I. PENDAHULUAN T
Ketika krisis ekonomi global menimpa Indonesia, sektor energi yang menjadi salah satu nadi perekonomian berdampak kepada kesulitan hidup seluruh masyarakat. Makin terbatasnya sumber energi fosil yang tersedia diperut bumi yang kemudian berdampak pada ketidak seimbangan sediaan energikebutuhan pasar telah menyebabkan harga minyak mentah dunia melambung tinggi dan tak tertahankan. Peningkatan harga tersebut begitu jelas, dimana mulai harga yang berkisar USD per barel pada sekitar 20 USD pada 10 tahun yang lalu menjadi 40 USD, bahkan harga tersebut tidak hanya merangkak naik belakangan ini tetapi seperti berlari naik, yang mencapai harga 142 USD dan pada awal tahun 2008 menggiring harga ke level USD147 per barel (Kurtubi, 2008; Setyadjit, Sumangat dan Alamsyah, 2009) Situasi ini menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri sangat tinggi dan agar mencapai daya beli masyarakat memerlukan subsidi yang sangat besar dengan resiko terganggunya anggaran pembiayaan pembangunan sektor lain. Ke depan, apabila ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) masih berlangsung pada tingkat kuantita sama atau meningkat, krisis ekonomi akan berkepanjangan; kemudian isu dan konsepsi ketahanan dan konservasi energi menjadi basis pengelolaan energi nasional. Konsepsi tersebut dituangkan dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Salah satu sasaran dari kebijakan tersebut yaitu terwujudnya bauran energi primer ( energy mix) yang optimal pada tahun 2025 dengan menurunkan konsumsi BBM dan memanfaatkan energi alternatif (pengganti BBM). Berdasarkan Perpres tersebut energi alternatif yang menjadi target untuk dikembangkan yaitu berupa energi baru dan terbarukan (EBT) dengan target pencapaian tahun 2025 berturut-turut panas bumi (5%), bahan bakar nabati/ biofuel (5%), serta aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut (5%).
1
Dalam rangka percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati 2006; walaupun (biofuel) dikeluarkan INPRES No.1 Tahun kebijakan lahan tersebut Departemen bagi menurut
Kehutanan mendapat mandat dalam penyediaan lahan melalui pemberian pemanfaatan tidak produktif pengembangan bahan baku biofuel, namun karena pada areal hutan yang masih berhutan (forested area) terdapat jenis-jenis yang baku potensial biofuel, sebagai sejak energi alternatif Badan terutama Litbang kategori biomassa atau sebagai bahan baku biofuel. Khusus untuk bahan tahun 2006 Kehutanan mencoba mengadakan penelitian dan kajian biofuel. Berdasarkan daftar tumbuhan Indonesia penghasil lemak yang disusun oleh Soerawidjaya (2005), diketahui bahwa dari 50 jenis Tumbuhan Indonesia penghasil minyak-lemak lebih dari setengahnya merupakan tumbuhan penghasil lemak non pangan (non edible fat) dan diantaranya lebih dari 10 jenis adalah tanaman (pohon) hutan. Dari hasil penelitian, tanaman hutan yang cukup potensial penghasil biodiesel antara lain Nyamplung (Calophyllum inophyllum) dan penghasil bioetanol yaitu Sagu (Metroxyllon Sp). Di samping itu, dari 150 jenis tumbuhan yang diterbitkan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral-ESDM dan Balitbang Kehutanan (Dirjen LEB, 1991; Hartoyo dan Nurhayati, 1976) lebih dari setengahnya mempunyai prospek untuk digunakan sebagai biomassa penghasil bioenergi khususnya untuk produk final listrik hayati (biomass-based electricity) seperti wood pellet atau untuk pengeringan seperti arang, briket briket, dll. Menurut World Energy Counsil, dimasa yang akan datang biomassa dan energi surya akan menjadi Sumber Daya Primer yang dominan, bahkan dengan luasnya dan tingginya keanekaragaman hayati wilayah daratan bagi Indonesia merupakan keunggulan komparatif yang dapat dijadikan modal awal dan apabila dimanfaatkan secara efektif bisa menjadi keunggulan kompetitif di masa depan (Soeriawidjaja (2005). Dalam rangka pemasyarakatan pemanfaatan pohon hutan sebagai bahan baku biodiesel, Departemen Kehutanan mulai tahun 2009 telah menginisiasi dan
2
berpartisipasi dalam program Desa Mandiri Energi berbasis tanaman Nyamplung yang merupakan Program Stimulus Fiskal Bidang Energi dari Kementrian ESDM dibawah koordinasi Kemenko Perekonomian.
Limbah tersebut dapat mempunyai peran penting bagi daur kehidupan, karena melalui proses alamiah dapat terjadi dekomposisi sehingga akan menjaga kelangsungan atau meningkatkan kesuburan tanah (soil improvement); kemudian apabila dilakukan proses kimiawi, fisik maupun mikrobiologik, dari limbah tersebut dapat dihasilkan bahan berguna lainnya seperti alkohol, gas, papan partikel, pulp dan lainnya; dengan proses serupa, perubahan dapat diarahkan untuk menghasilkan energi atau bahan bakar padat atau cair ( fuel). Sebagaimana dikemukakan di atas dari limbah tersebut dapat memperbaiki kesuburan tanah yang mendukung proses pembentukan biomassa (baru), maka menurut Sasmojo (1983) seluruh proses ini dinamakan daur pemanfaatan biomassa dan limbah biomassa. Alur pemanfaatan tersebut secara skematik disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Daur pemanfaatan biomassa dan limbah biomassa (Sumber : Sasmojo, 1983)
1.3. Jenis-jenis tanaman penghasil biofuel Berdasarkan hasil penelitian atas sumber atau bagian pohon yang yang mengandung minyak, rendemen dan sifat lemaknya (lemak pangan-edible fat/ P dan minyak non pangan-non edible fat/NP), telah tersusun sebanyak 50 jenis tanaman yang dapat menghasilkan biofuel dan 5 jenis tanaman penghasil bioetanol (Soeriawidjaya, 2005). Rincian jenis tercantum pada Tabel 1 dan 2.
4
*)
Nama
1. Jarak kaliki 2. Jarak pagar Kacang suuk 3.Kapok/randu 9) 4.Karet Kecipir Kelapa Kelor 5. Kemiri 8) 6. Kesambi 3) 7. Mimba 5) Saga utan Sawit Akar kepayang Alpukat Cokelat 8. Gatep pait 9 Kepuh/kepoh4) Ketiau 10. Malapari`2) 11.Nyamplung1) 12. Randu alas/ agung Seminai Siur (-siur) Tengkawang tungkul Tengk. terindak Wijen 12. Bidaro 13. Bintaro 6) 14. Bulangan 15. Cerakin/Kroton 16. Kampis 17. Kemiri cina/ k.sunan 7)**) Labu merah Mayang batu
Nama Latin
Ricinus communis Jatropha curcas Arachis hypogea Ceiba pentandra Hevea brasiliensis Psophocarpus tetrag. Cocos nucifera Moringa oleifera
Aleurites moluccana
Sumber minyak
Biji (seed) Inti biji Biji Biji Biji Biji Daging buah Biji Inti biji (kernel) Daging biji Daging biji Inti biji Sabut+D.bua h Biji Dg buah Biji Biji Inti biji Inti biji Biji Inti biji Biji Inti biji Biji Inti biji Inti biji Biji Inti biji Biji Biji Inti biji Biji Inti biji Biji Inti biji
Kadar, %-b kr
45 50 40 60 35 55 24 40 40 50 15 20 60 70 30 49 57 69 55 70 40 50 14 28 45-70/46-54 65 40 80 54 58 35 45 55 50 57 27 39 40 73 18 26 50 57 35 40 45 70 45 70 45 55 49 61 43 64 ? 50 60 ? 0.56 35 38 45 55
P/ NP
NP NP P NP NP P P P NP NP NP P P P P P NP NP P NP NP NP P P P P P NP NP NP NP NP NP P P 5
Sclerichera trijuga Azadirachta indica Adenanthera pavonina Elais guineensis Hodgsonia macrocarpa Persea gratissima Theobroma cacao Samadera indica Sterculia foetida Madhuca mottleyana Pongamia pinnata Callophyllum inophyllinophyllum Bombax malabaricum Madhuca utilis Xanthophyllum lanceatum Shorea stenoptera Isoptera borneensis Sesamum orientale Ximenia americana Cerbera manghas/odollam Gmelina asiatica Croton tiglium Hernandia peltata Aleurites trisperma Cucurbita moschata Madhuca cuneata
Lanjutan Tabel 1........................ No. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. Nama 18. Nagasari (gede) Pepaya Pulasan Rambutan 19. Sirsak 20. Srikaya 21. Kenaf 22. Kopi arab 23. Rosela Kayu manis Padi Jagung Tangkalak 24. ? 25. Kursani Nama Latin Sumber Biji Biji Inti biji Inti biji Inti biji Biji Biji Biji Biji Biji Dedak Germ Biji Inti biji Biji Kadar, %-b kr 35 50 20 25 62 72 37 43 20 30 15 20 18 20 16 22 17 30 20 33 35 48 55 19 P/ NP NP P P P NP NP NP NP NP P P P P NP NP
Mesua ferrea Carica papaya Nephelium mutabile Nephelium lappaceum Annona muricata Annona squamosa Hibiscus cannabinus Hibiscus esculentus Hibiscus sabdariffa Cinnamomum burmanni Oryza sativa Zea Mays Litsea sebifera Taractogenos kurzii Vernonia anthelmintica
Sumber : Soerawidjaja (2005); Vossen dan Umali (2002) dalam Berry at al (2009) Keterangan : kr kering; P minyak/lemak Pangan (edible fat/oil), NP minyak/lemak Non-Pangan (nonedible fat/oil).Hanya beberapa dari puluhan tumbuhan ini (mis. : sawit, kelapa, kacang tanah/suuk) sudah termanfaatkan sebagai sumber komersial minyak/lemak !.
Tabel 2. Perolehan etanol dari berbagai bahan mentah paling potensial *) No. Sumb.er karbohidrat Tebu Sorgum manis Singkong Sagu 1) Ubi jalar Hasil panen, ton/ha/thn 75 80+) 25 6,8$ 62,5++)
$
1. 2. 3. 4. 5.
Panen 2 kali/tahun.
Agar dalam pemanfaatan jenis tersebut tidak mengganggu ketahanan pangan, maka tanaman penghasil biodiesel yang direkomendasikan adalah jenis tanaman yang mengandung minyak non pangan. Berdasarkan pertimbangan
6
tersebut, dari 50 jenis tanaman penghasil biofuel terdapat 25 jenis tanaman, diantaranya lebih dari 10 jenis merupakan tanaman hutan; khusus sagu,, walaupun sagu pati sagu merupakan pati pangan, namun saat ini pemanfaatan untuk pangan sangat sedikit. Dari jenis yang terdaftar, yang cukup potensial untuk biofuel diantaranya Nyamplung (Calophyllum inophylum), Malapari (Pongamia pinnata) dan kemiri sunan (Aleurites trisperma), Kesambi(Sleichera trijuga ); sedangkan untuk bioetanol yaitu Sagu (Metroxyllon sp) dan Lontar (Borrasus sp). Dari jenis-jenis tersebut, yang status penelitian dan pengembangan cukup lengkap yaitu Nyamplung. Penelitian yang telah dilakukan baik sifat dasar minyak dan biodieselnya, maupun potensi dan sebarannya. Dalam rangka pengembangannya baik budidaya maupun pengolahannya pada tahun 2008 telah disusun buku Nyamplung Sumber Enegi Biofuel yang Potensial Nyamplung, jenis ini cukup potensial dikembangkan di lapangan karena selain mempunyai rendemen minyak (cruid oil) tinggi yaitu sekitar 40-70 % dan rendemen biodiesel sekitar 20-30 %. Dalam rangka pembangunan desa mandiri energi (DME), telah ditanam masing-masing-masing 20.000 bibit di Kabupaten Purworejo dan Banyuwangi. Di DME juga telah dipasang instalasi pengolah biodiesel masing-masing kapasitas 250 lt/hari atau intake sebanyak 750 kg buah Nyamplung/hari. Untuk mendapatkan varietas produksi biji tinggi/unggul tahun ini sedang dibuat demplot uji provenans di TN Ujung Kulon Provinsi Banten. Untuk sagu, walaupun penelitian sifat dasar pati dan demplot di Papua barat dan pada tahun 2009 telah disusun dalam bentuk buku seperti Nyamplung , namun sampai saat ini belum bisa dilakukan pengembangan lebih lanjut dalam sekala pemanfaatan bioetanolnya.
Untuk
mendukung
kebijakan
utama
tersebut,
ditetapkan
a.
pengembangan pemberdayaan
infrastruktur d.
energi
termasuk
peningkatan penelitian
akses dan
konsumen terhadap energi; b. kemitraan pemerintah dan dunia usaha; c. masyarakat; pengembangan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan.
2. INPRES NO. 1 Tahun 2006 -Penyediaan Dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain Dalam rangka percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, telah diambil langkah-langkah koordinasi antar sektor dan kementerian terkait. Walaupun menurut kebijakan ini, dalam rangka pengembangan Kementrian Kehutanan hanya mendapat mandat terkait penyediaan lahan pengembangan pada lahan tidak produktif, namun untuk mendorong percepatan penyediaan bahan baku BBN ikut berpartisipasi membangun demplot pengembangan energi alternatif berbasis tanaman hutan dan menginisiasi pembangunan Desa Mandiri Energi (DME) pada beberapa kabupaten. Untuk pembangunan demplot energi alternatif berbasis tanaman hutan yaitu Nyamplung dilakukan melalui program Aksi tahun 2010 2014 di 10 Kabupaten yang terletak di 10 wilayah di Jawa, Sumatera, Dan Sulawesi; sedangkan dalam rangka stimulus fiskal dari Kementrian ESDM tahun 2009 dibawah koordinasi Kemenko Perekonomian Kementrian Kehutanan melalui inisiasi Badan Litbang Kehutanan pada tahun 2009 telah dibangun DME di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dan di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.
Adapun
muatan
utama
dari
UU
ini
menyangkut
prinsip
Energi dikelola berdasar asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi, lingkungan berkeadilan, hidup, peningkatan nasional nilai dan tambah, keterpaduan keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi ketahanan dengan mengutamakan kemampuan nasional.
berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, tujuan pengelolaan energi adalah: a. tercapainya kemandirian pengelolaan energi; b. terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari sumber di dalam negeri maupun di luar negeri pemenuhan kebutuhan energi dalam untuk 1). 2). negeri;
pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri; dan 3). peningkatan devisa negara; 3.. tercapainya mampu peningkatan yang akses masyarakat di yang tidak terpencil
dan/atau
tinggal
daerah
terhadap energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata dgn cara: 1). menyediakan bantuan untuk meningkatkan ketersediaan energi kpd masy. tidak mampu; 2). membangun infrastruktur tercapainya pengembangan kemampuan industri energi dan jasa energi dalam negeri agar mandiri manusia; 4. Kebijakan energi nasional dapat menciptakan terciptanya lapangan kerja; dan 5. terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. dan meningkatkan profesionalisme sumber daya
10
4. PERMEN ESDM No. 32 Tahun 2008 - Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain Untuk implementasi Kebijakan yang telah ditetapkan menurut UU, dikeluarkan Permen ESDM, yang memuat prioritas pemanfaatan BBN (Biofuel) dan cara peningkatan pemanfaatannya. Prioritas pemanfaatan dilakukan melalui pengaturan penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dari jenis BBN berupa biodiesel (B100), Bioetanol (E100) dan Minyak Nabati Murni (0100). Untuk meningkatkan pemanfaatan Bahan Bakar Lain dalam rangka ketahanan energi nasional, Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak dan Pengguna Langsung Bahan Bakar Minyak wajib menggunakan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain secara bertahap. Berdasarkan Permen ESDM No.32 tahun 2008, pentahapan pemanfaatan biodiosel, bioetanol dan minyak nabati murni tercantum pada Tabel 3, 4 dan Tabel 5. Tabel 3. Pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel
Jenis Sektor September 2008 s.d Desember 2008 1% (existing) Januari 2009 Januari 2010 Januari 2015** Januari 2020** Januari 2025** Keterangan
Rumah Tangga Transportasi PSO Transportasi Non PSO Industri dan Komersial Pembangkit Listrik
**)
1%
2,5 %
5%
10 %
20 %
1%
3%
7%
10 %
20 %
2,5 %
2,5 %
5%
10 %
15 %
20 %
0,1 %
0,25 %
1%
10 %
15 %
20 %
Tabel 4. Pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan bioetanol Jenis Sektor September 2008 s/d Desember 2008 3% (existing) Januari 2009 Januari 2010 Januari 2015** Januari 2020** Januari 2025** Keterangan
1%
3%
5%
10 %
15 %
5% (existing)
5%
7%
10 %
12 %
15 %
5%
7%
10 %
12 %
15 %
Pembangkit Listrik
**)
Rumah Tangga
Indus t. Marin e
1%
3%
5%
10 %
1%
3%
5%
10 %
Pembangkit Listrik
**)
0,25 %
1%
5%
7%
10 %
12
Adapun dalam rangka pengembangan BBN, Kementrian ESDM telah menyusun peta jalan (road map) yang tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Road Map Pengembangan BBN tahun 2005-2025
*)
Sumber : Departemen ESDM (2008). Program Pengembangan BBN - kemajuan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN).
13
pabrik gula, penggilingan padi, limbah padat MW. Berdasarkan hasil komparasi, diketahui
limbah pertanian lainnya. Pada tahun 2025, listrik biomas dapat mencapai 810 bahwa biaya produksi
pembangkitan listrik dengan biomasi (listrik hayati) jauh lebih murah dibanding pembangikatan listrik menggunakan gas, nuklir batubara, terjunan air, angin, BBM dan surya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel dan Tabel 7. Tabel 7. Biaya produksi pembangkitan energi listrik/kwH untuk berbagai Sumber daya energi
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Sumber energi surya BBM angin hidro batubara nuklir gas biomass Biaya proed/kWh 4370 1235* 1140 950 570 522.5 318 180
Sumber : Koyama dalam Ninok Leksono (2010)1); Puslitbang Hutan Tanaman (2010; data siolah)2); PLN (2010)3); *biodiesel nyamplung 0,5 harga solar4)Kompas 24/3/2010.4). Tim Peneliti Nyamplung Balitbang Kehutanan, 2008.
Sumber Energi Terbarukan di Indonesia sangat melimpah (mencapai 147 juta ton per tahun), hanya saja pemerintah kurang serius dan belum memanfaatkannya dengan baik dan masih jauh. Bisa menjadi sumber energi (SE) alternatif bagi warga pedesaan (Abraham, 20101); Suyono, 2010). Menurut Suyono (2010), Kebanyakan hasil penelitian SE alternatif tidak dapat diterapkan sehingga tidak menjawab kebutuhan energi murah di pedesaan. itulah, BEC suatu lembaga kajian (yang didirikan sejumlah ahli dan perusahaan swasta Indonesia_Belanda) akan mengumpulkan berbagai penelitian biomassa agar menjadi teknologi terapan bidang energi dan bisa diproduksi secara mandiri di pedesaan. Pusat Penelitian Energi Terbarukan Universitas Muhammadiah Surakarta sudah berhasil melakukan penelitian bioetanol dari iles-iles (Amorphopallus
bioetanol bisa diproduksi masyarakat pedesaan. Iles-iles dan suweg dapat ditanam di bawah tegakan hutan sehingga tidak mebutuhkan lahan tersendiri (Kusmiyati, 2010)3) dengan kandungan karbohidrat 65 %. Tabe 8. Potensi Sumber Daya energi Air, Geothermall
No. 1 2 3 SET Air Geothermal Biomass Potensi 76 GWh 27,6 GWh 50 GWh 470 GJ 130 MWh Keterangan Yang termanfaatkan sekitar 4 % ~ 1100 MWh Biomass dari jerami dan sisa panen, tan.liar, dan kotoran hewan
*)
Sumber : Abraham (2010)1); Suyono (2010)2)1) Abraham, D, 2010. Kompas 24/4/2010.; 2) Suyono, H. 2010. Peluncuran Biomassa Energy Center (BEC). Kompas 29/4/2010. 3).Kusmiyati. Peluncuran Biomassa Energy Center (BEC). Kompas 29/4/2010 .
2). Biodiesel Pada awal kebijakan energi nasional diimplementasikan, beberapa jenis tanaman diujicobakan untuk digunakan sebagai sumber energi. Pada sekitar tahun 2005-2006, jenis yang diunggulkan yaitu jarak pagar (Jatropha curcas) untuk pembuatan biodiesel. Program pengembangan budidaya dilakukan serentak hampir seluruh Indonesia dibawah tanggung jawa Departemen Pertanian.
Sesuai amanat UU No. 30 tahun 2007, melalui program stmulus fiskal kementrian ESDM terkait akses dan pemberdayaan masyarakat telah digulirkan program pembangunan Desa Mandiri Energi.
Program pengembangan Desa Mandiri Energi yang harus diselamatkan akibat kurang terjaganya
respon dari permasalahan energi yang makin terbatas dan masalah lingkungan lingkungan. Pada saat yang sama, program desa mandiri energi juga (=melakukan kegiatan ekonomi produktif dari pemanfaatan energi terbarukan yang tersedia secara lokal di pedesaan. Penguatan nilai ekonomi di pedesaan dengan pengembangan desa mandiri energi akan memberikan daya tarik bagi masyarakat desa sehingga dapat menjadi alternatif kegiatan ekonomi baru yang mendorong masyarakat agar tetap berada di desa dan mengurangi mobilisasi desa ke kota.
16
Keberlanjutan program akan terjadi apabila semakin banyak desa yang melakukan kemandirian secara energi, dan dapat mengembangkan potensi ekonomi dari hal tersebut, sehingga aktifitas ekonomi yang dilaksanakan lebih berdaya saing dan berwawasan lingkungan. Tahapan kegiatan, memcakup : 1. Penyediaan (pembangkitan dan distribusi) energi lokal terbarukan yang terjangkau dan berkelanjutan. - BBN: mulai dari kegiatan penyiapan lahan, penyiapan bahan tanaman, penanaman, pemeliharaan,diolah sampai dengan menghasilkan bahan bakar dan energi untuk dimanfaatkan. - Non BBN : mulai dari tahap penyiapan lokasi, konstruksi sampai dengan menghasilkan energi untuk dimanfaatkan. 2. Pemberdayaan masyarakat dalam pengoperasian, pemeliharaan, dan
pengelolaan kegiatan produksi dan distribusi energi lokal terbarukan yang terjangkau dan berkelanjutan - Pembentukan kelembagaan masyarakat, penyusunan mekanisme pengelolaan energi, untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan energi
3. Pemberdayaan masyarakat bagi pemanfaatan energi untuk peningkatan produktivitas, kesempatan kerja pedesaan dan kesejahteraan rumah tangga. - Energi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, antara lain pengolahan hasil pertanian (penggilingan padi, industri pengolahan makanan, pengeringan hasil perkebunan), industri rumah
17
tangga (mesin jahit), bahan baka kapal nelayan, dan untuk menjalankan mesin atau peralatan lainnya - Penggilingan padi menyerap tenaga kerja 2 orang - Kegiatan menjahit menyerap tenaga kerja dari kaum perempuan Berdasarkan Rencana Strategis DME tahun 2010-2014, pada tahun 2014 terwujud Desa Mandiri Energi ditargetkan telah terbangun di 3.000 Desa. Dalam rangka pembangunan DME, telah terlibat beberapa institusi meliputi : Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pembangunan Daerah tertinggal, BPPT, dll.
V. PENUTUP
Peluang Pengembangan Sumber Daya Energi Terbarukan di masa yang akan datang cukup tinggi karena, 1. Ketersediaan potensi sumber daya energi terbarukan di beberapa pedesaan yang belum dimanfaatkan Energi potensial air, angin, pemanfaatan langsung panas bumi, dsb 2. Penerapan otonomi Daerah melalui pemanfaatan sumber daya energi yang ada di wilayahnya. 3. Beberapa Departemen/Kementerian sudah melakukan Program mendukung kegiatan Desa Mandiri Energi yang dapat
4. Banyak institusi dan industri yang sudah mampu mengembangkan teknologi energi terbarukan untuk pedesaan.
BAHAN BACAAN
Berry, M. Herman, D., dan A. Wahyudi, 2009. Karakteristik minyak kemiri sunan (aleurites trisperma blanco) sebagai bahan bakar nabati. . Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009.ISBN 978-979-98465-5-6: Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals). Departemen ESDM (2008). Program Pengembangan BBN - kemajuan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN). ___________________ Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 2025: Visualisasi Talkshow Energi Melestarikan Hutan menghasilkan energi. Badan Litbang Kehutanan, 2010. Jakarta. Direktur Energi Primer PLN, 2010. Kompas 24/3/2010. Gonzales, A.D.C., International Development in Biomass Utilization, Presented in the Renewable Energy Asia 2008. Bangkok, Thailand, June 4, 2008.
18
Kemenko Perekonomian RI, 2008. Renstra 2009-2014 Program DME. Deputi Bidang Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan Kurtubi, 2008. Harga Minyak Dunia Dan Pengembangan Energi Alternatif Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Energi Nasional. Seminar Energi Alternatif Universitas Juanda Bogor. Leksono, Ninok, 2010. Kuliah Nuklir Jepang. Kompas 24-3-2010; Mahidin, 2009. Biomass utilisation in selected Asian countries: policy, R&D and status. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009.ISBN 978-97998465-5-6: Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals). Nidlom, A., Renewable Energy Policies in ASEAN Countries, Presented in the Rural Renewable Energy Week, Hanoi, Vietnam, March 19-21, 2008. Priambodo, A., Biomass Gasification in Indonesia, Presented in the IEA Task 33 Meeting, Dresden, Germany, June 12-14, 2006. . Puslitbang Hutan Tanaman, 2010. Prospek Pengembangan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Energi. Diskusi Puslitbang Hutan Tanaman-Perum Perhutani Unit II Jawa Tengah. Semarang Restuti, D. and Michaelowa, A., The economic potential of bagasse cogeneration as CDM projects in Indonesia, Energy Policy 2007;35:3952-3966. Setyadjit, D. Sumangat, Andi N. Alamsyah, 2009. Potensi penerapan SCM dalam pengembangan biofuel di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009.ISBN 978-979-98465-5-6: Biomass Utilization for Alternative
19