Anda di halaman 1dari 16

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) telah ada sejak zaman kuno. Sekitar 460 SM, Hippocrates diidentifikasi penyakit paru-paru, yang merupakan istilah Yunani untuk konsumsi (TB tampaknya mengkonsumsi orang dari dalam dengan gejala batuk berdarah, demam, pucat dan hampir selalu fatal. Hari ini, TB masih merupakan penyakit menular yang paling umum, yang menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia. [1] Etambutol merupakan salah satu obat yang digunakan dalam pengobatan TBC, yang masih lazim di Asia Tenggara. Etambutol adalah obat yang mempunyai efek samping toksisitas okular, bermanifestasi sebagai neuritis optik, telah dijelaskan sejak penggunaan pertama dalam pengobatan tuberkulosis. Dilaporkan kasus Semua pasien memiliki keluhan hilangnya ketajaman visual sentral, penglihatan warna (Ishihara) dan bidang visual. [1]

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI 2.1 Anatomi Retina Retina adalah jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan, yang melapisi 2/3 bagian dalam posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serata dengan tepi yang tidak rata. Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah sehingga dapat terbentuk suatu ruang yang disebut subretina. Akan tetapi pada diskus optikus dan ora serata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat. [2]

Retina terdiri dari 10 lapisan yang berturut-turut dari dalam ke luar adalah sebagai berikut: [2]

Lapisan membran limitans interna Lapisan serat saraf mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus Lapisan sel ganglion Lapisan pleksiformis dalam mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan bipolar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

Lapisan inti dalam mengandung badan-badan sel bipolar, amakrin, dan horizontal Lapisan pleksiformis luar mengandung sambungan sel bipolar dan horizontal dengan sel-sel fotoreseptor Lapisan inti luar mengandung akson sel fotoreseptor (batang dan kerucut) Lapisan membran limitans eksterna Lapisan fotoreseptor mengandung badan-badan sel batang dan kerucut Lapisan epitel pigmen retina

Fotoreseptor batang dan kerucut terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan. Setiap sel kerucut mengandung rodopsin, yaitu pigmen penglihatan yang fotosensitif. Saat rodopsin menyerap cahaya, akan terjadi perubahan bentuk 11-cisretinal (komponen kromofor pada rodopsin) menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk ini akan memicu terjadinya kaskade penghantar kedua, dimana rangsangan cahaya akan diubah menjadi impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan melalui nervus optikus menuju korteks penglihatan oksipital. [2,3] Pada bagian tengah dari retina posterior terdapat makula yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

temporal. Makula secara histologis memiliki ketebalan lapisan sel ganglion lebih dari satu lapis. [2,3] Di tengah makula terdapat fovea sentralis, yaitu suatu daerah yang secara histologis ditandai oleh adanya penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini dapat terjadi akibat akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Fovea sentralis adalah bagian retina yang paling tipis dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Fungsi dari fovea sentralis ini adalah sebagai penghasil ketajaman penglihatan yang optimal. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri sentralis retina dan arteri koriokapilaris. Arteri sentralis retina memperdarahi 2/3 daerah retina bagian dalam, sementara 1/3 daerah retina bagian luar diperdarahi oleh arteri koriokapilaris. Fovea sentralis sendiri diperdarahi hanya oleh arteri koriokapilaris dan rentan untuk mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, sehingga membentuk sawar darahretina. [2,3]

2.2 Fisiologi Retina Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk dapat melihat, mata harus berfungsi sebagai alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan.[3] Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang, penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel Kerucut mampu membedakan warna dan memiliki fungsi penglihatan sentral. [3]
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

1. Fotokimiawi Penglihatan Baik sel batang ataupun kerucut mengandung bahan kimia rodopsin dan pigmen kerucut yang akan terurai bila terpapar cahaya. Bila rodopsin sudah mengabsorbsi energi cahaya, rodopsin akan segera terurai akibat fotoaktivasi elektron pada bagian retinal yang mengubah bentuk cis dari retinal menjadi bentuk all-trans. Bentuk all-trans memiliki struktur kimiawi yang sama dengan bentuk cis namun struktur fisiknya berbeda, yaitu lebih merupakan molekul lurus daripada bentuk molekul yang melengkung. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari tempat reaksi retinal all-trans tidak lagi cocok dengan tempat reaksi protein skotopsin, maka terjadi pelepasan dengan skotoopsin. Produk yang segera terbentuk adalah batorodopsin, yang merupakan kombinasi terpisah sebagian dari retianal all-trans dan opsin. Batorodopsin sendiri merupakan senyawa yang sangat tidak stabil dan dalam waktu singkat akan rusak menjadi lumirodopsin yang lalu berubah lagi menjadi metarodopsin I. Metarodopsin I ini selanjutnya akan menjadi produk pecahan akhir yaitu metarodopsin II yang disebut juga rodopsin teraktivasi, yang menstimulasi perubahan elektrik dalam sel batang yang selanjutnya diteruskan sebagai sinyal ke otak. Rodopsin selanjutnya akan dibentuk kembali dengan mengubah all-trans retinal menjadi 11-cis retinal. Hal ini didapat dengan mula-mula mengubah all-trans retinal menjadi menjadi all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A. Selanjutnya, di bawah pengaruh enzim isomerase, all-trans retinol diubah menjadi 11-cis retinol lalu diubah lagi menjadi 11-cis retinal yang lalu bergabung dengan skotopsin membentuk rhodopsin. 2. Adaptasi Terang dan Gelap Bila seseorang berada di tempat yang sangat terang untuk waktu yang lama, maka banyak sekali fotokimiawi yang yang terdapat di sel batang dan kerucut menjadi berkurang karena diubah menjadi retinal dan opsin. Selanjutnya, sebagian besar retinal dalam sel batang dan kerucut akan diubah menjadi vitamin A. Oleh karena kedua efek ini, maka konsentrasi bahan kimiawi fotosensitif yang menetap dalam sel batang dan kerucut akan sangat banyak berkurang, akibatnya sensitivitas mata terhadap cahaya juga turut berkurang. Keadaan ini disebut adaptasi terang.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

Sebaliknya, bila orang tersebut terus berada di tempat gelap dalam waktu yang lama, maka retinal dan opsin yang ada di sel batang dan kerucut diubah kembali menjadi pigmen yang peka terhadap cahaya. Selanjutnya, vitamin A diubah kembali menjadi retinal untuk terus menyediakan pigmen peka cahaya tambahan, dimana batas akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut. Keadaan ini disebut adaptasi gelap.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

BAB III PENGARUH ETHAMBUTOL PADA MATA 3.1 Ethambutol Ethambutol merupakan salah satu obat penting dalam penanganan tuberculosis. Ethambutol bersifat bakteriostatik dan efektif digunakan baik pada terapi primer maupun pada terapi ulangan dengan pengulangan resistensi obat antituberkulosis lain. [4] Etambutol merupakan suatu senyawa sintetik, larut dalam air, senyawa yang stabil dalam keadaan panas, dijual sebagai garam hidroklorid, struktur dextro-isomer dari ethylene di-imino di-butanol. Secara in vitro,banyak strain M Tuberculosis dan mikrobakteria lain dihambat oleh etambutol dengan konsentrasi 1-5 g/ml. Mekanisme kerja obat ini tidak diketahui. Etambutol diabsorbsi dengan baik dari usus. Setelah menelan obat ini 25mg/kg, kadar obat puncak dalam darah berkisar 2-5 g/ml yang dicapai dalam waktu 2-4 jam. Dosis tunggal 15 mg/kgBB menghasilkan kadar dalam plasma sekitar 5 g/ml pada 2-4 jam. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam. Kadar etambutol di dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam plasma. Oleh karena itu eritrosit dapat berperan sebagai depot etambutol yang kemudian melepaskannya sedikit demi sedikit ke dalam plasma. Lebih kurang 20% dari obat ini diekskresikan dalam tinja dan 50% di urin dalam bentuk utuh, 10 % sebagai metabolit,berupa derivate aldehid dan asam karboksilat. Ekskresi obat ini diperlambat pada penyakit gagal ginjal. Etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak. Etambutol dapat menembus sawar darah otak bila inflamasi meningen,pada meningitis tuberkulosa, etambutol dalam cairan serebrospinalis lebih dari 10-40% dari kadarnya di serum. [4] Resistensi terhadap etambutol timbul segera dengan cepat diantara

mikrobakterium bila obat ini digunakan secara tunggal. Efektivitas pada hewan coba sama dengan isoniazid. In vivo ,sukar menciptakan resistensi terhadap etambutol dan timbulnyapun lambat tetapi resistensi ini timbul bila etambutol digunakan tunggal. Karena itu, etambutol selalu diberikan dalam bentuk kombinasi dengan obat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

antituberkulosis lain. Etambutol hidroklorid 15 mg/kg, biasanya diberikan sebagai dosis tunggal harian yang dikombinasikan dengan INH atau rifampisin. Dosis obat ini sebanyak 25 mg/kg mungkin dapat digunakan. Hipersensitivitas terhadap etambutol jarang terjadi. [4,5] Efek samping yang sering terjadi yaitu ganguan penglihatan biasanya bilateral yang merupakan neuritis retrobular yaitu penurunan ketajaman penglihatan,hilangnya kemampuan membedakan warna merah-hijau terjadi pada beberapa penderita yang diberikan etambutol 25 mg/kg selama beberapa bulan. Kebanyakan perubahanperubahan tersebut membaik bila etambutol dihentikan. Bila ada keluhan penglihatan kabur, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lengkap. Bila pasien sudah menderita kelainan mata sebelum menggunakan etambutol , perlu dilakukan pemeriksaan cermat sebelum terapi dengan etambutol dimulai. Dengan dosis 15 mg/kg atau kurang, gangguan visual sangat jarang terjadi. [5] 3.2 Patogenesis Toksisitas Ethambutol Efek toksik etambutol telah dibuktikan secara in vivo dan in vitro pada tikus, dimana terjadi kematian sel-sel ganglion retina akibat jalur eksotoksik glutamate yang diinduksi etambutol .Etambutol dapat mengikat Cu dan Zn di sel-sel ganglion retina dan serabut-serabut saraf optik. Metabolit etambutol ,asam ethylenediiminodibutyric adalah pengikat Cu dan Zn yang kuat. Cuprum dan Zn diperlukan sebagai kofaktor sitokrom c oksidase, enzim utama untuk rantai transport dan untuk metabolism oksidase selular di dalam mitokondria. Selain mengurangi kadar Cu dan Zn yang berguna untuk sitokrom oksidase, etambutol juga mengurangi energy yang diperlukan untuk transport aksonal di sekitar saraf optik. Insufisiensi mitokondria di serabut nervus optikus dapat menyebabkan kerusakan transport di dalam nervus optikus sehingga terjadi neuropati optik. [4] Etambutol bersifat toksik pada saraf retina terutama akson sel ganglion retina. Toksisitas akan akan lebih tampak dan makin memberat pada individu yang mempunyai kadar ion Zinc serum yang rendah . Hal ini karena kemampuan Etambutol dalam mengikat ion Zinc intraseluer menyebabkan konsentrasi ion tersebut di serum menurun. Penelitian Hence ,penurunan konsentrasi ion Zinc menimbulkan terjadinya atrofi optik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

toksik yang selektif . Sebaliknya, Heng melakukan penelitian menyebabkan kematian saraf ganglion.

pada kultur retina tikus

didapatkan glutamate neurotoksik sebagai mekanisme selular dari etambutol yang

Gambaran hilangnya sel (khususnya sel ganglion retina) akibat toksisitas etambutol menyerupai kerusakan yang diperantarai glumat. Penelitian pada sistem saraf pusat menemukan bahwa kerusakan saraf akibat iskemik atau traumatik diperantarai oleh kadar eksitatory asam amino yang berlebihan, khususnya glutamat. Lucas dan Newhouse melaporkan efek toksik glutamat pada mata golongan mamalia ,dengan melakukan injeksi glutamat sehingga menyebabkan kerusakan yang berat pada lapisan dalam retina . Penelitian Lipton menyatakan bahwa bentuk predominan eksitotoksisk dari sel ganglion retina di perantarai oleh stimulasi yang berlebihan reseptor glutamat yang dapat menimbulkan kadar berlebihan dari Ca inraseluler . 3.3 Manifestasi Klinik Onset dari timbulnya gejala pada mata biasanya terlambat dan mungkin terjadi dalam beberapa bulan setelah terapi dimulai. Meskipun jarang, kasus toksisitas beberapa hari setelah terapi inisiasi pernah dilaporkan, satu pasien diresepkan dengan standar dosis 15 mg/kg per hari, dan pasien lain diresepkan 25 mg/kg per hari. Tidak ada penelitian yang melaporkan onset timbul setelah penghentian penggunaan etambutol. Gejala klinis pada mata bervariasi pada setiap individu. Pasien mungkin mengeluhkan pandangan kabur yang progresif pada kedua mata atau menurunnya persepsi warna. Penglihatan sentral merupakan merupakan gangguan yang paling sering terkena. Beberapa individu asimtomatik dengan abnormalitas dan terdeteksi hanya saat tes penglihatan.[5] Diskromatopsia (abnormalitas persepsi warna) biasanya menjadi tanda toksisitas yang paling awal, secara klasik ditunjukkan dengan penurunan persepsi warna merahhijau yang dinilai dengan kartu ishiara. Berlawanan dengan ini, polak dkk melaporkan bahwa defek biru-kuning adalah defek awal yang paling umum pada pasien tanpa gejala gangguan peglihatan. Namun defek biru kuning hanya dapat dideteksi menggunakan panel desaturasi Lantony yang jarang tersedia, bukan menggunakan ishiara. Pada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013
[4]

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

pemeriksaan funduskopi biasanya tidak ditemukan kelainan.Untuk melihat perubahan nerve fiber layer menggunakan OCT. [6] Gangguan penglihatan jarang terjadi sampai pasien berobat selama 2 bulan. Umumnya gejala timbul antara 4 bulan sampai 1 tahun setelah pengobatan. Efek samping dapat lebih cepat jika pasien menderita penyakit ginjal karena berkurangnya ekskresi obat sehingga level serum obat meningkat. Oleh karena itu dosis yang tepat pada pasien dengan kerusakan ginjal sangatlah penting. Toksisitas obat ini tergantung pada dosis, pasien yang menerima dosis 25 mg/kgBB/hari atau lebih paling rentan terhadap kehilangan penglihatan. Namun, kasus gangguan penglihatan dengan dosis yang jauh lebih rendah telah dilaporkan. Perbaikan tajam penglihatan pada pengguna etambutol umumnya terjadi pada periode beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah obat dihentikan. Beberapa pasien dapat menerima etambutol hidroklorida kembali setelah penyembuhan tanpa rekurensi dari penurunan tajam penglihatan. Follow up tajam penglihatan berkala tetap diperlukan pada setiap pengguna etambutol. [6] 3.4 Optical Coherence Tomography (OCT) OCT adalah pemeriksaan dengan modalitas gambar resolusi tinggi yang pada awalnya dirancang untuk menilai retina dan ketebalan RNFL tapi dengan software yang baru dapat meningkatkan analisis terhadap ONH. Secara umum telah dikenal mesin OCT yang dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu OCT tipe Stratus (2D atau disebut Time Domain OCT) dan OCT tipe Cirrus (3D atau Spectral/Fourier Domain OCT). [7]

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

10

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

OCT dapat digunakan untuk melihat perubahan nerve fiber layer pada pasien neuropati optik seperti pada neuropati akibat etambutol. Oleh karena itu OCT dapat digunakan sebagai tambahan pemeriksaan objektif untuk memonitor pasien pengguna etambutol [7] 3.5 Penatalaksanaan Pemeriksaan mata dianjurkan setiap bulan untuk pemberian etambutol dosis 15 mg/kgBB/hari. Belum ada aturan perawatan yang standar berapa kali pasien harus di kontrol dan di periksa pada pasien dengan dosis besar dari 15 mg/kgBB/hari, maka di rekomendasikan : [6] 1. Berikan inform consent pada pasien bahwa pemberian etambutol dapat menyebabkan neuropati optik walaupun telah dilakukan pemeriksaan mata regular dan hilangnya penglihatan dapat memberat dan irreversible. 2. Lakukan pemeriksaan dasar termasuk pemeriksaan lapang pandangan, ,penglihatan warna dan fundus dengan pupil dilatasi untuk pemeriksaan nervus optikus dan tajam penglihatan. 3. Jika gejala penglihatan terjadi dan pasien putus obat maka harus dilihat oleh ahli oftalmologi. 4. Dilakukan pemeriksaan setiap bulan untuk dosis lebih dari 15 mg/kgBB/hari. Meskipun demikian, pemeriksaan setiap bulan pada pasien yang mendapat terapi dosis rendah menjadi penting apabila mempunyai resiko tini terjadinya toksisitas : Diabetes mellitus Gagal ginjal kronik Peminum alkohol Orang tua Anak-anak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

11

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

Gangguan mata lain Ethambutol -induced peripheral neuropathy Dosis besar dari 15 mg/kgBB/hari

Etambutol dihentikan setelah dijumpai tanda-tanda hilangnya tajam penglihatan, penglihatan warna atau defek lapang pandangan. Etambutol harus segera dihentikan ketika toksisitas okuler yang diinduksi etambutol mulai diketahui dan pasien langsung dirujuk ke oftalmologis untuk evaluasi lebih lanjut. Penghentian terapi merupakan manajemen yang paling efektif yang dapat mencegah kehilangan penglihatan yang progresif dan sekaligus untuk proses penyembuhan. Ketika terjadi toksisitas okuler yang berat, dipertimbangkan pemberian agen antituberkulosis lain. 3.6 Pencegahan Rekomendasi dari Preventive measure against drug induced ocular toxicity during antituberculosis treatment Berdasarkan informasi klinis yang berlaku ,panduan internasional dan pengalaman dari ahli setempat ,standart berikut di rekomendasikan untuk pencegahan dari toksisitas okular selama pengobatan anti TB : [6] a) Selama pelaksanaan pengobatan anti TB, pasien harus dipertimbangkan untuk kemungkinan dan kontraindikasi dalam penggunaan EMB. Pada keadaan tertentu dimana terjadi peningkatan resiko toksisitas okular. Keuntungan pemakaian EMB harus diseimbangkan dengan resikonya secara hati-hati. Ketersediaan, kegunaan dan toksisitas dari obat-obatan alternatif perlu diperhitungkan dalam memilih regimen pengobatan yang efektif. EMB dapat menjadi kontraindikasi ataupun penurunan dosis menjadi indikasi dalam beberapa keadaan: (i) Gangguan penglihatan dasar dapat membuat pengawasan terhadap tajam penglihatan menjadi sulit. Bagaimanapun,pada keadaan seperti kelainan refraksi dan katarak ringan yang tidak mempengaruhi perubahan penglihatan dengan cepa,harus diawasi visusnya selama pengobatan EMB. EMB sebaiknya dihindari pada pasien dengan visus yangsudah menurun dengan signifikan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

12

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

(ii)

Pasien yang sulit mengatakan atau melaporkan gejala pada penglihatan dan perubahan dalam penglihatan, seperti pada anak-anak atau pasien yang sulit berbicara akan mempersulit pengawasan tajam penglihatan.

(iii)

Gangguan fungsi ginjal bisa memicu perkembangan dari toksisitas okular yang berhubungan dengan EMB. Oleh karena itu,fungsi ginjal harus diperiksa terlebih dahulu dan selama pengobatan anti TB dijalankan. Anjuran dosis EMB pada kasus gangguan fungsi ginjal seperti ini telah ada pada panduan pengobatan TB masing-masing daerah.

b) Untuk pasien

yang sedang menjalankan

pengobatan

anti

TB

termasuk

EMB,pendidikan kesehatan harus diberikan pada mereka yaitu mengenai efek samping obat dan harus sangat berhati-hati terhadap efek samping yang potensial yang dapat terjadi selama pengobatan. Pasien harus diingatkan apabila gejala penglihatan bertambah,obat harus dihentikan dan mereka harus segera melaporkannya pada staf kesehatan. Anjuran pada pasien seharusnaya dicatat pada laporan medis pasien tersebut. Pada kasus dimana perlu diberikannya EMB pada anak-anak atau pasien yang kesulitan berbicara, peringatan yang sama juga harus diberitahukan pada orangtua atau anggota keluarga yang lain. tertulis akan berguna di kemudian hari. c) Pemeriksaan visus dasar yaitu tajam penglihatan dan persepsi warna merah hijau (menggunakan snellen chart & kartu ishihara) harus dilakukan sebelum terapi pengobatan dimulai. Ada kontroversial tentang pemeriksaan visus apakah perlu diberikan hanya untuk pasien yang memiliki faktor resiko, terutama pada pasien yang menggunakan dosis tinggi (25 mg/kgBB/hari) atau pada pasien yang pengobatan diperpanjang. d) Pasien dengan fungsi ginjal yang normal, dosis EMB yang dianjurkan adalah 15 mg/kgBB/hari diluar dari pengobatan TB. Bagaimanapun ,dosis yang lebih tinggi dari 25 mg/kgBB/hari dipertimbangkan pada berbagai kondisi tertentu seperti kasus TB yang berat, pasien yang resisten terhadap obat TB dan pasien dengan pengobatan berulang. Dosis yang tinggi ini tidak boleh diberikan lebih dari 2 bulan . Berat badan ideal harus dihitung pada pasien obesitas.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

Instruksi

yang

13

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

e) Selama konsultasi medikal pada pasien yang menjalani pengobatan anti TB termasuk EMB, mereka harus menjelaskan gangguan penglihatan yang mereka alami, dianjurkan dilakukan setiap bulannya. f) Directly Observed Treatment (DOT) memungkinkan staf kesehatan bisa mengawasi perkembangan gejala pasien. g) Pasien yang menjalani dugaan toksisitas okular oleh karena obat harus diperiksa dengan pemeriksaan tajam penglihatan (menggunakan kartu snellen atau kartu ishihara). Pada penderita yang toksik, EMB harus dihentikan dan pasien dirujuk pada ahli mata untuk pengobatan lebih lanjut. Pemeriksaan ophtalmologi lebih lanjut seperti pemeriksaan funduskopi, tajam penglihatan, pemeriksaan lapang pandangan (perimetri) dan persepsi warna. Bila gangguan visus terjadi oleh karena alasan lain seperti katarak. EMB dapat dilanjutkan dengan mempertimbangkan kegunaan dan prokontra obat alternatif. Bila gangguan penglihatan terjadi karena berhubungan dengan pengobatan anti TB maka EMB harus dipertimbangkan. Pada kasus demikian, perencanaan pengobatan yang baru perlu dibuat lagi untuk menghilangkan faktor resiko misalnya pemeriksaan fungsi ginjal untuk setiap gangguan yang baru timbul. h) Jika terjadi neuritis optikus ,maka harus dihentikan. Piridoxine dosis tinggi (50-100 mg/hari) dipertimbangkan terutama untuk pasien dengan faktor resiko seperti malnutrisi ,alkoholik dan pasien usia lanjut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

14

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

BAB IV KESIMPULAN Menjadi salah satu agen anti-TBC lini pertama yang paling aman, etambutol HCl merupakan obat yang umumnya diresepkan untuk pasien dengan TB. Neuritis optik adalah efek sampig yang paling penting dari etambutol, yang mekanisme toksisitas masih dalam penelitian. Toksisitas ocular ini berhubungan dengan dosis dan durasi penggunaan obat. Meskipun klasik digambarkan sebagai gangguan yang reversibel, tetapi perubahan ketajaman penglihatan juga dilaporkan pada beberapa kasus. Meskipun pedoman internasional tentang pencegahan dan deteksi dini etambutol diinduksi toksisitas okular telah diterbitkan, pandangan tentang penggunaan tes ketajaman penglihatan dan persepsi warna rutin untuk deteksi toksisitas dini masih dibagi. Di mana studi tentang berbaliknya toksisitas okular, sensitivitas berbagai jenis visi tes pada awal deteksi toksisitas okular, efektivitas biaya pemantauan visus dibandingkan dengan pendidikan pasien sendiri dapat dilakukan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

15

Referat Pengaruh Ethambutol Pada Mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Lim, S. Ethambutol-associated Optic Neuropathy. Ann Acad Med Singapore. Singapore: 2006 ; 35: 274-8. Available at : www.annals.edu.sg/pdf/35volno4200605/v35n4p274 . Access on: 17th July 2013. 2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Retina. Vaughan & Asburys general ophthalmology. 17th ed. Jakarta: Widya Medika. 2007. 3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed. Elsevier. England: 2011 4. Maher D, Charles P. A Treatment of Tuberculosis. Guidelines for national programs. In WHO Global Tuberculosis Program. Geneva : 1997. P13-77. 5. Soeharnila, Tumewu R. Perbandingan Antara Tes Ishihara Dan Tes Sensitivitas Kontras Untuk Deteksi Dini NEuropati Optik Toksik Akibat Ethambutol. Manado : Universitas Sam Ratulangi. 2004. 6. Kwok A. Ocular Toxicity of Ethambutol. In The Hong Kong Medical Diary. Hongkong: 2006. P25-27. 7. Dennis Yasuo T., Robert R. Optical Coherence Tomography (OCT). Glaucoma Diagnostic. Jakarta: 2008

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 10 Juni 13 Juli 2013

16

Anda mungkin juga menyukai