com)
TB Paru Asma Bronkial Pneumonia PPOK Kanker Paru Edema Paru Bronkiektasis Gagal Nafas Bronkitis Akut Empiema Abses Paru Aspirasi Cairan Pleura Pleurodesis
2 11 14 18 21 23 24 25 26 27 28 29 31
CATATAN: Buku ini hanya penyederhanaan dan penggabungan dari buku Pedoman Paru yang dikeluarkan PDPI, Protap Paru RSUD Ulin dan pedoman dari Global Initiative for Asthma
TB PARU
A. Patogenesis 1. Tuberkulosis Primer Kuman TB saluran napas bersarang di jaringan paru memebentuk sarang primer afek primer peradangan saluran getah bening menuju hilus (Iimfangitis lokal) pembesaran kelenjer getah bening di hilus (Iimfadenitis regional). Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya) b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah. Penyebaran juga terjadi ke dalam usus. c. Penyebaran secara hematogen dan Iimfogen. Sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. 2. Tuberkulosis post-primer Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis postprimer. Tuberkulosis post primer mempunyai macam-macam nama, tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menulari sekitarnya. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan: 1. Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat 2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti, bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
3
2. TB Ekstra Paru a. TB ekstra paru ringan Misalnya : TB kelenjer limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjer adrenal. b. TB ekstra paru berat : Misalnya : meningitis, millier, parikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin. C. Anamnesis 1. Gejala respiratorik c. Batuk 3 minggu d. Batuk darah e. Sesak napas f. Nyeri dada (TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadentis tuberkulosis akan terjadi pembesaran KGB yang lambat dan tidak nyeri) 2. Gejala sistemik a. Demam b. Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun D. Pemeriksaan Fisik Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. - suara napas bronkial, amforik, - suara napas melemah, ronki basah - tanda-tanda penerikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga pleura. - perkusi pekak - suara napas yang melemah tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada Iimfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran KGB tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang didaerah ketiak. Pemeriksaan kelenjer tersebut dapat menjadi cold abscess. E. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan spesimen
Pengobatan Suportif / Simtomatik a. Makan-makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (tidak ada larangan makanan untuk penderita tuberkulosis) b. Bila demam obat penurunan panas/demam c. Bila perlu obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain. Indikasi rawat inap : Batuk darah (profus) Keadaan umum buruk Pneumotoraks Empiema Efusi pleura masif / bilateral Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB ekstra paru yang mengancam jiwa : TB paru milier 9
G. Evaluasi Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopi BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopi BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
12
ASMA BRONKIAL
A. Mekanisme dasar terjadinya asma bronkial FAKTOR RESIKO
INFLAMASI
PENCETUS GEJALA Inflamasi Akut 1. Reaksi Asma Tipe Cepat: Alergen terikat pada IgE yang menempel pada sel mast degranulasi sel mast mengeluarkan preformed mediator (histamin, protease, leukotrin, prostaglandidn dan PAF) kontraksi otot polos bronkus sekresi mukus dan vasodilatasi. 2. Reaksi Fase Lambat: timbul antara 6 9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag. Inflamasi Kronik Berbagai sel terlibat dan teraktivasi: limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus. Bakat yang Pengaruh diturunkan : B. Faktor risiko terjadinya asma lingkungan : Pejanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma, Asma Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma Alergen Atopi / Alergik Hipereaktivisi bromkus Infeksi pernapasan Asap rokok / polusi udara
Faktor yang Diet Asimptomatik atau Asma memodifikasi dini Status sosioekonomi Penyakit genetik Manifestasi Klinis asma 13 (Perubahan ireversibel pada struktur dan fungsi jalan napas)
F. Diagnosis Banding
Dewasa Penyakit paru Obstruksi Kronik Bronkitis kronik Gagal Jantung Kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis (misal tumor) Emboli Paru G. Klasifikasi
Derajat Step 1 Intermittent Step 2 Mild persistent
Anak Benda asing di saluran napas Laringotrakeomalasia Pembesaran kelenjar limfe Tumor Stenosis trakea Bronkiolitis
Terapi Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Medikasi 1x/hari - Bisa ditambahkan bronkodilator long acting Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Kortikosteroid inhaler harian - bronkodilator long acting harian Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Kortikosteroid inhaler harian - bronkodilator long acting harian - Kortikosteroid oral Obat reliever: Beta agonis inhaler
Kekambuhan/serangan Kurang dari 1 kali dalam seminggu Asimptomatis dan PEF normal di antara serangan Satu kali atau lebih dalam 1 minggu
Setiap hari Menggunakan B2 agonis setiap hari. Serangan mempengaruhi aktivitas Terus menerus. Aktivitas fisik terbatas
H. Terapi 15
Kortikosteroid - inhalasi Beclomethasone Budesonide Fluticasone Sodium Cromoglycate Sodium Nedocromil Antileukotrien Salmeterol memberikan proteksi terhadap berbagai macam stimulus yang mengakibatkan bronkokonstriksi. Salmeterol mempunyai mula kerja yang lambat sehingga tidak cocok unutk asma yang akut. Jenis-jenis Inhaler pMDI (pressurised metered dose inhaler) pMDI plus spacer DPI (dry powder inhaler)
16
PNEUMONIA
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). (Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk). Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)disebut pneumonitis A. Etiologi di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob B. Klasifikasi 1. Berdasar klinis dan epidemiologis : a. Pneumonia komuniti b. Pneumonia nosokomial c. Pneumonia aspirasi d. Pneumonia pada penderita immunocompromised. 2. Berdasar bakteri penyebab a. Pneumonia bakterial / tipikal. b. Pneumonia atipikal, disebebkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia. c. Pneumonia virus d. Pneumonia jamur. Pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 3. Berdasar predileksi infeksi a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misal : Pada aspirasi benda asing, atau proses keganasan. b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua, Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. c. Pneumonia interstisial C. Anamnesis - demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 C - batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah - sesak napas - nyeri dada. D. Pemeriksaan fisis - tergantung dari luas lesi di paru. - I : bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, - P : fremitus dapat mengeras - P : redup - A : suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah kasar pada stadium resolusi.
E. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologis Foto toraks (PA / lateral ): infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram , penyebaran bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. - Gambaran pneumonia lobaris Sitreptococcus pneumonia - infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia Pseudomonas aeruginosa - konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan Klebsiela pneumoniae b. Laboratorium - Leukositosis - Shift to the left - peningkatan LED - diagnosis etiologi: pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. - Analisis gas darah hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik Tanda dan gejala Onset Suhu Batuk Dahak Gejala lain Gejala diluar paru Pewarnaan Gram (-) Radiologis Laboratorium Gangguan fungsi hati P.atipik gradual kurang tinggi non produktif mukoid nyeri kepala, mialgia Sakit tenggorokan, suara parau, Nyeri telinga. sering flora normal atau spesifik patchy atau normal leukosit normal kadang rendah sering P.tipik akut tinggi, menggigil produktif purulen Jarang lebih jarang kokus Gram (+) atau konsolidasi lobar lebih tinggi jarang
F. Pengobatan a. Penderita rawat jalan Pengobatan suportif / simptomatik - Istirahat di tempat tidur - Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi - Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas - Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam.
b. Penderita rawat inap diruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik (sesuai bagan) kurang dari 8 jam Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap ruang rawat biasa ; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif. G. Komplikasi Efusi pleura Empiema Abses paru Pneumotoraks Gagal napas Sepsis H. Pneumonia Berat Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria di bawah ini. - Kriteria minor : Frekuensi napas > 30/menit PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg - Kriteria mayor: Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah > 50% Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) Kreatinin serum 2 mg/dl atau peningkatan 2 mg/dl, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.
PPOK
( Penyakit Paru Obstruktif Kronik ) penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena : - Emfisema merupakan diagnosis patologis - Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis Selain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas. A. Faktor Risiko Asap rokok Polusi udara Infeksi saluran napas bawah bertulang B. Anamnesis batuk produksi sputum sesak napas aktiviti terbatas
Gejala eksaserbasi akut - batuk bertambah - produksi sputum bertambah - sputum berubah warna - sesak napas bertambah - keterbatasan aktiviti bertambah - terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik - penurunan kesadaran C. Pemeriksaan fisik - barrel chest - Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Fremitus melemah, sela iga melebar - Hipersonor - Suara napas vesikuler melemah atau normal - Ekspirasi memanjang - Mengi D. Gambaran Radiologi - Hiperinflasi - Hiperlusen - Diafragma mendatar - Pelebaran sela iga
- Corakan bronkovaskuler meningkat - Bulla - Jantung pendulum E. Diagnosis Banding Onset Riwayat PPOK usia pertengahan lama merokok Asma usia dini alergi, rintis dan atau eksim Riyawat asma dalam keluarga Gejala bervariasi dari hari ke hari Gejala pada waktu malam/dini hari Wheezing Kebanyakan normal umumnya reversibel CHF Usia tua atau pertengahan Riwayat hipertensi
Keluhan
Sesak saat aktiviti Gejala progresif lambat Hipersonor Hiperinflasi, Hiperlusen, Diafragma mendatar umumnya ireversibel
sesak
Ronki basah halus di basal paru pembesaran jantung dan edema paru
F. Penatalaksanaan 4 komponem program tatalaksana : 1. Evaluasi dan monitor penyakit 2. Menurunkan faktor risiko berhenti merokok 3. Tatalaksana PPOK stabil 4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK 1. Optimalisasi penggunaan obat-obatan b. Bronkodilator Agonis beta -2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi (nebuliser) Xantin intravena (bolus dan drip) c. Kortikosteroid sistemik d. Antibiotik Gol. Makrolid baru Gol. Kuinolon respirasi Sefalosporin generasi III/IV e. mukolitik f. ekspektoran 2. Terapi oksigen 3. Terapi nutrisi 4. Rehabilitasi fisik dan respirasi 5. Evaluasi progresfiti penyakit
6. Edukasi Indikasi rawat ICU - Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat. - Kesedaran menurun, letargi, atau kelamahan otot-otot respirasi - Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan ventilasi mekanik invasif atau noninvasif.
KANKER PARU
A. Gejala Klinis Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) Batuk darah Sesak napas Suara serak Sakit dada Sulit / sakit menelan Benjolan di pangkal leher Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat. Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti : Berat badan berkurang Nafsu makan hilang Demam hilang timbul Sindrom paraneoplastik, seperti Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropatia. B. Pemeriksaan Penunjang a. Foto toraks PA/lateral: kelainan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Mendukung keganasan: tepi iregular, identasi pleura, tumor satelit, invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner. b. CT-Scan toraks Dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Tandatanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik c. Pemeriksaan radiologik lain Kekurangan foto toraks maupun CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis di luar rongga toraks (metastasis jauh). Untuk maksud itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya brain-CT, bone survey, USG abdomen Pemeriksaan khusus a. Bronkoskopi b. Biopsi aspirasi jarum c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB) e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB) f. Torakoskopi medik g. Sitologi sputum
C. Pengobatan Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy 1. Pembedahan Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk stage I dan II. Pada penderita yang inoperabel maka radioterapi dan/atau kemoterapi dapat diberikan. Pemebedahan juga merupakan bagian dari combined modality therapy, misalnya didahului kemoterapi neoadjuvan untuk stage IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervasi bedah, seperti kanker paru dengan sindrom vena superior berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi ataupun pneumonektomi. 2. Radioterapi Radioterapi dapat bersifat terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi kuratif, menjadi bagian dari kemoradioterapi neoadjuvan untuk stage IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu. Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah : a. Hb > 10 g % b. Trombosit > 100.000 /mm3 c. Leukosit > 3000 / dl 3. Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan ( performance status ) harus lebih dari 60 menurut skala karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat antikanker dapat dilakukan. Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 siklus/sekuen, bila penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (siklus) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian. Evaluasi dilakukan terhadap : - Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal - Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan - Respons obyektif - Efek samping obat 4. Imunoterapi 5. Hormonoterapi 6. Terapi gen
Gejala Klinis ARDS dapat terjadi selama 12-48 jam sampai beberapa hari, berupa dispnea hipoksemia dengan pernafasan cepat dan dangkal. Umumnya penderita membutuhkan intubasi & ventilator.
D. Laboratorium Analisa gas darah abnormal: FiO2 < 200 Alkalosis respirasi asidosis respiratorik karena eliminasi CO2 Leukositosis/leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang terjadi DIC akibat sepsis, trauma berat atau trauma kepala. MODS gangguan faal hati E. Foto thoraks infiltrat difus bulateral ringan atau tebal sesuai gambaran edema paru, interstisial atau alveolar, bercakbercak atau konfluens. F. Terapi 1. Pemasangan intubasi dan ventilator 2. Obat-obat tidak spesifik: kortikosteroid, NO inhalasi 3. Perfluokarbon, penggunaan surfaktan aerosol, PGE1, Almitrin untuk stimulasi pernafasan 4. Ketokonasol obat jamur yang dapat menghambat beberapa jalur proinflamatori 5. Pengaturan cairan dengan mereduksi volume intravaskuler menggunakan diuretika 6. Posisi Prone, telentang telungkup dapat memperbaiki oksigenasi.
BRONKIEKTASIS
pelebaran bronkus yang menetap. Dapat disebabkan kel kongenital, infeksi kronik, faktor mekanis D. Gejala Klinis - Batuk-batuk dengan banyak sputum - sputumSering berbau busuk. - Batuk terutama timbul pada perubahan posisi. - Bisa didapatkan batuk darah berulang. E. Foto rontgen toraks PA = honeycomb appearance. F. Diagnosis Banding - Bronkitis kronis. - Fibrosis kistik. - Tuberkulosis. G. Terapi Antibiotik. Mukolitik (asetil sistein), vitamin A, vitamin E, dan vitamin C. Fisioterapi postural drainage, bila tak menolong lakukan bronkoskopi. Pembedahan bila: berulang atau massif atau Batuk dengan sputum yang terus mengganggu.
GAGAL NAFAS
A. Gejala Klinis Non spesifik dan mungkin minimal walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia berat. Tanda utama kecapaian pernafasan: penggunaan otot bantu nafas, gerakan abdomen paradoksal takipnea, takikardia, tidal volume , pola nafas ireguler atau gasping gerakan abdomen paradoksal. Hipoksemia akut aritmia jantung & koma Hiperkapnia asidemia peningkatan drive ventilasi kapasitas buffer di otak penurunan rangsangan pH di otak drive Asidemia hebat (pH < 7,3) vasokontriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi & kepekaan jantung aritmia B. Pemeriksaan Penunjang Analisa gas darah Evaluasi fungsi neuromuskular pola pernafasan dan uji fungsi paru Perhitungan fraksi dead space dan produksi CO2 C. Terapi Pemberian O2 Peningkatan fraksi O2 memperbaiki PaO2 sampai 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan mencegah hipertensi pulmonal. Pemberian O2 berlebih memperberat hiperkapnia Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki & mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis, dll. Usahakan Hb 10-12 g/dl Tekanan positif seperti CPAP, BiPAP dan PEEP Perbaiki elektrolit, balans pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, peningkatan sekret trakeobronkial, dan infeksi Kortikosteroid jarang diberikan secara rutin Perubahan posisi tiduran meningkatkan volume paru = 5-12 cm H2O PEEP Posisi Prone baik untuk penderita ARDS. Drainase sekret trakeobronkial yg kental : mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yg dihirup, perkusi, vibrasi dada & latihan batuk efektif. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi Bronkodilator jika timbul bronkospasme Intubasi dan ventilator jika terjadi asidemia, hipoksemia & disfungsi sirkulasi progresif
BRONKITIS AKUT
= proses radang akut yang pada umumnya disebabkan oleh virus. Akhir akhir ini ternyata banyak juga disebabkan oleh Mycoplasma dan Chlamydia. A. Gejala Klinis Batuk-batuk biasanya dahak jernih sakit tenggorok nyeri dada biasa disertai tanda bronkospasme. Demam tidak terlalu tinggi.
B. Pemeriksaan Penunjang - Foto rontgen toraks, untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia atau tuberculosis. Pada bronchitis akut tidak terlihat kelainan di foto thorax - Pemeriksaan serologi untuk melihat infeksi Mycoplasma atau Chlamydia C. Diagnosis Banding: Pneumonia, Tuberkulosis. D. Terapi - Simtomatis bila disebabkan virus. - Bila infeksi karena Mycoplasma atau Chlamydia dapat diberi : Tetrasiklin 4 x 500 mg atau Doksisiklin 2 x 100 mg atau Eritromisin 4 x 500 mg
EMPIEMA
infeksi yang disertai penggumpalan nanah di dalam rongga pleura A. Anamnesis - Batuk-batuk - demam - sesak napas. B. Pemeriksaan Fisik - Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan - perkusi pekak - mediastinum terdorong ke sisi yang sehat - suara napas melemah. - Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil karena terbentuknya schwarte. C. Pemeriksaan Penunjang - Foto toraks - Pungsi pleura untuk menentukan penyebabnya, apakah kuman, parasit atau jamur. D. Diagnosis Banding - Pleuritis eksudativa - Abses - Tumor E. Terapi Drainase nanah dengan WSD yang cukup besar agar nanah keluar dengan lancar. Bila nanah kental dilakukan pencucian rongga pleura dengan larutan NaCL 0.9 % 500 ml ditambah dengan 25 ml larutan povidon iodine (betadine solution) setiap hari sampai rongga pleura bersih. Antibiotik sesuai kuman penyebabnya. Bila dalam 2 minggu tidak membaik perlu dilakukan tindakan operasi.
ABSES PARU
peradangan di jaringan paru yang disertai pembentukan rongga yang berisi nanah. A. Gejala Klinis - Demam tinggi. - Batuk mula-mula sedikit dahaknya, suatu saat dahak dapat banyak sekali karena rongga abses berhubungan dengan bronkus yang agak besar dan isi abses dibatukkan keluar. Seringkali dahak berbau busuk atau bercampur darah. - Nyeri dada - sesak napas. - Biasanya dijumpai ronki basah. B. Pemeriksaan Penunjang - Foto rontgen toraks PA dan lateral. - Laboratorium : leukositosis, LED meninggi.. - Pemeriksaan sputum , pewarnaan Gram, Kultur dan pemeriksaan resistensi terhadap antibiotik. C. Diagnosis Banding: Empiema, Bulla yang terinfeksi. D. Terapi - Penisillin 2 x 1.2 juta sampai rongga abses menutup. - Kloramfenikol 4 x 500 mg selama 2 minggu. - Bila dahak berbau busuk yang umumnya disebabkan infeksi kuman anaerob ditambahkan metronidazol 3 x 500 mg. - Obat pilihan lain amoksillin + asam klavulanat 3 x 1 g selama 3-5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg sampai rongga abses menutup, Clindamycin 2 x 500 mg E. Penyulit: Hemoptisis massif, sepsis
C. Kontraindikasi Absolut : Tidak ada Relatif : - Keadaan umum buruk, kecuali punksi pleura dengan tujuan terapeutik - Infeksi kulit yang luas di daerah punksi - Kelainan hemostasis D. Prosedur : Bahan dan alat : - Stetoskop - Sarung tangan steril - Spuit 5 cc dan 50 cc - Kateter vena No. 14 - Blood set - Lidocain 2% - Alkohol 70% -
Pasien dipersiapkan dengan posisi duduk atau setengah duduk, sisi yang sakit menghadap dokter yang akan melakukan punksi. Beri tanda (dengan spidol atau pulpen) daerah yang akan di punksi Pada linea aksilaris anterior atau linea midaksilaris. Desinfeksi pasang duk steril Anestesi lidokain 2% dimulai dari subkutis, lalu tegak lurus ke arah pleura (lakukan tepat di daerah sela iga), keluarkan lidokain perlahan hingga terasa jarum menembus pleura. Pastikan tidak ada perdarahan. Jika jarum telah menembus ke rongga pleura, kemudian dilakukan aspirasi beberapa cairan pleura. Bila jumlah cairan yang dibutuhkan untuk diagnostik telah cukup, tarik jarum dengan cepat dengan arah tegak lurus pada saat ekspirasi dan bekas lukatusukan segera ditutup dengan
kasa betadin, tetapi jika bertujuan terapeutik maka pada lokasi yang sama dapat segera dilakukan pengeluaran cairan / udara dengan teknik aspirasi sebagai berikut : Dengan menggunakan kateter vena No. 14 Tusukkan kateter vena No. 14 pada tempat yang telah disiapkan dan apabila telah menembus pleura, piston jarum di tarik lalu disambung dengan bloodset. Dilakukan sampai dengan jumlah cairan didapatkan 1000 cc, indikasi lain untuk penghentian aspirasi adalah timbul batuk batuk. Dengan bantuan tree way stopcock / jarum pipa dengan stopkran. Pasang jarum ukuran 18 pada sisi 1 dari stopkran, selang infus set pada sisi 2 (untuk pembuangan) dan spuit 50 cc pada sisi 3 (untuk aspirasi). Teknik : a. Tusukkan jarum melalui ruang interkosta dengan posisi kran menghubungkan rongga pleura dan spuit, sedangkan hubungan dengan selang pembuangan terputus. Setelah jarum mencapai rongga pleura dilakukan aspirasi sampai spuit terisi penuh. b. Kemudian posisi kran diubah sehingga arah ke rongga pleura tertutup dan terjadi hubungan antara spuit dengan selang pembuangan cairan pleura. Kran kembali diputar ke posisi (a), dilakukan aspirasi sampai spuit terisi penuh, kran diputar ke posisi (b) dan cairan pleura dibuang. Prosedur ini dilakukan berulang sampai aspirasi selesai dan selanjutnya jarum dapat dicabut. E. Interpretasi : - Makroskopis cairan : santokrom, serosantokrom, serohemoragis, hemoragis, pus. - Jenis cairan : Transudat : uji Rivalta (-), analisis :protein < 3 gr/dl, leukosit < 1000 sel/ml, glukosa glukosa serum, LDH sama atau sedikit lebih tinggi dibanding LDH serum. Eksudat : uji Rivalta (+), analisis : Rasio kandungan cairan pleura dibanding serum untuk protein > 0,5 dan LDH > 0,6 serta perbandingan antara LDH cairan pleura dengan batas angka normal adalah > 2/3.
PLEURODESIS
Adalah tindakan untuk melekatkan pleura parietalis dan visceralis dengan instilasi bahan sklerosan. A. Indikasi : - Pneumotoraks berulang - Pneumotoraks dengan lesi luas Efusi pleura ganas B. Kontra Indikasi : - Absolut : Tidak ada - Relatif : Kelainan faal hemostasis (sesuai KI pemasangan kateter toraks). C. Bahan dan alat - Tetrasiklin 1000 mg atau bleomisin 40 mg / 5 FU / talk steril - Lidocain 5 ampul - Spuit 50 cc D. Prosedur Tindakan : - Posisi pasien duduk - Siapkan O2 - Berikan lidocain 2% melalui selang WSD, kemudian pasien diubah ubah posisinya agar merata di seluruh permukaan pleura. - Masukkan zat tetrasiklin yang telah dilarutkan - Bilas dengan NaCl - Pasien diubah ubah posisinya - Klem WSD selama 2 jam - Klem dipasang continuous suction dengan tekanan 20 cm H2O - Observasi efek samping - WSD dilepas setelah 2 x 24 jam E. Interpretasi : - Paru tetap mengembang - Efusi pleura berkurang atau minimal