Anda di halaman 1dari 34

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Haluoleo

LAPORAN KASUS AGUSTUS 2013

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh : IDHUL ADE RIKIT FITRA, S.Ked K1A1 09 049

Pembimbing : dr. Hj. Musyawarah, Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2013

BAB I LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama Tanggal lahir Umur Jenis Kelamin BBL PBL BB masuk BB masuk Agama Suku/Bangsa Alamat No. RM Tanggal masuk : An. M. H : 02 Mei 2001 : 12 tahun : Laki-laki : 4200 gram : 50 cm : 35 kg : 143 cm : Islam : Tolaki : Desa Baimi, Kel. Sampara, Konawe : 37-70-10 : 06 Juli 2013

B. ANAMNESIS Alloanamnesis dengan Ayah penderita dan autonamnesis oleh penderita sendiri Keluhan Utama : Demam sejak 5 hari yang lalu Anamnesis Terpimpin : Anak laki-laki umur 12 tahun rujukan dari RS. Bhayangkara, masuk IGD dengan demam sejak 5 hari yang lalu, demam terus menerus, dirasakan meningkat malam hari, Menggigil (+), Kejang (-), Sakit kepala (+), Pusing (+), Nyeri menelan (-), Sesak(-), Nyeri dada(-), Nyeri Perut bagian atas (+), Lengan dan kaki terasa dingin (+) BAB baru 2 kali selama demam, warna kuning BAK lancar, warna kuning Riwayat keluarga dan lingkungan sekitar menderita hal yang sama (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Sakit berat, Somnolen, Lemah, dan status gizi kurang 76 % Tekanan Darah : 70/50 mmHg Nadi Pernapasan Berat badan Tinggi badan Pucat Sianosis Ikterus Tonus : Tidak teraba : 40 kali / menit : 35 kg : 143 cm : (+) : (-) : (-) : Baik

Busung/edema : (-)

Keadaan Spesifik Kulit Kepala Bentuk Rambut UUB Telinga Mata Hidung Bibir Lidah Mulut Tenggorok Tonsil Leher Thorax Paru-paru Inspeksi : Simetris kiri = kanan, Retraksi (-) : Turgor baik, pucat pada muka : : Mesosefal, simetris kiri=kanan : Hitam, lurus, lebat, tidak mudah tercabut : Menutup (+) : Otorhea (-) : Konjungtiva pucat (+), Sklera ikterik (-), secret (-) : Rinorhea (-) : Kering (+), Pecah-Pecah (+) : Kotor (-), Tremor (+), Hiperemi (+) : Stomatitis (-), Pendarahan Gusi (-) : Hiperemis (-) : T1-T1, Kesan normal, Hiperemis (-) : Kaku Kuduk (-), Pembesaran KGB (-)

Palpasi Perkusi Auskultasi

: Sela Iga simetris kiri = kanan, krepitasi (-) : Sonor pada kedua lapangan paru : Bunyi pernapasan Bunyi tambahan = Vesikuler, = Ronkhi -/- , Wheezing -/-

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus Cordis tidak tampak : Iktus Cordis tidak teraba : Pekak, Batas kiri Linea Midclavicularis Sinistra, Batas kanan pada Linea Parasternalis Dextra Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, Murni reguler

Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : Cembung , Ikut gerak napas, distensi (-) : Peristaltik (+), Kesan Normal : Tymphani (+), Pekak Hepar (-) : Nyeri tekan perut bagian atas (+), Massa Tumor (-)

Kelenjar Limfe Alat Kelamin Anggota Gerak Tasbeh Col. Vertebralis Refleks Patologis Lingkar Lengan Atas Lingkar Kepala Lingkar Dada Lingkar Perut

: Tidak ada pembesaran : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan, akral teraba dingin : (-) : Spondilitis (-), Skoliosis (-) : (-) : 23 cm : 49 cm : 74 cm : 76 cm

D. DIAGNOSA KERJA DBD grade III + Dengue Syok Syndrome DD : Demam Typhoid

E. PENATALAKSANAAN R/ IVFD HES 1 Kolf Selanjutnya RL 20 tpm / 2 jam Inj. Ranitidine 1 A/12 jam Inj. Cefotaxime 2 x 1 gram

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin tanggal 06/07/2013 Hasil Laboratorium Klinik Maxima Nomor Lab. Nama No. R. Medis : 07 : Muh. Husain : 1307060007 Jenis Kelamin : M Umur : 12 Years

Dokter Pengirim : APS Parameter WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT PDW P-LCR MPV RDW-SD LYM# MXD# NEUT% LYM% MXD% Hasil 5.6 6.5 18.1 52.70 80,6 27.7 34 55 14.4 32.7 10.8 43.8 1.9 0.7 3.0 33.2 12.3 + + + Flags Satuan Nilai Normal 10^3/uL [3.8 10.6] 10^6/uL [4.5 5.9] g/L % fL pg g/dL [14 17.4] [42 50] [80 96] [28 33] [33 440] [9 17] [13 43] [9 13]

10^3/uL [150 440] fL % fL fL 10^3/uL [0.8 4] 10^3/uL [2 7.7] 10^3/uL [2 7.7] % % [18 44] [1 20]

NEUT% W-LMV W-SMV RDW-CV -

54.5 69.4 69.7 14.1 +

[46 73]

[12 13.6]

Darah Rutin tanggal 08/07/2013 Hasil Laboratorium Klinik Prodia No. Lab : 1307080063 ID. Pasien : 0197-1307 00209 Nama Pasien Jenis Kelamin Tgl Lahir/Umur : Laki-laki : 02-05-2001/12 thn

: An. Muh. Husain Sanusi Hasil Nilai Rujukan Satuan

Nama Pemeriksaan Hematologi Rutin(CBC) *Leukosit *Eritrosit *Hemoglobin *Hematokrit *Trombosit Nilai-nilai MC *MCV *MCH *MCHC Hitung Jenis Leukosit *Neutrofil *Limfosit *Monosit *Eosinofil *Basofil *IP MESSAGE(s) Hematologi *LED Valid

12.69 4.663.8-5.8 12.911.8-15.0 37.433-45 97* 156-408

4.5-13.0 10^6/uL g/dL % 10^3/uL

10^3/uL

80.369-93 27.722-34 34.532-36

fL pg g/dL 50 70 25-40 2-8 2-4 0-1

15.3* 67.9* 9.2* 7.2* 0.4

% % % % %

0-15

mm/jam

G. FOLLOW UP Tanggal/ Jam 06/07/2013 Keluhan : 16.30 Wita Demam sejak 5 hari yang lalu, terus menerus, meningkat malam hari, menggigil, Sakit kepala (+) Mual(+), Muntah (+), Pusing (+) Kedua langan dan kaki terasa dingin 06/07/2013 Keluhan : 19.30 Wita Demam sejak 5 hari yang lalu, terus menerus, meningkat malam hari, menggigil, Sakit kepala (+) Mual(+), Muntah (+), Pusing (+) Kedua langan dan kaki terasa dingin 07/07/2013 05.20 Wita Keluhan : Demam naik turun, Nyeri perut bagian atas , sakit kepala (+), Pusing (+) KU : Sakit Berat, Somnolen, lemah, TD : 70/50 mmHg N : 90 x/ menit P : 40 x/ menit S: 37,5 oC Bibir pecah-pecah (+), Kering (+), Lidah Hiperemi (+), Tremor (+), Petekie (+), Nyeri tekan epigastrium (+) KU : Sakit Berat, Somnolen, lemah, TD : 90/60 mmHg N : 96 x/ menit P : 32 x/ menit S: 37,7 oC Bibir pecah-pecah (+), Kering (+), Lidah Hiperemi (+), Tremor (+), Petekie (+), Nyeri tekan epigastrium (+) KU : Sakit Berat, Somnolen, lemah, TD : 80/60 mmHg N : 82 x/ menit P : 24 x/ menit Masalah belum teratasi R/ IVDF RL 30 tpm Inj. Cefotaxime 2x 1gram Inj. Ranitidine Masalah belum teratasi R/ IVDF RL 30 tpm Inj. Cefotaxime 2 x 1 gram Follow Up tiap 2 Jam Masalah belum teratasi R/ IVDF guyur HES 1 Kolf , selanjutnya : RL 20 tpm/2 Jam Inj. Ranitidine 1a/12 jam S O A P

S: 37,8 oC Bibir pecah-pecah (+), Kering (+), Lidah Hiperemi (+), Tremor (+), Nyeri tekan epigastrium (+) 08/07/2013 05.20 Wita Keluhan : Demam (-), Mual(+), KU : Sakit Berat, Composmentis, lemah Masalah belum teratasi

1a/12 jam

R/ Asering 60 tpm Inj. Cefotaxime 2 x 1gram Inj. Ranitidine 1a/ 12 Jam

Muntah (+) 1 x , Nyeri TD : 100/60 mmHg perut bagian atas (+) N : 80 x/ menit P : 20 x/ menit S: 36,0 C Bibir pecah-pecah (+), Kering (+), Lidah Hiperemi (+), Tremor (+), Nyeri tekan epigastrium (+) 09/07/2013 06.20 Wita Keluhan : Demam (-), Mual(-), Muntah (-), Nyeri perut bagian atas (+) KU : Sakit Berat, Composmentis, lemah TD : 110/70 mmHg N : 80 x/ menit P : 22 x/ menit S: 36,0 oC Bibir pecah-pecah (-), Kering(-),Nyeri tekan epigastrium (-)
o

Masalah sudah teratasi

Pasien Boleh pulang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi demam (febrile) akut yang disebabkan oleh 4 serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4) dengan daya infeksi yang tinggi pada manusia dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan dan kematian.1,2,3,4 Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
1,3,4,5

WHO mengklasifikasikan DBD berdasarkan derajat beratnya

penyakit menjadi DBD derajat I, II, III, dan IV, derajat III dan IV disebut DSS (dengue shock syndrome) yang merupakan kegawatan serta perlu tindakan segera.6 Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever (DF), dengue hemoragic fever (DHF) dan dengue shock syndrome (DSS). infeksi virus dengue :
5

Berikut gambar spektrum klinis

Gambar 1. Spektrum klinis infeksi virus dengue, dikutip dari kepustakaan 7 dan 8

B. EPIDEMOLOGI Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi. 4 Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari,

10

meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. 4

Gambar 2. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004, dikutip dari kepustakaan 8

C. ETIOLOGI Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4.Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya, Aedes aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8

11

Gambar 3. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex, dikutip dari kepustakaan 8

D. PATOFISIOLOGI Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue. dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah : 8 1. Teori virulensi virus 2. Teori imunopatologi 3. Teori antigen antibodi 4. Teori infection enchancing antibody 5. Teori mediator 6. Teori endotoksin 7. Teori limfosit 8. Teori trombosit endotel 9. Teori apoptosis. Hingga saat ini

patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. Beberapa teori dan hipotesis yang

12

Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T. 8

Gambar 4. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD, dikutip dari kepustakaan 8

Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI (Hemaglutinin inhibition test), DBD berat pada anak dibawah 1 tahun ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig

13

G anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting dalam patofisiologi DBD. 8 Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro, teori ini saat ini dikenal sebagai antibody dependent enhancement (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue heterolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS. Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu : 8 Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan masuk dalam monosit Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum tulang (terjadi viremia). Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi. Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari: 8
-

Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)


Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit ( infection enhancing antibody).

Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi

14

non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat.

Gambar 5. Teori secondary heterologous infection dikutip dari kepustakaan 8 Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-, TNF- dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh. 8 Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi

15

platelet, produksi sitokin (TNF, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi. 8

Gambar 6. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an patogenesis DBD/DSS dikutip dari kepustakaan 8

Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD

16

E. GEJALA KLINIK 1. Demam Berdarah Dengue


Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Kasus DBD ditandai 4 manifestasi klinis yaitu : 8 -

Demam tinggi selama 2-7 hari Perdarahan terutama perdarahan kulit Hepatomegali Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi. 8 Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.8

17

Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue, Dikutip dari kepustakaan 8

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.8

18

Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,


8

saat suhu reda

keadaan klinis pasien memburuk (syok), dikutip dari kepustakaan

2.

Dengue Shock Syndrome Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg), hipotensi (tekanan systole 80 mmHg), kulit dingin dan lembab dan pasien tampak gelisah. 1,8

Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD ( Dikutip dari kepustakaan no. 13)

19

F. LANGKAH DIAGNOSTIK Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga catatan medis dapat dibuat lebih tepat. 8 Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.8 Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah : 1-5,8 1. Kriteria klinis : Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena 2. Pembesaran hati Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi

Kriteria laboratorium : Trombositopenia (100.000/ul atau kurang) Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%.

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah : 1-5,8 Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain. Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan penderita gelisah. Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diperiksa.

20

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. 1-5,8 2. Pencitraan pencitraan - Pemeriksaan rontgen dada Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring. 8

Gambar 9. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue dikutip dari kepustakaan 8

21

- Pencitraan Ultrasonografis Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV.8 3. Pemeriksaan Serologi. Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu : 1-5,8 Uji hambatan hemaglitinasi Uji Netralisasi Uji fiksasi komplemen Uji Hemadsorpsi Immunosorben Uji Elisa Anti Dengue Ig M Tes Dengue Blot. Pemeriksaan rapid sero diagnostic test Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-3. Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4 akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian menurun dalam kadar rendah seumur hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi. 8

22

Gambar 10. Respon imun terhadap infeksi dengue, dikutip dari kepustakaan 8 Respon imun terhadap infeksi dengue : 8 Antibodi Ig M : - Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi - Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi primer singkat Antibodi Ig G : 8 Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala Meningkat pada infeksi primer Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun

Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G anti dengue. 8

Gambar 11. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue, dikutip dari kepustakaan

23

H. KOMPLIKASI Adalpun komplikasi dari demam berdarah, diantanya : 8 1. Perdarahan gastrointestinal karena trombositopenia, serta tergangguanya fungsi trombosit di samping difisiensi yang ringan atau sedang 2. Syok hipovolemik karena kekurangan volume plasma sampai 20% atau lebih, menghilangnya plasma melalui endothelium ditandai dengan peningkatan hematokrit yang menyebabkan asidosis metabolic, bahkan menimbulkan kematian. 3. Efusi pleura terjadi karena kerusakan dinding pembuluh darah bersifat sementara, dengan pemberian cairan yang cukup syok dapat diatasi dari efusi pleura biasanya menghilang setelah beberapa kali perawatan. 4. Kegagalan sirkulasi darah terjadi karena kerusakan system vaskuler dengan adanya peninggian permeabilitas pembuluh darah terhadap protein plasma dan efusi pada rungan serosa dibawah peritoneal pleura. I. PENATALAKSANAAN Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok. Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. 8 Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO

24

untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan plasma. 8 Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) dari pada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik. 8 Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD, dikutip dari kepustakaan 8

Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD, dikutip dari kepustakaan 8

25

1.

Tanpa renjatan 5,8 (Garde I dan II) Evaluasi tanda vital setiap 1-2 jam dan Ht setiap 3-4 jam Monitor intake, output dan kondisi pasien Bila dapat minum dianjurkan banyak minum (air, teh, teh gula, sirop, susu, oralit). Bila penderita muntah, nyeri ulu hati, Ht cenderung meningkat, kejang atau trombosit menurun infus glukosa 5 % dilarutkan dalam 1:2 atau 1:1 larutan Nacl fisiologis atau Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%.Dengan kebutuhan cairan : Inisial : 10 mL/KgBB untuk setiap kehilangan cairan 1 % dari BB normal Rumatan (Holliday segar)

Simtomatik : Antipiretik : paracetamol tiap 6 jam bila hiperpireksia (> 39 o C) atau mempunyai kecenderungan kejang demam

Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin

2.

Renjatan 1,5,8 Derajat IV : IVFD RL/RA diguyur atau dapat dibolus 100-200 ml sampai nadi teraba dan tensi mulai terukur 15-30 menit. Derajat III : Infuse RL dengan kecepatan 20 ml/KgBB/jam. Setelah renjatan teratasi, tekanan sistolik > 80 mmHg, nadi jelas teraba, amplitudo nadi cukup besar kecepatan dirubah 10 ml/ Kg/jam selama 4-6 jam. Bila KU tetap baik, jumlah cairan yang diberikan disesuaikan dengan keadaan klinis vital dan nilai hematokrit yaitu 5-7 ml/kgbb/jam
26

dan cairan RL : Dextrosa 5 % = 1:1. IVFD dipertahankan 48 jam setelah renjatan teratasi . Pada penderita renjatan berat, yang tidak berespon dengan pemberian RL/RA 20 cc selama 1 jam dapat diberikan cairan plasma (plasma expander/Dextran L) dengan kecepatan 10-20 ml/kg/jam maksimal 20-30 ml/kg/jam Jumlah urine 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi sirkulasi membaik Oksigen 2- 4ml/ menit pada pasien DSS Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit pada DBD renjatan Indikasi pemberian darah : o Terdapat perdarahan secara klinis atau setelah pemberian kristaloid dan koloid, syok menetap, Ht turun mungkin terjadi perdarahan. o Plasma segar beku dan suspensi trombosit bila ada DIC pada syok berat yang menimbulkan perdarahan massif.

27

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut: 2,8,9

Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, Dikutip dari kepustakaan 2,8, dan 9

28

Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan Derajat II, dikutip dari kepustakaan 2,8 dan 9

29

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi 20 %, dikutip dari kepustakaan 2, 8 dan 9

30

DBD DERAJAT III DAN IV

O2 2-4 liter/ menit

Derajat IV IVFD RL/RA guyur /bolus 100-200ml

Nadi teraba dan tensi terukur


Derajat III IVFD RL/RA 200 cc/kg/jam 1 jam

Syok teratatasi
IVFD RL/RA 10 cc/kg/jam

Syok tidak teratasi


IVFD RL/RA 10 cc/kgbb/jam + Dextran 10-20 cc/kgbb/jam (max 30 cc/kgbb/jam)

4-6 jam
IVFD RL/RA : Dext5 % = 1:1 5 cc/kgbb/jam

24 jam
IVFD RL/RA : Dext5 % = 1:1 5 cc/kgbb/jam

Koreksi asidosis Evaluasi 1 jam

Syok teratasi

Syok tidak teratasi

Ht turun IVFD stop


Tidak > 48 jam setelah renjatan

Ht ttp /naik

Transfusi darah segar 10 cc/kgbb

Koloid 20 cc/kgbb

Bagan 4. Penanganan DBD Derajat III dan IV, dikutip dari kepustakaan 2,8,9
Catatan : 1. Pemeriksaan dara rutin dilakukan setiap 6 jam, bila ada perdarahan nyata periksa ulang darah rutin. 2. Setiap pasien dengan renjatan periksa AGD 3. Bila shock recurrent dapat pertimbangkan pemberian obat inotropik (dopamine/dobutamin 5 ug/kgbb/menit) 4. Jumlah urine 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik 5. Catat jumlah perdarahan dan jumlah cairan yang masuk

31

J. KRITERIA PASIEN PULANG Pasien dapat dipulangkan jika : 2 Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perubahan status klinis Output urine baik Ht stabil Melewati 2 hari setelah syok Tidak distres pernafasan karean efusi pleura atau asites Trombosit > 50.000/mm3

K. PROGNOSIS Buruk pada Dengue Shock Syndrome (DSS) dengan renjatan berulang atau berkepanjangan , dan KID. 2

32

L. DAFTAR PUSTAKA 1. Rauf S, Artati RD, Meylani. Standar Pelayanan Medik. Ilmu Kesehatan Anak. Universitas Hasanuddin. Makassar : FK-Unhas. 2009 2. Garna H, Nataprawira HMD, Rahayuningsih SE. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNPAD. RS. Hasan Sadikin. 2005. H. 247-54 3. Setiawati TS. Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Dengue Syok Syndrome (DSS) pada Anak dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSUP Persahabatan dan RSUD Budhi Asih Jakarta.[ serial online] 2011. [cited 2013 July 13]. Available from :

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20282260T%20Santun%20Setiawati. pdf. 4. Anonim. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. [serial online] 2013. [cited 2013 july 13]. Available from :

http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf 5. Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitipulu PM,Pudjiadi A, Ghazali MV, et al, editors. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Edisi 11. Jakarta : Infomedika Jakarta : 2007 H. 607-22. 6. Rahayu, Hilmanto D, Setiabudi D. Golongan Darah AB sebagai Faktor Risiko Sindrome Syok Dengue pada Anak. [serial online] 2008. [cited 2013 july 13]. Available from :

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/60 2/593 7. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi pada Demam Berdarah Dengue. [serial online] 2009. [cited 2013 july 13]. Available from : http://www.dexamedica.com/images/publication_upload09032415295500 1237863562medicinus_maret-mei_2009.pdf 8. Anonim. Refarat Demam Berdarah Dengue. [serial online] 2013. [cited 2013 juli 13]. Available from :http://id.scribd.com/document_downloads/direct/118000858?extension=p

33

df&ft=1373732753&lt=1373736363&user_id=30121162&uahk=ZL3i+B mtcugyPR8lkyzMqhxKN5A 9. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Infeksi Virus Dengue. Dalam Soedarmo SSP dkk. Editor . Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta : IDAI . 2012. H. 155-81.

34

Anda mungkin juga menyukai