Anda di halaman 1dari 6

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Penerapan Filosofi Arsitektur Tradisional Bali Pada Rancangan Fasilitas Wisata ARC Park (Art, Recreational, Culinary Park)
Herlinda Herawati
Program Studi Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Email: herlinda.herawati@gmail.com

Abstrak ARC Park (Art, Recreational, Culinary Park) adalah hasil perancangan bangunan komersial multifungsi dengan lahan seluas 11.000 m2 di Desa Mas, Ubud, Bali. Lokasi perancangan terletak di dekat pusat wisata Ubud sehingga berpotensi menjadi gerbang wisata Desa Mas dengan produk unggulan kerajinan kayu. Persoalan yang diselesaikan dalam perancangan adalah cara menciptakan arsitektur yang menggabungkan berbagai daya tarik wisata sesuai konteksnya, yang tidak hanya memberi keuntungan finansial tetapi juga bersinergi dengan lingkungannya. Isu yang diprioritaskan dalam perancangan adalah kenyamanan, ambience, privasi, dan fleksibilitas, serta lokalitas. Oleh karena itu, proses perancangan mengedepankan nilai sinergi dan pemaknaan filosofi arsitektur tradisional Bali. Nilai sinergi diterapkan dengan cara mengindahkan posisi desa, lahan perancangan, dan fungsi lain di sekitar lahan, serta memaknai prinsip tata ruang arsitektur tradisional Bali dalam perancangan gubahan massa.
Kata-kunci: wisata Desa Mas, kerajinan kayu, bangunan komersial multifungsi, sinergi, arsitektur tradisional Bali

Pendahuluan Ubud merupakan salah satu destinasi wisata yang memiliki keindahan alam, budaya dan kesenian. Desa Mas, sebagai bagian dari Ubud memiliki potensi kerajinan kayu, wisata kuliner, serta seni tari-tabuh. Akan tetapi potensi tersebut belum dikembangkan secara optimal sehingga kurang mendapat apresiasi publik. Untuk dapat mengembangkan potensi tersebut, perlu diciptakan fasilitas wisata multifungsi sebagai perangsang pengembangan wisata sekaligus menjadi ruang publik dan bersinergi dengan lingkungan sekitarnya. Kebutuhan tersebut pada akhirnya didefinisikan sebagai fasilitas ARC Park (Art, Recreational and Culinary Park) yang bertujuan untuk memperkuat identitas desa kerajinan kayu, meningkatkan apresiasi terhadap pertunjukan seni tari dan tabuh, serta mengintegrasi dan menghidupkan daya tarik wisata di sekitar lahan. Fasilitas ini dirancang di atas lahan milik investor bernama Tjokorda Bagus Krisna Dalem dan berlokasi di Jalan Nyuh Kuning, Desa Mas, Ubud, Bali.

Data Lahan perancangan (gambar 1) seluas 11.000 m2 berbatasan langsung dengan berbagai fungsi seperti vegetasi alami, hunian, restoran, galeri, art shop, sanggar tari dan resor. Lahan memiliki peraturan KDB 60% dan ketinggian bangunan maksimal 15 m. Lokasi perancangan (gambar 2) dekat dengan pusat wisata Ubud sehingga fasilitas wisata yang dirancang memiliki potensi menjadi gerbang wisata menuju Desa Mas.

Gambar 1. Lahan Perancangan Jurnal ARSTEKTUR 01 | 1

Penerapan Filosofi Arsitektur Tradisional Bali Pada Rancangan Fasilitas Wisata ARC Park (Art, Recreational, Culinary Park)

Sedangkan dari analisis tapak dirumuskan isu perancangan locality, karena lokasinya terletak di pulau Bali dengan budaya yang masih kental. Kriteria Perancangan Isu lokalitas menjadikan aspek kontekstual penting dan menjadi dasar perumusan kriteria perancangan bangunan yang meliputi: prinsip arsitektur Bali, berkarakter statis-dinamis, memiliki ambience dengan permainan aliran ruang, tidak mendominasi alam, mengangkat produk kerajinan kayu, serta secara tidak langsung dapat menghidupkan kawasan sekitar. Kajian Arsitektur Bali Berdasarkan kepercayaan masyarakat Bali, orientasi menuju Gunung Agung adalah wujud kesakralan yang terungkap dengan sumbu utara-selatan yang merepresentasikan gununglaut. Selain itu, wujud kesakralan juga terungkap dengan sumbu timur-barat yang merepresentasikan posisi matahari terbit dan tenggelam. Orientasi ini mempengaruhi elemen arsitektur Bali, seperti pemintakatan ruang dari skala desa hingga rumah tinggal. Sebagian besar desa di Bali memiliki morfologi pusat desa berupa pola pempatan desa, dengan lokasi pura di bagian timur laut, wantilan (balai warga) di bagian barat laut, lapangan di bagian tenggara dan pasar di bagian barat daya. (gambar 3)

flexibility.

Gambar 2. Peta Lokasi Lahan Perancangan

Pengguna fasilitas ini antara lain pemilik dan keluarga pemilik, seniman, wisatawan asing, masyarakat dan desa adat setempat. Oleh karena itu, pemilik ingin membangun ruang publik sekaligus tempat wisata yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna. Berdasarkan analisis lokasi, pengguna dan kegiatan, didapatkan kebutuhan ruang yang dirangkum menjadi program ruang (tabel 1).
Tabel 1. Program Ruang No 1 2 3 4 5 6 7 Fasilitas Penginapan/Villa Restoran/Cafetaria Galeri Kerajinan Kayu Pendukung Sanggar Tempat Parkir Lain-Lain Ruang Luar Luas (m2) 1200 500 300 400 1000 600 7000

Gambar 3. Ilustrasi orientasi dan pola pempatan desa

Isu dan Tujuan Perancangan Prioritas persoalan perancangan ARC Park adalah cara menciptakan arsitektur yang menggabungkan berbagai daya tarik wisata sesuai dengan keunikan lahan, yang tidak hanya memberi keuntungan finansial tetapi juga bersinergi dengan lingkungan sekitar. Dari analisis fungsi dirumuskan isu perancangan, antara lain: comfort, ambience, privacy, dan
2 | Jurnal ARSTEKTUR 01

Prinsip Nawa Sanga menjadikan rumah tinggal terbagi menjadi sembilan bagian dengan tingkat kesakralan tertinggi pada bagian timur laut. Selain itu, tingkat kesakralan utama-madya-nista diterapkan pada proporsi kepala-badan-kaki bangunan. Dalam arsitektur Bali, sebuah bangunan bermakna karena kegiatan yang diwadahinya. Hal ini sejalan dengan konsep form follow function. (gambar 4)

Herlinda Herawati

Gambar 4. Ilustrasi Nawa Sanga dan proporsi massa

Rwa Bhinneda (gambar 5) adalah prinsip keseimbangan dua hal yang bertolak belakang. Keseimbangan diterapkan pada prinsip makrokosmos-mikrokosmos yang membuat bangunan selalu dimaknai sebagai bagian dari proses alam. Rumah tinggal awalnya berorientasi pada natah (ruang terbuka), sedangkan kegiatan seperti berjualan dilakukan di pasar dan telajakan (gambar 5). Pemisah ruang privat (pagar) menjadi penting sebagai pembentuk wajah desa. Seiring meningkatnya kebutuhan, rumah tinggal mulai dijadikan tempat berjualan sehingga berorientasi ke jalan.

Pemintakatan tapak dilakukan dengan kompartemenisasi lahan berdasarkan prinsip Nawa Sanga. Area utama dialokasikan sebagai lokasi sanggah (tempat sembahyang) yang kemudian dikelilingi oleh border air dan vegetasi. Setelah itu zonasi fasilitas dilakukan berdasarkan persepsi tingkat kesakralannya. Perancangan gubahan massa untuk memperkuat sumbu dan pusat orientasi yang dilakukan menggunakan prinsip geometri dasar, seperti gubahan segitiga sama sisi, lingkaran, serta kelipatan sudut 7,5 derajat. Penggunaan elemen air juga dibatasi di bagian utara dan timur lahan yang merupakan bagian utama dan sakral pada prinsip Nawa Sanga.

Gambar 6. Ilustrasi kompartemenisasi lahan

Gambar 5. Ilustrasi Rwa Bhinneda dan telajakan

Konsep Pemintakatan didasari oleh orientasi Gunung Agung sehingga pembentukan geometri dilakukan dengan memperkuat sumbu ke timur laut (gambar 6). Sumbu ini membagi fungsi statis dan dinamis (Rwa Bhinneda). Bagian barat laut dialokasikan untuk fungsi statis (villa, sanggar, lobby, wantilan) sedangkan bagian tenggara untuk fungsi dinamis (restoran, galeri, amphiteater, tempat parkir) karena bersentuhan dengan jalan dan restoran eksisting. Lokasi pusat orientasi dipengaruhi oleh aksesibilitas dan posisi vegetasi, serta dipilih berbentuk lingkaran untuk memperkuat kesan sentral. (gambar 7)
Gambar 7. Ilustrasi hubungan ruang

Bentuk berderet pada villa dipilih karena keterbatasan lahan dan untuk memeratakan view setiap villa ke arah utara. Massa villa yang memanjang dipatahkan untuk permainan ruang dan ditata secara bertingkat untuk efisiensi lahan (gambar 8). Kolam renang dirancang dengan bentuk yang lebih dinamis dan ditambahkan jembatan untuk menghasilkan suasana rekreatif. Ruang di sekitar kolam renang kemudian dimanfaatkan sebagai ruang hijau dan tempat bersantai outdoor. Selain itu, massa wantilan di dekat sanggar diganti dengan ruang terbuka untuk menciptakan ruang mikro yang menyatukan bentuk sanggar eksisting dengan ARC Park.
Jurnal ARSTEKTUR 01 | 3

Penerapan Filosofi Arsitektur Tradisional Bali Pada Rancangan Fasilitas Wisata ARC Park (Art, Recreational, Culinary Park)

Gambar 8. Ilustrasi proporsi villa

Pada bangunan komersial berbentuk dinamis, ekspresi bangunan tradisional dipertahankan dengan proporsi kepala-badan-kaki dan penggunaan material alami. Gubahan massa restoran menggunakan bentuk melingkar yang natah, dipatahkan dan memusat pada dibelokkan ke arah luar untuk memperkuat sumbu utama dan untuk memperhalus aliran energi dari kepercayaan tusuk sate jalan di selatan tapak. Sebagai penetralisasi bentuk dinamis pada restoran, ditambahkan beberapa massa gazebo sebagai ruang perantara. Sirkulasi pada tapak dirancang tidak frontal dengan prinsip path-node untuk menciptakan

suasana ruang yang lebih baik. Seluruh bagian lahan dirancang optimal agar tidak terbentuk ruang sisa. Natah (pusat orientasi) yang berbentuk lingkaran akhirnya diubah menjadi segi delapan sebagai transisi bentuk statis dan dinamis. Bagian depan ARC Park dibingkai dengan pagar Bali untuk menyatukan ARC Park dengan bangunan di sekitarnya. Terdapat kori (gerbang) yang kemudian dihilangkan dan diganti dengan lobby berbentuk segi delapan untuk menciptakan suasana terbuka bagi pengunjung. Sanggah (tempat sembahyang) menghadap timur laut dan berada di area paling tinggi supaya semua fasilitas mendapat vista secara tidak langsung ke arah sanggah. Massa amphiteater, lobby, galeri dan restoran berbentuk dinamis untuk membedakan fungsi komersial/publik dengan fungsi rumah tinggal. Bentuk dinamis diterapkan dengan massa melingkar untuk mengoptimalkan fungsi amphiteater, memfokuskan perhatian pengguna terhadap vista ke arah sanggah, dan untuk memusatkan orientasi pada natah sehingga tidak berorientasi ke arah luar/jalan. (gambar 9)

Gambar 9. Rencana Tapak ARC Park 4 | Jurnal ARSTEKTUR 01

Herlinda Herawati

Kesimpulan Proses perancangan ARC Park diawali dengan pengumpulan data dan analisis, baik tapak maupun fungsional, serta studi preseden dan arsitektur Bali. Setelah itu, dilakukan penentuan konsep dan penggubahan bentuk massa. Proses perancangan mengalami berbagai perubahan hingga mencapai optimasi rancangan. Permasalahan utama perancangan adalah penggubahan bentuk massa dan perancangan kompartemen ruang mikro. Analisis spesifik perancangan yang dilakukan adalah analisis pemrograman fasilitas dan pengaplikasian prinsip arsitektur tradisional Bali dalam rancangan bangunan komersial. Kesulitan yang dialami pada saat merancang ARC Park adalah proses menggubah bentuk transisi antara statis dan dinamis, serta proses mengolah ruang luar pada lahan perancangan. Kelemahan perancang dengan berpendirian kuat mempertahankan bentuk menjadikan proses pencarian alternatif kurang optimal. Namun, hal ini tidak menjadi masalah untuk keseluruhan proses perancangan. Selain itu, perancang kurang berani menciptakan permainan bentuk baru sehingga perancangan tidak menghasilkan kebaruan bentuk arsitektur tradisional Bali. Perancangan ARC Park merupakan alternatif perancangan fasilitas wisata (aspek ekonomi) yang bersinergi dengan lingkungan sekitarnya (aspek sosial dan lingkungan), serta perancangan arsitektur modern yang didasari prinsip arsitektur tradisional. Permasalahan perancangan yang belum terselesaikan adalah perlindungan pengguna bangunan bermassa majemuk terhadap hujan. Dalam perancangan sejenis, perancang lain disarankan mempelajari pengetahuan yang meliputi: filosofi arsitektur tradisional, karakter lokasi lahan perancangan, serta pendekatan perancangan preseden arsitektur yang menerapkan arsitektur tradisional. Pembimbing dan Penguji Artikel ini merupakan laporan perancangan tugas akhir Program Studi Sarjana Arsitektur SAPPK ITB. Pengerjaan tugas akhir ini

disupervisi oleh pembimbing Dr. Indah Widiastuti, ST., MT. dan dua penguji lainnya yaitu Dr. Ing. Ir. Boedi Darma Sidi, MSA. serta Ir. Hidayat Amir. Catatan Pembimbing Karya tugas akhir Herlinda Herawati yang berjudul ARC Park (Art, Recreational, Culinary Park) di Ubud Bali mewakili model perancangan bangunan modern bertema hospitality, yang dengan sangat baik memadukan kreativitas olah bentuk, ruang dan massa dengan kerangka normatif konsep arsitektur Bali. Argumentasi menarik yang terungkap dalam desain adalah repetisi konseptual mandala- Nawa Sanga sebagai kerangka tata letak, yang diterapkan mulai dari pemilihan tapak yang mengindahkan skema relatif posisi Desa Mas dan Gunung Agung, peletakan massa bangunan dalam tapak dan relasinya terhadap bangunan pada tapak di sekitarnya; hingga konsep mandala pada peletakan bangunan relijius. Bagaimana rancangan ini mampu mengintegrasikan rancangan bangunan di luar tapak (Sanggar Tari Cudamani) ke dalam tapak, tanpa mengganggu peruntukan juga merupakan pula aspek menarik pada desain ini. Visualisasi desain yang dihasilkan sebetulnya cukup tipikal ditemukan pada desain arsitektur bertema hospitality di Bali dan menunjukan bahwa pola kreativitas visual dari sang perancang masih berada dalam kerangka rancangan 'mainstream'. Pengolahan pada detil struktur dan konstruksi masih memiliki beberapa kekurangan minor yang harus disikapi lebih hatihati oleh perancangnya di kesempatan desain yang lain. Namun elaborasi sistem geometri tapak dan bangunan dan pemecahanpemecahan masalah desain yang sangat strategis dan secara fungsional menjawab atau tanggap terhadap situasi atau permasalahan teknis dan tematis yang aktual menjadi kekuatan dari hasil rancanganya. Presentasi hasil rancangan yang sangat baik juga membuat desain ini mudah untuk dibaca dan dipahami, dan karenanya karya rancang tugas akhir ini memperoleh nilai yang sangat baik.

Jurnal ARSTEKTUR 01 | 5

Penerapan Filosofi Arsitektur Tradisional Bali Pada Rancangan Fasilitas Wisata ARC Park (Art, Recreational, Culinary Park)

Daftar Pustaka De Chiara, Joseph (1983). Time Saver Standards for Building Types 2nd Edition. New York: McGraw-Hill Inc Donna P. Duerk (1993). Architectural

Programming, Information Management for Design. New York: Van Nostrand Reinhold. Neufert, Ernst (2000). Neufert Architects Data.
Inggris: Blackwell Publishing Company Pratiwi, Wiwik D. (2007). Multicultural Heritages

in a City as Productive Tourism Places. International Seminar, The Knowledge City. Spirit, Character and Manifestation. Medan:
SAPPK, ITB Pemerintah Daerah Provinsi Bali (2005). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung. Desa Mas, Ubud, Bali. url: googleearth.com, diakses 8 November 2012

National Institute of Buliding Sciences. Whole Building Design Guide. url: www.wbdg.org,
diakses 8 November 2012

6 | Jurnal ARSTEKTUR 01

Anda mungkin juga menyukai