Anda di halaman 1dari 5

TORTIKOLIS

DEFINISI Tortikolis berasal dari bahasa latin yaitu torsio = torsi dan collum = leher (Sjamsuhidajat, 2004). Tortikolis berarti leher berbelit, atau miring. Kelainan ini menunjuk pada kepala yang miring pada satu sisi dengan oksiput terotasi ke arah bahu dan dagu ke arah yang berlawanan dan terelevasi (Thompson, 2000). Keadaan ini dapat bersifat kongenital atau sekunder terhadap penyakit lokal lain (Apley, 1995). ETIOLOGI Tortikolis kongenital disebabkan oleh kontraktur unilateral dari sternokleidomastoideus, sehingga menyebabkan inklinasi lateral dari kepala, dan dianggap paska traumatik, dengan pembengkakan yang nyeri tekan dalam otot sebelum deformitas (Schwartz, 2000). Pada tortikolis bayi (kongenital), otot sternokleidomastoideus pada satu sisi mengalami fibrosis dan gagal memanjang sementara anak itu tumbuh, akibatnya terjadi deformitas progresif (Apley, 1995). Hal ini dapat terjadi karena trauma persalinan pada kepala letak sungsang. Bila dilakukan traksi pada kepala untuk melahirkan anak dapat terjadi cedera m.sternokleidomastoideus yang menimbulkan hematoma sehingga terjadi pemendekan otot akibat fibrosis. Cedera m. sternokleidomastoideus ini dapat terjadi pada setiap metoda ekstraksi anak (Sjamsuhidajat, 2004). Leher yang miring atau terpuntir dapat muncul akibat pembentukan parut kulit (terutama setelah luka bakar), radang kelenjar leher atau penyakit mata. Penyebab yang paling lazim pada orang dewasa adalah prolapsus diskus intervertebralis dengan spasme otot sekunder. Penyebab lain adalah cedera vertebra, tuberkulosis, infeksi piogenik, spondilitis ankilosa, osteoma osteoid, tumor intraspinal dan tumor intrakranial pada fossa posterior (Apley, 1995). PATOFISIOLOGI

Tortikolis muskuler adalah tipe yang paling lazim dan biasanya terjadi pada saat lahir dan dicurigai akibat cedera otot sternokleidomastoideus. Bayi besar yang mengalami persalinan verteks yang sukar berisiko tinggi untuk ini. Peregangan leher selama persalinan mengakibatkan perobekan dan perdarahan dalam muskulus sternokleidomastoideus. Darah yang terkandung dalam ruang fasia mengakibatkan kenaikan tekanan. Kenaikan tekanan selanjutnya mencederai otot, mengakibatkan daerah iskemia yang nantinya diganti dengan jaringan fibrosa, nerkontraksi, dan menghasilkan tortikolis (Thompson, 2000).. Anomali kongenital biasanya berupa malformasi atlas atau skoliosis servikal kongenital. Fiksasi rotasi terjadi antara vertebra servikalis pertama dan kedua, biasanya sesudah jejas minor atau infeksi pernapasan atas, dan mengakibatkan gangguan jaringan lunak. Sebagai akibatnya, gerakan menjadi terbatas dan disertai nyeri. Anak yang lebih tua yang menderita tortikolis mulai lambat, tersembunyi, harus dicurigai menderita tumor fossa posterior atau kelainan neurologis lain (Thompson, 2000). MANIFESTASI KLINIS Anak dengan tortikolis mempunyai kepala yang bertahan pada posisi khusus (Thompson, 2000). Pada 20% pasien muncul suatu benjolan yang berbatas tegas dan melibatkan satu atau kedua caput sternomastoideus dalam beberapa minggu pertama kehidupan. Pada stadium ini tidak ada kelainan maupun terbatasnya geakan yang nyata dan dalam beberapa bulan benjolan telah menghilang. Kelainan tidak kentara hingga anak berumu 1-2 tahun (Apley, 1995). Pada tortikolis muskuler, sering teraba massa pada sisi inferior muskulus sternokleidomastoideus, yang merupakan daerah jaringan fibrosa yang terkontraksi. Pada fiksasi rotasi dan bentuk tortikolis didapat, massa ini tidak ada. Kisaran gerakan mungkin terbatas karena nyeri. Evaluasi neurologis akan normal pada torikolis muskuler dan fiksasi rotasi, tetapi mungkin ada kelainan neurologis yang tidak kentara pada tumor fossa posterior (Thompson, 2000). Kepala miring karena m. sternokleidomastoideus memendek, dan teraba seperti tali yang kaku. Bila dibiarkan maka akan menjadi asimetri, tulang

belakang akan skoliosis untuk mengimbangi miringnya vertebra servikalis, dan tengkorak pun akan asimetri (Sjamsuhidajat, 2004). DIAGNOSIS BANDING Tortikolis muskuler, sindroma sandifer, refluks gastroesofagus. Tumor fossa posterior, tumor medulla spinalis. Malformasi spina servikalis kongenital, invaginasi oksipitoservikalis, malformasi atlas, skoliosis servikal kongenital. Trauma, infeksi saluran pernapasan atas, adenitis servikalis (Thompson, 2000). DIAGNOSIS Riwayat kelahiran sukar atau sungsang Kepala miring ke arah yang sakit (singkirkan penyebab lain : anomali tulang, diskitis, limfadenitis) Telinga mendekati bahu Terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus (Apley, 1995). PEMERIKSAAN Evaluasi radiografi. Radiografi spina servikalis anteroposterior dan lateral diperlukan dalam memeriksa anak dengan tortikolis untuk mengesampingkan adanya malformasi kongenital. Tomografi komputasi (CT) dinamik biasanya akan dilakukan dengan kepala diputar pada sisi yang terkena dan kemudian secara maksimal dirotasi ke sisi yang berlawanan. Pada anak yang dicurigai menderita tumor fossa posterior atau kelainan neurologis, foto resonansi magnetic biasanya akan merupakan penegak diagnostik (Thompson, 2000).

PENATALAKSANAAN Penanganan tortikolis tergantung pada diagnosis yang tepat. Pada tortikolis muskuler, peregangan pasif biasanya akan efektif dalam mengembalikan kisaran gerakan leher pada bayi. Jika deformitas menetap sesudah umur 1 tahun, maka pelepasan atau pemanjangan muskulus sternokleidomastoideus akan diperlukan (Thompson, 2000). Pada fiksasi rotasi, penarikan tali pada leher secara lemah lembut selama 1 atau 2 hari biasanya lambat laun akan menyembuhkan pergeseran jaringan lunak antara vertebra servikalis perama dan kedua. Bila ini terjadi, kisaran gerakan akan secara khas kembali ke normal. Namun, jika fiksasi rotasi menetap lebih dari 1 bulan, jaringan parut yang menyertai dapat menghalangi penyembuhan spontan. Karena deformitas menetap, anak selanjutnya akan mengalami asimetri wajah yang bermakna (plagiosefali). Pada anak ini, persekutuan kembali secara bedah dan fusi spina posterior antara C-1 an C-2 dapat terindikasi. Jika deformitas disebabkan oleh tumor fossa posterior, deformitas ini harus ditangani secara bedah serta dengan terapi tambahannya, tergantung pada diagnosis (Thompson, 2000). Setelah operasi, koreksi harus diperankan, mula-mula dengan suatu tutuptengkorak/ skull cup yang diikatkan kebawah aksila. Sesudah itu ban leher polietilen dipakai hingga anak secara otomais dapat mempertahankan kepala secara benar. Latihan perentangan juga dilanjutkan (Apley, 1995). Fisioterapi diberikan berupa masase disertai peregangan dengan harapan otot dapa memanjang. Bila fisioterapi idak berhasil dilakukan operasi untuk memperpanjang m. sternokleidomastoid. Fisioterapi diteruskan lagi pascabedah agar tidak kambuh lagi (Sjamsuhidajat, 2004). PROGNOSIS Semakin muda ditatalaksana, semakin baik prognosisnya (Apley, 1995).

DAFTAR PUSTAKA Apley, AG. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta : Widya Medika. Thompson, GH dan Scoles, PV. 2000. Masalah-masalah Ortopedi. Dalam: Berhman, RE., Kliegman, RM., Arvin, AM. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Edisi ke-15. Jakarta: EGC. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Schwartz, SI. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai