Anda di halaman 1dari 20

I. A.

Latar Belakang

PENDAHULUAN

Salah satu sumber daya alam wilayah pesisir Indonesia adalah padang lamun. Padang lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang memepunyai peranan penting dalam kehidupan berbagai biota laut serta merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif. Padang lamun di Indonesia secara umum merupakan tempat mencari makan, berpijah,

pembesaran dan tempat perlindungan bagi berbagai jenis biota laut diantaranya adalah ikan, udang dan moluska. Ekosistem padang lamun merupakan salah satu ekosistem yang sangat penting dekat dengan daratan setelah ekositem mangrove. Di Indonesia, padang lamun sering dijumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sanagat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saliang mendukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem lain akan terpengaruh (Tomascik et al., 1997). Akhir-akhir ini akibat bertambahnya penduduk dan meningkatnya

prekonomian utamanya di daerah pesisir menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem padang lamun. Aktivitas manusia seperti menambatkan jangkar kapal di daerah padang lamun adalah salah satu contoh kegiatan yang dapat merusak ekosistem padang lamun. Selain itu, degradasi lingkungan yang disebabkan oleh erosi pantai, sedimentasi, dan lain-lain juga merupakan pemicu alami yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun. Alhasil kerusakan tersebut akan berdampak pada menurunya fungsi ekologi dari padang lamuun itu sendiri yakni menurunya keanekaragaman biota laut (biodiversitas) yang ada di area padang lamun.

Hal ini merupakan masalah yang cukup serius dalam memeperthankan padang lamun dalam fungsinya sebagai suatu ekositem yang produktif. Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam memecahkan masalah di atas adalah dengan peranan lamun buatan (artifial seagrass) pada wwilayah yang mengalami kerusakan atau pada wilayah yang tandus (Yaqin, 22004). Lamun buatan ini kemudian diharapkan mengembalikan fungsi ekologi padang lamun dalam meningkatkan keanekaragaman biota laut (biodiversitas) yang sudah mulai bekurang serta dapat berfungsi sebagai habitat baru bagi beberapa organisme khususnya komunitas makrozoobentos. Suatu penelitian pendahuluan mengenai penciptaan habitat baru (lamun buatan) dengan meniru Enhalus acroides telah dilakukan oleh Rani dan Budimawan (2007) di perairan Pulau barrang Lompo dan menemukan bahwa meskipun lamun alami masih lebih baikdari lamun buatan, namun lamun buatan juga memberikan respon tersendiri bagi kelimpahan komunitas makrozoobentos. Hasil penelitian ini kemudian mengilhami untuk melakukan kajian mendalam terhadap penggunaan model beberapa lamun buatan dan mengkaji keberhasilan ekologi terhadap komuniatas mkrozoobentos. B. Tujuan dan Keguanaan Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Menganalisis efek implantasi beberapa model lamuin buatan terhadap komposisi jenis dan kepadatan makrozoobentos. b. Menganalisis keberhasilan fungsi ekologi dari padang lamun buatan dalam hal penimgkatan biodivesitas biota laut dengan cara

membandingkan komposisi jenis dan kepadatan makrozoobentos antara lamun buatan dan lamun alami.

c. Mengetahui terkait dengan distribusi dari komposisi jenis dan kepadatan makrozoobentos dengan gradian lingkungan. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai data base sekaligus sebagai bahan informasi bagi mahasiswa. C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mencangkup komposisi jenis kepadatan, indeks keanekaragaman, dan indeks keseragaman makrozoobentos pada areal penaman lamun buatan di perairan pulau Barrang Lompo, kota Makassar. Alapun, parameter lingkungan sebagai parameter pendukung yakni : suhu, sanilitas, oksigen terlarut (DO), Bahan Organik Total (BOT), nitrat, kekeruhan dan derajat keasaman (pH).

II. A.

TINJAUAN PUSTAKA

Padang Lamun dan Fungsinya Lamun (seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan

berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang diangkat. Seperti halnya rumput di darat lamun mempunyai tunas berdaun tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk berkembang biak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan mengahasilkan biji, mempunyai akar dan system internal untuk mengankut gas dan zat-zat hara (Romimotharto dan Juwana 2001).

Menurut Nonji (1993), lamun adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari rhizome, akar dan daun. Rhizome merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas, berdaun dan berbunga serta tumbuh pula akar. Dengan rhizome dan akar inilah tumbuhan tersebut dapat menancapakn diri dengan kokoh di dasar laut. Sebagaian besar lamun berumah dua artinya dalam satu tumbuhan ada bunga jantan saja atau betina saja. System pembiasan bersifat khas karena mampu melakukan penyerbukan di dalam air serta buahnya pun terendam dalam air. Lamun hidup di perairan dangkal yang agak berpasir. Kadang-kadang lamun memebentuk komunitas yang lebat hingga merupakan padang lamun (seagrass bed) yang cukup luas. Padang lamun (seagrass bed) merupakan salah satu ekosistem yang terletak di daerah pesisir atau perairan laut dangkal dan memepunyai produktifitas yang tinggi. Di daerah ini hidup bermacam-macam biota laut lainnya misalnya crustacean, molusca, cacing serta berbagai jenis ikan.

Di daerah lamun, organismee melimpah, kKarena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan yang baik daunnya maupun epifit atau detritus. Jjenis-jenis Polychaeta dan hewan-hewan nekton juga banyak didapatkan pada padanglamun. Llamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrate melimpah di perairan ini. Llamun juga memproduksi sejumlah bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora, serta fauna (Fahruddin, 2007).

Rani (2008) menyatakan bahwa padang lamun memiliki berbagai fungsi ekologi yang vital dalam ekosistem pesisir dan sangat menunjang serta mempertahankan biodeversiti pesisir dan yang lebih utama yaitu sebagai pendukung produktivitas perikanan pantai. Berikut beberapa fungsi padang lamun: a. Lamun menjadi sumber makanan langsung berbagai biota laut. b. Komunitas lamun memberikan habitat penting dan perlindungan untuk sejumlah spesies biota laut c. Sebagai stabilisator perairan dengan fungsi system perakarannya sebagai perangkap dan penstabil sedimen dasar sehingga perairan menjadi jernih. d. Lamun memegang fungsi utama dalam daur zat hara dan elemenelemen langka di lingkungan. e. Lamun sebagai produser primer di lautan. a. Lamun buatan Lamun buatan merupakan suatu alat yang digunakan unutuk

merehabilitasi lamun yang rusak. Selebihnya, lamun buatan juga dapat menjadi alat penelitian padang lamun, misalnya untuk mengetahui pengaruh arsitektural daun lamun terhadap gerakan arus, sedimentasi, dan keterkaitan biota laut terhadap padang lamun (Yaqin, 2004). Dalam penciptaan habitat baru dengan lamun buatan, diharapkan memberikan habitat baru bagi biota laut dan dapat menciptakan suatu proses ekologi terutama proses food chain dan food web (Rani, 2008). Penelitian tentang lamun buatan juga pernah dilakukan oleh Ambo Rappe,di mana dalam penelitiannya tersebut memperlihatkan bahwa

penggunaan lamun buatan yang menyebar di sekitar padang lamun alami tidak ditemukan perbedaan penting ada kelimpahan amphipoda. Pengamatan pada

lamun alamai (faktor utama) hasilnya juga nampak cukup kuat menentukan kelimpahan jenis ini (Ambo Rappe, 2008). Yaqin (2004) menyatakan bahwa lamun buatan dapat memberikan dampak bagi beberapa faktor lingkungan, yaitu: 1. Faktor fisik Kemampuan lamun buatan dalam menahan arus, menghambat sedimen, dan mengikat sedimen, tergantung pada densitas lamun. Maka semakin efektif kemampuannya dalam menahan arus, menambat, dan mengikat sedimen. di samping itu, lamun buatan yang mempunyai tegakan yang lebih tinggi dalam mempertahankan infauna di dalamnya. 2. Faktor biologi Kemampuan lamun buatan dalam mereduksi, menambat gelombang, dan menstabilkan sedimen, menciptakan habitat yang cocok bagi beberapa biota laut yang menggunakan padal lamun alami sebagai tempat huniannya. Bbiota laut yang menggunakan lamun buatan sebagai tempat huniannya mempunyai

kemiripan dengan biota laut yang menggunakan lamun alami sebagai tempat huniannya.

3.

Faktor kimiawi Kanopi pada daun lamun buatan berfungsi menangkap zat pencemar

dengan menciptrakan daerah yang tenang yang memungkinkan partikel-partikel pencemar terakumulasi di sekitar batang dan daun lamun. Hal terpenting dari lamun alami secara kimiawi yang tidak dapat ditiru oleh lamun buatan karena ada zat kimia alami tertentu yang mengontrol pertumbuhan epifit dan sebagainya untuk memikat beberpa biota laut agar mendekat ke daerah padang lamun. b. Makrozoobentos

Bentos merupakan organisme yang hidup di dasar laut, termasuk seluruh hewan dan tumbuhan yang hidup pada daerah daerah yang masi dipengaruhi oleh air pasang (litoral), daerah continental shelf (sublitoral) dan yang tinggal di laut yang sangat dalam (bathyal dan abyssal) (Hutabarat dan Evans, 1986). Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap, maupun menggali lubang (Kendeigh, 1980; Odum, 1993; Rosenberg dan Resh, 1993). Makrozoobentos dapat mencapai ukuran minimal berkisar 3 5 mm pada saat pertumbuhan maksimum.Lalu Slack et all. (1973) dalam Rosenberg dan Resh (1993) menyatakan bahwa makrozoobentos merupakan organisme yang tertahan pada saringanyang berukuran besar dan sama dengan 200 500 m. Menurut Hutabarat dan Evans (1986), berdasarkan ukurannya, ada beberapa jenis ukuran bentos, antara lain: a. Mikrofauna merupakan hewan-hewan yang memiliki ukuran <0,1 mm. seluruh protozoa masuk dalam golongan ini. b. Meiofauna merupakan golongan hewan-hewan yang mempunyai ukuran antara 0,1 mm 1,0 mm. termasuk protrozoa berukuran besar, Cnidaria, cacing-cacingan, dan beberapa krustase. c. Makrofauna merupakan hewan-hewan yang mempunyai ukuran yang >1,0 mm. termasuk Echinodermata, Crustacea, Annelida, Mollusca, dan filum-filum lainnya Organismee bentos memiliki peran yang sangat penting di perairan. peranan tersebut antara lain dibutuhkan dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan organik (Bengen et all, 1995). Kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak sublitoral terbagi dalam empat kelompok taksonomi yakni kelas Polychaeta, klas Crustacea, filum Echinodermata, dan fiolum Mollusca. Cacing

polychaeta banyak terdapat sebagai spesies pembentuk tabung dan penggali, krustase yang dominan adalah ostrakoda, ampioda, isopoda, tanaid, misid berukuran besar, serta beberpa dekapoda yang lebih kecil. umumnya mereka menghuni permukaan pasir dan. lumpur moluska biasanya terdiri dari berbagai jenis bivalvia penggali dengan beberapa Gastropoda di permukaan.

Ekhinodermata, biasanya sebagai bentos subtidal, terutama bintang menguilar dan ekinoid (sand dollar) (Nybakken, 1992). B. Faktor-Faktor penyebaran makrozoobentos Komunitas makrozoobentos pada suatu wilayah perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan yang dibedakan menjadi parameter fisika dan parameter kimia. a. 1. Parameter fisika Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang langsung mempengaruhi secara langsung proses laju dan respirasi makrozoobentos. di samping itu, suhu juga mempengaruhi distribusi dan kepadatan, pemijahan dan penetasan, serta aktivitas dan pertumbuahn beberapa jenis makrozoobentos (Adriman, 1995; Nybakken, 1992; Odum. 1998). 2. Arus Arus merupakan pergerakan massa air yang ditimbulkan oleh aktiofitas angin yang bertiup di atas permukaan air laut dan atau karena adanya perbedaan densitas air laut. pergerakan tersebut mampu membawa organisme bentos dari satu ke titik lainnya (Supriharyono, 2000). Berdasarkan kecepatan, arus perairan dikelompokkan menjadi arus sangat cepat (>1 m/s), arus cepat (0,5 - 1 m/s), arus sedang (0,25 0,5 m/s), arus lambat (0,0125 0,25 m/s), dan sangat lambat (0,001 m/s) (Mason, 1981). 3. Substrat dasar

Faktor utama yang menentukan penyebaran makrozoobentos adalah substrat perairan. Mmasing-masing tipe substrat dasar menentukan komposisi jenis makrozoobentos, seperti substrat yang terdiri dari lumpur, dan pasir dengan sedikit liat merupakan substrat yan disenangi oleh gastropoda (Odum, 1998). b. Parameter kimia Menurut APHA (1989) parameter kimia perairan ynag berpengaruh bagi kehidupan makrozoobentos antara lain salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), nitrat, fosfat, dan bahan organik total (BOT). 1. Salinitas Salinitas berperan penting dalam kehidupan organisme, termasuk dalam hal distribusi biota laut. beberapa organisme tahan terhadap perubahan salinitas yang besar, ada pula yang tahan terhadap salinitas yang kecil (Nybakken, 1992). Penurunan salinitas peraioran dapat menyebabkan perubahan komposisi dan dinamika populasi makrozoobentos. demikian (Levinton. 1982) 2. Oksigen terlarut (DO) DO merupakan jumlah mg/ gas oksigen yang terlarut dalam air di mana oksigen yang terlarut dalam air dapat berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya serta difusi dari udara (Negolescu, 1985) DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk bernapas, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan untuk

pertumbuhan dan pembiakan. di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobic (Salmin, 2000). Pengaruh dari oksigen terlarut dalam perairan yaitu dapat mendukung kehidupan organismee di dalamnya di mana kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). KaAndungan oksigen terlarut ini sudah cukup mendukung

kehidupan organismee. Iidealnya, kandungan DO tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70% (Huet, 1970). 3. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan hasil pengukuran konsentrasi ion hidrokarbon dalam lautan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan air dalam reaksinya. Adanya karbonat, hidroksida, dan bikarbonat akan

meningkatkan kebasaan air, sementara adanya material bebas dan asam bikarbonat meningkatkan keasamannya (Saeni, 1989). Derajat keasaman di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti fotosintesis, suhu, dan salinitas. pada dasarnya pH perairan yang ideal untuk kehidupan organismee yaitu berkisar 6,5 8,5 (Sastrawijaya, 1991). 4. NItrat (NO3) Nitrogen merupakan unsur penting dalam pertumbuhahn organisme dan salah satu unsure utama pembentuk protein. pada perairan laut, nitrogen berupa anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ammonia (NH3), ammoniu (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3), dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea (Effendi, 2000). Pada beberapa perairan laut, nitrat digambarkan sebagai senyawa mikronutrien pengontrol produktivitas di lapisan permukaan eufotik. kadar nitrat di daerah eufotik sangat dipengaruhi oleh transportasi nitrat ke daerah tersebut, oksidasi ammoniak oleh mikroorganismee dan pengambilan nitrat untuk proses produktivitas primer. Bila intensitas cahaya yang masuk ke kolom air cukup, maka kecepatan pengambilan nitrat (uptake) lebih cepat daripada proses transportasi nitrat ke permukaan (Syahruni, 2009 dalam Grasshoff, 1976). Nitrat dapat digunakan sebagai pengklasifikasi tingkat kesuburan. Perairan oligotrofik yang kadar nitratnya 0 1 mg/l, perairan mesotrofik kadar

nitratnya 1- 5 mg/l, dan perairan eutrofik kadar nitratnya 5 -50 mg/l (Effendi, 2000). 5. Fosfat (PO44) Fosfat merupakan salah satu unsure esensial bagi metabolisme dan pembentuk protein. Fospsat yang diserap oleh jasad hidup nabati perairan (makro maupun mikrofita) adalah fosfat dalam bentuk ortofosfat yang larut dalam air. Ortofosfat dalam perairan terdapat dalam jumlah yang kecil, yang merupakan faktor pembatas bagi produktifitas perairan (Syahruni, 2009 dalam Hatchinson, 1967). Suatu perairan dikatakan subur bila kadar fosfatnya 0,06 10 mg/l (Boyd, 1989). Wardoyo (1975) dalam Liaw (1969) mengemukakan pembagian tipe perairan sebagai berikut: Kandungan Fosfat N0. 1 2 3 4 5 6. (ppm) 0.000 0.020 0.021 0.050 0.051 0.100 0.101 0.200 0.201 Tingkat kesuburan Rendah Cukup Baik Baik sekali Sangat Tinggi

Bahan Organik Total (BOT) Bengen (2004) menyatakan bahwa bahan organik total di perairan

berasal dari hewan atau tumbuhan laut yang membusuk lalu tenggelam ke dasar perairan dan bercampur dengan lumpur. Bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan salah satu sumber bahan makanan bagi

makrozoobentos. Jjumlah dan laju penambahan bahan organik dalam sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organisme dasar. Ssedimen

yang kaya akan bahan organik sering diikuti oleh melimpahnya organisme bentos. Bahan organik total di perairan terdapat sebagai partikel tersuspensi, bahan organik yang mengalami perubahan dan bahan organik yang berasal dari daratan dan terbawa oleh aliran sungai (Bengen, 2004). C. Komposisi Jenis, Kepadatan, dan Indeks Ekologi Bengen (2004) menyatakan bahwa ekosistem perairan pesisir yang masih alami dicirikan oleh keanekaragaman jenis yang tinggi, tidak ada dominasi oleh jenis tertentu, dan pembagian jenis yang hampier merata dalam suatu perairan. sebaiknaya pada lingkungan yang sudah terganggu, komunitas cenderung memperlihatkan keanekaragaman jenis yang rendah, adanya dominasi jenis tertentu, dan perubahan struktur komunitas dari labil menjadi stabil. a. Komposisi Jenis dan Kepadatan Kelimpahan dan komposisi jenis makrozoobentos bergantung pada toleransi masing-masing individu terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas lingkungan dengan cara penyesuaian diri terhadap struktur komunitas. Pada lingkungan yang relative stabil, komposisi jenis, dan kepadatan makrozoobentos bersifat statis (APHA, 1989). b. 1. Indeks Ekologi Indeks keanekaragaman Besarnya nilai indeks keanekaragaman memperlihatkan kekayaan jenis dalam komunitas dan keseimbangan jumlah individu setiap spesies (Brower et al., 1990). Krebs (1989) menyatakan bahwa keanekaragaman merupakan sifat komunitas yang memperlihatkan tingkakt keanekaragaman jenis organisme yang ada. Iindeks keanekaragaman jenis yang sering diguanakan untuk mengukur

keanekaragaman keanekaragaman.

suatu

spesies

dalam

komunitas

adalah

indeks

Kkeanekaragaman (H) mempunyai nilai terbesar

jika semua individu

berasal dari genus atau spesies yang berbeda-beda. Sedangkan nilai terkecil didapatkan jika semua individu berasal dari satu genus atau satu spesies saja. Adapun kategori indeks keanekaragaman menurut Odum (1998) dapat dilihat pada table berikut: Indeks keanekaragaman Kategori (H) H 2,0 2,0 H 3,0 H 3,0 Rendah Sedang Tinggi

2.

Indeks keseragaman Keseragaman menunjukkan komposisi individu dari spesies yang terdapat

dalam suatu komunitas. Nilai indeks keseragaman berbanding terbalik dengan indeks dominasi dalam suatu komunitas bila ada keanekaragaman dalam komunitas tersebut (Dahuri et al., 2001). Untuk menggambarkan jumlah spesies atau genus yang mendominasi atau bervariasi maka digunakan indeks keseragaman (E). Nilai indeks keseragaman berkisar 0 1. Ssemakin besar nilai E, maka populasi menunjang keseragaman, artinya jumlah individu setiap genus atau spesies sama atau hampier sama. Berikut kategori indeks keseragaman: Indeks keseragaman (E) 0,00 < E 0,50 0,50 < E 0,75 0,75 < E 1,00 3. Indeks dominansi Kategori Tertekan Tidak stabil Stabil

Indeks dominansi makrozoobentos digunakan untuk menghitung adanya spesies tertentu yang mendominasi suatu komunitas makrozoobentos. Nilai indeks dominansi (C) berkisar antara 0 1, berarti tingkat dominan spesies tertentu barada dalam kategori tinggi. Sebaliknya jika nilai indeks dominansi mendekati nol berarti tidak ada spesies tertentu yang mendominasi. Berikut ini kategori indeks dominasi menurut Odum (1998): Indeks Dominansi (C) 0,00 - 0,50 0,50 - 0,75 0,75 - 1,00 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakani pada . Jangka waktu ini digunakan untuk studi pendahuluan dan pengandaan referensi yang sesuai dengan topikc penelitian, pengambilan data lapang, pengolahan data serta penyusunan laporan akhir dalam bentuk skripsi. Pengambilan data lapangan dilakukan di perairan pulau Barrang Lompo, Kecamatan Ujung tanah, Kota makassar . B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain : GPS (Global Posision System) untuk menentukan posisi/titik stasiun penelitian; alat dasar selaian untuk kegiatan penanaman dan pengamatan; alat tulis menullis untuk pencatatan data; kamera digigtal untuk dokumentasi; Van Veen garab dengan luas 20x10cm 2 dan saringan 1mm untuk pengambilan sampel infauna; sieve net dan timbangan digital untuk mengetahui komposisi dan berat substrat; botol/kantong sampel dan cool box untuk wadah penyimpan sampel; meteran dan transek kuadrat 1x1m Kategori Rendah Sedang Tinggi

untuk mengukur jarak transek kuadrat pada pengambilan sampel infauna di luar kuadran lamun buatan; laying-layang arus, tali 5meter, kompas, stopwatch untuk mengukur arah dan kecepatan arus; makroskop untuk mengidentifikasi sampel; WQC (Water quality Cheker) untuk mengukur suhu perairan, kandungan oksigen terlarut, kekeruhan dan pH; Hand-Hekd refraktometer untuk mengukur sanilitas; Erlenmeyer, Bunsen, pipet tetes,tabung rekasi, gelas ukur, dan statif untuk mengukur kadar nitrat dan fosfat pada sampel air, cawang porselen, oven, tanur, dan untuk mnegukur BOT pada sampel sedimen. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu : alcohol 70% untuk pengawett sampel, aquades untuk mensterilkan alat di laboratorium, bahan kimia (KMnO 4, H2SO4, dan NaO3) untuk mengukur kadar BOT; sampel iar laut sebagai bahan untuk pengukur nitrat dan fosfat perairan; sedimen untuk pengukuran BOT; dan kertas label untuk pemberian informasi pada sampel. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan lamun buatan yaitu palstik tali kalas (lebar 1,6cm; panjang 50cm) dan bunga hiasan dan plastic untuk rupa daun lamun; besi bulat (diameter 10mm dan 8mm) untuk rangka kuadrat rumpun lamun dengan ukuran 2x2m2, pipa paralon (diameter 2/4 inci, tinggi 4cm) untuk penegak rumpun daun lamun buatan; dan kawat pengikat untuk mengikat rumpun lamun buatan ke rangka besi. 3.3. C. Prosedur Penelitian 3.3.1. 1. Tahap Persiapan Lamun buatan yang menyerupai morfologi lamun Enhalus acoroides (paerlakuan A) dibuat dari bahan tali kalas dengan lebar 1,6cm dan panjang 50cm/helai (gambar 1). Bagian pangkal lamun diberi pipa paralon diameter 2/4

inci dengan panjang 4cm yang berfungsi untuk menegakkan rumpun daun lamun. Untuk perlakuan B terbuat dari bunga hias dari bahan plastik yang berbentuk semak dengan ukuran diameter 20cm dan tinggi 20cm (Gambar 2) di bagaian dasar rumpun nantinya di ikatkan pada rangka plot dengan menggunakan klem palstik.

Gambar 1.Rancangan (atas) dan rumpun lamun buatan (bawah) dari bahan tali kelas (Perlakuan A)

Gamabar 2. Rancanagan (atas) dan rumpun lamun buatan (bawah) dari bunga hias dengan bahan plastic yang berbentuk semak (Perlakuan B)

Sedangkang perlakuan C sebagai kontrol) berupa lamun alami dari jenis Enhalus Acroides dengan ukuran dan jumlah helaian yang sama dengan perlakuan A (Gamabar 3)

Gamabar 3. Rumpun lamun alami (Enhalus Acroides) yang ditransplantasi (Perlakuan C). Rangka rumpun lamun buatan dan alami sebagai kontrol terbuat dari besi bulat (diameter 1cm) dengan ukuran 22x2m2 dan dilengkapi dengan patok bergigi agar tidak terbawa arus (Gamabar 4). Rumpun lamun kemudian diikatkan ke rangka rumpun lamun (buatan dan kotrol) dengan menggunakan klem plastic.

3.3.2. 2. Penentuan Lokasi Penanaman Stasiunm penelitian berada di daerah subtidal yang tidak ditumbuhi oleh lamun alami, namun disekitarnya terdapat habitat lamun Enhalus Acroides. Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di bagian sebelah Tenggara Pulau Barrang lompo, Makassar memenuhi syarat tersebut diatas pada kedalaman 1 meter pada saat pasang surut terendah. 3.3.3. 3. Pemasangan Lamun Buatan Lamun buatan dari lamun alami (sebagai kontrol) diletakkan pada titik stasiun yang telah ditentukan. Kuadrat lamun buatan dan lamun alami yang berjumlah maisng-masing 3 unit diletakkan satu per satu sejajar garis pantai secara acak. Ketiga perlakuan pada masing-masing tiga uni perlakuan di beri symbol dengan A1, A2, A3, (Perlakuan A); B1, B2, B3 (Perlakuan B); C1, C2, C3 (Perlakuan 3). Adapun jarak antar plot yaitu 30 meter. Adapun layout pengacakan dalam penempatan lamun buatan.

B1 A1 C3

C2

C1

B3

A3

B2

A2

Gamabar 5. Pengacakan Lamun komentar

Anda mungkin juga menyukai