Anda di halaman 1dari 7

Ekspansi Dalam Diversifikasi

Pendahuluan

Perusahan besar yang melakukan diversifikasi dengan menguasai berbagai macam bisnis
telah lama menjadi perhatian banyak pihak. (Gold & Luchs, 1993). Pendapat sinikal
terhadap diversifikasi didasari pada anggapan bahwa perusahaan yang beranjak dari satu
type aktivitas ke multi-aktivitas adalah tidak baik, khususnya jika dikaitkan dengan proses
menjadi bisnis besar. Tidak disukai karena kecenderungan menjadi sangat powerful, dan
dalam hal tertentu melakukan subsidi silang antar unit bisnis untuk mendesak pesaing
keluar dari industri. Perusahaan yang melakukan diversifikasi dikatakan cenderung anti
kompetisi. Selain anti-kompetisi, perusahaan diversifikasi juga tidak menambah nilai bagi
bisnis utama (Porter, 1987)

Diversifikasi sebagai salah satu alternatif strategi korporasi dapat diklasifikasikan ke


dalam tiga jenis: konsentrik, konglomerate, dan horisontal (David, 1997). Ketiga jenis
diversifikasi tersebut termasuk dalam kelompok alternatif strategi dalam membangun
Grand Strategy, yang dimaksudkan untuk memberi arah dan landasan bagi upaya
koordinasi dan pencapaian sasaran jangka panjang (Pearce & Robinson, 2003). Dari
pendekatan lain (Hill & Jones, 1998), diversifikasi dapat pula dibedakan ke dalam dua
type: terkait (related diversification) dan tak terkait (unrelated diversification). Keterkaitan
mengacu pada hubungannya dengan bisnis utama yang sedang digeluti, atau beberapa
bisnis yang membentuk rantai nilai (value chain) dalam suatu kelompok usaha (Nathanson
& Casanno, 1982 dalam Besanko et all, 1996).

Beberapa persoalan krusial dalam diversifikasi antara lain kapan sebaiknya perusahaan
melakukan diversifikasi, bagaimana manajer menciptakan value melalui diversifikasi, apa
saja pilihan bisnis yang dapat diambil, dan bagaimana strategi untuk memasuki bisnis baru
dalam konteks diversifikasi.

Alasan Diversifikasi

Sebagian besar perusahaan mempertimbangkan untuk melakukan diversifikasi ketika


menghasilkan sumber daya keuangan yang melebihi (in excess) dari jumlah yang
dibutuhkan untuk mempertahankan keunggulan daya saing (competitive advantage) bisnis
utamanya (Penrose, 1959). Penrose menunjuk dua alasan diversifikasi, internal dan
eksternal yang merupakan dorongan (inducement) bagi pertumbuhan. External inducement
merupakan dorongan dari yang memberi peluang bagi dibukanya bisnis baru., seperti
munculnya Internet membuka peluang bagi penerbit koran cetak untuk membua bisnis
layanan koran online. Dalam hal lain dorongan luar dapat pula dalam bentuk ancaman
yang kemudian ditanggapi dengan membentuk usaha baru. Contoh klasik fenomena ini
ketika perusahaan operator telekomunikasi ramai – ramai memasuki bisnis layanan Voice
Over IP (VoIP) ketika menyadari bahwa pendapatan mereka cenderung turun setelah
munculnya layanan VoIP yang lebih efisien dibandingkan dengan teknologi sirkit switch.
Internal inducement, di lain pihak, adalah kondisi di dalam perusahaan yang memberi
sinyal untuk diversifikasi disebabkan oleh kesadaran bahwa perusahaan tidak lagi mampu
melayani pasar yang sedang digelutinya, atau keinginan untuk mendaya – gunakan
resource base yang ada.

Pada perkembangan lanjut, alasan diversifikasi berkisar dari upaya tradisional untuk
peningkatan efisiensi seperti eksploitasi lingkup ekonomis (economic of scope), dan
mendisiplinkan manajer yang kinerjanya jelek, hingga yang didasari kebutuhan untuk
mengatasi munculnya masalah – masalah baru seperti penyalah-gunaan kewenangan oleh
manajer puncak (Besanko et all, 1996). Diversifikasi yang dimaksudkan untuk mencapai
skala ekonomis maupun lingkup ekonomis dilakukan dalam dua cara: menjual produk
sejenis (similar products) atau menjual kepada pasar yang sama (similar market).
Perusahaan dengan tingkat keaneka-ragaman produk dan pasar yang rendah memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam menyebarkan kemampuannya dan mengeksploitasi
lingkup ekonomis dibandingkan dengan perusahaan yang tingkat keaneka-ragaman produk
dan pasarnya tinggi.

Selain alasan untuk memperoleh economies of scope, ada tiga alasan lain untuk
diversifkasi: sinergi keuangan (financial synergies), economizing on transaction costs, dan
memenuhi objektif manajerial. Sinergi keuangan dilandasi pada pemikiran bahwa untuk
mencapai sukses jangka panjang, suatu perusahaan yang sedang tumbuh memerlukan
portofolio bisnis yang menjamin kecukupan dan kestabilan arus kas agar dapat mendanai
semua aktivitas perusahaan. Strategi portofolio memungkinkan perusahaan induk
memanfaatkan profit yang diperoleh suatu unit bisnis untuk mensubsidi unit bisnis lainnya.
Namun demikian strategi semacam ini tidak menciptakan nilai tambah kepada pemilik
perusahaan (share holders). Jika demikian, pemilik perusahaan dapat melakukan
diversifikasi sendiri tanpa keterlibatan manajer perusahaan

Meskipun economies of scope sebagian besar menjadi alasan utama diversifikasi,


permasalahan biaya transaksi (transaction costs) juga relevan disebut sebagai alasan lain
bila diversifikasi dilakukan melalui merger dan akuisisi (Teece, 1982). Perusahaan
multiproduk merupakan pilihan efisien ketika koordinasi di antara perusahaan yang
beroperasi secara independen sulit dilakukan oleh adanya permasalahan biaya transaksi
dan persoalan – persoalan lain yang tersembunyi. Persoalan biaya transaksi muncul mana
kala proses produksi melibatkan sejumlah aset khusus seperti Sumber Daya Manusia
(SDM), Standard Operating Procedures (SOP), dan lainnya yang sifatnya proprietary.

Alasan manajerial untuk melakukan diversifikasi berorientasi pada kepentingan untuk


menjaga dan memperluas posisi eksekutif dalam membuat keputusan dari pada motif
peningkatan efisiensi atau menambah kekayaan pemegang saham. Dalam hal seperti ini,
diversifikasi efisien untuk manajer, tetapi tidak efisien untuk pemegang saham. Untuk
mengurangi resiko kehilangan pekerjaan manajer terpaksa harus mengurangi resiko
berkinerja buruk, salah satu caranya adalah melalui akuisisi tak terkait. Namun demikian
masih ada sisi positif yang didapat dari motif manajer dalam melakukan diversifikasi.
Diversifikasi tak terkait yang dihasilkan dari keputusan manajer dapat meningkatkan
insentif dengan mengurangi biaya motivasi manajer dalam skema pay-for-performance
(Debra Aron, 1988 dalam Besanko et all, 1996). Prahalad & Bettis (1986) mengajukan
argumen, lingkup ekonomi dapat dicapai melalui penyebaran ketrampilan manajemen
puncak yang tergolong langka ke dalam bisnis lain yang tidak terkait dengan bisnis utama.

Menciptakan Value Melalui Diversifikasi

Majalah Fortune melaporkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 33 hingga 50%
akuisisi berakhir dengan divestasi (Dess, Lumpkim, & Taylor, 2004). Hal ini
mengindikasikan bahwa peluang sukses strategi diversifikasi hampir sama dengan resiko
kegagalannya. Pertanyaannya, mengapa ada diversifikasi yang sukses namun mengapa ada
pula yang gagal? Jawaban kunci atas pertanyaan ini adalah sinergi. Menciptakan value
bagi shareholder saja tidak cukup. Sinergi antara bisnis utama dan bisnis baru hasil
diversifikasi baik yang terkait (related) maupun tak terkait (unrelated) diperlukan guna
memastikan tercapainya value yang maksimum dari langkah diversifikasi yang diambil.
Bentuk sinergi diwujudkan dalam hubungan horisontal atau vertikal. Hubungan horisontal
berupa penggunaan bersama oleh beberapa unit bisnis atas sumber daya tak berwujud
(intangible resources) seperti kompetensi inti dan sumber daya berwujud seperti fasilitas
produksi, saluran distribusi, dan lain sebagainya. Adapun hubungan vertikal merupakan
penciptaan value yang diturunkan dari induk perusahaan.

Strategi Diversifikasi

Karakteristik diversifikasi ditentukan dari keterkaitan dengan bisnis utama yang menjadi
kompetensi inti (Barney, 2001). Dalam menjalankan strategi diversifikasi, perusahaan
dapat memilih tiga alternatif: diversifikasi terbatas (limited diversification), diversifikasi
terkait (related diversification), atau diversifikasi tak terkait (unrelated diversification).
Ada kesamaan dan perbedaan antara argumen Barney dan David. Dilihat dari esensinya
konsentrik dalam David sama dengan diversifikasi terkait dalam Barney. Demikian halnya,
konglomerat dapat disamakan dengan diversifikasi tak terkait. Sementara pengertian
diversifikasi terbatas tidak persis sama dengan diversifikasi horisontal. Diversifikasi
terbatas terjadi ketika

Mengacu David, konsentrik merupakan penambahan portofolio bisnis baru yang masih
terkait dengan bisnis utama, sebagai contoh Kelompok Usaha Kompas masuk ke bisnis
penerbitan (Elexmedia Komputindo), toko buku (Gramedia) dan penyiaran (Radio Sonora
dan TV7). Konglomerat, menambah bisnis baru yang tidak terkait dengan bisnis utama,
sebagai contoh, Kelompok Usaha Kompas masuk ke bisnis Hotel (Santika) atau ritel
(Grasera). Sedangkan diversifikasi horisontal dilakukan dalam wujud menambah bisnis
baru yang tidak terkait dengan produk jasa bisnis utama, yang ditawarkan kepada
pelanggan bisnis utama. Contoh horisontal, Kelompok Usaha Kompas membuka bisnis
jasa konsultansi perjalanan (travel biro) yang khusus ditujukan bagi pelanggan Koran dan
Majalah Kelompok Kompas – Gramedia.
Tentang AJB Bumiputera

Bumiputera berdiri atas prakarsa seorang guru sederhana bernama M. Ng. Dwidjosewojo –
Sekretaris Persatuan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB) sekaligus Sekretaris I Pengurus
Besar Budi Utomo. Dwidjosewojo menggagas pendirian perusahaan asuransi karena
didorong oleh keprihatinan mendalam terhadap nasib para guru bumiputera (pribumi). Ia
mencetuskan gagasannya pertama kali di Kongres Budi Utomo, tahun 1910. Dan
kemudian terealisasi menjadi badan usaha – sebagai salah satu keputusan Kongres pertama
PGHB di Magelang, 12 Februari 1912 (http://www.bumiputera.com).

Tidak seperti perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) – yang kepemilikannya hanya
oleh pemodal tertentu; sejak awal pendiriannya Bumiputera sudah menganut sistem
kepemilikan dan kepenguasaan yang unik, yakni bentuk badan usaha “mutual” atau “usaha
bersama”. Semua pemegang polis adalah pemilik perusahaan – yang mempercayakan
wakil-wakil mereka di Badan Perwakilan Anggota (BPA) untuk mengawasi jalannya
perusahaan. Asas mutualisme ini, yang kemudian dipadukan dengan idealisme dan
profesionalisme pengelolanya, merupakan kekuatan utama Bumiputera hingga hari ini.

Hingga semester pertama 2005 Bumiputera mengkaryakan sekitar 18.000 pekerja,


melindungi lebih dari 9.7 juta jiwa rakyat Indonesia, dengan jaringan kantor sebanyak 576
di seluruh pelosok Indonesia; tengah berada di tengah capaian baru industri asuransi
Indonesia. Sejumlah perusahaan asing menyerbu dan masuk menggarap pasar domestik.

FALSAFAH

Sebagai perusahaan perjuangan, Bumiputera memiliki falsafah sebagai berikut :

• Idealisme, Senantiasa memelihara nilai-nilai kejuangan dalam mengangkat


kemartabatan anak bangsa sesuai sejarah pendirian Bumiputera sebagai perusahaan
perjuangan.

• Kebersamaan, mengedepankan sistem kebersamaan dalam pengelolaan


perusahaan dengan memberdayakan potensi komunitas Bumiputera dari, oleh dan
untuk komunitas Bumiputera sebagai manifestasi perusahaan rakyat.
• Profesionalisme, memiliki komitmen dalam pengelolaan perusahaan dengan
mengedepankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan
senantiasa berusaha menyesuaikan diri terhadap tuntutan perubahan lingkungan.

VISI

“Bumiputera ingin menjadi asuransinya bangsa Indonesia”.

MISI

Menjadikan Bumiputera senantiasa berada di benak dan di hati masyarakat Indonesia,


dengan:

 Memelihara keberadaan Bumiputera sebagai perusahaan perjuangan bangsa


Indonesia.

 Mengembangkan korporasi dan kooperasi yang menerapkan prinsip dasar gotong-


royong.

 Menciptakan berbagai produk dan layanan yang memberikan manfaat optimal bagi
komunitas Bumiputera.

 Mewujudkan perusahaan yang berhasil baik secara ekonomi dan sosial.

Analisis Diversifikasi Kelompok Usaha Bumiputera

Kesejarahan dan Alasan Diversifikasi

Mardi Mulyo dan Redball, diterima sebagai anak perusahaan karena faktor kesejarahan
dengan keluarga pendiri dan direksi. Bumida, didirikan untuk menambah lini bisnis
melayani asuransi kerugian. Bank Bumiputera, didirikan menyambut pakto 88, dan meniru
asuransi jiwa di Jepang dan Swiss. Wisma Bumiputera, Informatik OASE, Bumiputera
Multimedia, Mitrasarana, dan Hotel Bumi Wiyata pada awalnya didirikan untuk melayani
kebutuhan internal. Bumiputera-BOT Finance dan Bapindo-Bumi Sekuritas didirikan
sebagai strategi aliansi penyaluran excessive financial. AJJHI merupakan aliansi dengan
JH of USA untuk melayani asuransi kumpulan (group / corporate).
Kinerja Kelompok Usaha Bumiputera

Perusahaan induk selalu untung. Sebagian besar unit bisnis yang tidak terkait, tidak
menyumbang keuntungan, ketergantungan kepada induk besar, namun tetap dipertahankan
karena interest manajer. Unit bisnis terkait menghasilkan laba, Bank Bumiputera dan
Bumida sudah go publik.

Kontribusi Unit Bisnis Dalam Rantai Nilai

Unit bisnis tidak terkait dianggap sebagai supporting elements sebagaimana konsep rantai
nilai yang dikembangkan Porter. Unit bisnis terkait, menghasilkan sinergi (horisontal dan
vertikal).

Simpulan dan Saran

Simpulan

Keputusan melakukan diversifikasi di Kelompok Usaha Bumiputera lebih banyak


dipengaruhi oleh konteks kesejarahan, kelebihan likuiditas, motivasi manajer untuk
menciptakan jabatan, dan membangun sinergi. Ketidak – mampuan unit - unit bisnis tak
terkait secara konsisten menghasilkan laba dipengaruhi oleh faktor ketergantungan mereka
kepada induk, dan rendahnya enterpreneurship para manajer. Strategi diversifikasi KU
Bumiputera mendekati kebenaran pernyataan Porter.

SaranDalam jangka panjang beberapa unit bisnis tak terkait akan terus membebani induk.
Keputusan melepas (spin off) unit yang terus merugi perlu dipertimbangkan. Penambahan
unit bisnis baru, jika diinginkan, sebaiknya yang terkait dengan bisnis utama, dengan
memperhatikan resource base dan core competency yang dimiliki, serta mitra sinergi yang
memiliki corporate value yang bersesuaian. Era diversifikasi bermotifkan perluasan
jabatan sebaiknya diakhiri.

Anda mungkin juga menyukai