Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ASMA BRONKHIAL DI IGD RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Disusun Oleh : ANGGIT PRAKASIWI 3212006

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDRAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2013

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Asma Bronkhial Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001). Asma adalah suatu penyakit jalan napas yang ditandai oleh periode bronkospasme, merupakan penyakit kompleks yang meliputi biokimia, imunologi, endokrin, infeksi, autoimun dan faktor psikologi. (Luckman and Sorensens, 1993). Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000). Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel. (Sylvia A. Price, 1995). B. Etiologi Penyebab asma bronchial secara pasti belum di ketahui tetapi kemungkinan karena beberapa factor yaitu: 1. Faktor ekstrensik (alergi) Biasanya terjadi pada anak- anak dan mengikuti penyakit alergi lain seperti ekzim 80-85%, penderita asma alergi di anggap sebagai atopik di cetuskan oleh kontak dengan allergen pada penderita yang sensitive. a. Adanya interaksi antigen Ig E. pada saat interksi akan di lepaskan zat mediator aktif, seperti: histamin slow reaction of nanpilaxis (SRA-A), serotonin bradikinin. Zat tersebut terutama histamine secara langsung menyebabkan penyempitan bronkus (broncopasme), edema, produksi kelenjar sepanjang saluran nafas. b. Adanya interaksi antigen dengan imunoglobin(Ig G) pada reaksi ini juga di lepaskan zat mediator aktif yang menyebabkan bronkopasme yang lebih lama dari reaksi type Ig E. kasus ini di jumpai pada serangan asma yang berhubungan dengan pekerjaan (occupational asma).

Allergen yang bertanggung jawab jelas dan cara masuknya, yaitu: a) Alergen inhalan Debu rumah, tepung Sari, bulu burung, sepihan kulit, air liur, atau bulu binatang peliharaan (seperti: kucing, anjing, spora, jamur). b) Alergen ingestan Masuk ke tubuh melalui saluran pencernaan, misal:susu, telur, ikan, makanan yang berasal dari laut, obat- obatan dan bahan kimia. c) Alergen konstanta Masuk ke tubuh melalui kulit, seperti : obat- obatan, salep, logam (jam tangan dan perhiasan). 2. Faktor intrensik (non alergi ) Biasanya terjadi pada orang dewasa di atas 35 th. Serangan sering kali di cetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang bronchial. Golongan ini kuranga jelas landasan dan peranan reaksi imunologik dalam mencetuskan asma bronchial. Golongan non alergi yaitu : 1. Zat- zat kimia non alergi yang bersifata sebagai iritan termasuk di antaranya : ozon, nitrogen, eter, sulfur oksida, silikat, polutan dan udara lainya. 2. Factor fisik seperti perubahan iklim atau cuaca, bau- bauan. 3. Infeksi saluran pernafasan (virus influenza) 4. Aktifitas fisik : di sebut dengan sebutan exercise anduced astma karena kelelahan terutama pada suhu yang rendah dengan kelembaban udara yang kurang. 5. Obat- obatan, misal : aspirin dan zat warna tetrazin. 6. Ketegangan mental emosionaldapat merangsang pencetus serangan asma missal: ujian, nonton film, kunjungan ke rumah sakit, tertawa yang terlalu semangat.

C. Tanda dan Gejala Pada waktu serangan tampak penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot bantu pernafasan bekerja dengan keras, tapi waktu tidak ada tidak ada gejala serangan klinis tidak tampak. Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak, dan mengi (weezing) dan pada sebagian penderita di sertai rasa nyeri di dada. Beberapa tingkat penderita asma sebagai berikut: 1. penserita asma yang secara klinis normal,tanpa kelainan pemeriksaan fisik maupun kelainan pemeriksaan fungsi parunya. Pada penderita ini timbul gejala asma bila ada factor pencetus baik di dapat secara alamiah maupun dengan tes profokasi bronchial di laboratorium. 2. penderita asma tanpa keluhan dan kelainan pada pemeriksaan fisiknya, tetapi funsi paru- parunya menunjukan tanda- tanda obstruksi jalan nafas. 3. penderita asma tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan fungsi parunya menunjukkan tanda- tanda obstruksi jalan nafas. 4. penderita asma yang sering di jumpai baik pada praktek sehari- hari maupun di rumah sakit. Derajat berat asma berdasarkan aktifitas jasmani menurut Sherwood jones sebagi berikut: Derajat I A: Dapat bekerja dengan agak susah. Tidur kadanga Derajat II A: Tiduran atau duduk/ duduk. Bisa bangun dengan agak susah tidur terganggu. B: Tiduran/ duduk, tidak bisa bangun. Derajat III terganggu. B: Dapat bekerja dengan susah payah, tidur sering kali terganggu

Tiduran/ Duduk, tidak bisa bangun. Nadi >120/ menit

Darajat IV

pasien tidak bisa bergerak lagi dan kelelahan. 5.Status asmatikus Yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refraktan sementara terhadap pengobatan yang lazim di pakai. Sooggin membagi perjalanan klinis asma sebagai berikut: a. Asma akut intermiten Di luar serangan, tidak ada gejala sama sekali, pemeriksaan fungsi parunya tanpa provokasi tetap normal. Penderita ini sangat jarang jatuh ke dalam status asmatikus dan dalam pengobatanya sangat jarang memerlukan kortikosteroid. Meskipun di katakana tidak berat tetapi aktifitas penderita seperti pekerjaan, sekolah, atau kegiatan olah raganya cukup terganggu. Factor pencetus: 1. Infeksi saluran nafas terutama di sebabkan virus, missal : pilek, batuk kemudian rasa berat di dada kemudian di susul rasa sesak. 2. Kegiatan jasmani (excercise induced astma/ EIA). Rasa sesak timbul beberapakali setelah kegiatan jasmani, penderita batuk dan agak sesak. 3. Lingkungan pekerjaan (occupational astma/ asma akibat kerja), gejala: batuk, rasa berat di dada. Industri yang sering menyebabkan asma akibat kerja antara lain : gas- gas ammonia, asam klorida, sulfur dioksida, plastic, cat, debu tekstil dan deterjen. 4. asma). b. Asma akut dan status asmatikus Obat- obatan seperti asam asetil salisilat, obat penyekat beta, pinisilin, bahan kontras,dll (drug induced

Serangan asma dapat demikian beratnya hingga penderita segera mencari pertolongan. Obat- obatan Adrenegik beta dan teofilin disebut status asmatikus. c. Asma kronik persisten Pada asma kronik persisten selalu di temukan gejala- gejala obstruksi jalan nafas sehingga di perlukan pengobatan yang terus- menerus. Hal tersebut di sebabkan oleh karena saluran nafas penderita terlalu sensitive selalu adanya factor pencetus yang terus- menerus. D. Patofisiologi dan Pathway Patofisiologi asma tampaknya melibatkan suatu hiper responsivitas reaksi peradangan. Pada respon alergi di saluran nafas, antibody Ig E berkaitan dengan allergen dan menyebabkan degranulasi pada sel. Akibat degranulasi tersebut histamine di lepaskan. Histamine menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang interstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon Ig E yang sensitive berlebihan terhadap suatu allergen atau sel- sel mastnya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkopasme, pembentukan mucus, edema dan obstruksi aliran udarayang masuk akan terganggu atau tidak maksimal, respon fisiologi dari ituadalah nafasyang cepat atau terjadisesak nafas. Rangsangan psikologis dapat mencetuskan suatu rangsangan asma karena rangsangan simpatis menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus.

Pathway

Pencetus serangan (allergen, emosi/stress, obat-obatan, dan infeksi)

Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkannya substansi vasoaktif (histamine, bradikinin, dan anafilatoksin)

Kontraksi Otot Polos

Permeabilitas kapiler

Sekresi mucus meningkat

Bronchospasme

Konraksi otot polos Edema mukosa Hipersekresi

Produksi mucus bertambah

Obstruksi saluran napas Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (risiko/actual)

Hipovenilasi Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru-paru Gangguan difusi gas di alveoli

Kerusakan Pertukaran Gas Hipoksemia Hiperkapnia

Pathway klinis
Pencetus Serangan ( Cuaca Dingin )

Reaksi antigen dan Antibodi

Dikeluarkannya Substansi Vasoaktif ( Histamin, Bradikinin, dan Afilaktosin )

Kontraksi Otot Polos

Sekresi Mukus Meningkat

BronchoSpasme

Produksi Mukus Bertambah

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Obstruksi Jalan Nafas

E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan

pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. 2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. 3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan

VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. 5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. F. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema 6. Deformitas thoraks 7. Gagal nafas G.Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis (Michele Woodley, MD dan Alison Whlan, MD, 1992) 1. 2. 3. Oksigenasi 2-3 ltr/mnt Intubasi dan ventilasi mekanik Obat agonis adrenagik beta Inhaler: Albuterol, terbutalin, Metaproterenol (awal 1-2 semprot setiap 10-20 mnt/ sesuai kondisi ) ( Merileksasikan otot-otot Bronkus , obat membuka jalan nafas, sehingga penderita dapat bernafas kembali)

4.

Nebulaizer: albuterol 2.5 mg/ ml dan metaproterenol 50 mg/ml bentuk larutan, di larutkan dalam larutan garam fisiologis dapat di hisap melalui nebulaizer dengan aliran udara ke atas selama 5-10 mnt. ( Merileksasikan otot-otot Bronkus , obat membuka jalan nafas, sehingga penderita dapat bernafas kembali)

5. 6.

Parenteral: epinefrin 0.1 ml: 1000 di beerikan IC. (obat-obat yang berfungsi menyembuhkan reaksi alergi) Kortikosteroid: methylprednison 0.5- 0.1 ml/kg di berikan IV/ 6 jam. ( Obat-obat yang berfungsi mengendalikan asma dan kondisi inflamasi lainnya dengan jalan menghambat reaksi alamiah tubuh terhadap rangsangan berupa pembengkakan saluran nafas )

7.

Theopilline: aminophillin/ theopillin bisa di berikan perora, maupun parenteral(IV atau Drip).(obat yang bereaksi mukus) untuk mengeluarkan

8.

Fisiotherapi dada

H. Pengkajian Pengkajian Identitas pasien. Identitas pasien meliputi: Nama Umur Agama Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Alamat

Riwayat keperewatan/kesehatan. 1. Keluhan utama: pasien biasanya sulit bernafas 2. Riwayat kesehatan sekarang: data keadaan pasien saat diadakan pengkajian 3. Riwayat kesehatan masa lalu: berisikan data atau keterangan penyakit atau masalah kesehatan yang pernah di alami pasien pada masa lalu misalnya asma.

4. Riwayat kesehatan keluarga: berisikan data atau keterangan penyakit atau masalah kesehatan yang pernah di alami keluarga pasien misalny dalam keluarganya ada yang menderita asma. Pola fungsi kesehatan 1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pada klien asma terdapat juga kebiasaan untuk merokok. 2. Pola aktifitas dan latihan : klien terkadang mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan kesadaran menurun. 3. Pola nutrisi dan metabolisme : pasien terkadang mengalami mual dan muntah. 4. Pola eliminasi 5. Pola tidur dan istirahat: biasanya pada pasien asma tidur ssering terbangun atau tergagu karena asmanya. 6. Pola kognitif dan perceptual 7. Pola toleransi dan koping stress : pasien biasanya mengalami stress psikologi. 8. Pola seksual reproduktif 9. Pola hubungan dan peran 10. Pola nilai dan keyakinan. Pemeriksaan fisik Berat badan dan tinggi badan Mata Paru Jantung : Retina, pupil : Pernafasan, biasanya pada pasien asma frekuensi nafas lebih dari : 24x/mnt dan terdapat weezing.

Abdomen : Bising dan peristaltic. Pemeriksaan Penunjang 1. Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas refersibel 2. Tes Provokasi Bronkial untuk menunjukkan hiperaktifitas bronkus 3. Pemeriksaan Tes Kulit untuk menunjukkan adanya anti body Ig E yang spesifik dala tubuh. pemeriksaan Ig E total dan Ig E spesifik dalam serum

pemeriksaan Ig E total tidak banyak dan hanya untuk menyokong adanya penyakit tropic. 4. Pemeriksaan Ig E spesifik lebih berarti dan di lakukan terutama bila tes kulit tidak dapat di kerjakan atau hasilnya kurang dapat di percaya. 5.Pemeriksaan Radiologi pemeriksaan itu di lakukan jika ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru atau komplikasi asma seperti pnemothoraks, pnemomediastinum, atelektasis, dll. 6. Analisis Gas Darah hanya di lakukan pada penderita dengan serangaan asma berat.pada keadaan tersebut bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik. 7. Pemerisaan Eosinofil Total Dalam Darah. Pada penderita asma jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Selain dapat di pakai sebagai patokan untuik menentukan cukup tidaknya disis kortikosteroid yang di perlukan penderita asma dan bronchitis kronik. 8. Pameriksaan Sputum pentingnya untuk menilai adanya miselium aspergillus fumigatus. I. DIAGNOSA INTERVENSI Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya mucus. 2. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi/perfusi tidak memadai. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang Rencana Keperawatan a. Dx1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d produksi mukus berlebih. Batasan Karakteristik :Dispneu, penurunan suara nafas, orthopneu, kelainan suara nafas(crakles,wheezing), kesulitan berbicara, batuk tidak efektif, produksi sputum, gelisah, perubahan frekuensi dan irama nafas. NOC : Respirasy status (Ventilasi dan Airway Patency) KEPERAWATAN DAN

Aspiration control Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispneu(mampu mengeluarkan sputum dan bernafas dengan mudah) Intervensi : Auskultasi dan catat bunyi napas, misal: ronchi, wheezing dan crackles. Rasional : untuk mengetahui adanya obstruksi jalan napas. Kaji karakteristik batuk dan sputum. Rasional : menentukan jenis tindakan yang akan dilakukan. Berikan pasien posisi yang nyaman. Rasional : peninggian kepala tempat tidur, mempermudah batuk dan mengeluarkan sekret. Pertahankan polusi udara seminimal mungkin, mis: debu, asap, dan lain-lain. Rasional : mengurangi faktor pencetus serangan. Dorong dan ajarkan napas dalam dan batuk efektif. Rasional : mempermudah mengeluarkan sekret dan memberikan cara untuk mengatasi dispnea. Kolaborasi untuk pemberian bronkodilator. Rasional : merilekskan otot-otot pernapasan dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas dan produksi sekret. b. Dx2. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi/perfusi tidak memadai. Batasan Karakteristik : Gangguan penglihatan, penurunan CO2, takikardi, hiperkapnia, keletihan, omnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, dispneu, sianosis, pucat, hipoksia, frekuensi dan kedalaman nafas abnormal. NOC : Respiratory status (gas echange,ventilation) Vital sign status

Kriteria Hasil : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi ke jaringan adekuat dengan GDA dalam batas normal dan bebas dari gejala distres pernapasan, tanda tanda vital dalam rentang normal. Intervensi : Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Rasional : untuk evaluasi terhadap distres pernapasan. Auskultasi bunyi napas. Rasional : untuk mengetahui penurunan aliran udara. Awasi tingkat kesadaran dan status mental. Rasional : gelisah dan ansietas merupakan gejala umum hipoxia. Anjurkan untuk mengeluarkan sekret, k/p gunakan alat penghisap. Rasional : mencegah sumbatan jalan napas. Kolaborasi untuk pemberian oksigen. Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah hipoxia. c. Diagnosa 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake yang kurang Batas karekteristik Berat badan kurang dari 20% atau lebih dari ideal terhadap tb dan frame intak makanan kurang dari kebutuhan metabolik baik kalori total maupun nutrisi spesifik. Kehilangan berat badan dengan intake makanan adekuat Laporkan intake makanan tidak adekuat kurang dari RDA Kriteria hasil (NOC) Intervensi : 1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin) R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus. : Nafsu makan meningkat BB meningkat atau normal sesuai umur

2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat

yang tak sedap atau

R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan. 3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan 4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan. 5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain : a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu b. obat-obatan atau vitamin ( A) R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J, 2007, Buku saku patofisiologi, EGC Jakarta Kapita Selekta Kedokteran edisi I dan II Media Aesculapius FKUI 2000 Nanda, International, 2005, Nursing Diagnosis : Definition & Classification, Philadelphia Brunner and Suddarth (2002). Textbook of Medical Surgical Nursing. Alih bahasa : dr. H.Y. Kuncoro. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 1, Jakarta : EGC. Junadi, Purnawan Atiek (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : FKUI. Sylvia, A. Price (1992). Pathophysiologi : Clinical Concepts of Disease Process. Alih bahasa : Peter Anugerah (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC. Philadelphia (2005) NANDA Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2005 -2006, NANDA Internasional Yesaya, Suwandi. (2004). Asma Menyerang Berbagai Umur. http://www.vision. net.id/detail.php?id=1652.

Anda mungkin juga menyukai