Anda di halaman 1dari 22

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi Kehamilan Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm.

II.2. Diagnosa Kehamilan II.2.1. Lama Kehamilan Lama kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari atau 40 minggu, dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi atas 3 bagian, masing-masing : (1) Kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu), (2) Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu), dan (3) Kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu) (Wiknjosastro, 2002).

II.2.2. Tanda dan Gejala Kehamilan Tanda dan gejala kehamilan yaitu: a. Amenorea (tidak dapat haid). Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid lagi.

b. Nausea (enek) dan emesis (muntah). Enek terjadi umumnya pada bulanbulan pertama kehamilan, disertai kadang-kadang oleh emesis. Sering terjadi pagi hari, tapi tidak selalu. Keadaan ini lazim disebut morning sickness. c. Mengidam (mengingini makanan atau minuman tertentu). Mengidam terjadi pada bulan-bulan pertama akan tetapi akan menghilang dengan makin tuanya kehamilan. d. Mamma menjadi tegang dan membesar. Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang duktuli dan alveoli di mamma. Glandula Montgomery tampak lebih jelas. e. Anoreksia (tidak ada nafsu makan). Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama tetapi setelah itu nafsu makan akan timbul lagi. f. Sering kencing terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar. g. Obstipasi terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh hormon steroid. h. Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi, hidung dan dahi kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan, dikenal sebagai kloasma gravidarum. Areola mamma juga menjadi lebih hitam karena deposit pigmen yang berlebihan. Daerah leher menjadi lebih hitam. i. Epulis adalah suatu hipertrofi papilla gingivae. Sering terjadi pada triwulan pertama.

j. Varises sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah genitalia eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis (Wiknjosastro, 2002).

II.3. Antenatal care II.3.1. Pengertian Antenatal Care Beberapa pengertian antenatal care adalah: a. Antenatal care ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin, dkk., 2000). b. Pelayanan antenatal merupakan salah satu kegiatan dari program kesehatan ibu dan anak, pelayanan ini bisa dilaksanakan oleh bidan di poliklinik, BPS (Balai Pengobatan Swasta), dan Rumah Sakit

(Mufdlilah,2009).

II.3.2. Tujuan Antenatal Care Tujuan umum adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat. Tujuan khusus adalah: a. Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan, dan nifas. b. Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini mungkin. c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada ibu dan anak.

d. Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas, dan laktasi (Mochtar, 1998).

II.3.3. Jadwal Pemeriksaan Kehamilan Jadwal pemeriksaan kehamilan yaitu: 1. Pemeriksaan yang pertama kali ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya terlambat satu bulan. 2. Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan. 3. Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan. 4. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan. 5. Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan. Kunjungan antenatal care (ANC) sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan, yaitu: 1. 1 kali pada trimester pertama (< 14 minggu). 2. 1 kali pada trimester kedua (antara minggu 1428). 3. 2 kali pada trimester ketiga (antara minggu 2836 dan sesudah minggu ke 36). II.3.4. Pemeriksaan Ibu Hamil Anamnesa 1. Anamnesa identitas istri dan suami: nama, umur, agama, pekerjaan, alamat, dan sebagainya. 2. Anamnesa umum: a. Tentang keluhan-keluhan, nafsu makan, tidur, miksi, defekasi, perkawinan dan sebagainya.

10

b. Tentang haid, kapan mendapat haid terakhir (HT). Bila hari pertama haid terakhir diketahui, maka dapat dijabarkan tafsiran tanggal persalinan memakai rumus Naegele: hari +7, bulan 3, dan tahun +1. TTP= hari +7, bulan 3, tahun +1 HT c. Tentang kehamilan, persalinan, keguguran, dan kehamilan ektopik atau kehamilan mola sebelumnya (Mochtar, 1998). Inspeksi Pemeriksaan seluruh tubuh harus diperiksa dengan teliti. Keadaan umum harus baik. Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan harus diperiksa dan dicatat. Jantung, paru-paru, mammae, dan seluruh abdomen diperiksa dengan teliti dan dicatat (Wiknjosastro, 2002). Palpasi Ibu hamil disuruh berbaring telentang, dengan bahu dan kepala sedikit lebih tinggi (memakai bantal) dan pemeriksa berada disebelah kanan yang diperiksa. Dikenal beberapa cara palpasi, antara lain menurut Leopold, Ahfeld, Budin dan Knebel. Yang lazim dipakai ialah cara palpasi menurut Leopold, karena telah hampir mencakupi semuanya. Cara pemeriksaan menurut Leopold dibagi dalam 4 tahap. Pada pemeriksaan menurut Leopold I, II, dan III, pemeriksa menghadap kearah muka wanita yang diperiksa. Pada pemeriksaan menurut Leopold IV pemeriksa menghadap kaki wanita tersebut. Maksud pemeriksaan Leopold I ialah untuk menentukan tinggi fundus uteri. Dengan demikian, tua kehamilan dapat diketahui. Selain itu, dapat pula ditentukanbagian janin mana yang terletak pada fundus uteri. Bila kepala akan teraba benda bulat dan keras. Sedangkan bokong tidak

11

bulat dan lunak. Pada Leopold II dapat ditentukan batas samping uterus dan dapat pula ditentukan letak punggung janin yang membujur dari atas ke bawah menghubungkan bokong dengan kepala. Pada letak lintang dapat ditentukan kepala janin. Pada Leopold III dapat ditentukan bagian apa yang terletak di sebelah bawah. Sedangkan pada Leopold IV, selain menentukan bagian janin mana yang terletak di sebelah bawah, juga dapat menentukan berapa bagian dari kepala telah masuk ke dalam pintu atas panggul (Wiknjosastro, 2002). Perkusi Tidak begitu banyak artinya, kecuali bila ada sesuatu indikasi (Mochtar,1998). Auskultasi Digunakan stetoskop monoral (stetoskop obstetrik) untuk mendengarkan denyut jantung janin (djj). Yang dapat kita dengarkan adalah: 1. Dari janin: a) djj pada bulan ke 4-5, b) bising tali pusat, dan c) gerakan dan tendangan janin. 2. Dari ibu: a) bising rahim (uterine souffle), b) bising aorta, dan c) peristaltik usus (Mochtar, 1998). Pemeriksaan Dalam Terdiri dari Vaginal Toucher (VT) dan Rectal Toucher (RT). Sebenarnya, periksa dalam adalah tindakan yang berbahaya karena akan menyebabkan

12

perdarahan dan infeksi. Oleh karena itu, periksa dalam hanya boleh dilakukan bila ada indikasi dan dikerjakan dengan cara cuci hama atau pemeriksaan rectal touche (RT). Pemeriksaan dalam untuk menilai keadaan janin dan jalan lahir hendaknya dilakukan dengan lembut (with ladies hand), sebaiknya ibu disuruh kencing dan buang air besar.Ia harus berbaring telentang dengan tungkainya ditekuk pada pangkal paha dan lutut. Genitalia eksterna dibersihkan dengan kapas lisol atau dettol atau desinfeksi lainnya (Mochtar, 1998). Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang perlu dikerjakan ialah hematokrit (hemoglobin), urinalisis, kultur urin, golongan darah, faktor Rhesus, pemeriksaan antibody, status rubella, pemeriksaan sifilis, pap smear, pemeriksaan HbsAg; termasuk pemeriksaa HIV. Ultrasonografi (USG) Dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen, USG tidak berbahaya untuk janin, karena memakai prinsip sonar (bunyi).Jadi, boleh dipergunakan pada kehamilan muda.Pada layar dapat dilihat letak, gerakan, dan gerakan jantung janin (Mochtar, 1998). II.3.5 Nasihat- Nasihat Untuk Ibu Hamil Diet dan Pengawasan Berat Badan Wanita hamil dan menyusui harus betul-betul mendapat perhatian susunan dietnya, terutama mengenai jumlah kalori, protein yang berguna untuk pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, perdarahan pasca persalinan dan sebagainya. Sedangkan

13

makanan berlebihan karena dianggap untuk 2 orang (ibu dan janin), dapat mengakibatkan komplikasi sepertti gemuk, pre-eklamsi, janin besar dan sebagainya (Mochtar, 1998). Anjurkan wanita tersebut makan secukupnya saja. Bahan makanan tidak perlu mahal, akan tetapi cukup mengandung protein baik hewani maupun nabati. Seperti diketahui, kebutuhan akan gizi selama kehamilan meningkat. Adapun kebutuhan ini dipergunakan untuk pertumbuhan plasenta, pertambahan volume darah, mammae yang membesar, dan metabolisme basal yang meningkat. Sebagai pengawasan akan kecukupan gizi ini dapat dipakai kenaikan berat badan wanita hamil tersebut. Kenaikan berat badan wanita hamil rata-rata 6,5 kg sampai 16 kg (Wiknjosastro, 2002). Merokok Merokok adalah kebiasaan yang dilarang keras, baik saat hamil maupun tidak hamil dan baik merokok secara pasif maupun aktif. Adalah kenyataan bahwa wanita-wanita yang terlalu banyak merokok melahirkan anak yang lebih kecil, atau mudah mengalami abortus dan partus prematurus. Maka dari itu, sebaiknya wanita hamil dilarang merokok (Wiknjosastro, 2002). Obat-obatan Jangan memberikan obat yang tidak perlu benar, terutama pada triwulan I dan II kehamilan.Ada obat yang teratogenik sehingga dapat menimbulkan kelainan teratogenik pada janin, misalnya thalidomide, yang sekarang telah ditarik dari peredaran (Wiknjosastro, 2002). Kebersihan dan Pakaian Kebersihan harus selalu dijaga pada masa kehamilan. Mandi diperlukan untuk kebersihan/ hygiene terutama perawatan kulit, karena fungsi ekskresi dan

14

keringat bertambah. Dianjurkan menggunakan sabun yang lembut/ ringan.Mandi berendam tidak dianjurkan (Mochtar, 1998). Baju hendaknya yang longgar dan mudah dipakai. Sepatu atau alas kaki lain dengan tumit yang tinggi sebaiknya jangan dipakai, oleh karena tempat titik berat wanita hamil berubah, sehingga mudah tergelincir atau jatuh (Wiknjosastro, 2002). Koitus Bila dalam anamnesis ada abortus sebelum kehamilan yang sekarang, sebaiknya koitus ditunda sampai kehamilan 16 minggu. Pada waktu itu plasenta telah terbentuk, serta kemungkinan abortus menjadi lebih kecil. Pada umumnya koitus diperbolehkan pada masa kehamilan jika dilakukan dengan hati-hati. Pada akhir kehamilan, jika kepala sudah masuk ke dalam rongga panggul, koitus sebaiknya dihentikan karena dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan (Wiknjosastro, 2002). Perawatan Gigi Pada triwulan pertama wanita hamil mengalami enek dan muntah (morning sickness). Keadaan ini menyebabkan perawatan gigi tidak diperhatikan dengan baik, sehingga timbul karies, gingivitis, dan sebagainya. Bila kerusakan gigi ini tidak diperhatikan dengan baik, hal itu dapat mengakibatkan komplikasi, seperti nefritis, septicemia sepsis peurperalis, oleh karena infeksi di rongga mulut, misalnya pulpitis yang telah menahun, dapat menjadi sarang infeksi yang dapat menyebar kemana-mana. Maka dari itu bila keadaan mengijinkan, tiap wanita hamil harus memeriksakan giginya secara teratur sewaktu hamil (Wiknjosastro, 2002).

15

Imunisasi Tiap wanita hamil yang akan berpergian ke luar negeri dan di dalam negeri dibolehkan mengambil vaksinasi ulangan terhadap cacar, kolera, dan tifus. Dahulu di Indonesia pencacaran merupakan suatu keharusan, maka untuk wanita hamil pencacaran merupakan pencacaran ulang dan tidak membahayakan. Tapi bila ada wabah, maka pencacaran walaupun untuk pertama kali tetap dilakukan untuk melindungi ibu dan janin. Virus vaksin dapat melintasi plasenta dan dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada macam-macam alat dan plasenta. Biasanya infeksi transplasenta hanya terjadi pada wanita hamil yang baru pertama sekali dicacar. Maka dari itu, dianjurkan agar pencacaran pertama sebaiknya dilakukan sebelum tua kehamilan melewati 20 minggu. Untuk melindungi janin yang akan dilahirkan terhadap tetanus neonatonum dewasa ini dianjurkan untuk diberikan toxoid tetanus pada ibu hamil (Wiknjosastro, 2002). Perawatan Payudara Payudara merupakan sumber air susu ibu yang akan menjadi makanan utama bagi bayi, karena itu, jauh sebelumnya harus sudah dirawat. Kutang yang dipakai harus sesuai besar payudara, yang sifatnya adalah menyokong payudara dari bawah, bukan menekan dari depan. Dua bulan sekali dilakukan massage, kolostrum dikeluarkan untuk mencegah penyumbatan. Untuk mencegah putting susu kering dan mudah pecah, maka putting susu dan areola payudara dirawat baik-baik dengan dibersihkan menggunakan air sabun dan biocream atau alcohol. Bila puting susu masuk ke dalam, hal ini diperbaiki dengan jalan menarik-narik keluar (Mochtar, 1998).

16

II.4 Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah hasil dari tahu manusia, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Karena itu pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidakdisertai oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif memiliki 6 tingkatan,yaitu: 1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Yang termasuk kedalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yangditerima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui. 3. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. 4. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi manusia di dalam struktur organisasi terbsebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

17

5. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evalution) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

II.5 Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorangterhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas dan sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek. Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu: 1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding) diartikan memberikan jawaban apabila

ditanya,mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatuindikasi sikap. 3. Menghargai (Valuing) adalah mengajak orang lain untuk mengerjakanatau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalahsuatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).

18

II.6. Kehamilan Risiko Tinggi II.6.1 Definisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan dan nifas normal.

II.6.2 Frekuensi Frekuensi kehamilan risiko tinggi yang dilaporkan oleh beberapa peneliti berbeda-beda, tergantung dari cara penilaian faktor yang dimasukkan dalam kehamilan risiko tinggi. Rochjati (1977) dari RS dr. Sutomo Surabaya melaporkan frekuensi kehamilan risiko tinggi 30,8%. Daely (1979) dari RS dr. Pirngadi Medan melaporkan frekuensi kehamilan risiko tinggi 69,7% dengan kriteria tersendiri yaitu dari jumlah kasus-kasus persalinan sebagai penyebut. Tingginya angka kehamilan risiko tinggi di RS dr. Pirngadi Medan mungkin karena banyaknya kasus patologi yang dirujuk setelah ditangani di luar dan setelah terjadi komplikasi.

II.6.3 Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi Cara penentuan KRT dapat dengan memakai kriteria dan juga dikelompokkan berdasarkan skoring atau nilai. Kriteria yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti dari berbagai institut berbeda, namun dengan tujuan yang sama mencoba mengelompokkan kasus-kasus risiko tinggi.

19

Rochyati, dkk mengemukakan kriteria KRT adalah: primimuda, primitua, umur 35 tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm, grandemulti, riwayat persalinan yang buruk, bekas seksio sesaria, pre-eklampsia, hamil serotinus, perdarahan antepartum, kelainan letak, kelainan medis, dan lain-lain. Daely (Medan) memakai kriteria kehamilan risiko tinggi terbagi berdasarkan: a. Komplikasi Obstetrik : o Umur (19 tahun atau > 35 tahun) o Paritas (primigravida atau para lebih dari 6) o Riwayat kehamilan yang lalu : 2 kali abortus 2 kali partus prematur Kematian janin dalam kandungan atau kematian perinatal Perdarahan paska persalinan Pre-eklampsi dan eklampsi Kehamilan mola Pernah ditolong secara obstetri operatif Pernah operasi ginekologik Pernah inersia uteri Disproporsi sefalo pelvik, perdarahan antepartum, pre-eklampsi dan eklampsi, kehamilan ganda, hidramnion, kelainan letak pada hamil tua, dismaturitas, kehamilan pada infertilitas, persalinan terakhir 5 tahun,inkompetensi serviks, postmaturitas, hamil dengan tumor (mioma atau kista ovarii), uji serologis lues positif.

20

b. Komplikasi medis Anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penyakit saluran kencing, penyakit hati, penyakit paru dan penyakit-penyakit lain dalam kehamilan.

II.6.4 Faktor Risiko Faktor risiko merupakan situasi dan kondisi serta keadaan umum ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas akan memberikan ancaman pada kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya. Keadaan dan kondisi tersebut bisa digolongkan sebagai faktor medis dan non medis. Faktor non medis antara lain adalah kemiskinan, ketidak tahuan, adat, tradisi, kepercayaan, dan lain-lain. Hal ini banyak terjadi terutama pada negara berkembang, yang berdasarkan penelitian ternyata sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Dimasukkan pula dalam faktor non medis adalah sosial ekonomi rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitas dan sarana kesehatan yang serba kekurangan. Faktor medis antara lain adalah penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan obstetri, gangguan plasenta, gangguan tali pusat, komplikasi persalinan, penyakit neonatus dan kelainan genetik. Menurut Backett faktor risiko itu bisa bersifat biologis, genetika, lingkungan atau psikososial. Namun dalam kesehatan reproduksi kita dapat membaginya secara lebih spesifik, yaitu: 1. Faktor demografi: umur, paritas dan tinggi badan

21

2. Faktor medis biologis: underlying disease, seperti penyakit jantung dan malaria. 3. Faktor riwayat obstetri: abortus habitualis, SC, dan lain-lain. 4. Faktor lingkungan: polusi udara, kelangkaan air bersih, penyakit endemis, dan lain-lain. 5. Faktor sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan. Seharusnya faktor risiko dikenali oleh ibu hamil serta keluarga sehingga ibu-ibu dengan kehamilan risiko tinggi mendapat pertolongan yang semestinya. II.7. Kehamilan Usia Tua II.7.1 Definisi Adalah seorang wanita yang hamil pada usia sama dengan 35 tahun atau lebih. Faktor usia tua menyebabkan resiko timbulnya penyakit-penyakit yang menyertai umur jadi semakin meningkat. Terjadinya penyakit jantung dan kanker menjadi lebih besar. Kombinasi antara penyakit usia tua dan kehamilan tersebut yang menyebabkan resiko meninggal atau cacat pada bayi atau ibu hamil menjadi bertambah tinggi. Bagi seorang perempuan, usia tua juga dapat menyebabkan kemampuan untuk melahirkan (fertilitas) menurun. Kemungkinan bayi lahir kembar juga sangat tinggi terjadi pada kehamilan pertama yang terlambat, khususnya pada usia 35-39 tahun. Selanjutnya, setelah usia 39 tahun, frekuensi bayi lahir kembar menjadi menurun. Hamil terlambat juga menyebabkan resiko terhadap diabetes, tumbuhnya jaringan ikat di dalam rahim (fibroid) dan berisiko tinggi untuk mendapatkan kelainan kromosom, seperti Down Syndrome.

22

II.7.2 Segi negatif kehamilan di usia tua (Sulistyawati, 2009). a. Kondisi fisik ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahirannya. Hal ini pun turut mempengaruhi kondisi janin. b. Pada proses pembuahan, kualitas sel telur wanita usia ini sudah menurun jika dibandingkan dengan sel telur pada wanita dengan usia reproduksi sehat (25-30 tahun).Jika pada proses pembuahan, ibu mengalami gangguan sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan buah kehamilan, maka kemungkinan akan menyebabkan terjadinya Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) yang berakibat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). c. Kontraksi uterus juga sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik ibu, jika ibu mengalami penurunan kondisi, terlebih pada primitua (wanita hamil pertama dengan usia ibu lebih dari 40 tahun) maka keadaan ini harus benar-benar diwaspadai. II.7.3. Segi positif hamil diusia tua a. Kepuasan peran sebagai ibu b. Merasa lebih siap c. Pengetahuan mengenai perawatan kehamilan dan bayi lebih baik d. Rutin melakukan pemeriksaan kehamilan e. Mampu mengambil keputusan f. Karier baik dan status ekonomi lebih baik g. Perkembangan intelektual anak lebih tinggi h. Periode menyusui lebih lama i. Toleransi pada kelahiran lebih besar.

23

II.7.4. Hal-hal yang direncanakan kehamilan untuk perempuan usia 35 tahun ke atas (Sinsin, 2008): a. Diskusikan dengan dokter sebelum menginginkan kehamilan b. Konsumsi 400 mg asam folat tiap hari sebelum hamil dan ketika bulan pertama kehamilan untuk mencegah cacat bayi. c. Lakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur d. Makanlah makanan yang bervariasi, khususnya yang mengandung asam folat, seperti jus jeruk, kacang-kacangan, kedelai dan biji-bijian lainnya, sereal, dan sayuran berdaun hijau e. Sebelum hamil, ukur berat badan agar tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus f. Jangan meminum alkohol sebelum hamil dan selama hamil g. Jangan merokok, termasuk hindari asap rokok disekitar lingkungan h. Jangan konsumsi obat-obatan apapun, khususnya obat bebas di apotik atau ramuan tumbuh-tumbuhan, seperti jamu, kecuali yang disarankan oleh dokter. II.8 Ketuban Pecah Dini II.8.1 Definisi Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

24

Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%.

Gambar 1. Ketuban Pecah II.8.2 Penyebab Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor risiko dari KPD : 1. Inkompetensi serviks (leher rahim) 2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) 3. Riwayat KPD sebelumya 4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban 5. Kehamilan kembar

25

6. Trauma 7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu 8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim II.8.3 Tanda dan Gejala Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. Pemeriksaan

26

penunjang Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang terdapat di dalam rahim. II.8.4 Komplikasi KPD Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.

27

Gambar 3. Keluarnya Tali Pusar II.8.5 Pencegahan Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga dianjurkan.

Anda mungkin juga menyukai