Anda di halaman 1dari 33

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.

com)

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com) DAFTAR ISI

TB Paru Asma Bronkial Pneumonia PPOK Kanker Paru Edema Paru Bronkiektasis Gagal Nafas Bronkitis Akut Empiema Abses Paru Aspirasi Cairan Pleura Pleurodesis

2 11 14 18 21 23 24 25 26 27 28 29 31

CATATAN: Buku ini hanya penyederhanaan dan penggabungan dari buku Pedoman Paru yang dikeluarkan PDPI, Protap Paru RSUD Ulin dan pedoman dari Global Initiative for Asthma

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

TB PARU
A. Patogenesis 1. Tuberkulosis Primer Kuman TB saluran napas bersarang di jaringan paru memebentuk sarang primer afek primer peradangan saluran getah bening menuju hilus (Iimfangitis lokal) pembesaran kelenjer getah bening di hilus (Iimfadenitis regional). Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya) b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah. Penyebaran juga terjadi ke dalam usus. c. Penyebaran secara hematogen dan Iimfogen. Sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. 2. Tuberkulosis post-primer Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis postprimer. Tuberkulosis post primer mempunyai macam-macam nama, tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menulari sekitarnya. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan: 1. Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat 2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti, bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
3

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang sebutkan diatas. b. Dapat pula memadat dan membungkus diri dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan sebagai bintang (stellate shaped). B. Klasifikasi 1. TB Paru tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam : a. Tuberkulosis paru BTA (+) 2 dari 3 spesimen dahak positif Satu spesimen dahak positif + radiologi tuberkulosis aktif. Satu spesimen dahak positif + biakan positif b. Tuberkulosis paru BTA (-) dahak 3 kali negative + gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif + tidak respons antibiotik spektrum luas dahak negatif + biakan negatif + gambaran radiologik positif 2. Berdasarkan tipe penderita a. Kasus baru belum pernah mendapat OAT atau menelan OAT kurang dari satu bulan b. Kasus kembuh ( relaps ) pernah mendapat OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. c. Kasus pindahan (transfer) sedang pengobatan di kabupaten lain pindah berobat ke kabupaten ini. d. Kasus lalai berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. e. Kasus gagal penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih penderita BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan. f. Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategoti 2 dengan pengawasan yang baik. g. Kasus bekas TB mikroskopik negatif
4

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


Gejala klinik tidak ada Radiologik lesi TB inaktif Riwayat pengobatan OAT yang adekuat

2. TB Ekstra Paru a. TB ekstra paru ringan Misalnya : TB kelenjer limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjer adrenal. b. TB ekstra paru berat : Misalnya : meningitis, millier, parikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin. C. Anamnesis 1. Gejala respiratorik c. Batuk 3 minggu d. Batuk darah e. Sesak napas f. Nyeri dada (TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadentis tuberkulosis akan terjadi pembesaran KGB yang lambat dan tidak nyeri) 2. Gejala sistemik a. Demam b. Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun D. Pemeriksaan Fisik Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. - suara napas bronkial, amforik, - suara napas melemah, ronki basah - tanda-tanda penerikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga pleura. - perkusi pekak - suara napas yang melemah tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada Iimfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran KGB tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang didaerah ketiak. Pemeriksaan kelenjer tersebut dapat menjadi cold abscess. E. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan spesimen

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


1. Bahan pemeriksaan: dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavege/BaL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH) 2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara : A. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) B. Dahak pagi (keesokan harinya) C. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi ) Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampung 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. - Pemeriksaan Radiologik foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. (Pemeriksaan lain atas indikasi : foto toraks apiko-lordotik, ablik, CT-Scan) 1. TB aktif : a) bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atau dan segmen superior lobus bawah paru b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular c) Bayangan bercak milier d) Efusi pleura unilateral 2. TB inaktif a) Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan segmen superior bawah paru b) Kalsifikasi c) Penebalan pleura Luas proses yang tampak pada foto toraks: 1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak diatas chondrostemal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebrata torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga 11) dan tidak dijumpai kaviti 2. Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal Pemeriksaan Darah 1. Laju endap darah (LED) 2. Pemeriksaan serologi: a. Enzym linked immunosorbent assay ( ELISA) b. Mycodot c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Pemeriksaan lain a. analisis cairan pleura & uji Rivalta pada penderita efusi pleura Rivalta positif dan kesan cairan eksudat b. Polymerase chain reastion (PCR) Uji tuberkulin
6

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


F. Pengobatan Tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase: - fase intensif (2-3 bulan) - fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Obat Anti Tuberkulosis 1. Jenis obat utama yang digunakan adalah : a. Rifampisin b. INH c. Pirazinamid d. Streptomisin e. Etambutol 2. Kombinasi dosis tetap ( Fixed dose combination ) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat antituberkulosis, yaitu rifamsinin, INH, pirazinamid dan etambutol dan 3 obat antituberkulosis, yaitu rifampisin, INH dan pirazinamid. 3. Jenis obat tambahan lainnya a. Kanamisin b. Kuinolon c. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amaksilin + asam klavulanat d. Derivat rifampisin dan INH Dosis OAT 1. Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x / minggu atau BB > 60 kg : 600 mg BB 40-60 kg : 450 mg BB < 40 kg : 300 mg Dosis intermiten 600 mg/ kali 2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, - 10 mg/kg BB 3 x seminggu, - 15 mg/kg BB 2 x seminggu - 300 mg/hari untuk dewasa. - Intermiten : 600 mg / kali 3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x seminggu, 50 mg/kg BB 2 x seminggu atau : BB > 60 Kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg 4. Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutkan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3 x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau: BB > 60 kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg Dosis intermiten 40 mg/kg BB /kali
7

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


5. Streptomisin : 15 mg/kg BB/kali BB > 60 kg : 1000 mg BB 40-60 kg : 750 mg BB < 40 kg : sesuai BB 6. Kon\mbinasi dosis tetap Efek samping OAT : 1. Isoniazid (INH) - Efek samping ringan: tanda-tanda keracunan pada syarat tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin ( syndrom pellagra) - Efek samping berat : hepatitis. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus. 2. Rifampisin a. Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang Sindrom perut Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan b. Efek samping yang berat tapi jarang: Hepatitis Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat. Air mata, air liur. karena proses metabolisme obat 3. Pirazinamid Efek samping utama: hepatitis, Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan sarangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan sisebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbuhan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain. 4. Etambutol Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi. 5. Streptomisin Efek samping utama: kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Gejala efekya samping yang terlibat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan.
8

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin. Panduan Obat Anti Tuberkulosis
Kategori I ( 2 HRZE/4H3R3 atau 2 HRZE/4HR atau 2 HRZE/6HE ) ~ Penderita baru TBC Paru BTA (+) ~ Penderita TBC Paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat dan ~ Penderita TBC Ekstra Paru berat - Kategori II ( 2 HRZES/HRZE/5H3R3E3 atau 2 HRZES/HRZE/5HRE) ~ Penderita kambuh (relaps) ~ Penderita gagal ( failure ) ~ Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) - Kategori III ( 2HRZ/4 H3R3 atau 2HRZ/4HR atau 2HRZ/6HE ) ~ Penderita baru BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan ~ Penderita Ekstra Paru ringan - Kategori IV ( Sesuai Uji Resistensi atau INH seumur hidup ) ~ Penderita TB Paru kasus kronik KETERANGAN R = Rifampisin, Z = Pirazinamid, H = INH, E = Etambutol S = Streptomisin. Pada kasus dengan resistensi kuman, pilihan obat ditentukan sesuai hasil uji resistensi.

Dosis obat berdasarkan berat badan :


Jenis obat R H Z S E BB < 30 kg 300 mg 300 mg 750 mg 500 mg 500 mg BB 30 50 kg 450 mg 300 mg 1000 mg 750 mg 750 mg BB > 50 kg 600 mg 400 mg 1500 mg 750 mg 1000 mg

Pengobatan Suportif / Simtomatik a. Makan-makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (tidak ada larangan makanan untuk penderita tuberkulosis) b. Bila demam obat penurunan panas/demam c. Bila perlu obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain. Indikasi rawat inap : Batuk darah (profus) Keadaan umum buruk Pneumotoraks Empiema Efusi pleura masif / bilateral Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB ekstra paru yang mengancam jiwa : TB paru milier 9

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


Meningitis TB

G. Evaluasi Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopi BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopi BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh.

H. Pengobatan tuberkulosis pada keadaan khusus


TB milier 1. Rawat inap 2. Paduan obat : 2 RHZE / 4 RH 3. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang samapi dengan 7 bulan 2RHZE / 7 RH 4. Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan a. tanda / gejala meningitis b. sesak napas c. Tanda / gejala toksik d. Demam tinggi 5. Kortikosteroid : prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7, lama pemberian 4-6 minggu Pleuritis Eksudativa Tb ( Efusi Pleura Tb ) Paduan obat : 2 RHZE / 4RH Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan penderita. Ulangan evakuasi cairan bila diperlukan dan berikan kortikosteroid. TB Ekstra Paru Paduan obat 2 RHZE / 10 RH TB Paru + Diabetes Melitus 1. Paduan obat : 2 RHZ (E-S) / 4 RH dengan regulasi baik / gula darah terkontrol 2. Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E-S) / 7 RH 3. DM harus dikontrol 4. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata : sedangkan penderita DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata 5. Perlu diperlihatkan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes (sulfonil urea), sehinggga dosisnya perlu ditingkatkan 6. Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan TB paru dengan HIV / AIDS 1. Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomondasi ATS yaitu : 2 RHZE / RH diberikan sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak 2. Menurut WHO paduam obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS 3. Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit 4. Obat suntik kalau dapat dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin 10

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


5. Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (mis INH, rifampisin) karena mengakibatkan toksik yang serius pada hati 6. INH diberikan terus menerus seumur hidup 7. Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi TB pada kehamilan dan menyusui 1. Tidak ada infeksi pengguguran pad penderita TB dengan kehamilan 2. OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin 3. Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinys kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi 4. Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan OAT dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan 5. Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang. TB paru gagal ginjal 1. Jangan menggunakan OAT streptomisin, kanamisin dan capreomycin 2. Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan pengawasan kreatinin 3. Sedapat mungkin dosis disesuikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, Kreum, Kreatnin) 4. Rujuk ke ahli Paru TB paru dengan kelainan hati 1. Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan 2. Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh digunakan 3. Paduan obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO : 2 SHRE / 6 RH atau 2 SHE / 10 HE 4. pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik, sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH 5. Sebaiknya rujuk ke ahli paru Hepatitis Imbas Obat 1. Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced hepatitis) 2. Penatalaksanaan a. Bila klinik (+) (Ikterik [ +], gejala / mual, muntah [+]) OAT Stop b. Bila klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan : c. Bilirubin > 2 OAT stop SGOT, SGPT 5 X : OAT Stop SGOT, SGPT 3 X, gejala (+) : OAT stop SGOT, SGPT 3 X, gejala (-) teruskan pengobatan dengan pengawasan Paduan OAT yang dianjurkan : 1. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ) 2. Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). sela ma itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium normal tambahkan rifampisin, 11

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


desensitisasi samapi dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES

12

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

ASMA BRONKIAL
A. Mekanisme dasar terjadinya asma bronkial FAKTOR RESIKO

INFLAMASI

HIPERESPONSIF JALAN NAPAS

OBSTRUKSI JALAN NAPAS

PENCETUS GEJALA Inflamasi Akut 1. Reaksi Asma Tipe Cepat: Alergen terikat pada IgE yang menempel pada sel mast degranulasi sel mast mengeluarkan preformed mediator (histamin, protease, leukotrin, prostaglandidn dan PAF) kontraksi otot polos bronkus sekresi mukus dan vasodilatasi. 2. Reaksi Fase Lambat: timbul antara 6 9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag. Inflamasi Kronik Berbagai sel terlibat dan teraktivasi: limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus. Bakat yang Pengaruh diturunkan : B. Faktor risiko terjadinya asma lingkungan : Pejanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma, Asma Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma Alergen Atopi / Alergik Hipereaktivisi bromkus Infeksi pernapasan Asap rokok / polusi udara

Faktor yang Diet Asimptomatik atau Asma memodifikasi dini Status sosioekonomi Penyakit genetik Manifestasi Klinis asma 13 (Perubahan ireversibel pada struktur dan fungsi jalan napas)

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


Faktor Risiko Pada Asma Faktor Pejamu Prediposisi genetik Atopi Hiperesponsif jalan napas Jenis Kelamin Ras / etnik Faktor Lingkungan Alergen di dalam ruangan Mite domestik Alergen binatang Alergen kecoa Jamur (fungi, molds, yeasts) Alergen di luar ruangan Tepung sari bunga Jamur (fungi, molds, yeasts) Asap rokok Polusi udara Infeksi pernapasan Infeksi parasit Status sosioekonomi Besar keluarga Diet dan obat Exercise dan hiperventilasi Perubahan cuaca Sulfur dioksida Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan Ekspresi emosi yang berlebihan Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray) C. Anamnesis Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak Bersifat episodik, sering kali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala timbul / memburuk terutama malam / dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit : Riwayat keluarga (atopi) Riwayat alergi / atopi Penyakit lain yang memberatkan Perkembangan penyakit dan pengobatan D. Pemeriksaan Fisik - Wheezing mengi pada auskultasi. - sesak napas - hiperinflasi. 14

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


- pada sarangan yang sangat berat disertai gejala lain: sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas. E. Pemeriksaan Penunjang Spirometri Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP 1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2 - 3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1 / KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Uji Provokasi Bronkus Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik. Pengukuran Status Alergi Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE.

F. Diagnosis Banding
Dewasa Penyakit paru Obstruksi Kronik Bronkitis kronik Gagal Jantung Kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis (misal tumor) Emboli Paru G. Klasifikasi
Derajat Step 1 Intermittent Step 2 Mild persistent

Anak Benda asing di saluran napas Laringotrakeomalasia Pembesaran kelenjar limfe Tumor Stenosis trakea Bronkiolitis
Terapi Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Medikasi 1x/hari - Bisa ditambahkan bronkodilator long acting Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Kortikosteroid inhaler harian - bronkodilator long acting harian Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Kortikosteroid inhaler harian - bronkodilator long acting harian - Kortikosteroid oral Obat reliever: Beta agonis inhaler

Kekambuhan/serangan Kurang dari 1 kali dalam seminggu Asimptomatis dan PEF normal di antara serangan Satu kali atau lebih dalam 1 minggu

Step 3 Moderate persistent

Setiap hari Menggunakan B2 agonis setiap hari. Serangan mempengaruhi aktivitas Terus menerus. Aktivitas fisik terbatas

Step 4 Severe persistent

H. Terapi 15

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)


Obat-obatan pada asma bronkial secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Reliver medication termasuk golongan ini adalah bronkodilator baik agonis 2 waktu kerja pendek maupun teofilin dan garamnya Controller medication termasuk golongan ini adalah obat-obat antiinflamasi antara lain: kortikosteroid, kromolin, ketotifen, sodium nedocromil, agonis 2 masa kerja panjang dan antileukotrien.
Obat Kontroller - Kortikosteroid inhaler - Kortikosteroid sistemik - Sodium kromoglikat - Nedokromil sodium - Teofilin sustained release - Beta 2 agonis long acting - Ketotifen Obat Reliever - Beta 2 agonis short acting inhaler - Kortikosteroid sistemik - Antikolinergik - Beta 2 agonis short acting oral - Teofilin short acting

Kortikosteroid - inhalasi Beclomethasone Budesonide Fluticasone Sodium Cromoglycate Sodium Nedocromil Antileukotrien Salmeterol memberikan proteksi terhadap berbagai macam stimulus yang mengakibatkan bronkokonstriksi. Salmeterol mempunyai mula kerja yang lambat sehingga tidak cocok unutk asma yang akut. Jenis-jenis Inhaler pMDI (pressurised metered dose inhaler) pMDI plus spacer DPI (dry powder inhaler)

16

PNEUMONIA
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). (Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk). Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)disebut pneumonitis A. Etiologi di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob B. Klasifikasi 1. Berdasar klinis dan epidemiologis : a. Pneumonia komuniti b. Pneumonia nosokomial c. Pneumonia aspirasi d. Pneumonia pada penderita immunocompromised. 2. Berdasar bakteri penyebab a. Pneumonia bakterial / tipikal. b. Pneumonia atipikal, disebebkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia. c. Pneumonia virus d. Pneumonia jamur. Pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 3. Berdasar predileksi infeksi a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misal : Pada aspirasi benda asing, atau proses keganasan. b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua, Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. c. Pneumonia interstisial C. Anamnesis - demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 C - batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah - sesak napas - nyeri dada. D. Pemeriksaan fisis - tergantung dari luas lesi di paru. - I : bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, - P : fremitus dapat mengeras - P : redup - A : suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah kasar pada stadium resolusi.

E. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologis Foto toraks (PA / lateral ): infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram , penyebaran bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. - Gambaran pneumonia lobaris Sitreptococcus pneumonia - infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia Pseudomonas aeruginosa - konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan Klebsiela pneumoniae b. Laboratorium - Leukositosis - Shift to the left - peningkatan LED - diagnosis etiologi: pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. - Analisis gas darah hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik Tanda dan gejala Onset Suhu Batuk Dahak Gejala lain Gejala diluar paru Pewarnaan Gram (-) Radiologis Laboratorium Gangguan fungsi hati P.atipik gradual kurang tinggi non produktif mukoid nyeri kepala, mialgia Sakit tenggorokan, suara parau, Nyeri telinga. sering flora normal atau spesifik patchy atau normal leukosit normal kadang rendah sering P.tipik akut tinggi, menggigil produktif purulen Jarang lebih jarang kokus Gram (+) atau konsolidasi lobar lebih tinggi jarang

F. Pengobatan a. Penderita rawat jalan Pengobatan suportif / simptomatik - Istirahat di tempat tidur - Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi - Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas - Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam.

b. Penderita rawat inap diruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik (sesuai bagan) kurang dari 8 jam Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap ruang rawat biasa ; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif. G. Komplikasi Efusi pleura Empiema Abses paru Pneumotoraks Gagal napas Sepsis H. Pneumonia Berat Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria di bawah ini. - Kriteria minor : Frekuensi napas > 30/menit PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg - Kriteria mayor: Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah > 50% Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) Kreatinin serum 2 mg/dl atau peningkatan 2 mg/dl, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.

PPOK
( Penyakit Paru Obstruktif Kronik ) penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena : - Emfisema merupakan diagnosis patologis - Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis Selain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas. A. Faktor Risiko Asap rokok Polusi udara Infeksi saluran napas bawah bertulang B. Anamnesis batuk produksi sputum sesak napas aktiviti terbatas

Gejala eksaserbasi akut - batuk bertambah - produksi sputum bertambah - sputum berubah warna - sesak napas bertambah - keterbatasan aktiviti bertambah - terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik - penurunan kesadaran C. Pemeriksaan fisik - barrel chest - Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Fremitus melemah, sela iga melebar - Hipersonor - Suara napas vesikuler melemah atau normal - Ekspirasi memanjang - Mengi D. Gambaran Radiologi - Hiperinflasi - Hiperlusen - Diafragma mendatar - Pelebaran sela iga

- Corakan bronkovaskuler meningkat - Bulla - Jantung pendulum E. Diagnosis Banding Onset Riwayat PPOK usia pertengahan lama merokok Asma usia dini alergi, rintis dan atau eksim Riyawat asma dalam keluarga Gejala bervariasi dari hari ke hari Gejala pada waktu malam/dini hari Wheezing Kebanyakan normal umumnya reversibel CHF Usia tua atau pertengahan Riwayat hipertensi

Keluhan

Sesak saat aktiviti Gejala progresif lambat Hipersonor Hiperinflasi, Hiperlusen, Diafragma mendatar umumnya ireversibel

sesak

Pemeriksaan Fisik Radiologi Hambatan aliran udara

Ronki basah halus di basal paru pembesaran jantung dan edema paru

F. Penatalaksanaan 4 komponem program tatalaksana : 1. Evaluasi dan monitor penyakit 2. Menurunkan faktor risiko berhenti merokok 3. Tatalaksana PPOK stabil 4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK 1. Optimalisasi penggunaan obat-obatan b. Bronkodilator Agonis beta -2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi (nebuliser) Xantin intravena (bolus dan drip) c. Kortikosteroid sistemik d. Antibiotik Gol. Makrolid baru Gol. Kuinolon respirasi Sefalosporin generasi III/IV e. mukolitik f. ekspektoran 2. Terapi oksigen 3. Terapi nutrisi 4. Rehabilitasi fisik dan respirasi 5. Evaluasi progresfiti penyakit

6. Edukasi Indikasi rawat ICU - Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat. - Kesedaran menurun, letargi, atau kelamahan otot-otot respirasi - Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan ventilasi mekanik invasif atau noninvasif.

KANKER PARU
A. Gejala Klinis Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) Batuk darah Sesak napas Suara serak Sakit dada Sulit / sakit menelan Benjolan di pangkal leher Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat. Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti : Berat badan berkurang Nafsu makan hilang Demam hilang timbul Sindrom paraneoplastik, seperti Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropatia. B. Pemeriksaan Penunjang a. Foto toraks PA/lateral: kelainan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Mendukung keganasan: tepi iregular, identasi pleura, tumor satelit, invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner. b. CT-Scan toraks Dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Tandatanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik c. Pemeriksaan radiologik lain Kekurangan foto toraks maupun CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis di luar rongga toraks (metastasis jauh). Untuk maksud itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya brain-CT, bone survey, USG abdomen Pemeriksaan khusus a. Bronkoskopi b. Biopsi aspirasi jarum c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB) e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB) f. Torakoskopi medik g. Sitologi sputum

C. Pengobatan Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy 1. Pembedahan Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk stage I dan II. Pada penderita yang inoperabel maka radioterapi dan/atau kemoterapi dapat diberikan. Pemebedahan juga merupakan bagian dari combined modality therapy, misalnya didahului kemoterapi neoadjuvan untuk stage IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervasi bedah, seperti kanker paru dengan sindrom vena superior berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi ataupun pneumonektomi. 2. Radioterapi Radioterapi dapat bersifat terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi kuratif, menjadi bagian dari kemoradioterapi neoadjuvan untuk stage IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu. Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah : a. Hb > 10 g % b. Trombosit > 100.000 /mm3 c. Leukosit > 3000 / dl 3. Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan ( performance status ) harus lebih dari 60 menurut skala karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat antikanker dapat dilakukan. Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 siklus/sekuen, bila penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (siklus) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian. Evaluasi dilakukan terhadap : - Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal - Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan - Respons obyektif - Efek samping obat 4. Imunoterapi 5. Hormonoterapi 6. Terapi gen

EDEMA PARU/ ARDS


Secara anatomi terbagi 2: Edema interstisial Edema alveolar A. Patogenesis Terbagi 2 peristiwa: Cairan dari rongga vaskuler insterstisium Masuknya cairan ke rongga alveolar Kekuatan melawan transudasi cairan , migrasi cairan keluar dari rongga vaskuler lebih sensitif terhadap perubahan tekanan hidrostatik kapiler. Perubahan intraseluler (kadar kalsium, radikal oksigen bebas & eikosanoid) perubahan sel endotel membuka junction interseluler cairan keluar dari rongga vaskuler. Kecepatan edema interstisial > kapasitas normal berbagai mekanisme klirens paru seperti aliran limfe edema interstisial edema alveolar Pembengkakan interstisial barrier epitel rusak alveolar flooding B. C. Etiologi Sepsis/sindroma sepsis Trauma berat (transfusi masif, fraktur multipel & kontusio paru) Pneumonia berat Aspirasi isi lambung Pankreatitis hemoragik akut Inhalasi asap atau gas toksik, dll

Gejala Klinis ARDS dapat terjadi selama 12-48 jam sampai beberapa hari, berupa dispnea hipoksemia dengan pernafasan cepat dan dangkal. Umumnya penderita membutuhkan intubasi & ventilator.

D. Laboratorium Analisa gas darah abnormal: FiO2 < 200 Alkalosis respirasi asidosis respiratorik karena eliminasi CO2 Leukositosis/leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang terjadi DIC akibat sepsis, trauma berat atau trauma kepala. MODS gangguan faal hati E. Foto thoraks infiltrat difus bulateral ringan atau tebal sesuai gambaran edema paru, interstisial atau alveolar, bercakbercak atau konfluens. F. Terapi 1. Pemasangan intubasi dan ventilator 2. Obat-obat tidak spesifik: kortikosteroid, NO inhalasi 3. Perfluokarbon, penggunaan surfaktan aerosol, PGE1, Almitrin untuk stimulasi pernafasan 4. Ketokonasol obat jamur yang dapat menghambat beberapa jalur proinflamatori 5. Pengaturan cairan dengan mereduksi volume intravaskuler menggunakan diuretika 6. Posisi Prone, telentang telungkup dapat memperbaiki oksigenasi.

BRONKIEKTASIS
pelebaran bronkus yang menetap. Dapat disebabkan kel kongenital, infeksi kronik, faktor mekanis D. Gejala Klinis - Batuk-batuk dengan banyak sputum - sputumSering berbau busuk. - Batuk terutama timbul pada perubahan posisi. - Bisa didapatkan batuk darah berulang. E. Foto rontgen toraks PA = honeycomb appearance. F. Diagnosis Banding - Bronkitis kronis. - Fibrosis kistik. - Tuberkulosis. G. Terapi Antibiotik. Mukolitik (asetil sistein), vitamin A, vitamin E, dan vitamin C. Fisioterapi postural drainage, bila tak menolong lakukan bronkoskopi. Pembedahan bila: berulang atau massif atau Batuk dengan sputum yang terus mengganggu.

H. Komplikasi - Sepsis - Gagal napas.

GAGAL NAFAS
A. Gejala Klinis Non spesifik dan mungkin minimal walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia berat. Tanda utama kecapaian pernafasan: penggunaan otot bantu nafas, gerakan abdomen paradoksal takipnea, takikardia, tidal volume , pola nafas ireguler atau gasping gerakan abdomen paradoksal. Hipoksemia akut aritmia jantung & koma Hiperkapnia asidemia peningkatan drive ventilasi kapasitas buffer di otak penurunan rangsangan pH di otak drive Asidemia hebat (pH < 7,3) vasokontriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi & kepekaan jantung aritmia B. Pemeriksaan Penunjang Analisa gas darah Evaluasi fungsi neuromuskular pola pernafasan dan uji fungsi paru Perhitungan fraksi dead space dan produksi CO2 C. Terapi Pemberian O2 Peningkatan fraksi O2 memperbaiki PaO2 sampai 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan mencegah hipertensi pulmonal. Pemberian O2 berlebih memperberat hiperkapnia Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki & mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis, dll. Usahakan Hb 10-12 g/dl Tekanan positif seperti CPAP, BiPAP dan PEEP Perbaiki elektrolit, balans pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, peningkatan sekret trakeobronkial, dan infeksi Kortikosteroid jarang diberikan secara rutin Perubahan posisi tiduran meningkatkan volume paru = 5-12 cm H2O PEEP Posisi Prone baik untuk penderita ARDS. Drainase sekret trakeobronkial yg kental : mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yg dihirup, perkusi, vibrasi dada & latihan batuk efektif. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi Bronkodilator jika timbul bronkospasme Intubasi dan ventilator jika terjadi asidemia, hipoksemia & disfungsi sirkulasi progresif

BRONKITIS AKUT
= proses radang akut yang pada umumnya disebabkan oleh virus. Akhir akhir ini ternyata banyak juga disebabkan oleh Mycoplasma dan Chlamydia. A. Gejala Klinis Batuk-batuk biasanya dahak jernih sakit tenggorok nyeri dada biasa disertai tanda bronkospasme. Demam tidak terlalu tinggi.

B. Pemeriksaan Penunjang - Foto rontgen toraks, untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia atau tuberculosis. Pada bronchitis akut tidak terlihat kelainan di foto thorax - Pemeriksaan serologi untuk melihat infeksi Mycoplasma atau Chlamydia C. Diagnosis Banding: Pneumonia, Tuberkulosis. D. Terapi - Simtomatis bila disebabkan virus. - Bila infeksi karena Mycoplasma atau Chlamydia dapat diberi : Tetrasiklin 4 x 500 mg atau Doksisiklin 2 x 100 mg atau Eritromisin 4 x 500 mg

EMPIEMA
infeksi yang disertai penggumpalan nanah di dalam rongga pleura A. Anamnesis - Batuk-batuk - demam - sesak napas. B. Pemeriksaan Fisik - Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan - perkusi pekak - mediastinum terdorong ke sisi yang sehat - suara napas melemah. - Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil karena terbentuknya schwarte. C. Pemeriksaan Penunjang - Foto toraks - Pungsi pleura untuk menentukan penyebabnya, apakah kuman, parasit atau jamur. D. Diagnosis Banding - Pleuritis eksudativa - Abses - Tumor E. Terapi Drainase nanah dengan WSD yang cukup besar agar nanah keluar dengan lancar. Bila nanah kental dilakukan pencucian rongga pleura dengan larutan NaCL 0.9 % 500 ml ditambah dengan 25 ml larutan povidon iodine (betadine solution) setiap hari sampai rongga pleura bersih. Antibiotik sesuai kuman penyebabnya. Bila dalam 2 minggu tidak membaik perlu dilakukan tindakan operasi.

ABSES PARU
peradangan di jaringan paru yang disertai pembentukan rongga yang berisi nanah. A. Gejala Klinis - Demam tinggi. - Batuk mula-mula sedikit dahaknya, suatu saat dahak dapat banyak sekali karena rongga abses berhubungan dengan bronkus yang agak besar dan isi abses dibatukkan keluar. Seringkali dahak berbau busuk atau bercampur darah. - Nyeri dada - sesak napas. - Biasanya dijumpai ronki basah. B. Pemeriksaan Penunjang - Foto rontgen toraks PA dan lateral. - Laboratorium : leukositosis, LED meninggi.. - Pemeriksaan sputum , pewarnaan Gram, Kultur dan pemeriksaan resistensi terhadap antibiotik. C. Diagnosis Banding: Empiema, Bulla yang terinfeksi. D. Terapi - Penisillin 2 x 1.2 juta sampai rongga abses menutup. - Kloramfenikol 4 x 500 mg selama 2 minggu. - Bila dahak berbau busuk yang umumnya disebabkan infeksi kuman anaerob ditambahkan metronidazol 3 x 500 mg. - Obat pilihan lain amoksillin + asam klavulanat 3 x 1 g selama 3-5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg sampai rongga abses menutup, Clindamycin 2 x 500 mg E. Penyulit: Hemoptisis massif, sepsis

ASPIRASI CAIRAN PLEURA


A. Tujuan : 1. Diagnostik - membuktikan ada tidaknya cairan atau udara di rongga pleura - Mengambil bahan pemeriksaan mikroorganisme dan sitologi 2. Terapeutik - Mengeluarkan cairan / udara untuk mengatasi keluhan - Tindakan awal (punksi percobaan)sebelum pemasangan WSD B. Indikasi : - Efusi pleura - Pneumotoraks - Hidropneumotoraks

C. Kontraindikasi Absolut : Tidak ada Relatif : - Keadaan umum buruk, kecuali punksi pleura dengan tujuan terapeutik - Infeksi kulit yang luas di daerah punksi - Kelainan hemostasis D. Prosedur : Bahan dan alat : - Stetoskop - Sarung tangan steril - Spuit 5 cc dan 50 cc - Kateter vena No. 14 - Blood set - Lidocain 2% - Alkohol 70% -

Plester Three way stopcock kasa steril Betadin

Pasien dipersiapkan dengan posisi duduk atau setengah duduk, sisi yang sakit menghadap dokter yang akan melakukan punksi. Beri tanda (dengan spidol atau pulpen) daerah yang akan di punksi Pada linea aksilaris anterior atau linea midaksilaris. Desinfeksi pasang duk steril Anestesi lidokain 2% dimulai dari subkutis, lalu tegak lurus ke arah pleura (lakukan tepat di daerah sela iga), keluarkan lidokain perlahan hingga terasa jarum menembus pleura. Pastikan tidak ada perdarahan. Jika jarum telah menembus ke rongga pleura, kemudian dilakukan aspirasi beberapa cairan pleura. Bila jumlah cairan yang dibutuhkan untuk diagnostik telah cukup, tarik jarum dengan cepat dengan arah tegak lurus pada saat ekspirasi dan bekas lukatusukan segera ditutup dengan

kasa betadin, tetapi jika bertujuan terapeutik maka pada lokasi yang sama dapat segera dilakukan pengeluaran cairan / udara dengan teknik aspirasi sebagai berikut : Dengan menggunakan kateter vena No. 14 Tusukkan kateter vena No. 14 pada tempat yang telah disiapkan dan apabila telah menembus pleura, piston jarum di tarik lalu disambung dengan bloodset. Dilakukan sampai dengan jumlah cairan didapatkan 1000 cc, indikasi lain untuk penghentian aspirasi adalah timbul batuk batuk. Dengan bantuan tree way stopcock / jarum pipa dengan stopkran. Pasang jarum ukuran 18 pada sisi 1 dari stopkran, selang infus set pada sisi 2 (untuk pembuangan) dan spuit 50 cc pada sisi 3 (untuk aspirasi). Teknik : a. Tusukkan jarum melalui ruang interkosta dengan posisi kran menghubungkan rongga pleura dan spuit, sedangkan hubungan dengan selang pembuangan terputus. Setelah jarum mencapai rongga pleura dilakukan aspirasi sampai spuit terisi penuh. b. Kemudian posisi kran diubah sehingga arah ke rongga pleura tertutup dan terjadi hubungan antara spuit dengan selang pembuangan cairan pleura. Kran kembali diputar ke posisi (a), dilakukan aspirasi sampai spuit terisi penuh, kran diputar ke posisi (b) dan cairan pleura dibuang. Prosedur ini dilakukan berulang sampai aspirasi selesai dan selanjutnya jarum dapat dicabut. E. Interpretasi : - Makroskopis cairan : santokrom, serosantokrom, serohemoragis, hemoragis, pus. - Jenis cairan : Transudat : uji Rivalta (-), analisis :protein < 3 gr/dl, leukosit < 1000 sel/ml, glukosa glukosa serum, LDH sama atau sedikit lebih tinggi dibanding LDH serum. Eksudat : uji Rivalta (+), analisis : Rasio kandungan cairan pleura dibanding serum untuk protein > 0,5 dan LDH > 0,6 serta perbandingan antara LDH cairan pleura dengan batas angka normal adalah > 2/3.

PLEURODESIS
Adalah tindakan untuk melekatkan pleura parietalis dan visceralis dengan instilasi bahan sklerosan. A. Indikasi : - Pneumotoraks berulang - Pneumotoraks dengan lesi luas Efusi pleura ganas B. Kontra Indikasi : - Absolut : Tidak ada - Relatif : Kelainan faal hemostasis (sesuai KI pemasangan kateter toraks). C. Bahan dan alat - Tetrasiklin 1000 mg atau bleomisin 40 mg / 5 FU / talk steril - Lidocain 5 ampul - Spuit 50 cc D. Prosedur Tindakan : - Posisi pasien duduk - Siapkan O2 - Berikan lidocain 2% melalui selang WSD, kemudian pasien diubah ubah posisinya agar merata di seluruh permukaan pleura. - Masukkan zat tetrasiklin yang telah dilarutkan - Bilas dengan NaCl - Pasien diubah ubah posisinya - Klem WSD selama 2 jam - Klem dipasang continuous suction dengan tekanan 20 cm H2O - Observasi efek samping - WSD dilepas setelah 2 x 24 jam E. Interpretasi : - Paru tetap mengembang - Efusi pleura berkurang atau minimal

Anda mungkin juga menyukai