Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN

Latar Belakang Keracunan parasetamol merupakan keracunan obat yang paling sering terjadi terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Singapura. Food and Drug Administration (2009) menyatakan bahwa pada tahun 1998 hingga 2003, parasetamol menjadi penyebab kerusakan hati akut di Amerika Serikat. Sekitar 48% dari semua kasus yang terjadi (131 dari 275) berkaitan dengan overdosis parasetamol. Sebenarnya dalam dosis terapeutik, penggunaan parasetamol tidak menimbulkan bahaya. Namun efek yang berbahaya muncul pada dosis berlebihan dan dalam jangka waktu lama berupa kerusakan hati (Dalimartha 2005). Parasetamol adalah analgesik sintetik non-opiat yang berbentuk kristal putih dengan rasa pahit. Selain memiliki kemampuan sebagai analgesik, parasetamol juga berfungsi sebagai antipiretik dengan mekanisme yang mirip seperti asam salisilat, yaitu menghambat aktivitas enzim siklooksigenase (COX). Namun, tidak seperti asam salisilat, parasetamol tidak memiliki efek antiinflamasi (Plumb 1999). Oleh karena itu, parasetamol sering digunakan oleh masyarakat untuk menurunkan panas badan dan menghilangkan gejala nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang (Cooper 2010). Kelainan atau kerusakan hati ditandai dengan meningkatnya beberapa parameter biokimia hati yang dapat dilihat di darah seperti aminotransferase (transaminase), alkalin fosfatase, serum protein, dan bilirubin. Enzim golongan aminotransferase yang termasuk parameter adalah enzim golongan aminotransferase seperti alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamat piruvat transaminase (SGPT) dan aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamat oksaloasetat transminase (SGOT) (Chopra 2001). Pencegahan kerusakan hati oleh parasetamol dapat dilakukan dengan memakai obat tersebut dalam dosis yang dianjurkan serta mengkonsumsi bahan pangan yang memiliki khasiat hepatoprotektor. Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat berkhasiat yang dapat melindungi sel-sel hati terhadap pengaruh zat toksik yang dapat merusak hati. Senyawa tersebut bahkan dapat memperbaiki jaringan hati yang fungsinya sedang terganggu. Mekanisme kerja obat hepatoprotektif antara lain dengan cara detoksikasi senyawa racun baik yang masuk dari luar maupun yang terbentuk di dalam tubuh pada proses metabolisme, meningkatkan regenerasi sel hati yang rusak, antiradang, dan sebagai imunostimulator. Biasanya hepatoprotektor merupakan bahan yang memiliki sifat antioksidan sehingga dapat mengurangi reaksi oksidasi pada kerusakan hati (Dalimartha 2005). Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada di Indonesia. Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan untuk mencapai kesehatan yang optimal secara alami. Indonesia memiliki lahan hutan tropis cukup luas dengan keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna yang besar. Sekitar 30.000 sampai 40.000 jenis tumbuhan tersebar dari Aceh sampai Papua. Namun, hingga saat ini Indonesia belum berhasil mengangkat pengobatan tradisional menjadi pengobatan nasional (Wijayakusuma 2000). Tumbuhan obat yang terbukti berkhasiat hepatoprotektif contohnya kurkumin yang diperoleh dari temulawak dan kunyit, filantin dan

2 hipofilantin dari meniran, aukubin dari daun sendok, wedelolakton dari urangaring, andrografolid dari sambiloto, minyak atsiri dari bawang putih, glycyrrhisic acid dari akar manis dan saga, krisofanol dari kelembak, dan gingerol dari jahe. Zat berkhasiat bekerja melindungi hati dari kerusakan, mempercepat regenerasi hepatosit, dan mengurangi keaktifan enzim siklooksigenase (Dalimartha 2008). Centella asiatica atau yang dikenal sebagai pegagan terrnasuk ke dalam famili Umbelliferae dengan kelas Dicotyledoneae, genus Centella, dan spesies Centella asiatica (L) Urban. Tanaman yang juga memiliki sinonim Hidrocotyle asiatica, sudah sejak lama digunakan sebagai obat di daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Jepang, Tiongkok, dan Australia (Brinkhaus et al. 2000). Pegagan sebagai obat tradisional dapat dinikmati baik dalam bentuk segar, kering, maupun ramuan. Secara empiris pegagan berkhasiat sebagai tonik penyegar, obat penenang, antiinfeksi, antitoksik, antirematik, antilepra, menghentikan pendarahan, menyembuhkan penyakit hepatitis, dan melebarkan pembuluh darah perifer (Waluyo 2009). Khasiat dan manfaat pegagan disebabkan oleh kandungan komponen fitokimia di dalamnya, yaitu triterpenoid, saponin, alkaloid, flavonoid, tannin, steroid, dan glikosida. Zat aktif yang terdapat dalam pegagan antara lain asiatikosida, madekasosida (triterpenoid), asam madekasat, brahmosida, dan brahminosida (glikosida saponin) (Gohil et al. 2010). Khasiat lain yang dimiliki oleh pegagan adalah sebagai hepatoprotektor. Penelitian yang dilakukan oleh Antony et al. (2006) membuktikan bahwa asiatikosida sebagai kandungan utama dari triterpenoid dapat meningkatkan efek antioksidan sehingga mampu melindungi kerusakan hati akibat hepatotoksin. Madekasosida dan asam madekasat membantu persembuhan kerusakan hati karena aktivitas antiinflamatori dan imunomodulator yang dimilikinya (Vohra et al. 2011). Selain kandungan tersebut, total glukosida dari pegagan turut membantu memperbaiki fungsi hati yang rusak (Ming et al. 2004).

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas hepatoprotektor ekstrak air pegagan (Centella asiatica) terhadap kerusakan hati tikus putih jantan yang diinduksi parasetamol.

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kemampuan hepatoprotektor ekstrak air pegagan dalam beberapa formula dan dosis pada tikus putih jantan yang diinduksi parasetamol.

Anda mungkin juga menyukai