Anda di halaman 1dari 78

i

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI NITRIFIKASI DAN DENITRIFIKASI SERTA MOLASE DENGAN C/N RASIO BERBEDA TERHADAP PROFIL KUALITAS AIR, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei

DEBY YUNIASARI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI :


Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI NITRIFIKASI DAN DENITRIFIKASI SERTA MOLASE DENGAN C/N RASIO YANG BERBEDA TERHADAP PROFIL KUALITAS AIR, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

DEBY YUNIASARI C 14104015

iii

RINGKASAN
DEBY YUNIASARI. Pengaruh Pemberian Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi serta Molase dengan C/N Rasio Berbeda terhadap Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup, dan Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Dibimbing oleh WIDANARNI dan SUKENDA. Salah satu permasalahan dalam budidaya udang adalah adanya penurunan kualitas air sebagai akibat akumulasi bahan organik. Akumulasi bahan organik ini dapat menyebabkan timbulnya akumulasi senyawa-senyawa, seperti nitrogen anorganik (amonia, nitrit, nitrat) serta H2S yang pada kisaran tertentu dapat bersifat toksik bagi udang. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pengontrolan nitrogen anorganik melalui penambahan bahan berkarbon (molase). Penambahan molase dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri, baik itu yang merugikan maupun yang menguntungkan. Oleh karena itu perlu dilakukan inokulasi bakteri menguntungkan ke dalam media budidaya untuk menjaga agar bakteri yang tumbuh dominan adalah bakteri yang menguntungkan tersebut. Inokulan bakteri yang dapat digunakan adalah bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. Bakteri nitrifikasi akan mereduksi amonia dan merubahnya menjadi nitrit dan nitrat yang tidak begitu toksik bagi udang. Sedangkan bakteri denitrifikasi dapat mengubah nitrat menjadi gas nitrogen (N2) yang dapat lepas ke udara. Diharapkan dengan penambahan molase serta bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi mampu mengurangi amonia dari lingkungan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi serta molase pada C/N rasio 0, 10, 15, 20, dan 25 terhadap profil kualitas air, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan udang vaname Litopenaeus vannamei. Dalam penelitian ini terdapat 6 perlakuan, yaitu kontrol (tanpa penambahan bakteri dan molase), penambahan bakteri tanpa molase (C/N rasio 0), penambahan bakteri+molase C/N rasio 10, penambahan bakteri+molase C/N rasio 15, penambahan bakteri+molase C/N rasio 20, penambahan bakteri+molase C/N rasio 25. Pemberian pakan dilakukan 5 kali sehari, sedangkan jumlah molase yang ditambahkan didasarkan rumus Avnimelech (1999). Bakteri yang digunakan merupakan hasil isolasi dari tambak udang windu tradisional di Desa Belanakan, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat (Pranoto, 2007). Analisa data dilakukan dengan menggunakan program Excel Ms. Office 2003 dan SPSS 11.0. Penambahan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi serta molase mempengaruhi profil pH, dissolved oxygen (DO), amonia, nitrit dan nitrat pada media pemeliharaan. Namun demikian kualitas air pada semua perlakuan selama masa pemeliharaan masih berada dalam kisaran toleransi udang vaname. Persentase perubahan amonia yang paling tinggi dimiliki oleh perlakuan penambahan bakteri+molase C/N rasio 10, diikuti dengan perlakuan penambahan bakteri+molase C/N rasio 20 dan bakteri+molase C/N rasio 15 dengan nilai penurunan sebesar 28.5%, 13.9% dan 7.2%. Perlakuan penambahan bakteri+molase pada C/N rasio 10 memberikan hasil yang terbaik dibanding dengan kontrol dan perlakuan yang lain, dengan kelangsungan hidup sebesar 94.44%, efisiensi pakan 120.86%, serta laju pertumbuhan panjang dan bobot sebesar 6.05% dan 20.37%.

iv

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI NITRIFIKASI DAN DENITRIFIKASI SERTA MOLASE DENGAN C/N RASIO BERBEDA TERHADAP PROFIL KUALITAS AIR, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei

DEBY YUNIASARI

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Skripsi

: Pengaruh Pemberian Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi serta Molase dengan C/N Rasio Berbeda terhadap Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup, dan Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei : Deby Yuniasari : C 14104015

Nama Mahasiswa Nomor Pokok

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Widanarni NIP. 131 101 009

Dr. Sukenda NIP. 132 045 962

Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

Tanggal Lulus :

vi

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis megucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ibu Dr. Widanarni selaku Pembimbing I Skripsi dan Dr. Sukenda selaku Pembimbing II Skripsi atas arahan, bimbingan, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi 2. Bapak Dr. Tatag Budiardi selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan, didikan dan bantuan yang telah diberikan selama proses penyelesaian studi 3. Bapak Prof. Dr. Enang Harris selaku dosen penguji atas masukannya yang berharga 4. Ayahanda, ibunda dan kakanda atas semangat, doa, serta dukungannya 5. Bapak Ranta atas bimbingannya, bantuan serta gosip-gosip selama di Laboratotium Kesehatan Ikan 6. Bang Abe, Pak Wasjan, Mba Retno, Pak Aam, Kang Adna, dan Bang Hadi atas bantuannya selama penelitian 7. Rekan-rekan BDP 41: Tata, Uu, Fiska, Sarah, Icha, Agnis, Dewi, Ema, Mbayu, Sahel, Handy, Fheby, Agus, dll atas bantuan, motivasi dan persahabatan yang diberikan,

Bogor, Januari 2009

Deby Yuniasari

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Juni 1986 dari pasangan Bapak Dasto dan Ibu Misni. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Al-Muttaqien Jakarta, SD Pabuaran I Bogor, SLTP Angkasa Bogor, dan SMU Negeri 5 Bogor. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan masuk pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi Pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (2006/2007) dan Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (2006/2007). Penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur (2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009), Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik (2007/2008), Manajemen Kesehatan ikan (2007/2008), Fisiologi dan Reproduksi Ikan (2008/2009). Untuk menambah pengetahuan dalam budidaya ikan, penulis mengikuti kegiatan magang ikan hias di Yohannes Fish Farm Ciseeng-Parung (2005), praktek lapang pembenihan dan pembesaran Udang Vaname Litopenaeus vannamei di PT. Centralpertiwi Bahari, Rembang dan PT. Surya Windu Kartika, Banyuwangi (2007). Selain itu penulis juga mengikuti kegiatan Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) tingkat nasional di Surabaya (2008), Pekan Mahasiswa Ilmiah Nasional (PIMNAS) di UNILA, Lampung pada tahun 2007 dan di UNISSULA, Semarang pada tahun 2008. Untuk menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi serta Molase dengan C/N Rasio Berbeda terhadap Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup, dan Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei

viii

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii

I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Udang Vaname Litopenaeus vannamei ................................................ 2.2 Sistem Bakteri Heterotrof .................................................................... 2.2.1 Teknik Intensifikasi Mikrobial .................................................... 2.2.2 Sumber Karbon (Molase) ............................................................. 2.3 Nitrogen ............................................................................................... 2.3.1 Amonia (NH3) .............................................................................. 2.3.2 Nitrit (NO2-) ................................................................................. 2.3.3 Nitrat (NO3-) ................................................................................. 2.4 Bioremediasi ....................................................................................... 2.5 Proses Penyisihan Nitrogen Secara Biologis ......................................... 2.5.1 Nitrifikasi ...................................................................................... 2.5.2 Denitrifikasi .................................................................................. 2.6 Kualitas Air ............................................................................................ 2.6.1 pH.................................................................................................. 2.6.2 Suhu ............................................................................................. 2.6.3 Oksigen Terlarut (Dissolved oxygen)............................................ III. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 3.2.1 Hewan Uji ................................................................................... 3.2.2 Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi ............................................ 3.2.3 Medium Bakteri ........................................................................... 3.2.4 Sumber Karbon ............................................................................ 3.2.5 Wadah dan Media Pemeliharaan................................................... 3.2.5 Peralatan ....................................................................................... 3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 3.3.1 Persiapan Wadah........................................................................... 3.3.2 Pemeliharaan Udang .................................................................... 3.3.3 Prosedur Penambahan Karbon ..................................................... 3 3 4 7 8 9 11 12 13 14 15 15 18 19 19 19 20 22 22 22 22 22 22 23 23 23 23 23 23 24

ix

3.3.4 Perlakuan....................................................................................... 3.4 Parameter Pengamatan .......................................................................... 3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate (SR)................. 3.4.2 Pertumbuhan Spesifik atau Spesific Growth Rate (SGR) ............. 3.4.3 Efisiensi pakan (EP) ..................................................................... 3.4.4 Total Bakteri pada Media Pemeliharaan ....................................... 3.4.5 Kualitas Air ................................................................................. 3.4.5.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) dan Amonia .................... 3.4.5.2 pH dan Suhu ...................................................................... 3.4.5.3 Nitrit (NO2-) ...................................................................... 3.4.5.3 Nitrat (NO3-) ...................................................................... 3.5 Prosedur Pengolahan Data ....................................................................

25 26 26 27 27 27 28 28 29 29 29 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 4.1 Dinamika Populasi Total Bakteri .......................................................... 4.2 Profil Kualitas Air ................................................................................ 4.3 Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup, dan Efisiensi Pakan ...................

31 31 33 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 49 4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 49 4.2 Saran ...................................................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 50 LAMPIRAN ................................................................................................... 55

DAFTAR TABEL

Halaman 1. C/N rasio berbagai sistem akuatik .............................................................. 7 2. Komposisi kimia molase ............................................................................. 9 3. Bentuk-bentuk nitrogen .............................................................................. 14 4. Teknologi bioremediasi .............................................................................. 15 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses nitrifikasi.................................. 16 6. Laju nitrifikasi beberapa bakteri nitrifikasi autotrof dan heterotrof............ 18 7. Kualitas air untuk budidaya udang ............................................................. 21

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Trofik level dalam kolam budidaya ........................................................... 5 2. Proses-proses mikrobial penting dalam kolam .......................................... 6 3. Siklus nitrogen pada perairan ..................................................................... 10 4. Proses mikrobial di tambak udang ............................................................. 12 5. Pengaruh pH terhadap organisme akuatik .................................................. 19 6. Dinamika populasi total bakteri selama penelitian .................................... 31 7. Profil pH pada beberapa perlakuan selama penelitian ............................... 34 8. Profil DO pada beberapa perlakuan selama penelitian ............................... 36 9. Profil amonia pada beberapa perlakuan selama penelitian ......................... 38 10. Profil perubahan amonia pada beberapa perlakuan selama penelitian ....... 38 11. Profil nitrit pada beberapa perlakuan selama penelitian ............................. 40 12. Profil nitrat pada beberapa perlakuan selama penelitian............................. 41 13. Laju pertumbuhan panjang udang vaname ................................................ 43 14. Laju pertumbuhan bobot udang vaname .................................................... 44 15. Tingkat kelangsungan hidup udang vaname .............................................. 45 16. Efisiensi pakan udang vaname selama masa pemeliharaan ........................ 47

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Bahan-bahan untuk pembuatan media nitrifikasi dan denitrifikasi............. 55 2. Total bakteri selama pemeliharaan udang .................................................. 56 3. Nilai pH selama masa pemeliharaan udang ............................................... 57 4. Nilai DO selama masa pemeliharaan udang .............................................. 57 5. Nilai amonia selama masa pemeliharaan udang ......................................... 57 6. Persentase perubahan amonia selama masa pemeliharaan udang............... 57 7. Nilai Nitrit selama masa pemeliharaan udang ............................................ 58 8. Nilai Nitrat selama masa pemeliharaan udang............................................ 58 9. Tabel anova serta uji BNJ dan BNT laju pertumbuhan bobot .................... 58 10. Tabel anova serta uji BNJ dan BNT laju pertumbuhan panjang................. 60 11. Tabel anova serta uji BNJ dan BNT kelangsungan hidup .......................... 62 12. Tabel anova serta uji BNJ dan BNT efisiensi pakan................................... 64 13. Peralatan yang digunakan dalam penelitian................................................ 66 14. Molase yang digunakan dalam penelitian ................................................... 66 15. Sampel air untuk pernghitungan total bakteri ............................................. 66

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kontribusi krustasea pada akuakultur dunia mencapai 22.6% pada tahun 2004. Udang menyumbang sebesar 83% untuk jumlah dan 85% untuk nilai pada produksi krustasea. Dari nilai tersebut udang vaname memberikan kontribusi sebesar 47% produksi udang dan 43% nilai produksinya (FAO, 2006 dalam Focken et al., 2006). Oleh karenanya produksi udang harus senantiasa ditingkatkan. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi udang adalah adanya penurunan kualitas air sebagai akibat dari akumulasi bahan organik baik yang berasal dari limbah metabolisme, sisa-sisa pakan, dan bahan organik lainnya. Akumulasi bahan organik ini dapat berakibat pada timbulnya akumulasi senyawa-senyawa, seperti amonia, nitrit, nitrat, dan H2S yang pada kisaran tertentu dapat bersifat toksik bagi udang. Penurunan kualitas air juga dapat menjadi stressor bagi munculnya berbagai jenis penyakit pada udang, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian massal dan penurunan produksi udang. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak limbah budidaya antara lain (McIntosh et al., 2001) : (1) mengurangi kandungan nutrien di limbah budidaya dengan memanipulasi pakan dan pemberian pakan; (2) meningkatkan treatment air untuk mengurangi buangan air; (3) mengurangi volume air yang digunakan untuk budidaya. Metode-metode tersebut dapat digunakan untuk mengurangi limbah budidaya, tetapi tidak mampu untuk menghilangkan semua limbah budidaya. Metode yang umum digunakan untuk mengurangi limbah budidaya adalah zero water exchange yang dapat mengurangi pengeluaran air dan meningkatkan biosecurity. Tetapi penggunaan zero water exchange akan menyebabkan terjadinya hypereutrophic (tambak menjadi terlalu subur) yang dapat mempengaruhi kesehatan udang dan menyebabkan terjadinya penurunan produksi udang (Erler et al., 2005). Metode yang potensial untuk dikembangkan dalam rangka mengurangi limbah budidaya adalah pengontrolan nitrogen anorganik melalui penambahan bahan berkarbon. Penambahan bahan berkarbon akan meningkatkan C/N rasio perairan. Peningkatan C/N rasio akan meningkatkan pertumbuhan bakteri

heterotrof yang pada akhirnya akan mengurangi nitrogen anorganik dan meningkatkan protein mikrobial. Bahan berkarbon yang potensial untuk digunakan adalah molase karena memiliki harga yang relatif murah serta kandungan karbon yang cukup tinggi (Willet dan Morrison, 2006). Penambahan molase dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri, baik itu yang menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karenanya perlu dilakukan inokulasi bakteri menguntungkan ke dalam media budidaya untuk menjaga agar bakteri yang tumbuh dominan adalah bakteri yang menguntungkan tersebut. Bakteri yang dapat digunakan adalah bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. Bakteri nitrifikasi akan mereduksi amonia dan merubahnya menjadi nitrit dan nitrat yang tidak begitu toksik bagi udang. Sedangkan bakteri denitrifikasi dapat mengubah nitrat menjadi gas nitrogen (N2) yang dapat lepas ke udara. Diharapkan dengan penambahan molase serta bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi mampu mengurangi amonia dalam lingkungan budidaya.

1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi serta molase dengan C/N rasio 0, 10, 15, 20, dan 25 terhadap profil kualitas air, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan udang vaname Litopenaeus vannamei.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udang Vaname Litopenaeus vannamei Penggolongan udang vaname menurut Tseng (1987) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda : Crustacea : Eumalacostraca : Decapoda : Penaeidae : Litopenaeus : Litopenaeus vannamei Bagian tubuh udang vaname terdiri dari kepala (thorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vaname terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod), dimana kaki jalan ini terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxilliped. Perut udang vaname terdiri dari 6 ruas dan juga terdapat 5 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropods yang membentuk kipas bersama-sama telson. Sifat udang vaname aktif pada kondisi gelap (nokturnal), dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline), suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan lambat tapi terus-menerus (continuous feeder), serta mencari makan lewat organ sensor (chemoreceptor) (Haliman dan Adijaya, 2006). Ada 3 tipe budidaya udang di Indonesia, yaitu tradisional (ekstensif), semi intensif, dan intensif. Ketiga tipe budidaya tersebut dikategorikan berdasarkan kepadatan, input sumber daya, dan sistem manajeman yang diterapkan. Budidaya ekstensif dilakukan oleh petani tradisional yang menggunakan sistem polikultur dalam pelaksanaannya. Budidaya semi intensif biasanya dilakukan oleh perusahaan yang mampu melakukan 3 kali panen tiap tahunnya, serta memiliki fasilitas hatceri dan cold storage. Sedangkan budidaya intensif dilakukan oleh perusahaan terintegrasi yang memiliki fasilitas-fasilitas pendukung, seperti hatceri, perusahaan pakan, pengelolaan udang, serta fasilitas ekspor (Rangkuti, 2007).

Udang merupakan komoditas ekspor yang sangat penting. Terlihat dari volume ekspor perikanan Indonesia tahun 2003 sebesar 32223 ton dengan nilai mencapai US $ 96,627 juta. Dari nilai tersebut, volume ekpor udang hanya mencapai 8027 ton tetapi nilai ekspornya paling tinggi sebesar US $ 68.3 juta (Haliman dan Adijaya, 2006). Ekspor udang Indonesia ke Jepang dan USA pada tahun 2007 menempati urutan ke-2 terbesar setelah Vietnam dan ke-3 terbesar setelah Thailand dan Vietnam (FAO Globefish, 2008a,b). Tetapi pada tahun 2007 terdapat kecenderungan penurunan ekspor udang dunia, tidak terkecuali Indonesia. Dapat dilihat dari nilai ekspor udang Indonesia ke Jepang pada tahun 2007 yang mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006, dari 43665 MT menjadi 37080 MT (FAO Globefish, 2008a). Beberapa faktor yang mempengaruhi pasar udang dunia sepanjang tahun 2007 antara lain, peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM), penurunan pertumbuhan ekonomi, penurunan kepercayaan konsumen, serta adanya isu kesehatan (FAO Globefish, 2008b). Di Indonesia dapat dilihat pengaruhnya dari adanya pelarangan ekspor udang Indonesia ke Jepang dan Uni Eropa akibat adanya residu antibiotik (Rangkuti, 2007). Akuakultur mendapat banyak tantangan mulai dari penurunan produksi, serangan penyakit, biaya produksi yang semakin tinggi, serta adanya isu kesehatan hingga isu lingkungan. Oleh karenanya dibutuhkan usaha yang lebih untuk dapat meningkatkan efisiensi produksi serta mengurangi dampak limbah budidaya terhadap lingkungan.

2.2 Sistem Bakteri Heterotrof Peningkatan produksi budidaya berimplikasi pada peningkatan kepadatan dan jumlah pakan yang digunakan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya akumulasi bahan organik pada lingkungan budidaya. Akumulasi bahan organik berakibat pada penurunan kualitas air karena tingginya kandungan senyawa nitrogen anorganik, baik yang berasal dari limbah metabolisme (ekskresi), sisa pakan (uneaten feed), kotoran (feses), alga mati, dan bahan-bahan organik lainnya (Duborow et al., 1997). Ikan dan krustasea hanya mengasimilasi 20 - 30% dari jumlah pakan yang diberikan, sisanya diekskresikan ke kolom air. Kira-kira

setengah dari nitrogen yang masuk ke dalam kolam (yang berasal dari pakan) akan dikonversi menjadi amonia (Willet dan Morrison, 2006). Akumulasi amonia diatasi dan dikelola dengan memanipulasi alga. Tetapi alga ini hanya bisa mereduksi amonia dalam jumlah sedikit sehingga akumulasi amonia dalam kolam tetap tinggi. Amonia yang tinggi dapat mengakibatkan tingginya kandungan nitrit perairan yang bersifat toksik. Nitrit tersebut merupakan produk antara bakteri nitrifikasi yang memanfaatkan amonia dalam prosesnya. Selain itu amonia yang tinggi juga dapat mengakibatkan blooming alga. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan pergantian air secara rutin. Tetapi hal tersebut tidak dapat selalu dilakukan, terkait dengan masalah lingkungan, kualitas air, limbah buangan budidaya, dan lain-lain. Oleh karenanya pengembangan sistem heterotrof dapat menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengontrol nitrogen anorganik (Willet dan Morrison, 2006). Sistem heterotrof ini berdasar pada bakteri. Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi nutrien organik di dalam kegiatan produksi akuakultur dan sedimen tambak (Hargreaves, 1998 dalam Hadi, 2006). Peranan bakteri dalam sistem akuakultur dapat dilihat pada trofik level berikut : BAKTERI
Nutrien dan CO2

FITOPLANKTON

ZOOPLANKTON Cahaya matahari IKAN

DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK Gambar 1. Trofik level dalam kolam budidaya Menurut Woon (2007) pertumbuhan bakteri heterotrof mempengaruhi jumlah nitrogen dalam perairan melalui 3 hal, yaitu : (1) proses asimilasi nitrogen

menjadi sel; (2) diasimiliasi nitrogen melalui proses respirasi; dan (3) denitrifikasi nitrat dan nitrit. Beberapa proses mikrobial akan bereaksi untuk menghilangkan atau menambah amonia pada kolam budidaya konvensional. Proses-proses mikrobial tersebut, diantaranya nitrifikasi, denitrifikasi, fotosisntesis, dan heterotrof. Tiga proses mikrobial yang mendominasi kualitas air pada kolam budidaya menurut Brune et al., (2003), yaitu : Biosintesis Alga (Photoautotrophic) 106 CO2 + 16 NH4+ + 52 H2O + PO-3 C106H152O53N16P + 106 O2 + 16 H+ C/N = 5.7/1 mg/mg VS = 50% Karbon 8.7% Nitrogen = 1 2/hari (24 48 hr generation time) Biosintesis Bakteri (Heterotrophic) BOD5 + NH4 C5H7NO2 C/N = 4.3/1 mg/mg VS = 53% Karbon 12.3% Nitrogen = 2.5/hari (10 hr generation time) Nitrifikasi (Chemoautotrophic) 22 NH4+ + 37 O2 + 4 CO2 + HCO3C5H7NO2 + 21 NO2- + 2 H2O + 42 H+ = 1/hari (24 hr generation time) Gambar 2. Proses-proses mikrobial penting dalam kolam Beberapa faktor kunci pengembangan sistem heterotrof ini menurut McIntosh (2000) yaitu : (1) kepadatan yang tinggi; (2) aerasi yang cukup bagi pergerakan air untuk menjaga padatan tetap terlarut dan tingkat oksigen mencukupi bagi kesehatan udang; (3) input bahan organik yang tinggi, sebagai sumber makanan baik bagi udang maupun bakteri. Selain itu perlu diperhatikan juga mengenai keseimbangan nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri, seperti karbon dan nitrogen.

2.2.1 Teknik Intensifikasi Mikrobial Beberapa cara yang dapat digunakan untuk proses intensifikasi bakteri antara lain (Brune et al., 2003): (1) peningkatan aerasi untuk meningkatkan proses pencampuran sedimen yang bertujuan untuk meningkatkan proses nitrifikasi pada kolom air; (2) penambahan bahan berkarbon untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri. Penambahan bahan berkarbon merupakan teknik yang potensial untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri dalam lingkungan budidaya. Bakteri heterotrof akan menggunakan karbon organik sebagai sumber energi, berkorelasi dengan nitrogen yang akan digunakan untuk sintesis protein demi menghasilkan material sel baru (Willet dan Morrison, 2006). Dengan adanya penambahan bahan berkarbon, bakteri akan menggunakan nitrogen yang terdapat dalam kolam budidaya sehingga mampu mengurangi konsentrasi nitrogen anorganik (amonia) yang bersifat toksik bagi organisme budidaya. Penambahan bahan berkarbon ini terbukti mampu mengurangi nitrogen anorganik dan menggantikan protein pakan (Avnimelech, 1999; Erler et al., 2005). Berapa banyak karbon yang dibutuhkan oleh bakteri dapat diketahui dengan berdasar pada nilai C/N rasio bakteri (Willet dan Morrison, 2006). Jika C/N rasio bernilai tinggi seperti pada perairan alami, maka nitrogen akan semakin cepat hilang (Berard et al., 1995 dalam Beristain et al., 2005a). Pada lingkungan budidaya pemberian pakan dengan kandungan protein tinggi akan menyebabkan terjadinya penyuburan nitrogen. C/N rasio yang ditemukan pada kondisi tersebut sangat rendah. Berikut merupakan nilai C/N rasio dari beberapa sistem menurut Beristain et al., (2005a) : Tabel 1. C/N rasio berbagai sistem akuatik System Laut Danau Kolam tanah pada tilapia Sistem resirkulasi pada african catfish C/N Rasio 17 40 (rata-rata 6.99 27.63) 12.5 (rata-rata 6 30) 9.5 (rata-rata 7.1 10.55) 2.3

Kemampuan bakteri untuk dapat mengurangi nitrogen anorganik dalam lingkungan budidaya dan memproduksi protein mikrobial tergantung pada

koefisien konversi mikroba, C/N rasio biomassa bakteri, serta kandungan karbon dari bahan yang ditambahkan (Avnimelech, 1999).

2.2.2 Sumber Karbon (Molase) Sumber karbon organik yang dapat digunakan meliputi alkohol, gula, sagu, dan bahan berserat (fiber). Alkohol dan gula mudah untuk dicerna, dapat menstimulus pertumbuhan bakteri lebih cepat, sehingga mampu untuk berkompetisi dengan fitoplankton dalam mengabsorbsi nitrogen dan fosfor dalam kolam budidaya. Karbohidrat kompleks seperti jagung, sagu dan tepung terigu lebih lambat dimetabolisme (dicerna) dibandingkan alkohol dan gula, tetapi keunggulan dari penggunaan karbohidrat kompleks adalah dapat menyediakan partikel-partikel yang dapat dijadikan tempat menempel bakteri. Partikel tersebut juga akan memudahkan proses pelepasan karbon organik. Karbohidrat kompleks membutuhkan enzim bakteri yang cocok dalam proses dekomposisinya. Enzimenzim tersebut akan meningkatkan proses pencernaan spesies akuakultur. Bahan fiber (berserat) sangat dihindari penggunaannya, karena bahan berserat relatif tidak terdekomposisi dengan baik. Tetapi bahan berserat menyediakan partikel yang tahan lama sebagai substrat bakteri (Chamberlain et al., 2001). Molase (gula tetes) merupakan buangan akhir proses pengolahan gula setelah mengalami kristalisasi berulang, berwarna coklat kehitaman dan berbentuk cairan kental. Molase mengandung 48 56% gula dan sedikit bahan atau unsurunsur mikro (trace element) yang penting bagi kehidupan organisme, seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan, dan seng. Selain itu, molase juga mengandung vitamin dan pigmen (Paturau, 1982 dalam Saputra, 2008). Komposisi kimia dari molase dapat dilihat pada Tabel 2. Penggunaan molase sebagai sumber karbon didasarkan pada harga molase yang relatif murah, memiliki kandungan karbon yang tinggi, serta penggunaannnya yang cukup mudah (Willet dan Morrison, 2006). Penggunaan molase mampu mengurangi nilai total amonia nitrogen (TAN) dari kolam budidaya (Chamberlain et al., 2001; Erler et al., 2005; Samocha et al., 2006; Willet dan Morrison, 2006).

Tabel 2. Komposisi kimia molase Komponen Air Sukrosa Glukosa Fruktosa Gula pereduksi Karbohidrat lain Abu Komponen nitrogen Asam buka nitrogen Wax, steroid, dan fosfolipid Kisaran (%) 17 25 30 40 49 5 12 15 25 7 25 26 28 0.1 1 Rata-rata (%) 20 35 7 9 3 4 12 4.5 5 0.4

2.3 Nitrogen Nitrogen merupakan elemen yang esensial bagi pertumbuhan mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan yang sering juga disebut sebagai biostimulan. Senyawa kimia nitrogen sangat kompleks, karena nitrogen memiliki beberapa tahapan oksidasi yang dapat merubah senyawa kimia nitrogen. Proses oksidasi tersebut dipengaruhi oleh organisme hidup (Metcalf dan Eddy, 1991). Nitrogen dalam perairan terdapat dalam bentuk gas nitrogen (N2), amonia terlarut (NH3), ion amonium (NH4+), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan senyawa bentuk lain yang berasal dari masuknya nutrien akibat aktivitas pertanian, buangan domestik, limbah industri, limbah perikanan, peternakan, feses, serta urin dari ikan dan hewan lainnya (Goldman dan Horne, 1983). Sedangkan Metcalf dan Eddy (1991) menyebutkan nitrogen dalam perairan terdapat dalam bentuk gas nitrogen (N2), amonia (NH3), amonium (NH4+), ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-), dan nitrogen organik. Nitrogen organik merupakan campuran kompleks berbagai bahan seperti asam amino, gula amino, dan protein (polimer). Nitrogen dalam bentuk ini siap untuk diubah menjadi amonium oleh mikroorganisme yang berada di air atau tanah. Pemberian pakan buatan pada lingkungan budidaya akan meningkatkan jumlah nitrogen yang masuk ke dalam perairan. Hal ini mengakibatkan kandungan nutrien dalam perairan meningkat, termasuk amonia yang berbahaya bagi organisme akuatik. Amonia tersebut akan digunakan sebagai sumber nitrogen oleh fitoplankton, alga, tumbuhan, dan bakteri. Tetapi jumlah nutrien yang berlebih

10

akan mendorong pertumbuhan alga yang pesat (blooming) yang pada akhirnya berakibat pada kematian massal alga. Proses dekomposisi alga mati, sisa pakan, tanaman air dan organisme akuatik yang mati akan membebaskan amonia. Selain alga, bakteri juga memanfaatkan amonia melalui proses nitrifikasi yang akan mengubah amonia menjadi nitrit kemudian nitrat yang tidak berbahaya. Nitrat ini akan digunakan kembali oleh alga dan tumbuhan air. Nitrat juga dapat diubah menjadi gas N2 oleh mikroorganisme melalui proses denitrifikasi (Duborrow et al., 1997). Semua proses tersebut membentuk sikus nitrogen seperti Gambar 3.

Feed

Uneaten feed

Water

Fish/Shrimp NH3 + NH4+ (TAN) Bacteria Nitrification (aerobic) NO2(nitrit) Bacteria Uptake NO3(nitrat) Bacteria

Mineralization

Uptake

Algal bloom NO2N2 (gas) Bacteria

Fixation

Volatolized

Denitrification (anaerobic)

Bottom soil Gambar 3. Siklus nitrogen pada perairan (Duborrow et al., 1997)

11

2.3.1 Amonia (NH3) Amonia merupakan produk akhir utama penguraian protein pada ikan. Ikan akan mencerna protein dalam pakan dan mengekskresikan amonia melalui insang dan feses. Amonia pada lingkungan budidaya juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik seperti sisa pakan, alga mati dan tumbuhan akuatik (Duborow et al., 1997). Terdapat 2 bentuk amonia di air, yaitu yang terionisasi (amonium, NH4+) dan yang tidak terionisasi (amonia, NH3). Amonia yang tidak terionisasi berbahaya bagi organisme akuatik, karena bersifat toksik (Masser et al., 1999). Nilai NH3 tergantung pada nilai pH dan suhu perairan (Van Wyk dan Scarpa, 1999; Masser et al., 1999; Boyd, 1982). Semakin tinggi suhu dan pH air, persentase NH3 semakin tinggi (Boyd, 1990). Perbandingan antara NH3 dan NH4+ dapat dilihat pada persamaan berikut : NH3 + H2O NH4+ + OHKonsentrasi amonia yang tinggi di dalam air akan mempengaruhi permeabilitas ikan oleh air dan mengurangi konsentrasi ion di dalam tubuh. Amonia juga meningkatkan konsumsi oksigen di jaringan, merusak insang, dan mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen (Boyd, 1982). Amonium digunakan sebagai sumber nitrogen oleh fitoplankton, alga, tumbuhan air, dan golongan bakteri yang dikenal sebagai bakteri heterotrof. Diduga bakteri menggunakan amonium dalam jumlah yang signifikan dalam kolam budidaya. Beberapa studi mengindikasikan bakteri heterotrof menggunakan hampir 50% total amonium dalam air. Bakteri heterotrof tidak hanya menggunakan amonium sebagai sumber nitrogen, tetapi juga sisa pakan dan hasil ekskresi organisme akuatik (Montoya dan Velasco, 2000). Peran bakteri dalam lingkungan tambak dapat dilihat pada Gambar 4. Toksisitas amonia pada udang tergantung pada umur udang. Post larva dan juvenil udang lebih rentan terhadap toksisitas amonia dibandingkan dengan udang yang berukuran besar atau dewasa. Lethal concentration (LC50) dari NH3 adalah 0.2 mg/l untuk post larva dan 0.95 mg/l untuk udang yang berukuran 4.87 gram. Kesehatan dan pertumbuhan udang tidak terpengaruh pada konsentrasi amonia kurang dari 0.03 mg/l, tetapi pemaparan yang berlangsung secara intensif pada

12

konsentrasi sublethal akan berdampak buruk pada udang, laju pertumbuhan akan turun dan konversi pakan (FCR) akan meningkat (Van Wyk dan Scarpa, 1999).

NH4+ proportion

Nitrosomonas sp. Population

Nitrococcus sp. Population

Excreted as Ammonia

Oxidation Rate

Oxidation Rate

NH3-N

NH4+-N

NO2--N

NO3--N

Feed particles

NH4+-N Uptake Rate

Heterophobic population
Uneaten feed

Nitrogen in heterobacteria

Net Growth Rate

Feses

Degradation rate

Gambar 4. Proses mikrobial di tambak udang 2.3.2 Nitrit (NO2-) Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi, dan biasanya merupakan indikator tingkat polusi. Walaupun dalam konsentrasi rendah, nitrit bersifat toksik bagi ikan dan organisme akuatik lainnya (Metcalf dan Eddy, 1991). Nitrit merupakan produk awal dari proses nitrififikasi dimana ion amonium dioksidasi oleh bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit. Dalam

13

lingkungan budidaya akan terjadi akumulasi nitrit apabila proses lanjutan dari nitrifikasi yang akan mengubah nitrit menjadi nitrat tidak dapat berjalan (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Pada ikan senyawa nitrit akan terikat pada darah yang akan membentuk methaemoglobin (Hb + NO2- = Met-Hb). Met-Hb akan mengganggu proses transportasi oksigen ke jaringan-jaringan ikan sehingga dapat menyebabkan ikan mengalami hypoxsia. Met-Hb dalam darah menyebabkan darah berwarna coklat. Oleh karenanya keracunan nitrit disebut juga penyakit brown blood (Boyd, 1982; Van Wyk dan Scarpa, 1999; Masser et al., 1999). Pada udang mekanisme toksisitas nitrit tidak sepenuhnya dipahami, karena udang mempunyai pigmen darah (hemocyanin) yang berbeda dibandingkan ikan. Walaupun demikian diduga mekanisme toksisitas nitrit pada udang tidak berbeda jauh, karena nitrit yang tinggi menurunkan toleransi udang terhadap oksigen (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Daya racun nitrit yang tinggi dipengaruhi oleh bentuk persenyawaan nitritnya, yaitu bila terdapat dalam bentuk asam (HNO2) maka akan lebih toksik daripada bentuk ion nitrit. Toksisitas nitrit dapat dikurangi dan dihambat dengan adanya ion klorida (Masser et al., 1999). Jika konsentrasi ion klorida dalam air besarnya 6 kali dari konsentrasi nitrit, maka nitrit tidak akan ditransportasikan ke dalam insang sehingga toksisitas nitrit dapat dicegah. Oleh karena itu nitrit akan lebih toksik pada salinitasnya rendah. Toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies, ukuran, serta salinitas. LC50 udang vaname lebih rendah dibandingkan udang windu (Van Wyk dan Scarpa, 1999). 2.3.3 Nitrat (NO3-) Nitrat merupakan produk akhir dari proses nitrifikasi, dimana dengan bantuan bakteri Nitrobacter nitrit akan diubah menjadi nitrat yang relatif tidak toksik (Van Wyk dan Scarpa, 1999; Masser et al., 1999). Nitrat akan bersifat toksik pada konsentrasi di atas 300 ppm (Masser et al., 1999), tetapi pada udang konsentrasi nitrat lebih dari 200 ppm akan memperngaruhi pertumbuhan serta daya tahan udang terhadap penyakit (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Nitrat dalam lingkungan budidaya dapat dihilangkan dengan bantuan bakteri denitrifikasi yang

14

akan mengubah nitrat menjadi gas nitrogen. Gambaran bentuk-bentuk nitrogen menurut Metcalf dan Eddy, (1991) dapat dilihat pada Tabel 3 : Tabel 3. Bentuk-bentuk nitrogen Bentuk-Bentuk Nitrogen Gas amonia Ion amonium Total amonia nitrogen Nitrit Nitrat Total inorganik nitrogen Total kjeldahl nitrogen Organik nitrogen Total nitrogen Singkatan NH3 NH4+ TAN NO2NO3TIN TKN Organik N TN Definisi NH3 NH4+ NH3 + NH4+ NO2NO3NH3 + NH4+ + NO2- + NO3Organik N + NH3 + NH4+ TKN (NH3 + NH4+) Organik N + NH3 + NH4+ + NO2- + NO3-

2.4 Bioremediasi Bioremediasi merupakan proses dimana bahan organik berbahaya didegradasi secara biologis menjadi senyawa lain yang lebih sederhana. Bioremediasi dapat dilakukan langsung pada lingkungan tercemar (in situ) atau dengan membuat lingkungan baru berupa bioreaktor yang dikondisikan (ex situ) dengan menggunakan inokulan yang dapat mendegradasi bahan pencemar (Citroreksoko, 1996). Teknologi-teknologi yang diterapkan dalam proses bioremediasi dapat dilihat pada Tabel 4. Sumber utama polutan pada lingkungan budidaya berasal dari hasil dekomposisi protein dari sisa pakan yang tidak terkonversi dan kotoran udang itu sendiri. Hasil dari proses tersebut adalah amonia dan nitrit yang pada kisaran tertentu bersifat toksik bagi organisme budidaya. Menurut Davis dan Cornwell (1991) terdapat 3 alasan mengapa nitrogen berbahaya, yaitu : (1) dalam konsentrasi yang tinggi NH3N toksik bagi ikan; (2) NH3 dalam konsentrasi yang rendah, dan NO3- dapat mendorong terjadinya blooming alga; (3) konversi NH4+ menjadi NO3- membutuhkan oksigen dalam jumlah besar. Pendekatan bioremediasi yang potensial untuk diterapkan pada sistem budidaya udang vaname adalah dengan berlandaskan pada aktivitas mikroba yang berperan dalam siklus nitrogen. Dan untuk itu dilakukan penambahan kultur

15

bakteri serta nutrien yang akan menstimulus pertumbuhan bakteri. Kelompok bakteri yang dapat mengurangi amoniak, nitrit, dan nitrat dari lingkungan budidaya yaitu bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. Sedangkan nutrien yang dapat digunakan untuk menstimulus pertumbuhan bakteri adalah bahan berkarbon. Tabel 4. Teknologi Bioremediasi Teknologi Bioaugmentasi Perlakuan

Penambahan kultur bakteri terhadap medium yang terkontaminasi Penggunaan kolom berjalur mikrobial untuk perlakuan terhadap Biofilter emisi udara Penambahan nutrien tertentu untuk menstimulasi populasi Biostimulasi mikroba dalam tanah dan/atau air Biodegradasi dalam bejana atau reaktor digunakan untuk Bioreaktor perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry) Cara perlakuan tanah terkontaminasi oleh oksigen terhisap Bioventing melalui tanah untuk menstimulasi pertumbuhan aktivitas mikroba Proses perlakuan termofilik, aerobik, dimana bahan Pengomposan terkontaminasi dicampur dengan pereaksi yang jumlahnya besar Sistem perlakuan fasa padat untuk tanah terkontaminasi, Landfarming dilakuan in situ atau dalam suatu ruang terkonstruksi dalam tanah Sumber : Bacher dan Herson (1994) dalam Citroreksoko (1996)

2.5 Proses Penyisihan Nitrogen Secara Biologis Proses penyisihan nitrogen dapat dilakukan baik secara kimiawi maupun biologis. Secara kimiawi dapat dilakukan dengan proses yang disebut ammonia stripping, yaitu dengan cara peningkatan pH atau penambahan kalsium karbonat. Penyisihan karbon secara kimiawi ini harus dibarengi dengan proses pergantian air secara rutin. Sedangkan secara biologis, proses penyisihan nitrogen dilakuan melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi (Davis dan Cornwell, 1991).

2.5.1 Nitrifikasi Nitrifikasi merupakan proses mikrobial yang mereduksi komponen nitrogen (amonia) menjadi nitrit dan nitrat (EPA, 2002). Nitrifikasi berlangsung melalui 2 tahapan reaksi, dimana pada tahap pertama oksidasi amonium menjadi nitrit yang dilakukan oleh mikroba pengoksidasi amonium (Nitrosomonas sp), dan

16

pada tahap kedua oksidasi nitrit oleh mikroba pengoksidasi nitrit (Nitrobacter sp). Tahapan reaksi nitrifikasi menurut Spotte (1979) dalam Pranoto (2007) yaitu : NH4+ + 3/2 O2 Nitrosomonas sp Enzim amonia monooksigenase NO2- + 2H+ + H2O G = -66 Kkal mol N-1

tahap kedua : NO2- + 1/2 O2 Nitrobacter sp Enzim nitrit oksidase NO3G = -18 Kkal mol N-1

Proses kimiawi nitrifikasi berlangsung menurut reaksi sebagai berikut (Van Wyk dan Scarpa, 1999) : 55NH4+ + 76O2 + 109HCO3C5H7NO2 Menurut EPA (2002) pertumbuhan bakteri nitrifikasi dipengaruhi oleh konsentrasi amonia, suhu, pH, cahaya, konsentrasi oksigen, dan komposisi bakteri. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses nitrifikasi menurut Ripple (2003) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses nitrifikasi Parameter Dissolved oxygen (DO) Keterangan Nitrifikasi mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang besar. Bakteri nitrifikasi membutuhkan 4.6 mg O2 untuk mengoksidasi 1 mg amonia. Untuk dapat bekerja bakteri nitrifikasi membutuhkan DO minimal 2 mg/l Bakteri nitrifikasi akan kalah berkompetisi dengan bakteri heterotrof dalam perebutan DO dan nutrien. Oleh karenanya agar proses nitrifikasi dapat mengambil alih, maka BOD terlarut harus dikurangi hingga nilainya turun menjadi 20-30 mg/l untuk mengurangi kompetisi tersebut. pH ideal untuk bakteri nitrifikasi adalah 7.5 8.5, tetapi bakteri masih dapat beradaptasi pada pH diluar kisaran 20 35oC, proses nitrifikasi akan melambat drastis pada suhu dibawah 5oC Bakteri nitrifikasi sensitif terhadap pencemar (ex: logam berat). Bakteri nitrifikasi menjadi yang pertama mati jika ada pencemaran 54NO2- + 57H2O + 104H2CO3 + C5H7NO2 400NO3= + 3H2O + 400NO2- + NH4+ + O2 + 4H2CO3 + HCO3- + 195O

Kandungan BOD

pH Suhu Rentan terhadap toksin

17

Umum

diketahui

bahwa

bakteri

nitrifikasi

merupakan

chemolithoautotrophic bacteria (ex: Nitrosomonas, Nitrobacter), yang mampu memenuhi kebutuhan karbonnya melalui fiksasi CO2 (siklus Calvin), serta sumber energinya berasal dari proses oksidasi reduksi amonia menjadi nitrat. Namun beberapa strain dari bakteri pengoksidasi nitrit (nitrit oxidizing bacteria) memiliki kemampuan untuk melakukan metabolisme heterotrof dengan menggunakan substrat karbon sederhana (Ward, 2000). Beberapa bakteri denitrifikasi, heterotrof, dan fungi memperlihatkan kemampuan nitrifikasi heterotrof (Ward, 2000). Oleh karenanya Alexander (1999) mendefinisikan proses nitrifikasi sebagai proses konversi nitrogen baik itu dalam bentuk organik maupun anorganik, yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Nitrifikasi heterotrof memiliki reaksi oksidasi yang berbeda dengan bakteri nitrifikasi autotrof, termasuk reaksi yang melepaskan nitrit dan nitrat yang berasal dari dekomposisi nitrogen organik. Diduga bakteri nitrifikasi heterotrof memiliki mekanisme enzim yang berbeda dengan bakteri nitrifikasi autotrof (Wehrfritz et al., 1993 dalam Ward, 2000). Selain itu nitrifikasi heterotrof juga memiliki mekanisme pembentukan energi yang berbeda dengan bakteri nitrifikasi autotrof (Castignetti, 1990 dalam Ward, 2000). Nitrifikasi heterotrof tidak memberikan kontribusi yang besar dalam mengkonversi amonia menjadi nitrit dan nitrat (Atlas dan Bartha, 1981). Walaupun bakteri nitrifikasi heterotrof tidak efisien dalam mengkonversi amonia, namun jumlahnya yang banyak akan mempengaruhi laju sintesis nitrat (Alexander, 1999). Perbandingan laju nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi autotrof dan heterotrof dapat dilihat pada Tabel 6.

18

Tabel 6. Laju nitrifikasi beberapa bakteri nitrifikasi autotrof dan heterotrof Organisme Substrat Produk Laju Perubahan (Rate of Formation) gN/day/g dry cells Akumulasi Produk (max.product accumulation) gN/ml

Arthrobacter NH4+ Nitrit 375 9000 0.2 1 (heterotrof) Arthrobacter NH4+ Nitrat 250 650 2 4.5 (heterotrof) Aspergillus NH4+ Nitrat 1350 75 (heterotrof) Nitrosomonas Nitrit 1 30 million 2000 4000 NH4+ (autotrof) Nitrobacter NO2Nitrat 5 70 million 2000 4000 (autotrof) Sumber : Focht dan Verstraete (1977) dalam (Atlas dan Bartha, 1981)

2.5.2 Denitrifikasi Denitrifikasi merupakan proses dimana nitrat dan nitrit direduksi menjadi gas N2, yang pada akhirnya dilepas dari kolom air. Denitrifikasi ini merupakan proses penting untuk mengatur N (Keeney et al., 1971). Menurut Woon (2007) proses denitrifikasi berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu : Nitrat Nitrit Nitric oxide Nitrous oxide Dinitrogen gas Salah satu produk gas pada proses denitrifikasi adalah gas N2O (nitrous oksida). Gas tersebut berpengaruh negatif terhadap lingkungan, yaitu sebagai salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca (pemanasan global). Secara alamiah gas tersebut diemisikan dari ekosistem perairan sungai, estuarin, dan daratan. Perairan sungai memberikan sumbangan sebesar 55%, estuarin 11%, dan daratan sebesar 33%. Laju denitrifikasi akan meningkat dengan meningkatnya kandungan nitrat pada sedimen (Widiyanto, 2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi proses denitrifikasi adalah lingkungan. Lingkungan yang tepat bagi bakteri denitrifikasi adalah lingkungan dengan kandungan oksigen yang rendah atau tidak ada oksigen. Proses denitrifikasi optimum ketika DO nol. pH optimum bagi denitrifikasi adalah 6.5 7.5, dan akan menurun hingga 70% pada pH 6 dan pH 8.

19

2.6 Kualitas Air 2.6.1 pH Konsentrasi ion hidrogen merupakan parameter kualitas air yang penting. Konsentrasi ion hidrogen tersebut dinyatakan sebagai pH yang didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (Metcalf dan Eddy, 1991; Van Wyk dan Scarpa, 1999). pH rendah mengindikasikan konsentrasi ion hidrogen yang tinggi, sedangkan pH tinggi mengindikasikan konsentrasi ion hidrogen yang rendah. Nilai pH berkisar antara 0 14. Air disebut asam jika pH< 7, netral jika pH= 7, dan basa/alkali jika pH> 7 (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Pengaruh pH terhadap organisme akuatik menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1982) dapat dilihat pada Gambar 5.
Tidak ada reproduksi Tidak ada reproduksi

mati

Pertumbuhan lambat

Pertumbuhan baik

Pertumbuhan mati lambat

10

11

Gambar 5. Pengaruh pH terhadap organisme akuatik Udang mampu mentolerir pH pada kisaran 7 9. Air yang terlalu asam (pH<6.5) dan air yang terlalu basa (pH>10) dapat merusak insang udang dan mengganggu pertumbuhan. Walaupun udang dapat hidup pada kisaran pH 7 9, tetapi pH sebaiknya dijaga pada kisaran 7.2 7.8. Hal ini berkaitan dengan toksisitas amonia, dimana toksisitas amonia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pH. Pada pH kurang dari 7.8 fraksi amonia dalam total amonia nitrogen berkurang sekitar 5% dan pada pH lebih dari 9 sekitar 50% total amonia nitrogen berada dalam bentuk amonia (Van Wyk dan Scarpa, 1999).

2.6.2 Suhu Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan air laut (altitude), waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman air. Proses suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2000). Setiap spesies

20

ikan memiliki kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan. Pada suhu yang optimum ikan tumbuh lebih cepat, memiliki efisiensi pakan yag lebih baik, dan relatif lebih tahan dari serangan penyakit (Masser et al., 1999). Suhu akan mempengaruhi proses fisiologi dalam tubuh udang, dimana setiap peningkatan suhu sebesar 10oC akan menyebabkan peningkatan reaksi biokimia dalam tubuh sebesar 2 kali. Udang memiliki kisaran suhu yang sangat luas dengan batas bawah sebesar 15oC dan batas atas sebesar 35oC atau sampai 40oC dalam rentang waktu yang singkat. Suhu optimum bagi udang berkisar 24 32oC. Bila udang hidup di bawah maupun di atas kisaran suhu optimumnya, maka udang akan stres dan tidak tumbuh dengan baik (Van Wyk dan Scarpa, 1999).

2.6.3 Oksigen Terlarut (Dissolved oxygen) Oksigen terlarut merupakan faktor yang menentukan dalam budidaya perikanan intensif dan keberhasilan serta kegagalan pemeliharaan ikan sering tergantung pada kemampuan untuk mengatasi masalah oksigen terlarut yang rendah (Boyd, 1982). Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfir (Jeffries dan Mills, 1996). Oksigen dibutuhkan oleh udang untuk respirasi serta proses-proses fisiologi sel yang berperan dalam pembentukkan energi yang dibutuhkan dalam proses metabolisme nutrien dalam pakan. Oksigen yang terbatas akan menyebabkan kemampuan udang untuk memetabolis pakan menjadi terbatas, penurunan laju pertumbuhan, serta penurunan kemampuan mengkonversi pakan. Pertumbuhan dan nilai FCR yang baik diperoleh ketika konsentrasi oksigen berada pada 80% saturasi. Konsentrasi oksigen sebesar 5 ppm tidak akan mengakibatkan stres pada udang, tetapi pemaparan konsentrasi oksigen rendah (< 1.5 ppm) pada waktu yang lama dapat bersifat lethal (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Standar kualitas air bagi budidaya udang menurut Whetstone et al., (2002) dapat dilihat pada Tabel 7.

21

Tabel 7. Kualitas air untuk budidaya udang Variabel Oksigen pH Salinitas Suhu Nitrogen Bentuk dalam Air Gas oksigen H+ [-Log (H+)] Amonium (NH4+) Amonia (NH3) Nitrit (NO2-) Nitrat (NO3-) Nilai Optimum 5 15 ppm pH 7 9 5 35 ppt 26 29oC 0.2 2 ppm < 0.1 ppm < 0.23 ppm 0.2 10 ppm

22

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus sampai September 2008 di Laboratorium Lapang Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah benur udang vaname Litopenaeus vannamei berukuran PL 16 yang berasal dari PT. Tri Windu Manunggal, Anyer, Banten. Sebelum diberikan perlakuan benur diaklimatisasi terlebih dahulu selama 5 hari. Benur yang akan digunakan dalam penelitian dipilih yang berukuran seragam melalui proses sortasi.

3.2.2 Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi Bakteri yang digunakan merupakan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi hasil isolasi dari tambak udang windu tradisional di Desa Belanakan, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Bakteri nitrifikasi yang digunakan merupakan isolat S12 yang memiliki kemampuan mereduksi amonia sebesar 80.54%, serta menghasilkan nitrit dan nitrat sebesar 0.51% dan 20.59% pada media cair nitrifikasi. Sedangkan bakteri denitrifikasi yang digunakan merupakan isolat DS7 dengan kemampuan mereduksi nitrat sebesar 56.49%, serta membentuk nitrit (29.1%), amonia (1.63 mg/l), serta gas N2 (70.36%) pada media denitrifikasi cair (Pranoto, 2007).

3.2.3 Medium Bakteri Medium bakteri yang digunakan antara lain, sea water complete (SWC), media nitrifikasi dan denitrifikasi (Lampiran 1).

23

3.2.4 Sumber Karbon Sumber karbon yang digunakan adalah molase dengan kandungan karbon sebesar 61,45%.

3.2.5 Wadah dan Media Pemeliharaan Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 50 x 30 x 25 cm sebanyak 18 buah sebagai wadah pemeliharaan udang. Pada masing-masing akuarium diisi air laut sebanyak 24 liter dan benur udang sebanyak 24 ekor/akuarium lengkap dengan sistem aerasinya.

3.2.6 Peralatan Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan aerasi, serokan ikan, penggaris, timbangan digital, tabung reaksi, cawan petri, pembakar bunsen, jarum ose, inkubator goyang (shaker), penangas air, inkubator (suhu ruang), autoklaf, oven, penangas air, mikropipet, heater, termometer, pH meter, DO meter, pipet, bulp, gelas piala, erlanmeyer, spektrofotometer, erlenmeyer, lemari es, vortex, alumunium foil, dan tissue.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan Wadah Sebelum digunakan akuarium dicuci dengan deterjen dan diisi air. Selanjutnya wadah berisi air tersebut disterilisasi menggunakan kaporit dengan dosis 100 ppm dan dibiarkan selama 2 hari, tanpa aerasi. Setelah itu air dibuang dan wadah diisi air laut yang telah disaring sebanyak 24 liter dan diberi aerasi. Peralatan aerasi sebelum digunakan direndam terlebih dahulu dengan kaporit 100 ppm.

3.3.2 Pemeliharaan Udang Pemeliharaan udang dilakukan selama 25 hari pada akuarium dengan volume 24 liter. Jumlah udang yang ditebar sebanyak 24 ekor/akuarium dengan bobot rata-rata 0.015 gram dan panjang rata-rata 1.32 cm. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 5 kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, dan

24

22.00. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada sistem blind feeding program pakan komersil Gold Coin. Kandungan protein pakan ditentukan berdasarkan hasil analisa kadar protein di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pemberian molase dilakukan satu kali sehari pada pukul 22.30. Inokulasi bakteri dilakukan setiap 5 hari sekali dengan konsentrasi masing-masing ~108 CFU/ml. Pemeliharaan udang ini menggunakan sistem zero water exchange dengan tidak melakukan pergantian air selama 25 hari.

3.3.3 Prosedur Penambahan Karbon Proses intensifikasi mikrobial dilakukan dengan penambahan molase pada media budidaya dengan mengadaptasi perhitungan yang dilakukan oleh Avnimelech (1999). Kontrol akumulasi nitrogen anorganik di tambak dapat dilakukan dengan berdasar pada metabolisme karbon dan immobilisasi nitrogen oleh bakteri. Bakteri dan mikroorganisme yang lain menggunakan karbohidrat (gula, pati, dan selulosa) sebagai makanan guna mendapatkan energi dan tumbuh melalui pembentukkan sel-sel baru (Avnimelech, 1999). Proses tersebut dapat dilihat pada persamaan berikut : Corganik CO2 + Energi + Cterasimilasi dalam sel mikroba (1) Penambahan karbohidrat potensial untuk mengurangi konsentrasi nitrogen anorganik pada budidaya dengan sistem intensif. Berdasarkan persamaan (1) dan definisi efisiensi konversi mikroba (persentase karbon yang terasimilasi berdasarkan karbon pakan yang tercerna), maka jumlah potensial asimilasi karbon mikroba adalah sebagai berikut :
Cmik = CH %C E

(2)

Jumlah nitrogen yang dibutuhkan untuk memproduksi sel baru (N) bergantung pada C/N rasio dari biomassa mikroba. Nilainya adalah sebagai berikut : Nmik = Cmik [C / N ]mik CH %C E [C / N ]mik (3)

Nmik =

25

Ikan atau udang di tambak hanya memanfaatkan 25% nitrogen dalam pakan, sisanya diekskresikan sebagai NH4 atau sebagai N organik yang terdapat dalam feses dan residu pakan. Jumlah nitrogen yang terdapat dalam pakan dapat dihitung melalui persamaan berikut :

N = pakan % Npakan % Nekskresi

(4)

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas, maka jumlah karbon yang harus ditambahkan untuk mendukung proses pertumbuhan bakteri, yaitu :

CH =
Keterangan [C/N]mik CH %C E Pakan %N pakan :

( pakan % Npakan % Nekskresi ) [C / N ]mik


%C E

: rasio [C/N] bakteri : jumlah karbon yang harus ditambahkan : kandungan karbon dari sumber karbon yang ditambahkan : efisiensi konversi mikroba : jumlah pakan yang diberikan : kandungan N dalam pakan

%N ekskresi : kandungan N yang dikeluarkan oleh tubuh ikan

3.3.4 Perlakuan Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pemeliharaan udang pada beberapa perlakuan, yaitu kontrol, penambahan bakteri tanpa molase, serta penambahan bakteri dengan molase (C/N rasio 10, 15, 20, dan 25). Jumlah molase yang ditambahkan didasarkan pada rumus Avnimelech (1999) dengan berdasar pada nilai C/N rasio. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan antara lain : 1. Kadar protein pakan 39.79% 2. Efisiensi konversi mikroba (E) 40% 3. Kadar karbon dalam molase (%C) 61.45% 4. Kadar nitrogen dalam pakan (%N pakan) 16% 5. Nitrogen yang diekskresikan (%N ekskresi) 33% 6. C/N rasio target 10, 15, 20, 25

26

Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini antara lain : 1. Kontrol, tanpa ada pemberian bakteri nitrifikasi, denitrifikasi dan molase 2. Penambahan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, tanpa molase 3. Penambahan bakteri nitrifikasi, denitrifikasi serta molase dengan C/N rasio 10 Jumlah karbon yang ditambahkan adalah : CH = pakan 0 .85 4. Penambahan bakteri nitrifikasi, denitrifikasi serta molase dengan C/N rasio 15 Jumlah karbon yang ditambahkan adalah : CH = pakan 1 .275 5. Penambahan bakteri nitrifikasi, denitrifikasi serta molase dengan C/N rasio 20 Jumlah karbon yang ditambahkan adalah : CH = pakan 1 .7 6. Penambahan bakteri nitrifikasi, denitrifikasi serta molase dengan C/N rasio 25 Jumlah karbon yang ditambahkan adalah : CH = pakan 2 .125

3.4 Parameter Pengamatan

Selama masa pemeliharaan dilakukan sampling kualitas air tiap 5 hari sekali, yang meliputi pH, suhu, dissolved oxygen (DO), nitrit, nitrat, total amoniak nitrogen (TAN), serta total bakteri. Pengujian kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan, sedangkan penghitungan total bakteri dilakukan di Laboratorium Kesehatan ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Untuk parameter tingkat kelangsungan hidup (SR), pertumbuhan, dan efisiensi pakan hanya dilakukan pada akhir pengamatan.

3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate (SR)

Tingkat kelangsungan hidup (SR) udang dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
SR = Nt x 100 % No

Keterangan : SR Nt No = tingkat kelangsungan hidup (%) = jumlah udang pada waktu t = jumlah udang pada waktu o atau pada awal penebaran

27

3.4.2 Pertumbuhan Spesifik atau Spesific Growth Rate (SGR)

Untuk

mengetahui

laju

pertumbuhan

harian

(SGR),

persentase

pertambahan bobot dan panjang tiap hari dilakukan dengan perhitungan rumus :
t =

Lt Wt x100% t 1 x 100 % = 1 dan Wo Lo

Keterangan : t Wt Lt Lo = laju pertumbuhan harian udang (%) = lama waktu pemeliharaan udang (hari) = bobot rata-rata akhir udang (gram) = panjang rata-rata akhir udang (cm) = panjang rata-rata awal udang (cm)

Wo = bobot rata-rata awal udang (gram)

3.4.3 Efisiensi pakan (EP)

Perhitungan EP dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efisiensi pakan udang. EP dihitung dengan rumus :

EP =
Keterangan : EP Pakan = efisiensi pakan (%)

Biomassa x100% Pakan

Biomassa = selisih biomassa pada awal dan akhir pemeliharaan (gram) = jumlah pakan udang selama pemeliharaan (gram)

3.4.4 Total Bakteri pada Media Pemeliharaan

Pengambilan sampel air untuk penghitungan kelimpahan bakteri dalam media pemeliharaan dilakukan setiap 5 hari sekali bersamaan dengan pengambilan sampel air untuk pengujian kualitas air ( jam 09.00 WIB). Air sampel diambil dari kolom air dengan sedikit pengadukan menggunakan botol film. Setelah itu dilakukan penghitungan kelimpahan bakteri dengan menggunakan metode cawan sebar. Air sampel diencerkan melalui pengenceran berseri 10-1, 10-2, 10-3, dan seterusnya, lalu diplating ke dalam cawan petri, diinkubasi selama 24 jam, dan

28

dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Kemudian total bakteri pada media pemeliharaan dihitung dengan menggunakan rumus:

TotalBakte ri = Kolonix
Keterangan : fp = faktor pengenceran

1 1 x fp mlsampel

3.4.5 Kualitas Air 3.4.5.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) dan Amonia

Pemeriksaan total amonia nitrogen dilakukan dengan metode Phenate. Sebanyak 25 ml air sampel diambil dan dimasukkan ke dalam gelas piala. Kemudian sampel air ditambahkan 1 tetes MnSO4, 0.5 ml Chlorox, dan 0.6 ml Phenate. Air sampel yang telah diberi reagen dihomogenkan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas piala. Bersamaan dengan itu, disiapkan juga larutan standar dan larutan blanko sebanyak 25 ml, dan ditambahkan reagenreagen yang sama seperti prosedur di atas. Untuk blanko digunakan akuades, sedangkan untuk larutan standar digunakan larutan standar amonia sebesar 1 ppm. Air sampel, blanko, dan larutan standar dibiarkan selama 15 menit hingga terbentuk warna biru yang stabil untuk kemudian diukur nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Konsentrasi TAN diukur dengan menggunakan rumus :

[TAN ]mg / L =
Keterangan : Cst Ast As

As xCst Ast

= konsentrasi larutan standar (1 mg/L) = nilai absorbansi larutan standar = nilai absorbansi air sampel Sedangkan untuk nilai amonia dapat dihitung dari nilai TAN dengan

terlebih dahulu mengetahui nilai faktor pengali dari Tabel Persentase Ammonia dengan Nilai Suhu dan pH yang Berbeda (Boyd, 1982). Selanjutnya nilai amonia dapat dihitung dengan rumus :
Amonia = FaktorPeng ali x [TAN 100

29

3.4.5.2 pH dan Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer, sedangkan pH diukur dengan menggunakan pH meter.
3.4.5.3 Nitrit (NO2-)

Sebanyak 25 ml air sampel ditambah 5 tetes Sulfanilamide, dibiarkan selama 2 menit, kemudian ditambah 5 tetes NED. Disiapkan juga 25 ml akuades sebagai blanko dan 25 ml larutan standar yang sudah ditambahkan reagen-reagen seperti prosedur di atas. Air sampel, blanko, dan larutan standar dibiarkan selama 10 menit hingga terbentuk warna pink yang stabil. Kemudian diukur nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm. Konsentrasi nitrit dihitung dengan rumus :

[NO 2 ]mg / L =
Keterangan : Cst Ast As

As Cst Ast

= konsentrasi larutan standar (2 mg/L) = nilai absorbansi larutan standar = nilai absorbansi air sampel

3.4.5.4 Nitrat (NO3-)

Sebanyak 5 ml air sampel ditambah 0.5 ml brucine dan 5 ml H2SO4 pekat pada ruang asam. Disiapkan juga 5 ml akuades sebagai blanko dan 5 ml larutan standar, yang sudah ditambahkan reagen-reagen seperti prosedur di atas. Air sampel, blanko, dan larutan standar dibiarkan hingga dingin dan warna kuning terbentuk stabil. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm. Konsentrasi nitrat dihitung dengan rumus :

[NO3 ]mg / L =
Keterangan : Cst Ast As = nilai absorbansi larutan standar = nilai absorbansi air sampel

As Cst Ast

= konsentrasi larutan standar (2 mg/L)

3.5 Prosedur Pengolahan Data

30

Data yang diperoleh dari pengambilan sampel dicatat dan dikumpulkan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan software Microsoft Excel 2003 dan SPSS 11.0

31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Dinamika Populasi Total Bakteri

Pengaruh penambahan bakteri dan molase terhadap total bakteri dalam media pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 6. Jumlah total bakteri pada media pemeliharaan memperlihatkan kecenderungan meningkat dengan semakin bertambahnya waktu pemeliharaan. Namun terdapat kecenderungan perlakuan penambahan bakteri+molase memiliki total bakteri yang lebih tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan penambahan bakteri saja. Total bakteri pada awal pemeliharaan nilainya berkisar pada level ~104, tetapi pada akhir pemeliharaan nilai total bakterinya berkisar antara ~107 hingga ~1010 (Lampiran 2).
14 12 LO G CFU/m l 10 8 6 4 2 0 0 5 [K] 10 15 Pengamatan (hari ke-) [0] [10] [15] [20] 20 [25] 25

Keterangan : K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 6. Dinamika populasi total bakteri selama penelitian Total bakteri pada perlakuan penambahan molase nilainya mencapai ~1010 CFU/ml pada akhir pemeliharaan, jauh lebih tinggi dibandingkan kontrol yang hanya mencapai ~107 CFU/ml. Nilai tersebut juga lebih tinggi dibandingkan kepadatan bakteri di tambak yang nilainya sekitar 1.86 x 107 CFU/ml (Beristain et al., 2005a). Pertumbuhan bakteri dibatasi oleh keseimbangan nutrien dalam air.

32

Oleh sebab itu dinamika populasi bakteri sangat terkait dengan ketersediaan nutrien (Liu dan Han, 2004). Nutrien yang diduga membatasi pertumbuhan bakteri dalam lingkungan budidaya adalah karbon. Oleh karenanya dengan penambahan molase sebagai sumber karbon, akan menstimulus pertumbuhan bakteri dalam media pemeliharaan. Bakteri tersebut akan menggunakan karbon sebagai sumber energi, berkorelasi dengan nitrogen yang akan digunakan untuk sintesis protein demi menghasilkan material sel baru. Melalui mekanisme inilah jumlah nitrogen anorganik dalam wadah pemeliharaan dapat dihilangkan sehingga penambahan karbon juga merupakan salah satu cara untuk mengontrol nitrogen anorganik. Didukung pendapat Avnimelech (2000) yang menyatakan penggunaan bahan berkarbon merupakan alat yang potensial untuk mengontrol nitrogen anorganik. Pada penelitian ini selain dilakukan penambahan molase, juga dilakukan penambahan inokulan bakteri berupa bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari tumbuhnya bakteri-bakteri yang tidak diinginkan. Karena pengkayaan bahan organik sumber karbon dalam perairan dapat meningkatkan potensi tumbuhnya bakteri-bakteri patogen (Hadi, 2006). Oleh karenanya dengan penambahan inokulan ini diharapkan bakteri yang diinginkanlah yang dapat tumbuh dominan pada media pemeliharaan. Jumlah total bakteri pada perlakuan [10], [15], dan [20] cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan [0], [25] dan kontrol (Gambar 6). Hal ini diduga jumlah karbon dan nitrogen pada perlakuan [10], [15], dan [20] berada dalam komposisi yang tepat untuk mendukung pertumbuhan bakteri. Chamberlain et al., (2001) menyatakan rasio karbon dan nitrogen harus dalam komposisi yang tepat bagi bakteri, karena kerja bakteri tidak akan efisien pada lingkungan yang terlalu banyak mengandung karbon atau terlalu banyak mengandung nitrogen. Peningkatan jumlah total bakteri pada perlakuan [10], [15], dan [20] juga diikuti dengan persentase perubahan amonia yang baik pada perlakuan tersebut (Gambar 10). Jumlah bakteri pada perlakuan [0] cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol, tetapi tidak setinggi jumlah bakteri pada perlakuan penambahan molase. Hal ini dikarenakan tidak dilakukannya penambahan molase

33

sehingga jumlah nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri tidak mencukupi. Sedangkan pada perlakuan [25] walaupun dilakukan penambahan molase, jumlah total bakterinya cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol. Diduga pada C/N rasio 25, aktivitas bakteri mengalami penurunan sehingga total bakteri pada perlakuan [25] pun rendah. Liu dan Han (2004) menyatakan C/N rasio yang terlalu tinggi diasosiasikan dengan dengan penurunan aktivitas mikrobial.

4.2 Profil Kualitas Air

Keberadaan proses nitrifikasi dan denitrifikasi mempengaruhi keberadaan nitrogen dan bentuk-bentuknya dalam lingkungan budidaya. Nitrifikasi akan merubah amonia menjadi nitrit dan nitrat. Sedangkan denitrifikasi akan mereduksi nitrat menjadi gas N2 yang akhirnya akan lepas dari kolom air. Dalam prosesnya nitrifikasi dan denitrifikasi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (EPA, 2002; Ripple, 2003; Woon, 2007). Faktor lingkungan yang mempengaruhi proses nitrifikasi dan denitrifikasi, diantaranya adalah pH, DO, dan suhu. Profil pH selama masa pemeliharaan berfluktuatif (Gambar 7). Tetapi secara umum nilai pH cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Nilai pH selama pemeliharaan masih berada dalam kisaran toleransi udang dengan nilai 7.327.92 (Lampiran 3). Nilai pH selama masa pemeliharaan dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu CO2 dalam media pemeliharaan, penambahan molase serta keberadaan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. Nilai pH selama masa pemeliharaan cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan (Gambar 7). Salah satu penyebabnya adalah adanya proses respirasi yang dilakukan oleh udang yang menghasilkan CO2. Adanya CO2 dalam air akan menggeser kesetimbangan karbonat ke arah kanan sehingga akan menurunkan nilai pH. Berikut merupakan reaksi kesetimbangan karbonatnya: CO2 + H2O H+ + HCO3Ketika terdapat CO2 maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kanan sehingga terbentuk ion H+ yang akan menyebabkan pH perairan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat McIntosh (2001) yang menyatakan peningkatan CO2 akan

34

menurunkan nilai pH pada kolam. Seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan, maka jumlah CO2 akan semakin banyak sehingga nilai pH pada media pemeliharaan cenderung semakin menurun. Sumbangan CO2 pada media pemeliharaan diduga juga berasal dari dekomposisi bahan organik dan respirasi yang dilakukan oleh bakteri. Beristain et al., (2005a) mengungkapkan metabolisme bakteri melibatkan (a) proses oksidasi bahan organik yang menghasilkan CO2 dan energi, serta (b) proses biosintesis material sel bakteri. Dapat dilihat pada pengamatan hari ke-5, nilai pH pada perlakuan [10], [15], [20], dan [25] cenderung mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol dan [0] (Gambar 7). Jumlah bakteri pada perlakuan [10], [15], [20], dan [25] lebih tinggi dibandingkan perlakuan [0] dan kontrol (Gambar 6). Jumlah bakteri yang lebih banyak akan menghasilkan jumlah CO2 yang lebih banyak pula, oleh karenanya perlakuan [10], [15], [20], dan [25] cenderung mengalami penurunan pH yang lebih besar.
8 7.8 7.6 pH 7.4 7.2 7 0 5 Kontrol 10 15 Pengamatan (Hari Ke-) [0] [10] [15] [20] 20 [25] 25

Keterangan : K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 7. Profil pH pada beberapa perlakuan selama penelitian Pada perlakuan kontrol nilai pH cenderung menurun stabil selama masa pemeliharaan, tetapi pada perlakuan [0], [10], [15], [20], dan [25] nilai pH-nya

35

cenderung berfluktuatif (Gambar 7). Nilai yang berfluktuatif tersebut diduga sebagai akibat penambahan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi ke dalam media pemeliharaan. Olem, 1994) : Nitrifikasi : NH4+ + 2 O2 NO3- + 2 H+ + H2O .................................... (1) Denitrifikasi : NO3- + H+ (H2O + N2) + 5/2 O2 .................................. (2) Melalui persamaan (1) dapat dilihat bahwa bakteri nitrifikasi dalam prosesnya untuk mengubah NH4+ (amonium) menjadi NO3- (nitrat) menghasilkan ion H+ yang dapat membuat pH pada media pemeliharaan turun. Sedangkan melalui persamaan (2) dapat dilihat bahwa bakteri denitrifikasi untuk dapat membentuk gas N2 membutuhkan ion H+. Adanya pengambilan ion H+ tersebut akan mengurangi jumlah ion H+ dalam media pemeliharaan sehingga pH pun akan meningkat. Woon (2007) mengemukakan bahwa efek dari proses denitrifikasi adalah dapat meningkatkan pH media. Oksigen diperlukan oleh udang untuk kegiatan respirasi, proses-proses fisiologis sel, dan untuk mengoksidasi karbohidrat dalam pembentukan energi. Jika konsentrasi oksigen tidak mencukupi maka kemampuan udang untuk memetabolis pakan akan berkurang. Hal ini akan berimplikasi pada penurunan laju pertumbuhan dan peningkatan FCR (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Profil dissolved oxygen (DO) selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai DO selama masa pemeliharaan cenderung turun dengan semakin bertambahnya waktu pemeliharaan. Selain itu terdapat kecenderungan dimana perlakuan penambahan bakteri dan perlakuan penambahan bakteri+molase memiliki kisaran DO lebih rendah dibandingkan kontrol dan seiring dengan penambahan konsentrasi molase, nilai DO pun cenderung menurun (Gambar 8). Kisaran nilai DO untuk perlakuan kontrol dan [0] adalah 5.377.15 mg/l, 4.56 7.15 mg/l. Sedangkan kisaran DO untuk perlakuan [10], [15], [20], [25] adalah Mekanisme bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi dapat mempengaruhi pH dapat dijelaskan melalui persamaan berikut (Novotny dan

36

4.537.15 mg/l, 3.847.15 mg/l, 3.697.15 mg/l, 3.837.15 mg/l (Lampiran 4). Nilai DO tersebut masih berada dalam kisaran DO minimum untuk dapat tumbuh.
8 7 DO (m g/L) 6 5 4 3 0 5 10 15 Pengamatan (Hari Ke-) 20 25

Kontrol

[0]

[10]

[15]

[20]

[25]

Keterangan : K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 8. Profil DO pada beberapa perlakuan selama penelitian Oksigen akan digunakan oleh udang untuk respirasi dan proses-proses fisiologi sel. Perlakuan [0], [10], [15], [20], dan [25] memiliki nilai DO yang cenderung lebih rendah (3.697.15 ppm) dibandingkan perlakuan kontrol (5.37 7.15 ppm). Hal ini mengindikasikan adanya bakteri pada media pemeliharaan yang turut memanfaatkan oksigen. Dan pada perlakuan [10], [15], [20], dan [25] memberikan nilai DO yang cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan [0], karena molase yang ditambahkan pada media pemeliharaan akan meningkatkan dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Proses dekomposisi tersebut membutuhkan oksigen sehingga perlakuan penambahan bakteri+molase memiliki kebutuhan oksigen yang lebih banyak. Akibatnya oksigen pada perlakuan tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan [0]. Beristain et al., (2005) menyatakan bakteri aerobik akan menggunakan oksigen dalam media budidaya untuk proses dekomposisi bahan organik.

37

Bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi memiliki respon yang berbeda terhadap keberadaan oksigen pada media pemeliharaan. Bakteri nitrifikasi merupakan bakteri aerobik (Novotny dan Olem, 1994), sehingga dalam prosesnya selalu membutuhkan oksigen. Hal ini juga dapat dilihat pada persamaan reaksi (1) dimana bakteri nitrifikasi membutuhkan oksigen untuk dapat mengubah NH4+ menjadi NO3-. Ripple (2003) menyatakan bakteri nitrifikasi membutuhkan 4.6 mg/l oksigen untuk dapat mengoksidasi 1 mg amonia. Dan untuk dapat bekerja bakteri nitrifikasi membutuhkan DO minimal 2 mg/l. Bakteri denitrifikasi dalam prosesnya tidak membutuhkan oksigen. Hal ini dapat terlihat dari persamaan reaksi (2). Lingkungan yang tepat bagi bakteri denitrifikasi adalah lingkungan dengan kandungan oksigen rendah atau tidak ada oksigen (Woon, 2007). Kualitas air yang baik merupakan salah satu syarat keberhasilan budidaya. Kualitas air yang buruk akan menyebabkan stres, pertumbuhan lambat, serta meningkatkan serangan penyakit dan kematian pada organisme budidaya. Masalah utama dalam manajemen kualitas air adalah adanya akumulasi amonia dan nitrit yang merupakan hasil ekskresi dan dekomposisi limbah kaya nitrogen (Avnimelech et al., 1994). Pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi akan mempengaruhi keberadaan amonia, nitrit, dan nitrat dalam media pemeliharaan. Nilai amonia pada semua perlakuan selama masa pemeliharaan cenderung berfluktuatif (Gambar 9). Kisaran nilai amonia dari masing-masing perlakuan, yaitu kontrol (0.0030.022) mg/l, [0] (0.0030.025) mg/l, [10] (0.0030.042) mg/l, [15] (0.0030.043) mg/l, [20] (0.0030.033) mg/l, dan [25] (0.0030.029) mg/l (Lampiran 5). Lebih jelasnya fluktuasi nilai amonia selama masa pemeliharaan dapat dilihat dari grafik perubahan amonia (Gambar 10). Nilai perubahan tersebut merupakan persentase nilai perubahan amonia dengan nilai amonia pada pengamatan sebelumnya. Nilai perubahan yang positif menunjukkan adanya peningkatan amonia, sedangkan nilai yang negatif menunjukkan adanya penurunan amonia. Nilai rata-rata perubahan amonia pada akhir pengamatan untuk tiap-tiap perlakuan, yaitu kontrol 16.1%, [0] -2.2%, [10] -28.5%, [15] 7.2%, [20] -13.9%, [25] 3.4% (Lampiran 6).

38

0.05 0.04 Amonia (mg/L) 0.03 0.02 0.01 0.00 0 5 10 15 Pengamatan (Hari Ke-) 20 25

Kontrol

[0]

[10]

[15]

[20]

[25]

Gambar 9. Profil amonia pada beberapa perlakuan selama penelitian

750 Perubahan Amonia (%) 650 550 450 350 250 150 50 -50 -150 [K] 0 5 10 15 Pengamatan (Hari Ke-) [0] [10] [15] [20] 20 [25] 25

Keterangan : K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 10. Profil perubahan amonia pada beberapa perlakuan selama penelitian Umumnya konsentrasi amonia pada masing-masing perlakuan meningkat seiring dengan semakin lamanya waktu pemeliharaan, kecuali pada perlakuan [10] dan [15] yang mengalami penurunan pada hari ke-15 dan perlakuan [20] yang

39

mengalami penurunan pada hari ke-20 (Gambar 9). Nilai amonia pada semua perlakuan selama masa pemeliharaan masih berada pada kisaran toleransi bagi udang (0.00310.044 mg/l). Perlakuan [10] cenderung memberikan nilai rata-rata perubahan amonia yang paling baik, diikuti dengan perlakuan [20] dan [15]. Sedangkan perlakuan kontrol memberikan nilai perubahan yang paling rendah, diikuti dengan perlakuan [25] dan [0] (Lampiran 6). Perlakuan penambahan bakteri+molase cenderung memberikan nilai perubahan yang lebih baik, karena bakteri akan menggunakan molase yang kaya akan karbon dan nitrogen anorganik untuk sintesis protein mikrobial. Biosintesis protein mikroba berakibat pada terhambatnya proses pembentukan nitrogen anorganik sehingga akan mengurangi jumlah nitrogen anorganik dalam kolom air (Avnimelech et al., 1994). Berikut merupakan proses sintesis protein mikrobial menurut Beristain et al., (2005a): (CH2O)n + O2 + NH4+ mikrobial protein + CO2 Jumlah karbon yang dibutuhkan dapat diketahui dengan berdasar pada nilai C/N rasio. Nilai C/N rasio ini harus berada dalam komposisi yang tepat bagi bakteri, karena kerja bakteri tidak akan efisien pada media yang mengandung terlalu banyak karbon atau terlalu banyak nitrogen (Chamberlain et al., 2001). Perlakuan [10] memberikan nilai rata-rata perubahan amonia yang paling baik (28.5%), diduga C/N rasio 10 memberikan rasio karbon dan nitrogen yang paling cocok bagi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. Didukung oleh pernyataan Mohanty et al., (1994) dalam Beristain et al., (2005b) dimana proses mineralisasi nitrogen berlangsung cepat pada C/N rasio 5-10, cukup cepat pada C/N rasio 1020, dan lambat pada C/N rasio 20-40. Mineralisasi nitrogen merupakan proses merubah nitrogen organik menjadi nitrogen anorganik (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Dengan semakin cepatnya mineralisasi nitrogen, maka sintesis protein mikrobial akan berlangsung lebih cepat. Selain itu menurut Alexander (1999) dalam Beristain et al., (2005b) C/N rasio 10 merupakan nilai C/N rasio yang direkomendasikan untuk bioremediasi. Perlakuan [15] dan [20] memberikan nilai penurunan yang cukup baik (-7.2% dan -13.9%), karena mineralisasi nitrogen berlangsung cukup cepat pada C/N rasio 10-20. Berard et al., (1995) dalam Beristain et al., (2005b) menduga pada C/N rasio di atas 10, bahan organik akan

40

diasimilasi menjadi biomassa bakteri sedangkan pada C/N rasio dibawah 10 sebagian besar karbon akan hilang sebagai CO2. Perlakuan [0] memberikan nilai rata-rata perubahan amonia yang cukup baik sebesar -2.2% (Lampiran 6). Tanpa adanya penambahan molase, nilai C/N rasio pada media pemeliharaan rendah sehingga bakteri tidak dapat tumbuh maksimal. Didukung oleh data total bakteri perlakuan [0] yang lebih rendah dibandingkan perlakuan penambahan molase (Gambar 6). Budidaya yang dilakukan secara intensif menyebabkan kolam kaya akan nitrogen anorganik dan C/N rasio yang rendah (Beristain et al., 2005a). Perlakuan [25] memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kontrol sebesar 3.4% (Lampiran 6). Diduga pada C/N rasio 25 aktivitas mikrobial telah menurun. Liu dan Han (2004) menyatakan C/N rasio yang terlalu tinggi diasosiasikan dengan penurunan aktivitas mikrobial. Didukung pernyataan Mohanty et al., (1994) dalam Beristain et al., (2005b) dimana C/N rasio berada dititik kritis pada kisaran 20-25. Pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi akan mempengaruhi keberaadaan nitrit dan nitrat dalam media pemeliharaan. Profil nitrit dan nitrat selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.
4 Nitrit (mg/L) 3 2 1 0 0 5 Kontrol 10 15 Pengamatan (Hari Ke-) [0] [10] [15] [20] 20 [25] 25

Keterangan : K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 11. Profil nitrit pada beberapa perlakuan selama penelitian

41

Nitrat (m g/L)

0 0 5 10 15 Pengamatan (Hari Ke-) 20 25

Kontrol

[0]

[10]

[15]

[20]

[25]

Keterangan :

K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 12. Profil nitrat pada beberapa perlakuan selama penelitian Konsentrasi nitrit cenderung meningkat dan fluktuatif dengan semakin lamanya waktu pemeliharaan udang (Gambar 11). Kisaran nilai nitrit selama masa pemeliharaan, yaitu kontrol (0.0993.38) mg/l, [0] (0.0993.09) mg/l, [10] (0.09 2.35) mg/l, [15] (0.0753.14) mg/l, [20] (0.0992.01) mg/l, dan [25] (0.0991.02) mg/l (Lampiran 7). Sama halnya dengan profil nitrit, profil nitrat juga cenderung berfluktuatif (Gambar 12). Kisaran nilai nitrat selama masa pemeliharaan, yaitu kontrol (0.402.28) mg/l, [0] (0.602.28) mg/l, [10] (0.542.28) mg/l, [15] (0.80 2.28) mg/l, [20] (0.662.28) mg/l, dan [25] (0.832.64) mg/l (Lampiran 8). Konsentrasi nitrit dan nitrat yang cenderung fluktuatif mengindikasikan terjadinya proses nitrifikasi dan denitrifikasi pada media pemeliharaan. Pada hari ke-10 konsentrasi nitrit cenderung tinggi (Gambar 11) dibarengi dengan konsentrasi nitrat yang rendah (Gambar 12) dan amonia yang tinggi (Gambar 9). Hasil tersebut diduga disebabkan oleh berlangsungnya proses nitrifikasi dan denitrifikasi yang menghasilkan zat antara berupa nitrit. Bakteri nitrifikasi yang digunakan sebagai inokulan merupakan bakteri yang memiliki kemampuan untuk mereduksi amonia sebesar 78.25% serta menghasilkan nitrit dan nitrat sebesar 0.51% dan 20.59% pada media nitrifikasi cair (Pranoto, 2007). Lebih lanjut Bock

42

et al., (1991) dalam Widiyanto (2006) mengemukakan bahwa pada kultur organisme kelompok bakteri nitrifikasi yang bersifat heterotrof, senyawa nitrit hanya akan dihasilkan jika aktivitas enzim nitrit reduktase dihambat oleh kandungan oksigen yang rendah. Data DO pada hari ke-10 menunjukkan DO berada pada nilai terendah selama masa pemeliharaan yang berkisar 3.695.37 mg/l (Gambar 8). Diduga konsentrasi nitrit yang tinggi sebagai akibat dari terhambatnya enzim nitrit reduktase sehingga proses nitrifikasi tersebut menghasilkan nitrit. Konsentrasi DO yang rendah tersebut akan meningkatkan proses denitrifikasi, karena proses denitrifikasi berlangsung optimum pada DO rendah. Berlangsungnya proses denitrifikasi selain terlihat dari konsentrasi nitrat yang rendah pada hari ke-10 (Gambar 12), dapat juga dilihat dari nilai pH, nitrit, dan amonianya. Nilai pH pada hari ke-10 meningkat dibandingkan hari ke-5 (Gambar 7). Diduga terjadinya peningkatan tersebut sebagai akibat berlangsungnya proses denitrifikasi yang dapat meningkatkan pH media. Konsentrasi nitrit dan amonia yang meningkat diduga sebagai hasil samping dari proses denitrifikasi, karena bakteri denitrifikasi yang digunakan memiliki kemampuan untuk menghasilkan nitrit (29.1%) dan amonia (1.63 mg/l) pada media cair denitrifikasi (Pranoto, 2007). Enzim yang berperan dalam aktivitas denitrifikasi adalah nitrat reduktase yang mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit reduktase yang mengubah nitrit menjadi nitrit oksida, nitrit oksida reduktase yang mengubah nitrit oksida menjadi nitrous oksida, dan nitrous oksida reduktase yang mengubah nitrous oksida menjadi gas nitrogen (Richardson dan Watmough, 1999 dalam Widiyanto, 2006). Diduga nilai nitrit yang tinggi sebagai akibat kurang maksimalnya kerja enzim nitrit reduktase dalam proses denitrifikasi. Widiyanto (2006) menyatakan bahwa kerja dari enzim-enzim tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan mempunyai karakteristik yang beragam. Adanya amonia sebagai produk sampingan mengindikasikan bahwa bakteri denitrifikasi yang digunakan memiliki kemampuan untuk mereduksi nitrat menjadi amonia (nitrate ammonification). Cole (1996) dalam Widiyanto (2006) mengemukakan bahwa reduksi nitrat diasimilasi menjadi amonia merupakan

43

proses untuk menghilangkan tenaga reduksi dan merangsang pertumbuhan dalam kondisi anaerobik.

4.3 Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup, dan Efisiensi Pakan

Berdasarkan uji statistik pada selang kepercayaan 95%, terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, baik itu pada pertumbuhan panjang (Gambar 13) maupun pertumbuhan bobot (Gambar 14). Hal ini menunjukkan penambahan molase, bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan panjang dan bobot udang vaname selama masa pemeliharaan (Lampiran 9 dan 10). Laju pertumbuhan panjang udang vaname berkisar antara 4.476.5%. Berdasarkan uji statistik (p<0.05), perlakuan [10] memberikan hasil yang paling baik, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan [15]. Namun perlakuan [10] dan [15] berbeda nyata dengan perlakuan [0], [25] dan kontrol. Perlakuan [20] memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol dan [25], tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan [0]. Sedangkan perlakuan [0], hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan [25] dan kontrol (Gambar 13).

6.05 L aju P ertu m b u h an P an jan g (% ) 6 4.82 5.10

5.93

5.49 4.88

bc

ab

0 [K] [0] [10] Perlakuan


Keterangan : K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

[15]

[20]

[25]

Gambar 13. Laju pertumbuhan panjang udang vaname

44

Sedangkan laju pertumbuhan bobot udang vaname berkisar antara 15.23 20.76%. Uji statistik yang dilakukan pada selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan [10] memberikan laju pertumbuhan bobot yang paling baik, tidak berbeda nyata dengan perlakuan [15] dan [20], namun berbeda nyata terhadap perlakuan [0], [25], dan kontrol. Perlakuan [0] memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan [25] dan kontrol (Gambar 14).
Laju Pertum buhan Bobot (%) 25 20.37 20 15.79 15 10 5 0 [K] [0] [10] [15] [20] [25] Perlakuan 17.89 20.07 19.32 16.44

Keterangan : K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 14. Laju pertumbuhan bobot udang vaname Tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama masa pemeliharaan berkisar antara 66.67100%. Pada selang kepercayaan 95%, uji statistik yang dilakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata untuk semua perlakuan (Lampiran 11). Hal ini menandakan bahwa pemberian molase, bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama masa pemeliharaan (Gambar 15).

45

100 Kelangsungan Hidup (% )

93.06

93.06

94.44 86.11 86.11 83.33

75 50

a
25

0 [K] [0] [10] [15] Perlakuan [20] [25]

Keterangan :

K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 15. Tingkat kelangsungan hidup udang vaname Pemberian molase, bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai laju pertumbuhan (Gambar 13 dan 14) dan efisiensi pakan (Gambar 16) udang vaname selama masa pemeliharaan. Namun demikian, pemberian molase, bakteri nitrifikasi, dan bakteri denitrifikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup udang vaname (Gambar 15). Hal ini dapat disebabkan kondisi lingkungan seperti pH, DO, dan amonia pada semua perlakuan masih berada dalam kisaran optimum bagi udang vaname sehingga tidak memberikan pengaruh bagi tingkat kelangsungan hidup udang vaname. Diduga pemberian molase, bakteri nitrifikasi, dan bakteri denitrifikasi mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang melalui 2 cara, yaitu penurunan jumlah nitrogen anorganik dan peningkatan protein mikrobial. Perlakuan pertambahan molase+bakteri cenderung memberikan nilai laju pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih baik. Menurut Avnimelech (1999) penambahan bahan kaya karbon akan meningkatkan metabolisme dan pertumbuhan bakteri, imobilisasi nitrogen anorganik, serta merupakan cara yang potensial untuk mengontrol kualitas air.

46

Salah satu bentuk nitrogen anorganik adalah amonia yang bersifat toksik pada udang. Konsentrasi amonia yang tinggi menyebabkan iritasi pada insang udang dan meningkatkan konsentrasi amonia dalam darah. Hal tersebut dapat mengurangi afinitas pigmen darah (hemocyanin) untuk menangkap oksigen. Pada akhirnya konsentrasi amonia yang tinggi akan mengurangi kemampuan udang untuk mentolerir kondisi oksigen rendah (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Konsentrasi amonia pada semua perlakuan masih berada dalam kisaran toleransi untuk udang. Namun perlakuan [10], [15], dan [20] memberikan perubahan amonia yang lebih baik dibandingkan perlakuan [0], [25], dan kontrol (Gambar 10). Diduga adanya perubahan amonia (nitrogen anorganik) pada media pemeliharaan memberikan kondisi kualitas air yang lebih baik sehingga laju pertumbuhan panjang dan bobot akan meningkat. Menurut Effendie, (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ada 2, yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor dalam berupa keturunan, jenis kelamin, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar berupa ketersediaan makanan, kualitas air, dan ruang gerak. Nilai efisiensi pakan udang vaname selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai efisiensi pakan berada pada kisaran 29.43 127.97%. Uji statistik yang dilakukan pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penambahan molase, bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai efisiensi pakan (Lampiran 12). Efisiensi pakan perlakuan [10] memberikan hasil yang paling baik, tidak berbeda nyata dengan perlakuan [15], tetapi berbeda nyata dengan perlakuan [20], [0], [25] dan kontrol. Perlakuan [15] tidak berbeda nyata dengan perlakuan [20] dan [0], tetapi memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan [25] dan kontrol. Konsentrasi nitrogen anorganik dapat dikontrol melalui penambahan bahan berkarbon. Dalam prosesnya untuk mengontrol nitrogen anorganik, proses penambahan bahan berkarbon juga menghasilkan protein mikrobial yang dapat digunakan sebagai sumber protein bagi udang. Dapat dilihat perlakuan penambahan bakteri, dan hampir semua perlakuan penambahan bakteri+molase memberikan nilai efisiensi pakan yang lebih baik dibandingkan kontrol (Gambar 16). Hal ini mengindikasikan adanya pemanfaatan protein mikrobial sebagai

47

sumber protein bagi udang. Penelitian yang dilakukan oleh Avnimelech pada tahun 1989 menunjukkan bahwa udang dapat memanfaatkan bakteri sebagai salah satu sumber protein (Beristain et al., 2005a). Selain itu Beristain et al., (2005b) membenarkan bahwa udang mampu memanfaatkan flok bakteri sebagai sumber nitrogen, dan menunjukkan bahwa 18-19% nitrogen yang dimanfaatkan oleh udang berasal dari flok bakteri.
120.86 120 Efisiensi pakan (%) 96.80 85.32 80 55.71 40 76.03 54.68

bc c

ab

bc c

0 [K] [0] [10] [15] Perlakuan [20] [25]

Keterangan :

K = Kontrol (tanpa penambahan bakteri maupun molase) [0] = Penambahan bakteri tanpa molase [10] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 10 [15] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 15 [20] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 20 [25] = Penambahan bakteri + molase C/N rasio 25

Gambar 16. Efisiensi pakan udang vaname selama masa pemeliharaan Ikan dan krustasea hanya mengasimilasi 20-30% dari pakan yang dimakan, sisanya diekskresikan ke dalam air dan dikonversi menjadi amonia (Willet dan Morrison, 2006). Bakteri akan memanfaatkan amonia tersebut dan melalui sintesis protein akan menghasilkan protein mikrobial, yang akan dimanfaatkan oleh udang. Adanya pemanfaatan protein mikrobial ini akan meningkatkan pemanfaatan pakan oleh udang sehingga nilai efisiensi pakan pun akan semakin tinggi. Efisiensi pakan merupakan indikator untuk menentukan efektifitas pakan dan salah satu parameter yang digunakan untuk menggambarkan jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan.

48

Nilai efisiensi pakan pada perlakuan [10] memberikan nilai yang paling baik, diikuti dengan perlakuan [15] dan [20] (Gambar 16). Diduga jumlah karbon yang ditambahkan pada perlakuan [10], [15], dan [20] mencukupi kebutuhan bakteri sehingga akan merangsang pertumbuhan bakteri dan peningkatan biomassa bakteri, yang pada akhirnya akan dimanfaatkan sebagai sumber protein bagi udang. Hal ini didukung data populasi bakteri total pada perlakuan [10], [15], dan [20] yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Gambar 6). Pada perlakuan [0] nilai efisiensi pakan tidak berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 16). Hal ini dikarenakan walaupun perlakuan [0] diberikan penambahan bakteri, tetapi jumlah nutrien (terutama karbon) tidak mendukung peningkatan pertumbuhan dan biomassa bakteri. Walaupun demikian perlakuan [0] memberikan nilai efisiensi pakan yang lebih baik dibandingkan kontrol. Pada perlakuan [25] dilakukan penambahan molase, tetapi nilai efisiensi pakannya tidak berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 16). Hal ini disebabkan pada C/N rasio 25 aktivitas mikrobial menurun, sehingga walaupun banyak terdapat karbon, bakteri tidak dapat memanfaatkannya dengan baik. Bakteri selain mengandung protein mikrobial yang dapat mendukung pertumbuhan udang juga mengandung komponen-komponen lain yang menguntungkan. Tacon et al., pada tahun 1992 menunjukkan bahwa flok bakteri mengandung vitamin dan trace element yang memungkinkan pengurangan bahan aditif dalam pakan, sehingga dapat mengurangi biaya pakan hingga 25% (Beristain et al., 2005b). Penambahan molase mampu meningkatkan pertumbuhan udang (McIntosh, 2001). Oleh karenanya perlakuan [10], [15], dan [20] mempunyai nilai efisiensi pakan yang tinggi serta nilai laju pertumbuhan bobot dan panjangnya juga yang paling baik dari semua perlakuan.

49

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penambahan

bakteri

nitrifikasi

dan

denitrifikasi

serta

molase

mempengaruhi profil pH, dissolved oxygen (DO), amonia, nitrit dan nitrat pada media pemeliharaan. Namun demikian kualitas air pada semua perlakuan selama masa pemeliharaan masih berada dalam kisaran toleransi udang vaname. Persentase perubahan amonia yang paling baik dimiliki oleh perlakuan penambahan bakteri+molase C/N rasio 10, diikuti dengan perlakuan penambahan bakteri+molase C/N rasio 20 dan bakteri+molase C/N rasio 15 dengan nilai penurunan sebesar 28.5%, 13.9% dan 7.2%. Perlakuan penambahan bakteri+molase pada C/N rasio 10 memberikan hasil yang terbaik dibanding dengan kontrol dan perlakuan yang lain, dengan kelangsungan hidup sebesar 94.44%, efisiensi pakan 120.86%, serta laju pertumbuhan panjang dan bobot sebesar 6.05% dan 20.37%.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis dan frekuensi pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, serta jumlah karbon yang ditambahkan dengan memperkecil kisaran nilai C/N rasio. Selain itu perlu juga dilakukannya identifikasi isolat bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi yang digunakan.

50

DAFTAR PUSTAKA
Alexander M, 1999. Introduction to soil microbiology. 2nd Edition. John Wiley and Sons. Cornell University. New York Atlas RM, Bartha R. 1981. Microbial ecology : Fundamentals and applications. Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts Avnimelech Y, Kochva M, Diad S. 1994. Development of controlled intensive aquaculture systems with limited water exchange and adjusted carbon to nitrogen ratio. Bamidgeh 46 (3), 119-131 Avnimelech Y. 1999. Carbon/nitrogen ratio as a control element in aquaculture system. Aquaculture 176, 227-235 Avnimelech Y. 2000. Nitrogen control and protein recycling : activated suspension ponds. Global Aquaculture Alliance Beristain BT, Verdegem M, Avnimelech Y. 2005a. Microbial ecology and role in aquaculture ponds. Di dalam: Organic matter decomposition in simulated aquaculture ponds. PhD Thesis. Fish Culture and Fisheries Group. Wageningen Institute of Animal Science. Wageningen University. Netherlands Beristain BT, Pilarcyzk B, Verdegem M, Verreth MCJ, Verreth JAJ. 2005b. Effect of C/N ratio and oxic conditions on organic matter decomposition in lab-scale intensive freshwater systems. Di dalam: Organic matter decomposition in simulated aquaculture ponds. PhD Thesis. Fish Culture and Fisheries Group. Wageningen Institute of Animal Science. Wageningen University. Netherlands Boyd AW. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Auburn University. Birmingham Publishing Co. Alabama. Boyd CE. 1982. Water quality management for pond fish culture. Amsterdam : Elsevier Scientific Publ. Co Brune DE, Schwartz G, Eversole AG, Collier JA, Schwadler TE. 2003. intensification of pond aquaculture and high rate photosynthetic systems. Aquaculture Engineering 28: 65 86

51

Chamberlain G, Avnimelech Y, McIntosh RP, Velasco M. 2001. Advantages of aerated microbial reuse systems with balanced C/N : Nutrient tranformation and water quality benefits. Global Aquaculture Alliance : April 2001 Citroreksoko P. 1996. Pengantar bioremediasi. Di dalam : Citroreksoko P, Setiana A, Subroto MA, Tisnadjaja D. Pelatihan dan lokakarya peranan bioremediasi dalam mengelola lingkungan. Prosiding LIPI/BPPT/HSF. Cibinong Davis ML dan Cornwell DA. 1991. Introduction to environmental engineering. 2nd edition. New York : McGraw-Hill Duborow RM, Crosby DM, Brunson MW. 1997. Ammonia in Fish Pond. Southern Regional Aquaculture Center. SRAC Publ. No. 463 Effendi H. 2000. Telaah kualitas air : bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Gramedia : Jakarta Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama EPA. 2002. Nitrification. U.S Eviromental Protection Agency. Office of Ground Water and Drinking Water, Office of Water. Washington DC. httpwww.epa.govogwdwdisinfectiontcrpdfswhitepaper_tcr_nitrification. pdf. [25 Mei 2008] Erler, Dirk., Putth Songsangjinda, Teeyaporn Keawtawee, Kanit Chaiyakum. 2005. Preliminary investigation into the effect of carbon addition on growth, water quality and nutrien dynamics in zero exchange shrimp (Penaeus monodon) culture system. Asian Fisheries Science 18 : 195 204 FAO Globefish. 2008a. Shrimp Market Report - March 2008 Japan. http://www. thefishsite.com/articles/408/shrimp-market-report-march-2008-japan. [23 Juli 2008] FAO Globefish. 2008b. US Shrimp Market Report - April 2008. http://www. thefishsite.com/articles/431/us-shrimp-market-report-april-2008. . [23 Juli 2008] Focken U, Schlechtriem C, Von Wuthenau M, Ortega AG, Cruz AP, Becker K. 2006. Panagrellus redivivus mass produced on solid media as live food for Litopenaeus vannamei larvae. Aquaculture Research : 37 : 1429-1436

52

Goldman CR, Horne AJ. 1983. Limnology. McGraw-Hill International Book Company. Tokyo. 464p Hadi P. 2006. Pengaruh pemberian karbon (sukrosa) dan probiotik terhadap dinamika populasi bakteri dan kualitas air media budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Haliman RW, Dian AS. 2005. Udang vannamei. Jakarta : Penebar Swadaya Jeffries M dan Mills D. 1996. Freshwater ecology, principles, and applications. John Willey and Sons, Chicester, UK Keeney DR, Herbert RA, Holding AJ. 1971. Pollution of freshwater with organic nutrient. Di dalam : Sykes G dan Skinner FA. Microbial aspects of pollution. London: Academic Press Liu F, Han W. 2004. Reuse strategy of wastewater in prawn nursery by microbial remediation Aquaculture 230 : 281-296 Masser MP, James R, Thomas ML. 1999. Recirculating Aquaculture Tank Production Systems, Management of Recirculating Systems. Southern Regional Aquaculture Center. No. 452 McIntosh D, Fitzsimmons K, Aguilar J, Collins C. 2001. Shrimp aquaculture dan olive production-sustainable integration. http://ag.arizona.edu/azaqua /aquaculture_images/shrimp/Olive/Integration.PDF. [23 Juli 2008] McIntosh RP. 2000. Changing paradigms in shrimp farming : establishment of heterotrophic bacterial communities. Global Aquaculture Alliance : April 2000 McIntosh RP. 2001. Changing paradigms in shrimp farming : establishment of heterotrophic bacterial communities. Global Aquaculture Alliance Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater engineering : treatment, disposal, and reuse. McGraw-Hill, New York Montoya R dan Velasco M. 2000. Role of bacteria on nutritional and management strategies in aquaculture systems. Global Aquaculture Alliance

53

Novotny V dan Olem H. 1994. Water quality, prevention, identification, and management of diffuse pollution. Van Nostrasns Reinhold. New York Pranoto, SH. 2007. Isolasi dan seleksi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi sebgai agen bioremediasi pada media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rangkuti FY. 2007. Indonesia Fishery Products Shrimp Report 2007. Di dalam :Elisa Wagner, US Embassy.USDA Foreign Agricultural Service. Global Agriculture Information Network. http://www.fas.usda.gov/gainfiles/ 200707/146291660.pdf [23 Juli 2008] Ripple W. 2003. Nitrification basics for aerated lagoon operators. 4th Annual Lagoon Operators Round Table Discussion Ashland WWTF. httpwww lagoonsonline. comripple.htm. [25 Mei 2008] Rodina GA. 1972. Methods in aquatic microbiology. Rita RC dan Michael SZ (Eds). University Park Press. Baltimore. USA. 461p Saputra, WH. 2008. Pengaruh penambahan molase terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva udang windu Penaeus monodon Fab yang diberi bakteri probiotik Vibrio SKT-b. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor Samocha, M.T., Susmita P, Mike S, Abdul-Mehdi Ali, Josh M.B., Rodrigo V.A., Zarrein Ayub, Margasanto H, Ami H, David L.B. 2007. Use of molasses as carbon source in limited discharge nursery and grow-out systems for Litopenaeus vannamei. Aquaculture Engineering 36, 184 191 US Shrimp Market Report-April 2008. http://www.thefishsite.com/articles/431/ us-shrimp-market-report-april-2008. [23 Juli 2008] Tseng WY. 1987. Shrimp Mariculture. Departement of Fisheries. University of Papua New Guinea. Port Moresby. Papua New Guinea Van Wyk P, Scarpa J. 1999. Water Quality Requirements and Management. Di dalam: Van Wyk P, Davis-Hodgkins R, Laramore KL, Main J, Mountain, Scarpa J. Farming Marine Shrimp in Recirculating freshwater systems. http://www.hboi.edu/aqua/training_pubs.html [11 Maret 2008]

54

Werb BB. 2000. Nitrification and the marine nitrogen cycle. Di dalam : Kirchman DL. 2000. Microbial ecology of the oceans. John Wiley and Sons : New York Whetstone JM, Treece GD, Browdy CL, Stokes AD. 2002. Opportunities and constraints in marine shrimp farming. Southern Regional Aquaculture Center. No. 2600 Widiyanto T. 2005. Seleksi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi untuk bioremediasi di tambak udang. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Willet D, and Morrison C. 2006. Using molasse to control inorganic nitrogen and www.dpi.qld.gov.au/cps/rde/xchg/ pH in aquaculture ponds. dpi/hs.xsl/30_2790_ENA_Print.html. [22 September 2007] Woon BH. 2007. Removal of nitrat nitrogen in conventional wastewater treatment plants. Skripsi. Faculty of Civil Engineering. Universiti Teknologi Malaysia

55

Lampiran 1. Bahan-bahan untuk pembuatan media nitrifikasi dan denitrifikasi (Rodina, 1972)

Media Nitrifikasi
Jenis Bahan Jumlah

K2HPO4.3H2O KH2PO4 MgCl2.6H2O NaHCO3 FeCl3.6H2O CaCl2.2H2O NH4Cl EDTA Glukosa Bacto Agar Air Laut Cara Pembuatan :

13.5 g 0.7 g 0.1 g 0.5 g 0.0014 g 0.18 g 0.1 g 0.2 g 0.5 g 20 g 1000 ml

Semua bahan ditimbang dan dicampur ke dalam erlenmeyer, kemudian dipanaskan dalam penangas air sambil digoyang sesekali hingga larut. Selanjutnya media tersebut diautoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah itu media siap digunakan. Khusus untuk pembuatan media cair nitrifikasi, maka bacto agar tidak ditambahkan ke dalam media. Sedangkan untuk media autotrof nitrifikasi, glukosa tidak ditambahkan ke dalam media.

56

2. Media Denitrifikasi
Jenis Bahan Jumlah

Na asetat KNO3 (NH4)2SO4 K2HPO4.3H2O MgSO4.7H2O KH2PO4 CaCl2.2H2O Yeast ekstrak Bacto Agar Air Laut Cara Pembuatan :

10 g 5g 0.5 g 0.9 g 0.5 g 0.2 g 0.1 g 3g 20 g 1000 ml

Semua bahan ditimbang dan dicampur ke dalam erlenmeyer, kemudian dipanaskan dalam penangas air sambil digoyang sesekali hingga larut. Selanjutnya media tersebut diautoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah itu media siap digunakan. Khusus untuk pembuatan media cair denitrifikasi, maka bacto agar tidak ditambahkan ke dalam media.

Lampiran 2. Total bakteri selama masa pemeliharaan udang


PERLAKUAN [K] [0] [10] [15] [20] [25] BAKTERI (Log CFU/ml) 5 10 15 20 4.33 7.09 8.29 8.48 4.81 8.20 8.64 8.82 5.29 8.74 9.15 9.30 5.08 8.51 10.07 10.28 4.75 8.33 10.83 11.04 5.49 8.67 8.27 8.23 Kisaran 4.33-8.62 4.7-8.96 4.7-9.38 4.7-10.28 4.7-11.20 4.7-8.67

0 4.70 4.70 4.70 4.70 4.70 4.70

25 8.62 8.96 9.38 9.43 11.20 7.49

57

Lampiran 3. Nilai pH selama masa pemeliharaan udang


PERLAKUAN [K] [0] [10] [15] [20] [25] 0 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 5 7.63 7.82 7.45 7.57 7.37 7.35 10 7.40 7.63 7.67 7.73 7.70 7.75 Hari Ke15 20 7.34 7.47 7.56 7.55 7.50 7.42 7.54 7.33 7.62 7.51 7.57 7.39 25 7.36 7.32 7.35 7.42 7.40 7.33 KISARAN 7.32-7.92 7.32-7.92 7.33-7.92 7.33-7.93 7.36-7.92 7.49-7.92

Lampiran 4. Nilai DO selama masa pemeliharaan udang PERLAKUAN [K] [0] [10] [15] [20] [25] DO 0 7.15 7.15 7.15 7.15 7.15 7.15 5 6.47 6.63 4.53 5.27 4.63 4.40 10 5.37 4.73 4.75 3.84 3.69 3.83 15 6.40 5.23 4.77 4.87 5.13 4.50 20 5.63 5.83 4.63 3.97 4.83 3.90 25 5.70 4.56 4.98 4.89 4.50 4.55 KISARAN

5.37-7.15 4.56-7.15 4.53-7.15 3.84-7.15 3.69-7.15 3.83-7.15

Lampiran 5. Nilai amonia selama masa pemeliharaan udang PERLAKUAN


[K] [0] [10] [15] [20] [25] 0 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 5 0.011 0.025 0.018 0.015 0.012 0.015 AMONIAK 10 15 0.020 0.016 0.022 0.022 0.043 0.027 0.044 0.032 0.032 0.034 0.029 0.028 20 0.022 0.019 0.017 0.028 0.018 0.025 25 0.017 0.017 0.014 0.027 0.017 0.028

KISARAN
0.003-0.022 0.003-0.025 0.003-0.043 0.003-0.044 0.003-0.034 0.003-0.029

Lampiran 6. Perubahan amonia selama masa pemeliharaan udang


PERUBAHAN AMONIA 0 5 10 15 20 [K] 0 259.3 83.8 -25.2 89.8 [0] 0 715.7 -3.9 3.9 -12.9 [10] 0 485.3 173.3 -32.8 -37.1 [15] 0 383.5 209.7 -24.4 -8.0 [20] 0 290.1 186.0 9.7 -46.1 [25] 0 390.9 105.6 -6.9 -20.2 *Ket :nilai rata-rata dihitung mulai hari ke-15

PERLAKUAN

25 -16.3 2.3 -15.5 10.7 -5.3 37.2

RATARATA*
16.1 -2.2 -28.5 -7.2 -13.9 3.4

58

Lampiran 7. Nilai Nitrit selama masa pemeliharaan udang PERLAKUAN


[K] [0] [10] [15] [20] [25] 0 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 5 0.240 0.336 0.091 0.075 0.100 0.145 NITRIT 10 15 3.375 2.048 3.086 2.147 2.201 2.345 1.782 2.423 0.673 2.013 0.260 0.537 20 2.526 2.594 1.381 1.797 0.490 0.629 25 2.335 2.269 2.321 3.140 0.870 1.020

KISARAN
0.099-3.375 0.099-3.086 0.088-2.957 0.075-3.140 0.096-2.076 0.099-1.493

Lampiran 8. Nilai Nitrat selama masa pemeliharaan udang PERLAKUAN


[K] [0] [10] [15] [20] [25] 0 2.284 2.284 2.284 2.284 2.284 2.284 5 0.709 0.818 1.328 1.498 1.435 2.080 NITRAT 10 15 0.403 0.635 0.601 0.727 0.542 0.677 0.796 0.893 0.665 0.965 0.827 1.170 20 0.650 0.939 1.449 2.088 2.130 2.642 25 0.905 1.190 1.312 1.709 1.646 1.990

KISARAN
0.403-2.284 0.601-2.284 0.542-2.284 0.796-2.284 0.665-2.284 0.827-2.642

Lampiran 9. Tabel Anova dan Uji lanjut BNJ (HSD) dan BNT (LSD) laju pertumbuhan bobot udang vaname

ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total Keterangan : Fhit>Ftab = Tolak H0

SS 61.826684 5.4110289 67.237713

df

MS

F (Fhit)

P-value

F crit (Ftab)

5 12.36534 27.4225 12 0.450919 17

3.6E06 3.10588

Artinya pada selang kepercayaan 95% perlakuan pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi serta molase berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot udang vaname

59

Multiple Comparisons Dependent Variable: SGRBOBOT Mean Difference (I-J) -2.0968* -4.5843* -4.2832* -3.5337* -.6495 2.0968* -2.4876* -2.1864* -1.4370 1.4473 4.5843* 2.4876* .3011 1.0506 3.9348* 4.2832* 2.1864* -.3011 .7495 3.6337* 3.5337* 1.4370 -1.0506 -.7495 2.8843* .6495 -1.4473 -3.9348* -3.6337* -2.8843* -2.0968* -4.5843* -4.2832* -3.5337* -.6495 2.0968* -2.4876* -2.1864* -1.4370* 1.4473* 4.5843* 2.4876* .3011 1.0506 3.9348* 4.2832* 2.1864* -.3011 .7495 3.6337* 3.5337* 1.4370* -1.0506 -.7495 2.8843* .6495 -1.4473* -3.9348* -3.6337* -2.8843*

Tukey HSD

(I) PLAKUAN KONTROL

10

15

20

25

LSD

KONTROL

10

15

20

25

(J) PLAKUAN 0 10 15 20 25 KONTROL 10 15 20 25 KONTROL 0 15 20 25 KONTROL 0 10 20 25 KONTROL 0 10 15 25 KONTROL 0 10 15 20 0 10 15 20 25 KONTROL 10 15 20 25 KONTROL 0 15 20 25 KONTROL 0 10 20 25 KONTROL 0 10 15 25 KONTROL 0 10 15 20

Std. Error .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .53505 .53505 .53505 .53505 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .47856 .47856 .47856 .47856 .53505 .53505 .53505 .53505 .53505 .53505

Sig. .011 .000 .000 .000 .822 .011 .003 .008 .095 .151 .000 .003 .986 .312 .000 .000 .008 .986 .634 .000 .000 .095 .312 .634 .002 .822 .151 .000 .000 .002 .001 .000 .000 .000 .250 .001 .000 .001 .012 .020 .000 .000 .542 .051 .000 .000 .001 .542 .146 .000 .000 .012 .051 .146 .000 .250 .020 .000 .000 .000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -3.7288 -.4647 -6.2164 -2.9523 -5.9153 -2.6511 -5.1658 -1.9017 -2.4742 1.1752 .4647 3.7288 -4.1196 -.8555 -3.8185 -.5544 -3.0690 .1951 -.3774 3.2720 2.9523 6.2164 .8555 4.1196 -1.3310 1.9332 -.5815 2.6827 2.1101 5.7595 2.6511 5.9153 .5544 3.8185 -1.9332 1.3310 -.8826 2.3816 1.8090 5.4584 1.9017 5.1658 -.1951 3.0690 -2.6827 .5815 -2.3816 .8826 1.0595 4.7090 -1.1752 2.4742 -3.2720 .3774 -5.7595 -2.1101 -5.4584 -1.8090 -4.7090 -1.0595 -3.1501 -1.0435 -5.6376 -3.5310 -5.3365 -3.2299 -4.5871 -2.4804 -1.8271 .5281 1.0435 3.1501 -3.5409 -1.4342 -3.2398 -1.1331 -2.4903 -.3837 .2696 2.6249 3.5310 5.6376 1.4342 3.5409 -.7522 1.3544 -.0027 2.1039 2.7572 5.1125 3.2299 5.3365 1.1331 3.2398 -1.3544 .7522 -.3038 1.8028 2.4561 4.8114 2.4804 4.5871 .3837 2.4903 -2.1039 .0027 -1.8028 .3038 1.7066 4.0619 -.5281 1.8271 -2.6249 -.2696 -5.1125 -2.7572 -4.8114 -2.4561 -4.0619 -1.7066

*. The mean difference is significant at the .05 level.

60

Lampiran 10. Tabel Anova dan Uji lanjut BNJ (HSD) dan BNT (LSD) laju pertumbuhan panjang udang vaname

ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total Keterangan : Fhit>Ftab = Tolak H0

SS 3.46915 1.68389 5.15304

df

F F crit P-value (Fhit) (Ftab) 5 0.69383 4.94448 0.01092 3.10588 12 0.14032 17 MS

Artinya pada selang kepercayaan 95% perlakuan pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi serta molase berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang udang vaname

61

Multiple Comparisons Dependent Variable: SGRPNJNG Mean Difference (I-J) -.2746 -1.2221* -1.1068* -.6638 -.0539 .2746 -.9475* -.8322 -.3892 .2207 1.2221* .9475* .1152 .5583 1.1682* 1.1068* .8322 -.1152 .4430 1.0529* .6638 .3892 -.5583 -.4430 .6099 .0539 -.2207 -1.1682* -1.0529* -.6099 -.2746 -1.2221* -1.1068* -.6638* -.0539 .2746 -.9475* -.8322* -.3892 .2207 1.2221* .9475* .1152 .5583* 1.1682* 1.1068* .8322* -.1152 .4430 1.0529* .6638* .3892 -.5583* -.4430 .6099* .0539 -.2207 -1.1682* -1.0529* -.6099*

Tukey HSD

(I) PLAKUAN KONTROL

10

15

20

25

LSD

KONTROL

10

15

20

25

(J) PLAKUAN 0 10 15 20 25 KONTROL 10 15 20 25 KONTROL 0 15 20 25 KONTROL 0 10 20 25 KONTROL 0 10 15 25 KONTROL 0 10 15 20 0 10 15 20 25 KONTROL 10 15 20 25 KONTROL 0 15 20 25 KONTROL 0 10 20 25 KONTROL 0 10 15 25 KONTROL 0 10 15 20

Std. Error .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .27485 .27485 .27485 .27485 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .24583 .24583 .24583 .24583 .27485 .27485 .27485 .27485 .27485 .27485

Sig. .865 .004 .009 .152 1.000 .865 .025 .052 .624 .961 .004 .025 .996 .282 .013 .009 .052 .996 .502 .025 .152 .624 .282 .502 .302 1.000 .961 .013 .025 .302 .288 .000 .001 .021 .848 .288 .003 .006 .142 .439 .000 .003 .648 .044 .001 .001 .006 .648 .099 .003 .021 .142 .044 .099 .048 .848 .439 .001 .003 .048

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1.1129 .5638 -2.0604 -.3837 -1.9452 -.2684 -1.5022 .1746 -.9912 .8835 -.5638 1.1129 -1.7859 -.1091 -1.6706 .0061 -1.2276 .4492 -.7166 1.1580 .3837 2.0604 .1091 1.7859 -.7231 .9536 -.2801 1.3966 .2309 2.1055 .2684 1.9452 -.0061 1.6706 -.9536 .7231 -.3953 1.2814 .1156 1.9903 -.1746 1.5022 -.4492 1.2276 -1.3966 .2801 -1.2814 .3953 -.3274 1.5472 -.8835 .9912 -1.1580 .7166 -2.1055 -.2309 -1.9903 -.1156 -1.5472 .3274 -.8156 .2665 -1.7631 -.6810 -1.6479 -.5657 -1.2049 -.1227 -.6588 .5511 -.2665 .8156 -1.4886 -.4064 -1.3733 -.2912 -.9303 .1518 -.3842 .8256 .6810 1.7631 .4064 1.4886 -.4258 .6563 .0172 1.0993 .5632 1.7731 .5657 1.6479 .2912 1.3733 -.6563 .4258 -.0980 .9841 .4480 1.6579 .1227 1.2049 -.1518 .9303 -1.0993 -.0172 -.9841 .0980 .0050 1.2149 -.5511 .6588 -.8256 .3842 -1.7731 -.5632 -1.6579 -.4480 -1.2149 -.0050

*. The mean difference is significant at the .05 level.

62

Lampiran 11. Tabel Anova dan Uji lanjut BNJ (HSD) dan BNT (LSD) tingkat kelangsungan hidup (SR) udang vaname

ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total Keterangan :

SS 3263.89 6180.56 9444.44

df

F F crit P-value (Fhit) (Ftab) 5 652.778 1.26742 0.33921 3.10588 12 515.046 17 MS

Fhit<Ftab = Gagal tolak H0 Artinya pada selang kepercayaan 95% perlakuan pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi serta molase tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup udang vaname

63

Multiple Comparisons Dependent Variable: SR Mean Difference (I-J) .0000 -1.3889 6.9444 6.9444 9.7222 .0000 -1.3889 6.9444 6.9444 9.7222 1.3889 1.3889 8.3333 8.3333 11.1111 -6.9444 -6.9444 -8.3333 .0000 2.7778 -6.9444 -6.9444 -8.3333 .0000 2.7778 -9.7222 -9.7222 -11.1111 -2.7778 -2.7778 .0000 -1.3889 6.9444 6.9444 9.7222 .0000 -1.3889 6.9444 6.9444 9.7222 1.3889 1.3889 8.3333 8.3333 11.1111 -6.9444 -6.9444 -8.3333 .0000 2.7778 -6.9444 -6.9444 -8.3333 .0000 2.7778 -9.7222 -9.7222 -11.1111 -2.7778 -2.7778

Tukey HSD

(I) PLAKUAN kontrol

10

15

20

25

LSD

kontrol

10

15

20

25

(J) PLAKUAN 0 10 15 20 25 kontrol 10 15 20 25 kontrol 0 15 20 25 kontrol 0 10 20 25 kontrol 0 10 15 25 kontrol 0 10 15 20 0 10 15 20 25 kontrol 10 15 20 25 kontrol 0 15 20 25 kontrol 0 10 20 25 kontrol 0 10 15 25 kontrol 0 10 15 20

Std. Error 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 10.83948 10.83948 10.83948 10.83948 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 9.69513 9.69513 9.69513 9.69513 10.83948 10.83948 10.83948 10.83948 10.83948 10.83948

Sig. 1.000 1.000 .976 .976 .939 1.000 1.000 .976 .976 .939 1.000 1.000 .949 .949 .900 .976 .976 .949 1.000 1.000 .976 .976 .949 1.000 1.000 .939 .939 .900 1.000 1.000 1.000 .889 .489 .489 .389 1.000 .889 .489 .489 .389 .889 .889 .408 .408 .327 .489 .489 .408 1.000 .802 .489 .489 .408 1.000 .802 .389 .389 .327 .802 .802

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -33.0638 33.0638 -34.4527 31.6750 -26.1194 40.0083 -26.1194 40.0083 -27.2443 46.6887 -33.0638 33.0638 -34.4527 31.6750 -26.1194 40.0083 -26.1194 40.0083 -27.2443 46.6887 -31.6750 34.4527 -31.6750 34.4527 -24.7305 41.3972 -24.7305 41.3972 -25.8554 48.0776 -40.0083 26.1194 -40.0083 26.1194 -41.3972 24.7305 -33.0638 33.0638 -34.1887 39.7443 -40.0083 26.1194 -40.0083 26.1194 -41.3972 24.7305 -33.0638 33.0638 -34.1887 39.7443 -46.6887 27.2443 -46.6887 27.2443 -48.0776 25.8554 -39.7443 34.1887 -39.7443 34.1887 -21.3388 21.3388 -22.7277 19.9499 -14.3944 28.2833 -14.3944 28.2833 -14.1353 33.5798 -21.3388 21.3388 -22.7277 19.9499 -14.3944 28.2833 -14.3944 28.2833 -14.1353 33.5798 -19.9499 22.7277 -19.9499 22.7277 -13.0055 29.6722 -13.0055 29.6722 -12.7464 34.9687 -28.2833 14.3944 -28.2833 14.3944 -29.6722 13.0055 -21.3388 21.3388 -21.0798 26.6353 -28.2833 14.3944 -28.2833 14.3944 -29.6722 13.0055 -21.3388 21.3388 -21.0798 26.6353 -33.5798 14.1353 -33.5798 14.1353 -34.9687 12.7464 -26.6353 21.0798 -26.6353 21.0798

64

Lampiran 12. Tabel Anova dan Uji lanjut BNJ (HSD) dan BNT (LSD) efisiensi pakan udang vaname

ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total Keterangan : Fhit>Ftab = Tolak H0 Artinya pada selang kepercayaan 95% perlakuan pemberian bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi serta molase berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan udang vaname. SS 10488.5 3927.69 14416.2 df 5 12 17 MS 2097.7 327.307 F (Fhit) 6.40898 P-value 0.00403 F crit (Ftab) 3.10588

65

Multiple Comparisons Dependent Variable: EP Mean Difference (I-J) -20.3245 -65.1517* -41.0908 -29.6178 1.0260 20.3245 -44.8272 -20.7663 -9.2933 21.3505 65.1517* 44.8272 24.0609 35.5339 66.1777* 41.0908 20.7663 -24.0609 11.4730 42.1168 29.6178 9.2933 -35.5339 -11.4730 30.6438 -1.0260 -21.3505 -66.1777* -42.1168 -30.6438 -20.3245 -65.1517* -41.0908* -29.6178 1.0260 20.3245 -44.8272* -20.7663 -9.2933 21.3505 65.1517* 44.8272* 24.0609 35.5339* 66.1777* 41.0908* 20.7663 -24.0609 11.4730 42.1168* 29.6178 9.2933 -35.5339* -11.4730 30.6438 -1.0260 -21.3505 -66.1777* -42.1168* -30.6438

Tukey HSD

(I) PLAKUAN KONTROL

10

15

20

25

LSD

KONTROL

10

15

20

25

(J) PLAKUAN 0 10 15 20 25 KONTROL 10 15 20 25 KONTROL 0 15 20 25 KONTROL 0 10 20 25 KONTROL 0 10 15 25 KONTROL 0 10 15 20 0 10 15 20 25 KONTROL 10 15 20 25 KONTROL 0 15 20 25 KONTROL 0 10 20 25 KONTROL 0 10 15 25 KONTROL 0 10 15 20

Std. Error 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 16.92932 16.92932 16.92932 16.92932 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 15.14204 15.14204 15.14204 15.14204 16.92932 16.92932 16.92932 16.92932 16.92932 16.92932

Sig. .758 .012 .149 .421 1.000 .758 .102 .742 .988 .799 .012 .102 .621 .254 .022 .149 .742 .621 .969 .208 .421 .988 .254 .969 .497 1.000 .799 .022 .208 .497 .207 .001 .020 .076 .953 .207 .013 .198 .552 .233 .001 .013 .140 .039 .002 .020 .198 .140 .465 .030 .076 .552 .039 .465 .098 .953 .233 .002 .030 .098

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -71.9643 31.3152 -116.7915 -13.5120 -92.7306 10.5490 -81.2576 22.0219 -56.7090 58.7610 -31.3152 71.9643 -96.4670 6.8125 -72.4060 30.8735 -60.9331 42.3464 -36.3845 79.0855 13.5120 116.7915 -6.8125 96.4670 -27.5788 75.7007 -16.1059 87.1736 8.4427 123.9127 -10.5490 92.7306 -30.8735 72.4060 -75.7007 27.5788 -40.1668 63.1127 -15.6182 99.8518 -22.0219 81.2576 -42.3464 60.9331 -87.1736 16.1059 -63.1127 40.1668 -27.0912 88.3788 -58.7610 56.7090 -79.0855 36.3845 -123.9127 -8.4427 -99.8518 15.6182 -88.3788 27.0912 -53.6519 13.0029 -98.4791 -31.8243 -74.4182 -7.7634 -62.9453 3.7096 -36.2352 38.2872 -13.0029 53.6519 -78.1546 -11.4998 -54.0937 12.5611 -42.6207 24.0341 -15.9107 58.6117 31.8243 98.4791 11.4998 78.1546 -9.2665 57.3883 2.2065 68.8613 28.9166 103.4389 7.7634 74.4182 -12.5611 54.0937 -57.3883 9.2665 -21.8545 44.8004 4.8556 79.3780 -3.7096 62.9453 -24.0341 42.6207 -68.8613 -2.2065 -44.8004 21.8545 -6.6173 67.9050 -38.2872 36.2352 -58.6117 15.9107 -103.4389 -28.9166 -79.3780 -4.8556 -67.9050 6.6173

*. The mean difference is significant at the .05 level.

Anda mungkin juga menyukai