentrasi. Bagaimanapun juga kesulitan yang terjadi tidak akan mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang sampai level yang signifikan. Gejala tidak selalu menghilang segera setelah stressor menghilang dan jika stressor berlanjut, gangguan mungkin akan menjadi kronik.

18

Anda mungkin juga menyukai

  • Cat Rad Ama
    Cat Rad Ama
    Dokumen31 halaman
    Cat Rad Ama
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Contoh LJK CFIT1
    Contoh LJK CFIT1
    Dokumen1 halaman
    Contoh LJK CFIT1
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Contoh LJK Biodataf
    Contoh LJK Biodataf
    Dokumen1 halaman
    Contoh LJK Biodataf
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Contoh LJK Biodataf
    Contoh LJK Biodataf
    Dokumen1 halaman
    Contoh LJK Biodataf
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • OTITIS MEDIA AKUT
    OTITIS MEDIA AKUT
    Dokumen18 halaman
    OTITIS MEDIA AKUT
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Catering
    Catering
    Dokumen2 halaman
    Catering
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Interpretasi Foto Thorax
    Interpretasi Foto Thorax
    Dokumen12 halaman
    Interpretasi Foto Thorax
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Contoh LJK TOEFL 3
    Contoh LJK TOEFL 3
    Dokumen1 halaman
    Contoh LJK TOEFL 3
    Oktariana amindyta
    100% (1)
  • Contoh LJK CFIT1
    Contoh LJK CFIT1
    Dokumen1 halaman
    Contoh LJK CFIT1
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Contoh LJK Biodataf
    Contoh LJK Biodataf
    Dokumen1 halaman
    Contoh LJK Biodataf
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Gangguancemas
    Gangguancemas
    Dokumen18 halaman
    Gangguancemas
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Batuk Kronis JJJ
    Batuk Kronis JJJ
    Dokumen17 halaman
    Batuk Kronis JJJ
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • CR Katarak Oktariana
    CR Katarak Oktariana
    Dokumen17 halaman
    CR Katarak Oktariana
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • ILEUS OBSTRUKSI
    ILEUS OBSTRUKSI
    Dokumen30 halaman
    ILEUS OBSTRUKSI
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • OTITIS MEDIA
    OTITIS MEDIA
    Dokumen12 halaman
    OTITIS MEDIA
    Oktariana amindyta
    100% (1)
  • CR Katarak Dyta
    CR Katarak Dyta
    Dokumen18 halaman
    CR Katarak Dyta
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • ATELEKTASIS
    ATELEKTASIS
    Dokumen12 halaman
    ATELEKTASIS
    Indah Triayu Irianti
    Belum ada peringkat
  • Case Report Kusta (Morbus Hansen)
    Case Report Kusta (Morbus Hansen)
    Dokumen27 halaman
    Case Report Kusta (Morbus Hansen)
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Dokumen11 halaman
    Anemia Aplastik
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Case Report Tetanus
    Case Report Tetanus
    Dokumen21 halaman
    Case Report Tetanus
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • REFRAT UVEITIS Oktariana Amindyta
    REFRAT UVEITIS Oktariana Amindyta
    Dokumen1 halaman
    REFRAT UVEITIS Oktariana Amindyta
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Definisi Demam
    Definisi Demam
    Dokumen11 halaman
    Definisi Demam
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Laporan Op Ateroma
    Laporan Op Ateroma
    Dokumen1 halaman
    Laporan Op Ateroma
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Evan Syndrome
    Evan Syndrome
    Dokumen7 halaman
    Evan Syndrome
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Masker
    Masker
    Dokumen19 halaman
    Masker
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • CR Katarak Dyta
    CR Katarak Dyta
    Dokumen18 halaman
    CR Katarak Dyta
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Dokumen13 halaman
    Anemia Aplastik
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • KATARAK IMATUR
    KATARAK IMATUR
    Dokumen15 halaman
    KATARAK IMATUR
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat
  • Baru
    Baru
    Dokumen10 halaman
    Baru
    Oktariana amindyta
    Belum ada peringkat