Anda di halaman 1dari 64

Daftar Isi Daftar Isi........................................................................................1 BAB I ...........................................................................................2 PENDAHULUAN..............................................................................2 2.1 Anatomi Telinga...................................................................3 2.2 Fisiologi Pendengaran .......................................................

14 BAB III .........................................................................................18 KOLESTEATOMA..........................................................................18 3.1 Definisi ..............................................................................18 3.2 Epidemiologi.......................................................................18 3.3 Klasifikasi...........................................................................19 3.4 Patofisiologi........................................................................22 3.5 Gejala Klinis........................................................................40 3.6 Diagnostik..........................................................................42 3.7Differensial Diagnosis..........................................................48 3.8 Penatalaksanaan................................................................54 3.9 Komplikasi..........................................................................57 3.10 Prognosis..........................................................................60 BAB IV PENUTUP.......................................................................61

BAB I PENDAHULUAN

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun 1838 karena disangka tumor yang ternyata bukan. Seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh berada pada lokasi yang terbuka/ terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma. Kolesteatoma diawali dengan penumpukan deskuamasi epidermis di liang telinga, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan bagian tulang liang telinga. Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena baik akibat efek penekanan oleh penumpukan debris keratin maupun akibat aktifitas mediasi enzim osteoklas. Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien dengan kelainan paru kronik, seperti bronkiektasis, juga pada pasien sinusitis. Namun kejadian kolesteatoma sangat jarang terjadi.

BAB II TELINGA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga merupakan salah satu indera yang dimiliki manusia yang cukup penting, karena tanpa adanya pendengaran maka seseorang juga akan mengalami kesulitan dalam berbicara. Telinga merupakan organ yang bersifat sensori yang sangat kompleks jika dibandingkan dengan organ sensori lainnya. Secara anatomi, pada dasarnya telinga dibagi menjadi 3 bagian secara garis besar, yaitu telingan luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga dalam sendiri nanti akan terbagi menjadi dua bagian, yaitu koklea yang berfungsi dalam pendengaran dan juga aparatus vestibuli yang berperan dalam keseimbangan. Telinga luar dan telinga tengah akan menyalurkan suara menuju koklea, yang dimana pada koklea suara tersebut akan dipisahkan berdasarkan frekuensinya sebelum mengalami transduksi oleh sel-sel rambut pada koklea yang akan mengubah rangsangan suara tersebut menjadi stimulus neural pada saraf yang bertanggung jawab atas pendengaran yaitu saraf kranial ke VIII yaitu nervus vestibulocochlear. (1)

Gb 1. Anatomi Telinga (2)

Telinga luar pada dasarnya sebagian terbentuk dari kartilago yang dilapisi oleh kulit pada bagian luar dan tulang yang langsung dilapisi oleh kulit pada bagian dalam. Bagian luar dari telinga ini disebut juga sebagai aurikula yang dimana terdapat banyak bagian dari aurikula yang memiliki nama masing-masing. Dalam fungsi pendengaran terdapat cekungan pada telinga luar yang disebut juga sebagai concha yang sangat berperan penting dalam mengumpulkan dan mengantarkan suara yang akan berujung pada koklea. Bentuk dari kartilago yang menyusun telinga luar setiap orang dapat berbeda-beda, oleh karena itu dalam menangani trauma yang berada pada telinga luar, harus sangat diperhatikan untuk mempertahankan struktur ini. (1,3)

Gb.2.Anatomi telinga luar (4) Kanalis telinga luar memiliki panjang 2,5 cm dan diameter 0,6 cm, dan kanal ini berbentuk seperti S, dimana pada bagian medial terbentuk dari tulang tengkorak yang membentuk terowongan yang berbentuk bulat, dan pada bagian lateral terbentuk dari kartilago yang juga membentuk terowongan yang berbentuk bulat, namun dengan seiring bertambahnya usia bagian kanalis telinga yang terbentuk dari kartilago akan mengalami perubahan bentuk, sehingga kanalis pada

daerah ini akan berubah menjadi oval. Selain perubahan bentuk dari kartilago, dengan penambahan umur akan menyebabkan kanalis telinga luar ini akan semakin menyempit. Kanalis telinga dilapisi oleh epitel yang mensekresikan serumen dan disertai oleh rambut pada permukaannya. Pada epitel yang melapisi kanalis telinga ini tidak terdapat kelenjar keringat. Oleh karena epitel pada liang telinga ini tidak seperti epitel pada daerah lainnya yang sering tergosok secara natural, maka epitel didaerah ini dapat membersihkan sel kulit yang mati dan juga serumen yang berada pada kanalis telinga, kegagalan dalam pembersihan sendiri dari sel epitel ini merupakan salah satu teori yang berkembang dalam patofisiologi dari terjadinya kolesteatoma. Terdapat dua sel yang berperan dalam pembentukan serumen yaitu kelenjar sebaseus dan kelenjar serumen. Serumen sendiri terdiri dari dua jenis yaitu serumen yang bersifat basah dan serumen yang bersifat kering.
(1)

Batas-batas liang telinga luar adalah lobus temporalis otak di superior, mastoid di posterior, sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis di anterior, serta membran timpani di medial. Auriculum dan liang telinga luar menerima suplai darah arteri dari rr.auriculares posterior dan temporalis a.karotis eksterna.(5) Bagian kedua dari telinga adalah telinga bagian tengah yang terdiri dari membran timpani dan juga 3 tulang yang berperan penting dalam pendengaran yaitu malleus, incus, dan stapes. Pada telinga tengah juga terdapat dua otot kecil, yaitu otot tensor timpani dan juga otot stapedius yang akan berperan dalam refleks akustik. Pada telinga tengah juga terdapat chorda tympani yang merupakan cabang dari nervus fasialis yang melewati telinga tengah yang dimana chorda tymphani ini akan menginervasi 2/3 depan dari lidah. Pada telinga tengah juga terdapat tuba Eustaschian yang akan menghubungkan telinga tengah dengan faring. (1)

Gb.3.Anatomi rongga telinga tengah (1) Rongga telinga tengah pada dasarnya berbentuk seperti kubus dengan enam sisi yang dimana dinding posterior dari kubus ini sedikit lebih besar daripada dinding anteriornya. Berikut ini merupakan batas-batas dari rongga telinga tengah :

Batas luar : Membran timpani Batas depan : Dinding karotid, yang dimana disebut sebagai dinding karotid karena kanalis karotid dan rongga telinga tengah dipisahkan oleh tulang ya ng sangat tipis, dinding anterior ini juga dilewati oleh cabang arteri timpani yang merupakan cabang dari arteri karotid interna dan deep petrosal nerve dan juga terdapat tuba eustachius

Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak ), tegmen timpani ini akan memisahkan resesus epitimpanic dari fossa kranial bagian tengah.

Batas

dalam:

Berturut-turut

dari

atas

ke

bawah

kanalis

semi

sirkularishorizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window) , promontorium, dan tingkap bundar (round window) (6) Salah satu struktur penting yang berada pada telinga tengah adalah membran timpani. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. (7)

Gambar 4. Membran timpani (8) Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara.(7)

Gambar 5. Tulang-tulang pendengaran (9) Struktur penting terakhir yang berada pada telinga tengah adalah tuba eustachius. Tuba Eustachius ini berguna untuk menghubungkan ruang telinga tengah dengan nasofaring. Dua pertiganya yang berada didekat nasofaring merupakan kartilago dan sepertiga sisanya adalah tulang. Saluran ini dilapisi oleh epitel saluran pernafasan. Fungsi tuba eustachius adalah sebagaio saluran udara dari nasofaring ketelinga tengah untuk menyeimbangkan tekanan dari kedua sisi membran timpani. Organ ini menutup secara pasif pada saat istirahat dan membuka jika ada kontraksi dari otot tenso veli palatini yang dimana kontraksi dari otot ini dipersarafi oleh nervus trigeminal (N.V), sehingga tuba ini akan terbuka secara singkat pada saat menelan. Organ ini juga dapat dibuka paksa dengan cara meningkatkan tekanan udara di nasofaring dengan cara melakukan manuver Valsava. Disfungsi dari tuba eustachius yang pada umumnya disebabkan karena adanya oklusi dimuara tuba ini dapat mengakibatkan timbulnya tekanan negatif yang akan berujung pada akumulasi cairan serosa diruang telinga tengah.
(7)

Telinga tengah dapat juga dibagi menjadi tiga kompartemen yaitu mesotympanum, hypotympanum, epitympanum. Yang menjadi batasan dari ketiga kompartemen ini adalah kanalis auditori eksternal. Epitympanum sendiri berada superior dan medial dari kanalis auditori eksternal. Hypotympanum terletak

inferior dan medial dari kanalis auditori eksternal, sedangkan yang terakhir adalah mesotympanum terletak di medial dari eksternal auditori kanal. Mesotympanum terdiri dari stapes, prosesus panjang dari incus, gagang dari maleus, dan tingkap bulat serta tingkap lonjong. Tuba eustachius juga keluar dari bagian anterior kompartemen mesotympanum ini. Terdapat dua resesus yang mengalami ekstensi keposterior yaitu resesus fasial dan juga sinus timpani. Resesus fasialis dan sinus timpani merupakan lokasi tersering dari kolesteatoma yang bersifat persisten setelah operasi telinga yang bersifat kronik. Resesus fasialis berada lateral dari nervus fasialis, dibatasi oleh fossa incudis di superior dan korda timpani dibagian lateral. Sinus timpani berada diantara nervus fasialis dan dinding tengah dari mesotympanum dan lokasi ini sangat sulit diakses ketika dilakukan operasi. Epitympanum berada diatas dari prosesus pendek dari malleus, dan didalam kompartemen epitimpanum terdapat kepala dari malleus badan dari incus, dan beberapa ligamentum serta lipatan dari mukosa. Ligament annular akan menyalurkan jaringan fibrosa dari anterior dan posterior tympanic spines yang akan bertemu dileher dari malleus. Terdapat cekungan pada tulang timpani yang disebut sebagai notch of Rivinus, berada diatas jaringan fibrosa ini. Hipotympanum merupakan kompartemen terakhir dari telinga tengah yang terletak inferior dan medial dari dasar kanalis telinga yang terbentuk dari tulang. Hipotympanum merupakan cekungan dari tulang yang ireguler yang jarang terlibat dalam kolesteatoma.(24)

10

Tiga kompartemen telinga tengah (25)

Bagian terakhir dari telinga adalah telinga bagian dalam telinga dalam terdiri dari organ-organ akhir (end organ) pendengaran (koklea) dan keseimbangan (labyrinthine). Koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran. Labyrinthus osseus terdiri dari vestibulum dan tiga kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Endolimfe yang mempunyai komposisi elektrolit mirip cairan intraseluler, terdapat di dalam suatu sistem tertutup kontinu di dalam koklea dan labyrinthus membraneceus. Perilimfe yang susunan elektrolitnya mirip dengan cairan ekstraseluler dan cairan serebrospinal, mengelilingi endolimfe yang terdapat di dalam membran dan tidak berhubungan dengan endolimfe, kecuali pada keadaan patologis. (5)

Gambar 6. Struktur telinga dalam (10)

11

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.(7)

Gambar 7. Organ of Corti (11) Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Bagian yang menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfa. Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia selsel rambut dan menimbulkan rangsangan pada sel reseptor. (5) Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju endolimfa. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus.

12

Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Baik koklea maupun labyrinthus menerima pasokan darah dari cabang terminal arteri basilaris. (7) Dibelakang dari rongga telinga tengah terdapat mastoid antrum yang merupakan penonjolan dari tulang temporalis, dan rongga mastoid ini berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus ad antrum. Rongga mastoid merupakan sebuah rongga yang berbentuk seperti segitiga dengan puncaknya mengarah ke kaudal. Mastoid antrum ini memiliki panjang 12-15mm, tinggi 810mm, dan lebar antara 6-8mm.

Pada bagian superior atau atap mastoid antrum dibatasi oleh tegmen timpani, dinding medial dan lantai dari rongga mastoid ini dibatasi oleh pars petrosa dan pars mastoidea dari tulang temporalis, bagian lateral dari rongga mastoid ini dibatasi oleh squama bagian luar dari pars mastoidea, pada bagian medial dari rongga mastoid terdapat aditus ad antrum yang menghubungkan rongga mastoid dengan telinga tengah. Pada saat bayi baru lahir ketebalan dari dinding antrum hanya 1-2mm saja namun ketika dewasa ketebalannya dapat mencapai 9-10mm. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa rongga mastoid

13

berbentuk seperti segitiga yang puncaknya akan mengarah ke kaudal, dan bagian ini merupakan prosesus mastoideus.(30) Rongga mastoid merupakan mastoid air cell terbesar yang berada dibagian petrosa dari tulang temporal. Mastoid cell ini sendiri memiliki banyak sekali ukuran, dari yang kecil hingga yang besar. Pada bagian atas dan depan dari tulang temporal bentuk dari mastoid air cell ini cenderung ireguler dan berukuran besar dan mengandung udara, namun jika kita mengarah kebagian bawah maka ukuran dari mastoid cell ini akan semakin mengecil, dan bahkan pada bagian apex mastoid air cell yang berada disana berukuran sangat kecil atau bahkan malah mengandung sumsum tulang.(27)

2.2 Fisiologi Pendengaran


Fisiologi pendengaran diawali di telinga luar, dimana pinna bertindak sebagai pengumpul suara. Kanalis auditori eksternal, karena bentuknya dapat mengamplifikasi suara yang berfrekuensi antara 2000 sampai 4000 Hz, ketika suatu bunyi yang berfrekuensi diantara 2000-4000 Hz masuk ke dalam kanalis akan mengalami amplifikasi sebanyak 10-15 dB. Oleh karena itu bunyi dengan frekuensi ini merupakan bunyi yang paling berpotensi untuk menyebabkan terjadinya trauma akustik. Pada telinga tengah terdapat malleus, incus, dan stapes yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Dasar dari malleus menempel pada membran timpani dan pada leher dari malleus terdapat muskulus tensor tympani. Bagian kepala dari malleus akan berartikulasi dengan permukaan anterior dari badan incus didalam epitympanum. Incus memiliki prosesus pendek yang berproyeksi kebelakanga dan prosesus panjang yang akan berartikulasi dengan kepala dari stapes. Stapes sendiri merupakan tulang yang berbentuk seperti sanggurdi. Otot stapedius yang menempel dengan tulang stapes ini dapat diukur dengan audiometri impedansi, yang akan berguna sebagai alat bantu klinis. Ketika udara sampai pada telinga bagian dalam yang dimana udara tersebut akan menyebabkan perubahan pada cairan perilim ataupun endolim,

14

hanya 0,1 persen energi saja yang disalurkan, 99,9 persen dari energi ini terefleksikan, oleh karena itu akan menyebabkan kehilang intensitas bunyi sekitar 30 dB. Oleh karena itu telinga tengah akan mengkompensasi kehilangan energi yang akan terjadi ditelinga tengah, karena membran timpani memiliki luas permukaan 17x lebih luas dari dasar dari stapedius yang akan menyebabkan multifikasi dari energi bunyi yang disalurkan dari telinga luar. Fibrasi dari suara akan ditransmisikan melewati kanalis auditori eksternal dan melewati telinga tengah ke telinga dalam dengan melalui stapes, yang akan menyebabkan gelombang akan terbentuk sepanjang membran basalis dan organ Corti. Puncak dari gelombang yang disalurkan sepanjang membrana basali bergantung pada frekuensi sumber bunyi, yang dimana ini akan menyebabkan defleksi dari stereosilia karena adanya pergesekan dengan membran tektorial. Ini akan menyebabkan terjadinya depolarisasi sel-sel rambut dan akan menyebabkan timbulnya aksi potensial pada saraf auditori. Ditempat inilah terjadi konversi dari energi mekanikal yang berasal dari gelombang akan diubah menjadi energi elektrokemikal yang akan dilanjutkan ke nervus kranialis yang ke VIII, yaitu nervus vestibulokoklear. Aktivitas elektrik yang terjadi di organ Corti dapat diukur dan disebut sebagai koklear mikrofonik dan sama halnya dengan aktivitas elektrik yang berada pada neuron juga dapat diukur dan disebut sebagai aksi potensial.

15

Gambar 8. Auditory pathways (12) Pada bagian lateral dari duktus koklear terdapat ligamen spiral, yang berguna sebagai jangkar pada sisi lateral dari membran basalis dan mengandung stria vascularis, yang dimana merupakan satu-satunya epitel yang bervaskular. Dua dari tiga tipe sel yang berada pada stria vaskularis sangat kaya akan mitokondriadan memiliki luas permukaan yang besar jika dibandingkan dengan volume sel tersebut. Stria vaskularis ini memiliki konstruksi sebagai sistem transport cairan dan elektrolit, yang dimana diperkirakan berperan penting dalam pengaturan komposisi elektrolit dari endolim dan juga

16

bertindak sebagai sumber listrik sekunder dari organ Corti. Oleh karena sumber dari nutrisi sel berasal dari darah, namun sirkulasi darah pasti akan menyebabkan timbulnya bunyi, maka stria vaskularis ini beradaptasi dengan menyediakan nutrisi ke organ Corti dengan suplai vaskularisasi yang jauh dari organ Corti. Terdapat kurang lebih 30.000 neuron aferen yang menginervasi 15.000 sel rambut yang berada pada koklea. Setiap sel rambut ini akan diinervasi oleh banyak neuron. Terdapat juga 500 neuron eferen menginervasi setiap koklea, yang dimana neuron-neuron ini juga akan bercabang, sehingga menyebabkan satu sel rambut memiliki banyak eferen nerve ending. Serabut saraf dari nervus koklear akan menuju bagian dorsal dan ventral koklear nuclei, yang dimana hampir semua serabut yang berasal dari nuklei akan mengalami penyilangan pada midline dan naik ke kolikulus inferior kontralateral, namun beberapa juga naik ke kolikulus inferior ipsilateral. Dari kolikulus inferior, jalur dari auditori akan menuju corpus geniculate medial dan akan diteruskan ke korteks auditori yang berada dilobus temporal area 4. Oleh karena banyak neuron yang mengalami persilangan maka jika terdapat lesi pada bagian sentral dari jalur auditori akan menimbulkan kehilangan pendengaran pada kedua telinga. (3)

17

BAB III KOLESTEATOMA


3.1 Definisi
Kolesteatoma telah diakui selama beberapa dekade sebagai lesi destruktif dasar tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada tulang temporal. Potensinya dalam menyebabkan komplikasi sistem saraf ( misalnya abses otak, meningitis) membuatnya menjadi lesi yang berpotensi fatal.
(15)

Kolesteatoma diartikan sebagai adanya epitel skuamosa pada telinga tengah,

mastoid, atau epitimpanum.(16) Normalnya, celah telinga tengah dilapisi oleh berbagai jenis epitel di berbagai regio: kolumnar bersilia di bagian anterior dan inferior, kuboidal di bagian tengah dan pavement-like di bagian attic. Telinga tengah tidak dilapisi oleh epitel skuamosa berkeratin. Oleh karena itu, adanya epitel skuamosa pada telinga tengah, mastoid, atau epitimpanum disebut kolesteatoma. Dengan kata lain, cholesteatoma adalah "kulit di tempat yang salah".
(17)

Pada kenyataannya, istilah kolesteatoma adalah keliru, karena tidak

mengandung kristal kolesterol dan bukan tumor untuk mendapat akhiran "oma". Namun, istilah ini dipertahankan karena penggunaannya yang lebih luas. 18 Pada dasarnya, cholesteatoma terdiri dari dua bagian, (i) matriks, yang terdiri dari epitel skuamosa berkeratin yang bertumpu pada stroma jaringan ikat dan (ii) central white mass, yang terdiri dari debris keratin yang dihasilkan oleh matriks. Maka, kolesteatoma juga disebut sebagai epidermosis atau keratoma.(17)

3.2 Epidemiologi
Insidensi dari kolesteatoma sangat beragam berdasarkan pada penilitian yang telah dilakukan dibeberapa negara. Di Skotlandia ditemukan insidensi sebesar 13 per 100.000 mengalami kolesteatoma, sedangkan di Amerika Serikat ditemukan insidensi yang lebih rendah yaitu 7 per 100.000 pertahunnya. Di Israel insidensi dari penanganan operasi yang dilakukan pada pasien dengan kolesteatoma sebsar 66 dari 100.000 penduduk.

18

Insidensi dari kolesteatoma ini beraneka ragam yang dimana salah satu penyebabnya adalah praktek medis yang berbeda-beda disetiap negara, seperti contohnya di Israel ditemukan adanya penurunan kejadian dari kolesteatoma, ketika pada pasien yang menderita otitis media kronik dilakukan penanganan dengan penggunaan grommets ataupun aural ventilation tube. Baik laki-laki ataupun perempuan dapat mengalami kolesteatoma ini, dengan perbandingan laki-laki berbanding wanita sebesar 3:2. Kolesteatoma yang terjadi pada anak-anak ditemukan akan lebih sering berdampak pada tuba eustachius, anterior mesotympanum, sel retrolabirin dan prosesus mastoid jika dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan bukti klinis dan pemeriksaan histologi diketahui bahwa kolesteatoma yang terjadi pada anak pada umumnya bersifat lebih agresif. (13)

3.3 Klasifikasi
a. Kongenital Kolesteatoma congenital terjadi sebagai konsekuensi dari epitel skuamosa yang terjebak dalam tulang temporal selama embriogenesis. Kolesteatoma congenital biasanya ditemukan di anterior mesotympanum atau di dalam area perieustachian tube. Mereka diidentifikasi paling sering pada anak-anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Selama kolesteatoma membesar, kolesteatoma dapat menyumbat tuba eustachius dan memproduksi cairan telinga tengah kronis dan mengakibatkan tuli konduktif. Kolesteatoma juga dapat melebar ke arah posterior dan mengelilingi tulang-tulang pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif. Tidak seperti tipe kolesteatoma lainnya, kolesteatoma congenital biasnaya diidentifikasi di belakang membran timpani yang masih utuh dan terlihat normal. Anak biasanya tidak memiliki sejarah infeksi telinga berulang, tidak pernah dioperasi telinga sebelumnya, dan tidak memiliki sejarah perforasi membran timpani.(15)

19

Gambar 9. Congenital cholesteatoma

b. Primary acquired Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani, retraksi ke dalam medial pars flaccida ke dalam epitympanum (scutum) secara progresif. Selama proses ini berlangsung, dinding lateral epitympanum (scutum) secara perlahan mengalami erosi sehingga terjadi kerusakan pada dinding lateral epitympanum yang perlahan-lahan meluas. Membran timpani terus mengalami retraksi kearah medial hingga melewati kepala tulang pendengaran dan ke dalam epitympanum. Sering terjadi kerusakan pada tulang pendengaran. Bila kolesteatoma mengarah ke posteror ke dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi dari tegmen mastoideum dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari lateral kanalis semisirkularis hingga terjadi ketulian dan vertigo dapat terjadi.(15) Tipe kedua dari acquired kolesteatoma primer terjadi saat kuadran posterior dari membran timpani teretraksi ke dalam telinga tengah bagian posterior. Drum akan menempel ke bagian panjang dari incus. Saat retraksi terus terjadi ke arah medial dan posterior, epitel skuamosa akan menutupi struktur dari stapes dan kemudian mengalami retraksi ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer terjadi dari membran timpani posterior akan mudah mengakibtakan eksposur ke nerves fasialis (dapat mengakibatkan paralisis) dan kerusakan struktur stapedial.(15)

20

Gambar 10 c. Secondary acquired Kolesteatoma acquired sekunder terjadi karena konsekuensi langsung terjadap injuri pada membran timpani. Kerusakan ini dapat dalam bentuk perforasi yang terjadi karena otitis media akut atau trauma, atau dapat terjadi karena manipulasi operasi dari drum. Prosedur simple seperti tympanostomy dapat mengakibatkan implantasi epitel skuamosa ke dalam telinga tengah hingga menyebabkan terbentuknya kolesteatoma. Perforasi posterior marginal paling sering menyebabkan formasi kolesteatoma. Walaupun perforasi tipe central jarang mengakibatkan kolesteatoma, perforasi central juga dapat mengakibatkan kolesteatoma. Kantung retraksi dalam apapun dapat menyebabkan terjadinya formasi kolesteatoma bila kantung retraksi menjadi cukup dalam untuk menjebak epitel yang mengalami deskuamasi.(15)

21

Gambar 11

3.4 Patofisiologi
3.4.1 Kolesteatoma Kongenital Kolesteatoma Kongenital Patogenesis kolesteatoma kongenital masih diperdebatkan hingga saat ini. Ada beberapa teori yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma kongenital.(19) Epithelial rest theory Teori ini dipopulerkan oleh Teed pada tahun 1936 kemudian penemuan ini dikonfirmasi oleh Michaels pada tahun 1986. Teed mengemukakan bahwa ia menemukan adanya sisa sel epitelial pada tulang temporal fetus yang normalya menghilang pada minggu ke-33 gestasi. Adanya sel epitelial tersebut menjadi pencetus terjadinya kolesteatoma kongenital. Sisa sel epitelial ini ditemukan pada dinding lateral tuba eustachius, di bagian proksimal tympanic ring, di kuadran anterosuperior dari telinga tengah. Dikemukakan bahwa cedera inflamasi pada membran timpani yang intak akan mengakibatkan mikroperforasi pada lapisan basalis. Kemudian hal ini membuat invasi dari epitel skuamosa dengan adanya aktivitas proliferasi epithelial cones. Epithelial cones ini kemudian terus

22

berproliferasi,

menyebar

dan

terus

berekspansi

dan

membentuk

kolesteatoma pada telinga tengah. (19,20)

Acquired inclusion theory Teori ini dipopulerkan oleh Tos. Tos mengobservasi dan menemukan bahwa kolestatoma anteroposterior sering mengalami penempelan pada bagian anterior handle atau neck dari maleus, dan posterior kolestatoma, lebih sering menempel pada bagian posterior handle malleus dan incudostapedial joint. Lokasi ini jauh dari anterior annulus timpani dan dinding lateral tuba eustachius seperti yang dikemukan pada teori epitelial rest. Tod berspekulasi bahwa lokasi originnya adalah lateral tuba eustachius dan daerah anterior dari annulus timpani. Kolesteatoma akan memblok tuba eusthacius sebelum menyebar ke kavitas timpani dan

23

handle dari malleus. Kemudian, Tos mengemukakan teori inklusi sebagai penjelasan patogenesis dari kolesteatoma kongenital. Tos berspekulasi bahwa epitel skuamosa berkeratin mungkin berimplantasi ke kavitas timpani selama proses patologi pada membran timpani dan telinga tengah pada anak-anak. .(19,20) Sel epitel berkeratin dari membran timpani yang retraksi dan menempel pada handle malleus, malleus neck, atau process longus dari incus tertinggal setelah drum mengalami pelonggaran dan termasuk di kavitas timpani.

Fig. 1. Acquired inclusion theory suggested by Tos.

Ada 4 mekanisme yang menjelaskan teori inklusi yang dikemukakan oleh Tos. (19) - Membran timpani retraksi dan menempel pada handle malleus, malleus neck, atau process longus dari incus, yang akan melonggar dan robek, meninggalkan cuff kecil dari epitel keratin yang menempel pada ossiculus dengan robekan residual kecil pada membran timpani. Ketika robekan tersebut mengalami pemulihan, epitelium tersebut membuat pembentukan inklusi kolesteatoma. (A1,2)

24

- Robekan

tangetial terbentuk bersamaan dengan membran timpani yang teretraksi

dan menjadi longgar dari strukturnya yang mengakibatkan sisa sel epiteliaal tertinggal di rongga telinga tengah tanpa adanya perforasi dari membran timpani yang kemudian mengakibatkan inklusi kolestatoma. (B1, 2) - Mikroperforasi dari membran timpani yang mengalami trauma atau perlukaan mengakibatkan invasi dari lapisan basalis oleh epitelial cones.(C1, 2) - Sama dengan mekanisme sebelumnya, inflamasi yang berulang pada membran timpani mengakibatkan proliferasi epitelial cones yang pentrasi ke lapisan basalis dan proliferasi ke ruang subepitel. (D1, 2)

Fig. 2. Site of origin and patterns of spread of congenital cholesteatoma according to (A) Tos acquired inclusion theory and (B) Teed-Michaels epidermal rest theory.

Stadium pada kongenital kolesteatoma : (20) Stage I Terbatas pada 1 kuadran Stage II Melibatkan beberapa kuadran tanpa melibatkan ossiculus Stage III Melibatkan ossiculus tanpa ektensi ke mastoid Stage IV Melibatkan mastoid (67% resiko kolesteatoma residual) Klasifikasi Kolesteatoma Kongenital

25

Berdasarkan lokasi kolestatoma, kongenital kolesteatoma dibagi menjadi 3 tipe, yaitu(22) : Type 1 Terbatas pada telinga tengah, ossiculus tidak terlibat Type 2 Melibatkan kuadran posterior superior dan attic Type 3 Campuran tipe 1 dan 2 serta mastoid Kolesteatoma Kongenital : (20) Kriteria White mass pada telinga tengah, dengan membran timpani yang normal Normal pars flaccida and pars tensa Tidak ada riwayat otorrhea atau perforasi sebelumnya Tidak ada riwayat prosedur otologi sebelumnya

Terapi Kolesteatoma Kongenital(20) Type 1 Tympanotomy, dan tidak diperlukan second-look re-operation. Type 2 Tympanotomy. Ada kemungkinan dilaksanakan atticotomy dan canal wall up tympano-mastoidectomy dengan atau tanpa pembukaan facial recess. Dibutuhkan secod look operation dan kemungkinan rekonstruksi ossiculus. Type 3 Sama dengan tipe 2, namun terkadang membutuhkan tindakan canal wall down tympanomastoidectomy.

26

Gambar 11 Kolesteatoma congenital, masa berwarna putih terlihat di belakang drum yang utuh.

3.4.2 Kolesteatoma acquired primer Teori patogenesis : 1. Invaginasi dari membran timpani (kolesteatoma kantung retraksi) 2. Teori Hyperplasia sel basal atau papillary ingrowth 3. Metaplasia skuamosa dari epitel telinga tengah

1. Teori Invaginasi / kantung retraksi

Disfungsi tuba eustachius dipikirkan menyebabkan retraksi membran timani sehingga mnyebabkan tekanan negatif di epitympanic space sehingga pars flaccida tertarik kearah mdial ke atasmeleus dan menyebabkan terjadinya kantung retraksi.. Pars flaccid yang tidak memiliki lapisan fibrosa akan lebih mudah terkena kondisi ini. Kantung retraksi akan menyebabkan gangguan pada fisiologi normal migrasi epitel sehingga memicu terjadinya pengumpulan keratin. Saat kantung retraksi menekan semakin ke dalam, keratin yang mengalami deskuamasi berakumulasi dan tidak dapat dikeluarkan dari kantung hingga menyebabkan terjadinya kolesteatoma.(14)

27

Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani, retraksi ke arah medial pars flaccida ke dalam epitympanum (scutum) secara progresif. Selama proses ini berlangsung, dinding lateral epitympanum (scutum) secara perlahan mengalami erosi sehingga terjadi kerusakan pada dinding lateral epitympanum yang perlahan-lahan akan meluas. Membran timpani terus mengalami retraksi kearah medial hingga melewati kepala tulang pendengaranan hingga terjadi kerusakan pada tulang pendengaran. Bila kolesteatoma mengarah ke posterior ke dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi dari tegmen mastoideum dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari lateral kanalis semisirkularis dapat mengakibatkan terjadinya ketulian dan vertigo.(15) Perubahan geometris akibat retraksi yang progresif mengakibatkan penyempitan dari jalan anatomis dan gangguan migrasi epitel hingga mengganggu proses pembersihan debris keratin. Saat kantung terbentuk semakin kearah dalam dan berada diantara lipatan mukosa dengan crevices, ia menjadi tidak bisa membersihkan debris dengan sendirinya hingga terjadi penumpukan debris keratin. Proliferasi bakteri dan infeksi super dari akumulasi debris membentuk suatu biofilm yang akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan proliferasi epitel. Chole dan Faddis menganalisa adanya matrix biofilm pada debris kolesteatoma. Baru-baru ini , Wang menemukan adanya strain otopatogenik dari pseudomonas aeruginosa yang mampu memproduksi biofilm dan memiliki tingkat resisitensi yang tinggi terhadap antimikroba. Penemuan ini secara kuat menunjukan adanya peran biofilm dalam patogenesis kolesteatoma. Telah ditemukan bahwa kombinasi dari retraksi membtran timpani dan proliferasi sel basal merupakan penyebab utama formasi dan proses pembentukan kolesteatoma.
(19)

Saat debris menjadi terinfeksi, proliferasi bakteri dan peradangan mengakibatkan influx dari sel-sel radang dan produksi sitokin. Progresi ini dengan disertai pengeluaran kolagenase mengakibatkan kerusakan pada membran basement hingga membolehkan terjadinya formasi cone epitel yang tumbuh ke dalam stroma (teori papillary ingrowth). Kombinasi dari invasi subepitel dan

28

proliferasi keratinosit dalam bentuk mikrokolesteatoma merupakan awal dari terbentuknya stage prekolesteatoma dari kolesteatoma. Saat microcone meluas dan bergabung menjadi satu, terbentuklah kolesteatoma tipe attic. Invasi epitel oleh kolesteatoma merupakan factor penting dalam penyakit ini. Kolesteatoma meluas dengan menginvasi ke sekitar jaringan lunak telinga tengah serta ke tulang. Tokuriki menemukan bahwa adanya peningkatan atau induksi gen yang menyangkut proliferasi sel (calgranulin A, calgranulin B, psoriasin, thymosin b-10) pada sitoplasma dari semua lapisan epitel kolesteatoma. Family cathepsin merupakan grup protease lysosomal yang memegang peranan penting dalam degradasi protein intrasel serta ekstrasel di epidermis. Cathepsin B memegang peranan penting dalam osteolysis pada kolesteatoma. Peningkatan proliferasi keratinosit bergabung dengan peningkatan kematian sel mengakibatkan lebih banyak produksi debris keratin yang bertanggung jawab untuk ekspansi dan akumulasi keratin pada kolesteatoma.(19) Setelah terbentuk, kolesteatoma akan memicu peradangan oleh sitokin yang akan menyebabkan aktivasi osteoclast dan lysozyme yang akan merusak tulang pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif, dan saat kerusakan sampai ke kanalis semisirkularis akan menyebabkan terjadinya tuli sensorineural hingga akhirnya dapat terjadi komplikasi dan menginvasi kanalis fasialis hingga menyebabkan eksposur ke nerves fasialis dan menyebabkan terjadinya paralisis nerves fasialis.(19) Penemuan di atas menunjukan perbedaan antara kolesteatoma dengan epidermal keratinosit normal sehingga menjelaskan sifat agresif klinis dari kolesteatoma serta bagaimana ia menginvasi dan menyebabkan kerusakan tulang. (19)

29

Retraksi pars flaccida

Retraksi pars tensa

30

Regio Telinga Tengah

Lokasi Tersering Kolesteatoma Berasal 1. Epitympanum posterior, Mesotympanum posterior, 3. Epitympanum Anterior

31

Tipe kedua dari acquired kolesteatoma primer terjadi saat kuadran posterior dari membran timpani teretraksi ke dalam telinga tengah bagian posterior. Drum akan menempel ke bagian panjang dari incus. Saat retraksi terus terjadi ke arah medial dan posterior, epitel skuamosa akan menutupi struktur dari stapes dan kemudian mengalami retraksi ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer terjadi dari membran timpani posterior akan mudah mengakibtakan eksposur ke nerves fasialis (dapat mengakibatkan paralisis) dan kerusakan struktur stapedial(15) Kolesteatoma dapat menyebar sesuai letak asalnya. Kolesteatoma epitympanic posterior dapat menyebar melalui superior incudal space dan aditus ad antrum. Lalu kolesetatoma mesotympanic superior dapat menginvasi sinus timpani dan resesus fasialis. Sedangkan kolesteatoma epitympanic anterior dapat meluas ke ganglion geniculate.(21)

Kolesteatoma posterior epitympanic menyebar melalui superior incudal space dan aditus ad antrum

32

Kolesteatoma mesotympanic posterior menginvasi sinus tympani dan resesus fasialis

Kolesteatoma epitympanic anterior ekstensi ke ganglion geniculate

33

2. Teori Papillary Ingrowth(20) - Reaksi inflamasi di rongga Prussaks dengan pars flaccida yang maish utuh - Dapat menyebabkan kerusakan di membran basal hingga sel epitel dapat berproliferasi ke dalam

Prussaks space : area antara pars flaccida lateral dengan leher malleus

3. Teori Metaplasia Epitel yang terdeskuamasi bertransformasi menjadi epitel

skuamosa karena disebabkan oleh otitis media kronik atau berulang(20)

34

Patofisiologi primary acquired choleateatoma

35

3.4.3 Kolesteatoma Acquired Sekunder Kolesteatoma yang didapat secara sekunder dijelaskan sebagai akibat dari terjadinya migrasi sel-sel epidermis yang berasal dari membran timpani ke dalam rongga telinga tengah pada tempat terjadinya perforasi marginal ataupun sebagai hasil dari implantasi keratinosit ke rongga telinga tengah. Implantasi dapat terjadi ketika terdapat kerusakan membran timpani yang disebabkan karena suara ledakan yang akan menyebabkan terjadinya implantasi dari keratin kedalam rongga telinga tengah dan terjebak disana ketika terjadi penyembuhan dari membran timpani. Selain dari trauma pada membran timpani, implantasi dari keratin ini juga dapat terjadi ketika terjadi fraktur pada tulang temporal ataupun implantasi yang disebabkan karena tindakan medis atau yang biasa kita sebut sebagai iatrogenik. Beberapa tindakan operasi yang berhubungan dengan telinga tengah seperti stapedectomy, tympnaoplasty, pemasangan pressure equalization tube, dah tindakan eksplorasi dari telinga tengah dapat menjadi penyebab dari terjadinya kolesteatoma sekunder. Sebuah percobaan dilakukan oleh Wolf dan teman-teman dari 210 telinga yang mengalami kerusakan membran timpani karena ledakan, kejadian dari

36

kolesteatoma yang bersifat invasif sebesar 4,8% dan ditemukan 3 kasus kolesteatoma pada pasien yang mengalami fraktur dari tulang temporal. Pada pasien dengan fraktur dari tulang temporal ditemukan bahwa keratin dapat masuk ketelinga tengah melalui celah yang terbentuk yang disebabkan karena terjadinya fraktur dari tulang temporal. Sebuah penilitian baru yang dilakukan oleh Massuda dan Oliveira juga mendapatkan bukti fisiopatologis yang menyokong migrasi dari epitel yang berasal dari tepi perforasi yang terjadi pada membran timpani sebagai penyebab dari terjadinya kolesteatoma. Percobaan ini dilakukan dengan cara membuat sebuah perforasi dari membran timpani dan diberikan latex dengan 50% propylene glycol akan menyebabkan terjadinya kolesteatoma pada 80-90% bahan percobaan. Latex ini digunakan sebagai bahan yang akan merangsang terjadinya neoangiogenesis dan juga sebagai jembatan dari migrasi epitel. Keadaan lainnya yang juga akan mendukung untuk terjadinya pembentukan kolesteatoma adalah kejadian inflamasi baik pada fase akut ataupun kronik yang dimana banyak dihasilkan sitokin-sitokin yang disebabkan karena terdapatnya benda asing pada percobaan ini, namun pada klinis keadaan jaringan yang mengalami inflamasi ini terjadi pada otitis media baik yang akut maupun yang kronik. Oleh karena itu dari percobaan ini disimpulkan bahwa migrasi dari sel epitel yang berkeratin pada tempat terjadinya perforasi dari membran timpani dan disertai oleh keadaan lingkungan yang sedang mengalami inflamasi merupakan penyebab utama dari terjadinya kolesteatoma sekunder ini.(19)

37

Patofisiologi Kolesteatoma23

38

3.4.4 Perusakan Tulang pada Kolesteatoma Terdapat dua mekanisme bagaimana terjadinya osteolysis pada kolesteatoma telinga tengah yaitu resorsi tulang akibat penekanan dan disolusi enzym pada tulang oleh cytokine mediated inflammation. Nekrosis akibat penekanan pertama kali disebutkan oleh Steinbru pada tahun 1879 dan Walsh pada tahun 1951, sedangkan resorpsi tulang secara langsung dideskripsikam oleh Chole dan coworkers pada tahun 1985. Chole mengimplant silicon pada telinga tengah gerbil tanpa kolesteatoma dan hasilnya menunjukan adanya resorpsi tulang di area yang mengalami penekanan. Mereka mengestimasi bahwa tekanan 50-120mm Hg menghaislkan resorpsi tulang oleh osteoclast.(19) Tidak jelas bagaimana aktivasi oleh tekanan memicu osteoclast melakukan perusakan tulang pada kolesteatoma. Nmaun perusakan tulang yang dipicu oleh enzym dan sitokin telah dipelajari pada 2 abad terakhir. Matrix metalloproteinase (MMP), suatu enzym dari family zinc metalloenzymes yang mendegradasi matrix ekstraselular telah diketahui terdapat pada kolesteatoma. MMP-2 dan MMP-9 terdapat pada lapisan epitel suprabasal kolesteatoma. (19)

39

IL-1, IL-8 merupakan mediator interselular penting untuk aktivitas osteoclast dan berdasarkan peneliian jumlah keduanya meningkat pada sel kolesteatoma yang dikultur dibandingkan dnegan pada sel normal. Yan juga menemukan bawha monosit dapat memproduksi sel dengan aktivitas mirip osteoclast yang memproduksi acid phosphatase yang dapat memicu demineralisasi tulang.(19) Penelitian terakhir oleh Jung menunjukan adanya kemungkinan peran Nitric oxide sebagai mediator fungsi osteoclas. Penemuannya mengindikasikan peran Nitric Oxide pada resorpsi tulang yang dimediasi oleh osteoclast. Studi-studi diatas menunjukan pentingnya osteolisis dan mekanisme regulasinya pada perusakan tulang yang ditemukan pada kolesteatoma telinga tengah.(19)

3.5 Gejala Klinis


Pasien dengan kolesteatoma akuisital umumnya menunjukkan gejala otorrhea yang rekuren atau purulen persisten dan gangguan pendengaran. Gejala tinitus juga sering dikeluhkan. Pada beberapa kasus, namun jarang terjadi, dapat dijumpai juga vertigo, yang merupakan akibat dari proses inflamasi pada telinga tengah, atau juga akibat dari erosi langsung dari labirin oleh kolesteatoma. Facial nerve twitching, palsy, atau kelumpuhan saraf fasialis dapat juga muncul sebagai akibat dari proses inflamasi atau kompresi mekanik pada saraf.(16) Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, baik itu terus-menerus maupun sering berulang. Apabila kolesteatoma terinfeksi, maka infeksi tersebut akan sulit dihilangkan. Hal ini dikarenakan kolesteatoma tidak memiliki suplai darah sehingga antibiotik sistemik tidak dapat mencapai pusat infeksi. Oleh karena itu, untuk kolesteatoma yang terinfeksi dapat digunakan antibiotik topikal, namun untuk area infeksi yang luas, kolesteatoma yang terinfeksi umumnya resisten terhadap semua jenis antimikroba. Akibatnya, gejala ottorhea akan tetap atau berulang walaupun sudah diberikan pengobatan yang agresif.(15) Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisital primer dapat dijumpai retraksi dari pars flacidda di kebanyakan kasus, dan pars tensa pada sedikit kasus.

40

Pada kedua tipe retraksi akan berisi matriks epitel skuamosa dan debris keratin. Temuan lainnya adalah otorrhea yang purulen, polip, jaringan granulasi, dan erosi ossicular. Pada kolesteatoma akuisital sekunder, bila kolesteatoma berkembang dari perforasi membran timpani, maka matriks epitel skuamosa dan debris keratin pada umumnya dapat dilihat melalui perforasi. Bila kolesteatoma berkembang dari implantasi dari epitel skuamosa pada prosedur operasi atau perforasi yang telah menutup, maka membrani akan tampak normal.(16) Pada kasus kolesteatoma kongetinal, gejala klinis sangat tergantung dari letak kolesteatom, ukuran dan komplikasi yang ditimbulkanya. Kolesteatom yang terbatas pada kuadran anterosuperior dari membran timpani tidak menimbulkan gejala atau asimptomatis. Gejala dapat muncul jika terjadi perluasan atau menyebabkan kerusakan pada daerah sekitarnya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa gangguan pendengaran, otitis media efusi, gangguan keseimbangan, kelumpuhan saraf fasialis, fistula retroaurikuler, maupun gejala akibat perluasan ke intrakranial.16

Gambar 13

41

Gambar 14

3.6 Diagnostik
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemereriksaan sederhana untuk mengetahui gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometric nada murni, audiometric tutur (speech audiometric), dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometric) bagi pasien anak yang tidak koperatif dengan pemeriksaan audiometric nada murni. Berdasarkan gejala klinik didapatkan pasien mengeluh: penurunan kemampuan mendengar otorrhea, biasanya kuning dan berbau tidak enak otalgia obstruksi nasal tinnitus, intermiten dan unilateral vertigo otitis media kronik perforasi membran timpani

Didapatkan juga riwayat penyakit sebelumnya seperti :

42

operasi telinga sebelumnya

Pada pemeriksaan otoskopi pasien dengan kolesteatoma dapat ditemukan : perforasi tipe marginal atau atik terdapat kolesteatoma di liang telinga tengah (epitimpanum) abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga) pada kasus lanjut polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar (berasal dari telinga tengah) secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma)

Pemeriksaan penunjang 1. RADIOLOGI 0 Dapat dilakukan foto rontgen mastoid, CT scan, atau MRI. 1 Foto rontgen mastoid

2 3 Xray mastoid normal dengan honey comb appearance dari mastoid air cells

43

5 0 Xray mastoid dengan kolesteatoma 1 2 CT scan merupakan pilihan radiologi yang dapat mendeteksi gangguan tulang. Namun CT scan tidak selalu dapat membedakan antara jaringan granulasi dengan kolesteatoma. Gaurano (2004) telah mendemonstrasikan bahwa ekspansi antrum mastoid dapat dilihat pada 92% kolesteatoma telinga tengah dan 92% mendemonstrasikan adanya erosi tulang pendengaran(15) CT scan yang digunakan adalah CT scan tulang temporal (2mm tanpa kontras dengan potongan axial dan coronal.

CT scan mastoid normal

44

Terlihat kolesteatoma di telinga tengah dengan terlihat destruksi pada dinding lateral cavum timpani. Tubuh dari incus yang juga lateral dari kepala maleus mengalami erosi. (panah kuning)

tanda kolesteatoma pada CT scan adalah :28 1. masa jaringan lunak di telinga tengah o terutama di prussaks space o pada kolesteatoma lanjut, terdapat bagian telinga tengah yang terisi udara yang menunjukan masa dan bukan effusi 2. erosi tulang o scutum (dinding lateral epitimpanum) o semisirkular kanal lateral o tegmen timpani o incus dan stapes

MRI digunakan saat dipikirkan terdapat problem spesifik yang menyangkut jaringan lunak disekitarnya, problem itu termasuk (15)

45

- gangguan dura - abses subdural atau epidural - herniasi otak ke cavum mastoid Beberapa dokter hanya melakukan preoperative imaging pada kasus spesial dan cukup yakin untuk menjalankan operasi tanpa melakukan pemeriksaan radiologi terlebih dahulu. Biasanya dokter meminta dilakukannya preoperative CT scan pada keadaan : (15) bila diagnosa masih belum pasti, diagnosa belum pasti biasanya pada pasien dengan retraksi attic kecil yang didapatkan pada pemeriksaan fisik. CT scan pada pasien ini dapat membantu membedakan antara retraksi tanpa perluasan jaringan lunak ke epitympanic space dengan masa jaringan lunak ekstensif disertai erosi tulang. Bila pasien menghindari operasi, sebaiknya operasi tidak dilakukan bila CT scan telah dilakukan dan dievaluasi berdasarkan hasil CT scan Bila anatomi tidak dapat ditentukan dan luasnya penyakit tidak diketahui Pasien dengan kelainan congenital (ex: atresia) Bila dicurigai adanya komplikasi Bila dicurigai terdapat fistla labyrinthine atau erosi tuba fallopi Bila terdapat perluasan ke intracranial, peradangan dura, meningitis, abscess, atau trombosis sinus sigmoid diindikasikan dilakukan MRI Namun terdapat pendapat lain bahwa kolesteatoma yang direncanakan untuk dilalukan pembedahan harus dilakukan preoperative CT scan sebelumnya.

46

MRI menunjukan kolesteatoma 2. Audiometri harus dilakukan sebelum operasi kapanpun dapat dilakukan kecuali operasi dilakukan segera karena komplikasi.(15) Pada audiometri didapatkan : - tuli konduktif sedang hingga berat yaitu lebih dari 40 dB : mengindikasikan diskontinuitas tualng pendengaran 3. Histologi Pemeriksaan histology dari kolesteatoma yang telah diangkat menunjukan sel epitel skuamosa.(15) Patologi Anatomi Kolesteatoma20 1. Konten kistik : pusat keratin yang mengalami deskuamasi 2. Matrix : keratinizing stratified squamos epitel 3. Perimatrix : jaringan granulasi, mensekresi enzim proteolitik yang dapat menyebabkan erosi tulang 4. Hiperkeratosis

47

4. Kultur dan uji resistensi kuman dari secret telinga

3.7 Differensial Diagnosis


Perbedaan OMSK tipe benigna dengan maligna :7 Tipe aman : Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang Perforasi terletak di sentral Jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya Tidak terdapat kolesteatoma

48

Perforasi tipe sentral Perforasi tipe marginal

49

Tipe maligna : perforasi tipe marginal atau atik terdapat kolesteatoma di liang telinga tengah (epitimpanum) terdapat komplikasi yang berbahaya atau fatal abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga) pada kasus lanjut polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar (berasal dari telinga tengah) secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) terlihat bayangan kolesteatoma pada rontgen mastoid

50

Perforasi tipe atic di pars flaccida

Kolesteatoma

Jaringan granulasi di telinga luar

Polip di telinga tengah

51

Fistula retroauricular Tubotympanic CSOM Banyak, tidak berbau Sedang, konduktif central Jarang Jarang Pedunculated edematous mucosa Jarang Atticoantral CSOM Sedikit, berbau tidak enak, mucopurulent Berat, konduktif dan sensorineural Attic, marginal Sering Sering Pedunculated edematous granulations Sering

Ear discharge Hearing loss Perforation Cholesteatoma Granulations Polyp Complications

Kondisi Gejala Otitis Media Supuratif Pada otoskopi Kronik perforasi namun Otitis Eksterna pars tidak

Pemeriksaan terlihat Diagnosa klinis tensa terlihat terlihat Diagnosa klinis terlihat discarge.

kolesteatoma Pada otoskopi eksternal sedikit dan

pembengkakan dari kanal

Membran timpani tidak

52

terlihat

namun

bila

terlihat akan terlihat tanda peradangan namun tidak ada tanda kolesteatoma Benign Necrotising Otitis - Pasien mengeluh CT Eksterna riwayat atau lainnya Pada otoskopi terdapat granulasi di kanalis telinga namun tidak ada bukti Myringitis Saat kolesteatoma otoskopi terdapat Diagnosa klinis membran scan menunjukan jaringan

sakit telinga; ada pembengkakan

diabetes lunak dari kanal dengan penyakit atau tanpa erosi tulang temporal

imunosupresi

peradangan

timpani dengan atau tanpa terlihat granulasi, tanpa terlihat kolesteatoma adanya

53

3.8 Penatalaksanaan
Terapi Non Bedah Tujuan awal dari terapi kolesteatoma adalah menurunkan derajat inflamasi dan aktivitas infeksi pada bagian telinga yang terinfeksi. Prinsip pengobatan medikasi kolesteatoma adalah membuang debris dari liang telinga. Irigasi harus dilakukan dengan tepat, air harus dikeluarkan seluruhnya dari telinga untuk mencegah kelanjutan kontaminasi. Selain irigasi, diperlukan juga antimikroba topikal untuk menekan infeksi, yang umumnya disebabkan oleh organisme sebagai berikut : Pseudomonas aeruginosa, Streptococci, Staphylococci, Proteus, dan Enterobacter. Antimikroba yang umum dipakai adalah ofloxacin atau neomycin-polymyxin B. Apabila telinga tengah terpapar, dikemukakan bahwa penggunaan aminoglikosida bersifat ototoksik dan berbahaya. Akan tetapi, belum ada studi yang adekuat yang mendukung teori tersebut. Namun, untuk kepentingan pasien, dianjurkan untuk menghindari penggunaan agen ototoksik dan tetap menggunakan ofloxacin. Selain itu, beberapa klinisi juga menggunakan steroid topikal untuk menurunkan inflamasi, namun studi lebih lanjut masih diperlukan untuk menilai efektivitas dari penggunaan agen ini.(17) Pada beberapa kasus, infeksi yang berlangsung tidak sepenuhnya teratasi. Hal ini biasanya terjadi pada kasus adanya kolesteatoma sac dengan debris keratin yang tidak diobati dengan antimikroba lokal secara efektif. Namun, setelah tindakan bedah, umumnya keluhan otorrhea akan teratasi. Terapi Pembedahan Tujuan dari terapi pembedahan adalah mengangkat atau menyingkirkan kolesteatoma. Teknik operatif yang umum dilaksanakan antara lain canal-wall-up (closed) dan canal-wall-down (open). Apabila pasien memiliki riwayat episode kekambuhan kolesteatoma, dan berharap dapat menghindari tindakan operatif di kemudian hari, teknik canal-wall-down merupakan pilihan yang tepat dan lebih aman. Tujuan utama terapi kolesteatoma adalah menciptakan kondisi telinga yang kering dan aman. Proses-proses yang menyebabkan erosi tulang, inflamasi

54

kronik dan infeksi harus ditangani secara tuntas. Oleh karena itu, seluruh matriks kolesteatoma harus disingkirkan sepenuhnya. Apabila hal ini gagal dilakukan, kemungkinan yang muncul adalah kekambuhan dari kolesteatoma. Tabel di bawah ini menunjukaan beberapa teknik pembedahan disertai keuntungan dan kerugiannya.(16)

Teknik

canal-wall-down

memiliki

probabilitas

tertinggi

dalam

membersihkan kolesteatoma secara permanen. Canal-wall-up prosedur memiliki keuntungan mempertahankan penampilan normal, tetapi mereka memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap kolesteatoma persisten atau berulang. Risiko kekambuhan awal. Di Amerika Serikat, kebanyakan prosedur bedah kolesteatoma dilakukan dengan insisi pada belakang telinga dikombinasikan dengan insisi pada ekternal auditory kanal. Kemudian menyingkirkan air cell dari mastoid secara keseluruhan. Mengelevasi membran timpani dan evaluasi mastoid. Singkirkan kolesteatoma. Apabila ossiculus juga terlibat, maka bagian tersebut perlu disingkirkan jug auntuk menghindari kekambuhan dari kolestetoma. Membran timpani pada umumnya juga direkonstruksi pada prosedur ini. Apabila dilakukan canal-wall-up, tulang direkonstruksi dengan cartilage graft. Bila menggunakan teknik canal-wall-down, maka perlu dibuat meatoplasty yang besar agar ada sirkulasi udara yang adekuat ke cavitas telinga. (15) Karakteristik prosedur canal-wall-up : cukup tinggi sehingga ahli bedah menyarankan suatu tympanomastoidectomy kedua setelah 6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi

55

Menyingkirkan semua air cell Functional tuba eustachius Ruang telinga tengah yang dipertahankan dengan baik Komunikasi adekuat antara mastoid dengan ruang telinga tengah melalui additus ad antrum. Eliminasi dari tulang attic dilengkapi dengan cartilage atau bone graft. Membersihkan semua air cell termasuk yang dalam retrofacial, retrolabyrinthine, and subarcuate air cell tracts. Pembersihan dinding lateral dan posterior dari epitimpanun sehingga tegmen mastoideum dan tegmen timpani menjadi lembut.

Karakteristik teknik canal-wall-down :

Biasanya amputasi dari mastoid tip dianjurkan. Saucerization dari lateral margin kavitas. Perbesarana meatus Terapi postoperatif yang diberikan antara lain antimikroba yang sesuai dan

steroid bila diperlukan. Antimikroba yang dipakai adalah antimikroba topikal, contohnya ialah aminoglycoside and fluoroquinolone topikal. Jenis antimikroba ini efektif untuk bakteri gram negatif. Selain itu, untuk menghindari efek ototoksik, dapat juga dipakai ciprofloxacin (Ciloxan) or ofloxacin (Floxin Otic). Selain antimikroba, agen yang umum diberikan adalah steroid, yaitu steroid cream. Steroid berfungsi untuk mengontrol perkembangan dari jaringan granulasi.(15) Setelah tindakan bedah dilakukan, pasien dianjurkan untuk kontrol secara rutin. Pasien yang menajalani prosedur canal-wall-down dianjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan untuk pembersihan liang telinga. Tujuanny aialah untuk menjaga agar telinga pasien tetap bebas daei deskuamasi epitel dan serumen. Pada pasien yang menjalani prosedur canal-wall-up umumnya memerlukan tindakan operatif kedua, setelah 6-9 bulan setelah tindakan operatif pertama.

56

Gambar 17

3.9 Komplikasi
Perikondritis atau kondritis terjadi pada kurang dari 1% pasien. Eksposur dan devaskularisasi karena pembedahan menjadi penyebab mudahnya terjadi infeksi. Gejala dari perikondritis adalah nyeri yang meningkat, eritema, dan edema pada kulit yang melapisi kartilago aurikula. Gejala lainnya adalah adanya fluktuasi. 20

Perikondritis Komplikasi yang paling ditakutkan dari operasi tympanomastoid adalah perlukaan pada nerves fasialis. Perlukaan pada nerves fasialis biasanya diketahui

57

saat prosedur berlangsung namun kadang diketahui pada saat pasien berada di ruang pemulihan. Langkah pertama untuk menangini perlukaan nerves fasialis adalah dengan dekompresi nerves di sekitar area yang terlihat terjadi perlukaan. Jauhkan tulang beberapa millimeter proksimal dan distal dari segmen yang rusak sehingga perlukaan dapat jelas terlihat.
(15)

Bila lebih dari 50% dari diameter

nerves mengalami perlukaan seperti terpotong, tertarik, terjepit, dilakukan reseksi pada segmen yang mengalami perlukaan dan dilakukan reanastomisis atau graft dari nerves.(15) Bila perlukaan pada nerves fasialis tidak diketahui selama operasi berlangsung dan pasien bangun dnegan paralisis fasial, dokter harus menunggu beberapa jam untuk memastikan bahwa ini bukan efek dari anestesi local. Bila dokter tidak yakin bahwa nerves fasialis utuh, pasien harus dilakukan operasi secepatnya untuk dilakukan dekompresi nerves secepatnya dan derajat perlukaan diukur lalu diputuskan apakah segmen yang mengalami perlukaan perlu dieksisi.
(15)

Kadang fistula labyrinthine diketahui dari preoperative CT scan image atau fistula terlihat tanpa diprediksi sebelumnya. Bila hal ini terjadi, epitel yang mengalami dekskuamasi diangkat hingga meninggalkan matrix di kanal horizontal. Bila fistula muncul di permukaan, matrix perlahan diangkat dan sisanya ditutupi dengan fascia.(15) Bila fistula besar dan matrix kolesteatoma tertempel ke labirin membranous itu sendiri, matrix dibiarkan pada posisinya. Bila labirin membranous terbuka saat operais, antibiotik IV spectrum luas dan steroid harus diberikan secepatnya. Kadang, fistula kanal terbentuk selama prosedur operasi. Bila fistula itu menyangkut salah satu dari kanalis semisirkularis, harus dilapisi dengan jaringan lunak (mislanya fascia) dan diberikan antibiotik IV dan steroid. Pasien ini akan mengalami gangguan keseimbangan setelah operasi namun dapat kembali normal bila antibiotik dan steroid diberikan pada waktu yang tepat.(15) Drainase yang persisten dapat terjadi dan yang palings erring karena adanya sel udara yang tersekuestrasi yang terus memicu infeksi. Solusi satusatunya adalah dengan mengangkat area yang bersangkutan. Bila area osteitis

58

besar dan otorrhea postoperative terjadi terus-terusan selama berbulan-bulan atau tahunan, perlu dipikirkan untuk dilakukan skin graft.(15) Benda asing yang berada di kavitas mastoid atau luka dapat menjadi focus infeksi. Benda asing yang paling sering ditemukan adalah fragmen metal dari bor yang mengenai ujung alat suction irigasi saat operasi.(15) Herniasi otak melalui tegmen fossa tengah terlihat mengkilap. Adanya cairan bening dengan lesi mengkilap seperti di atas menunjukan adanya kemungkinana herniasi otak dan leakage cairan serebrospinal. Dapat dilakuakn MRI atau CT scan untuk memastikan.(15)

59

3.10 Prognosis
Melakukan proses eliminasi dari kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun terkadang membutuhkan tindakan operasi yang berkali-kali. Karena penanganan dari kolesteatoma dengan pembedahan pada umumnya berhasil dengan sempurna, oleh karena itu komplikasi yang timbul dari pertumbuhan kolesteatoma yang tidak terkontrol sangatlah jarang terjadi. Pada penanganan canal-wall-down tympanomastoidectomy akan memberikan angka persentase rekurensi ataupun persistensi yang rendah dari kolesteatoma. Reoperasi dari kolesteatoma hanya terjadi pada 5% atau bahkan lebih sedikit. Oleh karena itu tehnik ini jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan closed-cavity technique yang memiliki angka rekurensi antara 20-40%.(15) Meskipun begitu, karena tulang-tulang pendengaran dan ataupun membran timpani tidak dapat mengalami resolusi secara sempurna kembali kedalam keadaan normal, kolesteatoma tetap secara relatif merupakan penyebab yang cukup sering dari tuli konduktif yang bersifat permanent.

60

BAB IV PENUTUP

Kolesteatoma atau epidermosis atau keratoma merupakan lesi destruktif dasar tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada tulang temporal.(15) Kolestetaoma dibagi menjadi 3 tipe yaitu kongenital, primary acquired, dan secondary acquired. Kolesteatoma congenital terjadi sebagai konsekuensi dari epitel skuamosa yang terjebak dalam tulang temporal selama embriogenesis. Kolesteatoma congenital biasanya ditemukan di anterior mesotympanum atau di dalam area perieustachian tube. Mereka diidentifikasi paling sering pada anak-anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani, retraksi ke dalam medial pars flaccida ke dalam epitympanum secara progresif. Kolesteatoma acquired sekunder terjadi karena konsekuensi langsung terjadap injuri pada membran timpani. Kerusakan ini dapat dalam bentuk perforasi yang terjadi karena otitis media akut atau trauma, atau dapat terjadi karena manipulasi operasi dari drum. Prosedur simple seperti tympanostomy dapat mengakibatkan implantasi epitel skuamosa ke dalam telinga tengah hingga menyebabkan terbentuknya kolesteatoma. Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, baik itu terus-menerus maupun sering berulang. Apabila kolesteatoma terinfeksi, maka infeksi tersebut akan sulit dihilangkan. Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisital primer dapat dijumpai retraksi dari pars flacidda di kebanyakan kasus, dan pars tensa pada sedikit kasus. Pada kedua tipe retraksi akan berisi matriks epitel skuamosa dan debris keratin. Temuan lainnya adalah otorrhea yang purulen, polip, jaringan granulasi, dan erosi ossicular. Pada kolesteatoma akuisital sekunder, bila kolesteatoma berkembang dari perforasi membran timpani, maka matriks epitel skuamosa dan debris keratin pada umumnya dapat dilihat melalui perforasi. Penanganan untuk kolesteatoma dibagi menjadi penanganan bedah dan non bedah. Untuk non bedah, diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi, steroid untuk menurunkan inflamasi, dan juga drainase. Pembedahan dapat dilakukan canal-wall-up dan canal-wall-down.

61

REFERENSI
1. Moller, A. R. (2006). Hearing : Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory System. California: El-Sevier. 2. Nugraha, S. (2011). Anatomy Ear. Retrieved February 17, 2013 from http://journal-kesehatan.blogspot.com/2011/12/anatomy-ear.html 3. Adams, G. R., Boies, L. R. & Hilger, P. A. (1989). Boies Fundamentals of Otolaryngology 4. Ear 5. (2007). : A Textbook of Ear, Nose 17, and 2013 Throat from Diseases.Philadeplphia: Saunders Company Retrieved February http://www.virtualmedicalcentre.com/anatomy/ear/29 El GH, Peng P. Anatomi dan Fisiologi; dalam buku: Ilmu THT Esensial Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.5-11 6. Bhatt RA, Gest TR. Ear Anatomy. [homepage on the Internet]. 2011 [cited 2013 Feb 17]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview 7. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli); dalam buku: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 10-22 8. View-normal-tympanic-membrane. [homepage on the Internet]. 2010 [cited 2013 Feb 17]. Available from: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:View-normal-tympanicmembrane.svg 9. Maleus, Incus, Stapes. [homepage on the Internet]. 2007 [cited 2013 Feb 17]. Available from: www.sciencedirect/maleusincusstapes.com 10. 11. Inner Ear Anatomy. [homepage on the Internet]. 2006 [cited 2012 Organ Korti. [homepage on the Internet]. 2012 [cited 2012 Feb Feb 17]. Available from: http://nursingcomments.com/?s=inner+ear 18]. Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Organ_Korti

62

12. Johnson DH. Auditory Pathways. [homepage on the Internet]. 1997 [cited 2012 13. Feb 18]. Available from: RICE University, Web site: http://www.ece.rice.edu/~dhj/pathway.html Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2012 [cited 2013 Feb 18]. Available from: BMJ, Web site: http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/1033/basics/epidemiology.html 14. Snow, J. B. & Ballenger, J. J. (2002). Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Nech Surgery Sixteenth Edition. Ontario: B.C.Decker. 15. Roland PS, Meyers AD. Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2012 [cited 16. 17. 2013 Feb 17]. Available from: Medscape, Web site: http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview#showall Lalwani, A. K. (2007). Current Diagnosis & Treatment in Dhingra, P. L. & Dhingra, S. (2005). Diseases of Ear, Nose & Otolaryngology-Head & Neck Surgery. Phoenix: McGraw Hill. Throat 5th Edition. Bombay: El Sevier India. 18. Ear Nose Throat J. 2009 November;88(11):1196-1198 19. Semaan from: MT, Magerian CA. The of Pathophysiology Cleveland, Web of site: Cholesteatoma. [serial on the Internet]. 2011 [cited 2013 Feb 20]. Available University Hospitals http://scribd.com/doc/23179340/The-Pathophysiology-of-Cholesteatoma 20. Rothholtz, Vanessa. Cholesteatoma. Department of otolaryngology Head and Neck Surgery. University of California. [cited 2013 Feb 2013]. Available from www.utmb.edu/otoref/grnds/.../Cholest-slides-060125.ppt. 21. Makishima, Tomoko. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch. Department of Otolaryngology. [cited 2013 Feb 20]. Available from telemed.shams.edu.eg/ASTP/mod/resource/view.php?id=526. 22. Elizabeth M. Rash, PhD, FNP-C . Recognize Cholesteatomas Early. University of Central Florida. February 2004. 23. Disease of Ear, Nose, and Throat,5 th Edition. Cholesteatoma and Otitis Media. Chapter 11. 2010

63

24.

Hauptman G, Quinn FB, Ryan MW. Cholesteatoma. [homepage on

the Internet]. 2006 [cited 2013 Feb 20]. Available from: UTMB, Web site: http://utmb.edu/otoref/grnds/Cholest-060125/Cholest-060125.doc 25. 21]. The middle ear. [homepage on the Internet]. 2008 [cited 2013 Feb Available from: SpringerImages, Web

site:http://www.springerimages.com/ Images/RSS/1-10.1007_978-3-64202210-4_2-6 26. Best Practice. Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2008 [cited 2013 Feb 21]. Available from : http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/1033/diagnosis/differential.html. 27. [cited 28. Mastoid antrum and air cells. [homepage on the Internet]. 2008 2013 Feb 25]. Available from:

www.sites.google.com/site/entglimpse/mastoidaircell system The Radiology Assistant. Cholesteatoma. Radiology department of the University Medical Centre of Utrecht, the Netherlands. Cited. homepage on the Internet]. 2008 [cited 2013 Feb 21]. Available from http://www.radiologyassistant.nl/en/p49c62abe0880e#i49c69c065e6f5. 29. Essentials of Otolaryngologylogy. 2007. Staff member of Otolaryngology Department Faculty of Medicine Mansoura University Egypt. 30. Cunningham DJ & Robinson A Cunningham's Text Book of Anatomy. 5th ed. New York: William Wood and Company; 1998

64

Anda mungkin juga menyukai