UNIVERSITAS UDAYANA
TAKI-TAKINING SEWAKA GUNA WIDYA
I. PENDAHULUAN
Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau, pemerintah telah mencanangkan berbagai
program yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Program Adipura misalnya pada tahun 2007
telah mampu mengantarkan Provinsi Bali menjadi Provinsi Adipura karena semua
kabupaten dan kota di Bali telah berhasil mendapatkan Anugerah Adipura. Walaupun
telah mendapat adipura bukan berarti tidak terdapat permasalahan sampah, Apresiasi
pemerintah dan masyarakat selalu dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah
sehingga pada gilirannya sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi sumberdaya.
Mencermati penomena di atas maka sangat diperlukan model pengelolaan sampah yang
baik dan tepat dalam upaya mewujudkan perkotaan dan perdesaan yang bersih dan hijau
di Provinsi Bali.
yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu
nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya ( Aswar, 1986).
Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat urban dapat
disaksikan dari Kota Denpasar, yaitu pada tahun 2002 rata-rata produksi sampah sekitar
2.114 m3/hari yang bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah
rumah tangga, dan sampah spesifik. Dalam jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2006,
jumlah produksi sampah telah meningkat menjadi 2.200 m3/hari (Tim Kota Sanitasi Kota
Denpasar, 2007). Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu
mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya: (1) sosial politik,
yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran
APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam
pengelolaan sampah serta upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk
meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, (2)
Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan
pertokoan, dan kegiatan rumah tangga, (3) Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan
dan interaksi antarlembaga desa/adat, aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara
adat/keagamaan), nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus,
sikap mental dan perilaku warga yang apatis, (4) keberadan lahan untuk tempat
penampungan sampah, (5) finansial (keuangan), (6) keberadaan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), dan (5) kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan
masalah lingkungan (sampah).
Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan
penghambat dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Menurut hasil penelitian Nitikesari (2005) faktor-faktor tersebut di antaranya
adalah tingkat pendidikan, penempatan tempat sampah di dalam rumah, keberadaan
pemulung, adanya aksi kebersihan, adanya peraturan tentang persampahan dan
penegakan hukumnya. Tingkat partisipasi masyarakat perkotaan (Kota Denpasar) dalam
menangani sampah secara mandiri masih dalam katagori sedang sampai rendah,
masyarakat masih enggan melakukan pemilahan sampah.
Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan
partisipasi masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah
merupakan usaha alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta
dapat memberikan manfaat lain.
Berdasarkan data SLHD Bali (2005) tampak bahwa pada saat ini sampah sulit dikelola
karena berbagai hal, antara lain:
a. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat
untuk mengelola dan memahami porsoalan sampah,
b. Menigkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan
pengetahuan tentang sampah
c. Meningkatnya biaya operasional pengelolaan sampah
d. Pengelolaan sampah yang tidak efisien dan tidak benar menimbulkan permasalahan
pencemaran udara, tanah, dan air serta menurunnya estetika
e. Ketidakmampuan memelihara barang, mutu produk teknologi yang rendah akan
mempercepat menjadi sampah.
f. Semakin sulitnya mendapat lahan sebagai tempat pembuangan ahir sampah.
V. KESIMPULAN
Dengan diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maka
diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat untuk dikembangkan di
perkotaan dan perdesaan sehingga kualitas kesehatan, kualitas lingkungan dapat
ditingkatkan serta sampah dapat menjadi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Model hendaknya melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan dan
memperhatikan karakteristik sampah, karakteristik perkotaan atau perdesaan serta
keberadaan sosial-budaya masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Nitikesari, Putu Ening. 2005. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan
Sampah Secara Mandiri di Kota Denpasar. Tesis Magister Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
PPLH UNUD. 2005. Laporan Pengkajian Penyusunan Pedoman Dan Kriteria Adipura
Regional Provinsi Bali. Laporan Penelitian Kerjasama PPLH UNUD dengan
PUSREG Bali-Nusra. Denpasar.
Bapedalda Provinsi Bali dan PPLH UNUD. 2005. Status Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi Bali. Denpasar.
Wahyu W., L.G. 2008. Studi Kualitas Hasil dan Efektivitas Pengomposan Secara
Konvensional Versus Modern di TPA Temesi- Gianyar Bali. Tesis Magister
Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.