Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POLIPNASI

R P

DISUSUN OLEH : RATNA WIDYA HAPSARI NIM : 04.026

AKADEMI KEPERAWATAN R. S. BAPTIS KEDIRI TAHUN AKADEMIK 2005 / 2006

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..i DAFTAR ISI .ii TINJAUAN TEORI ..1 1.1 Tinjauan Medis 1 1.1.1 1.1.2 1.1.3
1.1.4

Pengertian ..1 Etiologi ..1 Fisiologis ...1 Pathofisilogis 3 Klasifikasi .4 Manifestasi Klinis .5 Pemeriksaan Penunjang 5 Penatalaksanaan 5 Pengkajian .6 Rencana Asuhan Keperawatan .6 Evaluasi

1.1.5 1.1.6 1.1.7 1.1.8 1.2.1 1.2.2 1.2.3

1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan ...6

DAFTAR PUSTAKA ..

TINJAUAN TEORI

1.1 Tinjauan Medis 1.1.1 Pengertian bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. ( Nizar, 2001 ) 1.1.1.2 Polipnasi adalah pembengkakan mukosa hidung yang terisi cairan interseluler dan terdorong kedalam rongga hidung dan gaya berat. ( Pracy, 1985 ) 1.1.1.3 Polipnasi adalah suatu massa yang lunak, terdapat didalam rongga hidung, bersifat jinak. ( Rukmini, 2001 ) 1.1.2 Etiologi ( Nizar, 2001 ) 1.1.1.1 Polipnasi adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang

1.1.2.1 Adanya peradangan kronik dan berulang pada mukosa hidung dan sinus 1.1.2.2 Adanya gangguan keseimbangan vasomotor 1.1.2.3 Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung 1.1.2.4 Reaksi hipersensitif 1.1.2.5 Reaksi atopik didalam selaput mukosa hidung 1.1.2.6 Reaksi alergi pada mukosa hidung 1.1.2.7 Infeksi hidung dan sinus 1.1.3 Fisiologis ( Hilger, 1997 ) Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung mempunyai beberapa fungsi : Sebagai indra penghidu Partikel bau dapat mencapai daerah ni dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila dengan menarik nafas dengan kuat.

Menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru paru Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri. Mempengaruhi refleks Nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubngan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Memodifikasi bicara Hidung membantu proses pembentukan kata kata. Pada pembentukan konsonan nasal ( m, n, ng ) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

1.1.4

Pathofisiologis Peradangan kronik, gangguan keseimbangan vasomotor, peningkatan tekanan interstitial, alergi, hipersensitif, infeksi Edema mukosa hidung di meatus medius Polipoid Polip Gangguan drainage Sinus Penumpukan sekret di sinus Infeksi Sel-sel rusak Mengeluarkan mediator Nyeri Mediator nyeri merangsang Saraf disekitar Nyeri Sumbatan hidung Menurunnya ketajaman penciuman Inspirasi tidak adekuat Pola Nafas tidak efektif Anemia Perfusi jaringan tidak adekuat Metabolisme terganggu Ketidakseimbangan cairan / elektrolit Perdarahan Permeabilitas plasma menurun Hipotensi Pusing, mata berkunang - kunang Gangguan keseimbangan vestibuler Resiko tinggi cedera

Narasi : Polip hidung biasanya terbentuk karena peradangan kronik, gangguan keseimbangan vasomotor, peningkatan tekanan interstitial, alergi, hipersensitif, infeksi sehingga mengakibatkan suatu edema mukosa hidung dimeatus medius kemudan stroma akan terisi cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus menerus akan semakin membesar dan membentuk tangkai sehingga terbentuk polip. Dengan adanya polip maka drainage sinus akan terhalang sehingga banyak sekret yang mengumpul di sinus dan bila berlangsung lama maka akan menjadi nanah dan terjadi infeksi. Karena adanya infeksi maka sel sel rusak sehingga mengeluarkan mediator nyeri dan mediator nyeri merangsang saraf disekitar sehingga timbullah nyeri terutama didaerah muka. Polip juga mengakibatkan hidung tersumbat. Dengan tersumbatnya hidung maka ketajaman penciuman menjadi menurun dan juga inspirasi tidak adekuat sehingga terjadi gangguan pola nafas. Polip juga bisa menimbulkan perdarahan. Dengan adanya perdarahan maka permeabilitas plasma menurun sehingga terjadi hipotensi dimana akan merasa pusing, mata berkunang-kunang sehingga terjadi gangguan vestibuler dan mengakibatkan resiko tinggi cedera. Perdarahan juga bisa menimbulkan anemia yang mengakibatkan perfusi jaringan tidak adekuat dan metabolisme terganggu shingga terjadi ketidakseimbangan cairan / elektrolit. 1.1.5 Klasifikasi ( Rukmini, 2001 ) Berasal dari sinus maksilaris 1.1.5.2 Polip Bergerombol ( Multipel ) Berasal dari sinus etmoidalis 1.1.5.3 Polip Koana ( Polip Antrokoana ) Berasal dari sinus maksila ( antrum ) dapat keluar melalui ostium sinus maksila, masuk rongga hidung dan membesar di koana dan nasofaring.

1.1.5.1 Polip Tunggal ( Soliter )

1.1.6

Manifestasi Klinis ( Purnawan, 1982 ) Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini menetap dan makin lama makin berat keluhannya. Sumbatan yang hebat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip menyumbat ostium sinus paranasa, komplikasinya kan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi dihidung. Pada pemeriksaan dapat ditemukan : 1. Pembengkakan mukosa 2. Massa berupa warna putih seperti agar agar 3. Apabila ditusuk tidak memberikan rasa sakit dan tidak berdarah

1.1.7

Pemeriksaan Penunjang ( Purnawan, 1982 )

1.1.7.1 Pemeriksaan rinoskopi anterior 1.1.7.2 Pemeriksaan endoskopi untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar KOM 1.1.7.3 Foto rontgen polos atau CT Scan untuk mendeteksi adanya sinusitis 1.1.7.4 Pemeriksaan endoskopi untuk mendeteksi adanya sinusitis 1.1.7.5 Bila ditetesi HCl efedrin 0,5 % - 1 % polip tidak akan mengecil 1.1.8 Penatalaksanaan ( Purnawan, 1982 ) Apabila sudah dipastikan suatu polip, maka dilakukan : 1. Ekstraksi polip pada polip ekstra nasal. Caranya dengan menganastesi lokal dengan pentokain, kemudian mengekstraksi dengan polip snare . 2. Evakuasi polip pada polip intra nasal, dengan cara Cadwell Luc atau emoidektomi . 3. Perlu dicari dan diobati faktor faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya polip. Misalnya dengan memperbaiki septum deviasi atau mengatas infeksi kroniknya bila ditemukan septum deviasi atau infeksi kronik.

4. Terapi medkamentosa. Yaitu pemberian kortikosteroid sistemik dengan dosis tinggi dalam jangka waktu singkat. Dapat juga berupa kortikosteroid intranasal atau kombinasi keduanya. 1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan 1.2.1 Pengkajian 1) Riwayat penyakit alergi dalam keluarga 2) Lokasi nyeri, apakah menyebar ? 3) Awitan gejala 4) Riwayat pengobatan sebelumnya 5) Kaji adanya rasa tidak nyaman dan polanya ( waktu, lamanya, kualitas intensitasnya ) 1.2.1.2 Pemeriksaan fisik 1) Klien bernafas melalui mulut 2) Keluar sekrt dari hidung 3) Adanya iritasi hidung 4) Klien tampak sering bersin bersin 5) Ada edema mukosa di daerah meatus medius 6) Suara nasal ( bindeng ) 7) Adanya infeksi 8) Pendarahan sekunder 1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi Batasan Karakteristik : Mayor ( Harus terdapat ) Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan Perubahan nadi ( frekuensi, irama, dan kualitas ) 1.2.1.1 Anamnesa

1.2.2.1 Diagnosa Keperawatan 1

Minor ( mungkin terdapat ) Ortopnea Takipnea, Hiperpnea, Hiperventilasi Irama pernafasan tidak teratur Pernafasan yang berat Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam pasien dapat memenuhi kebutuhan oksigen. Kriteria Hasil : Individu akan Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif Menyatakan gejala berkurang Menyatakan faktor faktor penyebab, dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya Intervensi dan Rasional : 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada R : Kecepatan biasanya meningkat. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis / nyeri dada pleuritik 2. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi R : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan 3. Bantu pasien mengatasi takut / ansietas R : Perasaan takut dan ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan bernafas 1.2.2.2 Diagnosa Keperawatan 2 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi sinus Batasan Karakteristik : Data Subyektif Komunikasi ( verbal atau kode ) dari pemberi gambaran nyeri Data Obyektif Perilaku melindung, protektif Memfokuskan pada diri sendiri

Penyempitan fokus Perilaku distraksi Wajah tampak menahan nyeri Perubahan pada tonus otot Respon autonomik tidak terlihat pada nyeri stabil kronis Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam pasien dapat melaporkan nyeri berkurang Kriteria Hasil : Individu akan Sampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri Mengungkapkan hilangnya setelah kepuasan tindakan penghilang

Intervensi dan Rasional : 1. Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. R : Membantu menentukan pilihan intervensi yang memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap nyeri. 2. Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien R : Ketidaksesuaian antara petunjuk verbal / non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan / keefektifan intervensi. 3. Berikan teknik relaksasi misalnya nafas dalam R : Mengurangi nyeri dan menurunkan tegangan otot 4. Kolaborasi dengam dokter dalam pemberian obat analgetik R : Mengurangi nyeri dan menurunkan tegangan otot 1.2.2.3 Diagnosa Keperawatan 3 Perubahan Sensori-Perseptual ( Penciuman ) berhubungan dengan adanya massa dalam rongga hidung Batasan Karakteristik : Mayor ( Harus terdapat ) Tidak akuratnya interpretasi terhadap stimulus lingkungan dan / atau perubahan negatif dalam jumlah atau pola dari stimulus yang masuk

Minor ( Mungkin terdapat ) Disorientasi waktu dan tempat Disorientasi orang Perubahan pola komunikasi dan perilaku Gelisah Aparis Peka rangsang Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam pasien dapat menunjukkan perbaikan penciuman Kriteria Hasil : Individu akan Mendemonstrasikan penurunan gejala kelebihan beban sensori Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor faktor resiko yang potensial Menggambarkan alasan untuk terapi modalitas

Intervensi dan Rasional : 1. Pastikan derajat / tipe kehilangan penciuman R : Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi 2. Berikan stimulasi yang bermanfat seperti terhadap kopi atau minyak tertentu R : Pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya 3. Berikan tidur tanpa gangguan dan periode istirahat R : Menurunkan kelebihan beban sensori, meningkatkan orientasi dan kemampuan koping 1.2.2.4 Diagnosa Keperawatan 4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan drainage sinus Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam pasien dapat menunjukkan penyembuhan

Kriteria Hasil : Indvidu akan Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi

Intervensi dan Rasional : 1. Awasi suhu R : Demam dapat terjadi karena infeksi dan / dehidrasi 2. Turunkan faktor resiko nosokomial melalui cuci angan yang tepat pada semua perawat, mempertahankan teknik penghisapan steril R : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk mencegah infeksi di rumah sakit 3. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat R : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan 4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antimikrobial sesuai indikasi R : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi 1.2.2.5 Diagnosa Keperawatan 5 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan gangguan vestibular Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam pasien dapat mengurangi resiko cedera Kriteria Hasil : Individu akan Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan

Intervensi dan Rasional : 1. Awasi nadi, TD

R : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi 2. Catat perubahan mental / tingkat kesadaran R : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia 3. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan R : Dapat 4. Awasi Hb / Ht R : Indikator anemia, perdarahan aktif atau terjadinya komplikasi 1.2.2.6 Diagnosa Keperawatan 6 Resiko terhadap ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya laju metabolisme Batasan Karakteristik : Mayor Ketidakcukupan masukan cairan oral Keseimbangan negatif antara masukan dan haluaran Penurunan berat badan Kulit / membran mukosa kering Minor Peningkatan natrium serum Penurunan haluaran urine Urin memekat / sering berkemih Penurunan turgor kulit Haus / mual / anorexia Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam pasien dapat menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat Kriteria Hasil : Individu akan menunjukkan anemia dan respon jantung untuk mempertahankan oksigenasi sel

Menunjukkan keseimbangan cairan adkuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik

Intervensi dan Rasional : 1. Evaluasi turgor kulit, kelembaban membtan mukosa, adanya edema dependen/ umum R : Indikator langsung status cairan/ perbaikan ketidakseimbangan 2. Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/ demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik R : Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi 3. Ukur/ hitung masukan, pengeluaran dan keseimbangan cairan. Catata kehilangan tak tampak R : Memberikan informasi tentang status cairan umum 4. Berikan/ awasi hiperalimentasi IV R : Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan/ elektrolit 1.2.3 Evaluasi Hasil pasien yang diperkirakan didefinisikan sebagai hasil intervensi keperawatan dan respon respon pasien yang dapat dicapai, diinginkan oleh pasien dan / atau pemberi asuhan, dan dapat dicapai dalam periode waktu yang telah ditentukan, situasi dan sumber sumber tertentu yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Boies, Adam. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. EGC, Jakarta. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan edisi 6. EGC, Jakarta. Doengoes, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. EGC, Jakarta. Purnawan, Junadi. 1982. Kapita Selekta Kedokteran edisi kedua. Media Aesculapius FKUI, Jakarta. Rukmini, Sri. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok edisi pertama. Surabaya. Soepardi, Efiaty. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher edisi kelima. FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai