Anda di halaman 1dari 8

Penyebab Perdarahan pada Kehamilan

Perdarahan pada kehamilan dibagi 3 berdasarkan waktunya: 1) Perdarahan pada kehamilan muda Pada perdarahan yang terjadi pada masa ini, harus dipikirkan tentang akibat perdarahan ini yang menyebabkan kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri. Beberapa penyebab perdarahan pada kehamilan muda, antara lain sebagai berikut: a) Abortus Definisi abortus sendiri adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus dapat berlangsung spontan, yaitu tanpa tindakan. Abortus yang dilakukan sengaja disebut abortus provokatus. Abortus provokatus terbagi dua, abortus provokatus medisinalis, yang didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu, dan abortus yang dipaksakan tanpa pertimbangan medis, yaitu abortus provokatus kriminalis. Abortus sendiri terbagi terbagi 5, yaitu: 1. Abortus iminens Yaitu dimana terjadinya ancaman abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Diagnosis abortus iminens diawali dengan keluhan pervaginam pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit tanpa keluhan kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup, besarnya uterus sesuai dengan usia kehamilan, dan tes kehamilan urin masih positif. 2. Abortus Insipiens Abortus yang sedang mengancam, ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan, dan tes urin kehamilan masih positif. Pada USG didapati gambaran uterus yg membesar yang masih sesuai dengan usia

kehamilan, meskipun gerak janin sudah mulai tidak normal. Biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. 3. Abortus kompletus Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat badan bayi kurang dari 500 gram. Ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan. Pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya masih positif hingga 7-10 hari pasca abortus. 4. Abortus inkompletus Sebagian hasil konsepsi terlah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Pada pemeriksaan vagina, canalis cervicalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Peedarahan biasanya masih terjadi, jumlahnya tergantung banyak sedikitnya jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Bila dibiarkan, pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa konsepsi dikeluarkan. Bila terjadi perdarahan hebat, segera lakukan pengeluaran hasil sisa konsepsi denganc ara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, sehinga kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan berhenti. 5. Missed abortion Abortus yang ditandai embrio atau fetus yang telah meninggal dalam kandungan dan hasil konsepsi seluruhnya masih terathan dalam kandungan. Penderita umumnya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan janinnya tidak seperti yang diharapkan, dengan rahim mengecil dan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadang-kadang, missed abortion diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Tes urin kehamilan hasilnya negatif setelah satu minggu pasca berhentinya pertumbuhan kehamilan. Klasifikasi lainnya, berdasarkan gejala dapat dilihat sebagai berikut:

Perdarahan

Serviks

Uterus

Gejala/tanda

Diagnosis

Tindakan

Bercak hingga sedang

Tertutup

Sesuai dengan usia gestasi Sedikit membesar dari normal

Kram perut bawah Uterus lunak

Abortus Imminens

Tertutup/ terbuka

Lebih kecil dari usia gestasi

Limbung atau pingsan Nyeri perut bawah Nyeri goyang portio Massa adnexa Cairan bebas intraabdomen Sedikit/tanpa nyeri perut bawah Riwayat ekspulsi hasil konsepsi

Kehamilan ektopik yang terganggu

Observasi perdarahan Istirahat Hindarkan coitus Laparatomi dan partial salpingektomi atau salpingostomi

Abortus Inkomplet

Tidak perlu terapi spesifik kecuali perdarahan berlanjut atau terjadi infeksi

Perdarahan Sedang hingga masif/banyak

Serviks Terbuka

Uterus Sesuai usia kehamilan

Gejala/tanda Kram atau nyeri perut bawah Belum terjadi ekspulsi hasil

Diagnosis Abortus insipiens

Tindakan Evakuasi

lebih kecil dari usia kehamilan

konsepsi Kram atau nyeri perut bawah Ekspulsi sebagian hasil konsepsi

Abortus Inkomplit

Evakuasi

Terbuka

Lunak dan lebih besar dari usia gestasi

Mual/muntah Kram perut bawah Sindroma mirip preeklamsia Tak ada janin ke luar jaringan seperti anggur

Abortus mola

Evakuasi Tatalaksana mola

b) Kehamilan Ektopik Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95 % kehamilan ektopik berada dalam Tuba Falopii. Gambaran klinik untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas. Keluhan mulai muncul ketika kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba tempat lokasi kehamilan, yang akan memberikan gejala khas yaitu nyeri yang merupakan keluhan utama pada KET (Kehamilan Ektopik Terganggu). Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba, dan intensitasnya diserta perdarahan yang mengakibatkan pingsan dan masuk dalam syok. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua, yang menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya. c) Mola Hidatidosa Suatu kehamilan yang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus padang, berisi cairan jernih dengan ukuran bervariasi. Gejala awal tidak berbeda jauh dengan kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain. Hanya saja derajat keluhannya lebih hebat. Uterus sering ditemukan lebih besar dari usia kehamilan. Perdarahan sendiri merupakan gejala utama mola. Biasanya perdarahan terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh, dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, sehingga sering menyebabkan syok dan kematian karena anemia. 2) Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan a) Plasenta Previa Adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupas sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri eksternum. Sejalan memebsarnya rahim, memunginkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ciri yang menonjol adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir

trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa suatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, dan berulang. Setiap pengulangan terjadi perdarahan yang semakin banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian perdarahan dapat berlangsung hingga akhir persalinan. Pembentukan segmen rahim yang terjadi secara ritmik, dapat menyebabkan terjadinya pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus yang dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan dari hal itu tidak dapat dicegah. b) Solusio Plasenta Adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir. Perdarahan merupakan pertanda utama, dan jumlah darah bervariasi tergantung derajat solusio plasenta itu sendiri. Gejalanya terjadi perdarahan berwarna tua keluar melalui vagina, rasa nyeri perut, dan uterus tegang terus-menerus mirip his prematurus. c) Ruptura Uteri Adalah robekan pada rahim di mana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya ikut ruptur dimana janin atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei. Bila telah terjadi ruptura uteri komplit sudah pasti ada perdarahan hebat, dengan Hb dan tekanan darah yang meurun, nadi cepat, anemis, dan tanda-tanda lain dari hipobvolemia serta pernapasan yang sulit berhubung nyeri abdomen akibat robekan rahim yang mengikutsertakan peritoneum viserale robek dan merangsang ujung saraf sensoris. 3) Perdarahan Pasca Persalinan Kausa dari perdarahan pasca persalinan ini dibedakan menjadi: a) Perdarahan dari tempat implantasi plasenta, dibedakan menjadi: 1. Hipotoni sampai atonia uteri. Atonia uteri sendiri adalah keadaan lemahnya tonus rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Penyebabnya bisa dikarenakan anestesi, distensi berlebihan karena gemelli, anak besar, atau hidramnion,

ataupun partus yang lama. Multiparitas, korioamnionitis, persalinan karena induksi oksitosin, dan partus presipitatus juga dapat menyebabkan terjadinya hipotoni ataupun atonia uteri. 2. Sisa Plasenta Retensio plasenta merupakan kejadian dimana plasenta tertinggal dalam uterus setelah setengah jam anak dilahirkan. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Selama tidak terlepas, tidak akan timbul perdarahan. Apabila sebagian plasenta sudah terlepas, dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak. Sisa plasenta bisa diduga bila urin tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat pemeriksaan plasenta, dan masih ada darah meski kontraksi rahim sudah baik dan luka sudah dijahit. b) Perdarahan karena robekan Pada umumnya, robekan jalan lahir terjadi pada persalainan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan

memudahkan robekan jalan lahir, karena itu dihindarkan memimpin persalinan bila pembukaan belum lengkap. Robekan jalan lahir biasnaya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi. c) Gangguan koagulasi, seperti pada sindroma HELLP, preekalmsia, solusio plasenta, emboli air ketuban.

Komplikasi Kuretase Kuretase merupakan sebuah prosedur dimana serviks uteri dibuka sehingga endometrium dapat dikeluarkan dengan menggunakan sebuah instrumen berbentuk sendok yang biasa disebut kuret. Prosedur kuretase memiliki risiko rendah terhadap komplikasi yang serius. Biasanya muncul perdarahan pervaginam dan / atau kram perut dalam beberapa hari setelah kuretase. Penggunaan obat anti nyeri seperti NSAID dapat meredakan keluhan nyeri ini. Komplikasi yang sering muncul adalah dapat terjadi perforasi dari uterus dikarenakan kuret tersebut. Apabila ini terjadi, selama organ dalam seperti usus, kandung kemih, dan rektum ataupun pembuluh darah besar belum mengalami ancaman atau bahaya yang serius, lubang tersebut dapat sembuh dan menutup sendirinya tanpa perlu tindakan pembedahan yang serius. Risiko terhadap masalah yang lebih berbahaya dapat terjadi apabila pasien ini memiliki stenosis servikal atau pasien dengan distorted internal uterine. Risiko akan terjadinya perforasi dapat juga meningkat apabila sebelumnya uterus pernah terinfeksi dan pernah melakukan pembedahan besar sebelumnya seperti sectio caesaria atau myomectomi.

Daftar Referensi

Chalik, T.M.A. 2008. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hadijanto, Bantuk. 2008. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Karkata, Made Kornia. 2008. Perdarahan Pasca Persalinan. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Stoppler, Mellisa Conrad dan William C.S. 2010. Dilation and Curretage. MedicineNet.com. Available on: http://www.medicinenet.com/dilation_and_curettage/article.htm

Anda mungkin juga menyukai