Anda di halaman 1dari 243
BAB 3 Dua Pendekatan Penelitian Dalam sebuah seminar proposal penelitian, seorang reviewer menyatakan bahwa proposal yang diajukan oleh si peneliti tidak memiliki kontribusi jelas terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Peneliti sendiri berujar bahwa penelitian yang akan dilaksanakannya memiliki koniribusi yang signifikan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang sedang ditekuninya. Debat tersebut memang tidak berkesimpulan. Keduanya memiliki pandangan yang berbeda dalam memahami kontribusi sebuah penelitian. Selidik punya selidik, ternyata dua orang tersebut memiliki latar belakang yang berbeda. Si reviewer adalah penganut berat pendekatan kuantitatif yang segala sesuatunya harus terukur jelas dengan standar angka. Sementara itu, si peneliti adalah seorang yang senang dengan pendekatan kualitatif, yang menurutnya ukuran tidak penting. (AJ AKAR SEJARAH DUA PENDEKATAN Debat panjang epistemologi antara para ilmuwan sosial tentang cara terbaik dalam melakukan penelitian telah berlangsung lama. Perdebatan tersebut terpusat pada nilai relatif dua paradigma penelitian, yaitu: (1) logika-positivistik, yang menggunakan metode-metode kuantitatif dan eksperimental untuk menguji_generali hipotetis-deduktif; (2) penelitian fenomenologis, yang menggunakan pendekatan kualitatif dan naturalistik, yang secara induktif dan holistik memahami pengalaman manusia pada konteks yang khusus (Idrus, 2002). Jika ditarik dari akar sejarahnya, keduanya memang memiliki induk yang semula satu, yaitu filsafat. Hanya saja pada perkembangan sejarahnya terjadi pemisahan yang justru—tampaknya bagi sebagian orang—tidak dapat disatukan. Dilihat dari sejarah perkembangannya, munculnya dua desain besar penelitian ini bermula dari filsafat. Para filsuf berusaha untuk mencari kebenaran, sebagaimana semboyan dari kata filsafat itu sendiri, Dua aliran besar filsafat memiliki pandangan berbeda dalam menyikapi suatu kebenaran. Kedua aliran itu adalah Rasionalisme dengan tokoh utamanya Rene Descartes dan Emperisme dengan tokohnya John Locke. Bagi kalangan Rasionalisme, kebenaran dapat diperoleh melalui berpikir secara rasional dan hanya akal saja yang dapat menjelaskan kebenaran itu, Pernyataan ini mendapat tantangan yang sangat keras dari kalangan kaum Empirisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui pengalaman. Pada akhirnya kaum empirisme menyatakan bahwa hakikat pengetahuan adalah pengalaman, apa yang ditangkap oleh indra manusia. Pertentangan kedua aliran ini berlangsung lama, hingga munculnya aliran baru yang mencoba menjadi penengah, yaitu aliran Kritisisme, dengan tokohnya Immanuel Kant. Pada perkembangan berikutnya, aliran yang dimotori Kant ini mengalami perubahan menjadi Neo-Kantianisme yang pada belakangan hari memunculkan dua mazhab, yaitu Marburg dan Baden. Mazhab Marburg bertemu dengan aliran filsafat positivisme, yaitu kelompok yang menekuni hard Sie inin science (old paradigm), kelompok ilmu-ilmu kealaman. Bertemunya Mazhab Marburg dengan aliran positivisme menghasilan aliran operasionisme, yaitu aliran yang menekankan adanya definisi operasional tethadap variabel-variabel penelitian. Sementara itu, Mazhab Baden yang bertemu dengan aliran filsafat fenomenologi menekuni social science. Dipahami bahwa pada awalnya disiplin ilmu kealaman menjadi wacana yang selalu diperbineangkan. Kondisi ini pada akhirnya mewarnai ilmu-ilmu yang hadir kemudian, sebut saja misalnya Psikologi. Kesan kuat yang muncul dalam kajian psikologi lebih banyak bernuansa ilmu- ilmu kealaman, Setidaknya hal tersebut tercermin dari beberapa konsep yang biasa digunakan dalam psikologi yang sebenarnya mengambil dari konsep ilmu-ilmu alam, Beberapa di antaranya adalah: konsep medan yang diambil dari ilmu termodinamika, yang dalam psikologi pada kemudian hari dikenal dengan nama psikologi medan (gestalt), atau konsep individu sebagai objek pengamatan tama psikologi yang sebenarnya mengadopsi konsep atom. Demikian juga yang terjadi dalam imu lain seperti Sosiologi yang banyak mengadopsi istilah seperti komunitas dan simbiosis yang ‘muncul dari ilmu Biologi. Dalam ilmu pendidikan, istilah transformasi ilmu juga mengambil dari ilmu alam. Kondisi tersebut pada akhimya menjadikan penelitian-penelitian yang hadir kemudian begitu akrab dengan pendekatan yang biasa digunakan dalam penelitian kealaman, yaitu. pendekatan kuantitatif yang oleh Banister, dkk. (1994) disebut dengan istilah old paradigm, yang berada di bawah bayang-bayang konsep ilmu pengetahuan positivistik. Terlebih dengan asumsi yang dibangun para pakar pendekatan kuantitatif yang menyatakan bahwa penggunaan pendekatan kuantitatif ini banyak menguntungkan karena: 1) menggunakan tata pikir dan kerja yang pasti dan konsisten; 2) dapat dicatat dan disajikannya data secara ringkas dan pastis 3) menggunakan metode analisis yang lebih “unggul” (statistik dan matematika); 4) komunikabilitas tinggi; 5) memungkinkan dilakukannya prediksi; 6) memudahkan generalisasi. Paradigma kuantitatif selanjutnya banyak digunakan pada penelitian-penelitian sosial. Pada awal tahun 1960-an, banyak kritik dilontarkan terhadap pendekatan kuantitatif yang ditengarai Jekat dengan nuansa laboratorium, eksperimental, ataupun analisis statistik. Belum lagi jika ditinjau dari sisi kedekatan antara peneliti dengan subjek (Hammersley, 1995). Misalnya kelemahan yang tampak pada proses penguantifikasian, Jika tidak tepat, akan memberikan sebuah simpulan yang keliru dan pada akhimya akan memberikan sebuah informasi atau pengetahuan yang tidak benar. Selain itu, dalam penelitian sosial banyak fenomena yang tidak terindra oleh pancaindra ‘manusia, serta terkadang menjadikan fenomena perilaku sebagai penjelas situasi yang dirasakan subjek, dan pada kondisi tersebut terdapat suatu proses yang tidak cukup untuk diungkap dalam bilangan, terlebih jika dalam proses tersebut mengandung “makna” sebagai penjelas perilaku yang ditampilkan oleh subjek penelitian. Artinya ada fenomena “khusus” yang tidak dapat dijangkau oleh pendekatan positivistik (kuantitatif) dan fenomena tersebut hanya mungkin dipahami jika dilakukan pemahaman interpretatif terhadap simbol-simbol tingkah laku yang ditampilkan individu, Stephen dan Stephen (1990) memberi catatan bahwa fenomena tingkah laku sosial kebudayaan Gapat dijelaskan dengan tepat jika peneliti memahami secara mendalam makna tingkah laku itu berdasarkan sudut pandang subjektif partisipan penelitian. ‘-Sebagai penguat perlunya digunakan metode ini, Smith, Harre & Langenhove (1995) mengajukan beberapa prinsip dalam proses penelitian, yaitu sebagai berikut, 1. Penelitian seharusnya dilakukan dalam konteks kehidupan nyata, 2. Terdapat pengakuan terhadap peran utama bahasa dalam Konstruksi gejala-gejala psikologis. 3. Kehidupan manusia dan aktivitas penelitian dilihat sebagai kegiatan yang berlangsung sebagai suatu proses timbal balik (berlangsung secara dinamis dan interaktif). 4. Penelitian tentang atribut psikologi seharusnya lebih ditekankan pada fenomena psikologis yang bersifat individual daripada fenomena yang diformat dalam bentuk variabel serta ‘melibatkan sejumlah individu dalam kelompok yang besar. Mengomentari tentang perkembangan ilmu, Muhajir (1990) menyatakan bahwa ilmu-ilmu sosial yang menggunakan pendekatan positivisme mengalami stagnansi. Kondisi tersebutlah yang menjadikan Muhajir (1990) menyarankan untuk menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ilmu sosial. Pendekatan kualitatif inilah yang dikembangkan oleh Mazhab Baden. Mazhab Baden beranggapan bahwa dunia ini dibedakan atas dunia kealaman dan kerohanian, Sebagai objek kajian yang berbeda, maka keduanya memerlukan pengkajian yang berbeda pula, Dunia kealaman memiliki sifat erklaren yang didekati dengan hukum-hukum (nomotetik), sedangkan dunia kerohanian tidak dapat ditetapkan dengan hukum-hukum sehingga hanya dapat terjadi sekali. Oleh karena itu, hal yang sama dapat menimbulkan gaya yang berbeda. Dengan demikian, untuk mengkaji fenomena kerohanian ini harus dipahami secara verstehen. Paparan di atas mengisyaratkan bahwa sebenarya dua desain besar penelitian kuantitatif dan kualitatif bermula dari induk yang sama, yaitu filsafat. Terjadinya silang pendapat tentang keunggulan masing-masing pendekatan penelitian ini haruslah dilihat dari konteks tema penelitian itu sendiri. Terkadang ada tema-tema penelitian yang harus didekati dengan menggunakan desain kuantitatif, atau sebaliknya lebih tepat jika menggunakan desain penelitian kualitatif. Dengan begitu dasar-dasar pendekatan, baik kuantitatif ataupun kualitatif, haruslah dipahami secara baik oleh ilmuwan sosial pada umumnya. Kedua pendekatan itu hendaklah dipahami sebagai dialektik komplementer, serta dihargai dengan kekuatan dan kelemahannya masing-masing. (B)] PERBANDINGAN PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF ‘Harus diakui bahwa kedua pendekatan (kualitatif dan kuantitatif) memang memiliki karakteristik ‘yang spesifik antara satu dan lainnya. Brannen (1997) mengidentifikasi beberapa hal yang menjadi pembeda di antara keduanya dengan memfokuskan pada cara kedua paradigma penelitian tersebut ‘memperlakukan data. Secara teori, peneliti kuantitatif menyisihkan dan menentukan ubahan-ubahan dan kategori-kategori variabel. Semua variabel tersebut terikat dalam bingkai hipotesis—yang sering kali hadir lebih dahulu sebelum adanya data. Sementara itu, bagi paradigma kualitatif, dimulai dengan cara mendefinisikan konsep yang sangat umum, yang mengalami perubahan karena hasil penelitian. Tentu saja bagi pendekatan kuantitatif, variabel merupakan sarana atau alat untuk menganalisis, sedangkan bagi pendekatan kualitatif, variabel dapat merupakan produk atau hasil penelitian itu sendi Dalam hal pengamatan, pada pendekatan kuantitatif, dilakukan melalui lensa yang sempit pada serangkaian variabel yang telah didesain sebelumnya. Tentu saja hal ini berbeda dengan model kualitatif yang melakukan pengamatan dengan lensa yang lebih Iebar dan mencoba untuk mencari pola hubungan antarkonsep yang memang tidak ditentukan sejak awal saat penelitian hendak dilakukan. Dalam hal pengumpulan data, instrumen yang terwujud dari hasil penderivasian teori yang diajukan, yang dilakukan dengan menggunakan tahapan yang ketat, merupakan alat yang diunggulkan dalam pendekatan kuantitatif. Sementara itu, bagi peneliti kualitatif, peneliti itu sendiri yang bertindak selaku instrumen sehingga dalam penelitian kualitatif dikenal istilah human instrument, artinya peneliti yang bertindak selaku instrumem itu sendiri, Reichard dan Cock (1979) memberikan gambaran skematik tentang perbedaan antara paradigma kualitatif dan kuantitatif sebagaimana tabel berikut ini. 1, Menganjurkan pemakaian metode kualitatif 2. Bersandar pada fenomenologis dan sebagaimana adanya (verstehen) 3. Perhatian tertuju pada pemahaman tingkah Jaku manusia dari sudut pelaku 4. Pengamatan bersifat alamiah (naturalistik) dan tidak dikendalikan 5. Bersifat subjektif 6. Bertolak dari perspektif “dalam” individu atau subjek yang diteliti 7. Penelitian bersifat mendasar (grounded) 8. Ditujukan pada penemuan (discovery- oriented) 9. Menekankan pada perluasan 10. Bersifat deskriptif dan induktif 11. Berorientasi pada proses 12. Data bersifat mendalam, kaya, dan nyata 13, Tidak dapat digeneralisasikan 14, Studi tethadap kasus tunggal 15, Realitas yang bersifat dinamik 16. Bersifat holistik au 10. ML 12, 1B. 14. 15. 16. Menganjurkan pemakaian metode kuantitatif Bersandar pada logika positivisme ‘Mencari fakta-fakta dan sebab-sebab gejala sosial dengan mengesampingkan keadaan individu-individu Pengamatan ditandai dengan pengukuran yang dikendalikan Bersifat objektif Bertolak dari sudut pandangan dari luar Penelitian bersifat tidak mendasar (ungrounded) Ditujukan pada pengujian (verification- oriented) Menekankan pada penegasan Inferensial, deduktif-hipotetis Berorientasi pada hasil Data dapat diulang Dapat digeneralisasikan Studi atas: banyak kasus Realitas yang bersifat stabil Bersifat partikularistik Selanjutnya, jika dilihat dari aplikasi terhadap dua pendekatan di atas dalam penelitian, beberapa hal berikut menjadi ciri masing-masing pendekatan. ‘Tabel 3.2 Perbedaan antara Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif _Peneltan Kialcait Masalah yang | Menekankan pada beberapa ‘Menekankan pada banyak aspek diteliti variabel dari satu variabel, jika mungkin . dijadikan permasalahan yang diteliti lebih mendalam 2. Tujuan ‘Menguji teori dan menegakkan ‘Mengembangkan kepekaan konsep fakta-fakta dan penggambaran realitas yang tidak tunggal (jamak) 3. Pola pikir Ada masalah => berteori => Ke lapangan => menemukan data berhipotesis => ke lapangan => data dicocokkan dengan teori mencari data => menguji hipotesis | = teori bersifat bottom up = teori bersifat top down 4. Responden Banyak diambil secara random Jumlah kecil sekitar 10 orang, sebagai diambil secara purposive (dengan sumber data maksud tertentu) Dirge cene 23 5. Objek yang Perilaku manusia dan fenomena Perilaku manusia, proses kerja dliteliti alam 6. Desain Survei, studi kasus, eksperimen | Studi kasus penelitian 7. Sampel Besar, memiliki kelompok kontrol | Kecil, tidak representatif dengan yang dipilih secara random dengan | tujuan tertentu pertimbangan strata yang ada 8. Metode Angket, wawancara, observasi, Lebih menekankan pada observasi pengumpulan | check list. dan wawancara data 9. Bentuk data’ | Berupa angka atau data kualitatif | Kata-kata, kalimat, gambar, ang diangkakan perilaku, replika, manuskrip 10, Sifatnya Deskriptif, komparatif, asosiatif | Deskriptif 11. Analisisnya’ Menjawab masalah dan menguji hipotesis, Tidak menguji hipotesis, tetapi menjawab masalah 12. Hasil Generalisasi ‘Lebih menekankan pada makna penelitian 13. _Kebenaran Etik Emik 14, Kedekatan | Jauh dari data yang diteliti, peneliti | Sangat dekat dengan data yang dengan data | mengambil jarak dengan responden | diambil, peneliti mengikuti peneliti yang ditelitinya aktivitas keseharian informan 13. Asumsi Realitas bersifat statis Realitas bersifat dinamis Sebenarnya masih banyak sisi yang berbeda antara kedua paradigma dan pendekatan di atas, namun dalam buku ini paparan di atas dianggap cukup mewakili hal-hal yang bersifat esensial. Meski demikian, rasanya tidak adil jika hanya mencari letak perbedaan di antara kedua metode tersebut. Ada beberapa sisi yang sama-sama dimiliki oleh kedua desain penelitian ini sebagai cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu sebagai berikut. 1, Pada tahap awal, kedua peneliti dengan desain yang berbeda ini meneliti satu tema yang masih bersifat umum, 2. Terkait dengan tema yang akan diteliti tahap berikutnya adalah membuat pertanyaan-pertanyaan yang dimaksudkan untuk studi pendahuluan, 3. Masing-masing desain telah memiliki asumsi yang mendasari pelaksanaan penelitian tersebut. 4, Dalam proses pelacakan informasi awal, terkadang digunakan metode yang sama seperti observasi, wawancara, dan dokumentasi, meski kadar pada masing-masing penelitian tersebut berbeda. 5. Kebenaran data yang telah diperoleh diperiksa dengan caranya masing-masing. 6. Data yang telah diperoleh diolah dan dibuatlah laporan hasil penelitian yang telah lakukan. (G) KARAKTERISTIK PENELITIAN KUALITATIF Sebagaimana dipaparkan di muka, penelitian kualitatif sebagai model yang dikembangkan ‘oleh Mazhab Baden yang bersinergi dengan aliran filsafat fenomenologi menghendaki pelaksanaan penelitian berdasarkan pada situasi wajar (natural setting) sehingga kerap orang juga menyebutnya sebagai metode naturalistik. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah meneliti informan—sebagai subjek penelitian—dalam lingkungan hidup kesehariannya. Untuk itu, nese Para peneliti kualitatif sedapat muygkin berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat dunia kehidupan mereka, mengamati dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya (wajar). Pemahaman akan simbol-simbol dan bahasa asli masyarakat menjadi salah satu kunci keberhasilan penelitian ini Pendekatan kualitatif memiliki banyak ciri sebagaimana banyak dipaparkan para ahli, Berikut ini beberapa ciri penelitian kualitatif, 1. Bersifat Alamiah Penelitian kualitatif berlangsung dalam situasi alamiah (natural setting). Desain penelitian kualitatif bersifat alamiah, artinya peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi situs (setting) penelitian, ataupun melakukan intervensi terhadap aktivitas subjek penelitian dengan memberikan ‘reanment (perlakuan) tertentu. Namun, peneliti berusaha untuk memahami fenomena yang dirasakan subjek sebagaimana adanya (verstehen). 2, Bersifat Dinamis dan Berkembang ‘Terkait dengan situs alamiahnya, maka fenomena yang dilihat peneliti bersifat dinamis dan berkembang. Untuk itu, seorang peneliti kualitatif harus terus mengikuti subjek yang diteliti dalam kurun waktu yang “cukup lama” agir dapat melihat perubahan atau perkembangan subjek, Hendaklah dipahami bahwa dalam proses pengumpulan data, seorang peneliti kualitatif janganlah terburu-buru untuk mengambil sebuah kesimpulan terhadap aktivitas subjek yang sedang ditelitinya sebab biasanya dalam pola kehidupan masyarakat timur, perilaku yang ditampilkan pada awal-awal Pertemuan lebih banyak bersifat basa-basi. Untuk itu, seorang peneliti harus secara jelas dapat ‘membedakan aktivitas yang basa-basi dan tidak. Sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat kita untuk tidak mengungkap apa yang dirasakannya pada awal-awal pertemuan, yang dalam istilah Psikologi hal ini disebut sebagai persona (topeng). Biasanya para subjek baru akan bersikap secara alamiah jika pertemuan dengan peneliti telah berlangsung lebih dari satu atau dua kali, 3. Fokus Penelitian Dalam penelitian kualitatif, rumusan masalah sering diistilahkan dengan fokus penelitian. Dari fokus ini biasanya diturunkan bebetapa pertanyaan penelitian, Dalam penelitian kualitatif, ada batas Kkajian penelitian yang ditentukan oleh fokus penelitian. Maksudnya adalah penelitian kualitatif menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah penelitian sehingga seorang peneliti kualitatif dapat dengan mudah menentukan data yang terkait dengan tema penelitiannya. 4. Bersifat Deskriptit Penelitian kualitatif akan melakukan penggambaran secara mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti. Karena sifatnya ini, penelitian kualitatif tidak berusaha untuk menguji hipotesis. Meski demikian, bukan berarti penelitian ini tidak memiliki asumsi awal yang menjadi permasalahan penelitian. Penelitian kualitatif tidak bermula dari keinginan untuk memecahkan masalah yang terlebih dahulu dihipotesiskan, ‘Tidak ada hipotesis yang diajukan para peneliti kualitatif sehingga tidak ada upaya untuk menguji hipote: 5. Sasaran Penelitian Berlaku sebagai Subjek Pent Istilah yang digunakan untuk menyebut subjek penelitian adalah informan, key informant, Sebagai subjek, pada informan tidak diterapkan suatu perlakuan tertentu, tetapi yang bersangkutan tetap ‘wbnjalanian kehidupan kesehariannya seperti biasanya, Dalam hal ini sisi naturalistik Kehidupan informan tidak dikontrol peneliti. Asumsi yang dikedepankan adalah bahwa seorang informan adalah yang paling tahu tentang dirinya schingga peneliti harus dapat menggali objek Yang diteliti pada informannya. Bisa saja terjadi dalam proses kegiatan penelitian, peneliti ‘merasa adanya kesalahan dalam memilih informan, Jika hal itu terjadi, seorang peneliti kualitatif in eceneume 25 hharus segera mencari informan Iain yang memenuhi Kualifikasinya, dan dengan sendirinya tidak ‘menjadikan informan awal tadi sebagai bagian dari informan yang hendak diambil datanya. 6. Data Penelitian Bersifat Deskriptit Lf Data penelitian kualitatif berupa narasi cerita, penuturan informan, dokumen-dokumen pribadi seperti foto, catatan pribadildiary (buku harian), perilaku, gerak tubuh, mimik, dan banyak hal lain yang tidak didominasi angka-angka sebagaimana penelitian kuantitatif. Mengingat sifatnya yang lebih banyak melacak data nonangka, maka sebenarnya data penelitian kualitatif begitu banyak dan begitu kompleks. Misalnya, saat informan sedang menuturkan satu cerita tentang dirinya, data yang dapat dicatat oleh peneliti, selain narasi cerita, juga bagaimana mimik atau sikap informan pada saat menuturkan cerita tersebut. 7. Berfokus pada Proses dan Interaksi Subjek Fokus utama penelitian kualitatif terletak pada proses dan interaksi subjek, serta perilaku yang ditampilkannya. Kegiatan penelitian kualitatif akan banyak mencandra dan mendeskripsikan ‘bagaimana subjek dalam berinteraksi dengan sekelilingnya terkait dengan tema penelitian. Dengan begitu, segala aktivitas gerak, perilaku, sikap, ungkapan verbal ataupun nonverbal menjadi fokus peneliti. Pada sisi ini pendekatan kesejarahan tidak dapat dipisahkan dari penelitian kualitatif. 8. Subjek Terbatas Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah orang-orang yang dianggap tahu dengan fenomena yang diteliti dan dipilih berdasarkan pada kriteria yang disepakati peneliti sendiri sehingga subjeknya terbatas, Penelitian kualitatif tidak menuntut subjek yang banyak sebagaimana penelitian kuanttatif mensyaratkannya. Dengan asumsi bahwa subjek yang paling tahu tentang tema yang diteliti, maka dimungkinkan peneliti akan memperoleh subjek yang terbatas, dan hal ini bukan menjadi masalah yang harus dirisaukan, Tentu saja sebatas asumsi bahwa para subjek adalah informan yang tepat terkait dengan tema penelitian tersebut. Misalnya, jika ingin meneliti tentang makna wayang bagi masyarakat Jawa, tidak perlu bertanya kepada semua orang Jawa yang, belum tentu tabu tentang wayang. Untuk itu, informannya dapat dipersempit dengan menanyakan pada para budayawan atau dalang. 9, Pemilihan Subjek Dilakukan Secara Purposive Dalam penelitian kualitatif, pemilihan subjek secara acak (random) akan dihindari, Mereka yang terpilih merupakan orang-orang kunci (key person) dan sumber data atas fenomena yang diteliti, Karena adanya asumsi bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya dan tema penelitian yang sedang diteliti, tentu saja akan dialami keterbatasan jumlah subjek penelitian sehingga asumsi dipilihnya subjek bukan lagi pada jumlah yang banyak dan acak, tetapi lebih pada informasi yang dimilikinya. 10. Kontak Personal Secara Langsung Dalam proses pengumpulan data, terjadi kontak secara langsung antara peneliti dengan subjek yang ditelit.. Kegiatan lapangan merupakan hal yang utama dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian, dalam proses pengambilan datanya, peneliti mengembangkan hubungan personal langsung dengan orang-orang yang diteliti. Tujuan aktivitas ini adalah agar peneliti dapat memperoleh pemahaman secara jelas tentang realitas sosial ataupun Kondisi nyata kehidupan dan perilaku yang dimunculkan informan. Adanya kedekatan hubungan antara peneliti dengan subjek akan banyak menguntungkan peneliti karena dia akan dengan mudah memperoleh data penelitian yang diinginkan. Hanya saja peneliti perlu hati-hati untuk dapat membedakan data yang diinginkan dan tidak sebab saat informan begitu dekat dengan peneliti, dia akan menceritakan apa saja yang diketahuinya pada peneliti. Di sinilah pentingnya aktivitas reduksi data, 26 i. Human Instrument S Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang menggunakan alat bantu saat dilakukannya pengumpulan data, pada penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan olch peneliti sendiri, yang diistilahkan sebagai Auman instrument atau key instrument. Dengan begitu, kedudukan seorang peneliti dalam desain penelitian kualitatif begitu penting. Kemampuan peneliti untuk melakukan observasi ataupun wawancara terhadap informan akan menentukan data apa yang akan diperolehnya. Sebagai instrumen utama (Key instrument), peneliti dituntut untuk dapat memahami pelbagai perilaku, interaksi antarsubjek, aktivitas, gerak, mimik (roman muka), nilai-nilai, simbol, atau apa pun yang terkait dengan subjek yang sedang ditelitinya. Kemahiran peneliti untuk melakukan observasi dan wawancara sangat menentukan data yang akan diperolehnya. 12, Mengutamakan Data Langsung (First Hand) Mengingat bahwa dalam penelitian kualitatif si peneliti sendiri dapat terjun Jangsung untuk melakukan observasi ataupun wawancara, maka dalam pengumpulan datanya peneliti akan berusaha untuk memperoleh data dari sumber informasi yang seharusnya. Artinya peneliti akan berusaha untuk mendapatkan data secara langsung dari sumber asli (first hand), bukan dari sumber kedua, Peneliti kualitatif hendaklah berusaha untuk melacak data yang diperolehnya dari sumber utama, tentunya sejauh yang dia mampu lakukan. 13, Pengumpulan Data dengan Observasi Terlibat Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi secara langsung dan ikut terlibat dalam proses yang tengah dialami subjek penelitian, Hanya saja perlu diingat bahwa dalam proses pengumpulan data ini peneliti tidak boleh menonjolkan dirinya agar tidak dianggap sebagai orang Iuar dan tidak mengganggu kewajaran situasi yang tengah berlangsung. Selain itu, mewawancarai penonjolan diri peneliti akan menyebabkan subjek tidak memberikan informasi yang dibutuhkan secara apa adanya, dan saat subjek mengetahui jika dirinya sedang diteliti, yang akan terjadi adalah informasi yang diberikannya hanya sekadar menyenangkan peneliti saja, bukan informasi seadanya. Jika hal itu terjadi, peneliti gagal melihat realitas lapangan secara apa adanya (ingat natural setting). Misalnya, jika ingin wawancarai petani di sawah, tidak disarankan ‘mengenakan pakaian resmi seperti jas. Tentunya kita harus menyesuaikan dengan kondisi petani saat itu. 14, Hubungan antara Peneliti dengan Informan Terjalin Akrab Interaksi antara peneliti dengan subjek penelitian terjalin akrab dan setara. Dalam penelitian kualitatif, terasa tidak ada jarak antara peneliti dan orang yang diteliti. Seperti diungkap di ‘muka, jika peneliti telah mampu menghapus jarak antara dirinya dengan subjek yang diteliti, dia akan banyak memperoleh keuntungan berupa informasi yang banyak. Menjalin komunikasi awal dengan subjek menjadi begitu sangat penting. Dalam Konteks ini hendaklah peneliti dapat memahami secara baik latar budaya, bahasa, ataupun kebiasaan hidup subjek di lingkungannya. Kemampuan bicara dalam bahasa daerah akan sangat membantu peneliti untuk dapat terlibat secara jauh dengan informan. Hanya saja kemampuan untuk menghapus jarak memang membutuhkan Pengalaman tersendiri. Jika telah terjadi hubungan yang setara, akan lebih mudah bagi peneliti untuk menggali informasi dari informan sebanyak-banyaknya. Hal ini dikarenakan subjek telah memiliki kepercayaan kepada peneliti. Untuk itu, membangun sebuah hubungan yang setara menjadi penting dalam penelitian kualitatif, 15. eek Holistik Salah satu tujuan penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena atau realitas yang diteliti. Perspektif tersebut dapat terpenuhi dengan cara dilakukannya pengumpulan data dalam berbagai aspek dan kurun waktu yang cukup lama. Dengan begitu, setiap kasus, peristiwa, fenomena yang ada akan diperlakukan sebagai suatu entitas unik (nique entity), Penelitian kualitatif bersifat holistic, meliputi seluruh sisi kehidupan subjek yang diteliti 16. Berorientasi pada Kasus Unik t Hendaklah dipahami bahwa suatu penelitian kualitatif yang baik akan dapat menampilkan kedalaman dan detail suatu fenomena yang tengah diteliti karena fokus penelitian kualitatif memang menyelidiki suatu Kasus secara mendalam. Kasus unik dalam hal ini bukan berarti kasus yang aneh, dalam artian tidak seperti pada umumnya, Namun, dalam setiap fenomena yang tengah diteliti, ada kasus-kasus tertentu yang sifatnya khas dan unik untuk situasi itu. Jadi, unik di sini bukan berarti berbeda dengan kebanyakan, atau sesuatu yang tidak umum dalam artian negatif, bukan itu maksudnya. 17. Netralitas Empatik Salah satu kritik yang ditujukan pada pendekatan kualitatif adalah adanya unsur subjektivitas, baik dari peneliti ataupun dari informan sehingga kerap dianggap kurang ilmiah, Terminologi ilmiah kerap didefinisikan dalam kerangka objektivitas, yang dalam konteks perspektif positivistik- Kuantitatif dapat dicapai melalui distansi (adanya jarak) antara peneliti dengan objek kajian yang ditelitinya. Distansi ini dianggap akan mempertahankan nuansa “bebas nilai” atau polusi baik dari peneliti ataupun subjek penelitian. Karena menyadari hal itu, Patton (1990) mengajukan istilah netralitas empatik sebagai pengganti istilah subjektivitas. Dalam konteks ini netralitas mengacu pada sikap peneliti terhadap temuan-temuan penelitiannya dan empatik mengacu pada sikap peneliti terhadap subjek penelitiannya. 18, Keabsahan Data ‘Untuk mendukung adanya netralitas empatik dan dalam upaya mengobjektifkan hasil temuan, seorang peneliti harus dapat menunjukkan bahwa datanya valid dan reliabel. Dalam penelitian kvantitatif, hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan uji eksternal ataupun internal terhadap instrumen yang digunakan dengan menggunakan formula statistik. Sementara itu, dalam penelitian kualitatif, hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan triangulasi data dan informan. Artinya peneliti harus melakukan Klarifikasi tentang hasil temuannya pada orang ketiga, atau pada orang yang sama dalam waktu berbeda. Jika informasi yang diterima, baik oleh orang lain atau orang yang sama, namun dalam waktu. yang berbeda tetap menghasilkan informasi yang sama, data Ginyatakan “jenuh”. Saat itulah telah tercapai yang dalam bahasa kuantitatif disebut dengan validitas dan reliabilitas data penelitian. Selain model triangulasi sebagai upaya memenuhi syarat validitas dan reliabilitas data, dalam penelitian kualitatif juga dapat ditempuh dengan cara memperpanjang ‘masa observasi. Tujuannya adalah untuk dapat secara jelas memotret data yang telah disampaikan subjek dan mencocokkan dengan informasi yang mereka sampaikan sebelumnya. 19, Analisis Data Dilakukan Secara Induktit Metode penelitian kualitatif lebih berorientasi pada eksplorasi dan penemuan (discovery oriented) dan tidak bermaksud untuk menguji teori, Oleh Karena itu, peneliti kualitatif akan mencoba memahami fenomena atau gejala yang dilihatnya sebagaimana adanya. Analisis induktif dimulai dengan melakukan serangkaian observasi khusus, yang kemudian akan memunculkan tema-tema atau kategori-kategori, serta pola-pola hubungan di antara tema atau kategori yang telah dibuatnya. Analisis induktif ini digunakan juga karena proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda—realitas penelitian kualitatif bersifat jamak/ganda—sebagaimana terdapat dalam data, ne Unetiee tt 20. Kebenaran Emik . Sisi kebenaran penelitian kualitutif terletak lebih pada sisi informan, kebenaran emik, Untuk itu, tujuan utama penelitian kualitatif adalah pemahaman yang mendalam (verstehen) terhadap fenomena kehidupan masyarakat yang diteliti. Dengan demikian, makna menjadi sangat penting dalam model penelitian ini. Dalam penelitian kualitatif peneliti tidak melakukan verifikasi perilaku atau sikap subjek dengan teori yang digunakan sebagaimana lazimnya pada penelitian kuantitatif. Kebenaran bukan lagi diperoleh dengan cara membandingkan perilaku atau sikap subjek dengan teori, tetapi lebih pada apa yang disampaikan dan ditampilkan informan. Ukuran kebenaran bersifat subjektif individual, sebuah kebenaran sebagaimana disampaikan dan ditampilkan informan. Dengan begitu, scorang peneliti Kualitatif, saat melihat ada perilaku informannya yang menyimpang dari kebiasaan umum atau dari teori yang dipakainya, tidak serta-merta menyalahkan informan dan ‘menganggap perilaku tersebut Keliru. Namun, hendaklah dipahami maksud aktivitas informan itu sendiri. Adanya pelbagai simbol, gerak, perilaku, sikap, atau apa pun yang disampaikan dan ditampilkan informan merupakan data yang harus dimaknai sebagaimana informan memaknainya, bukan makna dari si peneliti, Dengan begitu kebenaran yang diakui adalah kebenaran yang dipahami oleh informan, bukan kebenaran yang dimiliki oleh peneliti yang mendasarkan pada teori-teori yang telah dimilikinya, 21, Simpulan Bersifat Subjektif Penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk melakukan generalisasi atas kasus yang diteliti. Simpulan analisis lebih bersifat subjektif. Mengingat sifatnya yang subjektif individual emik, maka sebenarnya penelitian kualitatif tidak berusaha untuk menyimpulkan atas kasus yang sedang ditelitinya. Hanya saja terkadang administrasi portofolio laporan penelitian membatuhkan bab yang berisi simpulan hasil penelitian, dan jika itu diharuskan, sebenarnya simpulan yang dibuat hendaklah bukan sebuah simpulan sebagaimana dalam penelitian kuantitatif yang dimaksudkan untuk generalisasi, namun sekadat sebuah simpulan atas kasus subjektif yang diteliti. Bersifat Lentur (Fleksibel) Penelitian kualitatif memiliki sifat lentur karena proses penggalian makna berjalan melalui roses yang berkesinambungan secara kumulatif, dan bermuara pada pencapaian makna pada objek kajian. Karena sifat lenturnya ini, dalam penclitian kualitatif sangat dimungkinkan terjadinya proses perancangan ulang prosedur penelitian (re-design). 23, Pentingnya Makna Terdalam (Depth Meaning) Penelitian kualitatif sangat terkait dengan makna-makna yang terkandung dalam proses sosial, yang hanya dapat dipahami sesuai konteks budayanya. Makna-makna muncul ketika ditemukan berbagai simbol, artefak, perilaku, sikap, ataupun bahasa-bahasa nonverbal yang ada di sckitar subjek (informan). Pemaknaan akan semua itu haruslah dikembalikan pada konteks budaya tempat berlangsungnya aktivitas tersebut. Menghilangkan konteks budaya dalam upaya memahami makna akan menjadikan bias, ketidakjelasan, atau bahkan kebingungan untuk memaknainya. Misalnya, Saat peneliti menemukan keris sebagai sebuah simbol pada masyarakat Jawa, jangan lalu dimaknai dalam tradisi modern masyarakat umum sebab hal itu hanya akan menghilangkan makna simbol itu sendiri, Demikian pula saat peneliti melihat informan menganggukkan kepala, hendaknya harus ipahami berdasarkan Konteks budaya informan sebab mengangguknya orang Jawa (misalnya) tidak akan sama maknanya dengan orang India. ma Prosgf Pengumpulan dan Analisis Data Secara Simultan Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang harus menunggu data lengkap terlebih dahulu untuk melakukan analisis, maka dalam proses penelitian kualitatif dimungkinkan terjadi secara simultan Sesuai dengan konsep maju bertahap. Artinya, dalam sebuah penelitian kualitatif, pengumpulan data dan analisis data dapat dilakukan secara bersamaan dengan cara saat pengumpulan data dilakukan, saat itu pula dilakukan analisis data dan reduksi data sehingga peneliti dapat melacak data berikut yang diharapkan, f (D| KARAKTERISTIK PENELITIAN KUANTITATIF Pada bagian awal telah dipaparkan bahwa penelitian kuantitatif sebagai hasil perpaduan Mazhab ‘Marburg yang berkolaborasi dengan aliran filsafat positivisme lebih banyak menekuni ilmu-ilmu tua (old paradigm), ilmu-ilmu kealaman. Pemahaman yang muncul di kalangan pengembang penelitian kuantitatif adalah peneliti dapat dengan sengaja mengadakan perubahan terhadap dunia sekitar dengan melakukan eksperimen. Selain itu, penganut paham ini juga meyakini bahwa manusia Gapat menemukan aturan-aturan, hukum-hukum, ataupun prinsip-prinsip umum tentang dunia nyata, baik dalam ilmu-ilmu alam ataupun ilmu-ilmu sosial. Penganut aliran ini juga meyakini bahwa hukum-hukum tersebut dapat ditemukan dari data empiris dan menggunakan sampel yang dapat digunakan untuk melakukan generalisasi secara umum. Perlu dipahami bahwa sejak awal desain penelitian kuantitatif ini banyak berkembang di kkalangan para ilmuwan eksak schingga dampak yang muncul dalam desain ini-adalah adanya aturan-aturan yang ketat dalam proses penelitiannya serta kerap terjadi intervensi terhadap subjek yang ditelitinya, sebagaimana penelitian eksperimen pada umumnya. Secara umum beberapa citi penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut. 1. Rinci Usulan penelitian dengan menggunakan desain kuantitatif bersifat terinci, luas, banyak menggunakan literatur yang terkait dengan tema yang diajukannya sebagai pendukung, memiliki prosedur yang terinci jelas, hipotesis telah sejak awal dirumuskan dan ditulis secara lengkap sebelum melaksanakan penelitian di lapangan. Sejak saat pembuatan usulan penelitian (proposal), penelitian kuantitatif telah memiliki landasan yang kuat dan jelas, yang didukung dengan teori- teori yang valid. Itulah sebabnya dalam penelitian kuantitatif, proposal menjadi sangat penting Karena proposal ini akan menjadi acuan peneliti untuk melaksanakan penelitiannya sesuai alur yang telah dirancangnya. 2. Penelitian Diorientasikan untuk Melihat Hubungan Antarvariabel, Menguji Teori, dan Mencari Generalisasi Bernilai Prediktif Penelitian kualitatif berupaya mendeksripsikan fenomena, sedangkan penelitian kuantitatif lebih dimaksudkan untuk melihat fenomena yang ada, kemudian dibandingkan dengan teori yang dimiliki. Artinya, peneliti kuantitatif akan menggambarkan fenomena berdasarkan pada teori yang dimilikinya, Teori-teori yang diajukan dijadikan sebagai standar untuk menyatakan sesuai atau tidaknya sebuah gejala yang terjadi. Di sinilah muncul istilah kebenaran etik, yaitu sebuah kebenaran berdasarkan pada teori yang diajukan peneliti. Adanya hipotesis yang diajukan setidaknya lebih menguatkan asumsi bahwa penelitian kuantitatif bermaksud untuk melihat keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Model interaksi tersebut dapat berupa korelasional, komparasional, atau sebuah hubungan kausalitas. Orientasi akhir kegiatan penelitian kuantitatif adalah membuat sebuah simpulan yang dapat digeneralisasikan secara lebih Iuas 3. Desain Spesifik, Jelas, Rinci, dan Ditentukan Sejak Awal Berbeda dengan penelitian kualitatif yang bersifat fleksibel, maka dalam penelitian kualitatif desain penelitiannya telah sejak awal dirancang secara lebih spesifik, memiliki kejelasan arah, dan telah terinci secara jelas sejak awal peneliti hendak melakukan penelitian. Kejelasan tersebut mencakup desain, subjek, variabel, data, dan teknik analisis yang akan digunakan. Selain itu, limu S Peneliti akan terikat kuat dengan desain yang telah diajukannya sebab desain tersebut akan digunakannya sebagai pegangan dalam melaksanakan penelitian 4, Menggunakan Logika Eksperimen Penelitian kuantitatif menggunakan logika eksperimen, yaitu dengan cara melakukan manipulasi ‘erhadap variabel-variabel penelitian yang dapat diukur secara kuantitatif. Manipulasi itu dilakukan dalam upaya mencari hubungan antarvariabel yang sedang diteliti 5. Meneari Hukum Universal yang Dapat Meliputi Semua Kasus Walaupun dengan pengolahan statistik dicapai tingkat probabilitas dengan mementingkan Sampel untuk mencari generalisasi, penelitian kuantitatif berupaya mencari hukum universal yang dapat meliputi semua kasus. 6. Data Berupa Angka Data dalam penelitian kuantitatif banyak didominasi angka sebagai hasil suatu pengukuran berdasarkan pada variabel yang telah dioperasionalkan, Data penelitian kuantitatif diperoleh dengan ‘melakukan pengukuran atas variabel yang sedang ditelitinya. Dengan begitu, ada satu aktivitas yang sangat penting dalam proses awal pengumpulan data, yaitu membuat instrumen atau skala Penelitian. Proses ini harus dilakukan secara cermat agar instrumen atau skala yang digunakan ‘memiliki tingkat validitas dan reliabilias yang baik. Beberapa teknik statistik dapat digunakan untuk menentukan valid atau tidaknya sebuah instrumen, juga tingkat reliabilitas yang dimiliki instrumen tersebut. Bahasan ini akan dipaparkan pada bab lain. 7. Subjek Banyak Mengingat salah satu tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk melakukan generalisasi, maka sudah pasti dalam penentuan subjeknya dibutubkan subjek yang cukup banyak. Bukan hanya saja dalam hal jumlah, artinya selain menggunakan sampel yang banyak yang memiliki tingkat Tepresentasi tinggi terhadap populasi yang hendak digeneralisasi, pemilihan sampel juga dilakukan dengan asumsi dipilih secara random. Pendekatan kuantitatif memiliki kelemahan karena begitu terikat oleh sampel (sample bound), yaitu keharusan untuk mencari sampel dalam jumlah yang tepresentatif banyak. Dengan demikian, dalam penelitian kuantitatif berlaku hukum semakin banyak sampel, akan semakin baik hasil penelitian karena dengan semakin banyak sampel, akan dapat diperoleh data yang berdistribusi normal. 8. Menggunakan Alat Pengumpul Data Dalam proses pengumpulan data, penelitian kuantitatif akan menggunakan angket, tes, wawancara, questionnare’s guide, check list, dan lain-lain, Tethedap alat pengumpul data tersebut terlebih dahulu akan dilakukan uji instrumen. Dalam uji instrumen ini peneliti akan melakukan ‘ry out dengan cara memberikan angket yang akan digunakannya kepada sebagian subjek yang akan ditelitinya, Tentang subjek yang telah digunakan sebagai subjek, dalam try out ini setidaknya ada dua pendapat yang menyatakan boleh atau tidaknya subjek tersebut disertakan dalam analisis data, Pendapat pertama menyatakan bahwa data yang diperoleh dari subjek yang digunakan dalam ‘ry out tidak boleh disertakan dalam uji analisis data, babkan untuk subjek yang bersangkutan juga tidak boleh lagi menjadi subjek dalam penelitian, Pendapat kedua agak berbeda, yaitu mereka Yang menygtakan bahwa data hasil try out ini dapat sekaligus menjadi data penelitian yang akan ditelitinygy Untuk pendapat kedua ini mereka mengistilahkan try out terpakai. Artinya, data yang diperoleh ‘dalam sry out dapat langsung dijadikan sebagai data penelitian, Alat pengumpul data yang digunakan harus memenuhi unsur valid dan reliabel. Sejauh sebuah instrumen telah memenuhi unsur valid dan reliabel, maka diasumsikan penelitian yang dilaksanakan akan mendapatkan data yang baik. Tentu saja proses awal yang harus dilakukan adalah menyusun sebuah instrumen atau skala sesuai dengan variabel yang akan ditelitinya. Uji validitas dan reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Pada buku ini akan dibahas tema validitas dan reliabilitas secara tersendiri. 9. Netralitas dalam Pelaksanaan Penelitian roses netralitas ini dilakukan dengan pengamatan yang hanya meneliti gejala-gejala yang lapat diamati langsung dengan mengabaikan apa yang tidak dapat diamati dan diukur dengan instrumen yang valid dan reliabel. Selain itu, dengan netralitas, memungkinkan dilakukan replikasi dalam penelitian. Penelitian kuantitatif dapat dengan mudah untuk melakukan netralitas, yaitu dengan cara memfokuskan pada variabel yang akan diteliti gejalanya, dan yang telah dirumuskan dalam instrumen atau skala penelitian. Jika dalam kegiatan penelitian ditemukan gejala-gejala lain selain gejala yang hendak diteliti, peneliti kuantitatif harus mengabaikannya. Pada sisi ini tampak Jelas perbedaannya dengan penelitian kualitatif, yang harus pula memperhatikan konteks budaya dan lingkungan subjek yang diteliti, 10. Bersifat Atomistis Desain penelitian kuantitatif memiliki sifat atomistis, yaitu memecah kenyataan dalam bagian- bagian yang lebih kecil dan mencari hubungan antarbagian (variabel). Penelitian kuantitatif hanya ‘mencari keterkaitan (juga mengomparasi ataupun meramalkan) antarvariabel yang sejak awal telah dirancang dalam proposal penelitian dan tidak secara holistik melihat bagaimana variabel tersebut dalam konteks kehidupan subjek secara utub. 11. Bersifat Reduksi Dengan menggunakan desain apa pun sebenarnya sulit untuk meneliti seluruh variabel yang dimiliki individu (subjek penelitian). Terkait dengan hal ini, proses penelitian kuantitatif melakukan penyedethanaan (simplifikasi) terhadap kenyataan yang kemudian dilakukan generalisasi. ‘Terkait dengan butir nomor 10, aktivitas penelitian kuantitatif telah melakukan reduksi dengan cara ‘mengambil salah satu bagian kecil kehidupan subjek. Kemudian, dilakukan upaya generalisasi berdasarkan kasus-Kasus individual yang ada, 12. Bersifat Deterministik Sejak awal, peneliti kuantitatif telah melakukan pola deterministik terkait dengan variabel- variabel yang akan ditelitinya. Hipotesis diajukan sebagai upaya penguat bahwa ada keterkaitan antara variabel satu dengan variabel lainnya, dan inilah sisi yang ingin diketahui peneliti. 13, Ada Intervensi terhadap Subjek Peneliti kuantitatif akan melakukan intervensi terhadap realitas sosial dengan menggunakan perlakuan tertentu. Seorang peneliti kuantitatif akan menggunakan banyak cara agar dapat diperolehnya data yang diinginkan dari responden, Cara-cara tersebut lebih berupa pengondisian subjek dengan cara memberikan perlakuan (treatment), baik berupa pemberian angket, kuesioner, skala, ataupun pengondisian perilaku, Subjek diminta untuk merespons terhadap segala perlakuan yang diberikan peneliti. Secara sederhana, seorang peneliti kuantitati, dalam upayanya memperoleh data bagi kegiatan penelitiannya, akan melakukan intervensi terhadap aktivitas subjek dengan harapan akan memunculkan respons sebagaimana yang diharapkannya. 14. Menguji Hipotesis Penelitian kuantitatif akan menurunkan hipotesis berdasarkan konstruksi teoretis yang diajukan, Kemudian akan dilakukan uji tethadap hipotesis yang diajukan tersebut, Uji hipotesis dilakukan ‘dengan menggunakan banyak formula statistik, sedangkan ukuran ataupun kriteria telah ditetapkan sejak awal oleh peneliti, Sesuai atau tidaknya sebuah gejala akan dibandingkan dengan teori yang dimiliki (yang diajukan sejak awa). 15. Generalisasi Berdasarkan Sampel Generalisasi berdasarkan sampel yang lebih kecil dari populasi dilakukan dengan asumsi gejala yang terjadi pada sampel juga terjadi pada populasinya. Peneliti kuantitatif biasanya meneliti gejala tidak pada subjek yang besar (populasi), tetapi lebih sering pada sampel (cuplikan sebagian populasi). Hanya saja mereka memiliki asumsi bahwa gejala yang terjadi pada sampel Juga akan terjadi pada populasinya. Berdasarkan pada asumsi ini pula, mereka melakukan sebuah generalisasi yang dilakukan bukan lagi atas sampel, tetapi lebih luas lagi terjadi pada populasi. 16. Interaksi Peneliti dengan Subjek Penelitian Jauh Hubungan antara peneliti dengan subjek yang diteliti jauh dan tanpa kontak. Menurut paham kuantitatif, hal ini justra dapat menjadikan penelitian kuantitatif lebih objektif. Inilah salah satu yang menjadi kelebihan kuantitatif, yaitu unsur objektivitas yang tinggi. 17. Analisis Data Setelah Data Terkumpul Analisis data dilakukan pada akhir proses penelitian setelah pengumpulan data dilaksanakan, bersifat deduktif, serta menggunakan formula statistik sebagai alat menganalisis gejala yang diteliti, Data penelitian kuantitatif tidak dapat diproses sebelum semua data yang scharusnya diperoleh dari seluruh responden dapat dikumpulkan. Baru setelah semua data terkumpul, dapat dilakukan analisis. 18. Kebenaran Bersifat Etik Untuk menyatakan benar atau tidaknya sebuah gejala, seorang peneliti kuantitatif akan mengacu pada teori yang digunakannya. Segala ukuran kebenaran haruslah sesuai dengan teori yang dipakainya, KETERBATASAN PENELITIAN KUALITATIF Paparan di atas setidaknya memberi gambaran betapa pendekatan kualitatif menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan peneliti sosial dan juga psikologi. Dengan tidak bermaksud menafikkan keunggulan yang dimilikinya, tampaknya harus pula diperhatikan beberapa sisi lemah pendekatan kualitatif ini. 1. Kualitas Tergantung Pengalaman Peneli Seperti dipaparkan di atas, dalam pendekatan kualitatif, saat pengumpulan data, si peneliti sendiri yang bertindak selaku instrumen penelitian (human instrument). Dengan begitu, dalam atau tidaknya suatu data dapat ditelusuri lebih banyak tergantung pada peneliti itu sendiri, Bagi mereka yang belum berpengalaman dalam proses pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan wawancara mungkin saja kehilangan data penting saat melakukan proses tersebut. Bagi mereka yang belum terlatih, terkadang wawancara berlangsung secara mekanis dan tidak hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan terkadang bukan merupakan lanjutan dari pertanyaan sebelumnya atau sebuah pendalaman pertanyaan berikutnya, tetapi kerap sebagai sebuah pertanyaan yang terputus antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. Sebaliknya, bagi mereka yang terlatih dalam melakukan wawancara, kegiatan tersebut dapat ‘memancing informan untuk menjelaskan apa yang diinginkan peneliti, Untuk itu, hendaknya setiap Jawaban informan selalu diperhatikan dan ketika terbuka peluang untuk memperdalam fokus dengan emma yang didasarkan pada jawaban informan, hendaknya dilakukan peneliti, Sementara itu, pertanyaan lanjut yang memang telah dirancang dalam questionnaire’s ‘guide dapat ditunda hingga diperoleh jawaban yang sungguh-sungguh memuaskan dari pertanyaan sebelumnya. Di sinilah pentingnya untuk tidak terlalu terburu-buru pindah dati satu pertanyaan ke pertanyaan berikutnya, 2. Subjektivitas Tinggi roses wawancara memerlukan interaksi akrab antara peneliti dengan informan yayff ditelitinya, Dalam sebuah penelitian kualitatif, interaksi tersebut begitu kuat dan akrab, bé in terkadang informan tidak menyadari lagi bahwa dirinya sedang diteliti, Banyak kalangan meragukan ‘Kemungkinan didapatnya sebuah data yang objektif dari interaksi yang demikian akrab tersebut. Jika hal ini terjadi, unsur ilmiah sulit untuk terpenuhi dengan baik. Sebenarnya keraguan ini bukanlah hal yang berlebihan. Hanya saja sebagai sebuah desain penelitian, penelitian kualitatif juga memberi cara keluar dari persoalan ini, yaitu dengan menggunakan model triangulasi data, serta memperpanjang masa observasi yang dilakukan peneliti. Proses triangulasi dan memperpanjang masa observasi dapat lebih meyakinkan peneliti apakah data yang diperolehnya dari informan memang data yang sesungguhnya. Saran penulis adalah jangan mengambil sebuah simpulan terlebih dahulu pada wawancara hari pertama atau Kedua, tunggulah setelah beberapa kali interaksi. Data sebenarnya akan tampak pada interaksi yang lebih dari tiga kali. 3. Perubahan Perilaku Informan Salah satu teknik yang biasa digunakan dalam proses pengumpulan data dalam penelitian ‘kualitatif adalah observasi partisipatif, yaitu dengan secara aktif mengikuti seluruh kegiatan yang dilakukan oleh informan sejauh yang peneliti mampu, Efek positif keterlibatan peneliti dalam aktivitas informan adalah peneliti dapat secara penuh mengamati dan merasakan apa yang sedang dilakukan oleh informan. Hanya saja, aktivitas ini juga tidak menutup kemungkinan terjadinya dampak negatif terhadap informan, Artinya jika informan tahu bahwa dirinya sedang diobservasi, perilaku yang ditampilannya cenderung tidak netral lagi. Tentu saja hal ini tidak memenuhi unsur natural setting yang dipersyaratkan bagi penelitian kualitatif. Inilah susahnya jika informan secara sadar mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti, yang muncul adalah aktivitas yang tidak lagi alami. Untuk itu, peneliti hendaklah berbaur dengan informan sebagaimana serting alami yang ada di situs (lokasi) penelitian. Artinya, janganlah ‘memakai pakaian atau atribut yang begitu kentara membedakan dirinya sebagai peneliti dari luar ‘Komunitas yang diteliti. Usahakan berbicara dengan bahasa daerah setempat. Perlengkapan elektronik sejauh mungkin tidak ditampakkan di muka umum dan tidak perlu secara jelas mengomunikasikan identitas dirinya pada setiap orang yang akan diajaknya bicara 4. Waktu Pengumpulan Data Lama Dalam penelitian kualitatif, salah satu di antaranya mengharuskan peneliti untuk berbaur dengan informan untuk waktu yang relatif lama sampai data yang diperoleh memenuhi “unsur Jenuh” (Banister, 1995). Untuk dapat memperoleh data yang valid dan reliabel, dalam kegiatan penelitian kualitatif, peneliti diharuskan melakukan triangulasi dan lebih memperlama atau ‘memperpanjang masa observasi, Kegiatan memperpanjang masa observasi ini di satu sisi dimaksudkan untuk dapat memenuhi “unsur jenuh” suatu data schingga diperoleh sebuah data yang valid dan reliabel, tetapi di lain sisi terkadang aktivitas ini justra menjadikan peneliti sendiri merasa bosan. Dengan begitu, mengefektifkan setiap wawancara yang dilakukan menjadi begitu penting bagi peneliti agar dapat mempersingkat waktu penelitian. Meski demikian, jika mempersingkat waktu justra menjadikan data kurang baik, lebih baik hal itu tidak dilakukan, 5. Tidak Ada Prosedur Standar Karena sifatnya yang lentur dan prosedur penelitiannya yang memungkinkan untuk diubah saat di lapangan sekalipun, penelitian kualitatif tidak memiliki prosedur standar yang ketat. Tentu saja efek yang akan terjadi adalah si peneliti akan kembali pada awal tahap penelitian tatkala penelitiannya memang mengharuskan hal itu. Hal ini menjadikan proses penelitian sebagai proses Metode Pen yang tak pernah berakhir. Untuk itu, perlu bagi peneliti untuk tidak gegabah dalam menentukan banyak hal pada proposal yang dibuatnya. Amati situs yang hendak diteliti terlebih dahulu, baru tuangkan dalam proposal yang hendak diteli 6. Kesulitan Mendapatkan Informan Kunci Peneliti-peneliti awal (bahkan kerap juga dirasakan peneliti senior) sering kali merasa sulit untuk menentukan informan dan informan kunci yang tepat, mengingat lebih didasari pada amatan Peneliti yang mungkin belum mengetahui secara pasti tentang diri si informan. Ini memang menjadi salah satu kendala pada penelitian Kualitatif, yaitu untuk dapat secara tepat memilih informan yang sesuai dan memiliki data yang diharapkan peneliti. Meski demikian, sebenarnya tidak masalah bagi scorang peneliti kualitatif untuk mengalihkan informannya kepada informan lain yang dianggapnya lebih tepat sehingga berganti-ganti informan memang bukanlah satu hal yang diharamkan, Hanya saja dengan kerapnya berganti informan, memang akan membawa akibat proses pengumpulan data dapat berlarut-larut. Sekadar acuan, biasanya untuk mendapatkan informan kunci, peneliti dapat bertanya kepada para tokoh baik formal ataupun informan yang. ada di lokasi penelitian. Seandainya terjadi kesalahan dalam menentukan informan kunci, peneliti dapat segera menggantinya dengan menanyakan pada informan lama. 7. Interpretasi Beda Antarpenelit Meski memiliki prosedur analisis data, antara peneliti satu dengan lainnya dimungkinkan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Hal tersebut lebih tergantung kepada kemampuan peneliti dalam mengumpulkan data, dan tingkat kekritisan dan kepekaan peneliti dalam menyikapi fenomena sosial yang dihadapinya, Tidak dapat dihindari bahwa masalah interpretasi data sebuah hasil analisis penelitian kualitatif memang banyak bergantung kepada kemampuan individual peneliti dalam hal kekritisan, serta kepekaan individu saat melihat dan merasakan fenomena yang terjadi i lapangan, Pada posisi ini harus ada peneliti yang menjadi peneliti senior (ketua tim), yang akan selalu diberi informasi tentang hasil temuan oleh seluruh anggota tim secara berkala. Pertemuan antaranggota tim memang memungkinkan terkuranginya bias antarpeneliti. Namun, jika peneliti ‘merupakan peneliti tunggal, kasus di atas memang tidak akan terjadi. Situasi tersebut hanya bagi mereka yang meneliti secara kelompok. 8. Sulit Menggeneralisasi (Tidak Dimaksudkan untuk Generalisasi) Hasil penelitian kualitatif sulit untuk diberlakukan secara umum, mengingat sifatnya yang khas. ‘Untuk itu, simpulan atas penelitian Kualitatif bersifat subjektif. Hal ini memang merupakan sifat Penelitian kualitatif yang memiliki pendekatan emik, bukan pendekatan etik. Penelitian kualitatif ‘memang tidak bermaksud untuk melakukan generalisasi, hanya format penelitian yang ada di Indonesia saat ini kerap menuntut sebuah penelitian harus selalu diakhiri dengan sebuah kesimpulan, Jika dihadapkan pada hal semacam ini, terasa begitu menyulitkan bagi penelitian kualitatif untuk menyatakan bahwa hasil penelitiannya dapat diberlakukan secara umum. Seandainya memang hendak menyimpulkan, simpulan yang dibuatnya terbatas pada situs, waktu, dan konteks sosial dilakukannya penelitian itu, Dengan demikian, simpulan yang dibuat peneliti kualitatif merupakan simpulan yang bersifat lokal (localize) dan itu sah-sah saja, tanpa mengurangi makna ilmiah yang harus ada, Seandainya hendak memaksakan untuk melakukan generalisasi, hendaknya diperhatikan apakah subjek yang akan dikenai generalisasi tersebut memiliki ciri-ciri yang sama dengan subjek yang sedang ditelitinya. Jika hal tersebut tidak dapat dilakukan, tentunya tidak dapat dilakukan seneralisesipada subjek yang dimaksudkan, 9. Sulit Mengabaikan Teori yang Dimiliki Peneliti Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah peneliti menuju lapangan dengan meninggalkan teori yang dimilikinya (grounded). Artinya peneliti terjun ke lapangan tanpa menggunakan konsep-konsep yang dimilikinya. Tampaknya hal ini sulit dilakukan sebab secara psikologis, cara pandang atau Persepsi seseorang terhadap sesuatu akan dengan sendirinya terkait dengan pengalaman terdahulu yang dimilikinya. Tampaknya kondisi di atas akan menjadikan penelitian Kualitatif sarat bias, Hal tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan menggunakan pendekatan a-theoftical, yaitu peneliti memang telah memiliki teori yang merupakan bagian kehidupannya, namun teori tersebut tidak dijadikan sebagai sarana untuk mendeterminasi subjek atau fenomena yang terjadi di apangan. Jadi, teori yang dimiliki hanya sckadar pegangan sementara sampai dihasilkannya sebuah teori baru dari penelitiannya. Artinya, peneliti memang sejak awal menyadari bahwa dirinya memiliki teori—sebab memorinya tentu mempunyai informasi teori yang sama—namun hendaknya teori tersebut dimaksudkan untuk mengukur gejala di lapangan agar sesuai dengan frame teori yang dimilikinya. Teori tersebut sekali lagi hanya sckadar pegangan bagi dirinya untuk menggambarkan fenomena di lapangan dan memaparkan gejala tersebut sebagaimana adanya, Seandainya dalam proses penelitiannya terjadi perbedaan dengan konsep teori yang dimilikinya, peneliti kualitatif hendaknya mengikuti perubahan yang terjadi di lapangan, bukan memaksakan teorinya 10, Keterbatasan Peneliti Pendekatan kualitatif menghendaki kedalaman informasi dari subjek penelitiannya. Jika ada lebih dari satu subjek, tentunya peneliti tidak dapat mengikuti perkembangan informasi dari subjek lainnya dalam waktu yang bersamaan di dua tempat yang berbeda. Jika berpikir bahwa hanya peneliti seorang diri saja yang harus mengikuti subjek yang banyak, memang agak sulit sebab tidak mungkin satu orang berada pada dua situasi yang berbeda tempat dan suasananya dalam waktu yang bersamaan, Namun, sebenarnya situasi ini dapat diatasi dengan cara peneliti terlebih dahulu melatih asisten (pembantu peneliti) untuk melakukan pengumpulan data, baik dalam pengamatan ataupun wawancara sehingga situasi keterbatasan subjek dapat teratasi. Hanya saja jika dikejar pada kesamaan interpretasi, tetap sulit bagi dua orang yang memiliki pemikiran berbeda untuk menyatukan interpretasinya. Namun, sekali lagi bahwa hal tersebut masih tetap dapat diatasi dengan selalu saling memberikan informasi tentang hasil temuan di lapangan sehingga berapa pun banyaknya subjek, peneliti masih tetap dapat mengakses informasi dari peneliti lain. {B] KETERBATASAN PENELITIAN KUANTITATIF Tidak ada satu pun desain penelitian yang sempurna, tanpa cacat sedikit pun. Jadi, sebenarnya bukan hanya penelitian kualitatif yang memiliki sisi keterbatasan, Penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif juga memiliki keterbatasan dalam beberapa hal seperti berikut ini. 1. Lama dalam Proses Perencanaan roses penelitian kuantitatif yang terbiasa menggunakan pendekatan positivistik cenderung ‘mempersiapkan proses perencanaan penelitian secara ketat, Proses tersebut dituangkan dalam ‘wujud proposal penelitian. Biasanya peneliti belum akan turun ke lapangan jika proposal yang dibuatnya belum sempurna. Kegiatan penyempurnaan proposal ini terkadang memakan waktu sehingga terkadang peneliti yang menggunakan pendekatan kuantitatif cenderung lama dalam proses perencanaan penelitian. Keterbatasan ini memang sulit dihindari sebab untuk mempersiapkan terjun ke lapangan, proposal penelitian kuantitatif harus selesai terlebih dahulu, Harap dipahami bahwa proposal yang dimaksud juga termasuk instrumen atau alat pengumpul data yang akan digunakannya dalam proses penelitiannya. Hanya saja, lamanya proses penelitian dapat teratasi secara baik ketika dilakukan pengumpulan data yang mungkin memakan waktu tidak terlalu lama. 2. Sulit Memperdalam Data Dalam penelitian dengan desain kuantitatif, terdapat kesulitan untuk mendapatkan data yang lebih dari apa yang tertulis dalam angket. Hal ini dikarenakan alat utama dalam pengumpulan 36 data penelitian kuantitatif adalah igstrumen (skala/tes/angket) yang telah didesain sejak awal dibuatnya proposal penelitian. Instrumen inilah yang akan mengukur atau mendokumentasikan Tespons-respons subjek sesuai dengan alternatif pilihan yang diberikan, Tentu saja, jika ada hal ‘Yang menarik di luar apa yang ditanyakan, peneliti tidak dapat melakukan pendalaman data yang dimaksud. 3. Kelemahan Angket/Skala/Tes Dalam proses pengumpulan data peneliti kuantitatif, digunakan angket sebagai alat pengumpul datanya, Berikut adalah beberapa kelemahan angket. a. Responden tidak dapat mengomunikasikan hal-hal yang mungkin menjadi informasi penting yang tidak ditanyakan di dalam angket. Memang akan sulit bagi peneliti kuantitatif untuk mendapatkan data di luar yang ditanyakan angket (instrumen yang digunakan). Dengan demikian, data yang dimiliki hanya sebatas pada informasi yang dapat diperoleh dari angket yang dibuat, Untuk itu, sebaiknya angket atau instrumen yang dibuat dirancang untuk dapat memperoleh data yang memang diinginkan. b. Peneliti menjaga jarak dengan responden sehingga hubungan antara peneliti dan responden berlangsung kaku. Meski ini sebagai sebuah titik lemah penelitian kuantitatif, di lain sisi justru menjadi salah satu kelebihan penelitian kuantitatif sebab dengan adanya jarak antara peneliti dengan responden, dimungkinkan data yang diperolehnya tidak tereampur dengan unsur subjektif sehingga tuntutan objektivitas dapat mudah terpenubi dalam penelitian kuantitatif, ¢- Ada kecenderungan responden menjawab sekadar hanya untuk menyenangkan orang yang memberi angket schingga terjadi bias data. Untuk itu, desain angket (skala) yang baik serta pemilihan responden yang tepat menjadi salah satu syarat diperolehnya data yang baik. 4d. Dalam menjawab angket, responden terpengaruh faktor-faktor sosial, yaitu yang diukur adalah bagaimana masyarakat umum berpendapat tentang yang ditanyakan dalam angket, bukan pendapat dirinya (social desirable factors). Dengan begitu, sebuah angket (instrumen/skala) hhendaklab tidak mengarahkan jawaban responden pada kecenderungan semacam ini. Misalnya, muncul pertanyaan sebagai berikut. “Apakah Anda memiliki kepercayaan pada Tuhan?" Jika pertanyaannya semacam ini, meskipun dalam hati ada keraguan (misalnya), setiap orang Pasti akan menjawab bahwa ia memiliki kepercayaan pada Tuhan sebab jawaban itulah yang paling pantas diberikan pada pertanyaan tersebut. Responden akan menjawab sebagaimana diinginkan oleh lingkungan masyarakatnya bahwa dirinya adalah orang yang bertakwa. Simak juga pertanyaan berikut. “Apakah Anda menjalankan ibadah agama Saudara?” Seperti juga pertanyaan pertama, pertanyaan ini akan dijawab dengan YA oleh responden sebab siapa pun tidak ingin dinyatakan sebagai orang yang tidak taat menjalankan ibadah agama, meskipun dalam kehidupan sehari-hari yang bersangkutan tidak menjalankan ibadah yang dimaksud. @, Dalam menjawab angket kerap muncul kecenderungan untuk memilih jawaban atau opsi di tengal feniral tendency), Hal ini menurut responden lebih aman bagi dirinya Jika sebuah instrurffen/skala memiliki lima opsi sebagaimana model skala Likert, memang mungkin saja ‘orang akan memilih jawaban di tengah untuk mengamankan dirinya. Ada banyak saran untuk hal ini, misalnya ada peneliti yang menggunakan hanya empat opsi saja, tanpa menyertakan ‘psi tengah dengan alasan bahwa akan lebih memudahkan untuk mengategorikan sikap yang emer 37 ie ditunjukkan responden. Ada juga peneliti yang membuat skalanya menjadi tujuh dengan rentang yang hampir sama. Hanya saja perlu dicatat bahwa apa pun jawaban responden, itulgh respons ‘yang ditunjukkan dan sebenarnya peneliti tidak perlu merisaukan hal itu. Deng&n memilih respons/opsi yang di tengah, sebenarnya responden telah memberikan jawaban/merespons pertanyaan dan itulah responsnya. Mungkin yang perlu dilakukan oleh peneliti agar tidak terjadi terlalu banyak situasi yang menyebabkan responden memilih opsi di tengah adalah ‘dengan membuat pertanyaan yang tidak mengarahkan subjek untuk menjawab pada sisi yang aman tersebut. f. Tika menggunakan angket yang berasal dari Iuar, harus melalui penerjemahan berulang kali (back translation) serta disesuaikan dengan budaya lokal tempat lokasi penelitian akan dilakukan. Proses ini memakan waktu yang cukup lama karena harus melalui proses penerjemahan satu instrumen/skala dalam bahasa asing, kemudian diterjemahkan ke bahasa Jokal, lalu diterjemahkan kembali ke bahasa aslinya. Hal ini memang cukup merepotkan, Terkadang hasil terjemahan satu instrumen/skala dari bahasa asing ke bahasa Indonesia, yang kemudian diterjemahkan lagi ke bahasa aslinya ternyata berbeda. Untuk itu, perlu ahli bahasa yang dapat menerjemahkan secara tepat. Di luar hal itu, terkadang juga tidak ada padanan frasa atau istilah yang sesuai dengan bahasa lokal. Misalnya kata privacy terasa sulit untuk dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Selain itu, ada budaya-budaya tertentu dari budaya barat yang terkadang tidak lazim untuk budaya Indonesia. Misalnya, bagi budaya barat, menanyakan apakah seseorang mau berkencan (dating) dengan dirinya adalah hal biasa. Namun, untuk budaya Indonesia, tampaknya hal tersebut tidak lazim sehingga harus dicarikan padanan kata yang cocok untuk mengistilahkan kencan (date). Sebagai alat pengumpul data, posisi angket begitu penting schingga proses penyusunan angket harus mengikuti prosedur penyusunan alat/instrumen. Bagi peneliti mula, terkadang tidak dapat membuat angket secara baik. Untuk itu, membuat sebuah alat ukur (alat pengumpul data/instrumen) menjadi kegiatan yang sangat penting dalam penelitian kuantitatif. Kegagalan dalam membuat alat pengumpul data ini akan menjadikan data yang diperoleh hanyalah data yang mungkin tidak berguna BAB 2 PENGGUNAAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA DALAM PENELITIAN KUANTITATIE Teori dalam penelitian kuantitatif menjadi faktor yang sangat penting dalam proses penelitian itu sendiri, Seperti yang dijelaskan dalam Gambar 1, bahwa separuh dari kegiatan penelitian adalah proses teori atau proses berteori, Pada proses ini peneliti melakukan analisis-analisis deduktif untuk mencoba menjawab permasalahan yang sedang dihadapi. Pada bagian ini pula dinamakan dengan berpikir rasional logis. Pada penelitian kuantitatif, teori atau paradigma teori digunakan untuk menuntun peneliti menemukan masalah penelitian, menemukan hipotesis, menemukan konsep- konsep, menemukan metodologi, dan menemukan alat-alat analisis data. Karena itu amat penting teori dibicarakan dalam setiap pembahasan penelitian kuantitatif, mengingat perannya yang dominan itu. Melihat pentingnya kedudukan teori dalam penelitian kuantitatif, maka merupakan sebuah keharusan setiap peneliti untuk memahami teori dan mengerti kedudukannya dalam penelitiannya. Bahkan untuk keperluan ini, peneliti dituntut untuk me-mapping teori dalam menemukan khazanah ilmu pengetahuan secara Iwas mengenai permasalahan yang sedang atau akan dibahas dan selanjutnya menemukan posisi penelitiannya dalam khazanah pengetahuan tersebut. HUBUNGAN PARADIGMA, TEORI, DAN METODOLOGI Paradigma adalah cara pandang seseorang ilmuwan tentang sisi strategis yang paling menentukan nilai sebuah disiplin ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma berhubungan erat dengan aliran-aliran dalam sebuah disiplin ilmu pengetahun, di mana aliran-aliran ini memiliki pengikut-pengikut “fanatik” untuk memperjuangkan paradigma tersebut, sekaligus ikut mengembangkannya. PARADIGMA KOMUNIKASI SEBUAH CONTOH Sebuah contoh dalam perkembangan disiplin ilmu komunikasi kontemporer di Indonesia, secara tidak disadari oleh abli-ahli ilmu komunikasi, bahwa saat ini terdapat tiga paradigma yang sangat menonjol yang secara sadar ataupun tidak, selalu bersaing setiap saat. Ketiga paradigma itu adalah paradigma teori konvensional, paradigma perspektif komunikasi, dan paradigma teknologi komunikasi. Paradigma teori konvensional adalah kelompok ahli teori-teori komuinikasi yang berpandangan bahwa komunikasi berkembang berdasarkan teori-teori komunikasi lama seperti $-O-R, Jarum Hipodermik, Agenda Setting, teori-teori media, dan sebagainya yang setiap saat terus dikaji dan berkembang. Paradigama ini secara skeptis menganggap bahwa bidang komunikasi merupakan daulat dari paradigma ini. Sementara itu masyarakat terus berkembang, ilmu pengetahuan terus berkembang. Perkembangan suatu bidang dengan bidang lainnya tidak dapat lagi dipisahkan dengan. “tembok besi”, karena semua berjalan secara gradual. Bahkan dalam bidang sosial, saat ini tidak dapat lagi disangkal bahwa fenomena sosial berkembang secara bersama-sama dalam segi kehidupan manusia. Tidak bisa lagi dikatakan bahwa berbicara bidang kebijakan publik terlepas dari bidang ekonomi, politik, komunikasi, agama, dan sebagainya. Akan tetapi ketika kita membahas fenomena sosial semua perseptif itu ikut dibicarakan. Dengan demikian sebenarnya semua kajian fenomena sosial berada pada satu wilayah utama yaitu ilmu-ilmu sosial, yang membedakan kajian satu dengan lainnya adalah dari mana kajian itu diberangkatkan dan di mana kajian itu bermuara. Jadi, apabila kajian fenomena sosial itu berangkat dari komunikasi kemudian bethubungan dan berinteraksi dengan kajian- kajian lain dalam wacana ilmu sosial maka akhirnya bermuara pada komunikasi pula. Berdasarkan pandangan tersebut maka lahirlah paradigma perspektif komunikasi, di mana paradigma ini berkeyakinan bahwa setiap perspektif komunikasi selalu bersentuhan dengan segi kehidupan sosial lainnya yang paling dominan di dalam masyarakat. Paradigma perspektif komunikasi antara lain adalah sosiologi komunikasi, komunikasi antarbudaya, komunikasi politik, komunikasi organisasi, komunikasi publik, semiotika komunikasi, dan sebagainya. Tidak ada satu pun kekuatan untuk menahan masuknya perspektif ini dalam kajian-kajian komunikasi, karena kehadiran perspektif ini dibutuhkan oleh masyarakat dan bukan oleh ilmuwan komunikasi itu sendiri. Para ilmuwan komunikasi yang mengembangkan perspektif ini hanya merespons gairah masyarakat dan ilmu komunikasi di bidang ini, dan selanjutnya perspektif tersebut memberi sumbangan yang berarti bagi pengembangan khazanah ilmu komunikasi secara utuh. Sementara itu, di sisi lain disiplin imu komunikasi tidak dapat berkembang tanpa kehadiran media komunikasi. Kalau kita bagi, aktivitas komunikasi terdiri dari manusia, media, dan aktivitasnya, maka dapat kita simpulkan bahwa sepertiga lebih dari kajian komunikasi adalah kajian media. Secara empiris, media komunikasi sendiri berkembang dengan sangat pesat, merupakan dialektika dari kebutuhan manusia dalam konteks komunikasi itu sendiri. Berdasarkan konteks yang penting tentang media itu maka lahir paradigma media dalam disiplin ilmu komunikasi, di mana paradigma ini beranggapan bahwa media menjadi PENGGUNAAN, ‘kunci utama disiplin komunikasi di mana semua perseptif media memengatuhi perspektif Komunikasi itu. SKEMA SISTEMATIKA TEORL = PARADIGMA 4 IMU MIDDLE THEORY re APPLICATION THEORY KONSEPSIONAL PARADIGMA DAN METODOLOGI Ketiga paradigma ini kemudian berkembang dalam disiplin ilmu komunikasi sebagai aliran-aliran yang melatarbelakangi berkembangnya berbagai perspektif baru yang akan lahir dalam bidang ini. Dengan demikian maka setiap perspektif teori yang digunakan. dalam penelitian komunikasi seharusnya didasari oleh perspektif paradigma ini. STRUKTUR TEORI Imu sosial adalah ilmu yang paling canggih saat ini dalam khazanah ilmu pengetahuan manusia. Perkembangan ilmu sosial yang begitu pesat mengalahkan perkembangan ilmu alam disebabkan karena fenomena manusia berkembang melebihi pesatnya fenomena alam. Apabila pada awal-awal perkembangan ilmu sosial ketika ilmu ini memisahkan diti dari filsafat dikatakan bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang tidak memilikd jaté diri, dapatlah diterima, karena pada saat itu semua ilmuwan yang berjasa mengembangkan ilmu sosial berasal dari abli-ahli ilmu alam, sementara ilmu alam sendiri sudah berkembang pesat. Akan tetapi kondisi saat ini sudah berubah, kecanggihan ilmu sosial sudah melebihi ilmu alam karena setiap satu fenomena sosial membutuhkan satu kajian ilmu sosial. Melihat kompleksnya fenomena sosial, maka ilmu sosial juga berkembang begitu kompleks dan begitu rumit, begitu banyak teori sosial bagaikan rimba raya ilmu pengetahuan. Begitu rumitnya ilmu sosial, namun apabila disusun strukturnya, maka dalam ilmu-ilmu sosial selain paradigma, dikenal pula strukcur ilmu sosial, seperti rumpun_ teori yang dapat dikelompokkan ke dalam grand theory, middle theory, dan application theory. Dari struktur ini kemudian menghasilkan konseptualisasi dan metodologi. Grand theory umumnya adalah teori-teori makro yang mendasari berbagai teori di bawahnya. Contohnya, teori-teori struktural-fungsional dan teori konflik selalu disebut menjadi grand theory dalam ilmu-ilmu sosial. Disebut grand theory, karena sampai saat ini teori-teori itu menjadi dasar lahirnya teori-teori lain dalam berbagai level, sementara disebut makro, karena teori-teori ini berada dilevel makro, ia bicara tentang struktur dan tidak berbicara fenomena-fenomena secara mikro. Sementara teori yang disebut middle theory adalah teori yang berada pada level mezo, level menengah, di mana fokus kajiannya makro dan juga mikro. Teori-teori strukturalisasi Anthony Gidden salah satu contoh teori mezo yang dimaksud. Sedangkan teori disebut sebagai application theory karena teori ini berada di level mikro dan siap diaplikasikan dalam konseptualisasi. Teori kebijakan publik, teori pertukaran, teori interaksi simbolik adalah antara lain contoh-contoh teori aplikasi. Yang penting dalam kajian teori pada suatu penelitian, teori-teori yang digunakan (grand theory, middle theory dan application theory) seperti dalam skema di halaman sebelumnya, harus relevan satu dengan lain secara struktural. Kunci kendali memilih teori dalam penelitian adalah selain memahami konteks formal dan material sebuah teori, juga dituntut memahami teori itu baik pada konteks sejarah maupun konteks sosial di mana teori itu dilahirkan. Sehingga apabila teori itu digunakan, peneliti akan memahami struktur masing-masing teori itu, bahkan mampu menyusun sebuah skema perkembangan teori dari masa lalu sampai pada konteks di mana seseorang melakukan penelitian, paling tidak seperti pada contoh skema di halaman berikut ini. Ketika sebuah masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoba membahas masalah penelitian tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya sebagaimana struktur teori di atas yang dianggap mampu menjawab persoalan penelitian. Sebagaimana dijelaskan di atas, analisis deduktif dengan menggunakan teori akan sangat membantu peneliti tidak saja pada saat menemukan masalah, akan tetapi juga untuk membangun hipotesis, menyusun kerangka metodologi, maupun alat-alat analisis yang digunakan nanti, sampai pada saat pembahasan hasil penelitian, bahwa teori dibahas untuk dikritik atau disempurnakan. Apabila kita kembali melihat hubungan antara paradigma, teori dan metodologi seperti pada gambar di atas, maka sudah jelas bahwa dalam suatu penelitian kuantitatif, pemilihan paradigma harus mendapat prioritas sebagaimana teori dan metode dipilih 29 PENGGUNAAN, TEOR! DAN TINIAUAN, PUSTAKA, PENELITIAN, KUANTITATIE PERKEMBANGAN PARADIGMA/ ‘TEORI KONSTRUKSI SOSIAL SOKRATES (470.399 SM.) PENEMU DUNIA, Penemu Jiwa dalam Tubuh Manusiah AKADEMIK/KOGNITIF PLATO (427-347 SM.) ee ARISTOTELES (384-322 SM.) Penemu Informasi, Relasi, Individuy Substansi, Mates, Esensi, dan scbagainya DESKARTES (1596-1650) Penemu Kesadaran, “Saya berpikir Karena itu saya ada” (Cogito, ergo sum) GIAMBATISSTA VICO PENEMU FILSAFAT Penggagas Filsafat Konstruktivisme DAN PENDEKATAN (Mengetahui besarti mengetahui berbuat sesuatu) __- KONSTRUKSI SOSIAL ‘MARK BALDWIN Newmex ern Filsafat Kognitif| JEAN PIAGET. “Memperdalam dan menycharluaskan Fisafat Kognitif VON GLASERSFELS ‘Memperdalam Filsafat Kognitif Konstrukgi Kognitif PETER L. BERGER (1964) ‘THOMAS LUCKMANN “Memperkenalkan/menemukan Konstruksi Sosial Atas Realitas Sostal BURHAN BUNGIN (2000) KONSTRUKSI SOSIAL Mengoreksi Konstruksi Sosal Berger dan MODERN Lakinann dengan Konstruksi Sosial Media Massa ‘Skema 1 PERKEMBANGAN PARADIGMA/ ‘Teor KoNsTRUKSI SOSIAL dalam penelitian. Karena ketiga komponen itu tidak saling pisah dalam penelitian. Ketika peneliti memulai dari sebuah paradigma, maka peneliti akan memahami pendekatan Paradigma apa yang akan dianutnya dalam penelitian, schingga paradigma itulah yang menjadi roh pendekatan teoretiknya selama penelitian berlangsung. 30 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATH Pemilihan paradigma berpengaruh pada teori yang digunakan terutama grand theory. Pemilihan grand theory tertentu akan menentukan middle theory yang akan digunakan, begitu pula application theory dan akhirnya memengaruhi konseptualisasi. Konseptualisasi yang digunakan dalam penelitian memengaruhi jenis metode maupun pendekatan penelitian yang digunakan. Pada akhirnya metode bekerja untuk menghasilkan teori yang paling lemah yaitu proposisi yaitu statement imbangan antara fenomena satu dan fenomena lainnya. Proposisi apabila dikembangkan dan dikaji berulang-ulang akan menjadi konsep, konsep yang telah diuji dan diterima akan menjadi variabel, kemudian akan menjadi ilmu bahkan disiplin. ilmu, dan berikutnya akan menjadi paradigma yang pada tahap berikutnya akan meme- ngaruhi teori dan metode (kembali), dan sebagainya. TINJAUAN LITERATUR Literature review atau tinjauan pustaka pada penelitian kuantitatif adalah suatu tahap yang harus dilakukan karena tahap ini bagian penting untuk; pertama, menentukan “state of the art” (sebuah langkah mutakhir dari penelitian yang akan dilakukan ini), di mana penelitian yang akan dilakukan dapat dibedakan dengan penelitian lain di mana pun. Jadi tinjauan pustaka ini dilakukan juga untuk melihat di mana posisi teoretis yang akan dikembangkan. Pada langkah ini peneliti dapat menentukan dimana posisi penelitiannya itu di dalam “pohon pengetahuan” yang besar, dia berada di ranting atau cabang (=paradigma pengetahuan) yang mana, mengapa dan bagaimana dia berada diposisinya itu. Kedua; tinjauan pustaka juga digunakan untuk menentukan teori apa yang digunakan, dan dari teori itu, peneliti dapat menentukan hipotesis penelitian dan variabel-varibel penelitiannya. Pada penelitian kuantitatif, keharusan menggunakan teori untuk menjelaskan variabel yang digunakan atau dengan kata lain setiap variabel yang digunakan harus memiliki teori. Variabel yang tidak memiliki teori harus ditinggalkan sampai ditemukan teorinya atau mengganti variabel yang sesuai dengan teori. Begitu pentingnya tinjauan pustaka sehingga di dalam tahap ini perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu bagaimana penelusuran pustaka dilakukan, bagaimana menilai pustaka, dan mengintegrasikan pustaka ke dalam penelitian yang akan dilakukan. Secara teknis dapat kita ajukan pertanyaan, apa yang dimaksud dengan tinjauan literatur? Secara teknis pula dapat dijawab bahwa tinjauan literatur adalah langkah membahas penerbitan informasi dalam bidang subjek yang ada kaitan erat dengan penelitian yang akan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Bisa hanya ringkasan sedethana dari sumber-sumber, tetapi biasanya memiliki pola organisasi dan menggabungkan baik ringkasan dan sintesis. ai ENGGU! Ringkasan adalah rekap informasi penting dari sumber, tetapi proses sintesis adalah melakukan analisis terhadap naskah kepustakaan orang lain berdasarkan kebutuhan teoretis peneliti. Gagasan utama tinjauan literatur bahwa penelitian itu tidak memiliki awal atau akhir; peneliti membangun suatu riset dan menghubungkannya dengan riset yang lain, sehingga memberikan lebih banyak sumber daya bagi peneliti berikutnya untuk membangun suatu riset dikemudian hari. Seorang peneliti membaca literatur di bidangnya dari peneliti lain untuk melihat apa masalah saat ini, lalu mengembangkan pertanyaan baru sebagai isu-isu penting, kemudian merumuskan rencana untuk menangani satu atau beberapa isu-isu tersebut. Kemudian peneliti membuat tinjauan literatut lebih terfokus, yang dia gunakan untuk memperbaiki rencana penelitiannya, Setelah melakukan penelitian, peneliti memberikan hasil penelitiannya (presentasi di konferensi atau pertemuan ilmiah, atau menulis artikel di jurnal dan lainnya) untuk peneliti lain di lapangan, sehingga peneliti menambah khazanah pengetahuan secara umum di bidangnya. 1. TUJUAN TINJAUAN LITERATUR Ada beberapa tujuan dari tinjauan literatur yang dapat diinventarisasi seperti di bawah ini: a) Untuk menunjukkan kemampuan ilmiah peneliti mengidentifikasi informasi yang relevan. dan untuk garis besar pengetahuan yang ada. b) Untuk mengidentifikasi ‘gap’ dalam penelitian, ini bahwa penelitian Anda’ berupaya untuk, mengidentifikasi lokasi terbitnya literatur, posisi pekerjaan Anda dalam konteks penelitian sebelumnya dan menciptakan sebuah ‘ruang penelitian’ untuk pekerjaan Anda. ©) Untuk mengevaluasi dan melakukan sintesis informasi sejalan dengan konsep-konsep yang telah peneliti tentukan sendiri untuk penelitian. d) Untuk menghasilkan alasan atau justifikasi studi Anda. e) Untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam literatur. f) Untuk menghindari penelitian yang sama nonverifikasi (setidaknya ini akan menghemat waktu dan dapat menghentikan peneliti dari membuat kesalahan yang sama seperti orang lain). 2) Untuk memulai melaksanakan suatu penelitian dari mana orang lain telah mencapai suatu tahap yang tidak perlu lagi diulangi (meninjau lapangan memungkinkan Anda untuk , membangun pada platform pengetahuan yang ada dan ide-ide yang sama) ‘h) Untuk mengidentifikasi orang lain yang bekerja di bidang yang sama dengan Anda Garingan, peneliti adalah sumber daya berharga), i) Untuk meningkatkan pengetahuan peneliti tentang uas wilayah subjek penelitian yang anda lakukan ini. i) Untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam literatur di dalam khazanah pengetahuan yang Anda tekuni it 2, SUMBER-SUMBER TINJAUAN LITERATUR Ada tiga sumber literatur yang biasa digunakan di dalam penelusuran literatur yang seringkali digunakan; a) Sumber Primer yaitu sumber langsung, sumber yang belum diinterpretasi oranglain, sumber yang berasal dari catatan subjek proyek penelitian anda. b) Sumber Sekunder yaitu buku, artikel, dan tulisan-tulisan lain oleh para sarjana dan peneliti yang melaporkan pekerjaan mereka kepada orang lain c) Sumber Tersier yaitu ensiklopedia, indeks, buku teks( termasulk juga demografi, monografi, laporan BPS, dan semacamnya yang sudah diterbitkan), dan sumber referensi lainnya. Secara umum, ada dua jenis tersier (referensi) yaitu sumber yang diterbitkan di dalam bentuk teks (cetak) dan yang kedua diterbitkan di dalam bentuk gambar atau video. Saat ini sumber literatur dibuat dalam berbagai macam bentuk, baik cetak, grafis, video-teks, video atau pun bersumber dari online. Sumber-sumber online di waktu yang akan datang semakin berkembang sehingga semua bentuk literatur akan menggunakan format ini, seperti e-paper, e-jumnal, e-book, e-magazine, e-mail, e-interview, e-artical, dan e-library. Format penyimpan data untuk semua kebutuhan literatur ini juga semakin berkembang, sehingga orang akan aman dan nyaman menyimpan literatur di dunia maya. Perkembangan, dunia maya akan mendorong lahirnya open-library via online. Mesin-mesin pencarian di internet akan mendorong orang semakin mudah menemukan_ bahan-bahan literatur dengan leluasa di dunia maya dan terbanyak di antara itu adalah sifatnya terbuka untuk diakses oleh semua orang. Memang saat ini ada banyak sumber-sumber literatur online masih tertutup dan hanya bisa diakses oleh anggotanya, namun di waktu yang akan datang, orang-orang akan mendorong agar tidak akan. ada lagi sumber-sumber literatur online yang tertutup untuk kalangan tertentu yang membayarnya, karena kebutuhan tertentu, kecuali untuk alasan hak cipta dan royalti. 3. LANGKAH-LANGKAH UMUM MENULIS TINJAUAN LITERATUR ‘Tinjauan litaratur harus ditulis dalam bentuk laporan penelusuran literatur yang biasanya dapat dilakukan dalam beberapa tahap: a) Langkah satu: berorientasi daftar bacaan. Ketika peneliti membaca artikel, buku, dan lain- lain yang berkaitan dengan topik penelitiannya, peneliti dapat menulis sebuah sinopsis singkat dan kritis untuk masing-masing literatur yang dibaca. Setelah melalui daftar bacaan, peneliti akan memiliki abstrak atau penjelasan dari setiap sumber yang telah dibaca. Kemudian penjelasan itu kemungkinan akan menyertakan referensi lebih banyak untuk karya lain karena peneliti akan memiliki bacaan-bacaan literatur sebelumnya untuk membandingkan, tetapi pada saat ini tujuan yang penting adalah untuk mendapatkan ringkasan kritis yang akurat dari setiap tinjauan literatur a b) Langkah dua: organisasi tematik. Cari tema-tema umum dalam karya-karya yang dibaca oleh peneliti dan mengatur karya ke dalam kategori tertentu. Biasanya, setiap bacaan peneliti masukkan dalam tinjauan tertentu dan dapat dimasukkan ke dalam satu kategori atau subtema dari tema utama yang Anda buat, tetapi kadang-kadang sebuah karya dapat ditemukan lebih dari satu kategori (jika setiap bacaan yang peneliti baca bisa masuk ke semua kategori yang Anda daftar, peneliti mungkin perlu memikirkan kembali bagaimana harus menyiapkan organisasi bacaan tertentu sehingga mudah dilacak kembali). Contohnya, menulis beberapa paragraf singkat untuk menguraikan kategori bacaan peneliti, umumnya bagaimana kaitan dalam setiap kategori dan hubungan satu sama lain, dan bagaimana kategori berhubungan satu sama lain dan dengan tema keseluruhan. Tahap ketiga: membaca lebih banyak. Berdasarkan pengetahuan yang peneliti dapatkan dalam membaca, peneliti harus memiliki pemahaman yang lebih baik dari topik dan literatur yang berkaitan dengannya. Mungkin peneliti telah menemukan basil penelitian. tertentu yang penting untuk bidang atau metodologi penelitian tanpa peneliti sadari. ) Tahap empat: menulis bagian individu. Untuk setiap bagian tematik, gunakan penjelasan. konsep yang dibuat sendiri oleh peneliti untuk menulis bagian yang membahas artikel- artikel relevan dengan tema itu. Fokus tulisan peneliti pada tema bagian tersebut, me- nunjukkan bagaimana artikel berhubungan satu sama lain dan dengan tema, daripada ‘memfokuskan tulisan peneliti pada setiap artikel individu. Gunakan artikel sebagai bukti untuk mendukung tema kritik peneliti daripada menggunakan tema sebagai fokus untuk membahas setiap artikel individual. 4, BAGAIMANA MENULIS TINJAUAN LITERATUR Menulis tinjauan literatur dapat menggunakan format sistematika penulisan sebagai berikut: . a) Latar belakang. Dalam bagian pertama dapat diringkas, bagaimana mendapatkan kalimat penting di dalam tujuan literatur, peneliti dengan satu atau dua kalimat menjelaskan kebutuhan untuk tinjauan literatur yang akan dilaksanakan, b) Naskah. Daftar dokumen termasuk dalam kajian ini. Sebagai contoh: 31 naskah asli, satu monograf, lima review, empat artikel populer, satu naskah. ¢) Temuan. Tulis beberapa kalimat di sini untuk menguraikan temuan-temuan utama dati dokumen yang peneliti tinjau. Berikan data yang ditemukan dan berikan pula interpretasi terhadap temuan-temuan yang diperoleh peneliti itu, yang ditulis di dalam naskah tersebut termasuk sebesar apa efek temuannya, Di dalam mengulas temuan-temuan ini, gunakan, bahasa sederhana dan tidak ada singkatan. 4) Kesimpulan. Bagian ini merupakan ringkasan, peneliti hanya perlu satu atau dua kalimat, Cobalah untuk memasukkan sebuah kesimpulan praktis yang signifikan di dalam kesimpulan ini. bales e) Penelitian lebih lanjut. Tunjukkan apa yang peneliti pikitkan sekarang dan perlu dilakukan. Ringkasan tersebut kira-kira terdiri dari kurang dari 300 kata agar lebih ekonomis. 5. STRATEGI MENULIS TINJAUAN LITERATUR a) Menemukan sebuah fokus. b) Suatu tinjauan literatur, seperti makalah, biasanya dilakukan di sekitar ide-ide penelitian yang diperbincangkan banyak orang, bukan sumber-sumber sendiri sebagai bibliografi yang terkait. Ini berarti bahwa peneliti tidak hanya sekadar mencatat daftar sumber-sumber bacaan peneliti dan masuk ke dalam detail tentang masing-masing dari mereka, satu per satu. Ketika peneliti membaca lebih banyak literatut, maka ia harus semakin selektif dan selalu konsentrasi di sekitar topik peneliti. Pertimbangkan pula apakah tema atau isu-isu di dalam literatur yang dibaca itu terhubung dengan sumber literatur yang lain secara bersama-sama. Apakah literatur itu hadir dengan satu atau lebih solusi yang berbeda? Apakah ada suatu aspek dari bidang tertentu yang hilang? Seberapa baik gagasan-gagasan di dalam literatur itu hadir dan menggambarkan teori sesuai dengan teori yang tepat? Apakah mereka mengungkapkan “tren” tertentu di lapangan? Pilih salah satu tema untuk fokus pada struktur tinjauan pustaka yang peneliti baca. Tasel I: MENULIS RINGKASAN TINJAUAN LITERATUR, ConTOH TEoR! KONSTRUKS! SosIAL MEDIA Massa Subjek ‘Temuan Referance Gagasan Awal Konstruksi _ |Konstruksi Sosial atas _| Berger and Luckmann Sosial-1 Realitas (1964) Kritik terhadap Konstruksi | Konstruksi Sosial Media [Burhan Bungin (2000, Sosial-1 Massa 2005) Contoh lain menulis ringkasan tinjauan literatur dapat dibuat dalam bentuk seperti di bawah ini; ‘Smith (1999), mengklaim bahwa dia menemukan bukti X untuk mendukung itu, dan mengatakan itu mungkin karena varibel Y yang ditemukannya. Tapi Smith tampaknya telah mengabaikan faktor Z dalam temuannya. Jones (2001), menunjukkan bahwa dengan melakukan X dan Y, Jones mengklaim, bahwa ‘ada kelemahan dalam studi Smith (1999). Tetapi metodologi yang digunakan oleh Jones (2001) berbeda dengan yang dilakukan oleh Smith (1999). Johnson (2002), membuat hipotesis bahwa hubungan X dan Y mungkin karena beberapa penyebab lainnya. Buatlah daftar tema dan kemudian buatlah kesimpulan-kesimpulan bagaimana setiap tema artikel yang dibaca peneliti berkaitan dengan tema lainnya. Sebagai contoh: 35 IN TINIAUAN, PUSTAKA DALAM PEN TATE FLITIAN, KUANT Fenelit setuju bahwa (Smith 1999, Jones 2001, Johnson 2002), tetapi penelit tidak setuju tentang mengapa Smith mengklaim itu mungkin dengan mengabaikan X, tapi Jones, mencoba mengkritik Smith dengan metode yang berbeda sebagai tindakan alternatif untuk mencoba X dan Y disebabkan karena faktor metode. Johnson hipotesis .. 6. DETAIL STRUKTUR UMUM TINJAUAN LITERATUR a) Abstrak; ringkasan isi artikel. b) Pendahuluan; sebuah penjelasan tentang tujuan penelitian, pernyataan dari pertanyaan penelitian. ¢) Dokumen tinjauan; sebuah penilaian kritis yang dilakukan selama ini tentang topik ini, untuk menunjukkan bagaimana penelitian ini berkaitan dengan apa: yang telah dilakukan oleh peneliti yang lain. d) Metode; bagaimana penelitian dilakukan (misalnya instrumen atau peralatan, prosedur, metode untuk mengumpulkan dan menganalisis data). ¢) Hasil; apa yang ditemukan dalam kegiatan penelitian. ) Diskusi; apa arti dan maksud dari hasil temuan penelitian yang dijelaskan pada bagian hasil. 8) Kesimpulan; kesimpulan dan implikasi hasil, yaitu mendiskusikan bagaimana kaitannya dengan studi peneliti ditinjau dalam tinjauan literatur, juga arahkan ke arah untuk bekerja lebih lanjut. 7. MESIN PENCARIAN TERBAIK SAAT INI Seperti yang telah di jelaskan di atas tentang penggunaan data online, maka mesin- mesin di bawah ini dapat membantu di dalam menelusuri literatur termasuk literatur online. a) AltaVista, Excite, HotBot, Northemlight, dan Yahoo memungkinkan Anda untuk mencari literatur di Web, namun hanya sebagian kecil dari literatur penelitian saat ini tersedia untuk umum di Web. b) Sumbangan literatur ilmiah dalam bentuk indeks pada. disiplin ilmu tertentu, seperti ERIC untuk pendidikan dan PsycINFO untuk psikologi. Sumber ini menyediakan: cakupan yang {uas dan mendalam tentang literatur di bidang mereka, namun pada umumnya mesin-mesin itu hanya memberikan kutipan saja dan abstrak online, daripada teks laporan lengkap. ©) ABl/Inform, menyediakan keluasan dan kedalaman yang sama di bidang pengembangan sumber daya manusia dan manajemen, namun tidak menyediakan teks lengkap untuk banyak jurnal terindeks, 4) UMI Disertation Abstracts, memberikan indexes abstrak disertasi doktor Amerika Utara, Berbagai alat pencari lainnya juga dapat berguna, seperti Asosiasi Unlimited, GOVBOT, Library of Congress Katalog, dan Policy File. Agar peneliti dapat menggunakan mesin-masin ini dengan efektif, maka perlu tata cara seperti penjelasan di dalam kotak di bawah ini. Menggunakan Mesin Pencari Online « Tentukan topik Anda. Negara di mana topik itu kemungkinan ada dan kemudian menemukan sinonim untuk masing-masing. + Menentukan alat pencari terbaik untuk melayani keperluan pencarian Anda. Setiap pengalaman pencarian selanjutnya pada situs web yang telah digunakan menunjukkan keunggulan utama dan kerugian dari mesin yang digunakan, Umumnya mesin pencari web, seperti AltaVista, Northernlight, dan Yahoo, yang terbaik untuk cepat menemukan topik yang sedang di cari, ERIC, PsycINFO, dan ABI/Inform adalah cara terbaik untuk menemukan sebagian dari “tugas berat” penelusuran literatur ilmiah dan profesional di bidang pendidikan, psikologi, dan bisnis. © Simpan catatan dari pencarian yang tepat yang peneliti tentukan dengan mesin masing- masing. Gunakan mesin yang dipilih untuk mencarlistilah yang dikembangkan dalam topik awal. Kadang-kadang Anda dapat menyimpan laporan pencarian untuk digunakan kembali atau modifikasi selanjutnya. + Scan abstrak dari “hits” pencarian. «Jka hasil awal tidak memuaskan, menyempurnakan dan kembali menjalankan pencarian. Jika peneliti menemukan dokumen yang sesual terlalu sedikit atau terlalu banyak untuk memindahi, lihat pertolongan pertama petunjuk berikut ini. Jika pencarian awal ditemukan setidaknya beberapa dokumen yang sangat tepat, kembali menjalankan pencarian menggunakan “pengenal’, kode indeks ".” “kata kunci” atau deskriptor lain yang paling sering digunakan untuk hits yang sesuai. + Berdasarkan pengalaman, peneliti dalam menggunakan UMI Disertation Abstracts untuk mencari disertasl yang diperlukan. * "Snowball pencarian anda. Hal ini dapat dilakukan setidaknya tiga cara; (1) Periksa literatur yang ditemukan yang paling sesuai; (2) gunakan literatur yang paling sesual itu untuk referensi ke literatur lainnya yang mungkin berguna; (3) Gunakan Social Science Citation index untuk menemukan literatur yang mengutip literatur terbaik yang telah ditemukan penelit. Menggunakan Kata-Kata Penunjuk * Menggunakan “OR”: Ini berarti bahwa peneliti ingin menemukan sumber yang diindeks oleh salah satu dari kata-kata dalam tema Pencarian. Contoh: test OR book... Menggunakan “AND”; Ini berarti bahwa penelit ingin menemukan sumber yang di- indeks oleh kedua kata-kata dalam jangka pencarian, Contoh: test AND book... Menggunakan “NOT”: Ini berarti bahwa peneliti ingin menemukan sumber daya yang diindeks oleh kata sebelum “not” dalam istilah Pencarian dan tidak diindeks oleh kata yang mengikuti “not”. Contoh: test NOT book... Domain Yang Dicari Mencar\ bidang kutipan yang spesifik: Kutipan yang dicari dapat dimulai dengan menu- lis; judul, penulls, kode klasifikasi, dan deskriptor. Beberapa sistem pencarian merujuk ke deskripsi sebagai “istilah indeks” atau “kata kunci”, Cari abstrak: Mencari teks publikasi abstrak, jika tersedia. Cari teks utuh: mencari semua teks secara penuh yang di publikasi, ka tersedia di database. Cari semua: ini memindahi semua teks, abstrak, dan semua bidang kutipan, termasuk literatur utuh. BAB 3 KARAKTERISTIK PENELITIAN KUANTITATIF PARADIGMA KUANTITATIF-POSITIVISTIK Dalam ilmu-ilmu sosial, sebagaimana induk dari ilmu tentang manusia seperti sosiologi, politik, ekonomi, hukum, administrasi, komunikasi, dan sebagainya, mengenal paradigma kuantitatif-positivisme sebagai salah satu paradigma penelitian yang sangat berpengaruh. Dalam paradigma kuantitatif, gagasan-gagasan positivisme dianggap sebagai akar paradigma tersebut.' Paradigma ini adalah tradisi pemikiran Perancis dan Inggris yang antara lain diilhami oleh David Hume, John Locke, dan Berkeley yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan dan memandang pengetahuan memiliki kesamaan hubungan dengan pandangan aliran filsafat yang dikenal. dengan nama positivisme serta sering kali juga disebut dengan berbagai label lain, seperti empirisme, behaviorisme, naturalisme, dan “sainsisme”. Tradisi ini berkembang sebagai akibat sedemikian terobsesi dan dipengaruhi oleh tradisi ilmu-ilmu kealaman yang tergolong Aristotelian. Ta bertumpu pada pandangan bahwa realitas itu pada hakikamya bersifat materi dan kealaman. Manusia juga hakikatnya bersifat materi dan kealaman. ‘Yang disebut dengan jiwa (mind) tak ubahnya dengan kertas putih (tabula rasa), yang hakikatnya semacam film kamera pada diri manusia; ia sekadar “fotokopi” atau gambaran “hasil Potret” pengalaman, indrawi manusia. August Comte (1798-1857) adalah filsuf yang mempelopori munculan aliran filsafat Positivisme ini. Comte jugalah yang menciptakan istilah “sosiologi” sebagai disiplin i yang mengkaji masyarakat secara ilmiah, Dalam perkembangan berikutnya positivisme mendominasi wacana ilmu pengetahuan mulai pada awal abad 20-an sampai saat ini, dengan menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar, yaitu berdasarkan kriteria- kriteria eksplanatoris dan prediktif, Demi terpenuhinya kriteria-kriteria tersebut maka semua ilmu harus memiliki pandangan dunia positivistik sebagai berikut: (1) Objektif "Lihat: Burhen Bungin, Flsofatllmu can Logika Sains (Kumpulan Materi), Program Doktor llnu Ekonomi Pascasarana UNTAG 45 Surabaya, 2003. Lihat pula: Sanapiah Fatsal, Filosofi dan Akar Tradisi Peneliian Kualttatif. dalam Burhan Bungin, 2001. Metodologi Penelitian Kualital, Penerbit Rajawal Pers, Jakarta. 40 METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIE ‘Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai. (2) Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta yang teramati. Substansi metafisis yang diandaikan berada dibelakang gejala-gejala penampakan disingkirkan. (3) Reduksionisme, Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati. (4) Naturalisme. Alam semesta adalah objek-objek yang bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam. Positivisme memiliki pengaruh yang amat kuat terhadap berbagai disiplin ilmu bahkan sampai dewasa ini. Pengaruh tersebut dikarenakan klaim-klaim yang dikenakan oleh positivisme terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu: Klaim kesatuan ilmu. Ilmu- ilmu manusia dan ilmu-ilmu alam berada di bawah payung paradigma yang sama yaitu paradigma positivistik. Klaim kesatuan bahasa. Bahasa perlu dimurnikan dari konsep- konsep matalifis dengan mengajukan parameter verifikasi. Klaim kesatuan metode. Metode verifikasi bersifat universal, berlaku baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu manusia. Pandangan positivisme ini begitu kuat mengklaim bahwa ilmu (sains) adalah ilmu pengetahunan yang nyata dan positivistik, sehingga ilmu pengetahuan yang tidak positivistik bukanlah ilmu (sains). Pandangan ini kemudian membawa positivistik menjadi setba empirisme, behaviorisme, naturalisme, dan sainsisme dan menafikan semua pandangan fenomenologis untuk disebutkan sebagai ilmu (sains). ‘Tradisi positivisme ini kemudian melahirkan pendekatan-pendekatan paradigma kuantitatif dalam penelitian sosial di mana objek penelitian dilihat memiliki keberaturan yang naturalistik, empiris, dan behavioristik, di mana semua objek penelitian harus dapat direduksi menjadi fakta yang dapat diamati, tidak terlalu mementingkan fakta sebagai maknanamun mementingkan fenomena yang tampak, serta setba bebas nilai atau objektif dengan menentang habis-habisan sikap-sikap subjektif. Tradisi positivistik semacam ini membawa paradigma penelitian ini sebagai aliran penelitian yang berlawanan arus dengan paradigma kualitatif-fenomenologis. LINGKUP PEMELITIAN Luasan yang mengitari penelitian kuantitatif, sama dengan besaran ruang lingkup keilmuan sosial, seperti sosiologi, politik, ekonomi, hukum, administrasi, komunikasi, dan sebagainya, karena semua objek kemasyarakatan menjadi objek dan ruang lingkup penelitian kuantitatif. Bahkan dalam kasus tertentu aspek-aspek penelitian kuantitatif menjangkau objek-objek dunia materi dalam keilmuan eksakta. Akan tetapi dalam kesempatan ini kita akan melihat lingkup penelitian kuantitatif dalam ilmu-ilmu sosial seperti yang disebutkan di atas. Sepertinya kita akan mengalami kesulitan dalam menentukan ruang lingkup penelitian kuantitatif termasuk pula penelitian sosial lainnya. Karena penelitian sosial yang meneliti perilaku-perilaku sosial di dalam masyarakat mengalami kesulitan dalam menentukan besaran dan spektrum perilaku manusia itu senditi sebagai objek penelitiannya. Hal ini berbeda dengan ilmu-ilmu alam yang serba dapat diukur dan dibatasi. Akan tetapi perilaku sosial seperti juga gejala-gejala alam lainnya memiliki tegularitas (keberaturan) yang dapat diukur dan dibatasi pada jenis-jenis tertentu yang dapat membedakannya dengan jenis perilaku sosial lainnya. Kendati demikian di sisi lain disadari regularitas perilaku sosial walaupun. memiliki kemiripan (competable) dengan tegularitas yang terjadi pada gejala-gejala alam, namun memiliki tingkat keajekan yang tidak sama, dengan kata lain regularitas gejala-gejala sosial lebih rentan bila dibandingkan dengan gejala-gejala alam. Argumentasi di atas dapat dibuktikan dengan kenyataannya bahwa di dalam ilmu- ilmu alam terdapat peristiwa-peristiwa monoton dari objek yang diamati, sehingga peristiwa itu membentuk gejala rutin dalam fenomena alam. Namun peristiwa semacam itu tidak terdapat pada ilmu-ilmu sosial. Objek yang diamati oleh ilmu-ilmu sosial memiliki variasi gejala majemuk, dan ini pula yang menjadikan fenomena unik bagi ilmu-ilmu sosial serta diakui sebagai karakteristik yang memiliki keunggulan lebih terhadap ilmu-ilmu alam. Konsekuensinya ilmu-ilmu sosial memiliki kompleksitas metodologis yang lebih rumit (canggih) melebihi ilmu alam, terutama dalam hal menentukan, Konsep, reliabilitas, maupun validitas, Karena itu kajian tethadap objek-objek perilaku sosial memiliki keasyikan dan keunikan tersendiri yang tidak didapatkan pada kajian ilmu-ilmu alam pada umumnya. Masyarakat dan Kebudayaan " ‘et *TAMPAK * DAPAT DIAMATI * DAPAT DIKONSEPKAN + DAPAT DIUKUR Gampar 4 ‘Lincxur WitayaH PeNELITiAN KELMUAN SostaL? *Sanapiah Faisal, Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial. Surabaya: USANA, 1981, hal. 6, Lihat pula Burhan Bungin, ‘Metodologi Peneltian Sosial, Formatformat Kuantitatf dan Kualitatif, Surabaya: UAP, 2001. 42 METODOLOGI PENELITIAN KUAN Dari apa yang dijelaskan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa perilaku sosial yang memiliki gejala yang tampak, dapat diamati, dapat dikonsepkan, dan dapat diukur sebagai variabel-variabel yang muncul di masyarakat merupakan wilayah penelitian. kuantitatif, Sehubungan dengan itu, maka lingkup penelitian kuantitatif sebagaimana juga penelitian dalam keilmuan sosial dapat digambarkan sebagaimana dapat dilihat pada gambar di halaman sebelumnya. Masing-masing lingkaran berkotak di atas menggambarkan komponen-komponen di dalam sosial yang dapat memfokuskan diri pada hubungan intra di masing-masing komponen tersebut, misalnya hubungan antara: 1. Individu dengan individu. . Kelompok dengan kelompok. . Pranata dengan pranata. |. Masyarakat dengan masyarakat. . Kebudayaan dengan kebudayaan. wen Suatu penelitian sosial juga dapat mengonsentrasikan perhatiannya pada hubungan, antarkomponen, misalnya hubungan komponen: |. Individu dengan kelompok. . Individu dengan pranata sosial. . Individu dengan masyarakat. . Individu dengan kebudayaan. .Kelompok dengan pranata sosial. . Kelompok dengan masyarakat. . Kelompok dengan kebudayaan. . Pranata sosial dengan masyarakat, eerarwrene ). Pranata sosial dengan kebudayaan. 10. Masyarakat dengan kebudayaan. Penelitian sosial tidak saja berfokus pada hubungan antardua komponen, tetapi dapat lebih dari itu. Misalnya hubungan antarkomponen: 1. Individu, kelompok, dan pranata sosial. 2, Individu, kelompok, pranata sosial, dan masyarakat. 3. Individu, kelompok, pranata sosial, masyarakat, dan kebudayaan. 4. Kelompok, pranata sosial, dan masyarakat. 5. Kelompok, pranata sosial, masyarakat, dan kebudayaan, 6. Pranata sosial, masyarakat, dan kebudayaan. 7. Kelompok, masyarakat, dan kebudayaan. 8. Individu, pranata sosial, dan masyarakat. 9. Individu, pranata sosial, dan kebudayaan. 10.Individu, pranata sosial, masyarakat, dan kebudayaan. Pada dasamnya penelitian sosial meletakkan diri pada lingkup hubungan antarberbagai Komponen dalam anatomi kehidupan sosial. Kesemuanya berarah pada penemuan regularitas sosial sesuai konsep yang dihipotesiskan atau tidak dihipotesiskan dengan maksud mengujinya. FORMAT PENELITIAN KUANTITATIF Format penelitian kuantitatif dalam ilmu sosialtergantung pada permasalahan dan tujuan penelitian itu sendiri. Ada dua format peneltian kuantitatifberdasarkan paradigma dominan dalam metodologi penelitian kuantitatif, yaitu format deskriptif dan format eksplanasi. Kedua format ini dijelaskan sebagai berikut: 4 Dilihat dari peer Kuantitatif Pendekatan Penelitian i Penelitian i Kualitatif Gawpar 5 Format Peneuirian Kuantitatir at 5. Kelompok, pranata sosial, masyarakat, dan kebudayaan. 6. Pranata sosial, masyarakat, dan kebudayaan. 7. Kelompok, masyarakat, dan kebudayaan. 8. Individu, pranata sosial, dan masyarakat. 9. Individu, pranata sosial, dan kebudayaan. 10.Individu, pranata sosial, masyarakat, dan kebudayaan. Pada dasarnya penelitian sosial meletakkan diti pada lingkup hubungan antarberbagai Komponen dalam anatomi kehidupan sosial. Kesemuanya berarah pada penemuan regulartas sosial sesuai konsep yang dihipotesiskan atau tidak dihipotesiskan dengan maksud mengujinya. FORMAT PENELITIAN KUANTITATIF Format penelitian kuantitatif dalam ilmu sosial tergantung pada permasalahan dan. ‘tujuan penelitian itu sendiri. Ada dua format penelitian kuantitatif berdasarkan paradigma dominan dalam metodologi penelitian kuantitatif, yaitu format deskriptif dan format eksplanasi. Kedua format ini dijelaskan sebagai berikut: |_| SurveilPemasaran Nae] [Benen Deskeipsi Penelitian Kuantitatif Eksplanasi Kualitatif Penelitian | | 1 i t be ‘Ganmar 5 ForMat PaNELITIAN KUANTITATIF: FORMAT DESKRIPTIF * Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, mering- kaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut. Pada umummnya penelitian ini menggunakan statistik induktif untuk menganalisis data penelitiannya, Format deskriptif ini dapat dilakukan pada penelitian studi kasus dan survei, sehingga ada format deskriptif studi kasus atau format deskriptif survei. Format deskriptif studi kasus tidak memiliki ciri-ciri pemairan (menyebar di permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai variabel. Dari ciri yang demikian, memungkinkan studi ini dapat amat mendalam dan “menusuk” sasaran penelitian. Tentunya untuk mencapai maksud ini peneliti membutuhkan waktu yang relatif lama. Pada cirinya yang lain, deskriptif studi kasus merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peran yang amat penting dalam menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel sosial. Penelitian ini sesungguhnya hanya menggunakan kasus tertentu sebagai objek penelitian, atau sebuah wilayah tertentu sebagai objek penelitian, sehingga bersifat kasuistik terhadap objek penelitian tersebut. Format deskriptif survei memiliki ciri berlainan dengan studi kasus, tetapi sifatnya yang deskriptif membuat penelitian ini tidak jauh berbeda dengan studi kasus. Pada survei, citi pemairan ditonjolkan di hampir semua pengungkapannya, dan karena populasinya yang luas menyebabkan penelitian ini tidak mampu mencapai ke dalam data seperti dalam studi kasus. Ketidakmampuan ini menyebabkan survei bersifat dangkal, di permukaan dan hanya menguliti saja. Akan tetapi dengan survei memungkinkan kita menggeneralisasi suatu gejala sosial atau variabel sosial tertentu kepada gejala sosial atau variabel sosial dengan populasi yang lebih besar. Dengan survei juga memungkinkan kita mengadakan penelitian. dengan mengambil populasi yang amat besat. Karena populasi yang besar itu dimungkinkan pula peneliti menggunakan sampel guna meringankan penelitian. Akibatnya survei tidak mempertahankan keutuhan dari objek yang diteliti, karena responden sebagai kesatuan yang utuh tenggelam dalam analisis dan yang muncul bukanlah wajah responden — wajah per kasus — akan tetapi wajah keseluruhan populasi. Walaupun kedua format deskriptif di atas berbeda satu dengan yang lainnya, akan tetapi masing-masing memiliki kelebihan satu dengan lainnya sesuai kompetensinya; pada kasus di mana harus menggunakan penelitian studi kasus, akan tidak tepat apabila dilakukan penelitian survei. Begitu sebaliknya, pada masalah yang membutuhkan studi terbatas pada kasus tertentu saja, akan tidak tepat kalau digunakan penelitian survei. 45 KARAKTERISTIK PENELITIAN KUANTITATIF Survei tentu digunakan pada masalah-masalah yang membutuhkan studi dengan objek yangluas. Jadi, umpamanya pada kasus penularan penyakit kleptosirosis diJakarta, apabila perlu dilakukan penelitian untuk memastikan hubungan antara tikus dan penyebaran penyakit kleptosirosis, maka penelitian yang dilakukan lebih bersifat studi kasus, karena hanya terbatas pada kasus penyakit tersebut dan pada daerah-daerah bangir di Jakarta saja. Namun pada masalah penyebaran narkoba yang diestimasikan telah menyebar ke seluruh Indonesia dan telah menyebar pula ke berbagai lapisan masyarakat, maka apabila ingin meneliti masalah narkoba di Indonesia, untuk mengetahui bagaimana pola penyebarannya di masyarakat secara luas, maka penelitiannya bersifat survei dengan menggunakan objek- objek penelitian yang sangat luas dengan berbagai variabel yang harus dilthat pula. Kalau dilihat dari bentuk unit yang diteliti dari kedua format deskriptif di atas, maka unit-unit itu dapat dipisahkan seperti pada Tabel 1. ‘Tape. 1 ‘Unt-unrr vane Drreum DALAM ForMaT DESkRIPTIF ‘UNIT YANG DITELITI come INDIVIDU KELOMPOK DESKRIPTIF Survei/Pemairan sq) KS (2) ‘Studi Kasus SKLG) SKK (4) Keterangan: Kolom 2 adalah individu dan Format Penelitian Kolom 3 adalah kelompok dan Format Penelitian Unit-unit survei adalah individu (IS-1) dan kelompok (KS-2). Individu sebagai unit sutvei dimaksud sebagai bagian dari populasi dan merupakan bagian yang utuh dari objek penelitian, Dalam ungkapan penjelasan nanti, yang ditonjolkan adalah potret keseluruhan populasi karena individu telah larut dalam populasi yang diwakilinya. Kelompok sebagai unit survei mengandung arti fleksibel, bisa jadi kelompok adalah satu sekolah, satu desa, beberapa desa, satu kota madya, beberapa kabupaten, atau beberapa provinsi, bahkan mungkin pula sebuah negara, tergantung bagaimana orang mengonsepsi kelompok dalam penelitian itu. Bagi kelompok yang besar, terdiri dari beberapa kelompok kecil 46 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE yang kemudian larut dalam analisis, sedangkan yang ditonjolkan adalah profil umum dari kelompok secara keseluruhan yaitu kelompok sebagai populasi. Unit-unit yang diteliti studi kasus adalah individu (SKI-3) dan kelompok (SKK-4). Unit individu yang dimaksud adalah masalah-masalah individu, orang-orang. Sedangkan unit kelompok pada survei yaitu dapat satu kelompok, keluarga, satu desa, satu kecamatan, beberapa kecamatan, beberapa kota madya, dan seterusnya, tergantung dari konsep kelompok yang digunakan. Sehingga nantinya ada; studi kasus kabupaten Sidoarjo; studi kasus petani tebu, studi kasus pedagang ayam, studi kasus Watini Perempuan Janda dari Kampung Malang, dan sebagainya. FORMAT EKSPLANASI Format eksplanasi dimaksud untuk menjelaskan suatu generalisasi sampel tethadap populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh satu variabel dengan vatiabel yang lain. Karena itu penelitian eksplanasi menggunakan sampel dan hipotesis. Untuk menguji hipotesis digunakan statistik inferensial. Beberapa pakar mengatakan format eksplanasi digunakan untuk mengembangkan dan menyempurnakan teori. Juga dikatakan penelitian eksplanasi memiliki kredibilitas untuk mengukur, menguji hubungan sebab-akibat dari dua atau beberapa variabel dengan menggunakan analisis statistik inferensial itu. Penelitian dengan format eksplanasi ini dapat dilakukan melalui survei dan eksperimen. Dengan demikian, ada format eksplanasi survei dan format eksplanasi eksperimen. Eksplanasi survei berbeda dengan deskriptif survei walaupun sama-sama survei. Lazimnya format deskriptif survei tidak menggunakan sampel penelitian, karena itu format ini secara mutlak tidak menggunakan hipotesis penelitian, tetapi penggunaan hipotesis dalam kegiatan pengumpulan data merupakan suatu keharusan, Kemudian deskriptif survei tidak ditujukan untuk mencari hubungan sebab-akibat dari variabel dan karena itu di dalam analisis data cukup hanya menggunakan statistik deskriptif, sedangkan pada format eksplanasi menggunakan statistik inferensial. Pada format eksplanasi survei, peneliti diwajibkan membangun hipotesis penelitian dan mengujinya di lapangan karena format penelitian ini bertujuan mencari hubungan sebab-akibat dari variabel-variabel yang diteliti, dengan demikian statistik inferensial merupakan alat utama dalam analisis data. Kemiripan utama dari kedua survei ini sebagaimana yang dijelaskan di atas, terletak pada keduanya memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang tidak mendalam, bersifat di permukaan saja dengan sebanyak-banyaknya data yang dapat ditekam, sehingga beberapa ahli mengatakan survei memiliki sifat pemairan, yaitu aktivitas yang bergerak di permukaan. Format eksplanasi eksperimen selain memiliki sifat-sifat yang ada pada eksplanasi survei juga lebih laboratoris, dalam arti bahwa eksperimen mengutamakan cara-cara memanipulasi objek penelitian yang dilakukan sedemikian rupa sesuai dengan format penelitian yang diinginkan, Paling tidak ada dua variabel utama yang menjadi perhatian eksplanasi eksperimen, yaitu variabel yang tidak dimanipulasi dan variabel yang di- manipulasi, Untuk mengontrol hasil eksperimen biasanya digunakan pula variabel kon- trol untuk mengontrol pengaruh dari kedua variabel utama yang eksperimen tersebut. Didalam proses eksperimen, variabel-variabel yang diteliti diberi materi yang sama (atau berbeda), sedangkan variabel kontrol diberi materi plus, kemudian diobservasi perubahan yang terjadi akibat materi-materi tersebut. John Stuart Mill pada tahun 1872 menulis buku yang berjudul Metode Penemuan Eksperimental. Dalam karya itu ia menulis antara lain yang terkenal sebagai Metode Perbedaan. Mill mengatakan bahwa kalau pada keadaan yang diteliti terjadi suatu fenomena tertentu sedangkan keadaan lain tidak muncul fenomena yang sama, padahal kedua keadaan tadi serba sama dalam segala hal, kecuali dalam satu elemennya, maka fenomena yang terjadi itu karena elemen tadi? Eksperimen dapat pula dilakukan dengan dua variabel.! Umpamanya pengukuran tentang efektivitas siaran iklan dalam meningkatkan pengetahuan pemirsa tethadap sebuah produk. Untuk itu dipilih dua lokasi pemirsa iklan yang memiliki citi signifikan, terhadap pengetahuan produk yang akan dieksperimen, kurang lebih sama. Satu lokasi pemirsa iklan sebagai kelompok eksperimen dan satu lokasi pemirsa iklan lainnya sebagai kelompok pembanding, Kedua lokasi tersebut diwawancarai dua kali, yang satu diselingi dengan penjelasan tentang produk yang diiklankan tersebut, sedangkan yang satu lagi tidak diselingi penjelasan. Hasilnya dibandingkan untuk mengetahui apakah stimulus eksperimen memberikan pengaruh atau tidak terhadap tingkat pengetahuan pemirsa terhadap produk itu. Penggunaan sampel dalam format eksplanasi, baik sampel eksperimen (utama) maupun sampel kontrol, dilakukan dengan random. Cara ini dimaksud agar sampel mengandung nilai representatif yang dapat dipertanggungjawabkan untuk dilakukan generalisasi sedangkan ukuran besar-kecil sampel tergantung permasalahan apa yang hendak dieksperimenkan. Dilihat dari unit-unit yang akan diteliti dalam format eksplanasi maka unit-unit tersebut dapat dibagi seperti pada Tabel 2. * Sanopiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya: USANA, 1982. Hal. 77-78. * Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survel, Jakarta: LP3ES, 1989. Hal. 45, Tape 2 ‘Unrr-untr YANG Drrettrl DALAM FORMAT EKSPLANASt UNIT YANG DITELITL K Fontan! INDIVIDU KELOMPO! DESKRIPTIE 1 2 3 | | Survei/Pemairan shi SK2 Eksperimen ELS. EK-4 Konsep unit (individu dan kelompok) yang diteliti pada eksplanasi survei/pemairan sama pengertiannya seperti pada deskriptif survei/pemairan, hanya karena ciri kedua survei ini berbeda maka berbeda pula di dalam tinjauan tentang apa yang akan diteliti, baik unit individu maupun unit kelompok. Pada eksplanasi eksperimen terdapat dua unit yang diteliti yaitu individu dan kelompok. Tetapi karena sifatnya yang laboratoris, maka unit penelitian yang besar dari ke-lompok dalam arti luas akan menyulitkan bagi penelitian eksperimen dan juga kemungkinan bias akan semakin sulit dihindari. Karena dari dua unit yang diteliti pada format eksplanasi eksperimen tersebut di atas, akan muncul bermacam-macam permasalahan sekaligus menjadi sangat majemuk sesuai dengan rencana eksperimen yang diinginkan. RAGAM PENELITIAN KUANTITATIF Ragam jenis penelitian, dapat dilakukan dengan mudah apabila sudah diketahui dari segi mana peneliti menggolongkan penelitian tersebut. Para ahli umumnya membuat ragam penelitian sosial seperti yang digambarkan dalam Tabel 3. Suatu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa ragam penelitian ini dirancang sebesar mungkin guna menghindari terjadinya tumpang-tindih antara ragam satu dengan lainnya. Sebab kalau hal tersebut terjadi, maka akan membingungkan orang dalam membedakan ragam satu dengan lainnya, terutama oleh peneliti-peneliti pemula, Walau demikian, kategorisasi tersebut tidak harus mutlak diikuti karena biarpun hal ini telah diupayakan pemilahan sedemikian rupa, tetapi pada aplikasinya penggabungan satu-dua ragam penelitian memungkinkan dilakukan untuk mempaskan satu model penelitian dengan masalah yang dihadapinya. Taner 3 RaGam PeNeurrtan KuaNTITATE ‘Menurur Jenis Penccotoncan [xo] PENGGOLONGAN MENURUT RAGAM PENELITIAN 1 | Tajuan a. Eksplorai bs. Pengembangan ¢. Verifikasi 2 | Pondekatan 1. Longtainal ’, Cross-setional «. Keantitaif . Survei Assessment £ Bvaluast Action Research 3. | Tempar a. Litnary i. Laboratorium Field 4. | Tempar a. Library '. Laboratorium Field eH __——_—_ + Su ___} 5. | Bidang tina » | a. Pendidikan b. Agama c. Manajemen. 4. Kommunikasi e, Administeast & Bahasa g Hukum hi. Sejarah, i. Antropologi 5. Sosiologi 1, Fisafat, dsb 6. | ThrafPenelitian a. Deskriptif| b. Eksplanasi 1. | Saat Tera Variabel a. Historis . Ekspos-Fakro Eksperimen Kemungkinan tumpang tindih ragam dan jenis penelitian akan terjadi, disebabkan keburuhan tujuan dan rumusan masalah penelitian yang semakin kompleks akibat dari gejala dan variabel penelitian di masyarakat yang semakin multikompleks. Misalnya pada Penelitian survei, dapat juga penelitian ini berbentuk studi kasus, karena survei hanya dilakukan pada kasus tertentu, atau survei pemairan, bertujuan eksplorasi, dilaksanakan dikancah, dapat bersifat penelitian murni atau juga terapan, dan sebagainya. Berkembangnya ragam penelitian semacam di atas dapat juga terjadi pada penggolongan dan jenis penelitian lainnya, tergantung pada tujuan dan permasalahan penelitiannya. Hal ini disebabkan karena metode penelitian haruslah merujuk pada tujuan dan permasalahan penelitiannya. Kesimpulannya metode penelitian hanyalah alat yang dipilih ketika peneliti sudah memiliki masalah penelitian tertentu, bukan sebaliknya bahwa metode penelitian dipilih sebelum peneliti memahami masalah penelitian yang akan dihadapinya. RAGAM MENURUT TUJUAN PENELITIAN EKSPLORASI ‘Teman penulis seorang manager makanan cepat saji Pizza Pasta yang waktu itu ber- tempat dilantai lima Tunjungan Plasa Surabaya, bercerita kepada penulis, pada tahun 1999 ia ingin membuka cabang Pizza Pasta di Sidoarjo. Namun untuk sebuah bisnis semacam ini, ia harus hati-hati serta membutuhkan berbagai informasi sehubungan dengan lokasi dimana ia harus membuka usaha baru itu, namun pada waktu itu, ia tak cukup memiliki informasi mengenai pola belanja masyarakat Sidoarjo, ia pun tak memiliki informasi mengenai tingkat pembelian masyarakat Sidoarjo khususnya yang ada di kota Sidoarjo sendiri. Tidak adanya informasi ini disebabkan karena belum adanya sebuah pusat data bisnis yang melayani setiap kebutuhan masyarakat untuk memulai usaha di Sidoarjo, karena hal ini menjadi tabiat hampir seluruh kota di Indonesia. Menghadapi persoalan ini, maka ia harus melakukan penelitian sendiri untuk menemukan informasi ataupun data yang ia inginkan untuk keperluan bisnisnya itu, maka ia pun melakukan bersama timnya. Penelitian semacam ini dinamakan penelitian eksploratif karena masalah yang diteliti adalah permasalahan yang belum pernah dijejaki, belum pernah diteliti orang lain, begitu pula objek penelitian adalah wilayah yang masih baru untuk hal yang akan diteliti tersebut, sehingga walaupun dalam keadaan yang sangat miskin informasi, atau keadaan yang masih “tertutup” informasi, peneliti eksplorasi tetap berusaha menemukan atau mengungkap permasalahan yang sedang dibutuhkan atau akan diteliti tersebut. PENELITIAN PENGEMBANGAN Penelitian pengembangan adalah penelitian yang ditujukan untuk mengembangkan temuan-temuan penelitian atau teori-teori sebelumnya, baik untuk keperluan ilmu murni maupun ilmu terapan dan sebagainya. Misalnya, pada penelitian sebelumnya telah ditemukan, ada pengaruh antara variabel politik tethadap variabel moneter, maka perlu dikembangkan untuk memahami apakah variabel moneter ini dipengaruhi oleh variabel politik secara merata di setiap negara, atau pada negara-negara dengan karakteristik tertentu saja, dan sebagainya. Penelitian semacam ini dinamakan dengan penelitian, pengembangan. PENELITIAN VERIFIKASI Yang dimaksud dengan penelitian verifikasi dalam penelitian kuantitatif, adalah ‘umpamanya beberapa waktu yang lalu telah dilakukan penelitian tentang hubungan antara perilaku sadisme ci masyarakat dan penayangan berita, dan gambat-gambar kekerasan di media televisi. Kemudian pada tahun ini orang lain melakukan penelitian tentang masalah yang sama pada tempat atau wilayah yang sama pula dengan maksud untuk memverifikasi kebenaran hasil penelitian sebelumnya, maka penelitian dengan maksud seperti penelitian terakhir itu disebut penelitian verifikasi. Penelitian verifikasi dalam konsep kuantitatif ini berbeda dengan penelitian verifikasi dalam pengertian kualitatif di mana perbedaan utamanya adalah pada bagaimana data dan teori digunakan oleh peneliti, RAGAM MENURUT PENDEKATAN PENELITIAN LONGITUDINAL Sering pula peneliti menggunakan waktu cukup lama dan proses-proses penelitian. yang teliti untuk meneliti sebuah gejala yang terus berlangsung. Penelitian semacam ini disebut dengan penelitian longitudinal. Kasus penelitian semacam ini umpamanya apabila peneliti ingin mengetahui perkembangan karier dosen di sebuah perguruan tinggi, mulai dari ia mendaftar sebagai dosen, diterima, bekerja sebagai dosen, sampai ia menduduki jabatan tertinggi sebagai Guru Besar di perguruan tinggi, hingga ia pensiun, Maka penelitian yang dilakukan harus dimulai sejak dosen tersebut diterima di perguruan tinggi sampai saat penclitian dilakukan, hingga dosen yang bersangkutan pensiun. Berturut- turut setiap tahun perkembangan karier dosen tersebut dicatat. Kalau peneliti melakukan. Pencatatan awal pada bulan Maret dalam tahun tertentu, maka pencatatan berikutnya juga harus dilakukan pada bulan yang sama, schingga kondisinya sama dan seterusnya setiap tahun dilakukan pencatatan tersebut, sampai pada tahun yang diinginkan, Longitudinal adalah penelitian yang memerlukan waktu yang lama serta tenaga dan biaya yang banyak selama penelitian dilakukan, sehingga kebanyakan peneliti menganggap penelitian ini kurang efisien. Apalagi kalau peristiwa-peristiwa tertentu yang tidak diinginkan melanda objek penelitian seperti objek meninggal dunia atau objek penelitiannya rusak ditelan waktu, objek beralih profesi, mungkin peneliti sendiri yang meninggal dunia, atau karena sesuatu hal peneliti tidak mampu lagi meneruskan kegiatan penelitian ini, maka hal-hal tersebut merupakan kondisi-kondisi buruk dari penelitian longitudinal di mana peneliti sendiri tak bisa mengendalikannya. 52 METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIE, PENELITIAN CROSS-SECTIONAL Kadang kala penelitian tidak menggunakan objek penelitian yang sama serta waktu penelitian yang bersamaan pula. Mengacu pada contoh di atas tentang perkembangan karier dosen di perguruan tinggi, maka peneliti melakukan pencatatan tentang perkembangan karier dosen-dosen di perguruan tinggi tempat penelitian ini secara serentak, yaitu dosen yang telah mengabdi selama 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, sampai dengan dosen yang paling lama mengabdi di perguruan tinggi tersebut. Pencatatan perkembangan karier dosen semacam ini dapat dilakukan dengan cepat sehingga data dapat dikumpulkan dengan tidak membuang banyak waktu. Sesuatu yang mungkin penting dan perlu mendapat perhatian karena walaupun objek. penelitian cross-sectional berbeda-beda (hal ini tidak sama dengan penelitian longitudinal) yang perlu diingat bahwa seseorang atau kelompok, satu tahun yang akan datang mungkin. ada perbedaan.’ Begitu pula, apabila dihubungkan dengan cara pengambilan data secara terus-menerus, maka penelitian cross-sectional merupakan kompromi antara one-shot ‘method (menembak satu kali terhadap kasus) dan longitudinal method (menembak beberapa kali terhadap kasus yang sama) § PENELITIAN SURVEIL Sering kali ketika seseorang menjelaskan penelitian survei hampir tumpang tindih. dengan penjelasan penelitian kuantitatif survei. Pada kasus-kasus tertentu kadang kala orang mengartikan sama antara keduanya karena sifatnya yang sama. Akan tetapi biasanya penelitian survei hanya menggunakan kuesioner dan hanya berkisar pada ruang lingkup, seperti: 1. Citi-ciri demografis masyarakat. 2. Lingkungan sosial mereka, 3. Aktivitas mereka. 4, Pendapat dan sikap mereka." Std. ® Scavia B. Inderson, et al: “Encyclopedia” or educational evaluation” Jissy — Bass, London, 1975, p. 229. Dikutip dari Suiharsimi Arikunto, Ibid, hal. 8 * Moser, C.A., Survei Method in Social Investigation, London, Heineman, 1969. Dikutip dari Masti Singarimbun dan Sofian Effendi, Op.Cit, hal. 8, dalam Burhan Bungin, Metodologi Peneliian Sosial: Format Kuantitatf dan Kualitatif, Surebeye: AUP, 2001. Hal. 30. 53 \KTERISTIK, PEN ELITIAN, KUANTITATIF Sedangkan penelitian kuantitatif survei, selain masuk dalam pengertian penelitian survei juga dimiaksudkan memiliki sifat pemairan, dan umumnya digunakan untuk menarike kesimpulan sampel terhadap populasi sehingga dipastikan menggunakan hipotesis dan alat statistik dalam analisis data. PENELITIAN ASSESSMENT Saat ini assessment telah berkembang menjadi sebuah penelitian tersendiri, sebelum. beberapa waktu yang lalu hanya menjadi sebuah pendekatan saja. Penelitian assessment berkembang menjadi bentuk penelitian yang unik dan menarik Khususnya pada penelitian proyek. Hal yang menonjol dari penelitian assessment adalah keterlibatan peneliti mulai dari awal pelaksanaan proyek sampai proyek selesai dilaksanakan. Kualitas dan kredibilitas peneliti assessment dituntut seperti yang ada pada penelitian kualitatif, Namun karena sifat penelitian assessment yang mengutamakan “menilai” semua aspek proyek itu, maka assessment tidak begitu lentur dan fleksibel seperti penelitian kualitatif. Di samping itu, karena assessment menggunakan frame of reference, yaitu pedoman tata laksana proyek, atau pedoman pelaksanaan proyek, maka kadang assessment juga dapat digunakan sebagai penelitian kuantitatif atau paling tidak menggunakan alat-alat ukur kuantitatif untuk digunakan dalam analisis assessment. Namun assessment sejak semula dapat dirancang secara kuantitatif apabila penilaian-penilaian proyek menghendaki penelitian kuantitatif, dengan demikian disimpulkan bahwa assessment dapat digunakan: dengan format kualitatif maupun format kuantitatif. PENELITIAN EVALUATIF Hampir sama dengan assessment, penelitian kualitatif juga memiliki sifat menilai sehingga kebanyakan orang menyamakan penelitian evaluatif. dengan penelitian assessment. Namun kedua penelitian itu memiliki perbedaan yang prinsipiil, terutama pada cara kerja sama dan keterlibatan peneliti masing-masing. Pada penelitian evaluatif, tidak selalu membutuhkan keterlibatan peneliti mulai dari awal pelaksanaan proyek sampai akhir pelaksanaan proyek. Namun pada penelitian assessment keterlibatan penelitian sejak awal pelaksanaan proyek merupakan kebutuhan utama peneliti untuk dapat menilai proyek dengan sebaik-baiknya. Peneliti evaluatif dapat memulai penelitian di tengah-tengah proses pelaksanaan. proyek atau program, tetapi peneliti assessment akan mengalami kendala serius apabila tidak mengikuti langsung dari awal sampai akhir pelaksanaan proyek tersebut. Secara ‘umum penelitian evaluatif ingin menjawab pertanyaan; sampai sejauh mana proyek telah tercapai sesuai dengan perencanaan yang dilakukan sejak awal pelaksanaan proyek. Kegiatan evaluatif sendiri dapat saja dilakukan pada tahap evaluasi proyek, dengan 54 METOPOLOGI PENELITIAN Ku/ mempelajari kegiatan formulasi dan implementasi kegiatan proyek itu sendiri. Sedangkan penelitian assessment mencoba menemukan berbagai persoalan yang akan terjadi di setiap tahap pelaksanaan proyek. Seperti apa yang terjadi ketika proyek berada pada tahap formulasi, kemudian pada tahap sosialisasi, tahap implementasi, tahap evaluasi, dan tahap terminasi. PENELITIAN AKSI (ACTION RESEARCH) ‘Ada sebuah gejala sosial yang berlangsung dalam waktu yang cukup panjang dan lama, namun pula membutuhkan keterlibatan peneliti dalam kegiatan tersebut. Jadi umpamanya pada kasus-kasus praktik dokter di mana dokter membutubkan pengalaman langsung untuk memperbaiki pelayanan puskesmas tethadap masyarakat terisolasi, atau pada kasus seorang guru mata pelajaran matematika yang ingin mengefektifkan metode pengajarannya sehingga ia perlu terlibat langsung dalam risetnya. Atau sebuah perusahaan farmasi yang ingin terus menyempurnakan formula antibiotika influenza sehubungan dengan spektrum virus influenza yang terus berkembang, maka peneliti formula influenza membutuhkan pengamatan-pengamatan langsung terhadap efektivitas formula yang sudah dihasilkan di setiap edisi. Jadi Action Research lebih mengutamakan fokus pendekatannya pada hal-hal yang praktis. Kadang ada kebingungan untuk membedakan penelitian aksi dengan penelitian evaluatif. Namun kedua penelitian itu dapat dibedakan secara prinsipil di mana penelitian. evaluasi hanya dilakukan pada tengah atau akhit proyek, tetapi penelitian aksi dilakukan sepanjang proyek dengan keterlibatan peneliti yang signifikan, peneliti terus-menerus mencari kelemahan-kelemahan untuk suatu penyempurnaan, dengan menekankan proses trial and error sebagai metode utama dalam penelitian tersebut. Sedangkan penelitian evaluasi peran peneliti untuk mengevaluasi dan melaporkan hasil penelitiannya, ia tidak memiliki kapasitas untuk melakukan penyempurnaan proyek karena bisa jadi ia orang luar yang dibayar untuk kegiatan evaluasi itu. Di dalam pendidikan, Action Research ini juga sering digunakan pada penelitian untuk melihat perubahan peserta didik atau yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar di sekolah dan variabel-variabel yang berhubungan dengannya. Salah satu contoh kita namakan Action Research dengan penelitian tindakan kelas (PTK). Secara teratur peneliti meneliti variabel-variabel yang terjadi di dalam kelas atau di dalam proses belajar-mengajar, kemudian melakukan pengukurannya secara bertahap, lalu diberikan tindakan, lalu di amati kembali dampak dari tindakan itu, kemudian dilakukan, tindakan ulang. Hal ini dilakukan terus-menerus dan setiap tindakan dan pengamatan merupakan satu rangkaian penelitian yang boleh dilaporkan sampai pada tindakan berikutnya dan penelitian berikutnya untuk menghasilkan satu laporan penelitian yang lain. Secara substansi PTK bukan penelitian sembarangan, karena PTK memiilikikenario rancangan penelitian yang besar, kemucian dipecah-pecah berdasarkan pada sub-sub masalah tertentu. Jadi, di antara PTK yang satu dan yang lain seharusnya terkait satu dengan lainnya, sehingga akhirnya dapat menjawab skenatio rancangan penelitian yang lebih besar. Jadi umpamanya, sekolah ingin menguji efektifivitas penggunakan alat bantu belajar pada mata pelajaran bahasa di sekolah-sekolah SLTP di sebuah kabupaten sebagai lokasi penelitian, terutama pada siswa laki-laki dan perempuan, jadi skenario waktu penelitiannya adalah tiga tahun dilakukan di kabupaten itu. Jad setiap semester ada penelitian yang dilakukan oleh guru-guru bahasa di sekolah, baik bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Arab, dan sebagainya di setiap sekolah di kabupaten di maksud. Penelitian yang harus dilakukan adalah umpamanya, pada efektivitas alat bantu belajar, metode yang digunakan, kompetensi guru, minat pelajar, lingkungan belajar, dan jenis kelamin pelajar, Semua penelitian diberi tindakan sebagai objek utama penelitian kemudian diukur pengaruh atau efektivitasnya dan sebagainya, Pada bagian-bagian penelitian tersebut dapat dikatakan sebagai satu penelitian tindakan kelas (PTK), namun apabila rangkaian penelitian itu di gabung satu persatu, maka akan menjawab skenario penelitian yang besar seperti yang dijelaskan di atas, Skenario penelitian itu pun tak akan berhenti sampai di situ, karena sifat PTK sebagai Action Risearch terus-menerus dilakukan dari satu masalah ke masalah lain yang aktual. RAGAM MENURUT TEMPAT PENELITIAN KEPUSTAKAAN (LIBRARY RESEARCH) Penelitian dapat pula dilakukan di perpustakaan, penelitian yang dilakukan di perpustakaan ini mengambil setting perpustakaan sebagai tempat penelitian dengan objek penelitiannya adalah bahan-bahan kepuistakaan. Dengan demikian penelitian ini hanya mengambil perpustakaan sebagai kancah penelitiannya. Peneliti berhadapan dengan berbagai macam literatur sesuai tujuan dan masalah yang akan dan sedang diteliti. Penelitian kepustakaan ini menghasilkan kesimpulan tentang kecenderungan sebuah teori digunakan dari waktu ke waktu, petkembangan sebuah’ paradigma, dan pendekatan ilmu pengetahuan tertentu. Penelitian ini apabila dilaksanakan dengan baik, akan mampu menghasilkan sebuah hasil penelitian tentang perubahan sebuah objek penelitian teoretis sejak beberapa waktu yang lampau sampai saat ini. Kelemahan penelitian kepustakaan. adalah tidak semua objek penelitian yang ada di masyarakat terekam dan tersimpan di Perpustakaan. Kendati saat ini telah tersedia berbagai macam bentuk media penyimpanan, 56 METOPOLOGI PENELITIAN, KUANTITATIE bahan pustaka seperti Library Online, CD-ROM, DVD, micro film, dan sebagainya. Tradisi menyimpan dan merawat bahan-bahan pustaka di setiap masyarakat memengaruhi kelancaran penelitian di perpustakaan ini. PENELITIAN LABORATORIUM (LABORATORY RESEARCH) Penelitian dapat pula dilakukan di laboratorium, penelitian-penelitian laboratoris lebih banyak dilakukan oleh ilmu-ilmu alam dan pada kenyataannya ilmu pengetahuan alam lebih dulu menggunakan penelitian seperti ini. Namun, setelah ilmu pengetahuan, sosial mengenal laboratorium sebagai salah sacu tempat studinya, maka dikembangkan pula penelitian laboratoris pada ilmu-ilmu sosial. Penelitian laboratoris pada ilmu sosial, menggunakan objek-objek manusia sebagai sasaran penelitian dan laboratorium ilmu sosial memiliki substansi yang relatif berbeda dengan ilmu alam, di mana manusia tetap dilihat tidak saja sebagai objek penelitian, akan tetapi juga dilihat sebagai subjek penelitian. Karena itu rekayasa-rekayasa manusia di dalam laboratorium bukan terletak pada material manusia, namun pada hubungan- hubungan sosial manusia. Dengan demikian dalam ilmu-ilmu sosial laboratorium bisa berupa kelas, kelompok sosial, organisasi, keluarga, dan semacamnya. PENELITIAN KANCAH (FIELD RESEARCH) Umumnya dalam ilmu-ilmu sosial kita kenal penelitian kancah yaitu penelitian yang paling sering dilaksanakan pada berbagai cabang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial. Kancah adalah juga masyarakat yang dimaksud sebagai laboratorium “raksasa” yang penuh dengan seribu satu fenomena dan masalah yang tak kunjung habisnya. Semakin kompleks kancah, semakin banyak pula fenomena dan masalah yang dapat dipelajari darinya. Dalam ilmu-ilmu sosial, kancah merupakan bagian terbesar dari berbagai bentuk penelitian yang telah dikembangkan dan karena kancah dihuni oleh masyarakat maka dapat dipastikan bahwa keseluruhan penelitian kancah berhubungan dengan pranata dan budaya serta pengalaman hidup masyarakat, kelompok, dan individu. RAGAM MENURUT PEMAKAIAN PENELITIAN MURNI (PURE RESEARCH) Disebut dengan penelitian murni karena penelitian ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembangkan teori tertentu dalam konteks keilmuan. Pure research dimaksud pula sebagai sebuah penggolongan penelitian untuk mengembangkan salah satu cabang ilmu pengetahuan dan hasil penelitiannya tidak dimaksud untuk diaplikasikan di masyarakat, karena itu pula pure research biasanya dilakukan pada ilmu-ilmu murni pula, seperti matematika, fisika, ilmu ekonomi, antropologi, sosiologi, dan sebagainya. PENELITIAN TERAPAN (APPLIED RESEARCH) Disebut penelitian terapan karena penelitian ini digunakan untuk mengaplikasikan teori di masyarakat, Karena itu penelitian terapan adalah penelitian yang langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebagaimana pula namanya maka penelitian ini biasanya digunakan pada ilmu-ilmu terapan, seperti elektronika, kedokteran, pendidikan sekolah, Pekerjaan sosial (social worker), advokat, kebijakan publik, kebijakan bisnis, komunikasi publik, manajemen, keuangan, dan sebagainya. RAGAM MENURUT BIDANG ILMU Penelitian dapat pula digolongkan berdasarkan cabang masing-masing bidang ilmu. Kendatisecara substansi semua bidang ilmu memiliki ragam metode penelitian yang sama, di mana kaidah penelitian menggunakan kaidah proses penelitian ilmiah, Namun setiap cabang ilmu memiliki kekhasan metodologis yang disesuaikan dengan kekhasan bidang imu tersebue, karena itu semakin banyak bidang ilmu pengetahuan maka semakin banyak pula khazanah metodologi penelitian yang spesifik. Khazanah spesifik metodologi penelitian sesuai dengan bidang ilmu itu disebabkan karena objek atau ruang lingkup setiap ilmu pengetahuan berbeda-beda dengan demikian maka penggolongan metode penelitian juga dikhususkan sesuai dengan objek dan ruang lingkup ilmu tersebut. Sesuiai dengan penjelasan di atas, maka sesungguhnya penelitian sosial beragam bentuknya seperti: penelitian pendidikan, agama, manajemen, komunikasi, kebijakan Publik, bahasa, hukum, kesejahteraan sosial (social welfare), antropologi, sosiologi, filsafat, dan sebagainya, baik itu ilmu murni maupun ilmu terapan. RAGAM MENURUT TARAF PENELITIAN Penelitian sosial khususnya kuantitatif dilihat dari taraf atau formatnya di mana penelitian itu akan dilakukan maka penelitian kuantitatif. ‘dapat dibagi menjadi dua yaitu kuanticatif deskripeif dan kuantitatif eksplanasi. Penelitian kuantitatif deskriptif dimaksud, hanya untuk menggambarkan, menjelaskan, atau meringkaskan berbagai kondisi, situasi, fenomena, atau berbagai variabel penelitian menurut kejadian sebagaimana adanya yang dapat dipotret, diwawancara, diobservasi, serta yang dapat diungkapkan melalui bahan- bahan dokumenter, Sedangkan penelitian kuantitatif eksplanasi yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari berbagai variabel yang timbul di masyarakat, yang menjadi objek Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang karena tujuannya maka ia harus menggunakan hipotesis penelitian untuk diuji dengan statistik. Penelitian ini 58 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE, pula umumnya menggunakan sampel penelitian untuk dilakukan generalisasi terhadap populasi, Dalam khazanah metodologi penelitian di Indonesia dan di berbagai masyarakat perguruan tinggi di dunia, ragam penelitian kuantitatif ini adalah salah satu dari paradigma metodologi yang paling banyak dianut di samping paradigma metodologi kualitatif. RAGAM MENURUT TERJADINYA VARIABEL PENELITIAN HISTORIS Pada umumnya penelitian historis bertujuan mendeskripsikan hal-hal yang telah terjadi di masa lalu. Proses penelitian ini menggunakan kaidah dan prosedur penelusuran, pencatatan, analisis, dan menginterpretasikan kejadian-kejadian masa lalu guna menemukan generalisasi yang bertujuan untuk menjelaskan masa lalu (itu sendiri), juga masa kini, dan secara terbatas berguna untuk mengantisipasi hal-hal yang akan datang, berdasarkan pada tren-tren historis yang pernah terjadi pada masalah yang sedang dan akan diteliti. PENELITIAN EKSPOS-FAKTO Apabila penelitian bertujuan mengekspos kejadian-kejadian yang sedang berlangsung maka itu disebut penelitian ekspos-fakto. Pada penggolongan penelitian, jenis penelitian ini dibedakan dengan penelitian deskriptif, namun dalam aplikasi, kedua penelitian itu memiliki kemiripan yang sama. PENELITIAN EKSPERIMEN Apabila penelitian bertujuan meramalkan dan menjelaskan hal-hal yang terjadi atau yang akan terjadi di antara variabel-variabel tertentu melalui upaya manipulasi atau pengontrolan variabel-variabel tersebut atau hubungan di antara mereka, agar ditemukan hubungan, pengaruh, atau perbedaan salah satu atau lebih variabel, maka penelitian yang demikian ini disebut penelitian eksperimen. Upaya untuk memanipulasi variabel penelitian dalam penelitian eksperimen adalah kekhasan utama proses-proses penelitian eksperimen. Sehubungan dengan itu penelitian ini menggunakan berbagai rancangan eksperimen untuk mengukur hubungan, pengaruh, atau perbedaan variabel-variabel sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, PROSES PENELITIAN KUANTITATIF Masing-masing peneliti mendefinisikan proses penelitian kuantitatif melalui aktivitas yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Proses penelitian yang dimaksud adalah kerangka kerja peneliti yang dimulai dari masalah sampai laporan penelitian. Walaupun pada dasarnya ada perbedaan yang tidak prinsip, maka substansi proses penelitian kuantitatif terdiri dari aktivitas yang berurutan sebagai berikut: + Mengeksplorasi, perumusan, dan penentuan masalah yang akan diteliti. . Mendesain model penelitian dan parameter penelitian, . Mendesain instrumen pengumpulan data penelitian. - Melakukan pengumpulan data penelitian. . Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. . Mendesain laporan hasil penelitian. AwVPene Penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan menjajaki permasalahan yang akan, menjadi pusat perhatian peneliti. Kemudian peneliti mendefinisi serta memformulasikan. masalah penelitian dengan jelas dan sehingga mudah dimengerti. Setelah masalah penelitian diformulasikan, maka didesain rancangan penelitian yaitu desain model penelitian. Desain inilah yang nantinya menuntun pelaksanaan penelitian secara keseluruhan mulai dari awal sampai akhir penelitian. Agar peneliti dapat melakukan pengumpulan data penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka perlu didesain instrumen pengumpulan penelitian yang sesungguhnya merupakan seperangkat alat perekam data penelitian di lapangan. Alat ini digunakan oleh peneliti untuk menghimpun data di lapangan sesuai dengan bentuk instrumen itu. Hasil-hasil penelitian yang telah dihimpun kemudian dianalisis menggunakan alat analisis statistik untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan, beberapa di antaranya adalah kesimpulan melaluin pengujian hipotesis Ho. Pada akhirnya, untuk dapat dimengerti, diketahui, dibaca orang lain, maka hasil penelitian tersebut didesain dalam model sistematika tertentu yang disebut dengan laporan penelitian. Proses penelitian yang dijelaskan di atas tidak sesederhana itu, tetapi dalam aplikasinya merupakan rangkaian-rangkaian panjang yang pada bagian-bagian tertentu merupakan pembahasan khusus yang spesifik. Untuk memahami lebih jauh dari proses- proses tersebut maka masing-masing bagian itu akan dijelaskan pada bagian lain dalam buku ini. BAB 4 TOPIK DAN PERNYATAAN MASALAH PENELITIAN KUANTITATIF MEMILIH TOPIK DAN MASALAH PENELITIAN Topik dan masalah dalam penelitian kuantitatif sering dibedakan satu dan lainnya. Topik dipandang sebagai kerangka besar masalah, sedangkan masalah adalah bagian-bagian dalam topik itu. Topik yang bagus akan melahirkan masalah yang bagus, dan masalah yang bagus akan menghasilkan judul-judul penelitian yang menarik. TOPIK ————-> MASALAH ————> JUDUL Ganar 6 Husuncan Tortk, MasaLan, DAN Jubut Memilih topik penelitian bagaikan seorang pemuda memilih pasangan hidupnya atau bagaikan seorang gadis memilih gaun di butik, walaupun pada prinsipnya memilih topik penelitian dan memilih pasangan hidup serta memilih gaun berbeda satu dengan lainnya. Hal itu sama saja seperti dengan kita memilih masalah penelitian dari topik yang telah ditetapkan ataupun membuat judul dari masalah yang ada. Hanya saja perlu diingat, terutama bagi mahasiswa yang sedang memilih masalah untuk penulisan skripsi, tesis, atau disertasi bahwa kebiasaan tidak puas terhadap topik, masalah atau judul penelitian yang telah dipilih, atau kebiasaan mengganti-ganti judul penelitian, tidak membantu penyelesaian penulisan skripsi, tesis, atau disertasi itu sendiri karena kebiasaan itu menempatkan mahasiswa atau peneliti pada proses jalan di tempat yang tidak efektif. Ttulah makanya lebih arif apabila pemilihan masalah penelitian yang akan diteliti harus betul-betul dipertimbangkan sejak awal dengan penuh keyakinan melalui diskusi dengan sumber-sumber lainnya, sehingga dapat menghemat waktu lebih banyak. Lain persoalan dengan penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian, bagi lembaga macam ini pemilihan masalah tidak menjadi masalah karena masalah penelitian kebanyakan adalah pesanan pihak lain yang berkepentingan atau masalah 62 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE penelitian dibuat berdasarkan skala prioritas masalah yang menonjol di suatu daerah, tertentu. Akan tetapi bagi lembaga-lembaga penelitian yang membiayai senditi proyek- proyeknya, juga tetap melakukan pemilihan masalah penelitiannya sesuai dengan selera mereka atau skala prioritas masalah yang ada. Beberapa pertimbangan bagi peneliti dalam menentukan apakah topik dan masalah penelitian tertentu dapat diangkat sebagai masalah yang harus diteliti atau tidak. Keputusan ini diambil melalui dua pertimbangan, yaitu pertimbangan objektif dan pertimbangan subjektif Kedua pertimbangan ini harus dijawab dengan saksama untuk menghasilkan kualitas masalah yang layak diteliti. PERTIMBANGAN OBJEKTIF Dimaksud dengan pertimbangan objektif adalah pertimbangan berdasarkan kondisi masalah itu sendiri, layak atau tidak layak suatu masalah diteliti yang didasarkan pada kualitas masalah dan dapatnya masalah dikonseptualisasikan. Pada dasamya peneliti melihat dan dapat mempertimbangankan apakah suatu masalah memiliki kualitas tertentu atau tidak untuk dapat diteliti. Kemudian apakah masalah tersebut dapat dikonseptualisasikan atau tidak sehingga memudahkan mendesain instrumen penelitian. ‘Suatu masalah dikatakan berkualitas apabila masalah tersebut memiliki (1) nilai penemuan. yang tinggi, (2) masalah tersebut adalah masalah yang saat ini sedang dirasakan oleh kebanyakan orang di suatu masyarakat, paling tidak beberapa kelompok masyarakat tertentu merasakan adanya masalah tersebut, (3) bisa jadi penelitian terhadap suatu masalah bukan merupakan pengulangan terhadap penelitian sebelumnya oleh orang lain, (4) masalah yang akan diteliti tersebut memiliki referensi teoretis yang jelas. Hal ini semua adalah pertimbangan-pertimbangan objektif bahwa suatu masalah layak diteliti. Masalah penelitian dikatakan dapat dikonseptualisasikan apabila masalah tersebut dapat menjawab pertanyaan di bawah ini: (1) apakah masalah itu memiliki batasan-batasan yang jelas, (2) bagaimana bobot dimensi operasional dari masalah itu, (3) apakah masalah peneliti-an itu dapat dihipotesiskan seandainya diuji nanti, (4) apakah masalah penelitian memiliki sumber data yang jelas seandainya diteliti, (5) apakah masalah itu dapat ukur sehingga dapat didesain alat ukur yang jelas, (6) apakah masalah itu memberi peluang peneliti menggunakan alat analisis statistik yang jelas apabila diuji nanti. * Sanaplah Fatsol, Dosar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial, Surabaya: USANA, 1981. him. 16-18, 63 Kalau dua persyaratan objektif tersebut telah dijawab dengan baik, maka secara objektif suatu masalah sudah dapat diterima sebagai masalah yang akan diteliti. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa belum cukup hanya dengan persyaratan objektif suatu masalah dipilih menjadi masalah penelitian, tetapi harus pula dilihat apakah pertimbangan subjektif juga mendukungnya atau tidak karena itu bagaimana pertimbangan subjektif dari masalah yang dipilih, calon peneliti juga perlu melihat penjelasan di bawah ini. PERTIMBANGAN SUBJEKTIF Pertimbangan subjektif adalah pertimbangan berkisar tentang kredibilitas peneliti (calon peneliti) terhadap apa yang akan ditelitinya. Karena itu suatu masalah dipertanyakan, (1) apakah masalah itu benar-benar sesuai dengan minat peneliti atau tidak, (2) keahlian dan disiplin ilmu peneliti berkesesuaian dengan masalah tersebut atau tidak, (3) peneliti memiliki kemampuan penguasaan teoretis yang memadai atau tidak mengenai masalah tersebut, (4) cukup banyak atau tidak hasil-hasil penelitian sebelumnya tentang masalah tersebut, (5) apakah cukup waktu apabila penelitian terhadap masalah tersebut dilakukan, (6) apakah biaya pendukung untuk meneliti masalah tersebut dapat disediakan oleh peneliti atau tidak, (7) apakah alasan-alasan politik dan situasional masyarakat (pemerintah) menyambut baik masalah tersebut atau tidak apabila penelitian dilakukan. Seperti juga pada pertimbangan objektif, maka apabila pertanyaan-pertanyaan subjektif ini telah dijawab dengan baik maka itu berarti secara subjektif suatu masalah dapat dipilih sebagai masalah penelitian. Pada suatu persiapan penelitian, jika dua pertimbangan di atas — objektif-subjektif — telah terjawab dengan baik maka peneliti atau calon peneliti telah memiliki alasan dan pertimbangan yang jelas untuk memilih atau menolak masalah tersebut. Apabila jawaban terhadap dua pertimbangan itu cenderung ke arah positif, maka sesungguhnya masalah penelitian itu sudah dapat diterima. Kecuali apabila jawaban terhadap kedua pertimbangan itu mengarah ke arah negatif maka seharusnya masalah itu dipertimbangkan. untuk tidak dipilih untuk diteliti. PERTIMBANGAN LAIN PENTINGNYA SUATU MASALAH Pentingnya masalah ini harus mendapat perhatian dan tindakan persuasif dan dengan jelas menunjukkan mengapa masalah penelitian merupakan salah satu yang penting dengan menjawab pertanyaan seperti contohnya: * Apakah suatu masalah itu penting hari ini? + Apakah masalah akan berlanjut ke masa depan? + Apakah informasi lebih lanjut tentang masalah ini memiliki aplikasi praktis? * Apakah informasi lebih lanjut tentang masalah ini memiliki kepentingan teoretis? Seberapa besar populasi yang terkena masalah ini? Seberapa penting, berpengaruh, atau populer populasi penelitian ini? Apakah penelitian ini secara substansial merevisi atau memperluas pengetahuan yang ada? Apakah penelitian ini menghasilkan atau memperbaiki beberapa alat utilitas? Apakah temuan penelitian menyebabkan beberapa perubahan yang bermanfeat di dalam masyarakat ? Apakah ada bukti atau pendapat otoritatif dari orang lain untuk mendukung penelitian ini? Penelitian yang bukan pesanan selalu dihadapkan dengan masalah eksplorasi tethadap sumber topik atau masalah penelitian. Eksplorasi terhadap sumber-sumber inspirasi memungkinkan peneliti atau calon peneliti memperoleh gagasan yang segar tentang topik dan masalah penelitian, Sebenarnya sumber topik dan masalah penelitian kuantitatif bertebaran di mana-mana, terutama di lingkungan peneliti sendiri. Eksplorasi terhadap sumber topik dan masalah penelitian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Umpamanya: seseorang dapat menemukan topik penelitian ketika di kamar tidurnya, atau sehabis bangun tidur, atau pada saat minum kopi di pagi hari. Dapat saja topik atau ide penelitian ditemukan seseorang dari pengalaman berinteraksi dengan anggota masyarakat, di mana saja dan kapan saja. Semakin banyak orang membaca (igra) lingkungannya, semakin banyak dan mudah pula dia menemukan topik-topik penelitian. Lingkungan sebenarnya memberi peluang yang amat sangat luas bagi kegiatan eksplorasi ini. Lingkungan adalah sumber aspirasi manusia untuk berkarya, dan dari lingkungannyalah seseorang menemukan dirinya. Dalam aktivitas formal eksplorasi sumber topik dan masalah penelitian dapat dilakukan terhadap berbagai lembaga riset yang ada di perguruan tinggi, instansi swasta maupun instansi pemerintah, Selain itu pula, topik-topik penelitian dapat dieksplorasi dari berbagai diskusi dengan orang-orang tertentu, seperti calon sponsor, calon konsultan atau calon pembimbing,? atau juga dengan calon promotor atau copromotor. Dapat juga berdiskusi dengan teman sejawat atau teman mahasiswa seangkatan, ® Marzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Ul, 1983, him. 25. Selain menemukan topik dan masalah penelitian dengan cara eksplorasi di atas, gagasan-gagasan penelitian juga bisa dimunculkan dari kajian-kajian terhadap teori yang ada, konsep-konsep yang ada ataupun juga hasil kajian tethadap beberapa kebijakan, publik pemerintah maupun swasta. Teori, konsep, dan kebijakan publik tersebut dikaji berdasarkan implementasi terhadap kondisi empitis masyarakat saat ini, kemudian dilihat ‘mana unsur-unsur ketidakterpaduan yang muncul. Pada dasarnya, kerja ini sama dengan orang mencari Ketidakserasian antara keadaan yang diharapkan (das sollen) dengan kenyataan (das sain), kemudian menimbulkan ketidakpuasan. Contohnya, menurut teori kebijakan publik, bahwa masalah-masalah kebijakan publik bisa terjadi karena adanya ketidakcocokan antara perumusan konsep kebijakan, implementasi kebijakan serta evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Berdasarkan teori kebijakan publik itu, orang dapat mengkaji sebuah kebijakan publik di masyarakat dengan melihat apakah kebijakan publik di masyarakatnya sudah sesuai dengan teori yang ada. Jadi, apabila sebuah program yang melibatkan publik dilaksanakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan itu sendiri tenyata tidak relevan antara perencanaan, implementasi, dan evaluasinya, maka hal ini akan. menimbulkan pertanyaan mengapa kondisi itu bisa terjadi. Pertanyaan ini sesungguhnya dapat menghasilkan berbagai topik dan masalah penelitian yang menarik untuk diangkat sebagai masalah penelitian khususnya penelitian-penelitian kebijakan publik. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditegaskan di sini bahwa sumber topik atau masalah penelitian atau lebih spesifik sebut saja judul penelitian, bertebaran di mana-mana, sumbernya “berlimpah ruah” tergantung bagaimana calon peneliti memulai mengeksplorasi sumber-sumber tersebut. Lebih tegas disebutkan di sini bahwa tidak ada alasan seseorang mengatakan kesulitan menemukan topik atau masalah penelitian sementara dia sendiri tidak melakukan apa-apa untuk menemukan topik dan masalah penelitian itu. PERNYATAAN MASALAH (THE PROBLEM STATEMENT) Peranyataan masalah adalah suatu pernyataan tentang masalah apa yang sedang menjadi pertimbangan penting yang akan diteliti. Pernyataan masalah ini adalah fokus dari semua masalah di dalam penelitian ini. Secara teknis langkah-langkah pernyataan masalah adalah: 1) Memilih konteks untuk kajian penelitian, biasanya menghasilkan pertanyaan penelitian dengan harapan untuk menjawab. Dalam mempertimbangkan apakah suatu kajian penelitian akan dipilih atau tidak, biasanya peneliti akan menghabiskan waktu yang panjang untuk mempertimbangkan masalah ini. Di dalam makalah penelitian anda, pernyataan masalah adalah bagian pertama yang dibaca, karena umumnya orang mengabaikan judul dan abstrak yang telah dibuat untuk lebih cepat mengetahui apa konteks penelitian yang akan diteleliti. Di dalam membuat pernyataan masalah, kalimat pernyataan masalah harus menggugah pembaca dan membentuk konteks persuasif untuk apa berikut. 2) Pemyataan masalah persuasif harus menunjukkan bahwa variabel utama dapat diukur dalam beberapa cara yang berarti 3) Pernyataan masalah. Suatu pernyataan masalah harus ditutup dengan pertanyaan. Biasanya, pertanya- an itu mengandung dua variabel atau lebih, hubungan-hubungan terukur dan beberapa indikasi pendukung. Tujuan dari penelusuran literatur yang berikut adalah untuk menjawab pertanyaan masalah penelitian ini. Sebuah pertanyaan masalah mungkin contohnya adalah: “Apa hubungan antara pencitraan kebijakan dan keberhasilan implementasi kebijakan?” Informasi yang diperlukan berikunya adalah (1) bentuk-bentuk pencitraan yang dilakukan terhadap suatu kebijakan, dan (2) bentuk-bentuk keberhasilan implementasi kebijakan. Pertanyaan berikutnya adalah: + Apakah variabel pencitraan kebijakan dan variabel implementasi kebijakan yang dicitrakan? . . Apa yang akan diukur? Hubungan apa yang akan diuji? |. Siapa populasi penelitiannya? . Judul dan pernyataan masalah sering hampir identik, Auren . Misalnya, pada contoh yang baik di atas, judul proyek penelitian ini akan menjadi sesuatu seperti ini: “tidak ada hubungan antara pencitraan kebijakan dan keberhasilan implementasi kebijakan’”. Pernyataan masalah harus mengandung beberapa kesenjangan (gap) yang terjadi yaitu kesenjangan empiris, kesenjangan teoretis, dan kesenjangan metodologis. Kesenjangan empiris berkaitan dengan pentingnya masalah itu dalam kehidupan praktis masayarakat, kesenjangan teoretis berkaitan dengan gap teori yang terjadi di antara satu teori dan teori lain, sedangkan kesenjangan metodologis adalah berkaitan antara efektivitas metodologis yang digunakan saat ini dan perkembangan metodologis pada umumnya di bidang yang sedang diteliti ini. BAB 5 KONSEP DAN VARIABEL PENELITIAN KONSEP PENELITIAN Setiap penelitian kuantitatif dimulai dengan menjelaskan konsep penelitian yang digunakan, karena konsep penelitian ini merupakan kerangka acuan peneliti di dalam mendesain instrumen penelitian. Konsep juga dibangun dengan maksud agar masyarakat akademik atau masyarakat ilmiah maupun konsumen penelitian atau pembaca laporan penelitian memahami apa yang dimaksud dengan pengertian variabel, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yang dimaksud peneliti dalam penelitiannya kali ini. Lebih konkret, konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Misalnya dalam hal mengonsepsi perilaku salah prosedur dalam birokrasi sebagai kategori dari fenomena penyalahgunaan wewenang; kebiasaan membolos kerja sebagai kategori dari fenomena ketidakdisiplinan; kebiasaan melakukan pencatatan terhadap pengeluaran harian keuangan perusahaan sebagai kategori manajemen keuangan perusahaan yang baik. Sebagai hal yang umum, konsep dibangun dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Karena itu konsep memiliki tingkat generalisasi yang berbeda satu dengan lainnya, bila dilihat dari kemungkinan dapat diukur atau tidak. Misalnya konsep kepuasan pegawai, lebih mudah dapat diukur daripada konsep kesejahteraan pegawai. Konsep tingkat penjualan, lebih dapat diukur dari tingkat kepuasan. pelanggan. Konsep disiplin pegawai lebih mudah diukur daripada konsep produktivitas pegawai. Konsep harus merupakan atribut berbagai kesamaan dari fenomena yang berbeda. Misalnya, orang berbeda pendapat mengenai kegemaran menonton televisi baik itu pemberitaan, hiburan, iklan, sinetron, film, dan sebagainya, akan tetapi mereka sama menggemari televisi. Perbedaannya hanyalah bagaimana mereka mengabstraksikan kegemaran mereka menonton televisi itu, sehingga menonton televisi adalah menonton pemberitaan, menonton iklan atau menonton televisi adalah menonton sinetron dan sebagainya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka sesungguhnya ada dua desain yang perlu diperhatikan dalam membangun konsep yaitu generalisasi dan abstraksi. Generalisasi 68 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE adalah proses bagaimana memperoleh prinsip dari berbagai pengalaman yang berasal dari literatur dan empiris, Seorang anak umpamanya, dia dapat melihat bagaimana pelangi muncul dengan beragam warna dan bentuk yang menawan, kemudian anak tersebut dapat membaca berbagai literatur, mengenai bagaimana pelangi itu muncul, ada dan menghilang. Setiap konsep juga hendaknya mengemukakan suatu abstraksi, yaitu mencakup citi-ciri umum yang khas dari fenomena yang dibicarakan itu. Ciri-ciri ini dihimpun bersama-sama oleh individu-individu atau kelompok-kelompok tertentu sehingga melahirkan kesadaran intersubjektif yang menempatkan kesadaran itu dalam kategori. Umpamanya posisioning dalam konsep media, semata-mata menunjukkan sebuah aktivitas untuk menempatkan sebuah acara atau program agar mendapat perhatian yang banyak dati pemirsa dan pemasang iklan, Begitu pula konsep peran dan sosiologi, di mana peran menunjukkan pola perilaku orang yang ditentukan oleh peran sosial yang didudukinya. Seorang ibu mengasuh anak, mengurus keluarga, mendidik anak-anaknya, begitu pula seorang suami mencari nafkah, melindungi keluarga adalah yang termasuk peran suami istri dalam keluarga, tetapi banyak pula peran suami istri yang tidak disebutkan. Umpamanya interaksi dengan tetangga, interaksi dengan orangtua dan mertua, interaksi dengan anak, kebutuhan rekreasi dan sebagainya yang berhubungan dengan peran suami istri. Pada umumnya konsep dalam pengertian sehari-hari digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan, tetapi dalam pengertian ilmiah, konsep harus memiliki kriteria yang tepat dalam menjelaskan variabel penelitian. Oleh karena itulah, konsep yang bermanfaat adalah konsep yang dibentuk menjadi penjelasan dan menyatakan sebab-akibat yaitu, konsep dibentuk dengan kebutuhan untuk menguji hipotesis dan penyusunan teori yang masuk akal, serta dapat diuji regularitasnya. Dalam mendesain konsep penelitian, yang terpenting pula peneliti harus mendesain konsep interaksi antarvariabel-variabel penelitiannya. Karena itu peneliti harus menentukan pilihan sebenarnya dari interaksi antarvariabel-variabel penelitian itu. Untuk penjelasan ini umpamanya peneliti menentukan penelitian harusnya menguji hubungan, menguji pengaruh, menguji perbedaan atau hanya mengidentifikasi permasalahan. Dalam. hal ini dapat dicontohkan, umpamanya sebuah penelitian terhadap kebiasaan menonton, televisi dan kebebasan berbicara di kalangan remaja perkotaan. Dalam penelitian tersebut peneliti mendesain interaksi variabel-variabel penelitian dengan mencari “pengaruh” yaitu apakah ada pengaruh kebiasaan menonton televisi dengan kebebasan berbicara di kalangan remaja perkotaan, atau interaksi variabel didesain untuk mencari “hubungan’, yaitu apakah ada hubungan antara kebiasaan menonton televisi dan kebebasan berbicara di kalangan remaja perkotaan, atau interaksi didesain untuk mencari “perbedaan’”, sehingga konsep penelitiannya menjadi apakah ada perbedaan remaja yang sering menonton televisi 69 KONSEP DAN VARIABEL PENELITIAN, dan tidak sering menonton televisi terhadap kebebasan berbicara di kalangan remaja perkotaan, atau yang terakhir mungkin peneliti mendesain konsep penelitian hanya untuk mengidentifikasi kebiasaan-kebiasaan menonton televisi dan kebebasan berbicara macam apa yang ada di kalangan remaja perkotaan. Di samping mengonsepsi interaksi variabel-variabel penelitian, maka perlu pula sebuah variabel didesain menurut apa yang diinginkan oleh peneliti dalam penelitian kali ini, Variabel kegiatan menonton televisi umpamanya, dikonsepsi dengan menonton acara debat dan diskusi panel di televisi. Sedangkan kebebasan berbicara dikonsepsi dengan. mampu mengeluarkan pendapat dan sikap tanpa dipengaruhi oleh pendapat atau sikap orang lain. Desain konsep variabel ini mungkin saja berbeda dengan orang lain ketika melakukan penelitian terhadap topik yang sama, karena bisa jadi konsep orang lain itu dipengaruhi oleh faktor generalisasi yang berbeda pula tethadap variabel-variabel peneliti tersebut. Selain mendesain variabel serta interaksi variabel-variabel penelitian, maka berikutnya peneliti juga harus mendesain konsep penelitian dan konsep operasional atau definisi operasional terhadap konsep penelitiannya itu. Konsep penelitian didesain untuk memberi batasan pemahaman tethadap variabel penelitian, sedangkan konsep operasional dibuat untuk membatasi parameter atau indikator yang diinginkan peneliti dalam penelitian, sehingga apa pun variabel penelitian, semuanya hanya muncul dari konsep tersebut. Perlu juga diingatkan di sini bahwa konseptualisasi dalam penelitian kuantitatif hanya dapat dilakukan setelah peneliti membaca teori yang akan digunakan dalam penelitian, ini, baik grand theory, middle theory atau application theory. Terlebih peneliti telah sepakat terhadap application theory yang digunakan dalam penelitian. Dengan kata lain konsep penelitian dilahirkan dari teori yang digunakan oleh peneliti dalam sebuah penelitian dan, teori yang telah menghasilkan konsep penelitian itu akan mengarahkan peneliti kepada metode yang digunakan untuk menguji data yang diperoleh di lapangan. Teori ————> Konseptualisass ———> Metodologi VARIABEL KUANTITATIF Kata variabel tidak ada dalam perbendaharaan Indonesia karena variabel berasal dari kata bahasa Inggris variable yang berarti faktor tak tetap atau berubah-ubah. Namun bahasa Indonesia kontemporer telah terbiasa menggunakan kata variabel ini dengan engertian yang lebih tepat disebut bervariasi. Dengan demikian variabel adalah fenomena yang bervariasi dalam bentuk, kualitas, kuantitas, mutu dan standar, 70 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE Dari pengertian ini, maka variabel adalah sebuah fenomena (yang berubah-ubah) dengan demikian maka bisa jadi tidak ada satu peristiwa di alam ini yang tidak dapat disebut variabel, tinggal tergantung bagaimana kualitas variabelnya, yaitu bagaimana bentuk variasi fenomena tersebut. Ada fenomena yang spektrum variasinya sedethana, tetapi juga ada fenomena lain dengan spektrum variasi yang amat kompleks. Misalnya fenomena jenis kelamin manusia. Kalau dikelompokkan hanya ada dua jenis kelamin, yaitu manusia laki-laki dan manusia perempuan, Sedangkan fenomena yang lain seperti selera memilih mode pakaian, mungkin tidak dapat dihitung berapa banyak variasinya karena masing-masing orang memiliki selera sendiri dalam hal memilih pakaian yang disukainya tergantung dari mana dan bagaimana mereka mambuat konsep tentang variabel-variabel pakaian yang ada. Penjelasan-penjelasan mengenai variabel amat sangat bervariasi sebagaimana ber- variasinya variabel itu sendiri. Dalam pengertian yang lebih konkret sesungguhnya variabel itu adalah konsep dalam bentuk konkret atau konsep operasional, penjelasan macam. ini tergantung pula pada jenis penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian kebijakan sosial, konsep dan variabel dibedakan dari sifat kompleksnya. Konsep biasanya digunakan dalam mendiskripsikan segala variabel yang abstrak dan kompleks, sedangkan variabel diartikan sebagai konsep yang lebih konkret, yang acuan-acuannya langsung lebih nyata. Suatu variabel adalah konsep tingkat rendah, yang acuan-acuannya secara relatif mudah diidentifikasikan dan diobservasi serta dengan mudah diklasifikasi, diurut atau diukur.' Agar variabel dapat diukur maka variabel harus dijelaskan ke dalam konsep operasional variabel, untuk itu maka variabel harus dijelaskan parameter atau indikator- indikatornya. Kalau peneliti mampu mengoperasionalkan konsep dengan baik, maka tidak sukar pula dalam mengoperasionalkan variabel, dan selanjutnya tidak akan mengalami kesulitan dalam mengoperasionalkan indikator variabel dan pengukuran. Berbagai kesukaran indikator variabel dan pengukuran menyusul kemudian, karena peneliti mengabaikan penjabaran konsep dan variabel secara tepat dan konkret (lihat Tabel 4). Konsep operasionalisasi variabel yang ada dalam Tabel 4, sesungguhnya dapat dibuat lebih detail lagi dan bahkan dari dimensi yang berbeda-beda, tergantung bagaimana desainer konsepnya. Namun perlu diingat bahwa konsep, variabel, dan seterusnya, terlahir dari konsep sebelumnya. Maka operasionalisasi konsep, variabel, indikator variabel, skala pengukuran, operasionalnya, diharapkan tidak menyimpang jauh dari teori dan konsep yang menjadi sumbernya. Contoh umpamanya, sudah umum kalau variabel dari konsep tingkat sosial ekonomi keluarga, adalah pemilikan kekayaan, pendapat keluarga, pekerjaan + Robert R. Mayer dan Emest Greenwood, Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial. Jakarta: Rojawali, 1984. him. 215-216. ma KONSE? DAN VARIABEL PENELITIAN, suami, keberhasilan pendidikan anak-anak, aktivitas suami istri di lingkungannya. Agak tidak tepat apabila variabel dari konsep tingkat sosial ekonomi keluarga adalah jumlah istri yang dimiliki suami, jumlah aktivitas istri di luar rumah dan sebagainya. Kembali ke pembicaraan variabel, bahwa variabel amat beragam menyerupai sifatnya, Dalam berbagai buku penelitian dapat ditemukan berbagai nama variabel, semua dipaparkan dengan argumentasi yang sama-sama dapat diterima seperti contohnya terdapat pada tabel di bawah ini. Tape. 4 Orerasionatisast Konsep Status Sostat EKONOMI SeBaraNn Konsep Status SostAL EKONOMI Penguka | Indikator Skala Pengukuran Operasional 1. Berbagai 1.1. Penghasilan tetap Ll. Skala Ad. Angket/ penghasilan Interval(100.000 sd wawancara seseorang ssbulan 200.000) dsb, ‘1.2. Penghasilan tidak, 1.2. Idem tetip sebulan fa | 2 Semua 2.1, Harta cairan yaicu: | 21. Skala no 21, Angkety kekayaan rumah, mobil, relepon, vwawancara ‘material lemari es, TY, video, tape seseorang, recorder, radio, sepeda motor, perhisan emas, dan perabotan yang diperolch dari bekerja sendiri 2.2. Harta bawahan yaitu: 1.2. Skala nominal 22 Sda rumah, mobil, telepon, lemati es, TV, video, radio, sepeda motor, pethiasan emas, dan perabot lainnya yang dliperolch dari keluarga Variabel Sda 3. Kedudukan | 3.1. Kedudukan formal 3.1. Skala ordinal Bale Angket! seseorang di yaitu kedudukan dalam wawancara masyarakat ‘organises pemrintahan ddan organisasi emasyarakatan Kedudukan informal | 3.2, Mem 3. Sda ypairu tempat anggota rmasyarakat meminta nasthae dan petunjuk 32. 72 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE, 1. JENIS PENGUKUR VARIABEL Variabel dapat dikelompokkan menurut empat bentuk pengukuran sebagai berikut: a. Variabel Nominal, yaitu variabel yang ditetapkan berdasarkan atas penggolongan. Variabel ini bersifat diskrit (bijaksana) dan saling pilih (mutually exclusive) antara kategori yang satu dan kategori yang lain, Dengan kata lain variabel nominal adalah variabel yang kualitasnya tidak bermakna atau nama variabel hanyalah simbol saja, contohnya: jenis kelamin, status pekerjaan, dan status perumahan. .. Variabel Ordional, yaitu variabel yang dibentuk berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu: jenjang tertinggi dan terendah sesungguhnya ditetapkan menurut kesepakatan. sehingga angka | atau angka 10 dapat berada pada tingkatan jenjang yang paling tinggi atau paling rendah. cc. Variabel Interval, yaitu variabel yang dibangun dari pengukuran. Dalam pengukuran tersebut diasumsikan terdapat satuan pengukuran yang sama. Misalnya, variabel pendapatan artis dangdut dalam setahun, sebagai berikut: Rp. 501.000.000,- s/d 1.000.000.000,-, Rp. 1.001.000,000,- s/d 1.500.000.000,-, Rp. 1.501.000.000,- s/d 2.000.000.000,-, dan seterusnya. . Variabel Ratio, yaitu variabel yang memiliki permulaan angka nol mutlak, Suatu contoh, variabel umur: ada yang berumur 0, 1, 2, 3, 4 tahun dan sebagainya? a 2, BENTUK DAN RAGAM VARIABEL CONTOH UNTUK PENELITIAN KEBIJAKAN PUBLIK. Selain pengukuran variabel di atas secara lebih sederhana variabel dibedakan dalam ragamnya yang berbentuk yang berbeda-beda seperti independent variable (variabel bebas), dependent variable (variabel tergantung), intervening variable (variabel penyela), dan variabel lain (yang mengikuti) seperti yang dijelaskan pada Gambar 7. Akan tetapi hubungan masing-masing variabel ini, biasanya tidak sesederhana yang dipikirkan sehingga harus diperluas pembahasannya terutama dalam analisis multivariat maupun analisis bivariat. Variabel bebas adalah variabel yang menentukan arah atau perubahan tertentu pada variabel tergantung, sementara variabel bebas berada pada posisi yang lepas dari “pengaruh” variabel tergantung. Dengan demikian variabel tergantung adalah variabel yang “dipengaruhi” oleh variabel bebas. Umpamanya pada suatu penelitian, tingkat produksi bergantung pada proses produksi, dengan kata lain proses yang baik akan mengakibatkan produksi meningkat sedangkan produksi menurun apabila proses produksi jelek. Dalam penjelasan ini maka variabel bebas adalah proses produksi sedangkan variabel tergantung adalah tingkat produksi. * Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian. Jakarta: Rejawall, 1983. hl. 80-81 Variabel Bebas Variabel Tergantung Isu Poli Perilaku 2” Spekulan Harga Minyak Internasional ~ ‘Tingkat Harga Dasar Minyak Kepentingan dalam Negeri “Tekanan i Konsumen i Khi dalam Negeri Variabel Penyela ues F Variabel yang Variabel yang Mengikuti Mengikuti Gawpar7 Komptexsrras VARIABEL DALAM KONSEPTUALISASI 74 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE Namun dalam penelitian banyak dapat cibuktikan, tidak selamanya variabel bebas memengatuhi variabel tergantung, Dengan kata lain “perubahan” pada variabel tergantung, tidak semata-mata disebabkan oleh variabel bebas, tetapi karena ada faktor lain, Faktor ini disebut variabel penyela. Variabel penyela ini berada di antara variabel bebas dan variabel tergantung dalam suatu hubungan sebab-akibat. Variabel penyela dapat memengaruhi variabel tergantung, namun berasal dari suatu fenomena yang berada di luar (atau melalui) “pengaruh’” variabel bebas. Variabel penyela dipertimbangkan dalam analisis, cerutama kalau kehadiran variabel ini sudah didesain dalam desain penelitian atau desain analisis. Pada penelitian tertentu justru variabel penyela inilah yang paling besar “pengaruhnya” terhadap variabel tergantung melalui penemuan hubungan sebab-akibat yang sempurna, Suatu contoh, pada salah satu penelitian tentang tingkat penerimaan dan kesiapan birokrasi di Jawa Timur terhadap teknologiinformasi. Salah satu variabel yang memengaruhi tingkat penerimaan dan kesiapan bitokrasi adalah variabel budaya asal birokrat. Untuk menjelaskan bahwa perilaku birokrasi (variabel tergantung) dipengaruhi oleh budaya asal birokrat (variabel bebas) maka diukur pula variabel penyela yaitu ketersediaan perangkat teknologtinformasi dan vatiabel kebijakan. Hal-hal yang disebut terakhir ini adalah variabel-variabel penyela yang harus diperhatikan dalam analisis penelitian tersebut. Dalam penelitian kebijakan variabel penyela dapat dibedakan menjadi dua tipe. Pertama adalah variabel-variabel implementasi (variabel-variabel yang ikut memengaruhi implementasi), vatiabel ini adalah kondisi-kondisi yang ikut memengaruhi ketika sebuah kebijakan itu dilaksanakan. Kondisi ini sudah diperkirakan dan ikut memengaruhi permulaan kebijakan, tetapi kemucian punya pengaruh terhadap efek-efek akhir dari statu program. Misalnya, kebijakan publik pendidikan dasar sembilanj tahun. Kebijakan ini membutuhkan ketersediaan instrumen bantu (implement) yang sejak semula sudah tersedia, seperti instrumen prasarana pendidikan dasar, instrumen guru, dan sebagainya. Instrumen-instrumen ini adalah variabel implementasi. Proses implementasi bisa banyak perinciannya dan juga dapat terdiri dari unsur-unsur yang lebih kecil, seperti kesiapan kepala-kepala sekolah, pegawai administrasi, peralatan administrasi, perpustakaan, dan sebagainya, Kedua, pengertian kedua dari variabel penyela ini adalah variabel menjembatani. Variabel ini adalah variabel alat untuk mencapai variabel tergancung (dependent variable) atau tujuan kebijakan. Misalnya, dalam hal ini kebijakan publik penanggulangan pelacuran di Surabaya berupa penyediaan lapangan kerja bagi eks. pelacur. Kebijakan ini berangkat dari asumsi bahwa apabila eks, pelacur diberi pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, maka mereka tidak akan kembali kepelacuran setelah keluar dari program rehabilitasi Untuk memperoleh pekerjaan seperti yang diprogramkan, maka eks. pelacur harus diberi keterampilan kerja yang dibutuhkan pasar kerja. 75 KONSEP_ DAN VARIABEL PENELITIAN Untuk mencapai target output dari kebijakan yang telah ditentukan, semua proses implementasi dapat diupayakan (dimanipulasi) sedemikian rupa dan kemudian efek positif maupun efek negatif dari kebijakan tersebut tergantung dari hasil manipulasi Proses tersebut di atas. Sedangkan penyuluhan pribadi tidak bisa dilakukan karena tujuan kebijakan latihan kerja itu hanya dapat dicapai dengan baik apabila eks. pelacur telah sadar betul bahwa latihan kerja tersebut akan mampu mengubah jalan hidupnya. Pemberian latihan keterampilan kerja seperti pada contoh ini adalah yang disebut dengan variabel menjembatani. Ada perbedaan pengertian yang mencolok dari kedua variabel penyela di atas, Variabel implementasi memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk dimanipulasi, sedangkan variabel menjembatani tidak banyak memiliki kemungkinan untuk dimanipulasi seperti variabel implementasi. Variabel lain dalam penelitian kebijakan publik disebut dengan variabel yang mengikuti variabel utama (lihat Gambar 7). Variabel ini sebenarnya memiliki pengertian yang hampir sama pada variabel penyela dalam penelitian kebijakan namun pada variabel yang mengikuti ini posisinya berada pada variabel bebas dan variabel tergantung. Dalam banyak penelitian variabel ini disebut pula komposit variabel sehingga dianalisis sebagai bagian dari variabel utama, namun juga sering dilihat sebagai variabel yang berdii sendiri dan dianalisis tersendiri pula. Pada penelitian tertentu variabel-variabel yang mengikuti ini tidak dilihat sebagai variabel yang akan dianalisis baik sebagai komposit variabel maupun dianalisis tersendiri, akan tetapi dipertimbangkan dalam pembahasan hasil-hasil penelitian sebagai faktor-faktor yang bisa jadi memengaruhi variabel-variabel penelitian. Pada penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat analisis statistik, mengukur variabel dalam jumlah yang banyak bukan lagi persoalan, Karena itu bisa saja semua variabel itu dianalisis sekaligus baik variabel bebas, variabel tergantung, variabel penyela maupun variabel yang mengikuti. Kesulitan-kesulitan peneliti terletak bukan pada analisis namun pada pembahasan, karena begitu banyak “hubungan” variabel yang harus dibahas satu persatu. Dalam membicarakan hubungan yang lebih luas dari keempat rumpun variabel di atas — variabel bebas, variabel tergantung, variabel penyela, dan variabel yang mengikuti —muncul pembicaraan mengenai variabel-variabel lain di sekitar rumpun variabel di atas yang sukar dikelompokkan dalam rumpun tertentu. Variabel-variabel itu adalah variabel kontrol dan variabel efek sampingan atau efek sekunder. Variabel kontrol bertugas memberikan penjelasan alternatif pengaruh terhadap variabel tergantung, karena variabel kontrol adalah juga alternatif terhadap variabel tergantung, maka variabel kontrol biasanya disebut sebagai variabel tandingan dari variabel tergantung. Semua ini bermaksud bahwa tidak merupakan hal yang aneh dalam 76 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE, suatu hubungan bivariat atau multivaria, variabel tergantung tidak banyak dipengaruhi oleh variabel bebas, Dalam penelitian kebijakan publik, variabel kontrol dibagi dua macatn: vatiabel- variabel pembantu dan variabel-variabel kendala. Suatu variabel pembantu mengacu kepada tindakan membantu yang berkemungkinan dipakai guna meningkatkan nilai tambah efektivitas dari kebijakan atau program yang dilaksanakan. Suatu vatiabel pembantu dapat dipandang sebagai variabel dilluartindakan alternatif. Namun demikian, variabel pembantu adalah program atau kebijakan suplemen sehingga walaupun vatiabel pembantu diluar tindakan alternatif,tetapi dapat juga dipandang sebagai suatu alternatif yang lain, Bahkan dapat muncul sekaligus dengan variabel bebas tetapi bukan berurutan dengannya, Perlu juga diingat di sini bahwa variabel pembantu tidak boleh dikacaukan dengan variabel penengah. Misalnya, kita kembali ke contoh variabel menjembatani di atas, yaitu dalam hal kebijakan penyediaan lapangan kerja bagi eks. pelacur di Surabaya, Untuk memperoleh pekerjaan seperti kebijakan publik tersebut, maka eks. pelacur diberi latihan keterampilan kerja (variabel menjembatani). Kemudian untuk pelaksanaan latihan kerja dengan suatu hasil yang memuaskan, maka perlu kepada eks. pelacur itu diberi atau ditumbuhkan motivasi latihan kerja yang baik melalui penyuluhan atau bimbingan pribadi oleh psikolog, ulama atau social worker. Bimbingan pribadi ini adalah yang dimaksud dengan variabel pembantu dan dengan contoh di atas pula kita sekaligus dapat membedakan variabel menjembatani dan variabel pembantu, Tipe lain dari variabel kontrol adalah variabel kendala. Sesuai dengan namanya, variabel ini bermaksud sebagai variabel rintangan atau penghalang terhadap kebijakan publik yang diprogramkan karena faktor situasi. Kemudian dari isinya, variabel kendala dapat dipisahkan, yaitu variabel faktor lingkungan dan variabel karakteristik populasi sasaran kebijakan. Dalam hal pencapaian kebijakan yang diharapkan, faktor lingkungan di ‘mana kebijakan dilaksanakan merupakan hal-hal yang perlu mendapat perhatian. Begitu pula dengan karakteristik sasaran kebijakan. Apa pun alasannya, faktor karakteristik sasaran adalah persoalan yang inheren dengan kebijakan itu sendiri, dan ini pun perlu diperhatikan dalam analisis suatu kebijakan. Persoalan yang terakhir dari pembicaraan kompleksitas variabel ini adalah pembicaraan mengenai variabel akibat sampingan terhadap kebijakan yang dilaksanakan, Variabel ini dalam penelitian kebijakan disebut sebagai variabel akibat laten namun pada pembicaraan ini, karena pertimbangan faktor komunikasi, maka cenderung menggunakan nama variabel akibat sampingan. Variabel ini mengacu pada dua bentuk sampingan yang perlu diantisipasi oleh setiap perencana kebijakan, agar suatu kebijakan dapat dilihat sebagai suatu hal yang lebih menguntungkan masyarakat daripada hal-hal sebaliknya, Variabel akibat sampingan dapat berbentuk hal-hal yang diperkirakan dan hal-hal sebaliknya. Variabel akibat sampingan dapat berbentuk hal-hal yang dapat diperkirakan dan hal-hal yang tidak diperkirakan. Suatu contoh dari variabel sampingan adalah dalam. kebijakan pengadaan rumah murah di perkotaan. Kebijakan ini mengakibatkan beberapa efek sampingan terhadap pemilik tanah lokasi perumahan murah. Salah satu efek yang diperkirakan adalah, perubahan perilaku mencari nafkah. Kalau sebelum perumahan murah dibangun pada lokasi tanah masyarakat, anggota masyarakat tersebut bermata pencaharian sebagai petani. Akan tetapi setelah tanah-tanah mereka dijual kepada developer, petani-petani itu meninggalkan pertaniannya dan bekerja sebagai pekerja industri atau pedagang. Pada kenyataannya, hal-hal yang tidak diperkirakan muncul pada akibat pelaksanaan kebijakan, tetapi hal-hal yang tidak diperkirakan juga ikut-ikutan muncul mewarnai kebijakan yang dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat kembali pada contoh di atas, bahwa di samping efek yang telah diperkirakan, juga muncul hal-hal lain yang tidak diperkirakan. Mungkin perencana kebijakan tidak memperkirakan sama sekali bahwa dari kesekian. petani yang telah menjual tanahnya kepada pihak developer, banyak di antara mereka kemudian menganggur dan menggelandang. Hal ini terjadi karena kesiapan mental petani tersebut belum mampu menghadapi perubahan perilaku mencari nafkah seperti dicontohkan di atas. Uang hasil penjualan atau ganti rugi atas tanah tersebut, tidak mampu dikelola secara efektif dan efisien. Akibatnya, dalam waktu yang relatif tidak lama, uang-uang tersebut telah habis digunakan secara konsumtif dan setelah uang habis, mereka menganggur atau menggelandang. Untuk menerobos birokrasi industri, mereka tidak mampu, karena tidak memiliki keterampilan atau ijazah yang dibutuhkan pada sektor industri. Hal terakhir ini adalah yang dimaksud dengan akibat sampingan yang tidak diperkirakan. HUBUNGAN-HUBUNGAN VARIABEL Kompleksitas variabel lengkap dengan uraian di atas, tidak banyak dijumpai dalam. berbagai penelitian kuantitatif lainnya. Pada penelitian kuantitatif umumnya dijumpai {independent variable), variabel tergantung (dependent variable) dan variabel penyela (intervening variable). Sedangkan varian variabel seperti pada penelitian kebijakan publik tidak banyak dijumpai akan tetapi kompleksitas modelnya bisa menjadi perhatian dalam pengembangan model variabel pada penelitian kuantitatif lainnya yang lebih progresif. Hanya saja dalam penelitian kuantitatif yang bervariasi adalah hubungan antara variabel- variabel tersebut. Hubungan mana dalam penelitian kebijakan sosial tidak banyak dijumpai. Dalam penelitian kuantitatif, bentuk-bentuk hubungan antara variabel penelitian tidak saja dipertimbangkan dalam analisis, tetapi merupakan hal yang pokok dalam penelitian kuantitatif. Pada umumnya penelitian kuantitatif bertujuan mencari hubungan. antara variabel-variabel tersebut, kemudian hubungan-hubungan itu diuji satu sama lain. Variabel dilihat bukan pada keberadaannya saja, tetapi bagaimana hubungan-hubungan itu dijalin dan kemudian mewarnai variabel tergantung, Untuk lebih jelas mari kita lihat hubungan-hubungan tersebut dalam Tabel 5. Taset 5 ‘Tire Hupucan antara VARIABE A. Hubungan simetris 1, Kedua variabel merupakan indikator untuk konsep yang sama. 2. Kedua variabel merupakan akibat dari faktor yang sama. 3. Kedua variabel berkaitan secara fungsional. 4. Hubungan variabel berkaitan semata-mata. B. Hubungan timbal balik C. Hubungan asimetris 1, Hubungan antara stimulus dan respons. 2. Hubungan antara disposisi dan respons. 3. Hubungan antara ciri individu dan disposisi atau tingkah laku. 4, Hubungan antara prekondisi dan akibat tertentu. 5 6. |. Hubungan yang imanen. . Hubungan antara tujuan dan cara. HUBUNGAN SIMETRIS Suatu variabel dikatakan sebagai variabel berhubungan simetris, apabila perubahan. variabel tersebut tidak disebabkan oleh variabel yang lain. Contohnya, variabel pendapatan tukang becak sebulan tidak ada sangkut pautnya dengan tingkat curah hujan pada bulan tersebut. Begitu pula sebaliknya, tingkat curah hujan tidak ada kaitannya dengan pendapatan tukang becak sebulan itu. Ada empat kelompok hubungan simetris yang masing-masing dapat dijelaskan. sebagai berikut: * Lihat: Peter Hagul, Chris Manning dan Masri Singarimbun, Penentuan Variabel Penelitian dan Hubungan antara Variabel, dalam Masti Singarimbun dan Sofian Effendi, Mefode Penelttian Survei. Jakarta: LPSES, 1984. him. 29. rc) KONSEP DAN VARIABEL, PENELITIAN Kedua variabel merupakan indikator sebuah konsep yang sama. Pada suatu saat orang bersuara sendu, kemudian mengeluarkan air mata, tandanya ia menangis. Namun tidak dapat dikatakan bahwa seseorang mengeluarkan air mata menyebabkan ia bersuara sendu atau sebaliknya. Kedua variabel merupakan akibat dari faktor yang sama. Kebijakan pemerintah membebas- kan pajak impor barang mewah, berakibat meningkatnya permintaan barang impor dalam negeri. Kebijakan kemudahan pemberian kredit sepeda motor berakibat terhadap pertum- buhan angkutan ojek di masyarakat. . Kedua variabel berkaitan secara fungsional. Bertambahnya angkutan. ojek secara fungsional mematikan fungsi angkutan lain seperti becak. Berkembang hypermarket disatu wilayah, secara fungsional mematikan toko-toko kecil di sekitar hypermarket. Kebijakan motorisasi perahu angkutan antarpulau, secara fungsional mematikan angkutan tradisional yang menggunakan tenaga angin atau tenaga manusia. = }. Kedua variabel mempunyai hubungan yang kebetulan semata. Seorang ibu menumpang pesawat Lion Air, sebulan kemudian mendapat hadiah jutaan rupiah yang menjadikannya seorang milioner. Hubungan antara naik pesawat dan hadiah jutaan rupiah hanyalah kebetulan karena maskapai Lion Air sedang menyelenggarakan program hadiah jutaan rupiah. HUBUNGAN TIMBAL BALIK Hubungan-hubungan timbal balik antara variabel-vatiabel penelitian berbeda dengan hubungan sebab-akibat (kausalitas) dalam sebuah penelitian. Hubungan timbal balik di sini maksudnya, suatu variabel dapat menjadi sebab sekaligus juga dapat menjadi akibat dan bukan dimaksud perubahan variabel tertentu diakibatkan oleh variabel yang lain. Hubungan timbal balik dapat dicontohkan sebagai berikut: kebiasaan menabung di hari muda akan mendatangkan kebahagiaan di hari tua. Karena kebiasaan menabung di hari muda mengajarkan anak muda sebagai generasi hemat, memiliki buku adalah investasi dan akan mendatangkan keuntungan, karena pada gilirannya hasil dari membaca buku dan menulis dapat digunakan untuk membeli buku lain. HUBUNGAN ASIMETRIS Pembahasan mengenai berbagai hubungan variabel penelitian kuantitatif pada umumnya tertumpu pada pembicaraan mengenai hubungan asimetris. Hubungan ini mendeskcipsikan bagaimana suatu variabel memengaruhi variabel yang lain. Hubungan asimetristerditi dari enam tipe yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 80 METODOLOG!,PENELITIAN KUANTITATIE 1. HUBUNGAN ANTARA STIMULUS DAN RESPONS Sifat hubungan ini menjelaskan variabel stimulus memberikan pengaruh terhadap variabel respons, dan kemudian variabel respons memberi reaksi terhadap stimulus tersebut. Hubungan ini adalah bagian dari hubungan sebab-akibat, yang biasanya dilakukan oleh abli-ahli penelitian kuantitatif dari berbagai disiplin ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Contohnya seorang peneliti meneliti hubungan antara tayangan erotika dimedia massa terhadap sikap seks remaja di perkotaan. Penelitian tentang pertumbuhan, ekonomi pedesaan pascapemberian kredit UKM di desa tersebut. Ada wacana yang mempermasalahkan prinsip selektivitas dalam hubungan ini. Misalnya, penelitian mengenai pengaruh tayangan televisi terhadap sikap keterbukaan pemirsanya. Persoalannya adalah apakah televisi yang ditonton pemirsa memengaruhi sikap keterbukaannya, atau sikap keterbukaan pemirsa menyebabkan ia menonton televisi. Persoalan selektivitas ini akan terpecahkan apabila orang mengetahui atau memperoleh data awal sebelum kedua variabel tersebut dianalisis hubungannya. 2. HUBUNGAN ANTARA DISPOSISI DAN RESPONS Yang dimaksudkan dengan disposisi di sini adalah kecenderungan dalam menunjukkan respons tertentu dalam posisi atau situasi tertentu pula, Sedangkan respons diukur dengan melihat tingkah laku seseorang, misalnya menonton televisi, pemilihan merek kendaraan bermotor, merokok, membolos, dan sebagainya. Contoh sedethana dari hubungan disposisi dan respons ini adalah sikap terhadap sektor informal dan sikap memilih pekerjaan di sekitar sektor informal. Pada situasi tertentu seseorang bersikap sinis terhadap sektor informal karena selain terkesan sukar diatur juga tidak memberi jaminan memperoleh pendapatan yang memadai. Namun pada saat lain, ketika orang tersebut tidak memperoleh penghasilan di sektor lain yang lebih baik, maka ia akan memilih sektor informal sebagai pilihan mencari nafkah. 3. HUBUNGAN ANTARA CIRI INDIVIDU DAN DISPOSISI Yang dimaksud dengan ciri pribadi adalah sifat-sifat pribadi atau individu yang kemungkinan tidak berubah, walaupun dipengaruhi oleh lingkungannya. Cir pribadi ini seperti jenis seks, suku, kebangsaan, dan sebagainya. Misalnya, orang Madura, karena budaya mereka yang temperamental menyebabkan orang Madura terkesan keras, terus terang dan garang, Sedangkan orang Jawa, karena budaya Jawa selalu ingin memelihara keseimbangan sehingga menyebabkan orang Jawa terkesan lamban, sukar memilih, dan cenderung menggunakan batin dalam menghadapi suatu masalah, 4, HUBUNGAN ANTARA PREKONDISI YANG PERLU DENGAN AKIBAT TERTENTU Dikatakan bahwa suatu variabel akan ada apabila ada variabel yang lain. Suatu variabel akan muncul dengan syarat variabel yang lain harus dimunculkan lebih dulu. Contoh sederhana, masyarakat akan proaktif melaporkan kasus-kasus korupsi dan. sebagainya yang ia temui di masyarakat apabila ada sistem yang menjamin keselamatan dirinya dan jaminan bahwa kasus-kasus tersebut ditindaklanjuti oleh yang berwewenang. Dalam masyarakat yang demokrasinya sudah “matang”, warga negara akan menggunakan. hak pilihnya untuk memilih wakil-wakilnya dalam pemilu apabila ada jaminan bahwa pilihannya akan memperjuangkan hak-hak rakyat di parlemen. 5. HUBUNGAN YANG IMANEN ANTARA DUA VARIABEL Pada kasus hubungan ini dimaksud, variabel tertentu memiliki hubungan yang imanen dengan variabel yang lain, perubahan variabel tertentu akan diikuti pula dengan perubahan variabel yang lain. Contohnya, jumlah barang yang beredar di pasar dalam jumlah berlebihan akan menyebabkan menurunnya harga barang tersebut, jumlah {ulusan sekolah keguruan yang terus bertambah dengan tidak diikuti oleh bertambahnya jumlah sekolah baru, akan mengakibatkan jumlah pengangguran bagi lulusan sekolah keguruan. 6. HUBUNGAN ANTARA VARIABEL TUJUAN DAN VARIABEL CARA Umumnya tujuan dan cara dapat ditemui pada satu keinginan orang, tetapi tidak jarang pula tujuan dan cara berada pada kondisi yang berbeda pula, Misalnya, hubungan. antara model-model janji menyejahterakan masyarakat dalam kampanye partai politik dan cara partai politik mengendalikan suatu tezim dalam pemerintahan, hubungan antara, jumlah obat yang dimakan dengan tingkat kesembuhan pasien, ‘hubungan antara cinta orangtua tethadap anak dan cara ia mendidik anak tersebut. Umumnya tipe hubungan asimerris seperti yang dijelaskan di atas inilah yang ingin dijelaskan dalam penelitian-penelitian eksperimen. Tipe hubungan tersebut memiliki efektivitas cara yang diuji dalam rangka mencapai tujuan. Tipe hubungan asimetris yang telah dibicarakan di atas, berbeda dengan macam hubungan asimetris antara beberapa variabel dalam penelitian kuantitatif. Ada dua macam hubungan asimetris yang menjadi Pusat perhatian dalam analisis variabel, yaitu hubungan bivariat dan multivariat, Kedua hubungan dapat terjadi di antara dua variabel atau juga dapat terjadi pada hubungan tiga atau lebih variabel. Hubungan asimetris antara dua variabel dapat dilihat dalam Gambar 8 dan Gambar 8. METOPOLOG!,PENELITIAN KUANTITATIE Variabel Bebas Variabel Tergantung Frekiensi Menonton Sikap Keterbukaan Televisi > Jrechadap Ide-ide Baru Gampar 8 ‘Husuncan Dua VARIABEL DALAM ANALISIS BIVARIAT Variabel Bebas Harga Promosi Tempat/Pasar Produk Kebutuhan dan Keinginan Biaya Pelanggan Kemudahan Komunikasi Variabel Tergantung HTingkat Penjuatan Produk Tas Merek JJ Ganpar 8 Husuncan Dua VaRIABEL DALAM ANALISIS MULTIVARIAT Penelitian yang menguji hubungan bivariat, hanya terdapat dua variabel pokok, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung di mana variabel bebas memengaruhi variabel tergantung. Sedangkan pada penelitian yang menguji hubungan multivariat, walaupun. masih tetap terdiri dari dua variabel, tetapi variabel bebas terdiri dari sub-subvariabel yang lebih kecil lagi. Oleh karena itu variabel bebas lebih tepat dikatakan sebagai kumpulan variabel bebas (komposit variabel bebas) yang memengaruhi variabel tergantung (tunggal) yang tidak terdiri dari sub-sub variabel yang lain. Pada penelitian yang menggunakan analisis hubungan multivariat yang lain, variabel dapat dikategorikan menjadi tiga jenis variabel, yaitu variabel bebas, variabel tergantung, dan variabel kontrol.t Munculnya variabel kontrol di sini karena dilakukan pembatasan kategori variabel bebas. Kategori disusun dengan asumsi yang lebih kuat mengenai sub-subvariabel bebas mana yang amat berpengaruh tethadap variabel tergantung. Sub- subvariabel bebas dikelompokkan dalam variabel kontrol. Keberadaan variabel kontrol dalam analisis hubungan multivariat, sebagai perbandingan terhadap variabel bebas, yaitu manakala data menolak intervensi variabel bebas dalam analisis multivariat sebagai “ Lihat: Penjelesan tentang veriabel Kontrol pada pembahasan sebelumnya Variabel Bebas Variabel Tergantung mies ; Peatan Kho Karyawan Keterampilan aoe Kualitas Produk Karyawan Pabrik . Linghungan Kerja Tas Merek J) ome 5 Selera Pasar Variabel Kontrol Gampar 9 Husuncan Dua atau Lepmt VARIABEL DALAM ANALISis MULTIVARIAT variabel yang memengaruhi variabel tergantung, maka variabel kontrol itulah yang tampil sebagai alternatif berikutnya, sebagai variabel penyebab terjadi perubahan pada variabel tergantung. Ada tiga variabel yang saling berinteraksi dalam hubungan multivariate sebagaimana pada Gambar 9. Dalam analisis hubungan ini, variabel bebas adalah kualitas keterampilan karyawan pabrik tas merek JJ, variabel tergantung adalah hasil produksi tas merek JJdan variabel kontrol adalah terdiri dari beberapa sub-subvariabel bebas yang dimungkinkan, memengaruhi variabel tergantung. Menyiapkan produksi Tas J) yang berkualitas, amat bergantung pada bagaimana kualitas keterampilan karyawan Pabrik Tas JJ. Dengan kata lain diperkirakan variabel yang amat menentukan kualitas produk Tas JJ adalah variabel kualitas keterampilan karyawan pabrik tas tersebut. Namun selain variabel kualitas karyawan diperkirakan juga ada variabel-variabel lain yang tidak menutup kemungkinan dapat memengaruhi kualitas produk tas JJ. Seperti umpamanya adalah pelatihan khusus terhadap karyawan, kualitas mesin yang digunakan, kesejahteraan karyawan, lingkungan kerja karyawan, dan selera pasar terhadap model- model tas. Variabel-variabel yang memengaruhi kualitas produk tas J) di luar variabel kualitas karyawan tersebut dapat disebut dengan variabel kontrol, yaitu variabel yang secara sendiri-sendiri atau bersamaan dengan variabel kualitas karyawan memengaruhi variabel kualitas produksi tas JJ. Untuk memisahkan pemahaman terhadap mana variabel bebas dan mana variabel kontrol, dituntut pengamatan yang teliti dari seorang peneliti. Oleh karena itu penggunaan pengalaman, logika, ilmu dan feeling of researcher harus sampai pada tingkat yang optimal dan tidak asal-asalan. Dalam hal ini orang dituntut mempertimbangkan masalah efektivitas dan efisiensi kerja dengan risiko-risiko tertentu, dan ini adalah persoalan keseriusan dalam pekerjaan penelitian, BAB 6 HIPOTESIS PENELITIAN PENGERTIAN HIPOTESIS PENELITIAN Secara etimologis, hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata hypo dan kata thesis. Hypo berarti kurang dan thesis adalah pendapat. Kedua kata itu kemudian digunakan secara bersama menjadi hypothesis dan penyebutan dalam dialek Indonesia menjadi hipotesa kemudian berubah menjadi hipotesis yang maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna. Pengertian ini kemudian di perluas dengan maksud sebagai kesimpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian. Pembuktian itu hanya dapat dilakukan dengan menguji hipotesis dimaksud dengan data di lapangan. Penggunaan hipotesis dalam penelitian karena hipotesis sesungguhnya baru sekadar jawaban sementara tethadap hasil penelitian yang akan dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam. pengumpulan data. Selain fungsinya sebagai guide proses penelitian, sesungguhnya eksistensi penelitian ‘uantitatifitu sendiri yang terpenting adalah untuk menguji hipotesis. Sebagai guide proses penelitian, hipotesis juga didesain berdasarkan kepentingan suatu penelitian. Karena itu dalam penelitian kuantitatif, sejak awal peneliti harus sudah mengetahui untuk apa hipotesis dirancang. Peneliti juga harus tahu apakah suatu penelitian harus menggunakan hipotesis ataukah tidak. Pertimbangan pemahaman peneliti terhadap diperlukannya suatu penelitian meng- gunakan hipotesis karena tidak semua penelitian dapat menggunakan hipotesis bahkan desain hipotesis juga bisa berbeda-beda, seperti, apabila penelitian menghadapi data-data ‘matematik yang dapat diukur secara kuantitatif, maka dalam penelitian harus dibangun hipotesis-hipotesis matematik pula, yaitu hipotesis secara matematik memberi batasan hubungan apa atau yang bagaimana antara dua atau lebih variabel. Namun apabila peneliti menghadapi data ataupun variabel yang menunjukkan gejala rumit, canggih, serta sukar diukur secara kuantitatif, maka hipotesis harus dibangun dalam bentuk yang lebih verbal, 86 METOPOLOGI,PENELITIAN KUANTITATIE Di saat mendesain dan mengkonstruksi hipotesis, peneliti membutuhkan sumber- sumber inspirasi yang dapat membantu dan member warna hipotesis yang dibangunnya. Sumber-sumber inspirasi hipotesis dalam penelitian kuantitatif adalah teori' yang digunakan dalam penelitian, teori tersebut diperoleh dari studi kepustakaan. Selain teori-teori mapan sebagai sumber inspirasi hipotesis, peneliti juga dapat menggunakan pengalaman-pengalaman empiris yang dibangun berdasarkan pengamatan- pengamatan yang sistematis malalui penelitian eksploratif atau bahan-bahan eksploratif yang dibuat oleh orang lain sebagai sumber-sumber inspirasi lain hipotesis penelitian. Dengan demikian sumber-sumber inspirasi hipotesis adalah teori dan pengalaman empiris peneliti itu sendiri. Teori Kepustakaan + Penelitian/Rancangan Hipotesis }—»| Hipotesis «+---- Kenyataan Empiris Ganar 10 PENGGUNAAN Sumber Tort DAN Eapiris UNTUK Hiroresis Studi-studi eksploratif kebanyakan juga digunakan sebagai sumber inspirasi hipotesis yangakan dibangun, tetapi karena tempatnya di lapangan, maka kurang menjadi kebiasaan orang menggunakannya secara baik. Bahkan karena sifat keterpakuan peneliti terhadap sumber teori semata, menyebabkan ia menafsirkan bahan eksplorasi sebagai bukan sumber yang berguna untuk digunakan dalam membangun hipotesis. Katakanlah seorang yang banyak mengamati lingkungan sekitarnya, akan lebih baik—mungkin—membangun hipotesis tentang hasil pengamatan itu daripada orang yang hanya mengenal objek * Teorl yang umumnya digunakan dalam peneliian luantitaif adalah teor-teori mapan. Dalam hal ini dapat dibedakan antara pendapat seorang iImuwan dan teori. Pendapat adalah sikap-sikap atau statement pribadi ilmuwan yang perl dika lagi dalam penelitan imiah. Umumaya sikap dan statement ini dimuat dalam jurnal atau karya lainnya seperti majalah, koran, dan sebagainya. ‘Sedangkan teori adalah statement ilmiah yang dirumuskan berdasarkan hasi-hasil peneltian dan telah mendapat verfikasi dart ltmawan lainrya berdasarkan pengamatan maupun peneltian. Teort dapat disebut telah mapan karena telah mendapat posist dalam struktur limu secara uum seperti Grand Theory, Middle Theory, Application Theory, maupun Conceptual Theory. tersebut melalui sekumpulan hasil studi kepustakaan atau teori-teori. Perubahan objek atau fenomena sosial tertentu selalu lebih cepat daripada apa yang dihasilkan oleh teori. Pemanfaatan sumber hipotesis dari bahan eksplorasi akan lebih baik apabila peneliti tidak hanya mengandalkan hasil eksplorasi teoretis yang dibuat olelvorang lain dan pada waktu yang berlainan pula, Dalam hal ini yang dikhawatirkan bahwa perubahan telah terjadi di saat hipotesis dibangun. Dengan demikian, hipotesis yang berasal dari teori kepustakaan orang lain diragukan, tetapi masing-masing punya kelebihan dan ini ada kaitannya dengan sampai sejauh mana kemampuan peneliti menggunakannya. Mungkin saja terjadi, sumber-sumber di atas tidak memberi andif apa-apa terhadap hipotesis, karena ketidakmampuan peneliti dalam memanfaatkannya. Yang paling bermanfaat adalah apabila peneliti melakukan mapping teori dan menunjukkan posisi penelitiannya berada diposisi yang mana kemudian membangun. hipotesis berdasarkan hasil mapping teori itu. Hal inilah yang disebut dengan theoretical problem dalam suatu penelitian. Hipotesis ini kemudian digunakan untuk menjawab problem empirik dalam penelitian. MERANCANG HIPOTESIS Pada dasamya hipotesis penelitian tidak didesain kalau tidak hanya untuk kebutuhan penelitian atau sebaliknya. Oleh karenanya, rancangan hipotesis dibangun di atas kesadaran keilmuan, sehingga hipotesis harus dipertimbangkan validitasnya. Dalam hal ini mungkin perlu dipertimbangkan saran William F Ogburn, bahwa untuk sampai pada validitas hipotesis yang berkemampuan mencapai keilmuan langgeng, harus malalui langkah-langkah, mencapai ide, merumuskan ke dalam suatu bentuk hingga dapat didemontrasi dan verifikasi.? Penjelasan mengenai Ogburn tersebut adalah inti dari pembahasan tentang hal-hal yang perlu dijelaskan dalam rancangan hipotesis dan menjadi substansi hipotesis pada umumnya sebagaimana dijelaskan oleh Wirawan, yaitu: (a) hipotesis harus muncul dan ada hubungannya dengan teori serta masalah yang diteliti; (b) setiap hipotesis adalah kemungkinan jawaban terhadap persoalan yang diteliti; (c) hipotesis harus diuji (teruji) atau diukur (terukur) secara khusus untuk menetapkan apakah hipotesis paling besar kemungkinannya didukung oleh data empiris. * Winardi, Pengantar Methodologly Research, Badung: alamni, 1982. him, 86, *1.B. Wirawon, Op.Cit, him, 23, Dari perforinance-nya, dalam arti materi hipotesis, formulasi hipotesis haruslah memenuhi beberapa syarat sebagai berikut ini: a. Sebuah hipotesis disajikan dalam formulasi konsisten logis. Hipotesis harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga konsekuensi mutlak yang lahir darinya, tidak merupakan sesuatu yang berlawanan atau sesuatu yang inkonsistensi. Apabila dalam suatu teori terdapat formulasi yang inkonsistensi, maka dituntut suatu formulasi baru dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga inkonsistensi menjadi tak tampak dan muncul suatu formulasi yang konsisten. b, Penggunaan prinsip ekonomis. Sesuatu yang tidak penting dan tidak diujikan serta tidak diperlukan secara formal, tidak perlu dimasukkan dalam formulasi hipotesis. Hipotesis harus dirumuskan sehemat mungkin yang disesuaikan dengan kebutuhan pengujian nanti. Apabila prinsip ini tidak dipenuhi secara baik, maka pemunculan hal-hal yang tidak diperlukan dalam formulasi hipotesis hanyalah sebagai unsur yang dapat mengacaukan. c. Hipotesis diajukan dengan kemungkinan pengujiannya. Hipotesis dibuat dengan suatu kemungkinan bahwa hipotesis tersebut nantinya dapat diuji. d. Hipotesis harus spesifik dan tidak menggunakan bahasa yang ambiguous. Hipotesis harus dapat diuji secara empiris serta dapat menjabarkan ramalan yang dapat diuji kebenarannya. e. Acuan empitis yang ditentukan secara tegas. Dalam hal ini hipotesis tidak dapat melepaskan diri dari jangkauan konsep yang telah didefinisikan. Oleh karena itu dalam perumusan hipotesis, peneliti harus dapat dengan saksama menegaskan kembali makna dari kumpulan gejala empiris yang bersangkutan dengan pemantulan kembali makna-makna teori yang dipergunakan oleh konsep dalam penelitian.+ Perlu diingat, apa pun sifat dan syarat suatu hipotesis, yang jelas bahwa penampilan setiap hipotesis adalah dalam bentuk statement, yaitu pernyataan tentang sifat atau keadaan hubungan dua atau lebih variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu, pembaca dapat melihat contoh-contoh hipotesis berikut ini: ~ Kecantikan seorang gadis berpengaruh terhadap panjang-pendeknya umur kegadisannya. - Keterbukaan seseorang terhadap informasi berpengaruh terhadap tingkat selektivitas informasi yang dimanfaatkan. — Tidak ada hubungan antara semakin tinggi pemahaman keagamaan seseorang dengan penerimaan sikap-sikap liberal dalam erusan-urusan keagamaannya di masyarakat. = Tidak ada hubungan antara kemiskinan dan masalah putus sekolah di masyarakat pinggiran. ~ Ada hubungan antara pelacuran dan keadaan ekonomi, sosiologis, dan antropologis. * Vredenbregt,J., Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1978. BERBAGAI BENTUK HIPOTESIS Jacob Vredenbregt membedakan hipotesis dalam tiga jenis, yaitu hipotesis universal, hipotesis eksistensial, dan hipotesis probabilitas. Hipotesis universal dapat dicontohkan. sebagai berikut: semua orang yang berasal dari daerah konilik di Indonesia mengalami hambatan-hambatan psikologis dalam berinteraksi dengan orang lain sebagai pengalaman masa lalunya. Semua orang Aceh antimiliterisme, semua jenis buaya adalah binatang buas. Berdasarkan statement ini, kemudian diuji atau diramalkan, apakah benar semua orang yang berasail dari daerah konflik di Indonesia memiliki hambatan psikologis dalam berinteraksi dengan orang lain. Semua orang Aceh antimiliterisme, dan semua jenis buaya adalah binatang buas. Sedangkan hipotesis eksistensial mempunyai bentuk dasar bahwa paling sedikit ada satu satuan dalam universum X adalah Y. Contohnya dengan menggunakan prognosis (ramalan) memang ada, artinya paling sedikit satu orang dati kalangan pemirsa televisi dapat menebak dengan benar kuis olahraga yang ditayangkan televisi tersebut dengan. benat: Jika kita berangkat dari hipotesis nol, maka ramalannya adalah tidak seorang pemirsa pun yang dapat menebak kuis olahraga dengan benar. Kemudian kita mencari asus yang mengingkari ramalan tersebut atau hipotesis nol itu. Berbeda dengan dua hipotesis sebelumnya, hipotesis probabilitas mempunyai bentuk dasar yang abstrak. Yang dipersoalkan di sini adalah keadaan “relatif lebih atau relatif kurang”. Hipotesis probabilitas didasarkan atas pengujian. sampel, yang memakai penegasan kriteria yang diatur menurut konvensi (perjanjian). Hasil dari hipotesis ini senantiasa probable artinya senantiasa membawa tisiko-risiko kemungkinan tertentu. Jenis-jenis hipotesis yang dikemukakan oleh Jakob Vredenbregt di atas, memiliki kecenderungan yang sukar dimengerti oleh orang lain —terutama peneliti pemula—tetapi terkandung ide-ide yang perlu dipertimbangkan. Ada beberapa pembagian jenis hipotesis lain yang lebih muda dimengerti dan dipakai pada berbagai penelitian, yaitu hipotesis nol (Ho), Hipotesis altematif (Ha) dan hipotesis kerja (Hk). Ketiga hipotesis ini dijelaskan sebagai berikut: HIPOTESIS NOL (HO) Hipotesis nol juga sering disebut dengan hipotesis statistik yaitu hipotesis yang diuji dengan statistik. Hipotesis ini mempunyai bentuk dasar atau memiliki statement yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel X dan variabel Y yang akan diteliti, atau * Ibid, him, 25.26, variabel independen (X) tidak memengaruhi variabel dependen (Y). Statement konkretnya dapat dicontohkan: “Tidak ada hubungan antara sikap pemihakan jurnalistik dan kepemilikan suatu media di mana jurnalis bekerja”, “Tidak ada hubungan antara tingkat pelanggaran seksual dan tingkat kasus penyakit AIDS/HIV di suatu negara”, “Penegakan. disiplin di jalan raya tidak dipengaruhi oleh pemahaman pengendara kendaraan bermotor di jalan raya”, dan sebagainya. Hipotesis nol ini dibuat dengan kemungkinan yang besar untuk ditolak, ini berarti apabila terbukti bahwa hipotesis nol ini tidak benar dalam arti hipotesis itu ditolak, maka disimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel X dan variabel Y. HIPOTESIS ALTERNATIF (HA) Lawan dari hipotesis nol adalah hipotesis alternatif. Hipotesis alternatif dapat langsung dirumuskan apabila ternyata pada suatu penelitian, hipotesis nol ditolak. Hipotesis ini menyatakan ada hubungan, yang berarti ada signifikansi hubungan antara vatiabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Sebagai hipotesis yang berlawanan dengan hipotesis nol, maka hipotesis ini disiapkan untuk suatu kecenderungan menerima statement-nya atau kebenarannya. Beberapa contoh dari hipotesis kerja adalah: “ada hubungan antara tekanan-tekanan militerisme AS terhadap negara-negara Islam dan meningkatnya terorisme international”; “ada hubungan antara tingkat penguasaan kapital seseorang dan tingkat jaringan sosial orang tersebut”; “ada perbedaan antara tingkat pendidikan seseorang dan status sosial seseorang, di masyarakat”; “penayangan erotika di media massa berpengaruh terhadap sikap seks remaja di perkotaan”, dan sebagainya. Pada penjelasan mengenai hipotesis nol di atas disebutkan apabila hipotesis nol ditolak, maka secara otomatis hipotesis alternatif diterima. Keadaan seperti ini pula terjadi pada hipotesis alternatif, yaitu apabila hipotesis alternatif terbukti ditolak, maka otomatis hipotesis nol diterima. Sebagai contoh, hipotesis nol berbunyi: “Tidak ada hubungan antara sikap liberalisme orangtua dan pemilihan tempat sekolah anak-anaknya”. Apabila ternyata hipotesis nol ini ditolak, maka otomatis hipotesis alternatif yang berbunyi “ada hubungan antara liberalisme orangtua dan pemilihan tempat sekolah anak-anaknya” dapat diterima. Hal semacam ini sama saja sebaliknya apabila kita memulai dengan hipotesis alternatif, misalnya berbunyi: “ada perbedaan kekuatan penyerapan pemitsa/pembaca terhadap iklan yang disiarkan melalui media televisi dan media cetak”. Kalau hipotesis ini ternyata ditolak maka otomatis hipotesis nol yang berbunyi “tidak ada perbedaan kekuatan penyerapan pemirsa/pembaca tethadap iklan yang disiarkan melalui media televisi dan media cetak”, diterima. Penolakan HUPOTESIS PENE atau penerimaan suatu hipotesis penelitian, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kredibilitas penelitinya. Karena dalam suatu penelitian, sebuah hipotesis dapat ditolak atau diterima rergantung hasil penelitian tersebut. Hipotesis alternatif dapat dipisahkan lagi menjadi dua bentuk yaitu: Hipotesis Alternatif Terarah (Directional Hypothesis). Hipotesis ini menyatakan arah interaksi yang searah atau kebalikan hubungan signifikansi dari dua variabel. Contohnya: “Semakin positif persepsi pengguna merek oli JJ, maka semakin tinggi pula tingkat penggunaan oli merek JJ tersebut”, Hipotesis Alternatif Tidak Terarah (Non-Directional Hypothesis). Hipotesis terakhir ini, tidak menyatakan arah interaksi yang searah atau arah dari hubungan. signifikansi antara dua atau lebih variabel. Contohnya: “ada hubungan semakin tinggi kadar keagamaan seseorang dengan semakin rendah keinginan orang tersebut tethadap hal-hal yang bersifat kebendaan”. 2 = HIPOTESIS KERJA (HK) Dimaksud dengan hipotesis kerja (Hk) adalah hipotesis spesifik yang dibangun. berdasarkan masalah-masalah khusus yang akan dityji. Hipotesis Hk ini digunakan untuk mempertegas hipotesis Ho atau Ha dalam statement yang lebih spesifik pada parameter (indikator) tertentu dari variabel yang dihipotesiskan. Contohnya pada Ho yang berbunyi: “Tidak ada hubungan antara mobilitas sosial dengan pandangan politik masyarakat”, maka hipotesis Hk dapat dibangun dengan statement: (a) “Tidak ada hubungan antara perubahan status pekerjaan dan pandangan politik seseorang”, (b) “Tidak ada hubungan antara gerak kepindahan fisik dan pandangan politik seseorang”. Hal yang sama juga terjadi apabila pada suatu penelitian, peneliti menggunakan hipotesis Ha. Ada kemiripan ketiga hipotesis di atas dengan model hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hipotesis Ho dan Ha adalah sama dengan hipotesis mayor, sedangkan hipotesis Hk sama dengan hipotesis minor. Untuk memahami kesamaan atau perbedaannya, akan dijelaskan di bawah ini. Dari sisi kompleksitas variabel, maka hipotesis dapat dibagi menjadi dua, yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hipotesis mayor adalah hipotesis induk yang menjadi sumber dari hipotesis-hipotesis yang lebih spesifik yaitu hipotesis minor. Pada beberapa penelitian kuantitatif, perumusan hipotesis mayor dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang paling sulit pada tahap perencanaan. Apabila peneliti dapat menjawab hipotesis mayor ini, barulah penelitian dianggap bethasil, dengan kata lain bahwa hipotesis mayor hanya dapat dijawab pada penelitian yang berhasil. Oleh karenanya, memilih atau menyusun hipotesis mayor bukanlah pekerjaan yang cepat terselesaikan, butuh ketelitian, dan renungan. 92 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE David H. Penny mengajukan beberapa cara yang dapat dilakukan oleh peneliti kuantitatif dalam mengurai kesulitan mereka membangun hipotesis mayor: Cara-cara tersebut di antaranya adalah: 5 a) Buatlah daftar masalah beserta hubungannya satu dengan yang lainnya, kemudian menentukan mana yang paling penting dan yang kiranya dapat Anda tangani. b) Buatlah jenis informasi yang Anda butuhkan untuk menjelaskan suatu masalah tertentu, dan dari daftar itu tentukan mana pertanyaan yang paling penting serta dapat Anda jawab jika telah mengumpulkan informasi. c) Daftarlah variabel-variabel penting yang diperkirakan akan membantu dalam menganalisis problem tertentu, kemudian lakukan seperti poin b. d) Daftarlah institusi sosial, ekonomi, atau politik, dan sebagainya, yang dalam beberapa hal berkaitan dengan kajian yang direncanakan. Kemudian Anda boleh bertanya pada diri sendiri, mana di antara institusi itu yang paling relevan dengan kajian Anda. e) Buatlah daftar isu-isu teoretis dan pilihlah di antara isu tersebut yang paling relevan sebagai kerangka kerja untuk merencanakan kajian.¢ PENGUJIAN HIPOTESIS PENELITIAN Dalam penelitian kuantitatif, sebagaimana disebutkan di atas bahwa hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol (Ho) atau juga disebut dengan hipotesis statistik. Banyak kalangan peneliti berpendapat, dalam banyak hal, penelitian kuantitatif lebih matematis, lebih sistematik daripada penelitian kualitatif, Begitu pula dalam hal menguji hipotesis penelitian, Penelitian kuantitatif, karena cenderung menggunakan pengukuran statistik, maka lebih banyak memiliki alat-alat ukur yang objektif. Pada penelitian kuantitatif, pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian statistik sehingga relatif mendekati suatu kebenaran yang “diharapkan”. Dengan demikian, orang lebih mudah menerima suatu penjelasan pengujian, sampai sejauh mana hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Misalnya, dalam hal menentukan penerimaan, dan penolakan hipotesis nol, dapat dicontohkan penerapannya pada data penelitian berdistribusi dalam grafik kurva normal seperti pada Gambar 11. Apabila suatu penelitian berasumsi bahwa kebenaran sebuah hipotesis seperti kurva normal di atas dan jika kita menentukan taraf kepercayaan 95%, maka ada 5% taraf penolakannya, dan ini tersebar menjadi dua ekor, yaitu ekor kanan dan ekor kiri kurva dan masing-masing memiliki taraf penolakan 2,5%. Daerah yang berada pada David H. Penny, Hints for Research Workers in the Social Sciences, Australian National Unversity Canberra, Australia, Allh bbahasa oleh Abdilah Hanafi, Petunjuk bagi Penefit Iimu-ilmu Sosial, Surabaya: USANA, 1984, him, 32. Daerah Pen nerinuan Ho Daeralt Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho 2,5% 95% 2,5% Gaveoar 11 Gampar Kurva NorMaL DALAM PENGUIAN Hirorests PENELITIAN taraf kepercayaan adalah daerah penerimaan hipotesis, sedangkan daerah dua ekor yang berada di sisi-sisi daerah penerimaan hipotesis, merupakan daerah penolakan hipotesis dan disebut daerah signifikansi. Andai kata kita menguji nilai Z - skor dari N = 120, dan dari perhitungan Z - skor dengan rumus: X-X SD Misalnya Z = 1,70, maka letaknya pada kurva adalah sebagai berikut: Daenuh Penerimaan Ho 95% 1.70 1.96 Ganar 12 Gawpar Kurva NORMAL DALAM PENGUIIAN Besar Z - skor adalah 1,70 yang terletak pada daerah penerimaan hipotesis nol. Ini berarti bahwa hipotesis nol dapat disimpulkan “diterima” atau dengan kata lain hipotesis alternatif “ditolak” PENGGUNAAN HIPOTESIS DALAM PENELITIAN KUANTITATIF ‘Umumnya penelitian kuantitatif menggunakan hipotesis. Hanya keberadaan hipotesis pada masing-masing penelitian kuantitatif dipertimbangkan kepentingannya. Pada pene- litian-penelitian kuantitatif eksplanatif, penggunaan hipotesis dianggap persoalan yang sangat penting. Akan tetapi pada penelitian kuantitatif deskriptif, penggunaan hipotesis tidak lebih penting seperti yang diperlakukan pada penelitian kuantitatif eksplanatif. Hal tersebut disebabkan karena kuantitatif deskriptif tidak bertujuan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya mendeskripsikan ataupun sekadar mengindentifikasikan data. Penggunaan hipotesis dalam penelitian kuantitatif digunakan selain sebagai citi Khas dari penelitian kuantitatif dengan menggunakan statistik inferensial, sebenarnya penggunaan hipotesis ini juga menunjukkan penelitian tertentu menggunakan sampel penelitian, di mana penggunaan (pengujian) hipotesis sebagai cara yang paling tepat untuk mengambil kesimpulan yang akurat tethadap pengujian sampel penelitian sehingga peneliti dengan tepat dapat menarik kesimpulan tethadap sampel yang diperlakukan tethadap keseluruhan populasi. Pada penelitian deskriptif kuantitatif penggunaan hipotesis dianggap tidak perlu karena penelitian jenis ini tidak ditujukan untuk menguji hipotesis. Banyak kalangan. yang juga karena kurang informasi, memandang setiap penelitian harus menggunakan hipotesis termasuk pula penelitian jenis ini. Tentu pendapat ini adalah pendapat yang keliru karena mungkin ketidaktahuan saja. Namun yang jelas hanya penelitian kuantitatif eksplanatif saja yang mutlak menggunakan hipotesis. Jadi, dengan kata lain penelitian kuantitatif yang mutlak menggunakan hipotesis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan ciri- 1) eksplanatori, (b) menggunakan sampel penelitian, (c) menggunakan pengujian statistik inferensial, dan (d) hasil-hasil penelitian digeneralisasikan. Sedangkan penelitian kuantitatif yang di luar ciri-ciri tersebut secara mutlak juga tidak dituntut menggunakan hipotesis penelitian. 7 Lihat: Suharsimi Arkunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekotan Praktik. Jakarta: Bina Aksara, 1983. Hal. 60-61. BAB 7 DESAIN, INSTRUMEN, DAN PENGUKURAN PROPOSAL DAN DESAIN PENELITIAN Secata umum proposal penelitian dan desain penelitian tidak berbeda, namun berdasarkan pengalaman secara umum kedua istilah ini berbeda. Letak perbedaannya adalah pada kebiasaan penggunaan kedua (proposal-desain) istilah itu yang sudah salah kaprah sejak semula. Kata proposal semestinya digunakan untuk usulan-usulan penelitian yang memang masih membutuhkan persetujuan pembiayaan sedangkan usulan-usulan penelitian mandiri atau usulan penelitian skripsi, tesis maupun disertasi di perguruan tinggi seyogianya langsung saja disebut dengan proposal (usulan) desain penelitian. Perbedaan proposal penelitian dengan desain penelitian, tidak begitu tajam dan pada dasarnya bersifat gradual. Karena itu, perbedaan yang bersifat demikian terkadang orang menyamakan proposal penelitian dengan desain penelitian. Perbedaan materi proposal penelitian dengan desain penelitian hanyalah karena proposal penelitian dibuat dalam tangka mencari sponsor — terutama masalah anggaran, sedangkan desain penelitian dibuat sebagai rancangan, format, pedoman, aturan main atau acuan penelitian yang akan dikerjakan. Dalam kasus penelitian yang menunggu persetujuan proposal dana, maka desain penelitiannya dibuat setelah proposal penelitian disetujui. Secara garis besarnya, di dalam proposal penelitian hanya memuat tentang permasalahan apa yang diteliti dan berapa biayanya serta siapa penelitinya. Dengan diajukan tiga hal ini, orang sudah dapat mempertimbangkan urgensi masalah yang diajukan. serta risiko pembiayaan yang menjadi tanggungannya. Olch karenanya proposal penelitian dibuat dengan suatu kemampuan meyakinkan orang lain bahwa masalah yang diajukan. adalah sangat penting untuk diteliti, dan apabila dibandingkan dengan biaya yang diajukan maka besarnya dana pendukung telah larut ke dalam kepentingan masalah tersebut. Proposal penelitian juga menunjukkan begitu kompetensi dan kredibilitas lembaga serta penelitinya, sehingga lembaga sponsor begitu percaya apabila pekerjaan penelitian itu dilaksanakan oleh lembaga dan peneliti yang kredibilitas. ‘Walau dengan tiga hal di atas saja sudah dapat menjelaskan suatu proposal yang baik, tetapi pengungkapan yang lebih jelas lagi tentang hal lain yang ingin diungkapkan dalam proposal penelitian kepada pihak yang berkemungkinan menjadi sponsor adalah lebih baik. Oleh karena itu, tidak hanya tiga hal di atas, tetapi ada banyak lagi hal-hal yang harus dapat dijelaskan dalam proposal, seperti |: Motivasi pemilihan masalah tersebut, yaitu mengapa masalah tersebut diteliti dan untuk apa, dapatkah penelitian tersebut dilaksanakan terutama dihubungkan dengan kemampuan. calon peneliti dan pertimbangan empitis, teknis, dan politis yang ada. , Daerah penelitian, yaitu di mana penelitian itu akan dilaksanakan, Y . Waktu penelitian, yaitu kapan penelitian akan dilaksanakan dan kapan pula selesainya. - . Metode penelitian, yaitu penelitian ini menggunakan metode penelitian apa agar proses penelitian dapat efektif dan efisien. 5, Lembaga konsultan, yaitu siapa saja yang akan menjadi mitra konsultan dalam penelitian ini sehingga memungkinkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan teknis di lapangan. 5. Anggaran penelitian, yaitu bagaimana perincian budgeting penelitian yang diperlukan.' mea . Kemungkinan teori macam apa yang digunakan dalam penelitian ini sehingga secara akademik penelitian ini benar-benar dapat dilaksanakan. Catherine Marshall dan Gretchen B. Rossman, mengatakan bahwa dalam proposal- proposal penelitian selalu memuat format-format umum yang di dalamnya terdapat hal-hal antara lain: 1, Pendahuluan dan pertanyaan-pertanyaan umum tentang topik yang akan diteliti. 2. Hubungan penelitian dengan permasalahan tersebut. Dalam arti bahwa apa pentingnya apabila topik-topik itu diteliti. . Tinjauan pustaka yang relevan. ae . Desain penelitian atau metode-metode penelitian.? Sehubungan dengan sifat kehati-hatian dalam pengajuan proposal penelitian, maka perlu dicatat bahwa proposal penelitian yang terlalu detail sehingga mendekati desain penelitian, sesungguhnya merugikan pembuat proposal itu sendiri. Karena pihak calon sponsor dapat saja memutuskan atau menolak proposal yang diajukan oleh peneliti dan institusi tertentu dengan berbagai alasan, di lain kesempatan calon sponsor tersebut memberikan atau menugaskan pihak lain untuk melaksanakan penelitian itu. Oleh karena itu, desain penelitian sesungguhnya adalah “rahasia perusahaan” peneliti itu sendiri. * Disarikan deri SELO SOEMARJAN dalam Ceramah Penelitin Pada Penataran Penelitian Iimu-iimu Sosial atas Kerja Sama, YIIS, Koperts Vi dan UMM, tanggal 18-7-1984. Catherine Marshall dan Gretchen B. Rossman, Designing Qualitative Research. New Delhi: Sage Publications Inda Put. Lid, 1989. him. 27 Bagi peneliti yang membiayai sendiri penelitiannya (seperti yang sudah dijelaskan di muka), umumnya tidak membuat proposal penelitian. Peneliti langsung membuat desain penelitian, kemudian memulai penelitiannya. Diatas telah disebutkan pula bahwa desain penelitian adalah rancangan, pedoman, ataupun acuan penelitian yang akan dilaksanakan. Oleh karenanya, desain penelitian harus memuat segala sesuatu yang berkepentingan dengan pelaksanaan penelitian nanti, dan karena sifat desain penelitian kuantitatif ini mendekati komprehensif dari keseluruhan. Proses penelitian, maka ada beberapa pakar penelitian mengatakan, apabila peneliti telah menyiapkan dengan desain penelitian kuantitatif, berarti separuh lebih dari proses penelitiannya telah selesai pula. Dalam ilmu-ilmu sosial terdapat beragam desain penelitian kuantitatif, hal ini terjadi karena disesuaikan dengan model penelitian dan masalah yang akan diteliti. Walau beragam purpose dan perspektif, tetapi secara garis besar suatu desain penelitian kuantitatif’ umumnya memuat beberapa jawaban mengenai pertanyaan berikut ini: - Mengapa studi harus dilakukan? . Apa yang diteliti dan data apa yang dibutuhkan? . Dimana data yang dibutuhkan itu dapat diperoleh? . Di mana atau yang mana populasi penelitian? . Kapan dan sampai kapan penelitian itu dilaksanakan? . Alat ukur apa yang digunakan? . Teknik pengumpulan data apa yang dipakai?? . Rancangan dan alat analisis data apa yang akan digunakan? PrIaAuEene Pertanyaan-pertanyaan di atas mengkristalisasikan dua permasalahan pokok yaitu persoalan-persoalan di sekitar masalah yang menjadi pusat perhatian penelitian dan persoalan mengenai metodologi penelitiannya yang akan digunakan. Karena keterkaitannya yang erat, maka dua perangkat itu bagaikan dua sisi dari satu mata uang, yang masing-masing memiliki relevansi pembicaraan dari awal sampai akhir, Hal tersebut adalah persyaratan yang mutlak terjadi dalam suatu konstruksi desain penelitian. Untuk pemahaman yang lebih baik dari desain penelitian kuantitatif, maka perlu memahami lebih dulu keterpaduan antara pendekatan dan format penelitian kuantitatif. ‘Tanpa memahami ini pengertian kita mengenai masalah desain penelitian kuantitatifakan terputus-putus dan akan mengaburkan pemahaman penelitian selanjutnya. * Pauline V. Young, Scientific Social Survey and Reasearch, New Jersey: Prentice Hall, 1996. him. 12. DESAIN PENELITIAN KUANTITATIF Berkali-kali telah dikatakan bahwa desain penelitian kuantitatif beragam karena purpose dan perspektif yang berbeda berdasarkan ragam penelitian kuantitatif yang ada. Diantara ragam desain penelitian sosial itu ada dua varian desain penelitian yang paling sering dianut dan didiskusikan, yaitu desain deskriptif kuantitatif dan desain kuantitatif eksplanasi. Pada rancangan desain penelitian kuantitatif dimulai dengan secara teknis membicara- kan masing-masing bagian konstruksi desain penelitian seperti: judul penelitian; latar belakang masalah; rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian; tinjauan pustaka; hipotesis; konsep-konsep penelitian; penentuan variabel dan indikator variabel; pengukuran; sumber data; metode pengumpulan data; rancangan analisis; dan metode analisis data, JUDUL PENELITIAN Judul penelitian berbeda dengan topik penelitian, namun tidak jarang topik penelitian langsung diangkat menjadi judul penelitian. Dalam hal mendesain judul penelitian maka perlu diperhatikan bahwa judul penelitian harus operasional dan merupakan potret sosok penelitian yang sesungguhnya, Judul penelitian yang layak adalah formulasi yang ekspresif serta menyatakan dengan jelas, padat, berisi tentang permasalahan yang diteliti serta ruang penelitian bersangkutan. Judul penelitian diformulasi sedemikian rupa sehingga kesan ekonomis terhadap penggunaan kata dalam judul terlihat dengan jelas. Walaupun, demikian, judul tidak harus pendek sehingga tidak ekspresif. Judul juga harus dapat menggambarkan vatiabel independen, dependen, maupun variabel kontrol. Konkretnya, judul penelitian adalah jendela laporan penelitian dan dengan kalimat pendek dapat menggambarkan seluruh kegiatan penelitian yang dilakukan. LATAR BELAKANG MASALAH Pada bagian latar belakang masalah, peneliti seyogianya mengungkapkan tentang motivasi pelaksanaan penelitiannya sehingga jelas urgensi penelitian tersebut. Untuk membuat latar belakang masalah dengan motivasi yang baik, peneliti harus tahu dari mana dia memulai penelitiannya, dari teori keilmuankah atau dari konsep kebijakan yang ada. Mungkin juga karena motivasi empiris lainnya yang ditemui di masyarakat. Kalau penelitian ditujukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan atau mengktitisi konsep kebijakan maupun perundang-undangan tertentu, maka peneliti seyogianya menemukan motif penelitian dari kejanggalan-kejanggalan teoretis, sehingga peneliti memulai menjelaskan motivasi penelitian itu dari theorytical problem yang sementara ia temukan. Problem teoretis ini juga bisa berarti kejanggalan-kejanggalan yang ditemui itu pada tingkat perencanaan dan konseptualisasi suatu kebijakan publik yang dibuat. Tetapi seandainya penelitian diperuntukan bagi kesempurnaan atau kepentingan lainnya dari suatu implementasi dan evaluasi kebijakan yang ada atau yang akan datang, maka motivasi Penelitian dimulai dari kejanggalan implementasi sampai dengan evaluasinya yang pernah. dilakukan selama ini, schingga kejanggalan ini dirumuskan sebagai empirical problem. Kejanggalan yang ditemukan, baik dari teori keilmuan, konseptual maupun dari persoalan empiris, dapat dipahami dengan sebaiknya apabila peneliti mampu thengawinkan persoalan teori keilmuan dengan dunia empiris, Atau apabila persoalan keilmuan dianggap sebagai kondisi yang ideal atau keadaan yang diharapkan (das sollen) maka persoalan empiris adalah kenyataan yang ada (das sain) dapat dibahas bersama yang memungkinkan peneliti menemukan ketidakterpaduannya—di samping keterpaduan itu sendiri sebagai problem-problem penelitian yang menarik. Das Sollen < > YC <> Das Sain Konseptuaisasi ———> Metode Pengumpulan Data | Metode Analisis Data Application Theory ‘SkEMA 3. Aur Prxir TINjAUAN PusTAKA DAN METODOLOGI 102 METOPOLOGI PENELIT! Penjelasan mengenai tinjauan pustaka ini menyangkut seluruh struktur teori yang dituntut dari grand theory, middle theory, application theory sampai dengan conceptual theory. Atau bisa dimulai dari konsep untuk menemukan grand theory. Struktur teori ini dikonstruksi penjelasan yang menunjukkan keterkaitannya satu sama lain dalam struktur yang jelas sehingga terlihat keterkaitannya satu dengan lainnya. Penjelasan mengenai struktur teori yang baik dalam desain penelitian akan memberi nilai terhadap desain tersebut karena hal ini menunjukkan peneliti memahami persoalan teoretis yang baik terhadap masalah yang dihadapi. Penemuan struktur teori yang sesuai akan memudahkan peneliti menemukan model metodologis macam apa yang akan digunakan untuk pengumpulan data dan analisis data nanti. HIPOTESIS PENELITIAN ‘Tinjauan pustaka menuntun peneliti untuk menyusun hipotesis yang sesuai dengan masalah penelitian. Sebagaimana yang telah dibicarakan pada penjelasan hipotesis. bahwa yang dimaksud hipotesis penelitian adalah pernyataan sementara terhadap hasil penelitian. Oleh karenanya hipotesis adalah ramalan terhadap hasil penelitian nanti. Sifat hipotesis yang hanya meramal itu, menyebabkan hipotesis kadang-kadang sesuai dengan hasil penelitian dan kadang pun dapat meleset dari hasil penelitian. Pada penelitian kuantitatif, hipotesis diajukan dalam bentuk pernyataan yaitu sebagai suatu statement terhadap hasil penelitian. Contohnya, apabila rumusan masalah penelitian berbunyi: “apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan efektivitas kerja karyawan’, maka hipotesisnya berbunyi: ”ada hubungannya antara gaya kepemimpinan dan efektivitas kerja karyawan”. Bisa juga hipotesis dikonstruksi dengan formulasi, “tidak ada hubungan gaya kepemimpinan dengan efektivitas karyawan”. Perlu dicatat bahwa penolakan atau penerimaan tehadap hipotesis penelitian tidak ada sangkut pautnya dengan kredibilitas peneliti terhadap penelitian tersebut, karena hipotesis hanyalah kesimpulan sementara sedangkan data dari lapangan adalah finalisasi kesimpulan penelitian. KONSEP PENELITIAN Variabel penelitian yang terdapat pada judul atau masalah penelitian perlu dibatasi pengertiannya untuk menghindari salah maksud dalam menafsirkan konsep tersebut antara peneliti dan pembaca hasil penelitiannya, serta untuk membatasi penelitian itu sendiri. Tidak semua judul atau masalah dibatasi konsepnya secara harfiah, tetapi hanya konsep yang akan diuji regularitasnya. Pembatasan konsep dalam penelitian tidak saja untuk menghindari salah maksud dalam memahami konsep penelitian dan membatasi penelitian, tetapi batasan konsep amat diperlukan untuk penjabaran variabel penelitian maupun indikator variabel. Tanpa batasan konsep penelitian yang jelas, variabel penelitian dan indikator variabel tidak dapat diformulasi secara terperinci, dan kalau ini yang terjadi maka sudah dapat dipastikan perelitian akan gagal. Pada penelitian kuantitatif ada dua konsep yang perlu dijelaskan, yaitu konsep Penelitian dan konsep operasional penelitian. Konsep penelitian adalah penjelasan umum tentang yang dimaksud variabel penelitian, sedangkan konsep operasional penelitian adalah penjelasan tentang indikator variabel yang menjadi ukuran-ukuran variabel. PENENTUAN VARIABEL DAN INDIKATOR Variabel penelitian adalah gejala variabel yang bervariasi yaicu faktor-faktor yang dapat berubah-ubah ataupun dapat diubah untuk tujuan penelitian. Variabel penelitian. perlu ditentukan dan dijelaskan agar alur hubungan dua atau lebih variabel dalam penelitian dapat dicari dan dianalisis. Penentuan variabel dalam suatu penelitian, berkisar pada variabel bebas (independent variable), variabel tergantung (dependent variable) maupun variabel kontrol (intervening variable) sebagaimana yang pernah dijelaskan pada bagian variabel, Sedangkan yang dimaksud dengan indikator variabel yaitu bagaimana menentukan Parameter untuk mengukur variabel. Untuk mengukur variabel, pertama ditentukan dulu indikator variabel. Salah satu contoh, dalam mengukur “variabel profesi yang disukai masyarakat”, digunakan indikator Dokter, Pengacara, Notaris, Dosen, Konsultan, Wiraswasta, dan Manajer. Pada intinya indikator variabel berfungsi sepenuhnya untuk mendeteksi variabel yang akan diukur, tetapi perlu diingat bahwa indikator hanya muncul dari konsep variabel penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. PENGUKURAN Pengukuran dalam penelitian kuantitatif dimaksud untuk menentukan data apa yang ingin diperoleh dari indikator variabel yang telah ditentukan. Dapat juga pengukuran berarti bagaimana peneliti mengukur indikatot variabel. Ada beberapa bentuk pengukuran yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif, yaitu pengukuran nominal, ordinal, rasio, dan interval. Masing-masing pengukuran dikonsumsi bagi bentuk penelitian yang dikehendaki peneliti. SUMBER DATA ‘Untuk menentukan sumber data, peneliti harus menjelaskan di mana data penelitian dapat diperoleh. Agar tidak keliru dalam menentukan sumber data, maka peneliti paling tidak harus melihat kembali konsep, variabel, dan indikator variabel serta pengukuran yang telah dirumuskan sebelumnya. Apabila salah dalam menentukan sumber data maka peneliti harus melakukan pengumpulan data ulang terhadap sumber data yang sebenarnya. Dalam menentukan sumber data, dijelaskan pula mengenai populasi dan sampel penelitian. Pada pembicaraan populasi ditunjukkan wilayah mana yang dijadikan populasi penelitian dan bagaimana representasi sampel penelitian, bagaimana pertimbangan- pertimbangan pengambilan sampel tersebut dan teknik sampling apa yang digunakan. METODE PENGUMPULAN DATA Pada bagian ini, peneliti menentukan metode apa yang akan digunakan dalam merekam data penelitian. Penentuan metode pengumpulan data harus relevan dengan masalah pene-litian dan karakteristik sumber data serta bagaimana alasan-alasan rasional mengapa metode pengumpulan data itu digunakan. RANCANGAN ANALISIS DAN METODE ANALISIS DATA Beberapa hal penting yang perlu dijelaskan pada rancangan analisis dan metode amalisis data yaitu: 7 a. Deskripsi tentang hal apa yang akan disimpulkan. c. Deskripsi model rancangan analisis (apabila menggunakan analisis regresi dan semacamnya). b. Bagaimana hasil penelitian diorganisasikan sehingga siap diinterpretasikan atau diuji. c. Apa teknik analisisnya terhadap data yang telah diorganisasikan, yang akan melahitkan. kesimpulan-kesimpulan yang mantap.* Jadi yang perlu dijelaskan dalam strategi analisis data adalah apa yang mau diuji, apa yang mau disimpulkan dan bagaimana caranya agar peneliti sampai pada kesimpulan yang benar dan jitu dalam hasil penelitiannya. INSTRUMEN PENELITIAN KUANTITATIF Setelah desain penelitian telah dirancang, maka langkah berikutnya adalah merancang instrumen penelitian. Instrumen ini dimaksud sebagai perangkat lunak dari seluruh rangkaian proses pengumpulan data penelitian di lapangan. Pengertian dasar dari instrumen penelitian adalah: Pertama, instrumen penelitian menempati posisi teramat penting dalam hal bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk memperoleh data di lapangan. Kedua, instrumen penelitian adalah bagian paling *Disempurnakan dari pendapat Sanapiah Faisal, Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial, Surabaya: USANA, 1981. in. 1526 a tumit dari keseluruhan proses penelitian, Kesalahan di bagian ini, dapat dipastikan suatu penelitian akan gagal atau berubah dari konsep semula. Oleh karena itu, kerumitan dan kerusakan instrumen penelitian pada dasarnya tidak terlepas dari peranan desain penelitian yang telah dibuat itu. Ketiga, bahwa pada dasarnya instrumen penelitian kuantitatif memiliki dua fungsi yaitu sebagai substitusi dan sebagai suplemen. Pada beberapa instrumen, umpamanya angket, instrumen penelitian menjadi wakil peneliti satu-satunya di lapangan atau wakil satu-satunya orang ‘yang membuat instrumen penelitian tersebut. Oleh karena itu, kehadiran instrumen penelitian di depan responden (khususnya untuk instrumen angket) adalah benar-benar berperan sebagai pengganti (substitusi) dan bukan suplemen penelitian. Sebagai suplemen, instrumen penelitian hanyalah pelengkap dari sekian banyak alat-alat bantu penelitian yang diperlukan oleh peneliti pada pengumpulan. data yang menggunakan instrumen penelitian. Pada kenyataan di lapangan, instrumen penelitian tidak berbeda dengan sebuah “jala” atau “jaring” yang digunakan untuk menangkap atau menghimpun data sebanyak dan sevalid mungkin. Oleh karena itu, instrumen penelitian benar-benar harus reliabilitas dan validitas. Untuk mencapai kedua unsur ini, sebuah instrumen penelitian kuantitatif harus memiliki tingkat kepekaan yang dapat dipercaya. PEBGUKURAN Menjelaskan pengukuran indikator variabel dalam penelitian kuantitatiflebih mudah, karena pengukuran lebih banyak ditentukan oleh peneliti dengan melihat kecenderungan data dan teknik analisis data apa yang akan dipakai. Sebagaimana telah disingggung di atas, biasanya pengukuran kuantitatifmenggunakan, pengukuran nominal, ordinal, rasio, dan interval, Contohnya, kita akan mengukur asal mahasiswa di Jakarta. Daerah asal mereka adalah dari Palembang, Surabaya, Medan, Yogyakarta, Banjarmasin, Solo, dan sebagainya. Kalau data ini yang ingin kita peroleh, maka lebih tepat kalau digunakan pengukuran-pengukuran nominal. Kalau peneliti mengukur data tentang disiplin pegawai, yang datanya adalah tingkat kehadiran pegawai selama sebulan, maka data yang ingin diperoleh adalah bagaimana perbedaan atau persamaan rangking disiplin pegawai, dengan demikian maka pengukuran yang digunakan adalah pengukuran ordinal. Kalau data yang ingin diperoleh adalah seberapa besar pendapatan keluarga yang bertempat tinggal di daerah Perumahan Pondok Mutiara Sidoarjo, maka pengukuran dapat berupa pengukuran interval, Begitu pula kalau kita ingin memperoleh data perkembangan tinggi bayi dalam tahun pertama, maka pengukuran dapat berupa pengukuran rasio. 106 ALAT UKUR Dimaksud dengan alat ukur adalah peranti yang digunakan untuk mengukur data di lapangan. Alat ukur ini amat penting untuk menentukan batas-batas kebenaran ketepatan suatu indikator variabel yang akan dicari pada data tertentu. Dalam merancang instrumen penelitian, perihal variabel, indikator, alat ukur serta pengukuran adalah bagian-bagian yang paling banyak terkait satu sama lainnya. Oleh karena itu, untuk menyusun instrumen penelitian, atau katakanlah kalau kita berpikir tentang sebuah alat ukur maka paling tidak bagian-bagian di atas secara simultan dibicarakan bersama. Contohnya dapat dilihat Tabel 6. Variabel Indikator Pengukuran| Alat Ukur I Disiplin Kehadiran di Nominal Hadir-Tidak hadie Pegawai tempat kerja Frekuensi Seberapa sering Ordinal 1,2,3, 4... Menonton | menonton TV dalam sehati Televisi Tingkat Jumlah produk terjual | Interval 00-1000 bush, penjualan | dalam sebulan 1000-2000 buah dst, Kualitas Jumlah produksi Rasio 120, 140, 150, Produlksi perhari 160, 170 dst. Catatan: Dalam buku ini alae wkurdibedakan dengan alat pengumpulan data ‘TABEL 6 PENGUKURAN KUANTITATIF ‘Tabel 6 merupakan bagian yang utuh dan tak terpisahkan dari konsep dalam desain penelitian yang dibuat. Dengan demikian, tidak biasanya membuat instrumen penelitian kuantitatif terlepas dari apa yang telah dikonsepkan dalam desain penelitian. RELIABILITAS ALAT UKUR Reliabilitas alat ukur adalah kesesuaian alat ukur dengan yang diukur, sehingga alat ukur itu dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Seperti menimbang beras dengan timbangan beras, menimbang adonan dengan timbangan adonan, menimbang emas 107 dengan timbangan emas, mengukur panjang kain dengan meter, dan sebagainya. Mendesain instrumen penelitian yang reliabel adalah tujuan yang ingin dicapai oleh, setiap peneliti. Hal ini karena peneliti tidak ingin proses pengumpulan data akan gagal Karena peneliti memiliki instrumen yang buruk. Selain itu katena instrumen penelitian, (khususnya adalah angket) adalah wakil satu-satunya peneliti di lapangan sehingga keterpercayaan instrumen penelitian sebagai alat yang betul-betul mewakili peneliti, benar-benar tidak dapat diabaikan. Kalaupun instrumen penelitian berfungsi sebagai suplemen, maka sifatnya yang reliabel ini tetap menjadi persyaratan utama. Oleh karena itu, alat-alat ukur yang dipakai haruslah memiliki sensitivitas (kepekaan) yang tinggi tethadap data yang dihadapi, artinya, alat ukur juga harus reliabel. Untuk mencapai tingkat kepekaan dan reliabilitas alat ukur yang diharapkan, maka perlu sebelumnya mengetahui apa sesungguhnya yang akan diukur dan metode pengumpulan data apa yang akan digunakan, Selain itu, untuk mencapai tingkat kepekaan dan reliabilitas, perlu dimengerti serta memerhatikan aspek: kemantapan, ketepatan, dan homogenitas alat ukut.’ Kemantapan alat ukur dimaksud bahwa apabila alat ukur itu dipakai untuk mengukur sesuatu berulang kali, alat ukur tersebut akan menghasilkan hasil ukuran yang sama dengan notabene bahwa tidak terjadi perubahan kondisi di setiap pengukuran. Alat ukur dikatakan memiliki ketepatan, apabila alat ukur tersebut jelas, mudah dimengerti dan terperinci. Suatu contoh, untuk mencapai jawaban yang tepat tentang tingkat kesejahteraan pegawai, haruslah dijelaskan konsep kesejahteraan yang bagaimana yang dimaksud dan menurut konsep siapa, karena konsep kesejahteraan menurut peneliti dan menurut responden tidaklah sama. Oleh karena itu, mengenai ketepatan alat ukur haruslah bersumber pada konsep penelitian yang telah dirumuskan dalam desain penelitian dan jangan ciptakan konsep-konsep tandingan lainnya, karena hal ini akan mengganggu semua pekerjaan yang telah dilalui. Alac ukur memiliki aspek homogenitas dimaksud bahwa alat ukur haruslah memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini amat berguna dalam menentukan skala alat ukur tersebut. VALIDITAS ALAT UKUR Validitas alat ukur adalah akurasi alat ukur tethadap yang diukur walaupun dilakukan berkali-kali dan di mana-mana. Validitas alat ukur sama pentingnya dengan reliabilitas alat ukur itu sendiri. Ini artinya bahwa alat ukur haruslah memiliki akurasi yang baik * Peter Hagul, Reliabiltas dan Validitas, dalam Masti Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei. Jakarta LPSES, 1984. him. 88. 108 terutama apabila alat ukur tersebut digunakan sehingga validitas akan meningkatkan bobot kebenaran data yang diinginkan peneliti. Untuk mencapai tingkat validitas instrumen. penelitian, maka alat ukur yang dipakai dalam instrumen juga harus memiliki tingkat validitas yang baik. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun instrumen penelitian yang valid yaitu harus diperhatikan isi dan kegunaan alat ukur yang dipakai. Oleh karena itu, haruslah dijawab pertanyaan-pertanyaan: Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam suatu alat ukur?; Untuk apa alat ukur itu diciptakan dan apakah telah tercapai tujuan penciptaan itw?; Apakah alat ukur sesuai dengan konsep dan variabel yang hendak diukur® Sebagai contoh, yaitu tentang validitas alat ukur mutu kampanye politik parpol di televisi: mutu kampanye tersebut dapat diukur dengan isu-isu kesejahteraan bangsa yang akan dikerjakan pada lima tahun ke depan, di mana isu-isu ini ditawarkan kepada pemirsa televisi. Namum mungkin mutu kampanye tersebut tidak valid diukur dengan seberapa banyak SMS yang masuk mendukung partai yang berkampanye itu karena bisa jadi yang mengirim SMS itu adalah anggota partai tersebut pula. Contoh lain, kualitas produk kendaraan bermotor diukur dengan seberapa lama kendaraan itu dapat dipakai oleh pemiliknya, sebaliknya kualitas produk kendaraan bermotor tidak valid apabila diukur dengan seberapa banyak jumlah penjualan kendaraan bermotor tersebut dalam sebulan. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa alat ukur dapat akurat pada tujuan tertentu, tetapi tidak untuk tujuan yang lain. Sifat alat ukur yang eksklusif ini tidak dapat ditawar- menawar, karena itu tidak ada jalan lain bagi peneliti selain membuat alat ukur seakurat mungkin sesuai dengan tujuan yang hendak diperoleh dati responden. Manakala rumusan instrumen penelitian telah selesai, maka peneliti tinggal mentransfer instrumen penelitian tersebut ke model pengumpulan data yang akan dipakai. Perlu diingat kembali bahwa sejak awal penyusunan instrumen penelitian, peneliti sudah mengerti tentang model pengumpulan data yang akan digunakannya. Pada lazimnya apabila instrumen penelitian telah selesai dan telah ditransfer pada model pengumpulan data tertentu, maka tidak begitu saja langsung digunakan pada penelitian sesungguhnya. Biasanya terlebih dulu instrumen tersebut diujicobakan pada kuasi responden sebelum digunakan kepada responden sebenarnya. Apabila dalam uji coba diketemukan kejanggalan-kejanggalan, maka diadakan revisi terhadap instrumen tersebut. Setelah proses ini selesai, barulah instrumen penelitian diperbolehkan digunakan pada penelitian sesungguhnya. ° Mid, him, 96, BAB 8 POPULASI PENELITIAN, SAMPEL, DAN TEKNIK SAMPLING POPULASI PENELITIAN Populasi berasal dari kata bahasa Inggris population, yang berarti jumlah penduduk. Oleh karena itu, apabila disebutkan kata populasi, orang kebanyakan menghubungkannya dengan masalah-masalah kependudukan. Hal tersebut ada benarnya juga, karena itulah makna kata populasi yang sesungguhnya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, kata populasi menjadi amat populer, dan digunakan di berbagai disiplin ilmu. Dalam metode penelitian kata populasi amat populer, digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. Karena pengertian populasi yang demikian di atas, maka populasi menjadi amat bera- gam. Kalau populasi dilihat dari penentuan sumber data, maka populasi dapat dibedakan: Populasi terbatas dan populasi tak terhingga.' 1, Populasi terbatas, yaitu populasi yang memiliki sumber data yang jelas batas-batasnya secara kuantitatif: Misalnya, jumlah murid (remaja) SLTA di Surabaya pada tahun 2004 sebanyak 150.000 siswa, terdiri dari 78.000 murid putra dan 72.000 murid putri. 2. Populasi tak terhingga, yaitu populasi yang memiliki sumber data yang tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara kuantitatif, Oleh karenanya, luas populasi bersifat tak tehingga dan hanya dapat dijelaskan secara kualitatif. Misalnya, jumlah gelandangan di Indonesia. Ini berarti harus dihitung jumlah gelandangan di Indonesia dari tahun ke tahun, dan tiap kota. Tidak saja perhitungan terhadap jumlah gelandangan yang ada sekarang, tetapi juga dilakukan penafsiran jumlah gelandangan di waktu yang akan datang. "H, Hadati Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Galah Mada University Press, 1983. him, 141 110 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE,. Dilihae dari kompleksitas objek populasi, maka populasi dapat dibedakan: populasi homogen dan populasi heterogen. 1. Populasi homogen, yaitu keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi, memiliki sifat-sifat yang relatif sama satu sama lainnya. Sifat populasi seperti ini banyak dijumpai pada medan eksata, contohnya air. Air memilild sifat yang homogen sehingga keseluruhan yang besar tak terhingga dati air, sama dengan bagian kecil dari keseluruhan tersebut. Seorang ibu membuat secangkir kopi, untuk mengetahui kadar gula yang diinginkan dari secangkir kopi tersebut, cukup hanya dengan mencoba setitik cairan kopi. Tukang emas, apabila hendak mencoba kadar emas sebuah cincin, cukup hanya dengan mengetes beberapa bekas gosokan cincin tersebut, karena sifat emas adalah homogen. Ciri yang menonjol dari populasi homogen, tidak ada perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang berbeda. Maksudnya adalah, gejala yang timbul pada satu kali percobaan atau tes merupakan gejala yang timbul pada seratus atau lebih kali tes terhadap populasi yang sama. . Populasi heterogen, yaitu keseluruhan individu anggota populasi relatif memiliki sifat- sifat individual, di mana sifat tersebut membedakan individu anggota populasi yang satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain bahwa individu anggota populasi memiliki sifat yang bervariasi sehingga memerlukan penjelasan terhadap sifat-sifat tersebut baik secara kuantitatif maupun kualitatif: Pada penelitian sosial, populasi heterogen menjadi tidak asing lagi dalam setiap penelitian. Hal ini disebabkan semua penelitian sosial berobjekkan manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia yang bersifat amat unik dan kompleks. Selain pembedaan-pembedaan di atas, populasi juga dapat dibedakan antara populasi sampling dan populasi sasaran. Misalnya, apabila kita mengambil rumah tangga sebagai sampel, sedangkan yang ditelti hanyalah rumah tangga yang bekerja sebagai nelayan, maka keseluruhan rumah tangga dalam wilayah penelitian disebut populasi sampling, sedangkan seluruh nelayan dalam wilayah penelitian disebut populasi sasaran.? ‘Walaupun populasi penelitian memiliki beberapasifat yang tidak jarang membingung- kan, tetapi menjadi tugas peneliti untuk memberi batasan yang tegas terhadap setiap objek yang menjadi populasi penelitiannya, Pembatasan populasi haruslah berpedoman kepada tujuan dan permasalahan penelitian, Oleh karenanya, penelitian dengan permasalahan yang besar, akan memiliki populasi yang besar pula. Dengan pembatasan populasi penelitian, akan memudahkan di dalam memberikan citi atau sifat-sifat yang lain dari populasi tersebut, dan semua ini memberikan keuntungan dalam penatikan sampel—kalau penarikan sampel memang dibutubkan, * Lihat: [da Bagoes Mantra dan Kasto, Penentuan Sampel, dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Op.cit., him. 108, SAMPEL PENELITIAN 91, Seorang pedagang eceran beras di Pasar Kembang Surabaya, apabila meneliti kualitas sekarung beras yang ditawarkan pedagang grosir, hanya dengan meneliti segenggam saja dari sekarung beras tersebut. Pedagang emas di Pasar Besar Malang, apabila mengetes kadar emas dalam sebuah perhiasan hanya dengan meneliti bekas gosokan dari perhiasan. tersebut. Begitu pula dengan penelitian terhadap tingkat pencemaran air di Kali Brantas. Untuk mengetahui tingkat pencemaran tersebut peneliti cukup hanya dengan meneliti beberapa mililiter air Kali Brantas itu. Sekarang pertanyaannya, mengapa hanya segenggam beras, bekas gosokan dan beberapa mililiter air yang diteliti. Bukankah lebih baik meneliti secara keseluruhan. Pada penelitian beras dan kadar emas bolehlah kita meneliti secara scluruhnya, toh masih mampu dilakukan, walau memakan waktu dan tenaga yang banyak. Akan tetapi, kalau kita harus meneliti air Kali Brantas secara keseluruhan, maka itu adalah pekerjaan yang gila. Dalam penelitian sosial, dikenal hukum kemungkinan — hukum probabilitas — yaitu kesimpulan yang ditarik dari populasi dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi. Kesimpulan ini dapat dilakukan karena pengambilan sampel dimaksud adalah untuk mewakili seluruh populasi. Dari ide hukum kemungkinan ini, maka kemudian banyak penelitian menggunakan sampel, dan selanjutnya kita dapat membenarkan penelitian beras, emas, maupun air Kali Brantas seperti contoh di atas. Tidak semua penelitian menggunakan sampel sebagai sasaran penelitian pada penelitian tertentu dengan skala kecil, yang hanya memerlukan beberapa orang sebagai objek penelitian, ataupun beberapa penelitian kuantitatif yang dilakukan terhadap objek atau populasi kecil, biasanya penggunaan sampel penelitian tidak diperlukan. Hal tersebut karena keseluruhan objek penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Dalam istilah penelitian kuantitatif, objek penelitian yang kecil ini disebut sebagai sampel total, yaitu keseluruhan populasi merangkap sebagai sampel penelitian.} Secara lebih tegas bahwa kebanyakan penelitian yang tidak bertujuan membangun suatu generalisasi, cenderung tidak menggunakan sampel penelitian. Sekarang mungkin Anda bertanya bahwa penelitian yang bertujuan membangun suatu generalisasi itu adalah penelitian yang bagaimana? Untuk membangun generalisasi hasil penelitian, biasanya digunakan teknik analisis statistik inferensial untuk membuktikan kebenaran hukum kemungkinan. Pada penelitian yang tidak menggunakan hukum kemungkinan seperti beberapa studi kasus, bahkan beberapa dari penelitian kuantitatif Lihat: Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Iimiah, Bandung: Tarsto, 1978. him, yang tidak menggunakan teknik analisis statistik inferensial, hasil-hasil penelitiannya tidak dapat dibuat suatu generalisasi. Dengan perkataan lain bahwa hasil penelitiannya hanya dapat diperlakukan sebagai suatu kasus saja, yaitu kasus sasaran atau objek penelitian tersebut. Jelasnya apabila suatu penelitian menggunakan suatu sampel penelitian, maka penelitian tersebut menganalisis hasil penelitiannya melalui statistik inferensial, dan berarti hasil penelitian tersebut adalah suatu generalisasi. Untuk mencapai pada generalisasi yang baik, maka di samping tata cara penarikan kesimpulan diperhatikan, bobot sampel harus dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti sampel harus betul-betul dapat mewakili populasi. Guna mencapai bobot sampel seperti ini, maka sampai pada tingkat mana pun dari suatu penarikan sampel, setiap unit populasi harus terwakili. Dengan demikian maka sampel adalah wakil semua unit strata dan sebagainya yang ada di dalam populasi. Untuk penjelasan ini, dapat dilihat dalam Gambar 13. Sampel Ganmar 13 ‘Saupe. REPRESENTATIF Kalau pada populasi homogen, penarikan sampel tidak sesulit pada populasi yang bersifat heterogen. Pada populasi homogen, kemungkinan keberagaman unit, strata, ataupun sifat-sifat tertentu dari populasi hampir tidak ditemui. Lain halnya dengan populasi heterogen, keberagaman ini terjadi di mana-mana, dan ini membutuhkan pekerjaan Khusus yang merepotkan peneliti, Kalau pada populasi homogen, karena sifatnya yang hampir “satu”, dalam penarikan sampel, mungkin hanya dengan undian atau sejenisnya, Namun kalau pada populasi heterogen, cara seperti itu tidak dapat dilaksanakan, karenanya membutuhkan teknik-teknik khusus yang sejalan dengan sifat populasi itu. Selain persoalan di atas, orang sering mempersoalkan besar kecilnya sebuah sampel. Bahkan persoalan ini, kadang kala menjadi berkepanjangan dalam suatu penelitian. 113 Seharusnya tidak demikian, karena besar kecil suatu sampel dari populasi tertentu tidak menjamin ketepatan suatu kesimpulan penelitian. Sampel yang dapat menjamin ketepatan kesimpulan adalah sampel yang benar-benar representatif, Oleh karena itu, tidak ada gunanya suatu sampel yang besar, kalau itu diambil dari unit populasi yang tidak representatif. Dapatlah dibayangkan, betapa rusaknya suatu kesimpulan penelitian yang menggunakan sampel kecil, padahal sampel tersebut diambil juga dari unit populasi yang tidak representatif. Dalam kasus semacam ini, kemudian orang cenderung menggunakan sampel dalam ukuran besa, tentunya dengan harapan agar kesalahan sampel dapat ditekan sedapat mungkin. Axah Tebaran Kesalahan Sampel Arah Tebaran Besarnya Sampel Ganar 14 HupuncaN anrara BEsar Kecit SaMPEL DENGAN Besar Kectt KESALAHAN Sebuah cerita yang dapat diambil pelajaran dalam menentukan besar kecil sampel penelitian, mungkin seperti yang pernah dialami oleh majalah Literary Degest di Amerika dalam pengumpulan pendapat umum untuk meramal kekalahan Presiden Roosevelt. Kendatipun sampel yang digunakan dalam survei pendapat itu cukup besar, yaitu kira- kira dua setengah juta responden, tetapi sampel besar itu tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Kesalahan ini disebabkan penentuan responden didasarkan pada nama-nama yang tertera pada daftar pemilik mobil, buku telepon, dan daftar pelanggan majalah, Padahal kita tahu bahwa masyarakat Amerika terdiri dari berbagai kalangan dan bukan yang memiliki mobil, telepon, dan pelanggan majalah saja—dapat dikatakan demikian karena, permasalahan yang disurvei ini adalah permasalahan yang juga diamati oleh semua kalangan masyarakat Amerika. Kemudian juga ditambah dengan kesalahan teknis lainnya, akhirnya kesimpulan survei pendapat umum tersebut tidak mencerminkan seluruh populasi pemilih di tahun 1936." * Lihat: Donald Ary, Lucy Cheser Jacobs and Asghar Razavich, Introduction to Research in Education, diteyiemahkan oleh ‘Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982. him. 198-199, 114 Melihat permasalahan sampel di atas, mungkin dapat diajukan sebuah pertanyaan, yaitu bagaimana merancang sampel penelitian hingga memiliki bobot representatif yang diharapkan? Untuk mencapai bobot yang diharapkan, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sampel dalam suatu penelitian, yaitu: 1. Derajat keseragaman (degree of homogeneity) populasi. Populasi homogen cenderung memudahkan penarikan sampel, sampai pada menentukan besar kecil sampel yang dibutuhkan. Semakin homogen populasi, maka semakin besar kemungkinan penggunaan sampel dalam jumlah kecil. Pada populasi heterogen, kecenderungan menggunakan sampel besar kemungkinan sulit dihindari, karena sampel harus dipenuhi oleh wakil-wakil unit populasi. Oleh karena itu, semakin kompleks atau semakin tinggi derajat keberagaman, maka semakin besar pula sampel penelitian. 2. Derajat kemampuan peneliti mengenal sifat-sifat khusus populasi. keberagaman populasi, peneliti juga harus mampu mengenal ciri- sedang atau akan diteliti. 3, Presisi (kesaksamaan) yang dikehendaki penelitian. Faktor ketiga ini biasanya merupakan kebutuhan yang muncul pada penelitian survei atau penelitian kuantitatif lainnya. Populasi penelitian amat besar, sehingga derajat kemampuan peneliti dalam mengenal sifat-sifat populasi amat rendah. Untuk menghindari kebiasaan sampel, maka dilakukan jalan pintas yaitu dengan memperbesar jumlah sampel. Oleh karenanya, apabila suatu penelitian menghendaki derajat presisi yang tinggi, maka merupakan keharusan dari penelitian itu menggunakan sampel dalam jumlah yang besar, karena derajat presisi menentukan besar kecil sampel. Pada permasalahan ini, presisi juga tergantung pada tenaga, biaya, dan waktu, karena untuk mencapai derajat presisi yang tinggi, peneliti harus mengeluarkan banyak tenaga, biaya maupun waktu untuk melayani sampel yang besar. Apabila tenaga, biaya, dan waktu terbatas, maka tidaklah mungkin dapat mengambil sampel dalam jumlah besar, dan ini berarti presisi akan menurun. 4. Penggunaan teknik sampling yang tepat. Penggunaan teknik sampling juga harus betul-betul diperhatikan kalau mau mendapatkan sampel yang representatif. Salah penggunaan teknik sampling berarti salah pula dalam memperoleh sampel. Suatu contoh, pada populasi yang berstrata dengan ciri-ciri khusus, tidak mungkin sampel diambil secara random, karena nantinya ada beberapa strata atau unit-unit khusus yang tak terwakili, Seharusnya untuk populasi semacam itu, amat bijaksana kalau digunakan teknik nonrandom, seperti strata sampling. Selain mengenal derajat ciri khusus populasi yang UKURAN SAMPEL Perencanaan sampel dengan bobot yang representatif seperti penjelasan di atas, kadang kurang memuaskan peneliti, karena kadang upaya mendeskripsikan populasi kurang berhasil, disebabkan karena populasi memiliki ciri tak terhingga. Karena itu harus 11S ELITIAN, SAMPEL, DAN TEKNIK SAMPLING, dilakukan perhitungan secara pasti jumlah besaran sampel untuk populasi tertentu. Hal ini sebenarnya jalan pintas untuk menghindari berbagai kesulitan karena populasi memilikei karakter yang sukar digambarkan. Rumus perhitungan besaran sampel: Keterangan: N N(@2+1 ni: Jumlah sampel yang dicari N:: Jumlah populasi d = Nilai presisi (ditentukan dalam contoh ini sebesar 90% atau a= 0,1 Contoh perhitungannya sebagai berikut: _ 4540 4540 45400241 464 = 97,84 Dengan demikian, maka dari jumlah populasi 4540 diperoleh ukuran sampel sebesar 97,84 atau 98 sampel penelitian. Persoalan kemudian adalah bagaimana memperoleh sebanyak sampel itu dari populasi sebesar 4540 itu. Jawabannya adalah bagaimana kita menunjuk (menarik) sampel yang representatif, karena itu maka akan dijelaskan pada metode sampling. BEBERAPA METODE SAMPLING Metode sampling adalah pembicaraan bagaimana menata berbagai teknik dalam penarikan atau pengambilan sampel penelitian, bagaimana kita merancang tata cara pengambilan sampel agar menjadi sampel yang representatif, Dengan tidak melupakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memperoleh: sampel yang representatif, peneliti memulai mengenal keseragaman dan ciri-ciri khusus populasi. Pekerjaan ini menuntut ketelitian. Dari ketelitian ini kemudian peneliti menentukan rancangan yang * Rumus dan contoh penghitingannya dikutip dari, Racany, Rahmody, HM,, Disertasi, Pengaruh Budaya Organisasi Tethadap Kualias Pelyanan dan Dampaknya Tethadap Keputusan untuk Memih Jurusan Manajemen pada Perguruan Tingg Swasta di Kalimantan Selatan, Disertasi Pascasarjana Unlv. 17 Agustus 1945 Surabaya, 2004. him. 109, 116 dipakai dalam mengambil sampel. Dalam penelitian sosial, paling tidak ada dua rancangan. sampel penelitian, yaitu: RANCANGAN SAMPEL PROBABILITAS (PROBABILITY SAMPLING DESIGN) Rancangan sampel probabilitas, artinya penarikan sampel didasarkan atas pemikiran bahwa keseluruhan unit populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Dengan demikian, dalam rancangan ini tidak terdapat diskriminasi unit populasi yang satu dengan yang lainnya. Karena semua memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel, maka untuk menjadi sampel, unit-unit populasi harus di random. Oleh karenanya, rancangan ini juga disebut sebagai sampling acakan—karena cara kerjanya yang acakan itu. Kendatipun secara acakan, karena sifat populasi yang begitu homogen, maka sampel yang dihasilkan dari rancangan ini tetap merupakan sampel yang dihasilkan dari rancangan itu tetap merupakan sampel yang representatif. Ada beberapa teknik penggunaan rancangan sampel probabilitas, yaitu: MENGUNDI UNIT-UNIT POPULASI ‘Tata cara pengundian dapat dilakukan dengan: . Buatlah daftar unit populasi pada lembaran khusus lengkap dengan kode-kode khusus sebagai lambang setiap unit populasi. . Tulislah kode-kode khusus tersebut dalam lembaran-lembaran kecil dan dilipat atau digulung satu per satu. . Masukan lembaran-lembaran kecil itu dalam suatu tempat kemudian dikocok. * }. Akhirnya, ambillah lembaran-lembaran tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan. Ada beberapa kesukaran dalam cara undian ini, terutama pada populasi penelitian yang sangat besar. Pada penelitian yang berpopulasi ribuan ke bawah, kemungkinan cara undian masih mudah dilakukan. Akan tetapi dapat dibayangkan kalau populasi berjumlah sampai jutaan, bahkan lebih dari itu, bagaimana pelaksanaannya. MENGUNDI TABEL BILANGAN RANDOM Pertama, unit-unit populasi telah didaftarkan dalam rekapitulasi tertentu dan telah diberi nomor urut. Pemberian nomor urut pada rekapitulast unit populasi ini, selalu memer- hatikan berapa angka yang tertera pada jumlah total unit populasi yang ada. Contohnya, total populasi ada 1000. Berarti unit populasi terakhir berangka empat. Oleh karena itu, unit populasi awal juga harus diberi angka empat pula, yaitu 0001. Kemudian peneliti mempersiapkan daftar bilangan random, daftar ini biasanya dalam. banyak buku penelitian telah terlampiri. Namun, kalau peneliti menghendaki agar dibuat sendiri, juga dapat dilakukan, karena pada dasarnya daftar bilangan random itu adalah angka-angka yang dibuat secara rambang. ‘Taset 7 Darran Rexaprrutast UNrT-unrr Poruast No. Nama Setiap ‘Alat Setiap Urut Unit Populasi Unit Populasi 0001 | Nasruni Jalan Mawar 54 Surabaya 0002 } Abdullah Jalan Banda 1 Surabaya 0003 } Bagong Jalan Sumbawa 7 Surabaya 0004 | Cut Keke Jalan Bandung 7 Surabaya 0200 | Sapari Jalan Kusumabangsa 8 Surabaya 0950 | Pairan Jalan Ikan Gurami 79 Surabaya Penggunaan atau pelaksanaan undian tabel bilangan random, dapat dimulai dengan memilih sendiri angka-angka yang tertera dalam tabel tersebut sebagai pedoman angka awal. Namun agar tidak berkesan bahwa peneliti sengaja memilih angka awal, maka dapat dilakukan dengan menjatuhkan pensil pada permukaan tabel bilangan random. Angka bilangan random yang kejatuhan pensil tersebut, dapat langsung dijadikan petunjuk dimulainya pengambilan unit-unit populasi menjadi sampel, contoh: 72 38 94 83 82 38 73 94 85 736193 86 8891 6391 77 88 76 99 77 62.93 81 63 52 63 84 87 6355 6681 94 85 77 68 47 62 73 (64) 95 82 09 83 94 70 84 73 60 QL 22 74 63 48 86 73 74 56 74 53 62 7491 64 63 74 83 84 75 73 72 83 74 75 86 98 94 73 74 74 86 85 65 Apabila pensil terjatuh pada angka 64, perhitungan angka dalam penarikan sampel dapat dimulai secara horizontal, yaitu ke kiri ataupun ke kanan, atau dapat juga secara vertikal, yaitu ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, kalau kita memulai dengan pethitungan ke kanan, maka angka-angka yang kita peroleh adalah 958, 209, 839, 470, 847, 360, 017, dan seterusnya. Kalau kita memulai dengan perhitungan ke kiri, maka angka-angka yang kita peroleh adalah 372, 674, 867, 758, 494, dan selanjutnya. Dari angka-angka hasil perhitungan di atas, berarti bahwa unit-unit populasi yang memiliki nomor urut 0958, 0209, 0839, 0847, 0360, 0017, dan seterusnya, atau nomor urut 0372, 0674, 0867, 0758, 0494, dan seterusnya, adalah unit-unit populasi yang dijadikan sampel penelitian nanti. Ada beberapa catatan yang diperlihatkan dalam penggunaan rancangan ini. Pertama, apabila angka akhir dari daftar rekapitulasi unit-unit populasi adalah dua angka, maka satu angka saja sudah cukup untuk mengidentifikasi anggota sampel yang pertama. Kemudian apabila angka terakhir lebih kecil dari 100, maka harus diambil dua angka sebagai sampel pertama, sedangkan kalau angka terakhir adalah lebih kecil dari 1000, maka tiga angkalah yang dipakai untuk sampel yang pertama. Begitu pula dengan angka-angka yang lebih besar lainnya, semuanya dapat berpedoman seperti penjelasan di atas. Kedua, kalau pada penarikan angka dalam tabel bilangan random ternyata terdapat penggulungan angka, misalnya apabila pada penarikan pertama sudah terdapat nomor 017, kemudian pada penarikan kedua juga terdapat nomor 017, maka pemunculan nomor 017 yang terakhir dibatalkan dan diteruskan dengan penarikan selanjutnya. Ketiga, penarikan angka dari daftar bilangan random sebanyak yang dibutuhkan sesuai dengan banyaknya sampel yang dibutuhkan. Contohnya, keseluruhan populasi atau unit populasi terdaftar 500 unit. Sedangkan sampel yang dibutuhkan adalah 250 sampel, maka penarikan angka pada tabel bilangan random, harus sampai mencapai 250 sampel. Namun biasanya, penarikan tersebut melebihi jumlah sampel yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan hanyalah sebagai persiapan dalam arti mempersiapkan cadangan, seandainya ke-250 sampel ada yang berhalangan, maka dapat diganti dengan cadangan tersebut. Sebenarnya ada beberapa ahli penelitian yang memberi uraian lebih terperinci dalam hal penggunaan rancangan mengundi tabel bilangan random. Namun sebenarnya, maksudnya tidak berbeda dengan penjelasan di atas. Karena pada intinya bahwa dalam menggunakan rancangan ini, peneliti harus lepas dari kecenderungan-kecenderungannya untuk memilih angka-angka tertentu dengan maksud tertentu pula. PENGAMBILAN SAMPEL SISTEMATIS Rancangan ini dilaksanakan dengan mengambil unit populasi dari atas ke bawah secara sistematis, Namun demikian, pengambilan angka awal tetap dilakukan secara acak. Biasanya angka pertama diacak antara angka 2 sampai 5, hal ini dilakukan agar tidak terjadi angka kelipatan dengan jarak yang terlalu besar, atau terlalu kecil. Pelaksanaan rancangan ini pada permulaannya tidak berbeda dengan rancangan pengundian tabel bilangan random, yaitu sebelumnya telah mempersiapkan daftar tekapitulasi unit-unit populasi. Setelah itu dilakukan penentuan angka kelipatan awal, yaitu mengacak bilangan 2 sampai 5. Apabila ternyata angka 4 yang terpilih sebagai angka kelipatan, maka terpilih angka 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, 40, 44, dan seterusnya. Hal ini berarti unit populasi yang kebetulan bernomor tersebut di atas dan seterusnya adalah unit populasi yang dijadikan sampel penelitian. Sebenarnya penggunaan rancangan ini dapat digunakan secara lebih lunak, yaitu hanya dengan kesepakatan-kesepakatan. Misalnya, apabila peneliti bersepakat menjadikan angka ganjil sebagai nomor-nomor yang dijadikan sampel penelitian, maka rahcangan tersebut dapat dilakukan. Dapat juga dengan kesepakatan setiap angka lima, maka dialah sampel penelitian dan sebagainya. Pokoknya tidak ada kesengajaan peneliti untuk memilih unit-unit populasi sebagai sampel penelitian. RANCANGAN SAMPEL NONPROBABILITAS (NONPROBABILITY SAMPLING DESIGN) Pada rancangan sampel nonprobabilitas, penarikan sampel tidak penuh dilakukan dengan menggunakan hukum probabilitas, artinya bahwa tidak semua unit populasi memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel penelitian. Hal ini karena sifat populasi itu sendiri yang heterogen sehingga terdapat diskriminasi tertentu dalam unit-unit populasi. Oleh karena itu, harus ada perlakuan khusus lainnya. Untuk menggunakan rancangan ini, peneliti membutuhkan kejelian ekstra dalam mengamati sifat-sifat tertentu sehingga nantinya dapat secara akurat menentukan teknik mana yang harus dipakai dalam menentukan sampel penelitian. Tanpa kejelian dalam ‘mengamati sifat-sifat populasi, jangan diharap teknik yang dipakai akan sesuai dengan keadaan sebenarnya dari populasi. Ada beberapa sifat populasi, yang kalau tidak terjadi tumpang-tindih satu dengan yang lainnya, maka terlihat sifat-sifat sebagai berikut: POPULASI BERSTRATA Sifat populasi semacam ini adalah terdiri dari unit-unit yang sifatnya berstrata (berlapis). Unit populasi adalah golongan-golongan, kelompok-kelompok dan sebagainya yang memiliki sifat bertingkat atau berlapis yang jelas. Misalnya, suatu penelitian yang berpopulasi pedagang di kota Surabaya. Pedagang-pedagang tersebut dapat dibagi menjadi: pedagang kecil, pedagang menengah, dan pedagang besar. Kalau populasi 120 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE penelitian mahasiswa, maka dapat dibagikan menjadi mahasiswa semester I, Il, IlI, IV, sampai dengan semester VII. Kalau kita meneliti jumlah pendapatan petani, maka petani dapat dibagi menjadi: petani berpenghasilan kecil, petani berpenghasilan sedang dan. petani berpenghasilan besar, Pendek kata bahwa sifat strata dari suatu populasi, selalu mengelompokkan unit-unit populasi dalam tingkatan atau lapisan yang paling tidak ada dua lapisan, yaitu lapisan bawah dan lapisan atas. Ganar 15 Poputasi BERSTRATA Populasi berstrata, biasanya berbentuk piramida, piramida terbalik atau juga persegi empat. Pada bentuk piramida, menurut biasanya lapisan-lapisan mayoritas selalu menduduki lapisan yang paling bawah piramida. Sebaliknya, pada lapisan-lapisan yang mendekati daerah puncak piramida, dipenuhi oleh orangtua, Lain halnya dengan populasi penelitian tethadap jumlah kekayaan penduduk di daerah Pecinan, kemungkinan besar penduduk yang memiliki kekayaan terbanyak menduduki lapisan sekitar puncak piramida. Sedangkan penduduk yang memiliki sedikit kekayaan, menduduki lapisan sekitar bawah piramida. Contoh ini menjadi sebaliknya pada piramida terbalik. Pada kenyataan lainnya, pelapisan unit-unit populasi bersifat merata. Komposisi lapisan bawah sampai puncak lapisan berada dalam kadar yang sama banyaknya. Contoh, dari lapisan populasi yang merata, kalau populasi penelitian adalah murid SLTA di kota Yogyakarta, unit-unit populasi tersebut adalah murid kelas J, II, dan Ill. Diperkirakan komposisi penyebaran murid-murid kelas I, II, dan III Yogyakarta tersebut adalah merata. POPULAS! AREA Sifat populasi area adalah amat mudah ditentukan, asalkan penelitian mengetahui batas-batas area tersebut. Kalau penelitian menggunakan pembatasan suatu area dilihat dari pembatasan sistem pemerintahan, maka unit populasi adalah dukub, desa, kecamatan, kabupaten, dan seterusnya. Kalau kita mengadakan penelitian terhadap kegiatan koperasi di Jawa Timur, mungkin pembagian area koperasi dapat berdasarkan daerah kerja masing- masing koperasi tersebut, dan sebagainya. Ganpar 16 ‘Poputast AREA POPULASI CLUSTER Populasi ini menunjukkan unit-unit yang berumpun atau berkelompok, tanpa ada pada tingkatan masing-masing kelompok atau rumpun yang ada. Kalau populasinya adalah umat beragama, maka ada umat: Kristen, Protestan, Hindu, Buddha, dan Islam. Kalau Populasi adalah penduduk berdasarkan etnis, maka ada penduduk: Jawa, Ambon, Batak, Sunda, Kalimantan, Irian, Sulawesi, Tionghoa, dan sebagainya. Gaxuar 17 Poputast CLusTER POPULASI DENGAN BERANEKA SIFAT Mungkin peneliti sedikit mengurus pikirannya, kalau dia menghadapi penelitian dengan populasi yang beraneka sifat. Kesulitan awal yang dihadapi adalah pada saat meng- adakan pemantauan tethadap keanekaragaman populasi. Sekilas, populasi kelihatannya berstrata, karena memang unit-unit populasi berstrata. Akan tetapi kalau diamati lebih jauh lagi sebenarnya tidak berstrata saja, tetapi juga merupakan rumpun-rumpun tertentu, bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa unit-unit populasi memiliki wilayah-wilayah tertentu. Dalam rancangan nonprobabilitas, pemantauan sifat-sifat populasi yang akurat saja tidak atau belum menjamin dihasilkannya sampel yang representatif, Kemudian sifat populasi dipadukan dengan tujuan atau permasalahan penelitian itu senditi, dari hal tersebut diambil sampel yang representatif, Pengambilan sampel melalui rancangan nonprobabilitas, seperti dari beberapa macam bentuk, seperti: STRATIFIED SAMPLING Rancangan ini digunakan apabila populasi menunjukkan sifat berstrata. Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan pada waktu menggunakan teknik sampling ini, yaitu: 1. Setiap unit strata harus memiliki kriteria yang jelas, yang gunakan sebagai dasar dalam menentukan anggota unit strata. 2. Setiap unit strata harus dapat diketahui secara pasti jumlah anggotanya. Misalnya, kalau populasi dibagi menjadi tiga strata, yaitu anggota Karang Taruna RT I, RT Il, dan RT TIL Masing-masing anggota Karang Taruna tersebut harus diketahui dengan pasti berapa jumlahnya. Setelah syarat-syarat di atas terpenuhi, persoalan sekarang adalah bagaimana kita menentukan jumlah masing-masing perwakilan dari setiap strata yang ada. Bila persoalan ini disepelekan, mungkin teknik stratified sampling ini sudah berubah dari sifatnya semula. Kalau kita berbicara teknik ini secara khusus, maka penentuan jumlah perwakilan setiap strata yang bergabung dalam struktur sampel penelitian tidak menjadi persoalan. Hal yang penting bahwa setiap unit strata dalam keseluruhan populasi penelitian yang ada harus ada wakilnya dalam struktur sampel, ini sebenarnya esensi dari stratified sampling. AREA SAMPLING ‘Teknik ini dipakai apabila populasi penelitian adalah populasi area. Populasi yang berada pada daerah besar kemudian dibagi menjadi daerah-daerah kecil yang jelas batas-batasnya. Untuk keperluan ini, peneliti mungkin membutuhkan peta atau potret udara dari daerah yang diteliti. Peta atau potret udara ini diperlukan untuk menentukan segmen-segmen wilayah, yang dalam teknik ini menjadi unit-unit populsi. Jika peneliti telah mengetahui segmen-segmen wilayah populasi tersebut—katakan saja populasi dibagi menjadi daerah pemukiman mahasiswa, daerah pemukiman gelandangan, real estate, perkantoran, pertokoan, nelayan, dan daerah industri. Kemudian daerah-daerah atau unit-unit populasi ini—sesuai dengan tujuan penelitian—diambil wakilnya sebagai sampel: 123 CLUSTER SAMPLING Kalau kita mengadakan penelitian, pada penelitian tersebut mengisyaratkan populasi dalam bentuk unit-unit khusus seperti agama, golongan, suku, bangsa, atau dapat dikatakan populasi kita adalah populasi cluster, maka penggunaan teknik cluster sampling adalah jawaban dari pertanyaan bagaimana kita menarik sampel dati populasi seperti ini. Perlu menjadi perhatian bahwa cluster sampling tidak memilih individu-individu sebagai anggota unit sampel, tetapi memilih rumpun-rumpun populasi sebagai anggota unit populasi. Suatu contoh dari penggunaan teknik ini, apabila kita hendak meneliti pendapat umum tentang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, maka kita dapat mengelompokkan masyarakat Indonesia dalam cluster suku atau asal daerah masing- masing’ Misalnya, masyarakat Indonesia dibagi menjadi asal daerahnya: Jawa, Medan, Palembang, Padang, Pontianak, Samarinda, Balikpapan, dan Denpasar, Dari cluster tersebut kita minta pendapat tentang SARA.’ Pendapat tentang persattian dan kesatuan bangsa Indonesia dati cluster tersebut dianalisis sebagai pendapat umum bangsa Indonesia tentang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Perlu diingat bahwa pendapat-pendapat tersebut bukanlah pendapat pribadi dari individu yang tergabung dalam struktur cluster yang ada, tetapi merupakan pendapat dari cluster itu sendiri. SAMPLING GUGUS BERTAHAP Kalau kita mengadakan penelitian dengan populasi dari sebuah provinsi, sedangkan yang harus menjadi sampel hanya sepuluh buah desa saja. Ini berarti kita harus menyeleksi sekian banyak desa yang ada dalam provinsi tersebut untuk dijadikan sampel. Oleh karena itu, teknik Sampling Gugus Bertahap dapat digunakan untuk keperluan tersebut. Sebuah contoh, apabila kita meneliti efektivitas penyuluhan pertanian melalui radio masyarakat pedesaan di Provinsi Maluku. Sampel penelitian yang kita butuhkan hanya delapan desa, dengan perbandingan empat desa surplus pertanian dan empat desa lagi adalah desa minus pertanian. Untuk mendapat delapan desa dengan kriteria masing- masing tersebut, kita pilih beberapa kabupaten. Misalnya kita memilih dua kabupaten, yang terdiri dari satu kabupaten surplus pertanian dan satu kabupaten lagi adalah minus pertanian. Dari dua kabupaten tersebut, kita ambil empat kecamatan, dengan perbandingan dua kecamatan surplus pertanian dan dua kecamatan minus pertanian. Dati setiap kecamatan tersebut kita ambil lagi masing-masing dua desa dengan perbandingan surplus-minus seperti di atas sehingga keseluruhannya ada delapan desa yang merupakan desa sampel. Untuk gambaran ini dapat dilihat pada skema pada Gambar 18. Cluster juga bisa jac: agama, profesi, pendidikan, golongan, dan sebegainya ” Lihat: Lebih jelas tentong pengumpulan pendapatan umum ini dapat dibaca pada Majalah TEMPO No. 36 Tahun XVI- 1 November 1986. him. 13-14, 124 Sampel I Provinsi Maluku (Beberapa Kabupaten) |] opulasi Sampling 1) Sampel Kecamatan Terpilth oerapn Desa) (Populasi Sampling I) Sompel IIL Kecamatan Terpiih (@eberapa Desa) (Populasi Sampling I) Gavoar 18 ‘Skema Sampet Gucus Bertanar® PROPOSIONAL SAMPLING Teknik sampling ini agak lebih leluasa dalam penggunaannya, maksudnya teknik ini dapat digunakan pada populasi berstrata, populasi area ataupun populasi cluster. Hal yang terpenting dalam teknik ini adalah penggunaan perwakilan berimbang, karena itulah sebelum menggunakan teknik ini, peneliti harus mengenal lebih dulu ciri-ciri tertentu dari populasi yang ada. Peneliti harus mengetahui besar kecil unit-unit populasi yang ada. Kemudian dengan pengetahuan ini peneliti mengambil wakil dari unit-unit populasi tersebut dengan sistem perwakilan yang berimbang. Contohnya, apabila kita meneliti minat baca mahasiswa disalah satu perguruan tinggi. Dari permasalahan ini, populasi penelitian berkemungkinan menjadi strata, yaitu ada mahasiswa semester satu, semester tiga, semester lima, dan semester tujuh. Dari strata ini, peneliti harus mengetahui jumlah individu yang tergabung di dalam struktur strata tersebut, karena mungkin saja setiap unit strata memiliki jumlah individu yang berbeda. Umpamanya sebagai berikut: (Unit I) — Pegawai golonganI + 300 orang (Unit Tl) — Pegawai golongan II : 300 orang (Unit III) Pegawai golongan III : 250 orang (Unit IV) Pegawai golongan IV : 150 orang Jumlah —__: 1000 orang * Skema ini hampir sama dengan yong dikemukakan Palte, 1978: 20. Dalam LB. Mantra dan Kasto, Penentuan Sampel,dikutib dai Masri Singarimbun dan Sofwan Effendi, Op.cit., him. 121. POPULASH PENELITIAN, $ Setelah mengetahui jumlah setiap unit populasi yang ada, penelitian kemudian mengambil wakil dari setiap unit di atas secara berimbang. Peneliti dapat menggunakan persentase untuk menakar pembagian yang berimbang. Kalau peneliti menetapkan masing-masing unit diwakili oleh 10% jumlah seluruh unit, maka unit I diwakili oleh 30 orang, unit 11 30 orang, unit IIT 25 orang, unit IV 15 orang, total seluruhnya adalah 100 orang yang akan menjadi sampel penelitian. PURPOSIVE SAMPLING ‘Teknik sampling ini digunakan pada penelitian-penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian. Walaupun demikian, untuk menggunakan teknik ini peneliti scharusnya orang yang pakar terhadap karakteristik populasi. Berdasarkan pengetahuan yang jeli terhadap populasi, maka unit- unit populasi yang dianggap “kunci”, diambil sebagai sampel penelitian. Kalau kita meneliti pendapat umum tentang mutu siaran televisi di Indonesia, maka kita akan menjadikan semua pemilik televisi sebagai sampel penelitian. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa pemilik televisi adalah orang yang lebih banyak tahu tentang acara televisi. Begitu pula kalau kita meneliti jenis kembang gula mana yang disenangi masyarakat, maka sampel penelitian diambil dari anak-anak berumur 5 sampai 10 tahun, karena biasanya anak-anak berumur inilah yang paling menyukai kembang gula. + QUATA SAMPLING Teknik sampling ini memiliki sifat yang tidak jauh dari purposive sampling, yaitu lebih mementingkan tujuan penelitian dalam menentukan sampling penelitian. Sampel penelitian adalah unit populasi yang telah ditentukan lebih dulu, makanya Quata Sampling digunakan hanya untuk menentukan unit populasi yang akan dijadikan sampel penelitian. Unit populasi yang menjadi sampel penelitian, selanjutnya diinterviu atau diberi questioner. Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah semua unit populasi yang telah ditentukan sebagai sampel penelitian, haruslah diinterviu atau diberi kuesioner, dengan kata lain semua unit populasi yang termasuk dalam quota haruslah dijadikan responden dalam penelitian tersebut. Contohnya, kalau kita meneliti persepsi mahasiswa Perguruan Tinggi ‘Swasta di Kopertis wilayah VII tentang pekerjaan apa yang disenangi, maka perguruan tinggi dapat dikelompokkan menjadi: universitas, institut, sekolah tinggi, dan akademi. Kemudian masing-masing perguruan tinggi yang terkelompokkan dalam kelompok di atas dijatah besarnya jumlah mahasiswa yang akan dijadikan sampel. Kemudian semua mahasiswa yang terkena jatah sampel itu diminta persepsinya tentang pekerjaan apa yang disenangi. Kalangan peneliti menganggap bahwa teknik ini menghasilkan sampel yang tidak atau kurang probable terhadap apa yang ia wakili, oleh karenanya sampel dari teknik 1 PENEL sampling ini tidak atau kurang representatif. Mungkin saja demikian, tetapi apabila peneliti menemukan sifat populasi yang relatif homogen pada penelitian tertentu, kemudian. teknik ini digunakan, maka tidak mustahil kalau sampel yang dihasilkan dari teknik ini adalah sampel yang representatif (lihat gambar sampel representatif). Mungkin juga teknik ini punya kemiripan yang kuat dengan random, tetapi sifat dari quata sampling yang nonprobabilitas itulah, menjadikan kedua teknik ini berbeda satu dengan yang lain, Maksudnya apabila random sampling dapat seenaknya mengambil unit-unit populasi sebagai sampel penelitian disebabkan sifat populasi adalah “mutlak” homogen sedangkan. quata sampling dibelenggu oleh tujuan penelitian dan sifat populasi yang tidak “mutlak” homogen, berakibat quata sampling tidak seperti yang terjadi pada random sampling. Hal yang terpenting dari teknik ini bahwa jatah sampel harus ada dari unit-unit populasi tersebut dan jatah sampel tersebut harus terpakai habis. INCIDENTAL SAMPLING ‘Teknik sampling ini adalah teknik yang paling diragukan akan menghasilkan sampel yang representatif, hal ini disebabkan oleh sifat “kebetulan” dalam menentukan sampel. Penelitian yang biasa menggunakan teknik sampling ini adalah penelitian yang populasinya adalah individu-individu yang sukar ditemui dengan alasan sibuk, tidak mau diganggu, tidak bersedia menjadi responden, atau alasan lainnya. Oleh karena itu, siapa saja yang di- temui dan masuk dalam kategori populasi, dapat diinterviu sebagai sampel atau responden. Suatu contoh, apabila kita meneliti pendapat buruh bangunan tentang kenaikan harga bahan pokok dan pengaruh tethadap keadaan ekonomi rumah tangganya. Untuk memper- oleh sampel atau responden penelitian dari kalangan ini, mungkin mengalami kesukaran karena pekerja buruh bangunan biasanya buruh harian dan kadang juga bekerja lembur. Untuk kesukaran ini, peneliti dapat saja menemui buruh bangunan tersebut di tempat kerjanya, atau di terminal bus pada saat mereka akan pulang. Beberapa orang saja dari mereka yang dapat dan mau menjadi responden diinterviu. Responden-responden tersebut itulah sampel penelitian yang sesungguhnya dari teknik Incidental Sampling. DOUBLE SAMPLING Biasanya juga teknik ini disebut dengan Sampling Kembar. Teknik ini amat bermanfaat bagi penelitian yang populasinya besar, yang pengumpulan datanya menggunakan angket melalui jasa pos. Umpamanya, kita meneliti tentang kecenderungan pembaca harian KOMPAS dalam memilih rubrik yang disukai. Untuk penelitian ini, peneliti menyebarkan angket ke seluruh pelanggan harian KOMPAS, Dari keseluruhan angket yang disebarkan tentunya ada beberapa yang tidak kembali. Untuk mengatasi ini, maka digunakan metode Jain yaitu interviu. Bagi mereka yang tidak mengembalikan angket penelitian, kemudian diinterviu. Double Sampling juga biasanya bermanfaat bagi cross check atau cross validity 127 terhadap sampel penelitian, baik penelitian yang menggunakan satu sampel maupun penelitian yang menggunakan sampel pembanding. Pada penelitian kualitatif, ide dari double sampling ini banyak digunakan pada kegiatan cross validity terhadap informasi yang dihimpun peneliti ataupun untuk keperluan cross check terhadap peneliti lain dalam satu penelitian. MULTIFARIOUS SAMPLING Tidak selamanya dalam berbagai penelitian, populasi memiliki satu sifat yang mudah diamati oleh peneliti. Terbanyak dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, peneliti menemui populasi dengan beraneka sifat tertentu dan kadang sifat tersebut saling tumpang- tindih. Munculnya sifat populasi yang demikian ini disebabkan permasalahan dan tujuan penelitian yang multifarious, yang menyebabkan peneliti berpikir ekstra untuk menentukan teknik sampling apa yang akan dipakai. Multifarious sampling sesungguhnya merupakan kombinasi dari beberapa teknik sampling, baik probabilitas maupun nonprobabilitas. Makanya beberapa peneliti juga menyebutkan teknik ini dengan “Combined Sampling”. Misalnya, kalau kita mau meneliti kebiasaan remaja perkotaan menonton tayangan erotika di media massa,? yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh remaja perkotaan di Surabaya. Langkah pertama adalah mendaftar keseluruhan pemilik televisi di desa cara ini lebih mudah kalau peneliti menghubungi instansi yang mengurus register televisi. Setelah mengetahui seluruh pemilik televisi, kemudian kita menentukan sifat-sifat populasi yang sebenarnya. Umpamanya dari hasil penjajakan di atas, kita menemukan dalam beberapa kabupaten dengan desa-desa yang memiliki pemilik televisi terbanyak, kabupaten dengan desa-desa yang memiliki pemilik televisi sedikit. Ini berarti sebelum kita menunjuk desa sampel, kita menentukan stratifikasi kabupaten berdasarkan banyak sedikitnya pemilikan televisi. Untuk menentukan kabupaten mana yang mewakili stratanya, kita menggunakan random. Kemudian untuk menentukan kecamatan dan desa mana yang akan dijadikan sampel penelitian, juga digunakan random sampling. Kalau begini caranya kita menentukan sampel penelitian, maka teknik sampling dapat kita namakan “Stratified Random Sampling”. Dalam Multfarious Sampling juga dapat terdiri dari tiga atau lebih teknik sampling yang ada. Mungkin “Pusposive Stratified Random Sampling”, dan sebagainya. Hal yang penting dari Multifarious Sampling ini, bahwa semua teknik sampling yang digunakan dalam sebuah penelitian dapat membentuk sebuah nama untuk teknik sampling yang bersangkutan. * Peneitian sesungguhrya dar ide contoh datas, dapat cithat pada: Erotika Media Massa, Surakarta: Univ. Muhammadiyah Press, 2001. Pengenalan tehadap populasi dan untuk menunjuk sampel yang representatif, perlu diperhatikan sifat-sifat populasi sebagai berikut: 1) Sifat populasi apakah homogen atau heterogen? 2) Seberapa besar populasi dan ukuran sampel yang diperlukan. 3) Tinggi rendah tingkat representasi dari sampel yang digunakan. 4) Tingkat pengenalan peneliti terhadap unit-unit khusus dalam populasi. 5) Kesesuaian teknik sampling tethadap populasi penelitian. Apabila keadaan populasi homogen, maka besar kecil sampel tidaklah merupakan masalah; penelitian terhadap tingkat kemanisan secangkir kopi, hanya cukup dengan. merasa setitik kopi tersebut; begitu pula untuk meneliti tingkat kesenian dari perairan di kepulauan Banda, hanya cukup dengan meneliti beberapa mililiter dari perairan itu. Hal tersebut karena sifat air adalah homogen. Lain halnya dengan kita meneliti sekelompok masyarakat di Bali. Pada penelitian ini kita memerlukan pengukuran tertentu tethadap besar kecil sampel yang diambil, karena masyarakat di atas memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Perhitungan yang tepat tethadap besar kecil sampel yang diambil, akan berpengaruh besar terhadap tingkat representatif dari sampel yang digunakan. Pada cara berpikir induksi tidak komplit ini, hal-hal seperti besar kecil populasi, dana dan waktu, tidak menjadi masalah serius untuk dipikirkan. Sebaliknya dengan berpikir seperti ini justru dapat menghemat dana dan waktu, ini berarti suatu keuntungan. BAB 9 DATA DAN METODE PENGUMPULAN DATA KONSEP DATA Data (tunggal datum) adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian. Definisi data sebenarnya mirip dengan definisi informasi, hanya saja informasi lebih ditonjolkan segi pelayanan, sedangkan data lebih. menonjolkan aspek materi, Dari kedua istilah ini dapat dicontohkan sebagai berikut: “Kardi menginformasikan. kepada saya tentang peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air di Semarang pada saat kita bertemu di Bandara Juanda Surabaya”. Kata “menginformasikan” dalam kalimat tersebut menunjukkan satu pelayanan informasi, sedangkan peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air adalah data yang diinformasikan. : Selain data, ada juga pemahaman lain yang mirip dengan data yaitu fakta (fact). Biasanya orang sering menggunakan dua istilah ini dalam satu penjelasan yang sama, padahal masing-masing punya konsep yang berbeda. Dalam penelitian kuantitatif, konsep fakta menuju pada sebuah peristiwa yang tidak dapat dibawa pulang oleh peneliti. Fakta sesungguhnya adalah milik objek penelitian yang relatif tidak dapat dipisahkan dari objek penelitian itu sendiri, Hal yang dapat dibawa pulang oleh peneliti hanyalah data. Data dikonsepkan sebagai segala sesuatu yang hanya berhubungan. dengan keterangan tentang suatu fakta dan fakta tersebut ditemui oleh peneliti di lokasi penelitian. Oleh karena itu, seorang peneliti adalah orang yang benar-benar mampu “menangkap” fakta serta bisa membawa pulang data hasil penelitian. Berangkat dari konsep yang demikian itu, maka yang paling banyak disinggung dalam penelitian adalah data, baik itu jenisnya maupun teknik memperolehnya. Bahkan pada penelitian tertentu, juga disinggung-singgung bagaimana data tersebut sudah dapat dianalisis di lapangan, sehingga betul-betul dapat mencerminkan data absolute dari sebuah fakta yang utuh. DATA KUANTITATIF Data kuantitatif lebih mudah dimengerti bila dibandingkan dengan jenis data kualitatif. Data kuantitatif biasanya dapat dijelaskan dengan angka-angka. Data seperti ini biasanya hasil tranformasi dari data kualitatif yang memiliki perbedaan berjenjang. Namun_ ada juga data kuantitatif murni yang keberadaannya sudah dalam bentuk kuantitatif. Contoh dapat dilihat pada Tabel 8. Tave 8 Data Kuanrrrarte Mur — Data Kualitatif yang Data Kuantitaif ee ditransformasikan. Murni Panda 3 123456 Kurang pandai 2 7891011 Tidak panda 1 1213 1415 Semua data kuantitatif dapat dianalisis dengan menggunakan analisis statistik, baik inferensial ataupun non-inferensial. Hal ini paling menonjol yang melekat pada sifat data kuantitatif, yaitu dapat dihitung secara kuantitatif. DATA NOMINAL Data nominal yaitu data yang memiliki ciri nominal, yaitu data hanya dapat digolong- golongkan secara terpisah menurut kategori. Seperti umpamanya menurut kategori jenis, sifat, atau kondisi yang bervariasi menurut banyak atau frekuensinya. Umpamanya, bagai- mana variasi jumlah pemilik merek seluler di kota Bandung berdasarkan tahun pembelian, atau bagaimana perbedaan jumlah peminat acara gosip yang disiarkan oleh televisi swasta di Indonesia. Contoh lain bagaimana komposisi perbedaan jumlah laki-laki dan perempuan dalam menonton acara Cek & Ricek yang ditayangkan di salah satu stasiun TV. DATA KONTINUM Dikatakan data kontinum karena data ini memiliki gejala kontinum, gejala tersebut dapat bervariasi menurut tingkatan atau berjenjang. Contohnya, tingkat IQ anak yang lahir melalui operasi sesar adalah 99, 100, 101, 102, atau 110, 111, 112, 113, 114, dan seterusnya. Tinggi badan si Amir 160, si Judi 161, si Nani 162, si Dody 163, dan seterusnya. Kemudian, data kontinum juga dapat dibedakan sebagai berikut ini: DATA ORDINAL Data ordinal menunjukkan data dalam suatu urutan tertentu atau dalam satu seri. Penentuan posisi itu tidak memerhatikan jarak antara data kuantitatif yang satu dengan. yang lain, Misalnya 4 orang peserta kontes merancang CPU, masing-masing mendapat nilai 2.470 diberi rangking nomor satu, nilai 2.469 diberi nomor dua, nilai 2.465 diberi nomor tiga, dan nilai 2.455 diberi nomor empat. Urutannya tidak berbeda dengan peserta kontes merancang CPU di tempat lainnya yang masing-masing memperoleh nilai 3.560, 3.559, 3.540, dan nomor 3.539 sebagai nomor satu, dua, tiga, dan empat. Perlu diperhatikan, bahkan pada prinsipnya pemberian angka yang lebih besar atau lebih kecil pada suatu jenjang kategori yang diinginkan, tidak menjadi persoalan selama ada konsekuensi atau kesepakatan. Contoh lain, kita dapat saja memberikan nilai lima untuk jawaban sangat cantik, dan nilai nol untuk jawaban sangat tidak cantik atau sebaliknya, yang sangat cantik diberi angka nol dan sangat tidak cantik diberi angka lima. DATA INTERVAL Begitu pula data interval adalah data yang punya ruas atau interval, atau jarak yang berdekatan dan sama. Jarak itu berpedoman pada ukuran tertentu misalnya nilai rata-rata (mean), bilangan kelipatan atau nilai lainnya yang disepakati. Misalnya, dalam mengklasifikasikan kelompok pendapatan per hari pekerja di sektor pelabuhan, seperti pada Tabel 9. Tae. 9 Dara INTERVAL KELOMPOK PENDAPATAN SEKTOR INFORMAL Kelompok Pekerja Besaran Pendapatan Per hari Bakul Rokok 15000-20000 ‘Tukang Parkir 20000-25000 Portiere 25000-30000 DATA RASIO. Kalau sebuah data memiliki titik nol absolut, maka data tersebut disebut sebagai data tasio. Dengan kata lain rasio memiliki semua citi dari data interval dan ditambah pula mempunyai titik nol absolut sebagai titik permulaan. Umpamanya, kalau kita mengukur massa atau berat dalam skala rasio. Data ons mempunyaititik nol yang mutlak ada. Begitu ula skala gram. Rasio antara setiap dua berat tidak tergantung kepada unit pengukuran, Apabila kita menentukan berat dua buah benda yang berbeda, bukan saja dengan pon 132 METOROLOG!,PENELITIAN KUANTITATIE tetapi juga dengan gram, maka kita akan menemukan bahwa rasio kedua berat tersebut dengan pon adalah sama rasionya dengan gram.! DATA DAN SUMBER DATA DATA PRIMER Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian. Kalau seorang meneliti pengaruh fokus tema siaran TV terhadap tingkat rating siaran tersebut, kemudian mengambil data tersebut langsung kepada pemirsa acara TV tersebut, maka itu artinya peneliti telah menggunakan sumber data primer. Begitu pula kalau seorang peneliti mendapat data tingkat pendapatan 10 middle manajer PT Cilubintang Gemilang Mandiri langsung dari dokumen perusahaan, maka data tersebut adalah data primer. Dengan demikian, data primer diperoleh dari sumber data primer, yaitu sumber pertama di mana sebuah data dihasilkan. DATA SEKUNDER Data dan sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. Kalau seorang meneliti kebiasaan belajar murid sekolah dasar, kemudian mengambil data penelitian dari guru dan orangtua, berarti sumber data yang digunakan itu adalah sumber data sekunder. Guru dan orangtua disebut sebagai sumber data sekunder karena data penelitian diperoleh dari orang yang mungkin mengetahui data tersebut bukan dari murid itu sendiri. Data sekunder diklasifikasi menjadi dua: a. Internal data, yaitu tersedia tertulis pada sumber data sekunder. Umpama kalau pada perusahaan, dapat berupa faktur, laporan penjualan, pengiriman, operating statements, general and departemental budgets, laporan hasil riset yang lalu, dan sebagainya. b, Eksternal data, yaitu data yang diperoleh dari sumber luar. Umpamanya data sensus dan data register, serta data yang diperoleh dari badan atau lembaga yang aktivitasnya mengum- pulkan data atau keterangan yang relevan dengan/dalam berbagai masalah.? Data sekunder diperoleh dari sumber data sekunder, yaitu sumber data kedua sesudah sumber data primer. Karena sesuatu dan lain hal, peneliti tidak atau sukar memperoleh data dari umber data primer, dan mungkin juga karena menyangkut hal-hal yang sangat pribadi sehingga sukar data itu didapat langsung dari sumber data primer. Pada contoh di 1 Wayan Ardhana, Beberapa Metode Statistik untuk Penelitian Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982. him. 50-51. * Marzuli, Metodologl Riset. Yogyakarta, Fakltas Ekonomi Ull Yogyakarta, 1983. him. 57. atas, Pusat Informasi Usaha Kecil adalah salah satu sumber data sekunder dalam kasus penelitian tersebut, Sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkap data yang diharapkan. Begitu pula pada keadaan semestinya yaitu sumber data primer dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan, sumber data sekunder dapat membantu memberi keterangan, atau data pelengkap sebagai bahan pembanding. DATA ONLINE RAGAM METODE PENGUMPULAN DATA Di setiap pembicaraan mengenai metodologi penelitian, bahasan metode pengumpulan data menjadi amat penting. Metode pengumpulan data adalah bagian instrumen pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Kesalahan penggunaan metode pengumpulan data atau metode pengumpulan data yang tidak digunakan semestinya, berakibat fatal terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan. Pada penelitian kuantitatif dikenal beberapa metode, antara lain metoda angket, wawancara, observasi, dan dokumentasi. METODE ANGKET Sering pula metode angket disebut pula sebagai metode kuesioner atau dalam bahasa Inggris disebut questionnaire (daftar pertanyaan). Metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan kepetugas atau peneliti, Bentuk umum sebuah angket terdiri dari bagian pendahuluan berisikan petunjuk pengisian angket, bagian identitas berisikan identitas tesponden seperti: nama, alamat, umur, pekerjaan, jenis kelamin, status pribadi dan sebagainya, kemudian baru memasuki bagian isi angket. Dari bentuk isi inilah kemudian angket dibedakan menjadi beberapa bentuk, seperti: ANGKET LANGSUNG TERTUTUP Angket langsung tertutup adalah angket yang dirancang sedemikian rupa untuk merekam data tentang keadaan yang dialami oleh responden sendiri, kemudian semua alternatif jawaban yang harus dijawab responden telah tertera dalam angket tersebut. Seperti umpamanya, pertanyaan mengenai keikutsertaan tesponden dalam kegiatan rapat anggota pemegang saham, pertanyaannya dapat diformulasikan sebagai berikut: “Apakah saudara hadir pada rapat terakhir pemegang saham, di perusahaan saudara?” (ene) 1) Ya 2 (sees) 2) Tidak ANGKET LANGSUNG TERBUKA Angket langsung terbuka adalah daftar pertanyaan yang dibuat dengan sepenubnya memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab tentang keadaan yang dialami sendiri, tanpa ada alternatif jawaban dari peneliti. Contohnya, “Coba jelaskan secara singkat, bagaimana pendapat Anda tentang peristiwa pemogokan yang dilakukan oleh. karyawan pabrik sepatu di perusahaan saudara, beberapa hari lalu”. ANGKET TAK LANGSUNG TERTUTUP. Bentuk angket tak langsung tertutup dikonstruksi dengan maksud untuk menggali atau merekam data mengenai apa yang diketahui responden perihal objek dan subjek tertentu, serta data tersebut tidak dimaksud perihal mengenai diri responden bersangkutan. Di samping itu, alternatif jawaban telah disiapkan sehingga responden tinggal memilih, jawaban mana yang sesuai untuk dipilih. Kalau begini modelnya, maka angket ini disebut angket tak langsung tertutup. Bentuk angket ini dapat dicontohkan sebagai berikut: “Menurut pengamatan Anda selaku salah satu karyawan di perusahaan saudara, pimpinan saudara memiliki ciri-ciri tertentu berikut ini: (jawaban boleh lebih dari satu, asal sesuai dengan hasil pengamatan saudara). (...) 1) Memiliki sikap ramah dan edukatif terhadap bawahan. 2) Berwibawa terhadap sesama karyawan. . 3) Bersikap jujur dan sportif. 4) Memiliki disiplin kerja yang tinggi. 5) Memiliki hubungan luas dengan sesama karyawan. ..) 6) Selalu berusaha bersikap bijaksana terhadap sesama karyawan. ANGKET TAK LANGSUNG TERBUKA Bentuk angket dikonstruksi dengan ciri-ciri yang sama dengan angket langsung terbuka, serta disediakan kemungkinan atau alternatif jawaban, sehingga responden harus memformulasikan sendiri jawaban yang dipandang sesuai. Bentuk angket ini dapat dicontohkan sebagai berikut: ( ( ( ( (. “Sebutkan keistimewaan yang paling menonjol dari sifat-sfat yang dimiliki oleh pimpinan saudara schingga perusahaan saudara menjadi maju’: Bisa jadi dalam banyak hal dan karena kebutuhan penelitian, model-model angket di atas digunakan dalam konfigurasi tertentu, sehingga berbentuk kombinasi dati keempat model angket tersebut di atas. KELEBIHAN METODE ANGKET Apabila digunakan dengan semestinya, maka metode angket memiliki beberapa kelebihan, yaitu: a, Metode angket hanya membutubkan biaya yang relatif lebih murah. . Pengumpulan data lebih mudah, terutama pada responden yang terpencar-pencar, - Pada penelitian dengan sampel di atas 1000, penggunaan metode ini sangatlah tepat. . Walaupun penggunaan metode ini pada sampel yang relatif besar, tetapi pelaksanaannya dapat berlangsung serempak. ¢. Berkaitan dengan kebaikan-kebaikan di atas, metode ini relatif membutuhkan waktu yang sedikit. £ Kalaumetode ini dilakukan dengan menggunakan jasa pos, maka relatif tidak membutubkan atau tidak terikat pada petugas pengumpul data. & Kalaupun metode ini menggunakan petugas lapangan pengumpul data, hanya terbatas pada fungsi menyebarkan dan menghimpun angket yang telah diisi atau dijawab oleh tesponden. Kemampuan teknis dalam menggali dan atau mencatat data seperti metode lain tidak dibutuhkan di sini? aos KEKURANGAN METODE ANGKET Kekurangan atau keterbatasan metode angket schubungan dengan sifat yang: “angket” itu adalah sebagai: Metode angket hanya dapat digunakan pada responden yang dapat baca tulis saja, sedangkan pada respontlen yang tidak mampu baca tulis, metode angket tidak berguna sama sekali. . Formulas’ angket membutuhkan kecermatan tinggi, sehingga betul-betul mampu mewakili peneliti dalam pengumpulan data. Karena tuntutan yang demikian, menyusun formulasi e ® Sanapiah Faisal, Dasar dan Teknik Menyusun Angket, Surabaya: USANA, 1981. him. 12-13. 136 angket membutuhkan waktu yang lama, termasuk kebutuhan uji coba dan merevisi angket tersebut. . Penggunaan metode angket menyebabkan peneliti terlalu banyak tergantung atau membutubkan kerja sama dengan objek penelitian.* 4. Kemungkinan pada kasus tertentu, akan terjadi salah menerjemahkan beberapa poin pertanyaan, maka peneliti tidak dapat memperbaiki dengan cepat, akhirnya memengarubi jawaban responden. . Kadang kala orang lain di sekitar responden ikut memengaruhinya pada saat pengisian angket, hal ini menyebabkan jawaban responden tidak objektif lagi. £ Responden dapat menjawab seenaknya, atau kadang kala bersfat main-main serta berdusta, Hal tersebut mungkin sekali terjadi, terutama kalau angket bersifat anonymous (tanpa nama dan alamat responden dilembaran angket). METODE WAWANCARA ‘Wawancara atau interviu adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai,’ dengan atau tanpa menggunakan pedoman. (guide) wawancara. Inti dari metode wawancara ini bahwa di setiap penggunaan metode ini selalu ada beberapa pewawancara, responden, materi wawancara, dan pedoman wawancara (yang terakhir ini tidak mesti harus ada). Pewawancara adalah orang yang menggunakan retode wawancara sekaligus dia ber- tindak sebagai pemimpin dalam proses wawancara tersebut. Dia pula berhak menentukan materi yang akan diwawancarai serta kapan dimulai dan diakhiri. Akan tetapi kadang kala responden pun menentukan perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu wawancara dilaksanakan. Responden adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara, ia diperkirakan menguasai data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Materi wawancara adalah persoalan yang ditanyakan kepada responden, berkisar antara masalah atau tujuan penelitian. Materi wawancara yang baik memiliki: pembukaan, isi, dan penutup. Pembukaan wawancara adalah kata-kata “tegur sapa” seperti: nama ibu siapa, alamatnya di mana, berapa anaknya, umurnya berapa, dan sebagainya. Isi wawancara sudah jelas, yaitu pokok pembahasan yang menjadi masalah atau tujuan penelitian. Sedangkan penutup adalah bagian akhir dari suatu wawancara. Bagian ini dihiasi dengan kalimat-kalimat penutup pembicaraan, antara lain: saya kira * Ibid 5 Moh, Nazir, Metode Penelitin, Op.cit.. him. 234. 137 sampai di sini wawancara kita, terima kasih atas bantuan bapak, bapak sudah banyak memberikan bantuan kepada saya, dan sebagainya. Bagian penutup wawancara biasanya diisi dengan janji-janji untuk bertemu wawancara pada waktu-waktu yang lainnya, Pedoman wawancara adalah instrumen yang digunakan untuk memandu jalannya wawancara. Lebih jelas mengenai pedoman wawancara ini, dapat dilihat pada pembahasan- pembahasan berikut ini. BENTUK-BENTUK WAWANCARA WAWANCARA SISTEMATIK Wawancara sistematik adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu Pewawancara mempersiapkan pedoman (guide) tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada responden. Pedoman wawancara tersebut digunakan oleh pewawancara sebagai alur yang harus dikuti, mulai dari awal sampai akhir wawancara, karena biasanya pedoman tersebut telah disusun sedemikian tupa sehingga merupakan sederetan daftar Pertanyaan, dimulai dari hal-hal yang mudah dijawab oleh responden sampai dengan hal-hal yang lebih kompleks. Pada kondisi tertentu, pedoman wawancara terasa amat penting bagi pewawancara. Hal ini disebabkan beberapa fungsi sebagai berikut: 1) Pedoman wawancara berfungsi membimbing alur wawancara terutama mengarah tentang hal-hal yang harus ditanyakan. 2) Dengan pedoman wawancara dapat dihindari kemungkinan melupakan beberapa persoalan yang relevan dengan permasalahan penelitian.® 3) Mampu meningkatkan kredibilitas penelitian, karena secara ilmiah wawancara jenis ini dapat meyakinkan orang lain tentang apa yang dilakukannya, karena dapat dipertanggung- jawabkan secara tertulis, ‘Wawancara sistematik, kadang kala membutubkan waktu yang agak lama bagi Pewawancara untuk menyesuaikan dirinya dengan pedoman wawancara tersebut, ‘Terutama bagi peneliti pemula, hal ini amat dirasakan. Penyesuaian ini lebih baik dilakukan daripada justru akan mengganggu jalannya wawancara. Karena bisa jadi pewawancara harus berulang kali mengulang pertanyaannya disebabkan pewawancara sendiri kurang memahami isi pertanyaan yang ditanyakan, Untuk membuat pedoman wawancara yang baik, pewawancara seharusnya lebih dul mengert secara past siapa responden sebenarnya, bagaimana budayanya, bahasa apa yang * Sutisno Had, Metode Research Il Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psiologh UGM, 1979. him, 236, biasanya dipakai, dan sebagainya. Dengan pengetahuan seperti ini, kemudian poin-poiry pertanyaan disusun. Karena ada kemungkinan pedoman wawancara ini digunakan oleh pewawancara lain yang ditugaskan oleh pewawancara utama dalam penelitian, maka latihan diskusi tertentu untuk membahas pedoman wawancara ini adalah sesuatu yang tmutlak dilakukan, mengingat masing-masing pewawancara memiliki persepsi yang berbeda satu dan lainnya tentang maksud dari poin-poin pertanyaan tersebut. WAWANCARA TERARAH Bentuk wawaneara yang kedua ini sedikit lebih formal dan sistematik bila dibandingkan dengan wawancara mendalam,’ tetapi masih jauh tidak formal dan tidak sistematik bila dibandingkan dengan wawancara sistematik. Wawancara terarah dilaksanakan secara bebas, tetapi kebebasan ini tetap tidak terlepas dari pokok permasalahan yang akan dlitanyakan kepada responden dan telah dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara. Ada juga beberapa ahli menamakan wawancara ini dengan wawancara bebas terpimpin. Nama tersebut mungkin diambil dari sifat wawancara ini yang bebas tapi tetap terikat dengan pokok-pokok wawancara. Namun yang jelas, metode wawancara terarah ini lebih mudah dilakukan oleh pewawancara senior daripada digunakan oleh pewawancara pemula, karena wawancara ini membutubkan skill yang bernilai lebih bila dibandingkan dengan penggunaan metode wawancara sistematik. Dengan pedoman permasalahan yang harus ditanyakan kepada responden, sesungguhnya terlebih dulu pewawancara telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang permasalahan secara utuh, Pewawancara kemudian dengan keterampilannya akan mudah mempermainkan pertanyaan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Kesulitan yang muncul pada wawancara terarah ini biasanya pada pencatatan hasil wawancara, yaitu kapan harus mencatat dan bagaimana bentuk pencatatan yang tepat. Kesulican ini muncul, disebabkan tidak semua pewawancara memiliki daya ingatan yang baik uneuk menyimpan atau mengingat-ingat semua jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Karena apabila responden mengetahui jawabannya dicatat, maka sedikit banyak responden akan lebih berhati-hati dalam menjawab pertanyaan. Sikap kehati- hatian ini biasanya menyimpan beberapa kebenaran yang seharusnya disampaikan dalam wawancara, tetapi karena alasan keamanan maka hal tersebut tidak disampaikan kepada pewawancara. Hal semacam ini berarti kerugian amat besar yang harus ditanggung oleh pewawancara terarah, Dengan ketertutupan ini maka ada dua kemungkinan, yaitu pewawancara membawa pulang informasi yang keliru atau pewawancara harus berkali- 7 Metode Evaluast Kualitatif, The Asia Foundation, 1982. him. 12. kali mewawancarai responden agar informasi yang sebenarnya dapat diperoleh. Kedua kemungkinan kesulitan di atas tentu merugikan penelitian secara keseluruhannya. Melihat hal yang demikian, maka sesungguhnya wawancara terarah ini lebih efektif kalau digunakan oleh pewawancara yang sudah berpengalaman sehingga dapat menetralisir kesulitan di atas. Pewawancara berpengalaman di sini memiliki konotasi yang lebih luas, yaitu termasuk memiliki kemampuan pancaindra dan ingatan yang lebih, baik sehingga mampu menangkap atau menyimpan hasil wawancara yang lebih banyak tanpa harus tergantung pada alat tulis-menulis. Kadang kala pewawancara terarah dapat menggunakan alat-alat elektronika sebagai alat bantu wawancara, hanya jangan sampai peralatan ini justru memengaruhi responden dalam memberikan informasi. Oleh karena itu pula dibutuhkan pewawancara yang berpengalaman di dalam menggunakan alat bantu tersebut. Melihat bentuk-bentuk subjek metode wawancara di atas, sebenarnya masing-masing bentuk tersebut memiliki kelebihan satu dari yang lainnya. Akan tetapi pada dasarnya kelebihan itu dapat dimanfaatkan apabila bentuk wawancara tertentu digunakan pada tipe responden dan permasalahan yang sesuai. Apabila seseorang akan mewawancarai sekelompok tukang becak dan pembantu rumah tangga tentang jumlah pendapatan mereka setiap bulan, maka lebih tepat mengguna- kan wawancara sistematik mengingat tukang becak dan pembantu rumah tangga akan. sulit menjawab pertanyaan pewawancara yang tanpa guide tertentu. Kalaupun mereka dapat menjawab, tetapi mereka sulit memahami pertanyaan, mengingat kebanyakan dari tesponden seperti ini tidak pandai mengemukakan fakta-fakta dirinya karena keterbatasan bahasa. Lain halnya kalau kita mewawancarai sekelompok mahasiswa, dosen, tokoh masyarakat, atau kelompok sosial lainnya yang mémiliki padanan yang sama. Kepada mereka hendak kita tanyakan pendapatnya tentang salah satu perkembangan masyarakat secara temporer. Dengan mereka mungkin lebih tepat apabila kita menggunakan wawancara terarah. Keadaan akan lebih hidup mengingat golongan masyarakat seperti ini adalah orang-orang yang memiliki kesadaran politik yang lebih baik dan mampu menyampaikan pendapat dan persepsinya dengan baik pula. BENTUK-BENTUK SUBJEK DAN OBJEK WAWANCARA. Apabila dilihat dari subjek dan objek wawancara maka metode ini dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu: 1) Wawancara individu dengan individu, yaitu wawancara yang dilakukan antara seseorang dan lainnya. 2) Wawancara individu dan kelompok, yaitu wawancara yang dilakukan seseorang terhadap suatu kelompok. 3) Wawancara kelompok dengan individu, yaitu sekelompok pewawancara mewawancarai seseorang, 4) Wawancara kelompok dengan kelompok lainnya, yaitu dua kelompok yang saling mewawancarai atau sekelompok pewawancara yang mewawancarai kelompok lainnya. MELAKSANAKAN WAWANCARA YANG BAIK. Berbicara dengan orang lain merupakan aktivitas yang relatif mudah, tetapi melakukan wawancara merupakan kegiatan yang tidak mudah. Hal ini disebabkan. wawancara memiliki batas-batas metodologis yang harus dipatuhi oleh pewawancara, sedangkan berbicara (ngobrol) tidak memiliki metodologi tertentu, dalam arti orang boleh saja mengajak ngobrol lawan bicaranya sesuka hati tanpa dikendalikan oleh misi pembicaraannya. Oleh karena itu, apabila muncul pertanyaan bagaimana melakukan wawancara dengan baik, maka ada jawabannya. Untuk melaksanakan wawancara dengan baik, maka ada beberapa faktor utama yang harus diperhatikan dalam wawancara yaitu: bagaimana kemampuan pewawancara, apa isi wawancara, bagaimana situasi wawancara, dan bagaimana kesiapan responden. Paling utama di dalam melakukan wawancara adalah memerhatikan kemampuan pewawancara dalam mengendalikan wawancaranya. Ini disebabkan efektivitas wawancara SITUASI WAWANCARA + Waktu + Tempat + Kehadiran orang lain « Sikap masyarakat PEWAWANCARA, RESPONDEN + Karakteristiksosial + Korakwwristisosial * Keterampilan berwawancar ‘+ Kemampusan menangkap pertanyaan + Motivasi + Kemampuan menjawab pertanyaan + Rasa aman ISI WAWANCARA. «+ Peka untuk ditanyakan * Sukar untuk ditanyakan + Sumber kekhawatiran Gamaar 19 FAaKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN WAWANCARA® ® Masti Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LPSES, 1989. Hal. 193, 141 DATA DAN, METODE PENGUMPULAN DATA banyak tergantung pada pewawancara, Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, pertama faktor karakteristik sosial dirinya harus dapat dipahami lebih dulu oleh pewawancara, Hal ini dilakukan untuk menghindari salah pengertian dalam wawancara. Apabila terjadi kesalahpahaman, akan mengganggu wawancara, terutama kalau salah paham ini terjadi pada hal-hal yang sangat pribadi, dapat merusak hubungan sekaligus wawancara itu senditri. Selain karakteristik sosial, keterampilan pewawancara juga harus mendapat pethatian. Dalam banyak hal wawancara dipandang sebagai seni dan skill berbicara dengan orang lain melalui skenario yang telah disiapkan. Kemampuan ini akan. menentukan sejauh mana orang lain betah diajak berwawancara, serta dalam waktu yang relatif singkat telah mampu mengorek sekian banyak informasi yang dibutuhkan. Tidak sedikit pula bahwa keberhasilan wawancara juga tergantung pada motivasi pewawancara. Lepas dari memiliki kill atau tidak, motivasi mendorong pewawancara bekerja lebih serius dan sungguh-sungguh. Dalam beberapa situasi, diketahui, perasaan rasa aman dari pewawancara atau tesponden juga menentukan makna jawaban yang dibutuhkan. Dalam keadaan yang tidak menjamin Tasa aman, kadang kala orang akan bertanya lain atau menjawab lain dari apa yang sesungguhnya dilakukan, ini semua agar mereka terhindar dari kesulitan yang dibayangkan akan terjadi. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pewawancara yang akan digunakan dalam penelitian harus ditentukan berdasarkan seleksi sesuai dengan pertimbangan tingkat kesulitan di lapangan. Pertama yang dipertimbangkan dari pewawancara adalah: a) Memili b) Memahami makna wawancara untuk metode penelitian. idealisme dalam dunia ilmu pengetahuan. c) Memahami permasalahan yang diwawancarai. d) Mampu berkomunikasi dengan baik. Begitu pula dengan responden, tidak terlepas dari apa yang dibicarakan di atas mengenai responden, terutama karakteristik sosialnya, sama seperti pada pewawancara. Begitu pula kemampuan responden dalam menangkap atau menerima pertanyaan pewawancara dapat membantu lancarnya wawancara. Keadaan ini tergantung pada pemahaman kedua belah pihak tentang karakteristik sosial masing-masing, atau pada kemampuan berbahasa, kualitas alat dengar serta tingkat pengetahuan responden. Hal ini akan menentukan pada kemampuan menjawab pertanyaan. Namun, kadang kala responden memiliki keterbatasan dalam menangkap pertanyaan, tetapi secara baik dapat menjawab pertanyaan; atau sebaliknya mampu menangkap pertanyaan, tetapi sulit menjawabnya karena keterbatasan bahasa, alat bicara atau merasa tidak aman seperti yang telah disebutkan di atas. 142 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIF, Kemampuan pewawancara atau kemampuan responden biasanya dipengaruhi oleh situasi pada saat wawancara dilakukan. Oleh karena itu, pewawancara harus lebih bijaksana dalam memilih waktu dan tempat untuk mewawancarai responden. Sering kali waktu wawancara yang terlalu pendek akan menyebabkan responden bosan dan seenaknya menjawab pertanyaan. Atau pada saat responden sibuk, tetapi tetap diminta kesediaannya untuk diwawancarai, maka akan diperoleh jawaban-jawaban yang tidak serius, kurang valid dan bahkan asal jawab. Selain waktu, tempat berwawancara juga berpengaruh pada kedua belah pihak, tempat yang bising banyak orang lalu-lalang, mudah terkena sinar matahari, angin, atau hujan, bahkan tempat yang akan dipakai orang lain, sungguh tidak tepat dipakai untuk berwawancara. Pilihlah tempat aman sekiranya kedua belah pihak akan tenang dan leluasa berbicara. Sering pula kehadiran orang lain dapat mengganggu wawancara: suami, istri, orangtua, sanak keluarga lain, dan bahkan tetangga atau tokoh masyarakat, adalah orang-orang yang paling sering berkeinginan untuk terlibat dalam wawancara. Namun, kehadiran orang-orang tersebut justru lebih banyak merugikan wawancara karena sering ikut menjawab pertanyaan yang diajukan pewawancara. Sering juga responden merasa tidak aman karena di dekatnya hadir tokoh masyarakat dan lainnya. Sikap masyarakat tethadap pewawancara atau bahkan penelitian yang sedang dilaku- kan dapat membentuk situasi tertentu saat wawancara. Sikap masyarakat yang dingin ter- hadap pewawancara akan mudah menimbulkan rasa putus asa bagi pewawancara, apalagi sikap masyarakat menolak pewawancara bahkan proyek penelitian itu. Ini akan berakibat pada pembentukan teror mental pewawancara itu sendiri sehingga mengganggu tugas- tugas yang dilaksanakan. Pada kondisi lain mungkin sikap masyarakat akan menerima pewawancara, bahkan mendukung penuh penelitian tersebut. Hal ini akan membantu jalannya wawancara. Namun, jangan terpesona dengan sikap ini karena mungkin tesponden terlalu mengada-ada dan melebih-lebihkan informasi. Terakhir bahwa pewawancara, responden, dan situasi juga tidak dapat terlepas dari, isi wawancara, Bahkan isi wawancara sering dapat menentukan ketiga faktor tersebut. Umpamanya, isi wawancara adalah hal-hal yang sangat sensitif bersifat pribadi atau bersifat rahasia, mungkin responden akan menolak jawabannya. Pada pertanyaan yang sukar ditanyakan karena mengandung pengertian majemuk, abstrak, dan bahkan tidak rasional, ini juga akan menyulitkan kedua belah pihak. Bahkan pada hal-hal yang tidak menarik, terutama pada responden, akan membuat responden kurang berminat untuk menjawab. Namun pada hal-hal yang diminati responden, mungkin pewawancara akan sulit mencari “slah” yang tepat untuk memulai pertanyaan baru karena responden antusias menjawab pertanyaan. Pada hal-hal yang menjadi sumber kekhawatiran, kadang kala mengganggu kedua belah pihak karena muncul perasaan curiga pada lawan bicara. Contohnya, dalam hal status ekonomi responden. Kemungkinan besar responden akan tidak terus terang pa- da pewawancara karena ditakutkan akan berdampak pada besarnya pajak yang harus dikeluarkan nanti. Hal-hal di atas itulah yang harus diperhatikan oleh pewawancara dalam melaksanakan tugasnya kalau ingin wawancara yang dilakukan berjalan dengan baik dan mendapat hasill sesuai dengan yang diinginkan. PERLENGKAPAN WAWANCARA. ‘Wawancara dapat menggunakan beberapa alat bantu atau perlengkapan wawancara seperti tape recorder, bolpoin, pensil, block-note, karet penghapus, stopmap plastik, daftar pertanyaan, hardboard, surat tugas, surat izin dan daftar responden, bahkan peta lokasi juga amat membantu. Perlengkapan-perlengkapan tersebut ada yang secara langsung bermanfaat dalam wawancara seperti bolpoin dan pensil, tetapi ada yang hanya berguna apabila dibutuhkan. Persoalannya adalah bagaimana menggunakan alat-alat tersebut, terutama jika alat-alat tersebut dapat memengaruhi situasi wawancara. Dengan maksud agar tujuan wawancara tercapai dengan betul-betul dibantu oleh alat-alat tersebut, maka alat-alat dimaksud harus dikembalikan pada fungsinya yang utama yaitu sebagai alat bantu suplemen tethadap pelaksanaan wawancara itu sendiri. Dalam arti mungkin alat-alat tersebut di atas tidak dipakai sama sekali karena dinilai justru merusak hasil wawancara. Sebenarnya tidak ada satu pun teori atau pengalaman yang dapat dipercaya dalam memadu penggunaan alat-alat tersebut dengan baik. Kadang kala pengalaman dari. seorang Pewawancara, justru menjadi pangkal dari kegagalan pewawancara lain di tempat yang lain pula. Hal ini disebabkan medan dan responden yang dihadapi berbeda. Oleh karena itu, teknik penggunaan alat-alat bantu wawancara ini menjadi otoritas pewawancara, yang digunakan berdasarkan kemampuan, pengalaman, dan kondisi yang ada. METODE OBSERVASI Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan. pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Di dalam pembahasan ini kata observasi dan pengamatan di gunakan secara bergantian. Seseorang yang sedang melakukan pengamatan, tidak selamanya menggunakan pancaindra mata saja, tetapi selalu mengaitkan apa yang dilihatnya dengan apa yang dihasilkan oleh pancaindra lainnya: seperti apa yang ia dengar, apa yang ia cicipi, apa yang ia rasakan dari penciumannya bahkan apa yang ia rasakan dari sentuhan-sentuhan kulitnya. Dari pemahaman observasi atau pengamatan di atas, sesungguhnya yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk meng- himpun data penelitian, data-data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan. pancaindra. Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan data penelitian apabila memiliki kriteria sebagai berikut: a, Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara sistematik. b. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. c. Pengamatan tersebut dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proposisi umum dan bukan dipaparkan sebagai sesuatu yang hanya menarik perhatian, d. Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai validitas dan reliabilitasnya? BENTUK-BENTUK OBSERVASI Observasi dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk, baik bentuk yang kuno (primitif) maupun bentuknya yang lebih modern, mencakup juga kegiatan di laboratorium. Teknik-teknik dalam melakukan observasi ini banyak ragamnya sehingga pengamat hendaknya mampu mencari teknik yang cocok untuk proyek penelitiannya.'® Ada beberapa bentuk observasi umum yang kita kenal, yaitu: OBSERVASI LANGSUNG Dimaksud dengan observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diobservasikan, dalam arti bahwa pengamatan tidak menggunakan “media-media transparan”. Hal ini dimaksud bahwa peneliti secara langsung melihat atau mengamati apa yang terjadi pada objek penelitian. Observasi langsung i dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu: OBSERVASI BERSTRUKTUR. Pada observasi berstruktur , peneliti telah mengetahui aspek atau aktivitas apa yang akan diamati, yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian karena pada * CL. Salli etal, Research Methods in Sosial Relation, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1964, p. 200. Dikutip dari Moh. Nazir, Op.cit. him. 212. "© Goode & Hatt, Social Research Methods, diterjemahkan oleh Imam Munawir. Surabaya, USANA, 1988. him. 149. 14S Pengamatan, peneliti telah terlebih dulu mempersiapkan materi pengamatan dan instrumen yang akan digunakan. Pengamatan dapat langsung di laboratorium atau di lapangan, baik terhadap manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan."! Observasi berstruktur, biasanya disebut juga dengan pengamatan sistematik, di mana peneliti secara lebih leluasa dapat menentukan perilaku apa yang akan diamati pada awal kegiatan pengamatan, agar permasalahan dapat dipecahkan. Karena obsetvasi berstruktur ini adalah pengamatan yang sistematik, ini berarti isi pengamatan telah dipersiapkan oleh peneliti pengamat. Oleh karena itu, menentukan isi pengamatan, pengamat dapat menggunakan beberapa teknik, sesuai dengan materi yang akan diamati. Pada observasi fenomena sosial, peneliti dapat menggunakan dua alat, yaitu: a. Sistem kategori, b. Skala nilai (rating scala). Dalam pengamatan terhadap fenomena sosial, peneliti dapat menggunakan sistem kategori terhadap gejala yang diamati. Sebuah kategori adalah pertanyaan yang menggambarkan suatu kelas fenomena ke dalam perilaku yang diamati tersebut dapat dilambangkan. Suatu sistem kategori terdiri dari dua atau lebih kategori.!2 Kegunaan dari Kategori yang tepat adalah agar peneliti mampu melahirkan referensi (frame of reference) untuk pengamat, dan hal ini dapat meningkatkan kemungkinan bahwa aspek-aspek yang relevan dapat diamati secara lebih tepercaya. Berbagai macam kategori yang dibuat dalam setiap penelitian tergantung pada tujuan penelitian serta kerangka teori yang digunakan oleh peneliti. Sistem kategori yang dibuat oleh Heyns dan Berkowitz digunakan untuk mengamati proses pemecahan masalah dalam pembuatan keputusan oleh kelompok. Mereka membagi pengamatan pemecahan masalah dalam 12 kategori yaitu: ~ Penetapan tujuan. ~ Pencarian keterangan. — Pengajuan pemecahan. — Pemberian pembangunan. — Persetujuan. — Memberi ikhtisar. ~ Pengajuan masalah. ~ Pemberian keterangan. "Moh, NazitOp.cit, him, 220. "*L. Festinger and D. Katz, Research Methods in the Bihavioral Sciences. New Delhi: Amerind Publishing Co., pt, LTD, 1976, him. 388-389, 146 ~ Pencarian perkembangan. ~ Penolakan. ~ Mencari ikhtisar. ~ Pengarahan di luar.'? Bales memberi contoh pembuatan kategori yang lain, misalnya: ~ Kategori 1 : Menunjukkan solidaritas. ~ Kategori 2: Menunjukkan pelepasan. ~ Kategori 3 : Menunjukkan persetujuan. ~ Kategori 4: Memberikan saran. ~ Kategori 5 : Memberikan pendapat. — Kategori 6 : Memberikan orientasi.!# Kategori 2 merupakan interaksi tentang kasih sayang, sedangkan kategori 6 merupakan dimensi tentang aktivitas pemecahan masalah secara intelektual. Dalam suatu penelitian, apabila semua kategori diamati, maka kategori tersebut dalam dimensi lengkap (exhaustive). Sedangkan sebaliknya, apabila hanya sebagian dari seluruh kategori yang diamati, maka kategori tersebut berdimensi tidak lengkap (nonexhaustive). Dari contoh di atas, maka kategori Bales adalah exhaustive dimension. Penggunaan skala rating (rating scala) dalam pengamatan sebagai instrumen, mengharuskan pengamat menetapkan subjek pada kategori atau kontinum dengan memberi nomor atau angka pada kategori-kategori tersebut.'’ Penggunaan skala rating ini lebih memudahkan, tetapi sekaligus secara relatif validitasnya jauh berkurang bila dibandingkan dengan penggunaan kategori.'6 Penggunaan skala rating dapat dilihat dari penelitian tentang profil dosen ideal menurut persepsi mahasiswanya. Misalnya, kita melihat bagaimana dosen tersebut menggunakan skala rating untuk melihat tingkat kegemaran mahasiswa dalam menerima kuliah berdasarkan metode pemberian kuliah dengan menggunakan metode ceramah dan humor logika. Skala ratingnya adalah sebagai berikut: ® RW. Heyns and L. Berkowitz. Interaction Category System: Same Problem in Development and of Social Observation Instrument, Conference Research Project. Michigen, 1949, Mimeo. Dikutip dari Moh. Nazir, Op.cit, him, 221, “RF. Bales. Interaction Process Analysis. Addison Wesley, Coamberg: 1950. Dikutip dari Moh, Nazir, Ibid. ° EIN. Kerlinger, Faundation of Behavioral Research, 2nd ed., Holt, Rinchart and Winston, Inc., New York, 1973, him. 18, Dikutip dari Moh. Nazir, Op.cit, hm 224, Moh, Nazir, bid, = Amat senang. ~ Senang. ~ Tidak senang. — Amat tidak senang” Setiap kategori tersebut di atas diberi angka atau nomor 4, 3, 2, 1 atau dapat dibalik ‘menjadi 1, 2, 3, dan 4 sebagai skala ratingnya, Dapat pula skala rating ini dibuat dengan. menggunakan skala Likers, contohnya: Amat Senang Tidak Amat Senang Senang Tidak Senang Ada beberapa kelemahan skala rating yang mungkin terjadi, yaitu: a. Sering skala rating digunakan seenaknya karena penggunaannya yang mudah tersebut. b. Dapat menjurus kepada pengaruh helo (halo effect), yaitu mengadakan rating terhadap objek karena impresi peneliti.!® Misalnya, seseorang dianggap pandai karena dia selalu setuju apa yang ditawarkan padanya, seseorang dianggap mampu karena kehadirannya pada suatu rapat, seseorang dianggap tidak setuju karena tidak menghadiri suatu pertemuan, dan sebagainya. ‘Ada tiga jenis kesalahan (error) dalam melakukan skala rating yang sering dijumpai, yaitu: a. Kesalahan kehebatan (error of severity). b. Kesalahan kemurahan (error of leniency). ¢. Kesalahan kecenderungan menengah (error central tendency). Kecenderungan kesalahan kehebatan adalah lebih sering memberi nilai rendah. Kesalahan kemurahan lebih cenderung memberikan skala dalam nilai pertengahan saja, tanpa mau memberi nilai ekstrem. '" Desain Penelitian. “Profil Dosen Ideal, Persepsi Mahasiswa Universitas Bhayangkara”. 1990. him. 14. "Moh, Nazi, Op.cit., 225, "9 Moh. Nazi. Ibid, 148 OBSERVASI TIDAK BERSTRUKTUR Observasi tidak berstruktur dimaksud, observasi dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Dengan demikian pada observasi ini, pengamat harus mampu secara pribadi mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek., Pada observasi ini, yang terpenting adalah pengamat harus menguasai “ilmu” tentang objek secara umum dari apa yang hendak diamati. Dengan demikian, akan membantu lebih banyak pekerjaannya dalam mengamati objek yang baru itu. OBSERVAS! EKSPERIMENTAL Pada kenyataan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, objek pengamatan dapat dimodifi- kasi di Laboratorium. Dalam pengertian bahwa Laboratorium ilmu-ilmu sosial adalah kelas, tempat praktikum, kelompok binaan, desa binaan, dan semacamnya. Berdasarkan hal tersebut, maka kadang kala peneliti sosial ingin menentukan gejala perbedaan di antara dua kelompok yang berbeda dalam menerima atau menolak suatu gejala yang lain. Untuk membuktikan perbedaan-perbedaan itu kadang kala peneliti tidak ingin terlibat dalam dinamika dan kompleksitas gejala atau situasi yang ia selidiki. Walaupun demikian peneliti merasa perlu untuk mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga gejala tersebut dapat diatur sesuai dengan tujuan penelitian, serta dikendalikan untuk menghindari dan mengurangi bahaya timbulnya faktor-faktor yang tidak diharapkan memengaruhi situasi itu. Observasi yang dilakukan dalam keadaan seperti itu disebut observasi eksperimental.” OBSERVASI PARTISIPASI Observasi partisipasi ini bermula dari penelitian-penelitian Atropologi Sosial. Observasi partisipasi kemudian berkembang luas di berbagai ilmu sosial terutama Iimu Sosiologi. Observasi partisipasi yang dimaksud adalah pengumpulan data melalui observasi tethadap objek pengamatan dengan langsuing hidup bersama, merasakan serta berada dalam sirkulasi kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya mereka. Observasi ini apabila ilihat dari akurasi data yang diperoleh mungkin dapat diandal- kan. Namun, memerlukan waktu yang cukup banyak serta amat lama. Terutama apabila objek pengamatan muncul dalam interval waktu yang lama serta berlangsung pada alokasi waktu yang lama pula, ® Sutrisno Hadi Op.cit, hn. 176, 149 Ada beberapa persoalan pokok yang perlu perhatian khusus bagi Participant Observer sehubungan dengan tugasnya adalah: a) Apa saja yang harus diobservasi? b) Bilamana dan bagaimana melakukan pencatatan? ¢) Bagaimana mengusahakan hubungan baik dengan objek pengamatan? ) Berapa lama dan luasnya partisipasi tersebut?”! Dalam melakukan observasi ini, pengamat harus selalu ingat dan memahami betul apa yang hendak direkam. Agar tidak mengganggu objek pengamatan, maka pencatatan merupakan hal yang amat dilematis dilakukan. Pencatatan langsung apabila diterapkan akan mengganggu objek pengamatan, tetapi apabila tidak dilakukan biasanya pengamat dihadapkan dengan keterbatasan daya ingat. Menghadapi hal ini, maka seni mencatat hasil observasi harus terus diciptakan dan dikembangkan sedemikian tupa sehingga merupakan prestasi tersendiri. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah membina hubungan baik antara pengamat dan objek pengamatan. Hal tersebut kadang kala menjadi hambatan utama terhadap keberhasilan observasi ini. Hubungan yang baik dan arif serta harmonis antara keduanya merupakan prasyarat utama agar objek pengamatan dapat menerima pengamat.tanpa harus mencurigainya. Namun, kadang kala hubungan baik tersebut membuat pengamat lupa pada keterbatasan waktu dan keterbatasan partisipasi itu sendiri yang diberikan padanya. Oleh karena itu, kesadaran diri (self awames) pengamat sangat diharapkan dalam mengendalikan semua keterbatasan ini. OBSERVASI KELOMPOK Bentuk observasi lain yang sering digunakan pula adalah observasi kelompok. Observasi ini dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus. Misalnya, suatu tim peneliti yang sedang mengamati gejolak perubahan harga pasar akibat kenaikan BBM, biasanya bekerja dengan mengamati sekian banyak gejala lain yang berpengaruh terhadap perubahan harga pasar tersebut. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKUKAN OBSERVASI Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengamatan, yaitu: 1) Hal-hal apa yang hendak diamati. 2) Bagaimana mencatat pengamatan, * Ibid., hm. 166. 3) Alat bantu pengamatan. 4) Bagaimana mengatur jarak antara pengamat dan objek yang diamati. Hal-hal tersebut di atas hendaknya dipertimbangkan sebelum seseorang melakukan observasi, karena hal-hal tersebut di atas amat menentukan berhasil tidaknya pengamat melakukan tugasnya, HAL-HAL YANG HENDAK DIAMATI Dalam menentukan hal-hal yang hendak diamati, pengamat harus mengamati kembali kepada masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Walaupun telah, ditentukan masalah dan tujuan penelitian, tetapi isi pengamatan sendiri belumlah sejelas yang diharapkan pengamat. Hal ini disebabkan dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian biasanya hanyalah bersifat garis-garis umum, padahal pengamat mengharapkan sesuatu yang telah spesifik, Pada observasi tidak berstruktur, dituntut agar pengamat dapat mengembangkan sendiri kebutuhannya di lapangan, sepanjang hal ini tidak menyimpang dati apa yang telah digariskan pada tujuan penelitian, BAGAIMANA MENCATAT PENGAMATAN Setiap yang dilihat hendaknya dicatat karena sekadar mengamati dapat mengakibatkan pengamat lupa terhadap apa yang telah diamatinya. Hal ini disebabkan kemampuan pengamatan seseorang lebih lemah dari yang seharusnya diingat, serta kemampuan ini pun berbeda satu dari yang lainnya. Karena mungkin seseorang lebih. tertarik pada fenomena tertentu, maka lebih gampang mengingatnya daripada harus mengingat-ingat fenomena lain yang tidak diamatinya. Sebaliknya, objek pengamatan. dengan mudah berubah apabila tahu bahwa dia sedang diamati dan dicatat semua tingkah. lakunya. Hal ini mungkin terkecuali apabila pengamatan dilakukan pada benda eksakta atau hewan. Ini pula arti bahwa untuk pengamatan terhadap benda eksakta dan hewan, problem pencatatan tidak perlu menyulitkan. Problem pencatatan pada observasi selalu dihubungkan dengan observasi kepada manusia. Ada beberapa kesulitan dalam mencatat hasil pengamatan, yaitu: a) Apabila peristiwa yang hendak diamati berlangsung amat cepat. b) Pencatatan biasanya mengganggu konsentrasi pengamat karena harus membagi perhatian. c) Objek pengamatan menunjukkan sikap mengubah diri, bahkan keberatan apabila tahu dirinya sedang diamati dan dicatat. Persoalannya sekarang, bagaimana seharusnya mencatat hasil observasi. Mencatat hasil observasi harus memerhatikan beberapa hal: a, Waktu Pencatatan Hal terbaik mencatat adalah pada saat objek Pengamatan yang diamati tersebut sedang terjadi, atau disebut dengan pencatatan langsung (on the spot). Walaupun harus menghadapi kesulitan di atas, tetapi pencatatan on the spot tetap masih dianggap sebagai alternatif yang terbaik karena dapat menghindari bias dan penjumlahan akibat kelupaan. Hal ini tentunya tinggal bagaimana Pengamat meyakinkan objek pencatatannya tidak berbahaya bagi objek pengamatan. b. Cara Pencatatan Apabila pencatatan on the spot tidak mungkin dilakukan, maka pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan kata-kata kunci (key words). Ini artinya pengamat tetap mencatat pada saat peristiwa berlangsung, tetapi yang dicatat merupakan kata-kata kunci yang nantinya disempurnakan setelah pengamatan berlangsung, Hal ini sedi it mengalami kesulitan bila dibandingkan dengan cara Pertama, tetapi pengamat tetap dituntut agar memiliki dan menghafal beberapa kata kunci. ¢c. Mencatat Di sela Pengamatan Cara ini adalah alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu, pengamat mencatat hasil pengamatannya di sela-sela objek pengamatan yang tidak dapat direkam kegiatannya. Ini berarti kegiatan pengamatan terhenti, dan ini adalah saat yang tepat untuk mencatat hasil Pengamatan sementara. Suatu contoh ketika kita sedang mengamati interaksi pengedar obat terlarang dengan relasinya, Pada saat pengamatan dilakukan, secara tiba-tiba datang etugas kepolisian, maka peristiwa ini tethenti karena masing-masing mereka harus ‘menyelamatkan diri dari tangkapan petugas tadi. Pada saat inilah pencatatan dilakukan_ sambil menunggu intetaksi tersebut berlangsung lagi. Prinsip dari pencatatan hasil pengamatan ini adalah, pencatatan merupakan suatu yang dibutuhkan agar dapat terhindar dari kesalahan akibat kelupaan, tetapi juga pencatatan dilakukan tanpa harus berpengaruh terhadap objek yang langsung diamati. ALAT BANTU PENGAMATAN Untuk meningkatkan validitas hasil pengamatan, diperlukan beberapa alat bantu antara lain: kamera, tape recorder, maupun pembantu atau penerjemah. Kamera digunakan untuk membantu pengamat dalam merekam kejadian dalam bentuk gambar. Begitu pula dengan tape recorder, selain dipakai sebagai alat bantu interviu, alat ini juga membantu Pengamat mengingat apa yang seharusnya didengar pada saat observasi berlangsung. Dengan menggunakan tape recorder, pengamat hanya mengonsentrasikan pengamatannya pada hal-hal yang lebih membutuhkan penglihatan. Pengamat juga dalam melaksanakan pengamatan dapat menggunakan pembantu atau orang lain untuk bersama-sama mengamati suatu objek pengamatan. Menggunakan. pembantu dalam pengamatan terkadang lebih baik daripada harus menggunakan alat bantu lain. Dengan menggunakan pembantu, berarti pengamat dapat berdiskusi tentang objek pengamatan manakala muncul kesulitan atau problem yang membutuhkan pemecahan bersama. Penggunaan pembantu dalam observasi lebih jauh, disebut sebagai pengamatan berkelompok. Permasalahan sesungguhnya dalam menggunakan alat bantu pengamatan adalah bagaimana alat bantu atau pembantu tersebut berfungsi sebagaimana diharapkan tanpa mengganggu objek pengamatan. Ada beberapa kesulitan spesifik dalam hal ini, yaitu: a) Apakah alat bantu pengamatan berfungsi dengan sebaik-baiknya? Kerusakan alat bantu akan merepotkan pengamat dalam tugasnya. b) Apakah penggunaan alat bantu berpengaruh terhadap kemungkinan perubahan tingkah laku objek pengamatan atau tidak? Apabila alat bantu dimungkinkan mengubah sikap, maka penggunaan alat bantu terpaksa tidak dapat dilakukan. c) Apa penggunaan pembantu, lebih efektif atau justru merusak situasi pengamatan? Hal ini perlu dipertimbangkan karena pembantu yang tidak mengetahui dasar-dasar observasi, justru menyulitkan pengamat dengan sikap mereka yang mengganggu_ objek pengamatan. Umpamanya: pembantu tersebut adalah anak kecil, orang cerewet, atau bahkan orang yang dibenci atau amat disenangi oleh objek pengamatan. Melihat kesulitan di atas, maka seharusnya penggunaan alat bantu harus diseleksi sedemikian rupa baik kualitas maupun teknis penggunaannya sehingga secara teknis- mekanik alat-alat tersebut tidak merugikan pengamat. Selanjutnya penggunaan alat bantu itu membutuhkan pemilihan waktu dan situasi yang tepat serta bila memungkinkan dibutuh-kan “siasat” dalam penggunaan alat-alat tersebut, dengan maksud agar alat bantu dapat bekerja tanpa harus mengganggu objek pengamatan. Adapun yang harus menggunakan pembantu, hal ini lebih baik mempertimbangkan kemampuan pembantu tersebut sebelum menentukan dia dipakai atau tidak. MENJAGA JARAK ANTARA PENGAMAT DAN OBJEK PENGAMATAN Menjaga jarak antara pengamat dan objek pengamatan dirasakan perlu, terutama apabila objek pengamatan adalah manusia. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa subjektivitas pribadi — terutama pengamat kadang kala sulit dikendalikan apabila jarak yang terlalu rapat terjadi di antara keduanya. Apabila hal ini terjadi, biasanya menimbulkan masalah baru bagi pengamat dalam melawan subjektivitasnya itu. Ada saran pada kondisi seperti ini, yaitu sebaiknya tugas pengamat tersebut diganti dengan orang lain. Pada objek pengamatan bukan manusia, subjektivitas bukan mejadi masalah karena sedikit kemungkinan hal ini terjadi. Mungkin bukan subjektivitas, tapi jarak antara pengamat dan objek pengamatan itu sendiri yang menjadi masalah, karena. memungkinkan, mengganggu objek itu sendiri, Hal yang terakhir ini tidak terlalu penting dalam penelitian ilmu-ilmu sosial karena fenomenanya banyak terjadi pada ilmu-ilmu eksakea. Persoalan sekarang bagaimana menjaga jarak yang ideal antara pengamat dan objek pengamatan. Kesadaran profesi di sini menjadi pertimbangan utama, Berangkat dari kesadaran ini, maka sejak semula pengamat telah menempatkan dirinya sebagai peneliti yang karena tugasnya dia berada di dekat objek pengamatan dan sewaktu-waktu harus meninggalkan objek pengamatan. Lepas dari pengamat sebagai manusia, kesadaran penuh kepada profesi harus diutamakan, Membina hubungan baik bahkan sangat pribadi dengan objek pengamatan atau responden menjadi hak asasi pengamat. Namun hal ini dilakukannya setelah keseluruhan kegiatan penelitian ini dilakukan. Selain menjaga agar pengamat dan objek penelitian tidak terjalin hubungan yang terlalu akrab dalam tugas observasi, kesulitan lain muncul yaitu kemungkinan penolakan objek pengamatan tethadap pengamat. Bisa saja terjadi mengingat kebanyakan pengamat adalah orang baru di tempat itu dengan sikap dan kegiatan yang “aneh” menurut objek pengamatan. Untuk mencegah kesukaran ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu: umpamanya, selalu mencegah adanya kecurigaan dari objek pengamatan terhadap tindakan pengamat. Menjaga sedemikian rupa agar kondisi dalam masyarakat tetap berlangsung wajar, serta dibina hubungan yanig harmonis dan saling kerja sama yang baik antara pengamat dan objek pengamatan. Untuk mencapai hal di atas, maka yang harus dilakukan adalah pertama menghubungi key person (tokoh masyarakat). Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kecurigaan anggota masyarakat atau objek Pengamatan. Mungkin juga pengamat harus mencari alasan yang: tepat dan dapat diterima tentang kehadirannya di tempat itu.? Pada keadaan tertentu, yaitu masyarakat-sulit diberi alasan tentang keberadaan pengamat, maka cara “penyamaran’” dapat dilakukan sebagai alternatif. KESULITAN UMUM OBSERVASI Beberapa kesulitan umum dalam metode observasi ini, terutama yang terjadi pada Pengamat dan objek pengamatan, antara lain: * Untuk lebih elas, nat Kembali Karin! Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial. Bondung: Alumni, him. 298 1) Amat sering pengamat tertangkap dalam subjektivitasnya tanpa disadari ataupun mengetahui jalan keluarnya. 2) Kadang pula pengamat terbawa situasi yang diamati sehingga melupakan fungsinya yang uutama. 3) Timbulnya gejala yang diobservasi sering menyulitkan pengamat, terutama kalau gejala itu sulit dipastikan kapan munculnya. 4) Sering bahwa pelaksanaan observasi menjadi terganggu, akibat dari munculnya peristiwa Jain yang tak terduga. Umpamanya: hujan, kebakaran, tabrakan, dan sebagainya. 5) Pelaksanaan observasi amat terbatas oleh berlangsungnya gejala tersebut, dan ini sangat menyulitkan karena ada beberapa gejala yang berlangsungnya amat cepat atau sekejap mata, tetapi ada gejala lain yang berlangsungnya sangat lama. 6) Kadang kala tanpa disadari bahwa pengamat mencampuradukkan antara data observasi dengan pendapat pribadi atau persepsi pribadi pengamat. METODE DOKUMENTER Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dengan demikian, pada penelitian sejarah, maka bahan dokumenter memegang peranan yang amat penting.”® Walau metode ini terbanyak digunakan pada penelitian ilmu sejarah, Namun, kemudian Sosiologi dan Atropologi secara serius menggunakan metode dokumenter sebagai metode pengumpul data. Oleh karena sebenarnya sejumlah besar fakta dan data sosial ter-simpan dalam tubuh pengetahuan sejarah yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, kenang-kenangan, laporan, dan sebagainya. Sifat utama dari data ini tak terbatas pada tuang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk hal-hal yang telah silam. Kumpulan data bentuk tulisan ini disebut dokumen dalam arti luas termasuk monumen, artefak, foto, tape, mikrofilm, disc, cdrom, harddisk, dan sebagainya.* Bahan dokumen secara eksplisit berbeda dengan literatur tetapi kemudian perbedaan antara keduanya hanya dapat dibedakan secara gradual. Oleh karena itu, kalau literatur adalah bahan-bahan yang diterbitkan, baik secara rutin maupun berkala. Namun, dokumenter adalah informasi yang disimpan atau didokumentasikan sebagai bahan dokumenter. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam yaitu: * Ibid. hal. 170. 2% Sartono Kartodirdjo, Metode Penggunaan Bahan Dokumenter, dikutip dari Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian ‘Masyarakat, him. 62. . Autobiografi >. Surat-surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial. . Kliping, . Dokumen pemerintah maupun swasta. . Cerita roman dan cerita rakyat. Film, mikrofilm, foto, dan sebagainya, me ae ep Persoalan sekarang bahwa kebanyakan autobiografi diterbitkan sebagai buku. Oleh karena itu, apabila autobiografi telah diterbitkan, maka sifatnya telah berubah menjadi literatur atau sebagai buku bacaan. Namun, bagi autobiografi yang tidak diterbitkan sifatnya masih sebagai bahan dokumenter. Surat-surat pribadi juga kadang kala diterbitkan, Seperti surat-surat Kartini yang diterbitkan menjadi buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Kalau seperti ini, maka persoalannya sama dengan autobiografi di atas. Begitu pula dengan tiping maupun roman atau cerita rakyat yang juga ada beberapa yang diterbitkan, Namun sedikit untuk menerbitkan film, mikrofilm karena kesukaran teknis. Sedangkan foto punya kesempatan diterbitkan bersama-sama autobiografi. Selain macam-macam bahan dokumenter diatas, dokumenter dibagi menjadi dua, yaitu dokumen pribadi dan dokumen resmi5 DOKUMEN PRIBADI Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepércayaannya. Dokumen pribadi dapat berupa buku harian, surat pribadi, dan autobiografi. Ketiga dokumen pribadi ini telah dijelaskan di atas. DOKUMEN RESMI Dokumen resmi terbagi atas, dokumen intern dan ekstern. Dokumen intern dapat berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan Jembaga untuk lapangan sendiri seperti risalah atau laporan rapat, keputusan pemimpin kantor, konvensi yaitu kebiasaan- kebiasaan yang berlangsung di suatu lembaga dan sebagainya. Dokumen ekstern berupa bahan-bahan informasi yang dikeluarkan suatu lembaga, seperti majalah, buletin, berita- berita yang disiarkan ke media massa, pengumuman atau pemberitahuan. Kebiasaan suatu lembaga untuk menggunakan dokumen ekstern ini sebagai media kontak sosial dengan dunia luar. Oleh karena itu, peneliti dapat menggunakan dokumen ekstern ini sebagai bahan untuk menelaah suatu kebijakan atau kepemimpinan lembaga tersebut. Ibid. hal. 63. 156 METOPOLOGI,PENELITIAN KUANTITATIE METODE EKSPERIMENTAL Eksperimentasi adalah suatu metode yang dipakai untuk mengetahui pengaruh dari suatu media, alat, atau kondisi, yang sengaja diadakan terhadap suatu gejala sosial berupa kegiatan dan tingkah laku seseorang ataupun kelompok individu.’* Eksistensi eksperimentasi adalah meguji pengaruh dari media alat atau suatu kondisi terhadap suatu gejala sosial, Untuk mengetahui pengaruh tersebut, maka individu yang diteliti dimodifikasi sebagai berikut: POLA KELOMPOK TUNGGAL Eksperimen dengan menggunakan kelompok tunggal, dilakukan dengan meniadakan kelompok kontrol. Untuk melaksanakan eksperimen dengan pola seperti ini, dapat dilihat skema pada Gambar 20. Kelompok A Dikenakan Kelompok A Pada awal ————————————————-———— pada akhir Eksperimen. Variabel Eksperimen Eksperimen. Ganear 20 Pota KeLompox TUNGGAL Pelaksanaan eksperimentasinya, yaitu kepada kelompok yang diteliti sebelum diberikan suatu materi, terlebih dulu diketahui kondisi awal atau diberikan pre test. Kemudian pada akhir eksperimen harus diukur keterpengaruhan materi yang diberikan tersebut dengan memberikan post test. POLA KELOMPOK PARALEL YANG EQUIVALEN Pola ini dilaksanakan dengan menggunakan dua kelompok yang equivalen atau kelompok yang nilai, kemampuan harga yang sama. Pada kelompok yang satu dikenakan variabel eksperimen. Sedangkan kelompok lainnya tidak dikenakan variabel eksperimen. Coba dilihat pada Gambar 21. % Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitai. Bandung: Remacja Karya, 1989. him. 176. Kelompok A. Kelompok A Pada awal — Pada akhir Eksperimen Variabel Eksperimen Eksperimen Kelompok B Tidak dikenakan Kelompok B Pada awal ———————————_—_________ Pada akhir Eksperimen. Variabel Eksperimen Eksperimen, Keadaannya Proses berbeda Keadaan, Sama diperbandingkan. Ganaar 21 Pota ExspERIMEN KELoMPpOK PARALEL EQUIVALEN POLA KELOMPOK ROTASI Pada pola ini, penelitian dapat menggunakan dua kelompok atau lebih, setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi kelompok eksperimen dan. kelompok kontrol secara bergiliran. Misalnya dapat dilihat skema pada Gambar 22. Tahap I Tahap IL Tahap Ill Tahap IV Kelompok A Kelompok A Kelompok A_——-Kelompok A sebagai sebagai sebagai: ~ sebagai kelompok kelompok kelompok kelompok eksperimen kontrol eksperimen kontrol pada tahap IV KelompokB KelompokB ——-KelompokB_——-Kelompok B sebagai sebagai sebagai sebagai kelompok kelompok kelompok kelompok kontrol eksperimen kontrol eksperimen pada tahap IV Prosesnya Prosesnya Prosesnya Prosesnya diperbandingkan diperbandingkan diperbandingkan _diperbandingkan Gampar 22 Pota ExsreriMEN Ketompox ROTAst Metode eksperimen sebenarnya metode yang praktis dan mengasyikkan untuk mengumpul data tentang pengaruh-pengaruh atau efektivitas tertentu. Hanya metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama serta ketelitian peneliti. Walaupun metode 158 METOPOLOG) PENELITIAN KUANTITATIE, eksperimen berbau eksakta, tetapi telah lama dipakai pada penelitian ilmu-ilmu sosial, dan. ternyata berhasil dengan baik. Walaupun pada ilmu-ilmu eksakta metode eksperimen pada umumnya dilaksanakan di laboratorium. Namun, karena sifat ilmu-ilmu sosial yang tidak mengenal media, tempat, dan waktu, maka metode eksperimen juga dapat dilakukan di mana saja asalkan sampel penelitian dimodifikasi seperti di atas. Tentu metode eksperimen lebih bermanfaat pada pengumpulan data pengukuran pengaruh atau efektivitas suatu alat, media, atau kondisi tertentu. METODE PENELUSURAN DATA ONLINE Perkembangan internet yang sudah semakin maju dan pesat serta telah mampu menjawab berbagai kebutuhan masyarakat saat ini memungkinkan para akademisi mau—ataupun tidak menjadikan media online seperti internet sebagai salah satu medium atau ranah yang sangat bermanfaat bagi penelusuran berbagai informasi, mulai dari informasi teoretis maupun data-data primer maupun sekunder yang diinginkan oleh peneliti untuk kebutuhan penelitian, Sehubungan dengan itu maka mau ataupun tidak kita harus menciptakan metode untuk memanfaatkan data online yang begitu banyak tersebar di internet dan begitu banyak yang dapat dimanfaatkan. Pada mulanya banyak kalangan akademis: meragukan validitas data online sehubungan, apabila data—informasi itu digunakan dalam karya-karya ilmiah, seperti penelitian, karya tulis, skripsi, tesis maupun disertasi. Namun ketika media internet berkembang begitu pesat dan sangat akurat, maka keraguan itu menjadi sirna kecuali bagi kalangan akademisi Konvensional-ortodoks yang kurang memahami perkembangan teknologi informasi sajalah. yang masih mempersoalkan akurasi media online sebagai sumber data maupun sumber informasi teori. Hal ini disebabkan karena saat ini begitu banyak publikasi teoretis yang disimpan dalam bentuk online dan disebarkan melalui jaringan internet. Begitu pula saat ini, berbagai institusi telah menyimpan data mereka pada server-server yang dapat dimanfaatkan secara intranet maupun melalui internet. Dengan demikian polemik tentang keabsahan dan validitas data—informasi online menjadi sesuatu yang kuno, tergantung pada bagaimana peneliti dapat memilih sumber-sumber data online mana yang sangat credible dan dikenal banyak kalangan. Sehubungan dengan itu, metode penelusuran data online yang dimaksud adalah tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data—informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. 159 Secara teknis menggunakan metode ini mensyaratkan peneliti memiliki pemahaman teknis tethadap teknologi informasi, artinya peneliti harus memiliki keterampilan mengoperasikan komputer dan media online seperti umpamanya internet. Peneliti juga dituntut memahami bahasa komputer yang didominasi oleh bahasa Inggris komputer. ada beberapa situs di Indonesia, telah dirancang menggunakan bahasa Indonesia sehingga lebih memudahkan pencarian. Berikutnya dalam penelusuran data online peneliti dapat menggunakan bagian- bagian fasilita tertentu untuk memulai menelusuri data yang ingin diperoleh. Umumnya setiap web site yang lengkap telah disediakan fasilitas ditektori yaitu kategori data atau tema/problem apa yang ingin ditelusuri. Seperti umpamanya dapat dilihat pada contoh di bawah ini, Yahoo! Web Directory » More Yahoo! Web Directory Arts Education News Regional Business Entertainment Recreation Science Computers Health Reference Society Biasanya direktori itu dibuat untuk menuntun peneliti masuk pada sub-subdirektori yang lebih spesifik sehingga sampai pada objek data—informasi yang ingin diperoleh. Adakalanya peneliti dapat langsung menggunakan fasilitas search yang disediakan pada web site tertentu untuk langsung menelusurt objek data—infomasi, di mana fasilitas ini dikelola oleh mesin pencarian, jadi peneliti lebih cepat mengetahui apakah objek pencariannya ada atau tidak dalam web site tersebut. Bagi web site yang dikhususkan untuk pencarian data seperti wwu:google.com, lebih banyak membantu peneliti untuk melakukan penelusuran data online seperti dapat dilihat pada contoh di bawah ini. Indonesia Google’ Web Gambar Grup _Direktori Mencari: © situs, web © halaman darl indonesia Namun bagi web site yang tidak dikhususkan untuk pencarian data seperti wwwyahoo. com, wwurplasa.com, www.amazon.com, dan sebagainya, peneliti harus lebih lama ber- ada secara online. Peneliti yang tak begitu mahir mengoperasikan internet, dapat menggunakan jasa orang lain untuk melakukan browsing dan penelusuran data online di kantor, rumah atau di warung-warung internet. Prosedur terpenting pada penggunakan metode ini adalah penyebutan sumber data dan kapan ia melakukan browsing, baik itu informasi teori maupun data, penyebutan sumber menjadi sangat penting. Kalau peneliti menggunakan mesin printer untuk mencetak hasil penelusuran, maka di setiap bagian atas atau bawah kertas di sebelah kiri atau kanan kertas akan tertera alamat dan direktori data—informasi maupun ar- tikel itu ditemukan, sehingga setiap orang dapat menguji kebenaran hasil penelusuran orang lain kapan pun. Penulisan sumber data atau teori, harus dilakukan secara lengkap agar tidak terjadi kebingungan penelusuran kembali sumber data yang digunakan. Seperti umpamanya ketika menyebut www.kopertis4 file/artikel/245.doc, maka semua huruf maupun titik, koma dan sebagainya tidak boleh ada yang tertiriggal, karena apabila tertinggal maka dapat dipastikan pembaca akan kesulitan melakukan penelusuran kembali sumber data—informasi yang disebutkan sebagai simber data—informasi dalam karya ilmiah tersebut. Sebagai metode, maka metode penelusuran data online ini memiliki kelemahan seba- gaimana juga metode-metode lain, seperti sulitnya informasi, di web site mana objek data—informasi yang dibutuhkan tersedia, kesulitan ini menyebabkan peneliti terbatas dalam penelusuran. Kelemahan lain, bahwa data—informasi yang ada dalam server web site yang online di internet amat sangat rawan dari serangan virus atau rawan up date, sehingga apabila terjadi serangan virus atau ter-up date maka bisa jadi data tersebut telah berubah bahkan hilang. Hal ini tentu merepotkan pembaca atau peneliti lain untuk melaku- kan penelusuran ulang terhadap data yang digunakan peneliti (pertama) tersebut. BAB 10 PELAKSANAAN DAN PENGUMPULAN DATA SCHEDULE PENELITIAN Biasanya penelitian kuantitatif memerhatikan schedule penelitian yang dibuat dalam bentuk urutan waktu penelitian yang akan digunakan selama penelitian. Uraian tentang penggunaan waktu penelitian ini dimaksud: (a) untuk perencanaan kerja peneliti sendiri; (b) untuk menentukan alokasi dana yang dibutuhkan selama penelitian; (c) agar dapat diperkirakan jumlah tenaga lapangan yang dibutuhkan; (d) mengatur hubungan kerja peneliti dengan pihak kedua dan ketiga, terutama apabila pihak ini adalah lembaga donor. Berdasarkan penjelasan di atas, maksud utama dari kebutuhan memanage waktu pelaksanaan penelitian, agar proses penelitian dapat dikendalikan, terutama dari segi waktu dan yang terpenting adalah dengan waktu penelitian yang terkendali, anggaran. penelitian dapat diproyeksikan dan dimanfaatkan dengan. sebaik-baiknya sehingga semua kegiatan penelitian dapat dikoordinasikan. Schedule penelitian biasanya memuat hal-hal yang harus dikerjakan, kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan, serta berapa banyak waktu (am, hari, minggu, bulan dan tahun) yang dibutuhkan. Contoh pembuatan schedule penelitian diambil dari penelitian tentang “Dekonstruksi Sosial Tokoh Masyarakat dan Pencarian Model-model Komunikasi untuk Pengembangan Manajemen Sistem Informasi Industri Pariwisata (MSIIP) di Banda Neira; Sentra Wisata Utama Maluku’, seperti pada Tabel 10. Secara keseluruhan contoh schedule penelitian ini menghabiskan waktu selama dua tahun efektif termasuk masa persiapan dan publikasi hasil penelitian. Secara terperinci, rencana waktu kegiatan adalah seperti pada tabel berikut: 162 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE Tape 10 ‘Screpute Peneurian Japwa KEGIATAN DAN TAHAPAN PELAKSANAAN RISET Dekonstruksi Sosial Tokoh Masyarakat dan Pencarian Model-model Komunikasi untuk Pengembangan Manajamen Sistem Informasi Industri Pariwisata (MSIIP) di Banda Neira; Sentra Wisata Utama Maluku! TAHUN BULAN TAHUN I/BULAN TESTES TES POT ATTA STOTT STS OTT PERSIAPAN TIM t Pegursen abn 2, Kenn ci fo an oa Sea ot le i men 4 Peaberangawn tn ei ke a NO.| KOMPONEN KEGIATAN PELARSANAAN RSET 1 Stila pga rut he mara 3. Mastin val 4. Renu dea lpn peoean 7 5, Seminar 6. Pusan ipran pela PELAKSANAANTISET 1 Menfuerancangan naw 2 Reagonbanganneweiy ——— 5-Ujecte Seminar 3. Upea 6, Prubunalcan joel PENYIAFAN ALIH TERNOLOGI_ Thay penapan es salud 2h ial 5. ip alka Flap pony a PEMBUATANTAPORAN AGHIRSININAR TI 'SIAP MENINGGALKAN LOKAST Keterangan: Permulaan Bulan Kegiatan Disesuaikan dengan Jadwal Persetujuan Pelaksanaan RUK Tahun I dan Tahun I. * Dikutip dari Laporan Penelitian Dekonstruksl Sosial Tokoh Masyarakat dan Pencarian Modelmodel Komunikast untuk Pengembangan Manajemen Sistem Informasi Industri Pariwisata (MSIIP) di Banda Neira; Sentra Wisata Utama Maluku, Kerja sama Uniag 45 Surabaya, Yayasan Intaan, dan RUK BPPT, Tahun 2003-2004, Jadwal kegiatan penelitian pada Tabel 10 bukan sesuatu yang baku, tetapi dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan, dan juga dapat di perluas, baik kegiatan maupun waktu yang dibutuhkan, juga dapat diperinci lagi sedetail yang dikehendaki. PERSIAPAN ADMINISTRASI Persiapan ini dimaksud adalah persiapan administratif seperti persiapan surat- ‘menyurat, pengurusan izin penelitian (kalau dibutuhkan), pembuatan surat keputusan. (pada penelitian kelompok), penerbitan surat tugas, penggandaan, persiapan pertemuan- Pertemuan, persiapan pengujian tenaga, persiapan pembekalan alat-alat penelitian, persiapan coacing, dan sebagainya. Kalau pada penelitian individual, persiapan administratif tidak serumit pada penelitian kolektif dengan personel yang banyak. Peneliti individual mengurus semua kebutuhannya sesuai yang diperlukan. Biasanya peneliti lebih tahu yang seharusnya dilakukan untuk dirinya. Kesulitan terbesar adalah pada pengurusan izin penelitian dan pengumpulan data, sedangkan yang lain biasanya dapat diatasi sendiri. Lain halnya pada penelitian kolektif dengan sekian banyak peneliti atau tenaga lapangan. Kesulitan terbanyak ada pada Pengurusan pelaksanaan dan logistik dan koordinasi sekian banyak peneliti atau tenaga lapangan tersebut pada saat persiapan, saat melaksanakan penelitian atau pengumpulan data dan analisis data maupun membuatan laporan. ORGANISASI TIM PENELITI Organisasi peneliti biasanya ada pada penelitian kolektif, sedangkan pada penelitian individual relatif tidak menggunakan organisasi seperti ini. Sama halnya dengan jatan-kegiatan lainnya, organisasi peneliti yang baik seharusnya menggunakan unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, dan unsur anggota. Pada penelitian tertentu peneliti membutuhkan konsultan, maka biasanya konsultan juga dimasukkan ke dalam struktur organisasi peneliti. Sesuatu yang perlu diperhatikan bahwa semua pencantuman nama dalam organisasi peneliti selalu menyangkut pembiayaan. Semua nama yang telah disebutkan dalam surat keputusan organisasi peneliti, memiliki konsekuensi pembiayaan berdasarkan kedudukannya di dalam organisasi tersebut. Suatu contoh organisasi peneliti pada Tabel 11, yang diambil dari penelitian. Taper 11 . ‘Srruxrur Orcanisast PENELITI Organisasi Tim Peneliti PENELITIAN TINGKAT KESADARAN DAN HAMBATAN PENGUSAHA RESTORAN DAN PERHOTELAN TERHADAP PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN RESTITUSI PAJAK DI JAWA TIMUR? KONSULTAN : Lembaga Kajian Otonomi Daerah (QUANTUM-LKOD) Yayasan Lembaga Studi Konstruksi Sosial Ketua Tim Peneliti : Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, $.Sos., M.Si. (PENELITI UTAMA) Wakil Ketua : Ratu Dewi Katika, S.H., CN. Operational Assistant + 1) Elok Darmawati, S.E. 2) Samrin Sehmad, SH. 3) Haryono, Drs., Mi. Tim Abli + 1) Prof. Dr. Tomas Santoso 2) Dr. Yuwono Sadikun, M.A. 3) Dr. Agus Sukristyanto., MS. 4) Dr. Yuswadi, M.A. Tidak ada ketentuan yang mengatur model yang jelas dari organisasi peneliti, artinya setiap lembaga penelitian memiliki model senditi-sendiri, sehingga peneliti dapat merancang sendiri struktur yang dikehendaki berdasarkan fungsi-fungsi yang diinginkan. Kadang kala dalam kondisi khusus, struktur organisasi peneliti hanya fiktif belaka. Ini terjadi pada keadaan khusus pula yang unsur-unsur vital dalam proyek penelitian menghendaki jabatan tertentu dengan maksud-maksud tertentu pula. Di sisilain pelaksana penelitian tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuruti kehendak tadi. Hal ini sering terjadi di lapangan sehingga menjadi pertimbangan lain bagi pelaksana penelitian itu sendiri dalam menyusun konfigurasi organisasi peneliti yang baik. 2 Dikutip dari Penelitian Tingkat Kesadaran dan Hambatan Pengusaha Restoran dan Perhotelan Terhadap Pemungutan dan Penyetoran Resttusi Pojak, di Jawa Timur, oleh LKOD-Quantum, Surabaya, 2003. PENYUSUNAN ANGGARAN PENELITIAN Bagi penelitian individual, penyusunan anggaran penelitian tidak mutlak membutuh- kan karena semua pengeluaran dana langsung dikoordinasi sendiri dan dibiayai sendiri. Namun pada penelitian kelompok atau penelitian yang membutuhkan donor dati pihake lain, penyusunan anggaran penelitian menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan, agar tidak saja dapat mengoordinasi pengeluaran penelitian, namun yang terpenting adalah agar lembaga donor dapat mengetahui seberapa banyak dana yang dibutuhkan dan apakah fisibel proyek penelitian ini. Contoh penyusunan anggaran penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Tana. 12 KebuTuHAN ANGGARAN PENELITIAN RENCANA ANGGARAN Judul Riset : | Dekonstruksi Sosial Tokoh Masyarakat dan Pencarian Model-model Komunikasi untuk Pengembangan Manajamen Sistem Informasi Industri Pariwisata (MSIIP) di Banda Neira; Sentra Wisata Utama Maluku. 165 ‘Dana Non-Donor No Uraian JJumlah | Harga Per Unit} Total Anggaran|(P3KM-QUANTUM] Dana Donor Unit ®p) (Rp) | dan Yayasan Intaan)| (Rp) Rp) Mm —- 1 HONORARIUM. Tt Ketwa Poni 8 1.500000 72.000.000,00 7200000000 LL. Ponhana Lapangn 4 709000] 16800.000.00 16.800.00000 Femfontu Programmer | 24 70000 168000000 16,800.000.00 ‘Subtoal () 105.400.00000 105.600.000,00 8 700.000] 9.600000;00 9.600000. 7 3 500.000] 24.000.000;0 24000.000,00 23. AirPAM 8 200000] 9.600.000;00 91600.000,00 24, AlacTilsMenuliyTina | 48 130000] 36.000000,00 36.000.000.00| Prine. 25. Seminae 3 8500000] 25.500000.00 1700000000] 8.500.000,00 26. Pembuatan Laporan 4 315000] 1500.000,00 1.500.000. 211. Monitoeiyyvalst I 3900000] 3.000.000, 3.000.000;00 Sabo aD | 109.200.000,60 21.500.000;00 | 87.700.000,00 * Op.cit 166 METOPOLOG!,PENELITIAN KUANTITA ‘Dana Non Donor a ee Jumfah | Harga Per Unit] Total Anggaran| (P3KM-QUANTUM| Dana Donor Unit | (Rp) (Rp) | dan Yayasan Intaan) | (Rp) (Rp) i | _PERLENGKAPAN Li Sema Temper Taal | 24 1.000000] 24000.00,00 7£c00.c00.00 32 Bali Kompucronnk | 4 11300000] 30000000;00 50.00.0000 Jaringan 33. Sowa Kamera 4 50000} 7200c00.00 1200000,00 34, Scwa TempatSeninar | 3 30000] 2250000000 225000000] 225000000 35. SewaTempot Uieoba | 2 750000) 130000000 130000000 34. Bell Perangat rings | 4 -ao00ec0| 160000000 160000000 3.2. Seva Kosputeruneak | 48 50000] 24000.000,00 24c00c00.00 ‘Amini Subiotal 104,200.000,00 27.750.000;00| 77.200.000,00 W PERJALANAN | “EL Tansporos pene 6 Ts00000] 900000000 91000000i00 sama P Satay Bana Nea 42, Trasporos pone 6 1500000] 900000000 00000000 ria P Surabaya Banka Nea 43, Transport lola 8 soneno| 2400000000 800000000] 2400000000 44. Tansporasi Supers | 4 2o0o000} 800000000 epala Lamb dan eta Vyasa Ioan PP Suabaya Bana | ‘Subtotal (V) 4000.00.00 | £8,000.000,00 LAINAAIN 1. Keschatan Tim ry 10000] 2400000, Baya ak toda 4 50000] 15600000. Subiot V) 18,.000.000,00| 18,000.000,00 "Teal Angaran 387.750000,00 AettsttieIvey) Dana Now APBNAMita 75.250.000.00 ‘Dana APEN 312.500.000,00 Penyusunan anggaran tersebut di atas, lebih baik apabila dapat diperinci lebih detail lagi, tetapi agar lebih mudah mempelajarinya, maka pengeluaran per mata anggaran tetap harus dipisahkan dengan jumlah dana yang dibutuhkan. Diperlukan pula dalam setiap penyusunan anggaran penelitian untuk menyebutkan perincian dana yang dibutuhkan ‘oleh donor, serta berapa besar kontribusi pelaksana atau lembaga pelaksana sendiri. Biasanya lembaga donor suka mempertanyakan berapa kontribusi lembaga pelaksana penelitian, artinya tidak saja secara etis tetapi secara ekonomis, lembaga pelaksana juga ikut bertanggung jawab secara finansial atas proyek penelitian terscbut. Karena itu di dalam proposal perlu juga dijelaskan berapa persen dari anggaran penelitian itu yang ditanggung oleh pelaksana penelitian. Kadang lembaga donor secara tegas telah meminta pelaksana menanggung sekian persen dari dana penelitian itu, sisanya baru dibiayai oleh donor. LEMBAGA DONOR Telah lama, penelitian, baik itu penelitian keilmuan atau penelitian aplikasi ataupun penelitian lainnya dibiayai oleh lembaga tertentu di luar lembaga utama asal peneliti atau proyek penelitian dilakukan, lembaga luar yang tertarik untuk membiayai penelitian itu disebut lembaga donor, yaitu lembaga independen yang tertarik terhadap masalah yang akan diteliti tersebut. Lembaga donor dapat dibagi menjadi dua, yaitu lembaga donor pemerintah dan lembaga donor Non-Government Organization (NGO). ‘Lembaga donor pemerintah adalah semua instansi pemerintah baik departemen maupun nondepartemen di tingkat pusat maupun di daerah, semuanya dapat menjadi lembaga donor bagi penelitian. Di tingkat departemen, direktur jenderal dan sebagaimana terdapat banyak anggaran yang dapat mendonor berbagai penelitian yang mereka prioritaskan. Khususnya di kantor Mentistek, terdapat berbagai proyek yang dapat mendonor penelitian seperti Riset Unggulan Terpadu (RUT), Riset Unggulan Kemitraan (RUK), Riset Unggulan Kemasyarakatan (RUKK), dan sebagainya. Ada pula di berbagai departemen nonpemerintah seperti BUMN, BUMD, dan berbagai perusahaan besar dan perbankan terdapat departemen atau bagian yang mengakomodasikan riset dan pengembangan. Departemen ini selain melakukan penelitian-penelitian aplikasi senditi atau membeli hasil-hasil penelitian orang lain, mereka juga mendonor pihak Iuar yang akan melakukan penelitian tertentu yang menatik bagi kepentingan perusahaan mereka. Begittt pula pada tingkat provinsi dan kabupaten. Saat ini di tingkat provinsi telah terbentuk Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) baik yang ada di tingkat provinsi (Balitbangprov) ataupun di tingkat kabupaten (Balitbangda) atau BAPEPROP dan dinas-dinas yang memiliki dana teknis untuk penelitian. Lembaga-lembaga ini bukan merupakan unit teknis penelitian, akan tetapi lembaga yang mengakomodasikan berbagai lembaga penelitian di perguruan tinggi untuk melakukan penelitian aplikasi sebagai bahan masukan pimpinan daerah setempat. Sedangkan lembaga donor NGO, dapat berupa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), baik NGO dalam negeri, NGO internasional yang membuka cabangnya di Indoneisa, maupun LSM-LSM nasional maupun Lokal. Saat ini NGO yang belum atau yang sudah terdaftar dalam direktori lembaga donor di Indonesia antara lain seperti: 168 BSP-Kelompok Masyarakat Pengelola Sumber Daya Alam, Canada Fund, Catholic Relief Services, Conservation International Indonesia Program, CUSO, Dana Mitra Lingkungan, Embassy of Britain-Development Section, Embassy of Sweden, Swiss Agency for Development and Cooperation, European Union, The Asia Foundation, German ‘Technical Cooperation (GTZ), Global Environment Facility-Small Grants Programme, Hanns Seidel Foundation, Konrad Adenauer Stiftung, Netherlands Development Aid, New Zealand Official Development Assistance, Natural Resources Management (EFIQ), Oxfam Great Britain, UNDB USAID, Yayasan Bina Lingkungan Hidup, Yayasan, Keanekaragaman Hayati, Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif, The Ford Foundation, ‘The Asia Foundation. Atau lembaga lain seperti, The Japan Foundation, The Toyota Foundation, CCA, CSR, CIDA, MercyCorps Indonesia, UNICEF, PLAN Indonesia, Yayasan Kemala, Yayasan Idayu, YIIS, Yayasan Kehati, Yayasan Supersemar, Yayasan Fakta, The Habibie Center, Yayasan Darmais, CIDES, Yayasan Lembaga Studi Konstruksi Sosial (ISCSF), The BuBu Center, Muhammadiyah, NU, Pusat-pusat Latihan, Pusat Rehabilitasi dan ada banyak lagi lembaga donot NGO yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik yang ada di Indonesia maupun beberapa negara asing. Saat ini memperoleh informasi mengenai lembaga donor ini semakin mudah karena umumnya informasi donor dapat diperoleh di internet. Melalui internet, kita dapat juga memperoleh lembaga donor internasional maupun nasional, tercatat sebuah web site yang merealis berbagai lembaga donor di Indonesia, yaitu hitp:/Avww.donor.onid, hetp:/Avww. Ism.orid atau apabila kesulitan, browsing saja melalui hetp://www.google.com dan search lembaga donor mana yang saudara mau melalui web site ini. Persoalannya, bagaimana kita dengan mudah memperoleh dana penelitian dari lembaga-lembaga donor tersebut. Karena tidak sedikit proposal penelitian yang dikirim pada lembaga donor, tetapi dengan terpaksa dikembalikan. Hal ini mengharuskan peneliti memiliki informasi lebih dulu tentang lembaga donor itu sebelum mengajukan proposal penelitian. Caranya tentu dengan menyurati lembaga donor tersebut, meminta program- program penelitian yang diprioritaskan oleh lembaga donor itu. Biasanya lembaga donor kemudian memberikan penjelasan mengenai beberapa prosedur pengajuan proposal penelitian. Setelah proposal diajukan, biasanya dalam waktu yang relatif cepat tergantung kebijakan masing-masing lembaga, pemohon diberitahu mengenai perkembangan proposal tersebut. Kemungkinan proposal tersebut diterima atau harus direvisi beberapa bagian, atau bahkan terjadi negosiasi mengenai kerja sama penelitian yang diajukan tersebut. Namun, tidak jarang pula proposal tersebut dikembalikan dengan alasan tidak ada dana. “Resource Book on Funding Agencies in Indonesia, Jakarta: Konphalindo, 1998. him. 83-139. 169 Hal yang terpenting di sini pula, pendekatan-pendekatan informal dengan lembaga donor lebih efektif dalam memperoleh dana penelitian, meskipun untuk ini membutuhkan wake dan dana pancingan yang tidak sedikit. UJICOBA DAN REVISI INSTRUMEN PENELITIAN Di bagian lain telah dijelaskan mengenai bagaimana membuat instrumen penelitian. Setelah sebuah instrumen penelitian dibuat maka tidak begitu saja instrumen penelitian itu dipakai pada pengumpulan data, terutama penelitian dengan menggunakan instrumen angket. Pada instrumen penelitian yang lain seperti observasi, wawancara, interviu, doku- mentasi, dan lain sebagainya, peneliti selalu berada bersama instrumen penelitian, karena itu tidak menjadi keharusan untuk diuji coba, walaupun begitu, instrumen interviu tetap perlu diuji coba mengingat bentuk dan penggunaannya hampir sama dengan instrumen angket. Instrumen penelitian harus diuji akurasinya terhadap responden. Uji coba ini merupa- kan keharusan apabila peneliti ingin menghindari kegagalan total dalam pengumpulan data. Hal ini mengingat biasanya sebuah instrumen penelitian yang telah dinyatakan siap dipakai tetapi belum diuji coba, mengandung beberapa kelemahan terutama pada penggunaan bahasa, indikator, maupun pengukurannya, Kadang kala penggunaan bahasa peneliti dalam instrumen tersebut telah dianggap komulatif, tetapi justru membingungkan. tesponden. Begitu pula dalam menentukan indikator dan pengukuran yang tersirat dalam instrumen penelitian, Umpamanya tentang pekerjaan. Menurut penelitian indikator pekerjaan yang ada pada instrumen penelitian telah ada semua, akan tetapi pada kenyataannya ada saja bidang kerja tertentu yang sulit dikategorikan salah satu indikator pekerjaan yang ada pada instrumen penelitian. Terutama pada instrumen angket penelitian, instrumen harus mampu secara efektif berperan sebagai peneliti, artinya responden berhadapan langsung dengan penelitian. Apabila instrumen penelitian ini tidak jelas, maka peneliti akan memperoleh data yang tidak jelas atau kurang akurat pula. Mengingat hal yang demikian, maka uji coba merupakan rangkaian kegiatan yang tidak boleh dihindari. Pelaksanaan uji coba instrumen sama saja dengan pelaksanaan, penelitian sebenarnya. Hanya saja pelaksanaan uji coba instrumen lebih bersifat simulasi. Oleh karena itu, “sampel” uji coba instrumen adalah orang-orang yang memiliki kemiripan yang sepadan dengan sampel penelitian sebenarnya, walaupun besar jumlahnya tidak mesti sama. Instrumen penelitian kemudian disebarkan kepada mereka. Kalau instrumen observasi dan dokumentasi, maka penelitian sendirilah yang menggunakan instrumen tersebut pada “sampel” uji cobanya. Setelah uji coba dilakukan, instrumen penelitian direvisi berdasarkan pengalaman, pada uji coba tersebut. Apabila telah direvisi, barulah secara metodologis, instrumen penelitian dinyatakan layak dipakai. FIELD WORKERS DAN TENAGA ASISTEN Penelitian kuantitatif dapat dikerjakan sendiri, namun pada penelitian yang dilakukan terhadap populasi yang sangat luas, atau penelitian kelompok, umumnya membutuhkan, bantuan orang lain karena wilayah dan permasalahan penelitiannya yang luas. Di sisi lain, proses penelitian bukan pekerjaan yang tidak membutuhkan keablian, bahkan penelitian adalah pekerjaan profesional yang tentu didasari keablian riset yang memadai, Dari sudut yang lain, mempekerjakan orang dalam jumlah yang banyak sejak awal kegiatan penelitian, merupakan langkah yang terlalu boros sehingga dapat mengurangi pendapatan penelitian itu sendiri. Jalan tengah yang tepat dalam mengatasi masalah ini adalah mempekerjakan tenaga-tenaga lapangan atau tenaga asistensi yang bercugas sebagai supervisor atau pekerja lapangan (field worker) untuk mengumpul data dilapangan. Ketika satu kegiatan penelitian memutuskan menggunakan field worker dan asistensi, persoalan lain kemudian muncul, yaitu menyangkut kredibilitas, motivasi serta kejujuran field worker itu sendiri mengingat mereka datang dari mana saja. Hal ini perlu diangkat ke permukaan dalam subbab ini, mengingat walaupun status field worker dan tenaga asistensi adalah tenaga “kasaran” pada proyek penelitian, tetapi peranan mereka amat penting dalam penelitian, karena merekalah yang berhadapan langsung dengan responden. dan melalui mereka pula peneliti memperoleh data penelitian, Ini artinya, apa pun bentuk suatu data, valid atau invalid suatu data bergantung pada bagaimana field worker melaksanakan tugas mereka. Apabila telah diputuskan untuk menggunakan field worker, maka sedapat mungkin mereka harus diseleksi mengenai tiga hal di atas, yaitu kredibilitas, motivasi, dan kejujuran. ‘Apabila memungkinkan, barulah tenaga tersebut digunakan. Pengalaman menunjukkan bahwa hasil penelitian menjadi rusak karena field worker memiliki kredibilitas, motivasi serta kejujuran yang buruk, sehingga pekerjaan mereka dilakukan sekehendak hati. Padahal ini merupakan pantangan berat dalam penelitian. Suatu contoh, field worker yang tidak memiliki kejujuran yang baik akan melaporkan hasil pengumpulan datanya dengan serius, padahal tidak semua hasil pengumpulan data penelitian tersebut benar- benar diperoleh dari responden, karena separuhnya adalah fiktif. Terutama pada penelitian yang menggunakan interviu dan observasi sebagai metode pengumpulan data. Mengingat keterbatasan field worker tersebut, maka latihan singkat untuk mereka menjadi kebutuhan, agar dapat membangkitkan kredibilitas, motivasi, dan harapan 171 PELAKSANAAN DAN PENGUMPULAN DATA, kejujuran yang amat diperlukan dalam penelitian. Latihan atau simulasi bagi field worker tentu belum tuntas mengatasi keterbatasan di atas. Oleh karena itu, pengawasan peneliti akan lebih bermanfaat dalam membantu mengatasi hal tersebut. Pengawasan penelitian terhadap field worker dimaksud, semua kegiatan field worker di lapangan harus dapat dimonitor oleh peneliti. Semua kesulitan, keterbatasan sarana, medan yang sulit, masyarakat yang sulit didekati, dan sebagainya harus dapat dipahami sendiri oleh peneliti. Oleh karena itu, pada saat pengumpulan data seyogianya peneliti juga berada di tempat penelitian. MENGAMBIL DATA DI LAPANGAN Ketika seluruh persiapan penelitian sudah selesai, mulai dari desain penelitian, instrumen penelitian, try out (uji coba) dan revisi instrumen penelitian, persiapan administratif, surat izin melakukan penelitian, surat tugas atau surat jalan bagi peneliti dan sebagainya, latihan singkat bagi field worker serta persiapan logistik di lapangan sudah. dipenuhi, maka sebenarnya pengumpulan data sudah layak dilakukan. Persiapan semacam. ini umumnya dilakukan pada penelitian kolektif, tetapi pada penelitian-penelitian individual justru lebih praktis, karena itu beberapa persiapan di atas tidak perlu ada. Bagi penelitian kuantitatif, beberapa ahli mengatakan, kalau suatu proyek penelitian sudah sampai pada tahap pengumpulan data, maka sesungguhnya penelitian tersebut sudah, 80 persen selesai. Bisa jadi pendapat itu benar karena sampai dengan tahap pengumpulan data (tahap terberat dalam penelitian), tinggal dua langkah lagi seluruh proses penelitian sudah selesai. Kalau pada penelitian kolektif, pekerjaan yang paling sukar pada pengumpulan data dilapangan adalah masalah koordinasi dan problem solving di lapangan. Karena itu, peneliti atau penanggung jawab penelitian seharusnya juga ikut ke lapangan. Kesukaran dimaksud antara lain menyangkut: penyesuaian diti field worker dengan anggota masyarakat (objek penelitian), pendekatan dengan key person, persoalan sampel, kerja sama antar field worker, ‘masalah logistik dan sebagainya. Bahkan masalah penggunaan instrumen penelitian secara tepat dan kesiapan responden, masih saja muncul di tempat penelitian. Banyak persoalan mungkin lebih ringan pada penelitian individual karena semuanya dapat diatasi penelitian sendiri walaupun kadang masalah-masalah yang terlalu besar menyulitkan peneliti karena harus diatasi senditi. Karena keterlibatan orang lain dalam penelitian individual hampir tidak ada, atau mungkin hanya melibatkan dua-tiga orang lainnya sebagai pembantu, oleh karena itu, koordinasi mungkin tidak ada masalah. Satu-satunya masalah adalah problem solving, 172 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE menyangkut pendekatan dengan masyarakat dan key person serta masalah logistik yang semuanya harus dilakukan sendiri. Petsoalan yang tidak kalah penting lainnya adalah penggunaan waktu yang tepat di fapangan, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Hal ini menjadi perlu diperhatikan karena menyangkut kebutuhan logistik dan jadwal penelitian yang sudah ditetapkan. Tidak jarang pula jadwal pengumpulan data tidak dapat dipatuhi, menyebabkan jadwal pengolahan data dan pembuatan laporan menjadi terganggu. Oleh karena itu, sejak field worker turun ke lapangan, hal-hal yang dikerjakan hanyalah yang berhubungan dengan kegiatan penelitian. Apabila semua data yang dibutuhkan sudah diperoleh dan sudah dicek kebenarannya, sebaiknya field worker sudah harus meninggalkan lokasi penelitian. Tindakan seperti ini amat membantu keberhasilan penelitian itu sendiri, terutama dari segi ketepatan waktu dan finansial serta penghematan energi. BAB 11 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA KOMPUTER UNTUK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Komputer akhir-akhir ini menjadi salah satu teknologi yang begitu pesat penyebaran- nya. Oleh karena itu, dalam waktu singkat komputer tidak lagi menjadi perangkat yang hanya dipakai di perkantoran atau pajangan eksklusif pada rumah-rumah tangga elite, tetapi menjadi kebutuhan hampir di seluruh rumah tangga menengah ke atas. Revolusi komputer ini tidak saja karena didorong oleh kebutuhan sekunder-sekunder masyarakat, akan tetapi karena juga didorong oleh kepentingan media ini dalam berbagai aktivitas kegiatan. Perkembangan teknologi komputer ini memberi kemudahan bagi perkembangan. ilmu pengetahuan, termasuk pula dalam penelitian. Saat ini berbagai kegiatan ilmiah, terutama kegiatan penelitian menjadi mustahil kalau tidak mengikutsertakan komputer sebagai media transformasi, yang tidak saja berfungsi sebagai penghimpun menyimpan, mendemonstrasikan data, tetapi juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data-data penelitian. Penggunaan komputer pada penelitian, terutama penelitian sosial, lebih banyak dibantu oleh tersedianya software siap pakai yang berhubungan dengan statistika. Telah disadari bahwa statistika memegang peranan penting dalam analisis data. Walaupun. demikian, peranan statistika tidak lebih dari sekadar alat penelitian (a set tools). Sebagai alat analisis data, beberapa rumus pengolahan data statistika telah dibuat dalam program- program siap pakai yang tersimpan pada floppy disk maupun harddisk, seperti antara lain Dynastat, Microstat, SPSS, AMOS, dan sebagainya. Biasanya pada setiap program siap pakai tersebut, telah tersedia berbagai bentuk alat pengolahan data statistik, baik itu statistik deskriptif maupun inferensial. Dengan menggunakan program-program ini, peneliti dimanjakan untuk tidak bersusah-susah membuat form-form pengolahan dan analisis data, menghitung data-data seta menarik kesimpulan sementara. Semuanya tersedia dalam program-program di atas. Peneliti hanya dituntut untuk menguasai bagaimana mengoperasionalkan program statistik tertentu sesuai dengan kepentingan penelitian. Satu-satunya pekerjaan adalah meng-entry data penelitian dalam disket-disket kerja kemudian menjalankan program tersebut. Walaupun demikian, kesimpulan akhir tetap ada di kepala peneliti. 174 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE PERAN STATISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Peranan dan bantuan statistik dalam ilmu pengetahuan dirasakan sangat besar sekali serta merupakan suatu kebutuhan vital, sehubungan peranan ilmu pengetahuan itu sendiri untuk memberikan deskripsi terhadap gejala-gejala, membuat ramalan dan memberikan kontrol terhadap gejala-gejala tersebut. Peran statistik dalam ilmu-ilmu sosial terutama untuk menganalisis gejala-gejala sosial memiliki arti yang sangat vital. Dalam mendeskripsikan gejala-gejala, ilmu sosial membutuhkan statistik deskriptif (descriptive statistic). Statistik ini amat berguna untuk, mengilustrasikan atau mendeskripsikan berbagai gejala berdasarkan keadaan apa adanya dari gejala itu sendiri, tanpa perlu mempertanyakan mengapa gejala tersebut terjadi. Kemudian untuk membuat ramalan tethadap apa yang bakal terjadi atas gejala-gejala tersebut serta membuat kontrol terhadap kemungkinan munculnya gejala lain, maka statistik inferensial amat membantu untuk memberikan penjelasan mengenai hubungan- hubungan antargejala-gejala sosial yang muncul. Kedua bentuk statistik ini tergolong statistik elementer. Sedangkan statistik lanjutan atau advanced statistic, hampir tidak pernah digunakan dalam ilmu-ilmu sosial untuk menganalisis gejala-gejala sosial. Apa yang diperbuat dengan statistik sebenarnya merupakan tradisi ilmu-ilmu eksakta yang diterapkan pada ilmu-ilmu sosial, dengan suatu anggapan bahwa apabila ilmu- ilmu sosial akan melebihi taraf yang ada sekarang sebagai ilmu deskripsi, dan memiliki kemampuan untuk merumuskan generalisasi induktif yang lebih baik, maka ilmu-ilmu sosial harus mengembangkan analisis kuantitatif dengan metode-metode statistik yang dibutuhkan, Anggapan seperti ini merupakan peninggalan pelopor-pelopor ilmu sosial beberapa abad lalu. IImu-ilmu sosial lahir dalam “rumah” atau kejayaan ilmu-ilmu eksakta, akibatnya pengaruh ilmu-ilmu eksakta yang tulang punggungnya adalah statistika dan matematika serta memiliki objek yang mutlak dapat dikuantitatifkan, juga masuk dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial yang notabenenya memiliki objek yaitu manusia. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA MENYIAPKAN DATA Pengolahan data adalah kegiatan lanjutan setelah pengumpulan data dilaksanakan, Pada penelitian kuantitatif, pengolahan data secara umum dilaksanakan dengan melalui tahap memeriksa (editing), proses pemberian identitas (coding) dan proses pembeberan, (tabulating). EDITING Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun. data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi harapan peneliti, ada di antaranya kurang atau terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu, keadaan. tersebut harus diperbaiki melalui editing ini. Proses editing yang paling baik adalah dengan Teknik Silang, yaitu seorang peneliti atau field worker memeriksa hasil pengumpulan data peneliti lain dan sebaliknya pada suatu kegiatan penelitian tertentu. Ini berarti ada dua orang atau lebih yang melakukan kegiatan ini. Proses editing dimulai dengan member identitas pada instrumen penelitian yang telah terjawab. Kemudian memeriksa satu per satu lembaran instrumen pengumpulan data, kemudian memeriksa poin-poin serta jawaban yang tersedia. Apabila terjadi kejanggalan pada instrumen tersebut, berilah identitas tertentu pada instrumen dan poin yang janggal tersebut. Keadaan lebih menguntungkan pada proses ini apabila editing dilakukan secara bersama-sama di antara peneliti, sehingga diskusi dan pengecekan dapat berjalan secara langsung, tanpa harus menunggu kehadiran peneliti tertentu. Apabila editing terpaksa dilakukan secara terpisah, maka sebaliknya peneliti memiliki daftar koreksi yang dapat mempermudah pencarian instrumen yang harus mendapat pemeriksaan ulang. Taper 13, ‘DAFTAR KOREKS! INSTRUMEN No. Instr. Halaman Poin Catatan Koreksi Editor, Apabila pada tahap editing ini terdapat kejanggalan-kejanggalan yang sangat meng- ganggu pada instrumen dan data yang diperoleh, artinya ada beberapa kesalahan atau kekurangan informasi yang sangat mengganggu, maka peneliti atau field worker yang bersangkutan harus melakukan tindakan: 1. Kembali ke lapangan untuk menemui sumber data yang bersangkutan. 2. Menyisihkan instrumen tersebut sebagai instrumen yang tak terpakai atau rusak. 3, Melakukan cek silang atau berkonsultasi dengan penelitian lain untuk mengecek kebenaran data yang terkumpul. Apabila tindakan pertama yang dilakukan, maka secara metodologis akan mengurangi nilai validitas data karena kadang kala peneliti telah lupa dengan apa yang ditanyakan. Kalau tindakan kedua yang dilakukan secara metodologis, maka terpaksa jumlah sumber data harus berkurang. Kalau kesalahan tersebut terjadi pada satu instrumen saja, mungkin, tidak banyak berarti. Namun, kalau kesalahan tersebut terjadi pada beberapa instrumen, tentu memerlukan pemikiran tertentu. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, maka pada setiap pengumpulan data peneliti (field worker) harus melebihi jumlah sumber data yang digunakan dalam bilangan tertentu. Pada akhir editing, peneliti harus mempertanyakan kembali beberapa hal antara lain: apakah data yang diperlukan sudah betul-betul lengkap dan jelas untuk dimengerti dan dipahami, apakah data satu dengan lainnya sudah konsisten, seragam, dan memiliki respons yang sesuai. Kalau pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas telah terjawab, barulah, beralih ke pekerjaan lainnya. PENGKODEAN Setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahapan koding. Maksudnya bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis. Pengkodean ini menggunakan dua cara, Pengkodean frekuensi dan pengkodean lambang. Pengkodean frekuensi digunakan apabila jawaban pada poin tertentu memiliki bobot atau arti frekuensi tertentu. Sedangkan pengkodean lambang, digunakan pada poin yang tidak memiliki bobot tertentu. Contoh kedua pengkodean tersebut, seperti pada Tabel 13. 177 HAN, DATA. DAN ANALISIS DATA, Taven 14 ANOKET PENEUITIAN (E-GOVERNMENT)! Identitas Responden Kolom Kode 1. Jenis kelamin: () a. Laki () b.Perempuan O tatus Pegawai: ) a. Pegawai negeri )_ b, Pegawai honorer OC ingkat Pendidikan: )-aSD ) b.SMP/SLTP ) ¢. SMA/SMU/SLTA CI ) a PT mputer yang dimiliki di rumah: ) aPC pentium I ) ) ) ) 2 2 ger 3 a. b. PC pentium IL ¢. PC pentium Il d. PC pentium IV C e. Lain-lain (sebutkan) . Jenis pekerjaan dengan komputer yang dilakukan dalam satu minggu terakhir ini: ) ae-mail b. browsing ) ) c. Chatting ) d. Upload data Cc) ) ) acct goss e. Download data f. Lain-lain (sebutkan) Poin 1 sampai poin 3 adalah menggunakan kode lambang, sedangkan poin 4 dan 5 menggunakan kode bobot. Jumlah bobot yang dimaksudkan pada coding tersebut disesuaikan dengan jumlah alternatif jawaban yang dipilih. Umpamanya responden menjawab bahwa dia bekerja dengan komputer pada 1 minggu terakhir ini dan pekerjaan tersebut e-mail dan browsing. Oleh karena itu, bobot yang dimaksudkan dalam kode adalah 2, Artinya angka 2 adalah dua jenis pekerjaan dengan komputer yang dilakukan tesponden dalam seminggu tersebut. * Contoh diambil dari Penelitian Tingkat Keslapan Birokrasi Terhadap Teknologl Informasi dalam Rangka Penyusunan Kebijakan E-government, di Jawa Timut, 2004, 178 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE TABULASI (PROSES PEMBEBERAN) ‘Tabulasi adalah bagian terakhir dari pengolahan data. Maksud tabulasi adalah mema- sukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta menghitungnya. ‘Ada beberapa jenis tabel yang bisa dipakai dalam penelitian sosial, yaitu tabel data dan tabel kerja. Tabel data adalah tabel yang dipakai untuk mendeskripsikan data sehingga memudahkan peneliti untuk memahami struktur dari sebuah data. Sedangkan tabel kerja adalah tabel yang dipakai untuk menganalisis data yang tertuang dalam tabel data. Contoh tabel data seperti pada Tabel 15, yaitu apabila kita hendak mendeskripsikan data mentah yang dihitung satu per satu dari responden. Taper 15 Coron Tass Data (1) LC Daa | Tallis Frekuensi Total | | Total L Apabila kita hanya mendeskripsikan data dalam bentuk nominal, atau merupakan lanjutan dari Tabel 15, sehingga terlihat lebih praktis dan efisien, maka kita dapat menggunakan Tabel 16. ‘Taset 16 Contou Taset Dara (2) Jawaban Frekuenst “Total _| —_}— Tidak Senang 56 36 Senang 94 94 Sangat Senanj 50 50 [Sree Seana | Total 200 200 Prinsip dari penggunaan Tabel 16 adalah agar data dapat dideskripsikan secara lebih jelas dan mudah dibaca oleh orang lain. Oleh karena itu, konfigurasi bentuk tabel dapat 179 saja direkayasa oleh peneliti sendiri, tetapi bahwa setiap tabel harus memuat bagian- bagian antara lain: 1. Identitas tabel. 2. Kepala tabel. 3. Badan tabel. 4. Total tabel. ‘Taset 17 Contor Taner Dara (3) Kepala T. Perincian Kepala Tabel Kepala T. ° Perincian Kepala Tabel Badan Tabel Total 1) Identitas tabel adalah terdiri dari nomor tabel dan judul tabel. Identitas inilah yang membedakan antara tabel satu dengan lainnya, Biasanya judul tabel ini ditulis di atas tabel, tetapi juga tidak dapat disalahkan kalau diletakkan di bawah tabel. 2) Kepala tabel adalah muka dari suatu tabel. Kepala tabel kadang kala hanya terdiri dari satu muta, tetapi ada juga yang terdiri atas dua muka, yaitu menempati kolom bagian atas dan bagian samping (lihat gambar di atas). 3) Badan tabel sebenarnya adalah isi tabel itu sendir, yaitu memuat data yang ingin disajikan dalam tabel dimaksud. Badan tabel inilah yang menjadi eksistensi dari suatu tabel disajikan. 4) Total tabel juga bagian kumulatif dari suatu tabel. Bagian ini yang ‘mempermudah kesimpulan dan pengolahan data. Oleh karena itu, total tabel menjadi unsur penting dalam setiap penyajian tabel. BAB 12 STATISTIK UNTUK PENGOLAHAN HASIL PENELITIAN MENGOLAH DAN MENGANALISIS DATA. Pengolahan data statistik pada dasarnya adalah proses pemberian kode (identitas) terhadap data penelitian melalui angka-angka, Di mana sebelumnya data tersebut belum berarti apa-apa. Ada dua model pengolahan dan analisis statistik untuk penelitian sosial ini baik untuk ekonomi, kebijakan publik, komunikasi, dan sebagainya, yaitu pengolahan data dengan menggunakan statistik deskriptif serta pengolahan data dengan menggunakan. statistik inferensial, Pengolahan hasil penelitian dengan statistik deskriptif digunakan pada penelitian kuantitacif deskriptif, yaitu penelitian kuantitatif yang bertujuan hanya mehggambarkan keadaan gejala sosial apa adanya, tanpa melihat hubungan-hubungan yang ada. Sedangkan pengolahan data penelitian dengan statistik inferensial digunakan pada, benelitian eksplanasi yang bertujuan tidak saja mendeskripsikan keadaan gejala sosial yang tampak, tetapi lebih jauh lagi ingin melihat hubungan-hubungan kausalitas antara gejala-gejala tersebut. TEKNIK STATISTIK DESKRIPTIF Dalam penelitian sosial dikenal beberapa teknik statistik deskriptif antara lain yang dibahas dalam buku ini adalah Distribusi Frekuensi, Tendensi Sentral, Standar Deviasi, dan sebagainya. 1, DISTRIBUSI FREKUENSI Untuk mengetahui bagaimana distribusi frekuensi pada suatu data, peneliti dapat menganalisis data penelitiannya dengan menggunakan teknik ini. Perhitungan data dengan distribusi frekuensi ini dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi data tersebut kemudian dipersentasekan. Frekuensi tersebut juga dapat dilihat penyebaran persentasenya, yang oleh kebanyakan orang dikenal dengan frekuensi relatif. Untuk menghitung sebaran persentase dari frekuensi tersebut, dapat digunakan rumus: 182 Keterangan: N = Jumlah kejadian fe. = Frekuensi individu Untuk lebih jelas dapat juga data distribusi frekuensi tersebut dideskripsikan dengan. menggunakan grafik. Biasanya deskripsi distribusi frekuensi melalui grafik dibuat dalam bentuk histogram, poligon, ogive, dan serabi. a. Histogram KELAHIRAN 250+ 200+ 150+ 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TAHUN Gama 23 Hisrooram DisTRIBUSI FREKUENSI DAN PERKIRAAN ANGKA KELAHIRAN pt KaBuraTEN Manccaral NTT SetaMa DeLaran TAHUN 183, |ASIL, PENELITIAN, b. Poligon KELAHIRAN 250 200 150 50 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 += TAHUN Ganpar 24 ‘HistooraM Distaubust FREKUENS! DAN PERKIRAAN ANGKA KELAHIRAN Dt Kabupaten MANGGaRat NTT SeLaMA DELAPAN TAHUN c. Ogive 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TAHUN Gampar 25 (Ocive Distarmust FREKUENS! DAN PERKIRAAN ANGKA KELAHIRAN Di KABUPATEN MANGGARAI NTT Setama DetaPan TAHUN ‘Gaspar 26 ‘Senapt DistRipust FRExvENst ANGKA KELAHIRAN pt KaBuPATEN MANGGARAI NTT SetaMmAa DELaraN TAHUN 2. TENDENS! SENTRAL Data yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, mampu menampilkan suatu deskripsi umum tentang data dengan menghadirkan seluruh satuan yang ada. Akan tetapi untuk menunjukkan citi tertentu yang merupakan kekhasan dari data tersebut, distribusi frekuensi bukan cara yang dapat diharapkan. Untuk mendapatkan ciri khas tertentu dalam. bentuk sebuah nilai bilangan yang merupakan ciri khas dari bilangan tersebut, peneliti dapat menggunakan teknik kecenderungan memusat (tendensi sentral). Ada tiga ukuran tendensi sentral yang biasanya dipakai dalam penelitian-penelitian sosial yaitu rata-rata, median, dan modus. a. Tendensi Sentral Rata-rata Rata-rata adalah nilai tengah dari suatu jumlah keseluruhan bilangan, yang berasal dari jumlah keseluruhan nilai bilangan.serta terlebih dulu dibagi dengan kebanyakan unit dari keseluruhan bilangan tersebut. Rata-rata juga disebut dengan distribusi angka rata-rata (distribution of the means). Penghitungan nilai rata-rata menggunakan rumus di halaman berikut. Teknik analisis tersebut juga dapat digunakan untuk menganalisis data interval. waZh N Umpamanya data tersebut adalah data tentang varian nilai mata kuliah pengantar ekonomi dari enam mahasiswa. Kemudian dicari mean dati tingkat varian penghasilan tersebut. Contohnya: Mocetts 44343 = 2 -=3,33 b. Tendensi Sentral Median Median adalah nilai tengah dari suatu bilangan atau suatu nila yang membatasi 50% frekuensi distribusi bagian bawah dan 50% frekuensi distribusi bagian atas. Umpamanya kita mencari median dari nilai kecepatan mata kuliah Teori Komunikasi tiga orang mahasiswa, yaitu 2, 3, 4, maka nilai tengahnya adalah 3, dengan demikian mediannya adalah 3. Hal ini mudah ditemukan karena N-nya adalah ganjil. 1) Median frekwensi genap Akan tetapi apabila N-nya adalah genap, hal ini akan tidak semudah mencati median frekuensi ganjil. Maka dapat dilakukan dengan menjumlahkan dua angka yang menduduki posisi median, kemudian dibagi 2 dan hasilnya adalah median. Umpamanya adalah 2, 3, 4, 2. Ini artinya bahwa titik median 3 ditambah 4 dibagi 2 = Median atau: Median = 3 + 4:2=3,5 2) Median bergolong Untuk mencari median bergolong pada suatu bilangan data tertentu, maka digunakan rumus sebagai berikut: Median = Bb + are i Keterangan: Bb = batas bawah (nyata) dari biji interval yang mengandung median. N = banyaknya frekuensi. frekuensi kumulatif di bawah biji yang mengandung median. fa = frekuensi dari biji interval yang mengandung median, i = lebar interval. 186 3) Tendensi sentral modus Modus merupakan tendensi sentral yang menunjukkan frekuensi terbesar pada suatu kelompok data nominal tertentu, Dengan kata lain pada suatu data nominal, apabila terdapat suatu frekuensi yang amat menonjol, maka disebut modus. Misalnya, ada data: 22.43 43 43 56 76 43 78 90 12 43 Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa angka 43 merupakan jumlah yang memiliki frekuensi terbanyak, maka angka tersebut adalah modus. Untuk data bergolong atau berkelompok juga dapat dilihat modusnya. Misalnya, ada angka seperti di bawah ini maka angka bergolong yang 35-39 adalah yang menjadi modus. 40-44 1 35-39 n 30-34" 4 25-29 7 20-24 9 15-19 10 3. DISTRIBUSI KUARTIL, DESIL DAN PERSENTIL a. Kuartil Kuartil antara lain teknik distribusi data yang dianggap representatif dan sering digunakan dalam analisis penelitian sosial. Kuartil dilambangkan dengan KI, K2, K3, yaitu titik yang membagi keseluruhan data menjadi empat bagian yang sama besarnya. Sebenarnya konsep kerjanya sama dengan median, tetapi kalau median membagi seluruh, data menjadi dua, sedangkan kuartil, data dibagi menjadi empat. Deskripsi perbandingan, antara median dan kuartil seperti Gambar 27. frekuensi Terendah Median Frekuensi Tertinggi 25 Persentil 50 Persentil 75 Persentil KI K2 K3 Gavar 27 ‘PERBANDINGAN MEDIAN DAN KUARTIL 187 STATISTIS UNTUK PENGOLAHAN HASIL PENELITIAN, Jarak antara frekuensi terendah sampai dengan frekuensi tertinggi, terdapat 100% kasus. Oleh karena itu, sampai pada titik kuartil 1 (KI ) terdapat 25 persentil atau 25% kasus. Titik kuartil 2 (K2) terdapat 50 persentil atau 50% kasus, Sedangkan sampai pada titik kuartil 3 (K3) terdapat 75 persentil atau 75% kasus. Persoalan. sekarang bagaimana kita mencari deviasi setiap rentangan atau antarkuartil (Quartile Deviation) dari frekuensi terendah sampai frekuensi tertinggi. Untuk mencari rentangan. tersebut kita dapat meng-gunakan rumus sedethana: Rumus: 1. DK= K3-KI 2 ‘Untuk mencari K3 dan K1, masing-masing kita menggunakan rumus berikut ini: Rumus: 2. Ki = b+ Af ik Rumus: 3. K3 = Bb + [AN _; fk Keterangan: Bb = batas bawah interval yang mengandung kuartil tersebut. N = jumlah kasus pada distribusi kuartl K3 = kuartil atas. K1 = kuartil bawah, fab= frekuensi kumulatif di bawah interval yang mengandung KI. fkk= frekuensi kasus interval yang mengandung KI. i = besarnya interval. b. Desil dan Persentil Desil memiliki persamaan dengan median dan kuartil, sebagaimana sudah kita jelaskan di atas. Namun apabila median mendistribusi frekuensi menjadi dua, sedangkan kuartil menjadi empat, maka desil membagi sepuluh. Coba lihat Gambar 28. 188, METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE Dengan demikian desil memiliki 10 titik desil yang dilambangkan dengan D. Perhitungan desi menggunakan rumus yang hampir sama dengan kuartil, yaitu: Rumus: 1. D1 = Bb + HON feb 4; Keterangan: D2 ...... D9 D2 dan seterusnya sama dengan rumus 1, hanya berbeda pada 1/10N. Kalau pada D2, 2/10N, maka D3 3/10N, dan seterusnya. Karena cara kerja dan perhitungannya sama dengan median dan kuartil yang sudah diberi contoh di atas, maka amat tidak efisien kalau harus diulangi lagi pada penjelasan ini. Kalau pada desil distribusi suatu frekuensi menjadi 10, maka pada persenttil, distribusi tersebut menjadi 100. Dengan demikian, titik persentil yang juga disebut titik P ada sebanyak 99. Cara kerja dan perhitungan persentil sama dengan desil, kuartil, dan median. Karena itu rumus persentil sama, yaitu: Ramus: 2 D1 = Bb + -LHON- fb 4; fik Keterangan: P2 oo. P99 P2 dan seterusnya, sama dengan rumus P1, perbedaannya pada 1/100N. P2 berarti 2/00N, P3 adalah 3/100N dan seterusnya sampai dengan P99 yaitu 99/100N. Sama dengan desil, rumus ini tidak dijelaskan karena pertimbangan efisien, mengingat rumus dan cara kerjanya yang sama dengan rumus-rumus terdahulu, 4. RATA-RATA DEVIASI Rata-rata Deviasi adalah alat statistik yang digunakan untuk menganalisis variabilitas suatu gejala dengan menghitung rata-rata dari deviasi yang terjadi dalam suatu distribusi dengan mengambil nilai-nilai yang positif. Untuk dapat mencari deviasi tertentu, maka fangkah yang pertama ditempuh adalah terlebih dulu menentukan nilai rata-rata (mean). Kemudian baru dapat menentukan sebaran penyimpangan tiap-tiap frekuensi dari mean tersebut. Rumus dari rata-rata Deviasi adalah: RD=—— Keterangan: RD = Rata-rata Deviasi * 2x = Jumlah deviasi dalam harga mutlaknya N= Jumlah individu Pada data bergolong, rumus tersebut juga dapat digunakan untuk mencari rata-rata deviasi, walaupun sedikit berubah. Rumus perhitungannya sebagai berikut: RD= =X N STANDAR DEVIASI DAN RATA-RATA DEVIASI Standar deviasi adalah alat statistik yang digunakan untuk mendeskripsikan variabeli- tas dalam suatu distribusi maupun variabilitas beberapa distribusi. Dasar pemikiran dalam standar deviasi bahwa dalam menghitung variabilitas, tanda-tanda positif atau negatif tidak boleh dihilangkan. Hal tersebut berangkat dari prinsip matematik bahwa bilangan negatif maupun bilangan positif akan menjadi positif apabila dikuadratkan. Standar deviasi lebih berarti apabila digunakan untuk menjadi alat analisis fekuensi sebaran penyimpangan dari titik rata-rata, baik sebaran ke arah negatif maupun ke arah positif. Untuk menggunakan Standar Deviasi, kita dapat menggunakan rumus sebagai berikut: Rumus Standar Deviasi (SD): Keterangan: SD = Standar Deviasi ; x? = Adalah jumlah deviasi dari rata-rata kuadrat N= Jumlah individu 190 Standar Deviasi dapat dipandang sebagai satuan pengukuran sepanjang (garis) absis dari suatu poligon. Contohnya: rata-rata | absis Dari titik ujung absis sebelah kiri sampai titik ujung absis sebelah kanan, terdapat deretan nilai paling rendah sampai yang paling tinggi. Jarak antara kedua ujung absis tersebut disebut range. Dalam suatu standar deviasi, kita akan menemukan kurang lebih enam SD. Ini adalah kebiasaan pada ilmu-ilmu sosial. Karena di luar 6 SD ini, kita hanya ‘menemukan frekuensi persentase yang sangat kecil yaitu kurang dari 0,3%, maka praktis tidak dapat dihitungkan. 34% | 34% elete(sists Tata-rata 40 60 80 100 120 140 160 -ISD +1SD +2SD 38D, +3SD anwar 29 ‘Sranpar Deviast Kita ambil contoh lain yang lebih mudah. Misalnya kita gunakan data lain yaitu suatu distribusi yang mempunyai rata-rata 100 dan SD 10. Kalau kita bentangkan absis dalam satuan SD yang dimulai dari titik rata-rata, maka kita dapat menambah satu satuan SD di atas rata-rata atau di bawah rata-rata. Karena rata-rata dalam contoh ini adalah 100 dan SD 20, maka kita dapat menambah satu satuan SD di atas rata-rata atau menjadi 191 THK UNTUK PENGOLAMAN, HASIL PENELITIAN, 120 dan di bawah rata-rata atau menjadi 80, Kalau kita menambahkannya lagi dengan dua satuan SD ke bawah dan ke atas rata-rata, maka jumlahnya 60 dan 140. Begitu pula kalau ditambahkan tiga satuan SD jumlahnya menjadi 40 ke bawah rata-rata dan 160 ke atas rata-rata. Kita dapat melihat kurva normal pada Gambar 29 sebagai ilustrasinya. Karena kurva normal adalah simetris, maka ordinat yang ditarik dari titik -SD dan +SD akan sama luasnya. Begitu pula titik 2SD dan 3SD. Daerah ordinat —ISD adalah kira-kira 34% dari frekuensi selurubnya. Jadi, kalau ordinat antara -ISD dan +1SD, memiliki frekuensi sebanyak 68% dari seluruh frekuensi dalam distribusi. TEKNIK STATISTIK INFERENSIAL 1. TEORI PROBABILITAS Penggunaan statistik inferensial dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, seperti kebijakan publik, komunikasi, ekonomi, dan sebagainya, didasari oleh logika-logika teori probabilitas. Bersamaan dengan hal itu pula, maka penggunaan sampel penelitian menjadi logika yang dibenarkan dalam penjelasan eksplanatori. ‘Teori probabilitas berangkat dari asumsi adanya kesamaan keberaturan pada ilmu- ilmu alam yang juga terdapat dalam ilmu-ilmu sosial. Dalam suatu gejala sosial terdapat kemungkinan kejadian yang sama apabila kejadian tersebut diulangi dalam intensitas yang sama pula. Misalnya apabila kita menimbang beras 100 kilogram dengan timbangan berat sebanyak 100 kali, maka kemungkinan besar (apabila materi beras dan timbangan. timbangan tidak berubah) maka akan mendapat 100 kali berat yang sama. Contoh lain, apabila kita melempar sekeping mata uang logam ke udara, maka kemungkinan akan ‘muncul salah'satu dari kedua sisi mata uang tersebut dalam jumlah yang sama banyaknya. Apabila salah satu sisi kita namakan X dan sisi lainnya kita namakan Y, maka pada 100 kali lemparan mata vang logam tersebut, kita akan memperoleh kemungkinan yang sama atau X = 50 dan Y = 50 dari pemunculan kedua sisi tersebut. Pemikiran tersebut inilah yang dinamakan probabilitas. Pada kebiasaan penelitian eksplanasi dengan menggunakan statistik inferensial, teoti probabilitas juga berlaku antara sampel dan populasi. Perlakuan yang sama antara sampel yang digunakan terhadap keseluruhan populasi, mengingatkan kita pada kemungkinan yang terjadi pada gejala menimbang beras dan melempar uang logam tersebut di atas, bahwa apa yang terjadi pada sampel juga kemungkinan terjadi pada populasi, dengan notabene bahwa sampel adalah sampel representatif. Metode statistik inferensial adalah semata-mata teknik atau alat yang dipakai dalam membuktikan kebenaran teori probabilitas yang umumnya digunakan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial. Di atas telah dijelaskan bahwa statistik inferensial adalah statistik yang digunakan dalam penelitian sosial sebagai alat untuk menganalisis data untuk tujuan-tujuan eksplanasi. Artinya model statistik ini hanya dipakai untuk tujuan-tujuan. melakukan generalisasi sampel terhadap populasi, dengan kata lain bahwa penelitian ini bertujuan utama untuk menguji hipotesis penelitian. Biasanya masalah penelitian yang dihadapi untuk dianalisis dengan statistik ini adalah masalah perbedaan, masalah hubungan, dan masalah-masalah korelasional. Sedangkan. masalah pengaruh antara dua macam tindakan (treatment) terhadap suatu gejala, masih dikelompokkan pada masalah perbedaan. Selanjutnya bahwa masalah perbedaan juga dibedakan antara perbedaan sifat dan kemampuan (traits and ability) dengan perbedaan tentang frekuensi atau jumlah.' Sifat dan perbedaan masalah yang dihadapi dalam analisis data, maka dalam statistik inferensial, hipotesis juga ada beberapa macam yaitu hipotesis tentang perbedaan dan hipotesis tentang hubungan serta hipotesis tentang pengaruh atau korelasi. Dalam pengujian hipotesis nanti, ada beberapa kemungkinan yang muncul di saat kita menguji hipotesis-hipotesis tersebut. Pertama, kemungkinan hipotesis tersebut ditolak, artinya hipotesis yang dibangun tersebut ditolak oleh data di lapangan. Kedua, kemungkinan hipotesis diterima atau hasil penelitian membenarkan hipotesis penelitian. Tidak ada hubungan antara diterima atau ditolaknya hipotesis dan kredibilitas penelitian dan penelitinya, sehingga upaya manipulasi terhadap data untuk semata-mata agar hipotesis diterima tidak perlu terjadi, karena diterima atau tidak diterima hipotesis disebabkan data di lapangan seperti itu. Masih ada hubungan dengan penggunaan statistik dalam analisis data penelitian eksplanasi, maka penelitian harus menggunakan hipotesis statistik, yaitu hipotesis yang dinyatakan dalam bentuk hipotesis nol (null hipotesis). Karenanya, apabila pada suatu penelitian telah menggunakan hipotesis kerja pada awal penyusunan hipotesis, maka pada saat analisis data, hipotesis tersebut harus diubah lebih dulu menjadi hipotesis nol sebelum. analisis data dilakukan, karena logika-logika statistik (matematik) hanya diperuntukkan untuk pengujian hipotesis nol. 2. TARAF SIGNIFIKAN DAN TARAF KEPERCAYAAN (SIGNIFICANCE AND CONFIDENCE LEVEL) Taraf signifikan atau significance level adalah kesediaan dan keberanian peneliti untuk secara maksimal mengambil risiko kesalahan dalam menguji hipotesis. Peneliti berkesimpulan menolak hipotesis, padahal sesungguhnya hipotesis itu benar, sehingga kesimpulan tersebut adalah kesimpulan yang ditolak. Keberanian atau kesediaan peneliti 1B Netra, Statistik Inferensial, Surabaya: Usaha Nasional, him. 31-32. * Ibid, him. 30. 193 STATISTIK UNTUK PENGOLAHAN, HASIL PENELITIANY mengambil risiko kesalahan tersebut, beragam tarafnya. Besarnya taraf signifikansi dinyatakan dalam suatu bilangan persentase, umpamanya 50%, 10%, 5%, 1%, dan sebagainya. Dalam penelitian sosial, kelaziman menggunakan taraf signifikansi adalah sekitar 5% sampai dengan 1%. Maksudnya adalah apabila ada 100 kali peristiwa, maka kemungkinan penolakan terhadap hipotesis atau kemungkinan terjadi kesalahan adalah antara 5 sampai dengan 1 kali. Sedangkan dari hipotesis tersebut kita menerima 95%. Kalau kita menentukan taraf signifikansinya adalah 1%, maka kemungkinan penolakan tersebut adalah 1%, sedangkan kalau kita menentukan 5%, maka kemungkinan penolakannya adalah 5%, Misalnya di bidang komunikasi, kepada 100 orang anak sekolah dasar diputarkan film kekerasan sebanyak 2 kali dengan judul yang berbeda-beda. Kemudian setelah itu ditanyakan sikap mereka terhadap kekerasan, ternyata ada 5 orang anak yang mengatakan kekerasan sebagai tindakan yang salah. Pada setiap penelitian, taraf signifikansi 5% dan 1% digunakan sckaligus, dan taraf: signifikansi 5% biasanya ditetapkan lebih dulu. Artinya apabila ditentukan signifikansi 5% maka logikanya dari 100 kejadian, peneliti berspekulasi kesalahan terjadi pada 5 kejadian, sedangkan apabila ditentukan signifikansi 1% maka peneliti berspekulasi kesalahan terjadi pada 1 kejadian. Sebagai kelengkapan dari taraf signifikansi, maka digunakan istilah taraf kepercayaan. atau confidence level. Taraf kepercayaan adalah sisi balik dari taraf signifikansi. Jadi apabila taraf signifikansi 5%, maka taraf kepercayaannya adalah 95%, sedangkan apabila ditentukan taraf signifikansi 1% maka taraf kepercayaannya adalah 99%. Dalam berbagai engujian hasil penelitian, pengujian signifikansilah yang lazim digunakan sedangkan taraf kepercayaan tidak digunakan dengan logika yang dipahami. Apabila kedua taraf signifikansi tersebut digunakan, maka ada beberapa kemungkinan seperti dalam Tabel 18. Tape 18 HUBUNGAN TARAF SIGNIFIKANS! DAN HiPOTEsis ‘Taraf Signifikansi ] Maknanya 5% 1% | Tlicomta Hipotesis diterima | Kondisi ini dapat diterima Hipotesis ditolak | Hipotesis ditolak | Kondisi ini juga dapat diterima Hipotesis ditolak | Hipotesis diterima | Kondisi seperti ini dapat diterima Hipotesis diterima | Hipotesis ditolak Kondisi seperti ini tidak dapat diterima sebagai kebenaran Dalam suatu pengujian, apabila kejadian nomor 4 terjadi, maka ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan adalah: a. Melakukan penelitian ulang dengan sampel yang diperbesar dari ukuran sampel terdahulu. 'b. Merevisi instrumen penelitian yang digunakan. c. Mengombinasikan kedua tindakan di atas.? 3. NILAL KOEFISIEN KORELASI (COEFFICIENT OF CORRELATION) Istilah koefisien korelasi dikenal sebagai nilai hubungan atau korelasi antara dua atau lebih variabel yang diteliti. Nilai koefisien korelasi— sebagaimana juga taraf signifikansi — digunakan sebagai pedoman untuk menentukan suatu hipotesis dapat diterima atau ditolak dalam suatu penelitian. Nilai koefisien korelasi bergerak dari 02 1 atau 1 <0. Kalau dideskripsikan, nilai koefisien korelasi tersebar sebagaimana terlihat pada Tabel 19. ‘Tana 19 Nmat Kornsten* ‘Nilai Koefisien Penjelasannya + 0,20— ke atas ‘A very strong positive association (hubungan positif yang sangat kuat) +0,50— + 0,69 ‘A substantial positive association (hubungan positif yang mantap) +0,30— + 049 ‘A moderate positive association (hubungan postif yang sedang) +0,10—+ 0,29 ‘A low positive association (hubungan positif yang tak berarti) No association (tidak ada hubungan) ‘A negligible negative association (hubungan negatf tak berati) ‘A low negative asocition (hubungan negatif yang rendah) ‘A moderate negative association (hubungan negatif yang sedang) A substansial negative associarion (hubungan negatf yang mantap) 0,70 —~ ke bawah A very strong negative association (hubungan negatif yang sangat kuat) 4, PENGETESAN HIPOTESIS PENELITIAN Seperti ditulis pada bagian di atas bahwa hipotesis terdiri dari hipotesis tentang perbedaan dan hipotesis tentang korelasi. Persoalannya sekarang adalah bagaimana sebuah hipotesis dipandang layak ditolak atau diterima. Dalam arti kapan suatu perbedaan dipandang sebagai perbedaan yang berarti atau tidak, dan suatu korelasi dinilai sebagai korelasi yang bermakna atau tidak. * Ibid, hm. 40. * Lihat; Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format format Penelitian Kuantitatf-Kuealitatif, Surabaya: AUP, 2001. him, 212, 19S Dalam statistik, cara mengukur atau menilai hipotesis perbedaan atau hipotesis korelasi disebut dengan pengetesan hipotesis. a. Pengetesan Hipotesis Perbedaan Hipotesis perbedaan terdiri dari hipotesis perbedaan frekwensi atau jumlah dan. hipotesis tentang perbedaan sifat dan kemampuan. Ada dua kemungkinan apabila kita melakukan pengujian hipotesis perbedaan. Pertama, kemungkinan hasilnya adalah perbedaan yang memiliki arti. Perbedaan tersebut adalah betul-betul terjadi karena ada perbedaan, tidak saja terdapat pada sampel tetapi juga pada populasi. Perbedaan seperti ini disebut dengan signifikan. Kedua, kemungkinan diperoleh adalah ada perbedaan yang terjadi, tetapi tidak memiliki arti. Maksudnya, perbedaan tersebut terjadi hanya secara kebetulan terdapat pada sampel yang kita teliti, sedangkan perbedaan tersebut tidak dliketemukan pada populasinya. Perbedaan ini terjadi karena kesalahan dalam pengambilan sampel, Keadaan ini disebut dengan tidak signifikan, Berikut persoalannya adalah bagaimana kita tentukan suatu perbedaan yang kita temukan itu adalah signifikan atau tidak signifikan. Statistik memberi cara untuk menilai perbedaan tersebut dengan menggunakan teknik t-test dan teknik Chi Square. Cara me-nilainya dengan menguji harga “:” apabila menggunakan teknik t-tes atau harga “ apabila menggunakan teknik Chi Square. Pengujian harga “t” dan “y” dipergunakan angka batas penerimaan atau penolakan yang telah ditentukan dengan Tabel Nilai-nilai “t” atau Tabel Kurva Normal (untuk teknik t-tes) atau Tabel Nilai-nilai Chi Square (untuk teknik Chi Square). Cara pengujian kedua teknik di atas terdapat pada Tabel 20. Tape 20 Nuat“e” arau"y” 1. Hasil penelitian lebih atau sama besar dibandingkan dengan batas nilai yang cerdapat dalam tabel pengukuran. . Perbedaan tersebut berarti atau signifikan. . Hipotesis diterima. 2, Hasil penelitian lebih kecil bila diban- dingkan dengan batas nilai yang ter- dapat dalam tabel pengukuran, + Perbedaan tersebut tidak berarti atau tidak signifikan, . Hipotesis ditolak. b. Pengetesan Hipotesis Korelasi Di atas telah dijelaskan bahwa besar kecilnya nilai hubungan antara dua atau lebih variabel yang saling berpengaruh disebut dengan nilai koefisien korelasi. Apabila di dalam suatu penelitian yang mengukur korelasi, maka akan mendapatkan dua kemungkinan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 21. ‘Tape 21 Kewunoxinan Nitat Koeristen KORELAst Nilai Koefisien Korelasi Penjelasannya . Nilai koefisien korelasi yang diperoleh 1. Nilai koefisien korelasi sebesar itu tidak saja terdapat pada sampel yang diteliti, tetapi juga terdapat pada populasi penelitiannya. Oleh Karena itu, dikatakan bahwa koefisien korelasi tersebut adalah berarti atau signifikan, . Hipotesis diterima. pada suatu penelitian lebih besar atau sama besar dengan angka batas yang tercantum dalam tabel pengukuran. Yang diperoleh pada suatu penelitian . Nilai koefisien korelasi sebesar itu hanya kebetulan terdapat pada sampel yang diteliti dan tidak terdapat pada populasi penelitian. Oleh karena itu, dikatakan bahwa koefisien korelasi tersebut adalah tidak berarti atau tidak signifikan. 2. Hipotesis ditolak. lebih kecil dari angka batas yang terdapat dalam tabel, maka dikatakan bahwa koefisien korelasi tersebut tidak berarti atau tidak signifikan. Pembicaraan mengenai pengujian hipotesis korelasi, akan dibicarakan pada pembicara-an berikutnya. Berikut ini adalah logika-logika pengujian hipotesis dan penggunaan nilai tabel (NT). Dalam pengujian hipotesis peneliti sering dibingungkan dengan logika penarikan kesimpulan statistik yang lazim menggunakan logika matematik. Seperti umpamanya negatif-negatif = positif, negatif-positif = negatif. Sama seperti apabila Ho ditolak maka argumentasi hipotesis yang mengandung kata “tidak” ditolak. Kata tidak ditolak sama dengan kata “tidak”, tidak dibenarkan (tidak-tidak) atau artinya ya tidak terjadi seperti argumentasi Ho itu. Umpamanya Ho berbunyi “tidak ada hubungan antara harga dan permintaan”, maka apabila Ho tersebut ditolak, artinya ada hubungan antara harga dan permintaan. Sedangkan apabila Ho diterima maka argumentasi hipotesis yang mengandung kata “tidak” diterima. Kata “tidak” diterima, sama dengan kata “tidak” itu dibenar-kan, jadi argumentasi dengan menggunakan kata “tidak” benar adanya. Umpamanya seperti Ho di atas, maka penjelasannya, ya benar tidak ada hubungan antara harga dan permintaan. Perlu juga dijelaskan bahwa dalam pengujian statistik, nilai tabel (NT) yang di-buat sebagai kelengkapan rumus statistik oleh pembuat rumus statistik adalah suatu batas penolakan terhadap hipotesis Ho. Sehingga apabila nilai hitungan statistik (NH) telah melebihi nilai tabel (NT) maka artinya bahwa nilai hitung (NH) itu signifikan telah melampaui batas-batas penolakan Ho, dengan demikian maka Ho itu ditolak, begitu pula sebaliknya apabila nilai hitung (NH) belum melebihi nilai tabel (NT) maka artinya tidak signifikan, dengan demikian Ho diterima. Lihat gambar di bawah ini. Kasus A 65: iw 6454 Kesimpulan: Signifikan Ho ditolak Nilai Hitung — Nilai Tabel Kasus B 6547 Kesimpulan: TidakSignifikan 6498 Ho diterima Nilai Hitung Nilai Tabel Atau dengan penjelasan lain: Keadaan Pengujian Penjelasan Pengujian Nilai Hitung (NH) > Nilai Tabel (NT) | Signifikan = Ho ditolak [Nila Hitung (NH) < Nilai Tabel (NT) | Tidak Signifikan = Ho diterima + Ganar 30 ‘PENOLAKAN-PENERIMAAN Ho 5. PENGGUNAAN RUMUS-RUMUS STATISTIK INFERENSIAL DALAM PENGUJIAN HIPOTESIS . Seperti yang pernah disampaikan sebelumnya bahwa hipotesis terdiri dari: (1) Hipotesis perbedaan yaitu terdiri dari hipotesis perbedaan sifat dan kemampuan serta hipotesis perbedaan jumlah atau frekuensi, (2) Hipotesis hubungan, (3) Hipotesis korelasi. Berdasarkan hal tersebut maka rumus-rumus statistik yang dibahas di sini adalah yang berhubungan dengan pengujian-pengujian hipotesis tersebut. a, Statistik untuk Pengujian Hipotesis Perbedaan dan Hubungan Diatas telah dijelaskan bahwa hipotesis perbedaan ada dua macam, yaitu hipotesis, perbedaan sifat dan kemampuan serta hipotesis perbedaan jumlah atau frekuensi. Walaupun sama-sama hipotesis perbedaan, tetapi masing-masing memiliki perbedaan cksistensi sehingga diperlukan pembicaraan terpisah. 1) Teknik statistik pengujian hipotesis perbedaan sifat dan kemampuan Kasus-kasus perbedaan sifat dan kemampuan ini, sering kita temukan dalam betbagai penelitian lapangan (field research) maupun pada penelitian laboratoris. Penelitian la- pangan dan laboratoris sama-sama memiliki format yang relatif berbeda. Pada penelitian lapangan lebih banyak menggunakan format penelitian ekspos fakto, seperti penelitian deskriptif kuantitatif, Sedangkan penelitian laboratoris lebih banyak menggunakan format- format penelitian eksperimen. a) Pengujian hipotesis perbedaan sifat dan kenampuan pada penelitian Japangan Masalah yang dapat diuji dalam hipotesis perbedaan sifat dan kemampuan pada penelitian-penelitian jenis ini, misalnya adalah perbedaan antara dua atau lebih sampel terhadap variabel tertentu. Dalam masalah ini, contohnya, hasil sebuah penelitian diperoleh data bahwa sekelompok pendaki gunung asal Indonesia mampu berjalan sejauh 10 km dalam waktu 60 menit dan sekelompok pendaki gunung dari Afrika Selatan mampu berjalan. sejauh 10 km dalam waktu 50 menit. Jadi masalahnya, apakah ada perbedaan kemampuan antara kelompok pendaki gunung Indonesia dan Afrika Selatan dalam jarak tempuh 10 km. Masalah ini dapat dijawab dengan mencari rata-rata kedua kemampuan tersebut. Kemudian diuji dengan menggunakan teknik t. test. Pengujian hipotesis dengan menggunakan t. test dimaksud untuk menguji perbedaan dua rata-rata dari dua sampel pada suatu variabel. Dengan maksud untuk mengetahui apakah perbedaan yang terdapat pada dua sampel tersebut benar-benar meyakinkan atau karena semata-mata kesalahan dalam pengambilan sampel atau kesalahan menggunakan teknik sampling semata.’ ® Soethamarto ekk., Statistik Inferensial, Surabaya: IKIP Negeri Surabaya, 1989. Hal. 41-42. Rumus ¢. test adalah sebagai berikut: Mx~My t= — SDbM Keterangan: Mx + rata-rata dari sampel x My +: rata-rata dari sampel y SDBM : standar kesalahan perbedaan rata-rata Untuk menggunakan rumus tersebut, kita harus menggunakan rumus-rumus tambahan lainnya, yaitu untuk mencati standar kesalahan perbedaan rata-rata dan standar kesalahan rata-rata, Pencarian kedua standart kesalahan tersebut, masing-masing menggunakan rumus. Rumus standar kesalahan perbedaan rata-rata: SDbM = SD2Mx-+SD2My Keterangan: SD2Mx : Kuadrat standar kesalahan rata-rata dari sampel x. SD2My : Kuadrat standar kesalahan rata-rata dari sampel y. Rumus Standar Kesalahan Rata-rata: SD2 SD2Mx= atau N-1 SD2 SD2My= atau Untuk dapat membandingkan hasil perhitungan, rumus t. test dapat digunakan untuk menganalisis sampel kecil dan sampel besar. Sampel kecil yang dimaksud adalah sampel yang masing-masing terdiri dari jumlah individu kurang dari 30. Sedangkan, sampel besar adalah pethitungan pada sampel yang masing-masing terdiri dari 30 individu ke atas. Secara umum, langkah penggunaan rumus t. test adalah: ku Hitung SD2Mx dan SD2My seperti rumus di atas. Hitung SDbM seperti rumus di atas. Hitung t. test seperti rumus di atas. ‘Tentukan derajat kebebasan (df) dengan rumus: df = (Nx + Ny) ~2 Gunakan tabel nilai-nilait pada pengujian untuk sampel kecil dan tabel kurva normal pada pengujian untuk sampel besar. b) Pengujian hipotesis perbedaan sifat dan kemampuan pada penelitian eksperimen Pada dasarnya penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh suatu tindakan terhadap suatu variabel. Misalnya, sebuah penelitian. tentang efektivitas iklan televisi susu bayi bagi ibu-ibu pascamelahirkan 6 bulan; penelitian efektivitas model pemasaran dari pintu ke pintu untuk produk alat-alat rumah tangga pada ibu- ibu di pedesaan, dan sebagainya. Semua ini dapat menggunakan rancangan-rancangan penelitian eksperimen. Ada empat rancangan penelitian eksperimen yaitu Rancangan Simple Randomized, Rancangan Treatment by Level, Rancangan Treatment by Subject dan Rancangan Matched Subject. Karena keempat rancangan ini berbeda satu dengan lainnya, maka masing-masing memiliki rumus pengujian masing-masing sebagai berikut: ksl MI (1) Rancangan Simple Randomized Bentuk rumus: MIMI Eksl? + Eksll? (ul -1)+ Gl t= Keterangan: + nilai t. test yang dicari. + kelompok sampel I. : rata-rata dari sampel pertama. sll: kelompok sampel Il MIL; rata-rata dari sampel kedua, nl all + jumlah individu dalam sampel 1 + jumlah individu dalam sampel II. (2) Rancangan Treatment by Level Bentuk rumus: MI-MI ES) Keterangan: tr nilait, test yang dicari, MI: rata-rata dari sampel I dan Il. L_: jumlah level dari tiap-tiap sampel. ks : kelompok sampel. n_ : Jumlah individu dalam sampel. t= (3) Rancangan Treatment by Subject Bentuk rumus: Md Keterangan: Md : D dibagi N. D_ : Nilai tindakan I - Nilai tindakan II, N : Jumlah individu dalam sampel. t= Berdasarkan model rancangan eksperimen ini, maka rumus ini dipakai untuk menganalisis perbedaan yang terjadi pada sebuah penelitian eksperimen. Hanya perbedaan itu terjadi dalam sebuah sampel, bukan sepasang sampel yang dianalisis pada dua rancangan eksperimen terdahulu. Dengan kata lain, kita menguji efektivitas kemampuan suatu tindakan pada: sampel tertentu, Untuk memahami efektivitas tersebut, maka sampel harus diberikan pretest kemudian pretest, serta diukur perbedaan yang terjadi. Perbedaan ini merupakan ukuran, efektivitas materi yang diyjikan, (4) Rancangan Matched Subject Bentuk rumus: Keterangan: MI + rata-rata dari sampel pertama, MIT : rata-rata dari sampel kedua. N__: jumlah pasangan sampel. Apabila dalam rancangan eksperimen terdahulu yang dianalisis adalah sampel-sampel yang tidak berkorelasi, maka pada rancangan ini yang dianalisis adalah berhubungan dengan sampel-sampel yang berkolerasi, yaitu terdiri dari pasangan-pasangan individu (matched subject). 2) Teknik statistik untuk pengujian hipotesis perbedaan frekuensi Biasanya, pengujian hipotesis perbedaan frekuensi dapat dilakukan dengan Chi Kuadrat, yaitu untuk menguji apakah frekuensi yang terdapat pada masing-masing sampel berbeda secara signifikan atau hanya kesalahan pengambilan sampel. Beberapa kelebihan Chi Kuadrat, yaitu dapat digunakan untuk menganalisis lebih dari dua sampel. Rumus Chi Kuadrat, adalah: pe |Wcak Keterangan: x7: Chi kuadrac. f, + frekuensi yang diperoleh. f, + frekuensi yang diharapkan. ¥ : sigma. (a) Chi Kuadrat untuk Pengujian Dua Sampel Saat menggunakan Chi Kuadrat untuk pengujian dua sampel maka, dalam perhitungan nanti, perlu juga dicari nilai f, untuk setiap kasus, maka digunakan rumus sebagai berikut: 203 STATISTIK UNTUK PENGOI Keterangan: ~f, = sigma dari keseluruhan pilihan. ~f, = sigma dari keseluruhan pilihan. pada pilihan tertentu. ~-N = jumlah keseluruhan individu. Selain menghitung terlebih dulu nila f, juga diharuskan mencari derajat kebebasan. (dp), dengan rumus: df = (b-1) (k-1) Keterangan: b : aris k : kolom Baru kemudian nilai-nilai hitungan tersebut dimasukkan ke dalam rumus Chi Kuadrat dan diuji berdasarkan taraf signifikan yang dipakai serta nilai tabel yang tersedia. (b) Chi kuadrat untuk pengujian tiga sampel Perhitungan Chi Kuadrat untuk pengujian tiga sampel pada dasarnya sama dengan Pengujian untuk dua sampel, perbedaannya pada rumus mencari df, karena baris dan kolom yang berbeda. () Chi kuadrat untuk pengujian dengan df lebih dari 30 Pada penelitian tertentu kemungkinan kita menganalisis data dengan derajat kebebasan (df) yang melebihi 30, padahal tabel nilai-nilai Chi Kuadrat hanya terbatas sampai df 30, Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan rumus lain sebagai berikut: £ 2 (-f,)’ - \2@)=1 SD th Hasil perhitungan ini kemudian diuji dengan menggunakan tabel kurva normal. Rumus tersebut menggunakan tabel kerja seperti pada rumus Chi Kuadrat lainnya, Suatu 204 contoh hasil perhitungan tabel kerja pada rumus Chi Kuadrat diperoleh hasil sebagai berikut: Gf adalah 90,298 (data yang dicontohkan diperoleh dari f, Chi Kuadrat) Z = (260258) -{2(40)=1 = 160,596 - \79 = 13,4386 -8,8882 =4,550 Prosedur pengujian hipotesis rumus ini sama dengan yang dilakukan pada dua rumus sebelumnya di mana hast! perhitungan (NH) dikonversikan dengan nilai tabel (NT), kemudian baru ditarik kesimpulannya. b. Statistik untuk Pengetesan Hipotesis Korelasi Beberapa teknik statistik yang dapat digunakan untuk pengetesan hipotesis korelasi, yaitu teknik korelasi tunggal dan teknik korelasi jamak. Teknik korelasi tunggal yaitu digunakan pada penelitian yang bertujuan mencari korelasi antara dua variabel penelitian. Umpamanya penelitian tentang hubungan antara tingkat perkembangan usaha kecil dan kecenderungan menggunakan fasilitas perkreditan. Dalam penelitian tersebut terhadap korelasi tunggal yaitu korelasi tingkat perkembangan usaha dan kecenderungan menggunakan fasilitas kredit. Sedangkan teknik korelasi jamak digunakan untuk penelitian yang bertujuan mencari korelasi antara tiga atau lebih variabel. Seperti penelitian tentang kualitas kebijakan publik di sektor kesehatan terhadap perkembangan intelegensia, pertumbuhan tubuh dan perkembangan sosial anak balita. Atau penelitian tentang pengaruh tayangan seks dan kekerasan di televisi tethadap penyebab tingkat pelecehan seksual, perampasan, perkelahian pelajar dan penggunaan narkoba. Pada penelitian yang terakhir ini terdapat empat korelasi yang ingin dilihat yaitu: 20S ‘Tayangat dan Kekerasan 1 2 4 Pelecehan 7" Perkelahian Penggunaan Seksual rampasan Pelajar Narkoba Gawar 31 Koretast TAYANGAN SEKSUAL, KEKERASAN, DAN PENGARUHNYA 1. Teknik-teknik Korelasi Tunggal Dalam menganalisis perhitungan rumus-rumus statistik, selalu digunakan 1 atau 2 tabel data dan tabel kerja. Ragam tabel data dan tabel kerja disesuaikan dengan kebutuhan komponen rumus tersebut. Dengan demikian maka perhitungan analisis rumus-rumus tersebut hanya dilakukan dalam tabel itu. Beberapa teknik korelasi tunggal yang umumnya dapat digunakan dalam. penelitian adalah sebagai berikut, antara lain: a) Teknik Korelasi Product Moment Teknik Korelasi Product Moment adalah teknik korelasi tunggal yang digunakan untuk mencari koefisiensi korelasi antara data interval dan data interval lainnya. Teknik korelasi ini dapat digunakan dengan beberapa rumus; (1) rumus asli, (2) rumus singkat, dan (3) rumus mentah, 1) Penggunaan rumus asli Kalau kita memulai menganalisis data tersebut dengan menggunakan rumus di atas, maka terlebih dulu kita siapkan langkah-langkah: (a) _Hipotesis nol yang akan diuji. (6) Menyusun tabel kerja. ©) Memasukkan data pada rumus yang dipakai. (d) — Menguji nilai koefisien korelasi. (e) Menarik kesimpulan. Rumus asli Product Moment: ly wy = ———— N. SDx.. SDy Keterangan: a.tey = Koefisien korelasi Product Moment. b. ay = Jumlah hasil perkalian (product) dari x dan y. c.N = Jumlah individu dalam sampel. d, SDx = Standar Deviasi dari variabel X, e. SDy = Standar Deviasi dari variabel ¥. 2) Penggaenaan ramus singkat: zxy Ve" Jie’) Keterangan: ‘yxy=_ koefisien korelasi Product Moment x = hasil pengurangan antara X dan Mx ee) Y y= hasil pengurangan antara Y dan My (My = ) = sigma atau jumlah Hasil perhitungan dengan rumus singkat sama dengan perhitungan menggunakan, rumus sli, Kalaupun terdapat perbedaan, maka perbedaan tersebut amat kecil dan tidak: dapat dipertimbangkan. Namun, apabila hasil perhitungan rumus asl dan rumus singkat terdapat perbedaan yang mencolok, maka perlu dikorekst kembali, mana di antara kedua rumus tersebut yang salah hitung. Kesimpulan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus ini sama dengan rumus asli. 207 LAHAN, HASIL PENELITIAN, 3) Penggunaan rumus emgka mentah: N.EXY - (EX)(ZY) fy (2x) ax? oP Keterangan: yy = koefisien korelasi Product Moment. N jumlah individu dalam sampel, x = angka mentah untuk variabel X. Y = angka mentah untuk variabel Y. b) Teknik Korelasi Rank Order Rumus korelasi Rank Order yuang dikembangkan oleh Charles Spearman ini, digunakan untuk mencari koefisien korelasi antara data ordinal dan data ordinal lainnya, Namun Rank Order dapat digunakan untuk data interval, tetapi sebelumnya telah diubah menjadi data ordinal. Rumus ini hanya efektif menganalisis data penelitian untuk sampel kecil yang tidak lebih dari N 30. Rumus korelasi Rank Order: 6x N(N?-1) Keterangan: ‘yho = koefisien korelasi Rank Order. 1 = bilangan konstan. 6 = bilangan konstan. d= perbedaan antara pasangan jenjang. = sigma atau jumlah. N = jumlah individu dalam sampel. Langkah penggunaan rumus ini sama dengan yang ditempuh oleh rumus-rumus korelasi Product Moment. Namun dalam penggunaannya, rumus ini dibedakan antara; (1) penggunaannya untuk data ordinal, (2) untuk data interval yang telah diubah menjadi data ordinal, akan tetapi bentuk rumusnya tetap seperti itu, perbedaannya adalah pada tabel kerja yang digunakan. 208 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE c) Teknik Korelasi Contingency ‘Teknik korelasi ini, dapat digunakan untuk menganalisis data nominal dengan data nominal atau antara data nominal dan data ordinal. Rumus korelasi contingency adalah: x? x74N Keterangan: CC: koefisien korelasi contingency. chi square, Ns individu dalam sampel, Rumus tersebut di atas terkesan begitu singkat, namun, karena salah satu komponen- nya adalah X?, maka akhimnya rumus ini juga menggunakan tabel kerja seperti yang digunakan oleh Chi Square. Dengan menggunakan rumus tersebut, kita akan menganalisis data-data penelitian sebagai berikut: (1) Data nominal dengan data nominal Dari sebuah penelitian tentang “Korelasi jenis kelamin dan pemilihan warna kendaraan bermotor terhadap 400 mahasiswa di Surabaya”, dibuat hipotesis: “Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan pemilihan warna kendaraan bermotor dari sekelompok mahasiswa di Surabaya”. Menghitung rumus ini, terlebih dulu dicari X?, Langkah selanjutnya adalah menghitung X? dengan rumus: Gh? X=z[——_] f, Untuk mencari f,, digunakan rumus sebagai berikut: f CHT) N Keterangan: Lf, : sigma dari keseluruhan pilihan laki. © f, : sigma dari keseluruhan pilihan laki dan perempuan pada pilihan tertentu. N__ : jumlah keseluruhan individu. Dalam pengetesan hipotesis korelasi dengan menggunakan teknik Contingency ini, faktor yang diuji bukanlah koefisien korelasi yang diperoleh (umpamanya 0,271) pada Perhitungan tersebut, Diuji adalah nilai X? (umpamanya 31,9) pada rumus di atas, Dalam hal ini memang agak berbeda dengan rumus-rumus korelasi lainnya. Nilai CC yang diperoleh digunakan untuk mengetahui besar kecilnya koefisien korelasi antara dua sejala yang diteliti, Sedangkan untuk mengetahui signifikansi atau tidak nilai koefisien korelasi tersebut, maka yang diuji adalah nilai X? yang diperoleh. Jadi, apabila dalam pengujian nilai X? diperoleh kesimpulan nilai X? adalah. signifikan, maka nilai CC adalah signifikan, begitu pula sebaliknya. Kalau kita akan menguji X?, maka pada seperti penggunaan teknik Chi Square pada pengujian hipotesis perbedaan, bahwa terlebih dulu menentukan derajat kebebasan (df) dan taraf signifikansi yang kita pakai untuk menentukan batas penolakan hipotesis nol. Umpamanya dalam penelitian ini derajat kebebasannya dua yaitu diperoleh dengan rumus: df= (r~1) (c-1) Keterangan: f : derajat kebebasan. 7: kategori variabel pertama. ¢ + kategori kedua, (2) Data nominal dan data ordinal, Penggunaan teknik Contingency pada data nominal dan data ordinal, sama dengan menggunakannya pada data nominal dengan data nominal, walaupun pada kasus tertentu tabel kerjanya berbeda. d) Teknik Korelasi Tetrachoric Teknik korelasi ini dipakai untuk menganalisis data kontinum dan data kontinum Yang dikotomis sehingga data itu menampakkan sebagai gejala nominal. Misalnya data tentang tinggi badan adalah data kontinum, tetapi kalau data tersebut kita bagi menjadi dua Yaitu tinggi dan tidak tinggi yang dipisahkan berdasarkan angka rata-rata yang diperoleh, maka data ini menampakkan pada gejala data nominal, Hal tersebut karena ada dua Kategori, yaitu orang yang tinggi dan orang yang pendek. Begitu juga dengan kecepatan ‘ari, ada orang yang dapat berlari menempuh jarak 100 meter dengan kecepatan 10 detik, 1 detik, 12 detik, dan seterusnya, Hal ini menunjukkan pada gejala kontinum. Dengan demikian, kecepatan lari adalah data kontinum, Namun, kalau orang-orang yang berlari itu dibatasi hanya 300 orang, maka mudah menentukan rata-rata kecepatan berlarinya, Dengan mengetahui rata-rata kecepatan berlari, maka kita dapat membagi kecepatan berlar tersebut ke dalam dua kategori, yaitu yang berlari cepat dan yang berlari tidak cepat, Kalau dibagi demikian, maka data kontinum tersebut menunjukkan gejala nominal. Gejala 210 Ea seperti inilah yang dianalisis dengan menggunakan teknik analisis Tetrachoric, Berdasarkan_ penjelasan tersebut, maka rumus ini dipakai apabila data yang kita peroleh menunjukkan gejala: 1. Data tersebut adalah data kontinum yang dikotomis. 2. Data tersebut memiliki ciri-ciri kurva normal sehingga mudah dicari rata- ratanya. Rumus Tetrachoric adalah: be ad 1 atau Keterangan: yt i koefisien korelasi Tetrachoric. a, b, c,d: frekuensi dari sel I, 11, III, dan IV. be ad Penggunaan —— apabila bc lebih besar dari ad. Sedangkan penggunaan —— ad be apabila ad lebih besar dari b. Model analisis teknik korelasi Tetrachoric tidak menggunakan tabel kerja. Tetrachoric hanya digunakan tabel data. Persoalan yang agak rumit adalah pada pengetesan signifikansi. Sebagaimana pada CC yang menggunakan pengujian tidak langsung atau dua kali pengujian hipotesis, yaitu melihat signifikansi dengan menggunakan X? sekaligus juga nilai CC, sedangkan nilai CC itu sendiri hanya digunakan untuk melihat tingkat koefisien korelasi. Begitu pula pada Tetrachoric, digunakan untuk menguji dua macam koefisien korelasi, tetapi perhitungan koefisien korelasi Tetrachoric berdasarkan suatu estimasi yang diperkirakan mendekati koefisien korelasi Product Moment. Oleh karenanya, pada tabel nilai koefisien. korelasi terdapat dua macam koefisien korelasi. Pertama bilangan yang menunjukkan besarnya koefisien korelasi Tetrachoric yang diperoleh dengan estimasi berdasarkan metode kosinus K. Pearson, sedangkan yang kedua adalah bilangan Product Moment. Pada pethitungan Tetrachoric, pertama untuk menemukan besar koefisien korelasi ‘TTetrachoric berdasarkan rumusnya. Selanjutnya kita membuka tabel nilai-nilai Tetrachoric untuk melihat besarnya koefisien korelasi Product Moment pada tabel tersebut. Kemudian yang diuji signifikansinya adalah nilai koefisien korelasi Product Moment tersebut. Sebagai- mana biasanya bahwa pengujian korelasi Product Moment harus menggunakan tabel nilai- nilai Product Moment. 1B Netra, Op.cit, hm. 220. 211 STATISTIK UNTUK PENGOLAHAN, HASIL PENELITIAN, Kesimpulannya bahwa nilai Tétrachoric yang diperoleh pada data pethitungan dengan rumus 7, hanya berguna untuk mencari padanannya pada nilai Product Moment (sy) dalam tabel nilai-nilai Tetrachoric. Berdasarkan bilangan padanan ini, kemudian digunakan untuk mengukur xy dengan menggunakan tabel nilai-nilai Product Moment. 2. Teknik Korelasi Jamak a) Teknik Korelasi Serial Sama seperti teknik korelasi Contingency, teknik korelasi Serial juga digunakan untuk mencari koefisien korelasi antara dua data ordinal dan data interval. Ada perbedaan_ yang mencolok dari teknik ini dengan teknik-teknik korelasi lainnya bahwa teknik korelasi Serial ini berbentuk macam-macam berdasarkan struktur data yang dihadapi. Oleh karena itu, nantinya teknik korelasi Serial ini terdiri dari teknik korelasi Biserial, dan korelasi Multiserial yaitu terdiri dari korelasi Triserial, atau korelasi Quartoserial. Bentuk yang lain juga dapat terjadi, tetapi gejala ordinal yang melebihi empat jenjang, jarang dijumpai. Misalnya, kita akan menganalisis data penelitian tentang “Korelasi antara kecantikan/ ketampanan seseorang dan banyak sedikitnya dia memperoleh teman di sebuah fakultas”, Kecantikan/ketampanan adalah gejala ordinal sedangkan banyak sedikitnya seseorang memperoleh teman dapat dibuat menjadi data interval. Ide penelitian ini diangkat dari asumsi bahwa manusia menyenangi segala sesuatu yang indah, cantik, tampan. Namun pada kenyataannya bahwa ada orang yang tidak memiliki kecantikan dan ketampanan, tetapi banyak memiliki teman dan sebaliknya. Oleh karena itu, bagaimana hubungan antara kedua gejala ini. Kalau kecantikan dan ketampanan kita bagi menjadi dua, yaitu cantik/tampan dan tidak cantik/tampan, maka teknik korelasi Serial yang dipakai adalah teknik korelasi Biserial. Apabila kecantikan/ketampanan dibagi menjadi tiga; cantik/tampan, kurang cantik/tampan dan tidak cantik, maka teknik korelasi Multiserial dipakai untuk analisis korelasi Tiserial. Begitu pula selanjutnya apabila kecantikan/ketampanan dibagi menjadi empat jenjang, yaitu sangat cantik/tampan, cantik/tampan, kurang cantik/tampan, dan tidak cantik/tampan, teknik korelasi Multiserial dipakai untuk analisis korelasi Quartoserial. (1) Rumus teknik korelasi Biserial = Mi=Mu [= S— SDtot Lo Keterangan: ys: Koefisien korelasi Biserial. M, M, + Masing-masing angka rata-rata (mean) dari subsampel I dan subsampel II. 212 METOPOLOG! PENELITIAN KY SDtot _: Standar deviasi dari variabel yang diselidiki. p + Proporsi segmen dalam sampel. ° : Tinggi ordinat yang memisahkan segmen yang satu dengan segmen yang lain. Sebagaimana beberapa rumus korelasi lainnya, teknik korelasi Bi pengetesannya juga dilakukan secara tidak langsung. Dalam arti, yang di koefisien korelasi Biserial, tetapi faktor lain yaitu nilai “t”. Dengan demikian, hasil pethitungan korelasi Biserial ditransformasikan ke dalam nilai “t” dengan menggunakan, rumus: Keterangan: t — :nilai t yang akan dicari. O : tinggi ordinat yang memisahkan segmen yang satu dengan lainnya. P__: proporsi segmen dalam sampel. q :i-p. ‘ybs : koefisien korelasi Biserial. N_ : jumlah seluruh individu dalam sampel. 2 :bilangan konstan, Seperti teknik-teknik korelasi lainnya, Biserial menggunakan tabel data dan tabel kerja sehingga memudahkan penggunaan rumus ini. Walaupun pengetesan korelasi Biserial ini dilakukan melalui dua tahap. Yaitu tahap pencarian koefisien korelasi Biserial dan tahap pencarian nilai t. Sebelum nilai ¢ diuji, diharuskan menetapkan besarnya derajat kebebasan (df) yang dipakai. Kemudian barulah dilakukan pengambilan kesimpulan. Banyak pendapat mengatakan bahwa teknik korelasi Biserial adalah sangat teliti dalam pengujian korelasi, tetapi teknik ini hanya efektif digunakan pada penelitian dengan menggunakan sampel kecil untuk menganalisis data ordinal yang hanya dibagi menjadi dua kategori, Sedangkan data interval yang dianalisis dapat berbentuk distribusi bergolong ataupun distribusi tunggal. Khusus mengenai data interval ini, terutama pada perbedaan distribusi tunggal atau bergolong, penggunaannya disesuaikan dengan prosedur data interval. Contoh aplikasinya adalah kita akan menganalisis data penelitian “Hubungan antara kecantikan dan banyaknya seseorang memperoleh teman dati 30 orang mahasiswa di Surabaya”, Cara pengambilan kesimpulan hasil perhitungan tersebut dilakukan setelah derajat kebebasan telah diketahui dengan rumus: f= N,-1) + (N,-1) =N-2 0-2 = 28 Dengan demikian, apabila digunakan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (df) 28 (umpamanya), maka besar angka batas penolakan hipotesis nol pada tabel nilai-nilai € (adalah 2,048 umpamanya). Kalau diyji dengan nilai t yang diperoleh dari penelitian adalah umpamanya 3,17, maka disimpulkan bahwa kenyataan menunjukkan bahwa nilai ¢ yang diperoleh dalam penelitian telah melebihi nilai batas penolakan hipotesis nol, Artinya, baik nilai t maupun nilai rbs adalah signifikan. Dengan demikian, hipotesis nol ditolak. Maksudnya, sebenarnya ada hubungan antara kecantikan seseorang dan banyak sedikitnya seseorang memperoleh teman. (2) Rumus teknik korelasi Multiserial = {(O,-Oh) M] (0-0,? SDtot E a 7 Keterangan: yms: Koefisien korelasi serial, O, + Ordinat yang lebih rendah, O, + Ordinat yang lebih tinggi. M_— : Angka rata-rata dari tiap-tiap distribusi skor. SDtot : Deviasi standar total, ialah SD dari variabel yang diselidiki. P _; Proporsi segmen dalam sampel. Penggunaan rumus teknik korelasi Multiserial ini tidak berbeda dengan rumus teknik korelasi Biserial. Multiserial juga sama membutuhkan dua tabel yaitu data dan tabel kerja. Hanya karena komponen yang dibahas dalam rumus ini lebih banyak dari rumus teknik korelasi Biserial, maka tabel kerja Multiserial berbentuk beberapa macam berdasarkan kebutuhan, di samping itu kesannya bahwa teknik korelasi Multiserial menggunakan tiga tahap pengoreksian. Tahap pertama, mencari nilai 'yms yaitu koefisien korelasi Multiserial. Tahap kedua, nilai yms ditransformasikan ke dalam rumus ‘ych, karena dianggap bahwa nilai yms terlalu tinggi bila dibandingkan dengan koefisien korelasi 214 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE. Product Moment. Tahap ketiga, perhitungan rumus ych, dikoreksi dengan tabel katomisasi (Geperti pada lampiran), karena nilai'ych dianggap terlalu rendah dari koefisien korelasi Product Moment, (keterangan penggunaan jms dan ych dijelaskan pada halaman-halaman berikutnya.) Sebagaimana teknik korelasi Bisetial teknik korelasi Multiserial lebih efektif pada sampel-sampel kecil. Hanya saja kalau Biserial menggunakan derajat kekebasan (df), maka Multiserial tidak menggunakannya. Kita coba menggunakan rumus ini dalam. penelitian. Misalnya menganalisis data “Penelitian Hubungan Tingkat Partisipasi ‘Anggota Koperasi Unit Desa dalam Program Latihan Manajemen Koperasi dan Nilai ‘Akhir yang Diperoleh Pada Latihan Tersebut”. Data yang akan dianalisis terdapat pada Tabel 22. Tass. 22 ‘PENELITIAN HusunGaN Tinokar Parrisipast ANGcoTa Koperast Untr Desa Papa ProcraM LaTiHAN MANAJEMEN KOPERASI DAN NILAI AKHIR YANG ‘Direnouen Papa LaTtHAN TERSEBUT ‘Tingkat Partisipasi Nilai Akhir (X) f fx. 2 1 3 4 4 10 40 3 7 u ont z 5 10 1 Jumlah 4 3 12 Fi 3 5 15 Kurang Aktif 3 A a 1 4 4 Juma = 16 39 4 0 0 3 0 0 ‘Tidak Akeif A 3 é 1 5 5 Jomlah = 8 Wl “Toral = 46 Ta Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah, “Tidak ada hubungan antara tingkat Partisipasi anggota Koperasi “Maju Makmur” dalam latihan reparasi komputer dan nilai akhir yang diperoleh dalam latihan tersebut”, Sebagaimana rumus tersebut, maka ada tiga komponen perhitungan yang harus diselesaikan lebih awal sebelum perhitungan rumus. teknik korelasi Multiserial dilakukan. Masing-masing komponen dimaksud adalah: a) {(O,-O,)M] dan @-0) a pb Penghitungan kedua komponen di atas menggunakan tabel kerja (Tabel 23). Tabet 23 Pexcantan Komponen (a) DaN (b) Tingkat 7 ; Partisipasi | N | P | © | Q,-0) (0-0)? | ,-0,)* | M | (0,-o)M 1 2/3] 4 3 6 7 8 9 ; = Akt 2 Joas} — | 03981 | onse7s | 033073 | 3,3 | 1.27501 0.39844] Kurang Aktif} 16 | 0,35) — -0,14539 0,02114 0,0604 24 -0,34894 10,25305} ‘Tidak Aktif 8 4017 -0,25305 0,06403 0.37665 14 0.35427 0 Jumlah 6 | — = =- 0,76778 - = 05718 216 METODOLOG! PENELITIAN, KUANTITATIE (3) SDtot SDtot dimaksud adalah Deviasi Standar total, yaitu SD dari variabel yang diteliti. ‘SDtot ini diperoleh dengan menggunakan rumus kerja sebagai berikut: ‘Tape. 24 ‘PENCARIAN KOMPONEN (c) ‘Tingkat Partisipasi x f fx x fx? 1 z2f3[4{[s5|6 + | 0 Ags Pals i | ol o Torah — [2 TT 3 3 Kurang Akt cal ii 4 Tuma — [16 + [0 ‘ 3] 0 “Tak Akuif Aas [is |-__—- Teal Per 46 Keterangan: Untuk mengisi kolom (5), maka harus dicari rata-rata terlebih dulu, Dalam perhitungan ini, rata-rata adalah 2,6. Kemudian masing-masing X atau x,, x, dan seterusnya dikurangi dengan rata-rata tersebut. Setelah pencarian komponen-komponen selesai dilaksanakan, kemudian kita embali ke rumus teknik korelasi Multiserial. Masukkanlah hasil perhitungan komponen- Komponen tersebut ke dalam rumus: Perhitungannya adalah: 0,5718 (54,79) (0,76778) 0,5718 42,07 = 0,014 Hasil perhitungan ini harus dikoreksi dengan rumus ych, karena dipandang bahwa nilai tersebut terlalu tinggi bila dibandingkan dengan koefisien korelasi Product Moment, Rumus yeh dimaksud adalah: (-o, Te Ms = > Keterangan: Yeh + koefisien korelasi yang harus dikoreksi karena penggolongan secara kasar. ‘ys : koefisien korelasi Multiserial. O, : ordinat yang lebih rendah. ,, + ordinat yang lebih tinggi. P+ proporsi segmen dalam sampel. Kalau kita kembali pada tabel kerja pencarian komponen (a) dan (b) kolom 7, maka perhitungan ych adalah: Yop, = 9014Y0,76778 = 0,014 x 0,876 =0,01 Hasil perhitungan ini, harus dikoreksi dengan menggunakan tabel faktor koreksi untuk penggolongan secara kasar. Cara menggunakan tabel faktor koreksi untuk penggolongan secara kasar adalah: (1) Berpedoman pada nilai ‘ych yang kita dapatkan. pada perhitungan, dalam hal ini adalah 0,01; (2) Kalau analisis data kita adalah analisis terhadap tiga kategori (aktif, kurang aktif, dan tidak aktif), maka selanjutnya lihat kolom atau baris kategori tiga. Tariklah garis sejajar dan tegak lurus sehingga sampai pada suatu titik, angka itulah yang menjadi angka koreksi. Dalam kasus ini bilangannya adalah 1,112. Bilangan ini kemudian dikalikan dengan bilangan ych yang diperoleh, sehingga menjadi: 218 METODOLOG!,PENELITIAN KUANTITATEE 1,112 x0,01 = 0,011 Bilangan 0,011 yang kemudian diuji dengan tabel nilai Product Moment. Selanjutnya bilangan ych dianggap sebagai bilangan yxy = 0,011. Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% dan N = 46, diketemukan angka batas penolakan hipotesis nol dalam. tabel adalah 0,291. Ternyata nilai yxy yang diperoleh dari perhitungan hasil penelitian hanya sebesar 0,011. Berarti bahwa yxy berada jauh di bawah garis penolakan hipotesis nol. Berarti pula bahwa nilai yxy atau ych adalah tidak signifikan. Kalau tidak signifikan, maka hipotesis nol diterima. Kesimpulannya, dengan menggunakan taraf signifikan 5%, maka hipotesis pada penelitian. iniditerima. Artinya, memang ada hubungan antara tingkat partisipasi anggota koperasi dalam program latihan manajemen koperasi dan nilai akhir yang diperoleh pada latihan tersebut”. Maksudnya, bagi mereka yang tingkat partisipasi dalam latihan tinggi, kemungkinan nilai akhir yang diperolehnya juga akan tinggi. b) Teknik Korelasi Point Serial ‘Teknik korelasi Point Serial sebenarnya tidak jauh berbeda dengan teknik korelasi Serial. Oleh karena itu, rumus-rumus maupun tabel yang dipakai pada teknik korelasi Point Serial tidak jauh berbeda dengan yang dipakai pada teknik korelasi Serial. Perbedaan yang menonjol dari kedua teknik ini adalah, kalau teknik korelasi Serial adalah untuk menganalisis data ordinal dan data interval, sedangkan teknik korelasi Point Serial untuk menganalisis data nominal dan data interval. Begitu pula pada penggunaan derajat kebebasan (df), Kalau pada teknik korelasi Serial, hanya teknik korelasi Biserial yang menggunakan df, sedangkan teknik korelasi Multiserial tidak menggunakannya. Namun pada teknik korelasi Point Serial, baik korelasi Point Biserial maupun korelasi Point Multiserial, sama menggunakan df. Kesan lain juga sebagai perbedaan, adalah rumus teknik korelasi Multiserial yang begitu panjang dengan sekian banyak tahap pengecekan, tidak ditemukan pada teknik korelasi Point Multiserial. Masalahnya sama saja dengan teknik analisis Serial, yaitu apabila yang dianalisis adalah data nominal yang dibedakan dalam dua golongan, maka teknik ini dinamakan teknik analisis Point Biserial. Sedangkan apabila data nominal dibedakan lebih dari dua, maka dinamakan teknik analisis Point Multiserial. Teknik analisis yang terakhir ini dapat untuk menganalisis data nominal yang dibedakan menjadi tiga kategori, dinamakan Point Treeserial atau yang dibedakan menjadi empat kategori, dinamakan Point Quartoserial. Bahkan dapat lebih dari empat, lima, dan seterusnya. Namun, karena rumus yang dipakai adalah sama, maka dinamakan dengan teknik korelasi Point Multiserial. (1) Teknik korelasi Point Biserial ‘Teknik ini dipakai untuk menganalisis korelasi data nominal dan interval, tetapi data nominal dibagi menjadi dua kategori. Sedangkan data interval dapat berbentuk. 219 distribusi tunggal maupun distribusi bergolong, Perbedaan penggunaan data interval— distribusi bergolong atau distribusi tunggal — disesuaikan dengan prosedur penggunaan data interval. Rumus teknik korelasi Point Biserial: M -M seve "hes SDor Keterangan: ybs _: koefisien korelasi Point Biserial. M, M,, _: masing-masing angka rata-rata dari subsampel I dan subsampel Il. SDiot _: Standardeviasi dati variabel yang diselidiki, Pp : proporsi segmen dalam sampel. q + ordinat yang memisahkan segmen yang satu dengan segmen yang lain. Langkah penggunaan rumus ini antara lain setelah data dan tabel kerja tersedia yaitu dimulai dengan mencari masing-masing komponen dari rumus ‘ypbs. a) Mencari M, dan M,, dalam hal ini adalah: ye N XX M, = —— b) Mencari SDtot dalam hal ini adalah: SDtot ©) Mencari VP4, Penghitungannya sebagai berikut: 220 METOROLOG! PENELITIAN KUANTITATIE, Jaa, Va Hasil perhitungan masing-masing komponen tersebut dimasukkan ke dalam rumus ypbs sebagai berikut: M,-M, "obs =~ Sdrax V4 Umpamanya hasil pengujian nilai t yang diperoleh sebesar 0,0190, terlebih dulu harus ditentukan derajat kebebasan (df) dengan rumus: df = N-2 dengan demikian, df = 30-2 = 28 (umpamanya) Pada tabel nilai c, dengan taraf signifikan 5% dan df 28, maka nilait yang ditemukan_ adalah 2,048 sebagai angka batas penolakan hipotesis nol. Berdasarkan hal tersebut, maka nilai t dalam hal ini juga berlaku pada ypbs dan tidak melampaui angka batas penolakan hipotesis nol, dengan demikian, korelasi pada penelitian ini adalah tidak signifikan, juga berarti bahwa hipotesis nol diterima. (2) Teknik korelasi Point Multiserial “Teknik ini dipakai untuk menganalisis korelasi data nominal dan interval, tetapi data nominal dibagi menjadi tiga kategori. Sedangkan data interval dapat berbentuk distribusi tunggal maupun distribusi bergolong. Perbedaan penggunaan data interval— distribusi bergolong atau distribusi tunggal—disesuaikan dengan prosedur penggunaan data interval, Bentuk rumus teknik korelasi Point Multiserial adalah: =1(0,-0,)M) Keterangan: ypms — : koefisien korelasi Point Multiserial. O! _ :ordinat yang lebih rendah. Oh __: ordinat yang lebih tinggi. M :angka rata-rata dari tiap-tiap distribusi skor. 221 STATISTIK UNTUK PENGOLAHAN, HASIL, PENELITIAN SDtot _: standar deviasi total, ialah SD variabel yang diselidiki. P + proporsi segmen dalam sampel. ‘Umpamanya kita uji hipotesis penelitian, “Tidak ada hubungan antara jenis pendidikan tingkat atas dan tingkat kreativitas yang dimiliki”. Sebagaimana yang diketahui dari rumus ypms, maka komponen yang harus diketahui lebih awal sebelum perhitungan secara keseluruhan dilakukan adalah: a) ((Q,-O,)M] dan (Q.-9) | pb ) SDtot b) Untuk memperoleh komponen (a) dan (b), maka digunakan tabel kerja seperti yang dapat dilihat pada Tabel 25. ‘Tapet 25 PENCARIAN KOMPONEN (a) DAN (b) 04721 0.37746 1.23544 0.00171 0.00543 | 2,94] 0.12165 0.11716 083478 0404 | 243 0.7868 [| — [2.18887 Keterangan: Total jumlah pada kolom 7 adalah yang dimaksud dengan komponen (a) sedangkan, total jumlah pada kolom 8 adalah komponen (b).. Sekarang kita tinggal menghitung komponen (c) atau SDtot. Untuk mengetahui komponen (c), maka perhitungan harus menggunakan tabel kerja lain yaitu Tabel 26, 222 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE Tana 26 ENcARIAN KOMPONEN (e) Pendidikan SLTA Lee f ‘X | £xe 7 ry 0 10 SMA 3 7 a 6 2 5 10 20 1 0 0 0 Jumlah = 2D 7 mS 4 3 2 8 SMEA 3 5 15 45 2 4 8 16 I 4 4 4 Jumlah od 16 39 M3 4 8 x 123 ‘SMEA 3 5 Ps 45 2 3 6 na 1 2 2 2 Jumlah - 18 53 187 ‘Total _ 56 _L 163, 543 Rumus SDtot yang dipakai adalah: SDtot = fx - [2] N LN z SDtot = 343 [Z| 56 | 56 SDtot = 9,696 - 8,468 SDtot = y1,228 = 1,108 Setelah komponen-komponen yang dicari telah ditemukan, kemudian memasukkan data-data tersebut pada rumus ypms, sebagai berikut: SDroty 2” _ 21887 "ms ~ 108 J0,7868 __2,188887 ~ 1,108 x0,887 = 2,227 5 0,98279 Untuk menguji nilai t, maka terlebih dulu ditentukan df. Pada perhitungan ini, df adalah: df =N-2 = 56-2 = 54 Kalau kita menggunakan derajat kebebasan 5% dan df54, maka batas nilai penolakan hipotesis nol pada tabel nilai-nilai t adalah 1,960. Sebenarnya dalam tabel nilai-nilai t, tidak ditemukan df 54, tetapi kita menggunakan df 60, dengan asumsi lebih mendekati 54, Berdasarkan perhitungan nilai ypms yang diperoleh melebihi angka batas penolakan hipotesis nol dalam tabel, nilai t atau ypms pada penelitian ini adalah signifikan. Berarti pula bahwa hipotesis nol ditolak. Karena hipotesis ditolak, maka kesimpulannya “Benar tidak ada hubungan antara jenis pendidikan tingkat atas dan tingkat kreativitas yang mereka miliki”. Hal ini juga sebagaimana yang dirumuskan dalam hipotesis nol. c) — Teknik-teknik Yulis'Q Seperti yang pernah dijelaskan pada awal pembahasan teknik-teknik korelasi ini bahwa dalam pengujian korelasi, ada dua golongan besar teknik pengujian korelasi. Golongan pertama disebut dengan teknik-teknik tunggal, yaitu yang dipakai untuk menganalisis dua variabel. Golongan kedua adalah teknik korelasi jamak, yaitu yang dipakai untuk menganalisis korelasi-korelasi di antara tiga atau lebih variabel. Dalam statistik, untuk menguji korelasi jamak, antara lain digunakan teknik pengujian Yulis'Q. Misalnya, pada suatu penelitian, tentang kenakalan anak. Apakah kenakalan anak tersebut disebabkan oleh tingkat keutuhan keluarga, karena lingkungan sosial dan keadaan ekonomi, atau bahkan karena tingkat pendidikan keluarga, Untuk menganalisis ATIE adanya korelasi faktor-faktor tersebut terhadap kenakalan anak, maka tidak dapat dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik korelasi tunggal seperti yang telah dibicarakan. Oleh karena itu harus digunakan Yulis'Q, sebagai teknik pengujian korelasi yang mampu menganalisis tidak saja korelasi tunggal pada dua variabel tetapi sekaligus beberapa korelasi dalam tiga, empat, atau lebih variabel. Yulis'Q adalah teknik statistik yang tidak hanya dapat digunakan untuk menemukan signifikansi suatu hubungan, tetapi juga dapat dipakai untuk mencari besar kecil koefisien korelasi suatu hubungan. Untuk memberi contoh penggunaan Yulis'Q, maka akan disimulasikan penggunaan rumus ini untuk dua variabel dan tiga variabel, sedangkan untuk empat variabel atau lebih dapat dilakukan berdasarkan penggunaan Yulis'Q untuk, pengujian tiga variabel. Dalam pengujian, Yulis’Q akan mengategorikan variabel secara dikotomi. Artinya variabel yang akan diuji korelasinya, akan dibagi menjadi dua kategori. Kategori X dan kategori not X. Begitu pula kategori Y, akan dibagi menjadi Y dan not y. Seperti juga rumus-rumus korelasi lainnya, langkah penggunaan rumus ini dimulai dari mempersiapkan data yang akan dianalisis, menentukan hipotesis, mempersiapkan tabel pengolahan data, memasukkan data ke dalam rumus serta menghitungnya dan terakhir menguji nilai Yulis’Q dengan Konvensi Nilai-nilai Q. a. Yulis'Q untuk Pengujian Korelasi Dua Variabel Penggunaan Yulis'Q untuk pengujian dua variabel, sama dengan rumus-rumus teknik korelasi tunggal. Namun untuk lebih tuntas pembahasan Yulis(Q, ada baiknya dicontohkan penggunaan Yilis(Q untuk dua variabel. Dengan demikian, Yilis(Q dapat digunakan pada pengujian korelasi tunggal maupun korelast jamak. Rumus Yulis(Q Dua Variabel adalah sebagai berikut: (BxC) -(AxD) (BxC) + (AxD) Keterangan: -Qy ilai Yulis'Q yang dicari. ~ A,B,C, dan D : bilangan yang diperoleh dalam kotak A, B, C, dan D. STATISTIK UNTUK PENGOLAH, Oleh karena variabel yang diujikan dikategorikan menjadi dua, maka kalau menguji korelasi dua variabel, pengujiannya menggunakan tabel empat sel, pada Tabel 27. ‘Tae. 27 ‘Kotak Empat Set uNTUK PeNcuyiaN DuA VARIABEL wy Not X Jumiah Misalnya pada suatu penelitian tentang “Hubungan antara tingkat kecerdasan. anak dan kenakalan anak di Surabaya”, Hipotesis nolnya adalah “Tidak ada hubungan antara kecerdasan anak dan kenakalan anak di Surabaya’. ‘Tapet 28 PeNeLITIAN HusuNcaN ANTARA TINGKAT EKONOMI KELUARGA DAN KENAKALAN ANAK Kenakalan Anak ‘ A Kecerdasan anak tinggi 125 [B 5 Kecerdasan anak rendah_ Cc Jumlah [asc 2 [B+ Data tersebut dipindahkan ke dalam rumus Yulis‘Q sehingga cara menghitungnya adalah: (BxC)-(Ax D) (BxC)+(AxD) (75 x 115) - (125 x 85) (75 x 115) + (125 x85) 8625 — 10625 8625 + 10625 2000 = =-0,10 19250 226 Hasil perhitungan ini diuji dengan kriteria pada Tabel Konvensi Nilai-nilai Q (lihat pada awal pembicaraan bab ini). Menurut tabel tersebut, bahwa angka -0,10 yang diperoleh dari pethitungan tersebut menunjukkan pada hubungan negatif yang rendah (a law negative association). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa korelasi yang ditemukan dalam penelitian ini tidak signifikan, dengan demikian hipotesis nol diterima. Kesimpulannya bahwa “Tidak ada hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dan kenakalan anak”, b. Yulis'Q untuk Pengujian Tiga Variabel Penggunaan Yulis’Q untuk pengujian tiga variabel, menggunakan tata cara yang sama dengan pengujian dua variabel. Perbedaannya adalah pada rumus dan tabel kerja. Karena yang diuji adalah hubungan tiga variabel, maka rumus dan tabel juga berubah, disesuaikan dengan banyak variabel. Teknik Yidis'Q tiga variabel ini menghasilkan analisis yang lebih dalam, sebab analisis ini akan menjelaskan apakah zero order (korelasi X dan. Y seperti pada Yulis'Q dua variabel) itu benar-benar penting dan murni, ataukah ada variabel ketiga yang memengaruhi, ataupun justru variabel ketiga ini yang menentukan perubahan variabel Y atau dependen variabel. Secara tradisional variabel ketiga ini disebut dengan variabel T, yaitu variabel yang berkedudukan sebagai variabel tes, atau variabel kontrol terhadap zero order. Koefisien korelasi dati ketiga variabel (X, Y, dan T) disebut ordinal coefficient. Pada akhir zero order akan diperbandingkan dengan ordinal coefficient untuk menentukan kedudukan variabel T terhadap zero order. Rumus Yulis'Q tiga variabel adalah: [erx cr)+(6TxcT)|-[(atx DT) +(aTxDT)] Qu Tied T = a a (etx cr)+(8TxCT)}-[arxDr)+(ATxDT)] Romusini digunakan untuk menganalisis hasi penelitian “hubungan kecerdasan dan sosial ekonomi keluarga tethadap tingkat kenakalan anak”. Tabel kerja yangdibutubkan terdiri dari delapan sel, yang prinsipnya tidak berbeda dengan tabel empat sel. 227 ‘Taper 29 PENeuiTiaN Tavtanc HuBUNGAN KECERDASAN DAN Sostat-Exonomi Ketuanca TERHADAP KENAKALAN ANAK T Ruy = Anak Nakal | Anak Tidak Nakal | JUMLAH lot Sosial-Ekonomi | AT BT Keluarga Tinggi 8 39 " Kecenhsan Tin PS Tetooar | CP DT Keluarga Rendsh 8 25 3 Sosia-Bkonomi | AT BT Kecerdasan Keluanga Tinggi 10 45 55 Banda Sesial- Ekonomi | CT DT Keluarga Rendsh 10 9 19 Jurilah = 36 118 154 Dalam pengujian rumus ini, terlebih dulu yang harus dicati adalah zero order, Zero order adalah korelasi dati masing-masing variabel, Setelah zero order diketahui barulah Quy Tied T dicari. Berdasarkan hal ini maka terlebih dulu kita hitung zero order: - Korelasi tingkat ekonomi keluarga dan kenakalan anak. - Korelasi kecerdasan anak dan kenakalan anak. - Korelasi kecerdasan anak dan tingkat ekonomi keluarga. 1) Korelasi tingkat ekonomi keluarga dan kenakalan anak. Untuk mencari korelasi kedua variabel ini, harus dibuat tabel empat sel sebagaimana pada Tabel 30. ‘Taset 30 ‘Husuncan Anrara Tinckar Ekonomi KELUARGA DAN KENAKALAN ANAK ik T Ekonomt nal ‘Anak Nakal Anak Tidak Nakal Jumlah Ekonomi Keluarga Tinggi | A 18/ B a 10 Ekonomi Keluarga Cc 18] D 34 5 Rendah | Jumlah A+C 36] B+D 118} N= 154 228 Berdasarkan rumus Yulis'Q dua variabel, maka hasilnya adalah sebagai berikut: (BxC)-(AxD) (BxC)+(AxD) (84 x 18) - (18 x 34) (84 x 18) + (18x 34) xy = ‘Tape 31 HuBUNGAN KECERDASAN DAN KENAKALAN ANAK Rendah 1512-612 “1512 + 612 2) Korelasi kecerdasan dan kenakalan anak, Berdasarkan rumus Yilis(Q dua variabel, maka hasil adalah: (BxC)-(AxD) (BxC)+(AxD) (64 x20) ~ (16x54) (64x20) + (16x54) 1280 - 864 1280 + 864 xy = 3) Korelasi lingkungan sosial dan tingkat ekonomi keluarga, ‘Taper 32 Konetast LINGKUNGAN SosiAL DAN TINGKAT ExoNost KELUARGA T. Ekonomi} Ekonomi Keluarga | Ekonomi Keluarga Tinggi Rendah Jumlah Recerdasan Tinggi A 47 7B 33 80 Kecerdasan Rendah Cc 55 1D 19 4 Jumlah A+C 102 | B+D 52 N= 154 Berdasarkan rumus Yulis’Q dua variabel, maka hasilnya adalah: (8xC)-(CxD) “BxC) +(AxD) | (33x55) ~ (47x19) 83x55) + 47x19) 1815-93 Kecerdasan Qy = 1815 + 893 922 = = 034 2708 Setelah semua Zero Order diperoleh melalui perhitungan tadi, maka dicatinilai Quy Tied T. Perhitungannya sebagai berikut: (GT xCT)+(BT xCT)I-{(AT x DT) +(AT xDD) EEE ABD FAT DT] (GT xCT)+(BTxCN]+[(ATxD1)+(AT xDD] [89x8) + (45 x 10)] -[(8x25) + (10x9)] [39.x8) + (45x 10)] + [(8x25) + (10x9)] __ [312 + 450} -[200 + 90] ~BBI2 + 450] + [200 + 90] Qxy Tied T = 230 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE 762-290 ” 762+ 290 m “1052 = 0,45 Untuk memperjelas pengujéan, maka dibuat gambar korelasi sebagai berikut: Zero Order (Ordinal Coefficient) 0,34 Ekonomi (X) (1) Kecerdasan}——————>] “"Yetuarga TN, Kenakalan (Y) oe Anak Gawmar 32 PENGUIAN TIGA VARIABEL ‘Ada empat kemungkinan penafsiran terhadap hasil-hasil coefficient partial, yaitu: a) Eksplanasi Hasil perhitungan disebut eksplanasi apabila perhitungan partial (Qxy Tied T) sama dengan 0 atau negigeble, atau lebih kecil dari zero order (Quy) yang perbedaannya lebih dati 0,10, Dengan pengertian bahwa antara X dan Y tetap memiliki hubungan yang penting dan berarti. Sedangkan faktor T berfungsi memperjelas hubungan tersebut. b) No Effect Hasil pethitungan disebut no effect apabila hasil perhitungan partial sama dengan hasil perhitungan zero order atau ada perbedaan nilai kurang dari 0,10. Pengertian hasil no effec ini ialah faktor T tidak memiliki pengaruh terhadap zero order. Dengan kata lain, korelasi X dan Y betul-betul murni, tidak dipengaruhi oleh faktor T. ©) Suppressor Kalau hasil perhitungan Quy Tied T lebih besar dari zero order, dengan perbedaan nilai lebih dari 0,10, maka itu disebut suppressor. Artinya, antara X dan Y tidak ada hubungan yang berarti, sehingga faktor T lebih penting dan menjadi faktor penentu terhadap perubahan pada devedent variabel. d) Speciffication Apabila terjadi keadaan seperti suppressor atau eksplanasi, tetapi ternyata ada sel yang kecil kurang dari 5 frekuensi; Atau di antara zero order terdapat perbedaan nilai yang mencolok, yang satu besar yang lainnya kecil; Atau justru memiliki korelasi yang berlawanan, dalam arti bahwa yang lain terdapat korelasi positif dan lainnya terdapat korelasi negatif, Kalau keadaan ini terjadi, maka kita harus kembali ke data untuk dilakukan koreksi lagi. Apabila benar ada sel yang memiliki frekuensi kurang dari 5, maka harus diperbaiki dengan mengambil masing-masing 1 dari sel-sel yang lain. Untuk menghindari keadaan seperti ini, maka sampel harus diperbesar, dan jangan kurang dari 100 sampel. Kembali kepada perhitungan di atas, bahwa berdasarkan kemungkinan penafsiran yang ada, maka hasil perhitungan dikatakan Suppressor, karena perhitungan Quy Tied T (0,45) lebih besar dari zero order (0,34), dengan nilai lebih dari 0,10. Artinya antara X dan ¥ tidak ada hubungan sehingga faktor T lebih penting dan menjadi faktor penentu terhadap perubahan pada devendent variabel. Sekarang dilihat kembali koefisien korelasi antara tingkat ekonomi keluarga dan kenakalan remaja. Pada perhitungan diperoleh nilai 0,42, menurut Tabel Konvensi Nilai- nilai Q, nilai tersebut menunjukkan adanya hubungan positif yang sedang (a moderate ositive association). Kesimpulannya adalah ada hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dan kenakalan anak, walaupun hubungan tersebut hanya sedang. Hubungan ini benar-benar murni, tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel lain. TEKNIK UJI REGRESI DAN UJI JALUR (PATH ANALYSIS) Analisis regresi adalah analisis persamaan garis yang diperoleh berdasarkan perhitungan-perhitungan statistika, umumnya disebut model, untuk mengetahui bagaimana perbedaan sebuah varibel memengaruhi variabel lain. Dalam statistik kita kenal berbagai ragam analisis regresi, seperti regresi linier, regresi polynomial, regresi kubik. Namun secara mum analisis regresi yang paling popular dalam ilmu sosial adalah analisis regresi linier dan analisis multiregresi. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana peran variabel antara dalam analisis regresi, maka dapat pula diuji dengan path analysis. Berikut ini dijelaskan kedua teknik analisis tersebut. 232 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE a, Uji Regresi Rancangan uji regresi dimaksud untuk menguji bagaimana pengaruh variabel X (XI, X2,X3 eee dsb.) terhadap variabel Y. Rancangan (model) ini juga digunakan untuk melihat berbedaan besar kecil pengaruh variabel X (X1, X2, X3 ...+++ dsb.) terhadap variabel Y. Untuk menguji Ho digunakan model analisis rancangan sebagai berikut: Y= fo + B,X, + B,X + BX, Berdasarkan rancangan tersebut maka model rancangan ujiregresinya adalah sebagai berikut: Mover 1 RaNcANGAN Upt REGRESt Contoh pengunaan rumus dan model tersebut di atas adalah sebagaimana dapat dilihat pada tabel dan penjelasan model pada analisis penelitian “pengaruh berita erotika media massa cetak dan elektronik serta peer group terhadap sikap seks di kalangan remaja perkotaan” di bawah ini. ‘Taset 33 Pexcuman Hiroress Pengaruh Taraf [et] t | ONibit ; Variabel | Signifikasi [et] ‘Tbe! _| Kesimpulan Statistik XY 36 qo | 2599 | 5 XY 3% “1919 | 1615 | Hol ditolak | x, 5% ans | 1645 233 \N, HASIL PENELITIANY IGOLAHAL Dalam pengujian ini, Ho adalah “berita erotika media massa cetak dan elektronik serta peer group tidak berpengaruh terhadap sikap seks di kalangan temaja perkotaan”, Dari ‘ji tegresi menggunakan software microstat, diperoleh nilai t hitung sebagai berikut: EH} 5) ———— 3] 1215 Mopen 2 Um Reorest Keterangan: ME = Berita erotika media massa elektronik MC = Berita erotika media massa cetak PG = Informasi erotika dari peer group Ss = Sikap seks di kalangan remaja perkotaan a, Perhitungan koefisien regresi X, (media cetak) terhadap Y (sikap seks remaja), diperoleh nilait hitung sebesar ~2,599 dengan tarafsignifikansi 5%, N = 400 dan nilait tabel sebesar 1,645. Perhitungan koefisien regresi X, (media elektronika) terhadap Y, diperoleh nila hitung sebesar ~1,919, dengan tarafsignifikansi 5% N = 400 dan nilai t tabel -1,645, Perhitungan koefisien regresi X, (peer group) tethadap Y, diperoleh nila hitung sebesar ~1,215, dengan tarafsignifikansi 5%, N = 400 dan nilai t tabel sebesar 1,645. a 2 Semakin besar nilai t hitung tethadap nila tabel, maka semakin kuat pengaruh variabel tersebut terhadap variabel Y. Dilihat dari besar nilait hitung seluruh vatiabel X terhadap variabel Y dan dibandingkan dengan nilai¢ tabel yang ada, maka terbukti seluruh variabel X berpengaruh terhadap variabel Y. Kemudian setelah dilakukan pengujian tethadap model uji persamaan regresi (Y = fo + BX, +8, X, +B, X,), maka diperoleh nila f hitung sebesar 10,648 sedangkan nial tabel dengan derajat bebas (3,396) sebesat 2,60. Berdasarkan hasil pengujian terhadap model uji persamaan regresi di atas maka Ho yang berbunyi “berita erotika media massa cetak dan elektronika serta peer group tidak terpengaruh tethadap sikap seks di kalangan remaja perkotaan” ditolak karena nilai f hitung tersebut lebih besar dari nilai ftabel, dengan kata lain ada pengaruh yang signifikansi dari tabel variabel X tethadap variabel Y. Dengan demikian maka artinya bahwa keseluruhan variabel X yaitu berita erotika media massa cetak dan elektronik serta peer group ternyata berpengaruh pada sikap seks remaja di perkotaan. Berarti pula, apabila berita erotika media massa dan peer group semakin terbuka, vulgar, dan berani maka sikap remaja akan semakin menerima perilaku seks pranikah atau di luar nikab. Dari uji koefisien regresi tersebut di atas juga terlihat adanya perbedaan pengaruh, di antara variabel media cetak, media elektronik, dan peer group terhadap variabel sikap seks remaja. Perbedaan itu terlihat dari nilai r hitung masing-masing variabel X tethadap variabel Y, yaitu sebagai berikut : 1. xl (ME) sebesar 2,599, standart error 0,0106 2, x2 (MC) sebesar 1,919, standart error 0,0101 3. x3 (PG) sebesar 1,215, standart error 0,0051 Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perbedaan besar pengaruh masing-masing variabel X terhadap Y, dilihat dari seberapa besar nilai t hitung masing-masing variabel X terhadap Y yang diperoleh dalam pengujian tersebut. Dati ji koefisien regrest di atas (untuk masing-masing variabel X), terlihat pada variabel berita erotika melalui media massa elekctronik (cl) memiliki nila ¢ hitung yang lebih besar dari variabel berita erotika melalui media massa cetak (x2) dan variabel peer group (x3). Sedangkan variabel berita erotika melalui media massa cetak (x2) memiliki nilai ¢ hitung yang lebih besar dari nilai variabel peer group (x3). Dengan demikian maka artinya, berita erotika media massa elektronik lebih kuat pengaruhnya dari kedua vatiabel lainnya tethadap sikap seks di kalangan remaja kota. Kemudian media cetak nomor dua terkuat pengaruhnya terhadap sikap seks di kalangan temaja kota. Sedangkan peer group, walaupun ada pengaruhnya tethadap sikap seks di kalangan remaja perkotaaan, namun pengaruhnya sangat lemah atau tidak signifikan. Dengan demikian pula, maka apabila dibandingkan dengan variabel media massa, maka vatiabel peer group adalah yang terlemah pengaruhnya tethadap sikap seks di kalangan remaja perkotaan. 23S ATISTIK UNTUK PENGOLAHAN, HASIL PENELITIAN, b. Uji Jalur (path) Ujijalur (path) adalah alat analisis statistik untuk menguji eksistensi variabel antara tethadap hubungan antara variabel X dan Y. Dalam analisis jalur, pertama; mencari pengaruh X, dan X, terhadap X,, Kedua; mencari pengaruh X,, X,, dan X, tethadap Y. Ketiga; membandingkan koefisien jalur (path) dari variabel X, dan X, tethadap Y, X, dan. X, tethadap X, dan X, terhadap Y. Apabila koefisien jalur (path) X, dan X, tethadap X, lebih besar dari koefisien X, tethadap Y, maka X, bukan sebagai variabel antara. Namun apabila koefisien jalur X dan X, tethadap X, lebih kecil dari koefisien X, terhadap Y, maka X, sebagai variabel antara, artinya bahwa perubahan pada varibel Y juga dipengaruhi oleh varibel Xe Uji jalur (path) adalah sebaga berikut: 131 = p31 + 132p32 132 = 131p31 + p32 141 = p4l + r21p42 + 131p43 142 = rDIp4l + p42 + 132p43 143 = 131p41 + 132p42 + p43 Alasan-alasan penggunaan analisis regresi dan path adalah; (1) apabila data yang akan dianalisis adalah skala interval atau rasio dan data ordinal. (2) Plot-plot dari distribusi nilai variabel-variabel membentuk garis lurus. (3) Ada kesamaan varian yaitu distribusi nilai dari variabel-variabel disepanjang garis lurus mempunyai jarak yang kira-kira sama, (4) Persebaran nilai dari variabel-variabel apabila digambarkan maka membentuk grafik normal. Move 3 RANCANGAN Uj REGRESt METODOLOG Contoh pengunaan rumus dan model tersebut di atas adalah sebagaimana dapat dilihat pada tabel dan penjelasan model pada analisis penelitian “pengaruh berita erotika media massa cetak dan elektronik serta peer group tethadap sikap seks di kalangan remaja perkota-an” di bawah ini. Dalam uji jalur (path), yang diuji adalah bagaimana eksistensi peer group sebagai variabel antara bagi variabel media massa (X) dan sikap seks (Y) di kalangan remaja perkotaan. Yang menjadi pertanyaan awal, adalah bagaimana posisi peer group dalam hubungan dengan media massa dan sikap seks di kalangan remaja perkotaan. Mungkinkah peer group memperoleh informasi dari media massa sebelum memengaruhi sikap yang dimaksud, Dengan kata lain, apakah peer group menjadi variabel antara. Dalam pengujian ini, Ho adalah “peer group tidak berpengaruh sebagai variabel antara bagi variabel media massa dan sikap seks di kalangan remaja perkotaan”. Untuk melakukan ujijalur, maka pertama harus diperoleh nilai Korelasi dari variabel X terhadap variabel Y, Karena itu, untuk memperoleh nilai korelasi, maka dilakukan uji korelasi. Dari uji tersebut diperoleh hasil uji korelasi sebagai berikut: 1) Perhitungan korelasi X, (media cetak) dengan Y (sikap seks remaja), diperoleh nilai hitungan sebesar -0,23849 dengan taraf signifikansi 5%, N = 400 dan nilai kritik sebesar 009807. 2) Pethitungan korelasi X, (media elektronika) dengan Y, diperoleh nilai hitungan sesesar -0,24120 dengan taraf signifikansi 5%, N = 400 dan nilai kritik sebesar 0,09807. 3) Perhitungan korelasi X, (peer growp) dengan Y, diperoleh nilai hitungan sebesar ~0,15911 dengan taraf signifikansi 5%, N = 400 dan nilai kritik sebesar 0,09807. Berdasarkan hasil uji korelasi tersebut, kemudian dilakukan uji jalur (path), maka hasil pengujiannya adalah: ME Mopet 4 ‘UJLJALUR Keterangan: ME Berita erotika media massa elektronik. MC = Berita erotika media massa cetak. PG = Informasi erotika dari peer group. Ss = Sikap seks di kalangan remaja perkotaan. Berdasarkan uji jalur di atas, terlihat koefisien jalur dari ME terhadap SS sebesar ~0,15268, ME terhadap PG sebesar 0,2987 1. Sedangkan koefisien jalur MC tethadap SS sebesar -0,14677, MC tethadap PG sebesar 0,31071. Dan koefisien jalur PG terhadap SS sebesar ~0,02789. Karena nilai koefisien jalur dati PG tethadap SS sangat kecil (<0,05), menurut Land,’maka dapat dikatakan nilai koefisien jalur tersebut tidak berarti. Attinya tenyata informasi erotika yang disampaikan peer group kepada remaja walaupun memiliki pengaruh, namun merupakan pengaruh yang tak berarti bagi sikap seks di kalangan remaja. Dalam hal ini, koefisien jalur antara PG tethadap SS berbeda dengan koefisien jalur antara ME tethadap SS atau ME terhadap PG dan MC terhadap SS atau MC terhadap PG, dimana keempat koefisien jalur terakhir itu memiliki nilai yang berarti yaitu melebihi 0,05. Hasil uji jalur tersebut di atas menunjukkan bahwa media massa elektronik dan media massa cetak memiliki pengaruh yang berarti terhadap sikap seks remaja. Maksudnya bahwa berdasarkan hasil pengujian di atas, berita erotika melalui media massa elektronik dan media massa elektronik dan media massa cetak memiliki pengaruh yang berarti bagi sikap seks remaja di perkotaan. Hal ini terlihat dengan besarnya koefisien jalur pada hubungan ME terhadap SS (-0,15268) dan MC tethadap SS (-0,14677). Besarnya koefisien jalur MC tethadap PG (0,31071) dan ME terhadap PG (0,29871), serta kecilnya koefisien jalur PG tethadap SS (0,02789) menunjukkan bahwa media massa cetak dan media massa elektronik berpengaruh terhadap peer group, namun dalam hal sikap seks, pengaruh peer group tidak berarti bagi pembentukan sikap seks remaja. Berdasarkan hasil uji jalur ini pula, maka Ho yang berbunyi “peer group tidak berpengaruh sebagai variabel antara bagi variabel media massa dan sikap seks di kalangan remaja perkotaan; diterima. Artinya bahwa benar peer group bukan sebagai variabel antara bagi variabel media massa dan variabel sikap seks di kalangan remaja perkotaan. TEN Ketlinger and Pedhazur E.., Multiple Regression in Behavioral Research, (Holt, Rinehart and Winston, tne., 1973), dliteremahkan Landung R. Simatupang, Asas-asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta; Gajah Mada University Press, 1992, him. 929. BAB 13 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bagian pembahasan dalam penelitian kuantitatifsering dilupakan, padahal bagian ini amat sangat penting dan menjadi identitas level penelitian tertentu. Sering kali peneliti menyangka apabila telah menganalisis data penelitian dengan statistik, ketika ia telah menguji hipotesis, maka selesai sudah analisis penelitiannya. Padahal analisis data dengan statistik hanyalah menunjukkan data telah terbaca dan memiliki arti dan penjelasan metodologis. Namun sama sekali belum masuk pada penjelasan substansi penelitian, Karena itu peneliti dituntut membahas hasil analisis itu agar bermakna sesuai dengan kondisi yang diinginkan untuk diketahui. Pembahasan hasil penelitian dimaksud agar peneliti mengkonstruksi sebuah Pengetahuan melalui cara-cara berpikir deduktifinduktif dan induktif-deduktif, Cara seperti ini lebih tepat disebut melakukan analisis dialektika dengan dasar metode penjelasan reflectif thinking. Kadang pada tahap ini sering pula dikatakan sebagai daerah otonomi peneliti, di mana peneliti boleh berspekulasisecara ilmiah, menjelaskan asumsi- asumsi dasamya. Bahkan ada yang menyebutkan bagian ini sebagai petualangan ilmiah sang peneliti. Karena itu sesungguhnya bagian ini paling menarik bagi peneliti karena dia diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran-pikirannya, gagasan-gagasan yang menurutnya benar berdasarkan apa yang ia yakini, ia alami selama penelitian, dan berdasarkan apa yang ia pelajari dari teori sebelumnya. Materi-materi penting dalam pembahasan dan diskusi hasil penelitian adalah (1) temuan hasil penelitian, (2) teori yang digunakan dalam penelitian, (3) hasil penelitian orang lain, (4) gagasan-gagasan orang lain yang diketahui, (5) pendapat-pendapat pribadi peneliti, (6) bahan-bahan sekunder lainnya. Pembahasan hasil penelitian menyangkut beberapa hal penting, seperti hasil temuan penting dalam penelitian perlu di-review untuk memperoleh penjelasan empitis dan metodologis, kemudian temuan-temuan penting ini dibahas berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian ini, Kadang peneliti lupa mengemukakan kembali teori yang digunakan di depan untuk diuji dengan hasil penelitian. Sehingga pembahasannya nanti apakah teori ini dapat diterima, dikritik, atau bahkan ditolak sama sekali. 240 METODOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE, ‘TEORI YANG DIGUNAKAN (TESIS) SINTESIS/TESIS ‘TEMUAN PENELITIAN t ONTITESE) REFLECTIF THINKING Pendapat pribadi penelitian * Didukung oleh basi penelisian + Hail peneltian orang lain + Pendapae orang lain + Sumber-sumber lain Gawpar 34 Mopet Penpattasan HAs PeNELITIAN Selain teori, peneliti juga dapat berdiskusi dengan temuan-temuan peneliti lain di tempat lain, atau di tempat yang sama namun waktu yang berbeda. Bagaimana perbedaan- perbedaannya, mengapa berbeda, dan mengapa sama padahal berbeda tempat dan waktu. Kemudian bagaimana pendapat orang lain (yang diperoleh dari berbagai sumber) sehubungan dengan hasil-hasil penelitian ini, sependapat atau sebaliknya, mengapa demikian berbeda atau sama, apa alasan ilmiahnya. Begitu pula bagaimana pendapat pribadi peneliti tentang hasil penelitian ini, apa yang sebenarnya ia lihat di lapangan, sesuai dengan hasil analisis penelitian, mengapa dan kenapa hal tersebut terjadi, semua dijelaskan dalam pembahasan ini. Pembahasan juga sangat berarti apabila dilengkapi dengan berbagai dokumen pembantu untuk memperkaya pembahasan. Derrida ketika membahas kata geist (spirit)' menghabiskan 300 halaman lebih, sehingga tak masuk akal apabila peneliti pada suatu penelitian hanya membuat tiga halaman untuk bagian pembahasan, padahal ia tahu lebih banyak sedangkan terlalu sedikit yang ia tulis. Bisa hal tersebut terjadi karena, (1) peneliti tidak benar-benar paham bahwa pembahasan adalah bagian penting dari suatu penelitian, (2) peneliti enggan membuat kesimpulan-kesimpulan yang berani dan spektakuler, (3) peneliti tidak terbiasa membuat sebuah tulisan yang dapat mengkonstruksi sebuah pengetahuan baru atau "Liat: Jacques Derrida, Dekonstruksi Spiritual, Yogyakarta: Jalasutra, 2002, 241 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN bahkan mengkritik pengetahuan yang sudah ada, (4) peneliti kurang memiliki materi yang diperlukan dalam pembahasan, Dilingkungan perguruan tinggi, pembahasan hasil penelitian ini menunjukkan posisi sebuah penelitian. Untuk penelitian skripsi, mahasiswa tidak dituntut untuk membuat pembahasan, karena setelah analisis statistik selesai, dianggap penelitian (skripsi) sudah selesai. Akan tetapi pada penelitian tesis, mahasiswa dituntur untuk membuat pembahasan, yang baik dan memenuhi syarat sebuah tesis, karena itu sebenarnya pembahasan hasil Penelitian ini adalah bagian terpenting dari sebuah tesis, Pada penelitian untuk disertasi, apa yang dihasilkan pada penelitian setingkat tesis belum memenuhi syarat uncuk diangkat sebagai disertasi, kecuali penelitisudah mampu menghasilkan temuan-temuan teoretisnya yang spesifik, paling tidak setingkat proposisi-proposisi. BAB 14 LAPORAN PENELITIAN DAN PENULISAN KARYA ILMIAH POKOK-POKOK PENTING LAPORAN PENELITIAN Langkah paling akhir dari penelitian kuantitatif adalah membuat laporan penelitian. Laporan penelitian adalah suatu proses panjang atau pendek dari suatu penelitian atau tahapan penelitian tertentu yang merupakan deskripsi sementara ataupun terakhir yang disusun secara sistematis, objektif, ilmiah, dan dilaksanakan tepat pada waktunya. Laporan penelitian menjadi semakin penting karena “benda” ini akan menjadi peninggalan tertulis dari suatu penelitian yang telah dilaksanakan. Sering kali pencliti melupakan betapa pentingnya tahapan terakhir ini, karena disengaja ataupun tidak memahami konsep dan makna dari laporan itu sendiri, tentu dengan maksud-maksud tertentu pula. Laporan penelitian yang baik tidak selalu disambut baik pula oleh pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian, terutama apabila laporan penelitian itu dirasa merugikan pihak tertentu karena tidak sesuai dengan keinginannya. Bahkan dalam kasus tertentu sebuah karya penelitian yang dilaporkan sengaja disangkal, karena dianggap merugikan pihak-pihak terkait, padahal secara metodologis karya penelitian itu benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada kasus penelitian tertentu, peneliti dianggap tidak berhasil hanya karena tidak melaporkan hasil penelitiannya, tetapi juga pada program yang lain dianggap fiktif! hanya gara-gara laporan dibuat secara tidak objektif dan hanya tulisan berdasarkan imajinasi penulis. Laporan penelitian semacam ini biasanya disebut sebagai manipulasi terhadap anggaran yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan penelitian tersebut. Kendati demikian, proses pembuatan laporan penelitian memerlukan kreativitas dan imajinasi yang dapat memberikan roh kepada laporan penelitian itu dan dapat menggiring pembaca ke tengah makna laporan penelitian sehingga seakan-akan pembaca berada dan melaksanakan sendiri penelitian yang dilaporkan itu. Laporan penelitian hendaknya ditulis dengan gaya bahasa terhormat, komunikatif kepada siapa laporan penelitian itu ditujukan, Bila Home Carey Hockett menyarankan kepada sejarawannya bahwa “sejarawan tidak akan dikutuk jika gaya penulisannya tandus, biasa-biasa dan tidak menarik’, maka laporan penelitian harus tidak seperti saran itu. Gaya 244 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTITATIE bahasa laporan penelitian harus tidak tandus, tetapi menarik, tidak monoton, dan harus berdasarkan fakta nyata. Oleh karena itu pula, laporan penelitian harus sedikit mungkin bebas dari interpretasi peneliti, tetapi peneliti juga perlu melakukan revisi-revisi terhadap laporannya sepanjang tidak menjadi niat pertama untuk menyembunyikan kebenaran. Perlu menjadi cacatan bahwa laporan penelitian yang baik tidak selalu diukur dengan tebal atau tipisnya laporan tersebut, akan tetapi apakah laporan itu telah mendeskripsikan sosok hasil penelitian secara utuh atau tidak. Kadang laporan penelitian dibuat terlalu tebal padahal isi laporannya sangat sedikit, selebhnya adalah basa-basi penulis saja, namun juga ada laporan yang dibuat tipis padahal isinya pun tidak terdeskripsikan dalam laporan itu. KEPADA SIAPA LAPORAN PENELITIAN DISAMPAIKAN Sebagaimana sudah diketahui bahwa laporan penelitian adalah media komunikasi antara peneliti dengan pihak-pihak yang ingin mengetahui hasil penelitian tersebut, maka laporan penelitian harus memainkan perannya sebagai media komunikasi yang baik. Untuk mencapai ini, peneliti harus mengetahui kepada siapa dia menyampaikan laporannya. Karena itu, peneliti harus menyesuaikan bahasa yang dipakai dengan sang pembaca laporan tersebut. Bahkan kalau perlu peneliti harus mengetahui latar belakang sosial budaya sang pembaca laporan penelitiannya. Hal ini perlu untuk menghindari misunderstanding tethadap laporan penelitian yang disampaikan. Seperti umpamanya, laporan penelitian yang disampaikan kepada pembaca kalangan wanita, mungkin tidak seharusnya terlalu menjelek-jelekkan fakta kewanitaan yang kebetulan ditemui dalam penelitian, sekalipun kejelekan itu ada. Begitu pula laporan penelitian yang disampaikan kepada pembaca yang lain, tidak perlu dijelekkan oleh karena objek penelitian tersebut adalah keluarga pembaca laporan penelitian. Namun demikian peneliti tidak bermaksud sama sekali menyembunyikan fakta-fakta kejelekan itu, tetapi bagaimana dan dari mana peneliti mengangkat fakta kejelekan yang ada tersebut ke permukaan dengan tidak dirasakan oleh pembacanya sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Di lain pihak peneliti harus selalu objektif sejauh mungkin untuk menghindari sifat-sifat laporan penelitian “asal bapak senang”, sehingga akan memengaruhi nilai dari laporan penelitian yang disampaikan. Pada penelitian tertentu (penelitian action, penelitian evaluasi, penelitian longitudinal), nilai penelitian juga berpengaruh tethadap keberlangsungan penelitian yang sedang atau akan dilaksanakan, Karena dari laporan penelitian, suatu program dinilai, dan apabila berhasil, kemungkinan akan diteruskan dengan program yang sama atau yang lain, namun apabila program dinilai gagal atau tidak memuaskan, maka akan memengaruhi kelanjutan program itu bahkan tidak segan-segan 245 pihak pemberi dana meng-hentikan dana dan berarti program itu tidak diteruskan dan penelitian berikutnya pasti tidak dilakukan lagi. ‘Sebagai sesuatu yang bernilai ilmiah, maka laporan penelitian juga tidak mustahil dibaca oleh pihak lain yang membutuhkan laporan penelitian tersebut untuk kepentingan, penelitian yang hampir sama, pelaksanaan suatu program, membuat laporan, penulisan karya ilmiah dan sebagainya. Menurut Carol H. Weiss, ada beberapa kemungkinan calon pemakai laporan penelitian, seperti: Onganisasi pemberi dana (pemerintah, swasta, dan lain-lain), Lembaga Nasional (pemerintah maupun swasta). Lembaga lokal. . Direktur Proyek Khusus. . Staf pelaksana. . Pelanggan/klien suatu program. Para ahli dalam suatu disiplin ilmu atau profesi.! Konsultan. Politikus. 10.LSM/LPSM. 11.Pendidik. 12.dan sebagainya. CON Awa wne Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa sebagai sesuatu yang diketahui oleh banyak orang, laporan penelitian tidak harus menjelek-jelekkan fakta atau menyalahkan pihak lain, yang kebetulan atau tidak, sebagai objek penelitian, karena sikap ini pun akan mengundang sikap antipati kalangan yang dihubungkan atau berhubungan dengan objek penelitian tersebut. Sikap moderat seorang peneliti dibutuhkan sekali dan dengan segala kearifan mengungkapkan fakta penelitian dengan suatu pemikiran jauh ke depan dengan pemikiran rasional. Pada laporan penelitian evaluasi sikap penelitian seperti ini adalah untuk mempertimbangkan kelangsungan suatu program yang sedang atau akan dilaksanakan. Di sini letak dilema seorang peneliti yang baik, apabila berhadapan dengan dua masalah yang tidak membutuhkan pengorbanan salah satu dari lainnya. Dalam posisi dilema sebuah laporan penelitian, maka penggunaan bahasa laporan ‘menjadi sangat strategis untuk diperbincangkan, Bahasa memainkan peran penting dalam * Carol H. Weiss, Evaluation Research, Methods of Assesing Program Effectiveness, dsadur oleh Abdillah Hanafi dan M. Surtur Wasese, Surabaya: Usaha Nasional, 1984. him. 38, 246 METOPOLOG! PENELITIAN KUANTI TATIE, laporan penelitian, karena semua baik buruknya dari laporan penelitian diungkapkan. dengan bahasa laporan itu. Pada negara tertentu, laporan-laporan penelitian universitas selalu diberikan kepada lembaga bahasa untuk evaluasi dan direvisi apabila perlu. Kadang kala suatu laporan penelitian dianggap kedaluwarsa karena hasil penelitian disampaikan di saat objek penelitian sudah lama berlangsung dan bahkan sudah ada penelitian lain yang mendahului laporan penelitian tersebut. Oleh karena itu, untuk menghindari “ketidakterpakaian” laporan penelitian, laporan penelitian disampaikan harus tepat pada waktunya sesuai dengan tahapan-tahapan penelitian itu sendiri atau sesuai dengan prosedur penelitian yang disyaratkan. Timbul pertanyaan, kapan sebenarnya saat yang tepat untuk menyampaikan laporan penelitian. Ada dua laporan penelitian kalau dilihat dari tenggang waktu penelitian: 1. Apabila kita melakukan penelitian yang menggunakan jangka waktu penyelesaian selama. satu tahun atau lebih, maka jika kita akan menyampaikan laporan tentang keadaan. kemajuan dari pelaksanaan penelitian tersebut, kita dapat menyampaikan laporan penelitian berkala yaitu dengan jangka waktu tertentu. Hal ini sangat tergantung terhadap lama pelaksanaan penelitian tersebut serta tahapan waktu tertentu yang telah ditentukan. oleh lembaga donor atau peneliti. PR . Setiap selesai pelaksanaan penelitian, saat itu pula peneliti membuat laporan akhir yang merupakan laporan lengkap terhadap penelitian yang dilakukan. Baik laporan akhir maupun laporan berkala/tahapan tertentu, semuanya diberikan tepat pada waktunya yaitu secepat mungkin setelah penelitian dilaksanakan. Untuk penelitian yang disponsori, biasanya ketepatan melapor hasil penelitian adalah penting karena kelambatan laporan penelitian dapat menyebabkan peneliti mengembalikan sebagian dana penelitian yang telah digunakan. Ini berarti suatu kerugian materi yang harus ditanggung oleh peneliti hanya gara-gara terlambat menyampaikan laporan penelitian. Untuk menghindari hal tersebut, maka setiap di awal pelaksanaan penelitian, sudah ditentukan kapan laporan penelitian harus disampaikan, sehingga kalau terjadi kelambatan laporan, maka hal ini semata-mata karena kelalaian peneliti. ISI DAN BENTUK PENULISAN LAPORAN ILMIAH Isi dan bentuk metode penulisan laporan ilmiah dipengaruhi oleh tradisi paradigma berpikirilmiah yang digunakan pada sebuah penulisan ilmiah atau suatu laporan penelitian. Walaupun isi laporan berpikir ilmiah cukup beragam dalam setiap cabang disiplin ilmu pengetahuan, namun secara umum telah ada kesamaan metodologis yang digunakan pada setiap cabang disiplin ilmu pengetahuan. Kesamaan ini terlihat pertama; ada kesamaan persepsi bahwa penulisan ilmiah harus memiliki latar belakang dan masalah yang akan diungkapkan, kedua; ada kesamaan pada saat menjelaskan metode pengungkapan data yang digunakan, dan ketiga; ada kesamaan pada saat menjelaskan hasil-hasil penelitian dan diskusi. Ketiga persoalan ini secara umum disepakati di berbagai cabang ilmu pengetahuan, baik dalam fenomena kuantitatif dan kualitatif. Khusus mengenai laporan penelitian kualitatif, secara khusus pula dapat dipisahkan dari pendekatan-pendekatan kualitatif deskriptif dan pendekatan kualitatif studi kasus dengan pendekatan teori grounded. Salah satu bentuk dan isi laporan penulisan laporan ilmiah kualitatif, misalnya, telah dicontohkan oleh Body dan Westfall? sebagai berikut: . Halaman judul. Halaman ini menunjukkan subjek, waktu, untuk siapa laporan ilmiah harus disampaikan dan siapa pembuat laporan ilmiah. Daftar isi. Daftar isi ini diperlukan untuk menjelaskan berbagai bagian dari suatu laporan ilmiah yang panjang. Selain daftar isi juga daftar grafik dan tabel. Kata pengantar (introduction). Pada bagian ini dicantumkan latar belakang masalah, penting, dan luasnya masalah. Perumusan masalah (statement of objectives). . Disebutkan dalam bagian ini keseluruhan dan luas masalah yang dicakup dalam penulisan ilmiah dan perlu juga dikemukakan persoalan secara menyeluruh yang ada hubungannya dengan permasalahan yang lebih luas. }. Metodologi (methodology). Batasan-batasan (limitations). Dicatat dalam bagian ini mengenai batasan waktu, biaya, keadaan populasi, jumlah sampel, tesponden dan sebagainya. Hasil-hasil (Findings). Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan berpikir ilmiah hendaklah ditulis pada bagian ini dalam bentuk grafik, tabel, dan sebagainya. Kesimpulan dan rekomendasi (Conclusions and Recommendations). Kesimpulan berpikir ilmiah ditulis di sini serta rekomendasi dibuat dengan benar-benar menguasai masalah yang dihadapi sebelum dimasukkan ke dalam bagian ini. y > aw _ 2 * Lihat: Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Format-format Kuantitatif don Kualitatf, Surabeya: AUP, 2001. him. 315, ° . Apendiks (Appendix), Digunakan untuk menempatkan bahan-bahan laporan yang kurang tepat kalau dimasukkan pada bagiai laporan lainnya seperti tabel-tabel yang terlalu terperinci, daftar pertanyaan, dan sebagainya. Contoh lain laporan penulisan laporan ilmiah (kuantitatif) dibuat dalam tiga bagian. sebagai berikut: 1, Pendahuluan, terdiri dari: - Halaman judul - Kata pengantar - Daftar isi - Daftar tabel — Daftar gambar dan lain-lain . Isi, terdiri dari: - Bab-bab pendahuluan —* Bab-bab uraian yang dibagi menurut bagian-bagian yang logis - Bab kesimpulan dan diskusi - Bab Rekomendasi . Referensi, terdiri dari: - _ Bibliografi - — Apendiks - _ Indeks ro Contoh laporan penulisan laporan ilmiah fainnya juga dikemukakan oleh Masri Singaribun' sebagai berikut: 1, Judul laporan; . Kata pengantar; .. Daftar isis Pendahuluan; |. Tubuh laporan; . Ikhtisar/kesimpulan; aurwen ° Ibid. “bid, hal. 319. 7. Lampiran dan; 8. Kepustakaan. Judul laporan. Judul sebaiknya jelas, ringkas dan menggambarkan isi, usahakan judul terbentuk dalam kalimat mudah dimengerti oleh orang lain, seperti: “Pengaruh efek siaran radio tethadap penyebarluasan gagasan Keluarga Berencana; sebuah Studi Kasus diKabupaten Klaten”. “Hubungan antara Faktor Kepemimpinan terhadap Implementasi Kebijakan Proyek di Jawa Timur”, Kata pengantar, Kata pengantar biasanya pendek, sekitar satu halaman, yang berisikan tujuan-tujuan laporan ilmiah, permasalahan yang dihadapi, sponsor dan ucapan terima kasih terhadap bantuan-bantuan yang diperoleh dalam menyelesaikan laporan ilmiah. Daftar isi. Pada umumnya daftar isi berada di depan laporan. Daftar isi memwuat petunjuk tentang bab-bab, bagian-bagian, tabel, diagram, peta, dan lain-lain, Pendahuluan. Pada bagian ini pembaca diantarkan untuk memahami hal yang akan dibahas dalam isi laporan ilmiah, Pada bagian ini berisikan tentang latar belakang objek laporan ilmiah, pokok-pokok pengamatan, tujuan dan kegunaan laporan ilmiah serta orientasi teoretis dan metodologi laporan ilmiah. ‘Tubuh laporan. Pada tubuh laporan penulisan laporan ilmiah memuat substansi laporan ilmiah. Ikhtisar/kesimpulan, Bagian ini membuat kesimpulan dari hal-hal yang telah dibahas sebelumnya. Bagian ini menjelaskan implikasi dari penelitian tersebut, bahkan kalau perlu disarankan penelitian lanjutan. Tujuan ikhtisar ini dibuat agar pembaca dapat mengetahui dengan cepat hasil penelitian itu secara keseluruhan. Lampiran, Lampiran berisikan bahan-bahan yang kurang praktis dan terlalu panjang apabila disampaikan pada tubuh laporan, lampiran dapat berupa: jadwal, tabel, gambar, dan sebagainya. Kepustakaan. Pada bagian ini, dicantumkan bahan-bahan kepustakaan yang perlu diguna- kan dalam memperjelas isi berpikir ilmiah. Contoh-contoh tersebut lebih mendekati kepada model laporan penulisan laporan ilmiah kuantitatif, lain halnya dengan bentuk laporan penulisan laporan ilmiah kualitatif yang lebih banyak memiliki variasi laporan serta lebih lunak agar data dan teori-teori menjadi satu dalam seluruh rangkaian analisis, 250 METOPOLOG! KELEMAHAN DALAM MEMBUAT LAPORAN ILMIAH Beberapa kelemahan dalam membuat penulisan laporan ilmiah seperti yang dikemukakan oleh John W, Best sebagai berikut: 1. Rumusan masalah laporan ilmiah dikemukakan secara amat luas. 2. Ada kecenderungan penulis menggunakan sumber-sumber data sekunder, mengingat waktu, biaya, dan lain-lain. 3, Penulis sering terpancing pada sumber informasi yang tidak akurat dan kecenderungan untuk puas dengan data tersebut. 4, Penulis menggunakan analisis yang tidak logis, akibat dari: a, Over —simplifikasi; tidak mau menyadari fakta bahwa sebab-sebab terjadinya peristiwa lebih sering majemuk dari sebab yang tunggal. b. Over ~generalisasi; atas dasar bukti yang tidak cukup dan kesalahan secara melalui analogi, mendasarkan kesimpulan pada situasi semu yang kelihatan sama di permukaan, c. Gagal menerjemahkan kata-kata, ungkapan, lambang yang sestuai dengan makna yang * sebenarnya. . Gagal membuat perbedaan antara fakta yang bermakna dalam suatu situasi, dengan fakta yang tidak relevan dan tidak penting. 5. Pengungkapan kecenderungan atau pendapat pribadi, seperti tercermin pada pernyataan di luar konteks untuk maksud persuasi, terlalu memandang enteng dan kritis atau sebaliknya tethadap seseorang atau suatu gagasan, orientasi yang berlebihan terhadap masa lampau dan berasumssi bahwa semua perubahan adalah kemajuan. . Gaya penulisan laporan yang tidak bagus; tumpul dan polos, terlalu muluk dan sembrono, terlalu persuasif atau gaya “iklan sabun’, atau pemakaian bahasa secara salah dan sebagainya’ ES 7. Penggunaan tata aturan penulisan yang salah atau tidak konsisten, Seperti bagaimana penulis memutuskan kata, menulis bahasa asing, membuat kutipan, memulai linea baru, membuat daftar pustaka atau rujukan yang salah, dan sebagainya. Burhan Bungin, Op.ct., him. 321 251 PORAN, PENELITIAN, DAN PENULISAN KARYA.ILMIAH, HAL-HAL PENTING DALAM PEMBUATAN LAPORAN ASPEK MANUSIA DALAM PEMBUATAN LAPORAN Menjadi bagiannya dalam suatu laporan penelitian, bahwa laporan-laporan penelitian menyarati bagian laporan ini. Koentjaraningrat bilang, bahwa pada masa kini, ada kecen- derungan dalam ilmu-ilmu sosial untuk semakin banyak mendasarkan analisisnya atas data kuantitatif Kalau ilmu sosial mau melebihi tarafnya yang ada sekarang sebagai ilmu deskriptif dan mau mencapai kemampuan yang luar biasa dalam merumuskan generalisasi induktif, maka ilmu-ilmu sosial harus mengembangkan analisis kuantitatif dengan metode statistik dan matematika yang ketat. Sayangnya analisis kuantitatif hanya dapat menganalisis hipotesis-hipotesis secara baik apabila fakta dan data yang melandasi induksi itu sungguh-sungguh benar, tepat, dan teliti. Hal ini hanya pada masyarakat yang telah maju, sedangkan pada masyarakat yang belum maju seperti Indonesia, banyak orang belum dapat mencatat tepat penghasilan dan pengeluaran mereka tiap hari, sedangkan sistem sensus yang ada masih dalam taraf perkembangan. Oleh karena itu, seorang peneliti masyarakat mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data dan fakta yang benar, tepat, dan teliti. Oleh karena itu, pada kasus penelitian semacam ini seorang peneliti sangat membutuhkan bantuan dari data kualitatif yang diperoleh orang peneliti dari wawancara intensif maupun observasi partisipasi. Human Behaviour di masyarakat sendiri sudah mendatangkan berbagai kesulitan bagi seorang peneliti, karena sifat-sifat kemanusiaannya menjadi suatu kecenderungan (trand) untuk menyembunyikan segala kejelekan diri sendiri terhadap orang lain. Hal tersebut membutuhkan kerja keras peneliti dalam mengungkap keadaan yang sebenarnya dari apa yang menjadi kenyataan sebelumnya sebagai suatu realitas sosial; kalau tidak demikian, maka akan memengaruhi dari isi laporannya, Dipihak lain peneliti sebagai manusia yang tidak terlepas dari yang disebut “keterbatasan pribadi” peneliti: pengetahuan, pengalaman, dedikasi, persepsi, interaksi, dan interpretasi. Peneliti banyak mewarnai laporannya tanpa kita semua sadari sebagai suatu hal yang perlu dihindari dalam laporan tersebut, tetapi semua ini masih dapat ditoleransi sampai kadar tertentu dan bebas dari maksud-maksud manipulasi. Masalah-masalah peneliti masyarakat yang sering dialami tersebut berkisar pada aspek- aspek konkret sebagai berikut: a. Sikap, pengetahuan serta persepsi peneliti erhadap apa yang menjadi sasaran penelitian, informan, responden, dan warga masyarakat lain pada khususnya. . Sikap serta pandangan para informan, responden serta warga masyarakat lain tethadap diri peneliti, terutama bagi peneliti asing atau peneliti yang identitas seksnya lain. - Masalah kesulitan atau keuntungan peneliti tunggal atau peneliti tim. - 9 LELITIAN, KUANTITATIE, d. |. Masalah perkembangan rapport yang wajar dalam wawancara serta kemampuan peneliti dalam mengenal diri sendiri yang berhubungan dengan butir a, b, dan c. .. Masalah waktu dalam penelitian. Sikap para pegawai pemerintah pusat maupun daerah terhadap peneliti dan proyek penelitiannya. g. Persoalan-persoalan penyesuaian pandangan antara pandangan emik informan, respons dan warga masyarakat dengan pandangan etik peneliti terhadap topik serta masalah yang sedang diteliti. Aspek-aspek konkret ini banyak mengganggu peneliti dalam upaya membuat laporan yang baik, objektif, rasional, dan mempunyai nilai yang memadai. Hanyalah peneliti ber- kredibilitas yang dapat menetralisit intervensi aspek-aspek pengganggu tersebut. MENYIAPKAN LAPORAN YANG BAIK Peneliti yang baik selalu berupaya agar kejadian-kejadian yang terjadi dalam proses pelaksanaan penelitian dapat direkam dengan baik tanpa mengganggu objek yang sedang diteliti. Oleh karena itu, peneliti harus menyiapkan catatan-catatan lapangan; pencatatan, terhadap sumber-sumber informasi; serta menyiapkan catatan-catatan tersebut secara baik: dan kronologis. Pada akhir kerja penelitian sementara, peneliti membuat draft laporan kasar dari kerja penelitiannya. Ini berarti dalam tahap penelitian tersebut peneliti telah memiiliki laporan kasar. Kerja semacam ini diteruskan pada tahap-tahap selanjutnya tanpa menutup mata, telinga, dan bahkan feeling peneliti terhadap kemungkinan pengembangan draft kasar yang telah selesai dibuat, Pada bagian selanjutnya, peneliti mengecek kembali semua draft kasar laporan penelitian, Tidak mengherankan apabila ada beberapa penuilisan terpaksa di ‘skrap’ karena dipandang tidak relevan dengan tujuan penelitian. Kerja semacam itu diulangi sampai peneliti yakin betul bahwa kerjanya telah selesai. Dengan kerja semacam ini, sebaiknya peneliti menyelesaikan laporannya di lapangan, tetapi pada tugas-tugas penelitian yang dilakukan oleh tim dan memerlukan tugas editor yang berkali- kali, maka laporan lapangan itu akan diedit lagi pada tim editor terakhit. LAPORAN PENELITIAN MAHASISWA Kecenderungan yang muncul dibanyak mahasiswa Indonesia bahwa membuat laporan penelitian (skripsi dan tesis, kecuali disertasi) tanpa melalui penelitian-penelitian yang sistematis. Hal ini terjadi karena: (1) mahasiswa tidak atau kurang memahami metodologi penelitian, (2) mahasiswa kurang meminati ilmu pengetahuan sebagaimana persyaratan orang berkecimpung dalam dunia intelektual, akibatnya tesis/skripsi yang dibuatnya sangat jauh dari yang kita harapkan. Tentu hasilnya demikian karena tidak 253 RYAILMIAH mungkin kita dapat membuat laporan penelitian yang baik tanpa menguasai metode penelitian dengan baik. Memang riskan tesis/skripsi kemudian hanya menjadi beban ekstra etugas-petugas perpustakaan untuk merawatnya, tanpa mau ada yang menjamah. Coba kalau kita pergi ke perpustakaan-perpustakaan kampus, pandangan yang menggunung dari tumpukan-tumpukan tesis/skripsi mahasiswa kita selalu menjadi pemandangan rutin. Kalau kita bertanya pada petugas perpustakaan tentang jumlah yang membaca tulisan- tulisan tersebut, maka jawabannya yang terbanyak adalah jarang ada yang mau membaca. Keadaan ini terjadi karena skripsi, tesis mahasiswa — katakanlah laporan penelitian — tersebut jauh dari yang diharapkan sebagai karya intelektual. Struktur dari setiap karya ilmiah mahasiswa tidak sama antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya, kendati demikian asas-asas utama laporan karya ilmiah penelitian tetap sama, Begitu pula strukcur karya skripsi,tesis, dan disertasi berbeda secara gradual sesuai kedalaman dan tingkat strata pendidikan mahasiswa. Sehubungan dengan itu setiap fakultas menerbitkan sendiri struktur laporan penelitian, sehingga tak tepat kalau dijelaskan dalam buku ini.

Anda mungkin juga menyukai