Definisi Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi (OME). Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis media adhesiva. Pada beberapa penelitian, infeksi ini diperkirakan terjadi pada 25% anak. Lebih sering pada anak-anak Indian dan Eskimo dibandingkan dengan anak kulit putih dan paling jarang pada anak kulit hitam. Infeksi umumnya terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, sedangkan insiden puncak kedua terjadi pada tahun pertama masa sekolah. Anak-anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis media akut atau lebih disebut dengan istilah cenderung otitis. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan wanita. Faktor lain yang mungkin berperan yaitu faktor lingkungan seperti riwayat alergi, terpajan asap, riwayat kurang asupan ASI dam musim. OMA perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan salah satu infeksi tersering pada anak-anak, sekalipun didapatkan juga pada dewasa. Pada anak-anak, otitis media sering terjadi dengan didahului infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Hal ini dikarenakan oleh struktur anatomi dai tuba Eustachius pada anak yang lebih pendek, lebar dan horisontal. Otitis media supuratif akut (OMA) adalah otitis media yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi bakteri piogenik.
Etiologi Faktor pencetus terjadinya OMA, yaitu : Infeksi saluran napas atas. OMA dapat didahului oleh infeksi saluran napas atas yang terjadi terutama pada pasien anak-anak. Gangguan faktor pertahanan tubuh. Faktor pertahanan tubuh seperti silia dari mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi akan mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Tersumbatnya tuba Eustachius merupakan pencetus utama terjadinya OMA. Usia pasien. Bayi lebih mudah menderita OMA karena letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan letaknya lebih horisontal. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Haemophilus influenzae (sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun), Esheria colli, Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa.
Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya penyumbatan pada sinus dan tuba Eustachius akibat alergi atau pembengkakan amandel.
Patofisiologi Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. OMA terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba Eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Normalnya lendir di dalam telinga tengah menyerap udara. Jika udara tidak berpindah, tekanan negatif akan menyebabkan keluarnya cairan. Cairan dari telinga tengah ini merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Jika pertumbuhannya cepat, telinga tengah akan terinfeksi.
Gejala klinik Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur penderita. Ada 5 stadium otitis media supuratif akut (OMA) yaitu berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah atau gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar, yaitu : 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Stadium oklusi tuba Eustachius terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah karena adanya absorpsi udara. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal (tidak ada kelainan) atau hanya berwarna keruh pucat atau terjadi efusi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium oklusi tuba Eustachius dari OMA sulit kita bedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan alergi. 2. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi) Stadium hiperemis (pre supurasi) akibat pelebaran pembuluh darah di membran timpani yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. 3. Stadium Supurasi Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen (nanah) di kavum timpani. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Ketiganya menyebabkan terjadinya bulging (penonjolan) membrana timpani ke arah liang telinga luar. Pasien akan tampak sangat sakit, nadi & suhu meningkat dan rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Anak selalu gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan ruptur membran timpani akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan. Nekrosis ini disebabkan oleh terjadinya iskemia akibat tekanan kapiler membran timpani karena penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil.
Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi (perforasi). 4. Stadium Perforasi Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu menurun dan bisa tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih dari 1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK). 5. Stadium Resolusi Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi. Stadium ini berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang berkurang sampai mengering. Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani tetap perforasi dan sekret tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasii membran timpani.
Gejala klinik OMA berdasarkan umur penderita, yaitu : Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 39 0C (khas), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek. Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang).
Pemeriksaan klinik & penunjang Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala (anamnesis riwayat penyakit) dan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain untuk menentukan organisme penyebabnya dilakukan pembiakan dan uji resistensi terhadap nanah atau cairan lainnya dari telinga.
Terapi Terapi OMA bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Infeksi diobati dengan antibiotika per-oral. Pilihan pertama adalah amoxicillin, untuk penderita dewasa bisa diberikan penisilin dosis tinggi. Obat flu yang mengandung phenilephrine bisa membantu membuka tuba Eustachius dan jika terdapat alergi bisa diberikan antihistamin. Tindakan operasi yang dapat dilakukan antara lain timpanosentesis, miringotomi, dan pemasangan tympanostomy tube. 1. Stadium Oklusi Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
2. Stadium Hiperemis Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau ampisilin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Apabila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak diberikan ampisilin 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis, amoksisilin 40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgbb/hari. 3. Stadium Supurasi Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. 4. Stadium Perforasi Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Miringotomi dilakukan jika nyerinya menetap atau hebat, demam, muntah atau diare atau jika gendang telinga menonjol. Pada prosedur ini dibuat sebuah lubang pada gendang telinga untuk mengeluarkan cairan dari telinga tengah. Pembuatan lubang ini tidak akan mengganggu fungsi pendengaran penderita dan nantinya akan menutup kembali dengan sendirinya. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Istilah ini sering dikacaukan dengan parasintesis dimana parasintesis berarti punksi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran postero-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang cukup terang, corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, pisau parasintesis ukuran kecil dan steril. Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi ialah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma nervus fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak). Untuk menghindari komplikasi dianjurkan untuk melakukan miringotomi dengan narkose umum dan memakai mikroskop, hanya dengan cara ini biaya lebih mahal. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, sebenarnya miringotomi tidak perlui dilakukan, kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Komplikasi Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK. Tanda-tanda terjadinya komplikasi: sakit kepala tuli yang terjadi secara mendadak vertigo (perasaan berputar) demam dan menggigil.
Prognosis Dengan diagnosis dini dan penanganan yang tepat, penyakit ini memberikan prognosis yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Efiaty Arsyad Soepardi, Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Keenam. Penerbit : FKUI Jakarta.2007. Hal. 65-69.
2.
Adams, Boies, Higler. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi Keenam Cetakan Ketiga. Penerbit EGC. Jakarta. 1997. Hal. 97