Anda di halaman 1dari 50

BAB I PENDAHULUAN

A. Skenario Kasus Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun 10 bulan datang ke klinik KGA diantar ayahnya untuk memeriksakan gigi belakang kiri bawah yang berlubang. Gigi tersebut saat ini tidak terasa sakit. Gigi tersebut dahulu pernah terasa sakit sekali dan gusinya pernah bengkak. Menurut keterangan ayahnya, kondisi anak sehat, tidak ada riwayat penyakit sistemik dan tidak ada riwayat alergi obat. Ayah dan ibu gigi geliginya banyak yang karies. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital adalah sebagai berikut : Tensi : 110/70 mmHg; Temperatur tubuh : 36,50C; Denyut nadi : 85/menit; Tinggi badan : 123 cm; Berat badan : 24,5 kg.

B. Evaluasi Kasus a. odontogram

Keterangan: : gigi belum erupsi

: gigi sudah dicabut atau tanggal : sisa akar : karies 1

Elemen 55

Pemeriksaan Klinis Terdapat kavitas di permukaan okluso-disto-buko-lingual dengan kedalaman dentin, pulpa terbuka Sondasi : Perkusi : Palpasi : CE : -

51

Terdapat kavitas di permukaan mesial dan distal kedalamandentin Sondasi : Perkusi : Palpasi : CE : +

62

Terdapat kavitas di seluruh permukaan gigi kedalaman dentin Sondasi : Perkusi : Palpasi : CE : +

65

Terdapat kavitas di permukaan disto-oklusal kedalaman dentin dengan pulpa terbuka Sondasi : Perkusi : Palpasi : CE : -

75 74

Gigi sudah dicabut Terdapat kavitas di permukaan linguo-oklusal kedalaman dentin dengan pulpa terbuka Sondasi : Perkusi : Palpasi : CE : 2

71 81 84

Gigi sudah tanggal Gigi sudah tanggal Terdapat kavitas di permukaan disto-oklusal kedalaman dentin Sondasi : + (sakit berdenyut, tapi segera hilang) Perkusi : Palpasi : CE : +

85

Gigi tinggal sisa akar

b.

Rontgenogram

1. Hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah normal. 2. Pada radiograf keseluruhan benih gigi permanen sudah terlihat kecuali gigi molar ketiga. 3. Keseluruhan akar gigi desidui sudah di resorpsi oleh benih gigi permanen di bawahnya. 4. Gigi 36 mengalami tilting ke mesial, sedangkan gigi 34 erupsi ke arah distal yang kemungkinan akan mengganggu erupsi gigi 35. 5. Gigi 46 mengalami tilting ke mesial, sedangkan gigi 44 erupsi ke arah distal yang kemungkinan akan mengganggu erupsi gigi 45. 3

6. Terdapat area radiolusen mencapai pulpa pada gigi 55. 7. Terdapat area radiolusen mencapai pulpa pada gigi 65. 8. Gigi 75 sudah tanggal. 9. Terdapat area radiolusen mencapai pulpa pada gigi 74. 10. Terdapat area radiolusen mencapai dentin pada gigi 84. 11. Terdapat sisa akar pada gigi 85.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Nekrosis Pulpa Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan dari radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat parsial atau total. Terdapat dua tipe nekrosis pulpa yaitu: (Tarigan,2006) 1. Tipe koagulasi, terdapat bagian jaringan yang larut, mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat. 2. Tipe liquefaction (perkejuan). Enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair. Pulpa yang ditutupi oleh dinding keras, tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, dan vena serta pembuluh limfatik yang hancur karena bertambahnya tekanan pada jaringan (Walton, 2008). Etiologi Etiologi utama dari nekrosis pulpa adalah infeksi bakteri dan respon inflamasi host (Beer, 2004) . Selain bakteri, penyebab nekrosis adalah trauma, iritasi terhadap bahan restorasi silikat dan akrilik, atau radang pulpa yang berlanjut. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan devitalisasi, seperti arsen dan paraformaldehid (Tarigan,2006). Gejala Nekrosis pulpa biasanya asimptomatik namun terkadang dapat dirasakan nyeri spontan dan ketidaknyamanan atau nyeri tekan (dari jaringan periradikular). Pada gigi dengan nekrosis pulpa, nyeri timbul ketika ada ransang panas bukan karena adanya peningkatan tekanan intrapulpal seperti pada gigi vital (Walton, 2008). Gigi yang nekrosis tidak terasa sakit. Petunjuk pertama adanya nekrosis adalah perubahan warna gigi dan gigi tidak peka terhadap preparasi kavitas yang dilakukan sampai kamar pulpa. Kadang-kadang gigi terasa sakit jika ada ransang panas karena terjadi perubahan gas yang akan menekan ujung syaraf jaringan vital yang ada disekitarnya (Tarigan,2006). 5

Tes dan Perawatan Gigi dengan nekrosis pulpa biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik maupun termal, tetapi terkadang memberikan respon terhadap ransangan panas. Nekrosis pulpa tipe liquefaction dapat menunjukan kepekaan terhadap tes elektrik karena adanya aliran listrik ke jaringan vital sekitarnya. Hasil pemeriksaan palpasi, perkusi, mobilitas, dan pembengkakan adalah negatif, kecuali disertai dengan peradangan periapeks (Tarigan, 2006). Sesuai definisinya, pulpa dari sebuah gigi yang pulpanya nekrosis tidak ada respon terhadap tes vitalitas, karena penyebaran reaksi inflamasi ke jaringan periradikular. Gigi dengan Nekrosis pulpa sensitif terhadap perkusi, karena reaksi inflamasi menyebar ke jaringan periradikular. Sensifitas terhadap palpasi adalah sebuah indikasi tambahan untuk keterlibatan periradikular. Perawatan saluran akar atau ekstrasi adalah indikasi perawatan untuk gigi ini (Walton, 2008).

B. Karies Dentin Sensitif Karies dentin sensitif atau dikenal juga dengan sebutan hipersensitifitas dentin. Umumnya pasien akan mengalami nyeri yang sangat tajam karena beberapa stimulus yang berbeda. Kondisi tersebut mempengaruhi permukaan gigi dekat aspek servikal dan lebih sering terjadi pada gigi premolar dan kaninus (Walters, 2005).
Hipersensitif dentin dapat digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam yang terjadi secara tiba-tiba akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar. Rangsangan tersebut antara lain taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas atau dingin. Selain itu, hipersensitif dentin tidak dihubungkan dengan kerusakan atau keadaan patologis gigi. Walaupun rasa sakit yang timbul hanya dalam jangka waktu pendek, namun dapat membuat makan menjadi sulit dan akhirnya mempengaruhi kesehatan rongga mulut jika tidak dirawat. Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka (Dowell et al., 1983).

Teori yang menjelaskan tentang mekanisme timbulnya nyeri akibat hipersensitifitas dentin ialah teori Brannstroms hydrodynamic. Teori tersebut mengungkapan tentang pergerakan cairan di dalam tubulus dentinalis. Teori
hidrodinamik mulai dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Brannstrm dan tahun 1989.

Teori ini diterima dan dipakai untuk menjelaskan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin. Teori ini menyimpulkan bahwa hipersensitif dentin dimulai dari dentin yang terpapar mengalami rangsangan, lalu cairan tubulus bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit. Rangsangan terhadap tubulus dentin yang terbuka dapat berupa taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas atau dingin. Namun, dingin merupakan rangsangan yang paling sering menyebabkan hipersensitif dentin. Pergerakan cairan tubulus dentin dipengaruhi oleh konfigurasi tubulus, diameter tubulus dan jumlah tubulus yang terbuka (Walters, 2005). Pemeriksaan mikroskopis pada pasien hipersensitif dentin menunjukkan bahwa tubulus dentin pada pasien hipersensitif dentin lebih besar dan banyak dibandingkan pada pasien yang tidak mengalami hipersensitif dentin. Terbukanya dentin disebabkan hilangnya enamel akibat dari proses atrisi, abrasi, erosi, atau abfraksi serta rangsangan terhadap permukaan akar yang tersingkap akibat dari resesi gingiva atau perawatan periodontal. Semua proses di atas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipersensitif dentin (Dowell et al., 1983).

C. Karies Dentin Insensitif Karies dentin merupakan proses patologis berupa kerusakan yang terbatas di jaringan gigi mulai dari email kemudian berlanjut ke dentin. Karies dentin ini merupakan masalah mulut utama pada anak dan remaja. Periode karies paling tinggi adalah pada usia 4-8 tahun pada gigi sulung dan usia 12-13 tahun pada gigi tetap, sebab pada usia tersebut email masih mengalami maturasi setelah erupsi, sehingga kemungkinan terjadi karies besar. Jika tidak mendapatkan perhatian karies dapat meluas ke gigi yang lain. Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitas baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti 7

lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitas yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas) (Maulani, 2005). Dentin yang terkena karies, tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan insensitif dan lapisan sensitif. Lapisan insensitif, merupakan lapisan luar yang telah mati yang mengalami proses demineralisasi yang tinggi, terinfeksi dan tidak dapat diremineralisasi. Lapisan ini mengandung serabut kolagen yang mengalami kerusakan secara irreversibel. Prosesus odontoblast telah hilang. Sedangkan lapisan sensitif merupakan lapisan dalam yang mengalami demineralisasi sebagian, tidak terinfeksi dan dapat teremineralisasi. Lapisan ini mengandung serabut kolagen yang terdenaturasi secara reversibel dan prosesus odontoblasnya masih utuh (Schmidseder, 2000).

D. Premature Loss Perkembangan oklusi masa gigi susu sering mengalami gangguan yang dapat mempengaruhi hubungan oklusi gigi permanen. Salah satu bentuk gangguan tersebut adalah premature loss, yaitu hilangnya gigi dari lengkung gigi sebelum gigi penggantinya mendekati erupsi. Bila hal ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan kehilangan ruang dan mengganggu keseimbangan oklusi dewasa, maka perlu dipasangkan suatu pesawat space maintainer sebagai perawatan premature loss (Ferawati, 2007). Early childhood caries (ECC) adalah karies gigi yang progresif pada anak anak yang dapat menyebabkan premature loss pada gigi desidui anterior (Turgut, 2012). Premature loss decidui anterior berhubungan dengan trauma dan kerusakan gigi. Sedangkan premature loss gigi posterior terutama gigi molar satu decidui berhubungan dengan karies, jarang sekal gigi molar satu susu hilang karena trauma

dan desakan dari gigi premolar satu karena gigi premolar satu erupsinya lebih lambat dan ukuran mesio-distalnya lebih kecil dari pada molar satu susu (Ferawati, 2007). Dampak Premature loss Perubahan panjang lengkung gigi dan oklusi Premature loss gigi susu dapat menyebabkan terjadinya integritas dari panjang lengkung rahang dan oklusi gigi. Penanganan yang tidak baik terhadap masalah tersebut akan mengakibatkan tertutupnya ruangan dan terjadi malposisi gigi pengganti baik di segmen anterior dan maupun posterior dari lengkung rahang (Martinez dkk, 1984 ; Kennedy, 1992). Gangguan artikulasi pada pengucapan huruf konsonan Selama ini telah dipusatkan perhatian tentang efek premature loss terhadap perkembangan bicara. Khususnya artikulasi pengucapan suara konsonan s, z, v, dan f. Hal ini umumnya terjadi pada kehilangan premature gigi anterior (Kennedy, 1992). Perkembanagan kebiasaan buruk Premature loss di regio anterior maupun posterior sangat memungkinkan terjadinya pergerakan lidah ketempat ruang yang kosong. Kebiasaan ini dapat menyebabkan malposisi pada gigi pengganti tergantung pada banyaknya tekanan dari lidah (Kennedy, 1992). Trauma psikologis Premature loss gigi susu, khususnya gigi anterior sering menjadi penyebab keadaan yang sangat memalukan pada anak, terutama pada perempua. Trauma psikologis bisa terjadi tanpa disengaja akibat sikap dan kata-kata yang tidak baik dari teman-teman atau sanak saudara (Kennedy, 1992).

E. Radices Radices merupakan kelainan dari gigi, akibat dekalsifikasi dari substansi gigi yang disebabkan produksi asam akibat fermentasi gula oleh bakteri plak. Radices juga diketahui sebagai fase lanjutan akibat karies yang terus berlanjut hingga hilangnya mahkota dari gigi. Radices juga harus dilakukan ekstraksi secepatnya karena telah

terjadi nekrosis dari jaringan pulpa tersebut, dan bisa menyebabkan infeksi hingga terbentuknya abses di akar (Scully, 1996). Pencabutan tidak sempurna yang ditandai dengan tertinggalnya sebagian akar bahkan mahkota, seringkali terjadi apabila saat pencabutan mahkota gigi sudah sangat rapuh. Ini ditandai dengan bentuk lubang gigi yang sudah sangat besar atau adanya kelainan bentuk akar yang menyebabkan kesulitan saat pencabutan. Terdapat beberapa penyebab radiks diantaranya: 1. Disebabkan oleh Karies Gigi Karies gigi terjadi karena ada bakteri didalam mulut dan karbohidrat yang menempel di gigi yang dalam waktu tertentu tidak dibersihkan. Bakteri di dalam mulut akan mengeluarkan toksin yang akan mengubah karbohidrat menjadi suatu zat yang bersifat asam yang mengakibatkan demineralisasi email. Jika setiap selesai makan ada kebiasaan berkumur dan menggosok gigi karies gigi tidak akan terjadi karena proses demineralisasi bisa diimbangi dengan proses remineralisasi oleh air liur asalkan kondisi mulut bersih. Kebersihan mulut yang baik tidak akan memberikan kesempatan pada bakteri untuk mebuat lubang pada gigi kita. Karies yang pada proses awalnya hanya terlihat bercak putih pada email lama kelamaan akan berubah jadi coklat dan berlubang. Jika kebersihan mulut tidak dipelihara lubang bisa menjadi luas dan dalam menembus lapisan dentin. Pada tahap ini jika tidak ada perawatan gigi lubang bertambah luas dan dalam sampai daerah pulpa gigi yang banyak berisi pembuluh darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya gigi akan mati,giginya kropos,gripis sedikit demi sedikit sampai mahkotanya habis dan tinggal sisa akar gigi. 2. Disebabkan Karena Trauma Mahkota gigi bisa patah karena gigi terbentur sesuatu akibat kecelakaan,,jatuh,berkelahi atau sebab lainnya. Seringkali mahkota gigi patah semua dan menyisakan akar gigi saja. Trauma ini membuat pulpa gigi menjadi mati. Patah pada gigi depan bisa membuat estetika berkurang dan terkadang menimbulkan krisis kepercayaan diri pada seseorang. 3. Disebabkan oleh Pencabutan yang Tidak Sempurna

10

Pada tindakan pencabutan gigi terkadang tidak berhasil mencabut gigi secara utuh. Mahkotanya patah dan akar didalam gusi masih tertinggal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi yang bengkok, akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi forceps yang kurang tepat dan tekanan yang berlebihan pada waktu tindakan pencabutan. Sisa akar gigi tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar gigi sampai akar gigi sebatas gusi. Sisa akar gigi yang hanya dibiarkan saja kemungkinan bisa muncul keluar gusi setelah beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh bahkan bisa berkembang jadi kista.

F. Perawatan Endodontik pada Anak a. Pulp capping Pulp capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung atau bahan untuk perawatan diatas pulpa yang terbuka, misalnya kalsium hidroksida yang akan merangsang pembentukan dentin reparatif. Tujuan pulp capping adalah
untuk mempertahankan vitalitas pulpa dengan menempatkan selapis material proteksi / terapeutik yang sesuai, baik secara langsung pada pulpa yang terbuka berdiameter kurang lebih 1 mm atau di atas lapisan dentin yang tipis dan lunak. Bahan yang dipakai Ca(OH)2 yang mempunyai peran merangsang odontoblas membentuk dentin reparatif. Pemberian Ca(OH)2 langsung mengenai pulpa pada gigi sulung dapat merangsang odontoblas yang berlebihan sehingga menyebabkan resorpsi interna.

Teknik pulp capping ini ada dua cara : 1. Pulp Capping Indirek Prosedur kaping pulpa indirek digunakan dalam manajemen lesi karies yang dalam yang jika semua dentin yang karies dibuang mungkin akan menyebabkan terbukanya pulpa. Kaping pulpa indirek hanya dipertimbangkan jika tidak ada riwayat pulpagia atau tidak ada tanda-tanda pulpitis irreversible. (Walton & Torabinejad, 2008). Indikasi : Karies yang dalam, dimana lapisan dentin di atas pulpa sudah sedemikian tipis 11

Tanpa adanya gejala inflamasi.

Kontra Indikasi : Adanya rasa sakit spontan. Adanya tanda tanda kondisi patologi klinis maupun radiografis. a. Riwayat sakit pulpa. o Rasa sakit spontan dan berdenyut. o Rasa sakit karena rangsangan. b. Gambaran patologis pulpa. o Resorpsi interna. o Kalsifikasi pada pulpa. o Radiolusen di daerah furkasi atau periapikal. o Penebalan periodontal membrane di daerah apikal. o Resorpsi akar pada gigi sulung mencapai 2/3 akar atau lebih. - Perubahan jaringan periodonsium yang berhubungan dengan pulpa. o Kegoyangan gigi. o Perdarahan gingiva. Teknik pulp capping indirek : 1. Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies. 2. Isolasi daerah kerja. 3. Gunakan bur bulat untuk membuka daerah karies. 4. Gunakan bur kecepatan rendah (carbide bor) untuk mengangkat dentin karies, kemudian irigasi dengan aquadest steril. Keringkan kavitas setelah dibersihkan. 5. Tempatkan basis kalsium hidroksida Ca(OH)2 di atas selapis tipis dentin yang tersisa 1 mm kemudian tutup dengan semen fosfat sebagai basis tumpatan. 6. Lakukan restorasi amalgam/mahkota stainless steel.

12

2. Pulp Capping Direk

Ada dua hal yang menyebabkan prosedur ini harus dilakukan yakni jika pulpa terbukas ecara mekanis (tidak sengaja) dan pulpa terbuka karena karies. Terbukanya pulpa secara mekanis dapat terjadi pada preparasi kavitas atau preparasi mahkota yang berlebihan, penempatan pin atau alat bantu retensi. Kedua tipe terbukanya pulpa ini berbeda. Jaringan pulpanya masih normal pada kasus pemajanan mekanis yang tidak sengaja, sementara pada pulpa yang terbuka karena karies yang dalam kemungkinan besar pulpanya telah terinfalamsi (Walton & Torabinejad, 2008). Indikasi : 1. Pulpa vital terbuka kecil (pin point) seujung jarum karena kesalahan waktu preparasi kavitas atau ekskavasi jaringan dentin lunak. 2. Terbukanya pulpa kecil (pin point) dengan diameter kurang dari 1 mm. 3. Untuk gigi tetap muda pembentukan akar dan apeks belum sempurna. Kontra indikasi : Kontra indikasi pada pulp capping direk sama dengan kontra indikasi pulp capping indirek. Teknik pulp capping direk : a. Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies. b. Isolasi daerah kerja. c. Perdarahan yang terjadi akibat perforasi dihentikan. d. Irigasi kavitas dengan aquadest untuk mengeluarkan kotoran dari dalam kavitas, kemudian dikeringkan kavitas tersebut. e. Letakkan bahan kalsium hidroksid pada daerah pulpa yang terbuka dan biarkan sampai kering. f. Kemudian beri semen fosfat dan tambalan sementara. g. Setelah 6 minggu, bila reaksi pulpa terhadap panas dan dingin normal dapat dilakukan restorasi tetap. Evaluasi : Pemeriksaan ulang perawatan dilakukan minimal 4 6 minggu. Perawatan dikatakan berhasil jika : 13

Tidak ada keluhan subyektif. Gejala klinis baik. Pada gambaran radiografik terbentuk dentin barrier pada bagian pulpa yang terbuka. Tidak ada kelainan pulpa dan periapikal. b. Pulpotomi Pulpotomi adalah pengambilan jaringan pulpa vital yang terinflamasi dari dalam kamar pulpa dengan tujuan untuk menjaga vitalitas dan fungsi pulpa radikular yang tersisa. terdapat kontroversi mengenai medikamen yang tepat untuk pulpotomi vital. Formocresol yang dilarutkan dengan perbandingan 1:5 telah lama digunakan sebagai medikamen yang aman dengan presentasi kesuksesan 90-98%. kalsium hidroksid juga banyak digunakan dan merupakan satu-satunya medikamen yang memiliki kemampuan menyembuhkan secara biologis dan dapat membentuk pelindung jaringan keras terhadap pulpa radikular yang diamputasi. tingkat kesuksesan dengan kalsium hidroksida hingga 60%. Sayangnya medikamen ini dihubungkan dengan resorpsi internal dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Kesuksesan pulpotomi ditandai dengan gigi yang asimptomatik. kegagalan akan menimbulkan nyeri, pembengkakan, peningkatan mobilitas gigi, fistula, dan radiolusensi pada gambaran radiograf di furkasio atau apeks atau terjadi resorbsi internal/eksternal. Teknik Pulpotomi a. Ronsen preoperatif pada gigi yang bersangkutan b. Anestesi lokal dan isolasi c. Buang karies dan buat akses kavitas endodontik d. Eskavasi (buang) jaringan pulpa koronal dengan menggunakan bur low speed atau eskavator e. Kontrol pendarahan. tekankan cotton pellet pada kamar pulpa yang dieskavasi untuk menekan cabang pulpa radikular. ambil cotton pellet setelah 5 menit. ulangi langkah tersebut hingga pendarahan berhenti. pendarahan yang sangat banyak menandakankan inflamasi serius dan menjadi indikasi pulpektomi.

14

f. Letakkan kapas yang dibasahi dengan formokresol ke dalam ruang pulpa selama 4 menit. saat kapas dikeluarkan cabang pulpa akan terlihat coklat kehitaman atau hitam. g. Isi kamar pulpa dengan ZOE atau GIC h. Tumpat gigi dan bentuk mahkotanya.

(Heasman, 2003)

c. Pulpektomi Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan koronal gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Meskipun perawatan ini memakan waktu yang lama dan lebih sukar daripada kaping pulpa atau pulpotomi namun lebih disukai karena hasil perawatannya dapat diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringan pulpa dan kotoran diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil perawatan yang baik pula Pulpektomi mudah dilakukan kecuali pada gigi molar dengan waktu yang minimal, namun membutuhkan waktu yang lebih pada gigi molar. Kondisi tersebut boleh diatasi dengan hanya melakukan pulpotomi pada saluran akar terbesar misalnya saluran akar palatal molar rahang atas atau saluran akar distal molar rahang bawah. Prosedur ini biasanya berhasil menghilangkan rasa sakit pasien karena inflamasi memang lebih sering terjadi pada pulpa di saluran akar yang terbesar, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa inflamasi terjadi justru pada pulpa di saluran akar terkecil. Pada kondisi tersebut pulpotomi tidak 15

akan menghilangkan tapi justru akan memperparah rasa sakitnya. Kunjungan berikutnya harus segera dilakukan untuk membuang jaringan pulpa yang tersisa. Jika waktu yang tersedia cukup banyak, maka lebih baik dilakukan pulpektomi (Weine,2004). Langkah pertama dengan memberikan anestesi lokal dalam dosis besar, sebagian besar gigi posterior membutuhkan paling tidak 2 ampul obat anestesi. Setelah terlihat tanda parestesi, lakukan preparasi kavitas. Pada beberapa kasus dengan pulpa terinflamasi parah, pasien akan tetap merasakan sakit saat preparasi walaupun tanda parestesi sudah terlihat sebelumnya. Dokter gigi harus menjelaskan kepada pasien bahwa keadaan tersebut diakibatkan oleh parahnya inflamasi pada pulpa sehingga menghambat efektivitas obat anestesi. Pasien diminta untuk menahan sakitnya beberapa saat sampai anestesi dapat dilakukan langsung pada jaringan yang terinflamasi. Efek pendinginan dari semprotan air juga dapat sedikit meredakan sakit. Saat kamar pulpa telah berhasil dibuka, anestesi dapat langsung diaplikasikan pada pulpa vital, dengan begitu biasanya rasa sakit akan hilang (Weine,2004). Teknik pulpektomi adalah sebagai berikut (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002) : a. Anestesi gigi yang terserang, pasang isolator karet b. Buat jalan masuk ke dalam kamar pulpa, keluarkan pulpa dari kamar pulpa dengan ekskavator atau kuret. c. Lakukan irigasi dan debridemen di dalam kamar pulpa, temukan orifis saluran akar dan saluran akar dieksplorasi dengan jarum Miller. d. Tentukan panjang kerja dan jaringan pulpa diekstirpasi, kemudian lakukan instrumentasi dengan menggunakan jarum rimer dan kikir (file) sesuai panjang kerja. e. Lakukan irigasi dengan larutan salin steril, larutan anetesi atau larutan natrium hipokhlorit, kemudian keringkan saluran akar dengan poin kertas isap (absorbent point) steril. 16

f. Masukkan gulungan kapas kecil (cotton pellet) yang dibahasi bahan pereda sakit, misalnya eugenol atau CMCP (camphorated monochloro phenol) ke dalam kamar pulpa kemudian tutup kavitas dengan tambalan sementara, misalnya cavit atau semen seng oksida eugenol, hindari trauma oklusal. g. Pasien diberi obat analgetik yang diminum apabila timbul rasa sakit. Premedika atau medikasi pasca perawatan dengan antibiotik diindikasikan bila kondisi pasien secara medis membahayakan atau bila toksisitas sistemik timbul kemudian.

G. Perawatan Operative Dentistry Anak Tujuan utama penanganan segala kondisi patologis pada gigi geligi anak adalah agar mempertahankan kondisi gigi desidui tetap sehat hingga dapat berfungsi secara normal dan kemudian tanggal secara fisiologis. Gigi yang sehat, dan pertumbuhan gigi yang sesuai didalam lengkung giginya akan berpengaruh terhadap kesehatan anak secara holistik. Penanganan pada pasien anak berbeda dengan dewasa. Perbedaan terletak pada morfologi gigi dan adanya proses fisiologis tanggalnya gigi geligi. Oleh karena itu, penanganan operative dentistry pada anak membutuhkan pendekatan yang berbeda dari orang dewasa (Sim dan Finn,1973). Penentuan untuk merestorasi gigi desidui harus didasarkan pada banyak hal, tidak semata-mata karena gigi tersebut mengalami karies. Beberapa faktor yang harus diperhatikan ketika akan memutuskan untuk merestorasi gigi geligi desidui adalah : (Sim dan Finn,1973) Usia anak 17

Derajat keparahan karies Gambaran radiografis kondisi gigi dan jaringan pendukung Waktu tanggalnya gigi Efek mempertahankan atau mencabut gigi tersebut terhadap kesehatan anak Pertimbangan ruang dari lengkung gigi

Klasifikasi menurut Black mengenai kavitas pada gigi permanen dapat dimodifikasi dan diaplikasikan untuk gigi desidui. Modifikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut : Kavitas kelas I : kavitas terletak pada daerah pit dan fissura pada permukaan oklusal gigi molar dan permukaan bukal atau pit lingual gigi-geligi anterior Kavitas kelas II : kavitas pada seluruh permukaan proksimal gigi molar dengan akses terbuka dari permukaan oklusal Kavitas kelas III : kavitas pada permukaan proksimal gigi geligi anterior dengan atau tanpa perluasan ke arah labial atau lingual Kavitas kelas IV : kavitas pada permukaan proksimal gigi geligi anterior dengan melibatkan permukaan incisal Kavitas kelas V : kavitas pada daerah 1/3 servikal permukaan labial atau buccal, lingual atau palatar pada seluruh gigi. Preparasi Kavitas Tahapan dalam preparasi gigi desidui sama dengan tahapan preparasi gigi permanen, yaitu : 1. Menentukan outline form 2. Membuat retensi dan resitensi 3. Membuat convenience form 4. Menghilangkan seluruh jaringan karies 5. Menghilangkan email yang tidak didukung dentin 6. Membersihkan kavitas Tahapan tersebut diatas merupakan prinsip dasar dalam prosedur restoratif. Jika melakukan restorasi dengan memenuhi prinsip dari tahapan diatas maka hasil 18

restorasi yang didapatkan akan semakin baik, retensi dan resistensi tinggi pada daerah yang mendapatkan tekanan mastikasi serta meminimalisir kemungkinan terbentuknya karies sekunder. Prosedur dalam merestorasi gigi desidui pada prinsipnya sama dengan gigi permanen, hanya perlu memodifikasi sebagian teknik karena keunikan morfologi gigi desidui itu sendiri. Gigi desidui secara anatomis berbeda dengan gigi permanen dimana ketebalan email hanya 1 mm dengan proporsi kamar pulpa yang sangat besar, selain itu bentuk oklusal yang sempit dan leher gigi yang sempit dengan kontak proksimal yang berupa bidang (flat) (Sim dan Finn, 1973). Macam restorasi gigi Untuk merestorasi gigi, banyak pilihan material yang dapat digunakan, diantaranya adalah restorasi amalgam, restorasi komposit dan berbagai alternatif pilihan mahkota jaket. 1. Restorasi amalgam. Restorasi jenis ini merupakan restorasi yang masih kontroversial. Hal tersebut dikarenakan komposisi merkuri pada amalgam. Namun, Black menyatakan dalam bukunya bahwa kegagalan restorasi amalgam dapat diminimalisir jika menggunakan prinsip preparasi ideal. Preparasi yang ideal juga melindungi integritas rongga pulpa dan mencegah kerusakan ulang (karies sekunder). Kelebihan restorasi amalgam adalah retensi axial interproksimal dengan resistensi yang lebih tinggi terhadap fraktur jika dibandingkan dengan tipe restorasi jenis lain (Barber,1982).

2. Semen Glass Ionomer Semen glass ionomer adalah bahan restorasi yang paling akhir berkembang dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Semin ini melekat pada enamel dan dentin melalui ikatan kimia. Indikasi pemakaian semen glass ionomer yaitu: 1. Untuk lesi karies erosi atau abrasi pada gigi permanen 2. Untuk kavitas klas III dan klas V

19

3. Untuk kavitas klas I dan Klas II gigi decidui dan sebagai bahan fissure sealant serta bahan pelapis Kontra indikasi pemakaian semen glass ionomer adalah tidak dapat digunakan sebagai bahan tumatan untuk restorasi klas I dan klas IV karena bersifat rapuh dan tidak kuat untuk menahan tekanan oklusal. Langkah-langkah pembuatan restorasi Semen Glass Ionomer : a. Isolasi gigi dengan menggunakan rubber dam. b. Pembuatan outline kavitas untuk lesi yang luas, namun tidak dilakukan extention for prevention. c. Hilangkan semua jaringan karies menggunakan bor bundar kecepatan rendah atau dengan instrumen tangan d. Oleskan asam poliakrilat selama 10 detik, lalu bilas dengan air dan keringkan. e. Semen glass ionomer yang telah dikemas dalam kapsul, tekan kapsul terlebih dahulu selama 3 detik untuk memudahkan pencampuran cairan dan bubuk yang terdapat didalamnya. Lalu diaduk dengan amalgamator selama 10 detik. Ambil 3 sampai dengan 4 mm adonan yang telah tercampur tersebut lalu masukkan ke dalam kavitas. f. Setelah semen glass ionomer berada dalam kavitas tekan-tekan dengan menggunakan burnisher. Beri selapis tipis semen resin modified glass ionomer. g. Biarkan tambalan beberapa saat agar terhindar dari kontaminasi. Hal ini bisa dicapai apabila pada kavitas diberi selapis tipis vernis atau bonding di atas permukaan semen. h. Lihat kembali permukaan oklusal setelah rubber dam dilepas.

3. Glass Ionomer modifikasi resin Resin komposit diindikasikan untuk kavitas kelas I atau kelas II pada gigi anak yang kooperatif, untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi kelas V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur gigi anterior, lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan II. Pasien

20

dengan insidensi karies dan kebersihan mulut yang kurang baik merupakan kontraindikasi restorasi resin komposit. Langkah-langkah pembuatan restorasi gabungan resin komposit dan glass ionomer: a. Pilih bur yang sesuai Gunakan bur bundar diamond no. 520 dan bor bundar tungsten carbide no.1 untukhandpiece kecepatan tinggi sedangkan untuk handpiece kecepatan rendah, gunakan round steel no.0,5 atau no.1. b. Membuka jalan masuk. Jika kavitas besar, masuk melalui permukaan yang paling rusak karena karies. Tembus email sedekat mungkin dengan interdental space tanpa menyebabkan resiko kerusakan pada gigi sebelahnya c. Preparasi outline. Setelah bor masuk ke dalam kavitas ganti dengan bor fisur pada handpiece kecepatan rendah dan perbesar kavitas dari insisal ke gusi, membentuk dinding lingual sehingga bentuk outline menjadi hampir setengah bulatan. d. Buang setiap sisa-sisa karies. Gunakan ekskavator atau bor bundar pada handpiece kecepatan rendah untuk menghilangkan sisa karies dari dasar atau dinding kavitas. e. Cuci, keringkan dan siapkan preparasi kavitas. Cuci kavitas dengan air dan keringkan dengan tiupan udara. Dengan menggunakan sonde pastikan bahwa semua karies telah dibuang dan sudah terdapat retensi yang cukup untuk tumpatan. f. Beri lining pada kavitas. Berikan sedikit semen kalsium hidroksida quick setting, untuk melapisi dasar kavitas. g. Oleskan single bond (Xeno-III, Futurabond, dll) pada kavitas, kemudian semprot dengan air syringe, dan lakukan penyinaran. h. Pasang matriks. Gunakan matriks strip selulosa asetat. Periksa kerapatan sekitar kavitas, khususnya kerapatan pada tepi servikal. 21

i. Masukkan bahan tambalan gabungan resin komposit dan glass ionomer (filled resin) ke dalam kavitas yang telah di etsa. Biarkan resin berpolimerisasi atau polimerisasi dengan light cured. j. Setelah bahan terpolimerisasi, lepas matriks, buang kelebihan bahan dan poles restorasi.

4. Compomer Strip Crowns Compomer strip crowns merupakan bahan restorasi pilihan untuk perawatan gigi sulung anterior. Penggunaan strip crowns untuk gigi anterior dengan resin komposit akan menghasilkan suatu restorasi dengan estetik yang baik dan dapat bertahan lama. Langkah-langkah pembuatan restorasi Compomer resin strip crowns: a. Berikan anestesi lokal dan jika memungkinkan lakukan pemasangan rubber dam. Anestesi umum juga bisa diberikan khususnya pada anak yang kurang kooperatif. b. c. Pilih mahkota seluloid yang sesuai dengan ukuran lebar mesio distal gigi. Lakukan pembuangan karies dengan bor bundar kecepatan rendah. Gunakan bor tappered diamond atau bor tungsten carbide pada handpiece kecepatan tinggi untuk mengurangi sudut insisal sekitar 2 mm dan seluruh permukaan gigi. Preparasi diselesaikan pada chamfer di bawah gusi. Buat groove dengan bor bundar kecil pada permukaan labial dekat margin gusi. d. e. f. Lesi yang cukup dalam sebaiknya gunakan kalsium hidroksida. Buat crown-form sehingga benar-benar rapat sekitar margin gingiva. Oleskan single bond (Xeno-III, Futurabond, dll) pada kavitas, kemudian semprot dengan air syringe, dan lakukan penyinaran. g. Isi mahkota dengan compomer dan masukkan pada kavitas sedikit demi sedikit dengan dilakukan sedikit penekanan agar kelebihan komposit dapat keluar. h. Sinari lagi semua bagian (labial, insisal, palatinal) secara merata.

22

i.

Buang semua kelebihan resin yang keluar dari mahkota. Buka mahkota seluloid, sesuaikan bentuknya lalu periksa kembali oklusi gigi setelah rubber dam dilepas.

5. Mahkota Stainless steel Mahkota stainless steel merupakan restorasi yang ideal untuk gigi molar sulung yang terserang karies yang luas yang tidak mungkin dilakukan preparasi kavitas untuk penumpatan amalgam. Mahkota stainless steel tersedia dalam berbagai ukuran yang khususnya berguna untuk restorasi gigi-geligi dengan karies yang luas. mahkota stainless steel diindikasikan untuk gigi anak dengan rampan karies yang melibatkan tiga atau lebih permukaan, gigi molar sulung yang telah dilakukan perawatan pulpa, malformasi gigi seperti hipoplasti email, dan pasien handicapped dengan masalah kebersihan mulut. Menurut Riyanti (2004), Langkah-langkah pembuatan restorasi mahkota stainless steel : a. Hilangkan karies. Berikan anestesi lokal dan idealnya pasang rubber dam khususnya jika kariesnya dalam dan kemungkinan pulpa dapat terbuka. Hilangkan karies dengan menggunakan ekskavator atau bor bundar yang besar dengan kecepatan rendah. Jika kariesnya dalam dan kemungkinan pulpa dapat terbuka lakukan dulu preparasi kavitas yang mempunyai retensi sebelum melanjutkan membuang karies yang dalam . b. Preparasi gigi. Gunakan handpiece kecepatan tinggi untuk permukaan oklusal. Tembus fisur oklusal dengan straight diamond sampai kedalaman 1 sampai dengan 1,5 mm kemudian kurangi cusp juga sebesar 1 sampai dengan 1,5 mm. Tempatkan tappered diamond pada permukaan aproksimal berkontak dengan gigi di embrasur bukal atau lingual, bersudut 20 derajat vertikal dan ujungnya pada tepi gusi, pengasahan sebanyak 2 mm. Gunakan tappered diamond untuk permukaan bukal dan lingual lalu asah permukaan bukal lingual setinggi tepi

23

gingiva sekitar 1 mm dan bulatkan sudut antara permukaan ini serta permukaan aproksimal. c. Pemilihan mahkota. Dari 6 ukuran yang tersedia pilih sebuah mahkota dengan ukuran mesiodistal yang sesuai dengan hasil pengukuran. d. Uji coba pemasangan mahkota. e. Pembentukkan mahkota. Tepi mahkota dikerutkan supaya benar-benar rapat pada gigi. Idealnya mahkota akan terkunci di tempatnya dan tidak mudah dikeluarkan. f. Pemolesan mahkota. Poles tepi-tepi mahkota dengan stone atau rubber wheel. g. Penyemenan mahkota. Cuci dan keringkan gigi dan mahkota. Isolasi gigi dengan saliva ejector dan cotton roll. Gunakan semen adhesif (misalnya : polikarboksilat) dicampur sampai konsistensi seperti krim dan oleskan ke dalam dinding-dinding mahkota sampai penuh. Dudukkan mahkota pada gigi dari lingual ke bukal dan tekan dengan kuat ke dalam tempatnya, minta pasien untuk menggigit. Sewaktu semen telah mengeras, buang semua kelebihan khususnya dari sulkus gingiva dan daerah interdental dengan menggunakan sonde dan dental floss.

H. Perawatan Eksodonsi Anak Salah satu perawatan dalam bidang kedokteran gigi anak adalah prosedur pencabutan gigi desidui. Pencabutan gigi desidui pada dasarnya memiliki prosedur yang tidak berbeda dengan pencabutan gigi tetap pada orang dewasa. Dengan memperhatikan beberapa aspek, maka prosedur ini bisa dilakukan dengan mudah. (Rao, 2006). Menurut Rao (2006), aspek-aspek yang menjadi perhatian dalam pencabutan (ekstraksi) gigi desidui:

Aspek Psikologis

24

Pasien anak jelas sangat berbeda dengan pasien dewasa. Dalam hal ini, dokter gigi harus bisa mengetahui psikologis si anak saat pertama kali bertemu. Bagaimana sikap anak untuk pertama kali bertemu dengan dokter gigi, berada didalam ruangan, berinteraksi dengan bermacam benda dan alat didalam ruangan, penting sekali dokter gigi untuk mengetahui hal ini.

Aspek Etiologis Pencabutan gigi anak jelas harus memperhatikan penyebab utama kondisi gigi anak tidak dapat dipertahankan (tidak dapat dirawat). Insidensi terbesar pencabutan gigi anak jelas karena faktor karies gigi. Karies gigi pada anak, merupakan kondisi patologis yang sering sekali tidak begitu diperhatikan oleh orang tua anak pada umumnya.

Aspek Tumbuh dan Kembang Anak Tidak hanya berdasarkan etiologi pencabutan karena karies gigi. Pencabutan gigi anak juga bisa dilakukan bila didapatkan adanya keterlambatan dalam faktor pertumbuhan gigi geligi anak. Menurut Rao (2006), sebelum melakukan tindakan pencabutan, ada beberapa hal yang harus dilakukan: 1. Persiapan penderita

Jelaskan pada penderita bahwa akan dilakukan tindakan pencabutan Jelaskan bahwa akan dilakukan tindakan anestesi sebelum pencabutan dan penderita akan merasa dingin (bila menggunakan Chlor Ethyl) atau merasa tebal (bila menggunakan lidocain)

Minta ijin kepada penderita/ pengantar untuk dilakukan tindakan

2. Mempersiapkan alat dan obat anastesi serta alat tindakan pencabutan gigi desidui yang telah di sterilkan 3. Lakukan tindakan anestesi

Prinsip pencabutan gigi sulung tidak berbeda dengan gigi permanen, tidak memerlukan tenaga besar, tetapi harus diingat bahwa di bawah gigi sulung terdapat gigi permanen yang mahkotanya sangat dekat dengan gigi sulung terutama gigi molar dua sulung atau kadang-kadang penggantinya yaitu premolar dua terjepit diantara 25

akar gigi sulung molar dua tersebut. Sehingga waktu pencabutan gigi molar dua sulung, premolar dua dapat terganggu atau ikut terangkat, sehingga pada akar yang resorbsinya tidak sempurna terutama pada molar dua sulung pencabutannya harus hati-hati. (Marwah dan Parbha, 2008). Sebelum melakukan pencabutan gigi perlu dilakukan anastesi lebih dulu. Pada umumnya diberikan anastesi lokal, tetapi pada keadaan tertentu dilakukan anastesi umum yang dilakukan oleh spesialis anastesi. (Marwah dan Parbha, 2008). Sebelum melakukan pencabutan pada gigi sulung, perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu : Harus diketahui lebih dahulu umur si anak untuk mengetahui gigi tersebut tanggal atau diganti dengan gigi tetap. Namun usia bukan satu satunya kriteria dalam menentukan apakah gigi sulung harus dicabut atau tidak, misalnya pada pasien usia 11 12 tahun (kecuali ada indikasi khusus : Orto). Beberapa pasien premolar dua akan erupsi pada usia 8 9 tahun, sementara pada pasien lain gigi yang sama belum menunjukkan tanda erupsi. Gigi sulung yang kuat dan utuh di dalam lengkung seharusnya tidak dicabut kecuali ada evaluasi klinis dan radiografi. Oklusi, perkembangan lengkung, ukuran gigi, resorpsi akar, tingkat

perkembangan benih gigi permanen di bawahnya, gigi bersebelahan, gigi antagonis, gigi kontra lateral, ada atau tidak infeksi, semua faktor faktor ini harus dipertimbangkan dalam menentukan kapan gigi sulung dicabut. (Marwah dan Parbha, 2008) Indikasi : 1. Natal tooth/neonatal tooth Natal tooth : gigi erupsi sebelum lahir Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi mobiliti, dapat mengiritasi, mengganggu untuk menyusui 2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space maintainer. 3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan kecuali dengan pencabutan.

26

4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah mau erupsi. 5. Gigi sulung yang persistensi 6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan gigi tetap. 7. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus 8. Untuk perawatan ortodonsi 9. Supernumerary tooth. 10. Gigi penyebab abses dentoalveolar Dalam mempertimbangkan perawatan konservatif pada gigi sulung dengan infeksi pulpa/periapikal, kondisi sistemik pasien sama pentingnya dengan kondisi lokal. Bila tidak dapat menghilangkan infeksi di dalam atau sekitar gigi, prosedur konservatif akan membahayakan bagi pasien dengan rhematik fever dll. Prosedur konservatif kontra indikasi penyakit jantung kongenital, kelainan ginjal dan kasus fokal infeksi. Fokal infeksi dapat menyebabkan bakterimia pada penderita jantung kongenital sehingga menyebabkan perjalaran penyakit di organ lain. (Marwah dan Parbha, 2008) Kontra Indikasi : 1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut infektions stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan. 2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan dan infeksi setelah pencabutan. Pencabutan dilakukan setelah konsultasi dengan dokter ahli tentang penyakit darah. 3. Pada penderita penyakit jantung. Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis, penyakit ginjal/kidney disease. 4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder. 5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan metastase.

27

6. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi. Jadi ada kalanya pada penyakit DM ini boleh dilakukan pencabutan tetapi haruslah lebih dahulu mengadakan konsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut atau konsultasi ke bagian internist. Pencabutan pada penderita DM menyebabkan : Penyembuhan lukanya agak sukar. Kemungkinan besar terjadi sakit setelah pencabutan Bisa terjadi perdarahan berulang kali.

7. Irradiated bone Pada penderita yang sedang mendapat terapi penyinaran. (Marwah dan Parbha, 2008) Pada dasarnya tidak berbeda dengan orang dewasa, akan tetapi pada anakanak perlu diketahui : 1. Rongga mulut anak-anak lebih kecil dari rongga mulut orang dewasa sehingga kadang-kadang pada anak-anak dapat menyebabkan sedikit kesukaran dalam melakukan tindakan pencabutan ataupun tindakan operasi. 2. Pada anak-anak pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang masih berjalan terus. 3. Struktur tulang pada anak-anak mengandung bahan organik yang lebih tinggi daripada orang dewasa sehingga tidak mudah fraktur. 4. Warna dan bentuk anatomi gigi sulung 5. Adanya benih gigi permanendi bawah gigi sulung. (Rao, 2006) Teknik pencabutan gigi sulung Teknik pencabutan tidak berbeda dengan orang dewasa. Karena pada anakanak ukuran gigi dan mulut lebih kecil dan tidak memerlukan tenaga yang besar, maka bentuk tang ekstraksi lebih kecil ukurannya. Harus diingat juga bentuk akar gigi sulung yang menyebar dan kadang-kadang resorpsinya tidak beraturan dan adanya benih gigi permanen yang ada di bawah akar gigi sulung. Seperti juga orang dewasa, pada waktu melakukan pencabutan perlu dilakukan fiksasi rahangnya dengan tangan kiri. Jika resorpsi akar telah banyak, maka pencabutan sangat mudah, tetapi jika

28

rsorpsi sedikit terutama gigi molar pencabutan mungkin sulit dilakukan, apalagi bila terhalang benig gigi permanen di bawahnya (Pedersen, 1996) a. Gigi sulung berakar tunggal Gerakan rotasi dengan satu jurusan diikuti dengan gerakan ekstraksi (penarikan) (Pedersen, 1996). b. Gigi berakar ganda Gerakan untuk melakukan pencabutan adalah gerakan luksasi pelan-pelan juga. Gerakan luksasi ini ke arah bukal dan ke arah palatal, diulang dan juga harus hatihati serta tidak dengan kekuatan yang besar. Gerakan luksasi diikuti dengan gerakan ekstraksi (Pedersen, 1996). Posisi Operator Penempatan kursi yang tinggi

dan posisi berbaring diperlukan untuk

pencabutan gigi-gigi atas karena membantu visualisasi. Posisi untuk kuadran kanan atas, posisi yang nyaman dan efisien untuk operator adalah di depan pasien.

Posisi untuk gigi posterior kuadran kiri atas, operator berdiri di sebelah kanan dental chair dengan posisi kursi sedikit di tinggikan (Marwah dan Parbha, 2008)

Posisi operator saat ekstraksi rahang atas

29

Posisi Operator saat ekstraksi gigi anterior dan rahang bawah kiri

Posisi Operator saat ekstraksi rahang bawah kanan I. Space Maintainer Space maintainer adalah suatu alat pasif yang digunakan untuk

mempertahankan panjang lengkung gigi-geligi ketika gigi desidui dicabut secara dini dan memelihara gerak fungsional gigi. Space maintainer dapat digunakan untuk mencegah pergeseran ke mesial gigi molar pertama permanen. Space maintainer akan dilepas apabila sudah tidak dipergunakan lagi untuk menghindari terhalangnya erupsi gigi permanen di bawahnya (Andlaw dan Rock, 1992). Premature ekstraksi diperlukan penanganan yang tepat dan terapi yang terbaik dengan pemasangan space maintainer. Space maintainer yaitu alat yang digunakan untuk menjaga ruang akibat kehilangan dini gigi sulung, alat ini yang dipasang diantara dua gigi. Meskipun berguna dalam mempertahankan ruang bekas pencabutan 30

tetapi penggunaan space maintainer terkadang menimbulkan kerusakan pada jaringan lunak mulut terutama pada penggunaannya dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, indikasi dan kontra indikasinya harus diperhatikan dengan baik agar perawatan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan (Andlaw dan Rock, 1992). Indikasi space maintainer Indikasi pemakaian space maintainer adalah apabila kekuatan yang mengenai gigi tidak seimbang dan analisis ruang tersebut menunjukkan adanya kemungkinan kekurangan ruang bagi gigi pengganti (Kemp dan Walters, 2003). Penyebab dari kehilangan atau penyempitan ruang adalah premature loss gigi desidui, mesial drifting tendency, distal adjustment dari gigi anterior mandibula, ankylosis dan congenitaly missing teeth (Snawder, 1980). Menurut Snawder (1980), indikasi pemakaian space maintainer diantaranya adalah ketika terjadi : 1. Premature loss gigi molar desidui, karena akan menyebabkan migrasi gigi molar pertama permanen yang sudah tumbuh serta mengurangi panjang lengkung gigi 2. Premature loss gigi caninus desidui, karena akan mengakibatkan pergeseran midline dan pertumbuhan caninus permanen yang ektopik 3. Premature loss gigi incicivus desidui, namun pemakaian space maintainer tidak mutlak dilakukan. Space maintainer diperlukan apabila (Finn, 1973) : 1. Gigi M2 dicabut sebelum gigi P2 siap menggantikan. 2. Gigi M1 tanggal terlalu awal tidak mutlak butuh SM seperti gigi M2. Walaupun begitu, penelitian menambahkan bahwa pada total polulasi, walaupun sederhana, sebaiknya jangan mengabaikan situasi yang dapat merugikan pada kasus individual. 3. Pada kasus anodonsia P2, lebih baik membiarkan M1 menutup celah. 4. Anodonsia I2 sering dibiarkan, agar C menempati ruang yang ada. 5. Pemasangan space maintainer anterior untuk tujuan psikologis dan mencegah 6. Timbulnya bad habit. 7. M1 tanggal sebelum M2 erupsi, dibiarkan agar M2 menempati ruang tersebut. 8. Namun apabila M2 telah erupsi maka ruangan harus dipertahankan. 31

9. M2 dicabut menjelang erupsi M1 dibuatkan space maintainer berupa labial arch dengan gigi tiruan M2. 10. Space maintainer aktif sering digunakan untuk mendesak M1 ke distal. Kontra indikasi space maintainer Kontra indikasi space maintainer menurut Snawder (1980), antara lain: 1. Tulang alveolus di atas gigi tersebut sudah hilang dan ruang tersebut cukup untuk erupsi gigi pengganti. 2. Apabila ruang yang akan terjadi akibat premature loss gigi desidui cukup untuk ruang erupsi gigi pengganti dan tidak ada kemungkinan hilangnya ruang. 3. Apabila dilakukan pencabutan untuk pencarian ruang pada perawatan orthodontik. 4. Apabila gigi pengganti tidak ada dan penutupan ruang diinginkan. Syarat-syarat pembuatan space maintainer 1. Mampu mempertahankan jarak mesio distal 2. Erupsi gigi antagonis tidak terganggu 3. Erupsi gigi permanen tidak terganggu 4. Tersedia cukup ruang mesio distal untuk erupsi gigi permanen pengganti 5. Tidak mengganggu fungsi bicara, pengunyahan dan pergerakan mandibula 6. Bentuk sederhana, mudah dalam perawatan dan mudah untuk dibersihkan. Fungsi space maintainer Fungsi dari space maintener menurut Moyers (1972) 1. Mencegah pergeseran dari gigi ke ruang yang terjadi akibat pencabutan dini. 2. Mencegah ekstrusi gigi antagonis dari gigi yang dicabut dini. 3. Memperbaiki fungsi pengunyahan akibat pencabutan dini. 4. Memperbaiki fungsi estetik dan bicara setelah pencabutan dini.

Tipe space maintainer Ada berbagai macam tipe space maintainer, yang secara umum bisa dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu lepasan dan cekat : (Foster, 2000) 1. Space Maintainer lepasan 32

Bisa digunakan untuk periode yang relatif singkat, katakan sampai 1 tahun.

2. Space Maintainer cekat Jika didesain dengan baik, akan tidak begitu merusak jaringan rongga mulut dibandingkan dengan space maintainer lepasan, dan kurang begitu menggangu bagi pasien. Oleh karen itu alat ini bisa digunakan untuk waktu yang lebih panjang, katakan sampai 2 tahun. Jika space maintainer harus digunakan lebih dari batas waktu ini, efeknya terhadap kesehatan mulut perlu mendapat perhatian khusus, dan perlu juga dipertimbangkan alternatif seperti membiarkan ruang menutup dan kemudian mengoreksi maloklusi yang terjadi. Disini perlu ditekankan bahwa apapun jenis space maintainer yang digunakan, efeknya terhadap kesehatan rongga mulut perlu mendapat perhatian khusus. (Foster, 2000)

Space Maintainer cekat untuk memungkinkan erupsi gigi-gigi premolar sesudah tanggalnya gigi-gigi molar susu yang terlalu cepat. 33

J. Space Regainer Space regainer adalah suatu alat yang bisa digunakan baik secara fixed maupun removable yang didesain untuk menggerakan gigi permanen yang mengalami displacement agar kembali ke posisi normal didalam lengkung rahang, sehingga ruang erupsi yang awalnya tertutup akibat pergeseran gigi tersebut dapat terbuka dan mempersiapkan ruang bagi benih gigi permanent yang akan erupsi. Dalam lengkung gigi, meregangkan ruang ketika telah terjadi migrasi gigi permanen perlu dilakukan setelah kehilangan gigi sulung yang berdekatan. Selanjutnya, dilakukan pemeliharaan ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi permanen pengganti. Pada rahang atas, hal ini sebagai perawatan interseptif untuk mencegah maloklusi kelas II yang disebabkan oleh migrasi ke mesial dan rotasi molar pertama. Pada mandibula perawatan ini bisa mencegah maloklusi kelas III ringan. Pada individu dengan diskrepansi skeletal, koreksi gigi tidak akan berpengaruh pada kelainan yang didasari oleh masalah skeletal (Cameron and Widmer, 2008). Premature loss pada gigi desidui dapat terjadi akibat adanya karies, erupsi ektopik atau trauma yang menyebabkan pergerakan gigi desidui atau permanen yang tidak diinginkan dan berkurangnya panjang lengkung. Kurangnya panjang lengkung dapat berakibat meningkatnya keparahan gigi berjejal, rotasi, erupsi ektopik, crossbite, overjet dan overbite yang berlebihan serta hubungan molar yang kurang baik. Premature loss gigi desidui tipe apapun berpotensi menyebabkan berkurangnya ruang untuk menampung gigi permanen yang akan menggantikannya (Grabber, 1996) Gerakan gigi secara umum lambat pada kasus dengan pola pertumbuhan horisontal (low FMPA). Sebaliknya, pergerakan cepat pada pola pertumbuhan vertikal, dan space loss akan terjadi sangat cepat. Pemberian space maintainer secara dini akan mencegah space loss (Cameron and Widmer, 2008). Radiografi dan study model adalah alat bantu penting dalam menilai kebutuhan ruang. Penting untuk diketahui apakah gigi telah berpindah bodily atau tipping ke dalam ruang. Gigi yang mengalami tipping dapat lebih mudah untuk diperbaiki daripada gigi yang telah mengalami pergerakan secara bodily (Cameron and Widmer, 2008).

34

Peralatan yang digunakan untuk mendapatkan kembali ruang menurut Cameron and Widmer, (2008): 1. Alat untuk menegakkan Sectional fixed appliance. Removable appliances ACCO appliance

Full arch fixed appliances

2. Alat untuk menggerakkan ke distal Distalizing spring or screws Open coil springs K loop Extra- oral headgear

3. Lib bumpers- untuk menegakkan dan menggerakkan ke distal molar bawah Gigi molar permanen dapat ditegakkan untuk mendapatkan kembali ruang untuk erupsi gigi premolar dengan menggunakan peralatan removable. Cara ini adalah yang paling sukses di mana pola dental dan skeletal kelas I dengan proporsi vertikal yang normal (Cameron and Widmer, 2008).

35

BAB III PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Subjektif Jenis kelamin Usia Chief Complaint (CC) : laki-laki : 8 tahun 10 bulan : pasien memeriksakan gigi belakang kiri bawahnya yang berlubang. Present Illness(PI) Past Dental History (PDH) : gigi tersebut tidak terasa sakit. : gigi tersebut dahulu pernah terasa sakit sekali dan gusinya bengkak. Past Medical history (PMH) : kondisi anak sehat, tidak ada riwayat penyakit sistemik, tidak ada riwayat alergi obat. Family istory (FH) : - Ayah : - Ibu Social History (SH) :: gigi geligi banyak mengalami karies gigi geligi banyak mengalami karies.

B. Pemeriksaan Objektif Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital: Tensi : 110/70 mmHg normal (kisaran normal 80-120/50-80 mmHg) Temperatur : 36,5oC normal (kisaran normal 37oC) Denyut nadi : 85 kali/menit normal (kisaran normal 60-130 kali/menit) Tinggi badan Berat badan : 123 cm : 24,5 kg Dilakukan perhitungan Body Mass Index

(BMI) Rumus yang digunakan untuk menghitung BMI pada anak-anak yang

berusia 2-20 tahun sama dengan yang digunakan pada orang dewasa. Namun hasilnya diartikan dengan cara yang berbeda. Interpretasi dari BMI untuk anak-anak 36

menyertakan pertimbangan bahwa jumlah lemak tubuh akan berubah saat anak-anak tumbuh, dan bahwa jumlah lemak tubuh itu berbeda pada anak laki-laki dan perempuan dengan usia dan berat badan yang sama. Anak-anak tidak dikelompokkan secara langsung menurut BMI-nya, melainkan BMI-nya tersebut dibandingkan dulu dengan anak-anak lain dengan usia dan jenis kelamin yang sama. Anak-anak tersebut diberi nilai persentase menurut BMI mereka. Persentase ini menyediakan perbandingan antara berat mereka dengan berat dari anak-anak lain yang seusia dan berjenis kelamin sama. Kategori berat badan untuk anak-anak adalah:

< 5% 5 - 85 %

: Berat badan kurang : Berat badan normal

85 95 % : Beresiko overweight > 95 % : Overweight

37

Pada pasien anak ini, BMI = =

= 16,19

Indeks massa tubuh pasien anak ini tergolong normal, yaitu pada kisaran 5 - 85%.

C. Analisis Kasus Pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 8 tahun 10 bulan, dengan keluhan gigi belakang kiri bawah berlubang. Kondisi gigi tersebut saat ini tidak sakit, namun, dahulu pernah terasa sakit sekali dan gusinya pernah bengkak. Kondisi anak tersebut 38

sehat, tidak ada riwayat penyakit sistemik atau pun alergi. Kondisi gigi-geligi ayah dan ibu pasien banyak karies, karena itu kemungkinan terdapat faktor genetik yang menyebabkan rentan terhadap karies. Hal ini dapat menjadi pertimbangan pada operator untuk melakukan perawatan preventif setelah seluruh gigi geligi yang mengalami kerusakan dirawat. Pada pemeriksaan ekstraoral tidak terdapat kelainan. Relasi oklusi menurut klasifikasi Angle adalah klas I. Pada pemeriksaan intraoral, pada gigi 55, terdapat kavitas di permukaan okluso-disto-buko-lingual dengan kedalaman dentin, pulpa terbuka. Pemeriksaan sondasi (-), menunjukkan dentin dalam kondisi insensitif. Perkusi (-), menandakan jaringan periodontal dalam kondisi sehat, tidak ada peradangan. Palpasi (),menandakan tidak ada abses pada jaringan di sekitar gigi. CE (-), menunjukkan bahwa gigi sudah non vital. Diagnosis: nekrosis pulpa. Pada elemen gigi 51, terdapat kavitas di permukaan mesial dan distal dengan kedalaman dentin. Tes sondasi yang memberikan hasil (-), menunjukkan dentin dalam kondisi insensitif. Tes perkusi (-), menandakan jaringan periodontal dalam kondisi sehat, tidak ada peradangan. Palpasi (-), menandakan tidak ada abses pada jaringan di sekitar gigi. Tes CE (+) menandakan gigi masih vital. Diagnosis : karies dentin dengan insensitif dentin. Pada elemen gigi 62, terdapat kavitas di seluruh permukaan gigi kedalaman dentin. Tes sondasi yang memberikan hasil (-), menunjukkan dentin dalam kondisi insensitif. Tes perkusi (-), menandakan jaringan periodontal dalam kondisi sehat, tidak ada peradangan. Palpasi (-), menandakan tidak ada abses pada jaringan di sekitar gigi. Tes CE (+) menandakan gigi masih vital. Diagnosis : karies dentin dengan insensitif dentin. Pada elemen gigi 65, terdapat kavitas di permukaan disto-oklusal kedalaman dentin dengan pulpa terbuka. Pemeriksaan sondasi (-), menunjukkan dentin dalam kondisi insensitif. Perkusi (-), menandakan jaringan periodontal dalam kondisi sehat, tidak ada peradangan. Palpasi (-),menandakan tidak ada abses pada jaringan di sekitar gigi. CE (-), menunjukkan bahwa gigi sudah nonvital. Pemeriksaan radiografi memperlihatkan area radiolusen mencapai pulpa gigi 65. Diagnosis: nekrosis pulpa

39

Elemen gigi 75 sudah dicabut. Gigi tersebut dicabut kemungkinan karena kerusakan gigi yang parah atau gigi sudah non vital sehingga terjadi prematur loss. Akibat prematur loss gigi 75 menyebabkan gigi 36 mengalami tilting ke mesial sehingga perlu dipertimbangkan pemakaian space regrainer atau space maintainer untuk menjaga ruangan untuk erupsi gigi 34 dan 35. Pada radiograf, gigi 34 terlihat erupsi miring ke arah distal yang kemungkinan akan mengganggu erupsi gigi 35. Pada elemen gigi 74, terdapat kavitas di permukaan linguo-oklusal kedalaman dentin dengan pulpa terbuka. Pemeriksaan sondasi (-), menunjukkan dentin dalam kondisi insensitif. Perkusi (-) menandakan jaringan periodontal dalam kondisi sehat, tidak ada peradangan. Palpasi (-),menandakan tidak ada abses pada jaringan di sekitar gigi. CE (-), menunjukkan bahwa gigi sudah nonvital. Diagnosis: nekrosis pulpa. Elemen gigi 71 dan 81 sudah dicabut. Gigi 31 dan 41 sudah erupsi. Tidak tampak kelainan pada pemeriksaan radiograf. Pada elemen gigi 84, terdapat kavitas di permukaan disto-oklusal kedalaman dentin. Perkusi (-), menandakan jaringan periodontal dalam kondisi sehat, tidak ada peradangan. Palpasi (-), menandakan tidak ada abses pada jaringan di sekitar gigi kelainan pada jaringan periapikal dan periodontal. CE (+), menunjukkan gigi masih vital. Sondasi (+), terasa sakit berdenyut, tapi segera hilang. Kadang-kadang gigi nonvital dapat memberikan respon positif. Hal ini kemungkinan disebabkan stimulus mengalir melalui dentin ke membran periodontal. Akan tetapi, respon ini biasanya lambat sedangkan respon gigi yang masih vital lebih cepat (Kidd et al, 2003). Diagnosis: nekrosis pulpa. Elemen gigi 85 tinggal sisa akar (radices). Radices juga diketahui sebagai fase lanjutan akibat karies yang terus berlanjut hingga hilangnya mahkota dari gigi. Radices juga harus dilakukan ekstraksi secepatnya karena telah terjadi nekrosis dari jaringan pulpa tersebut, dan bisa menyebabkan infeksi hingga terbentuknya abses di akar (Scully, 1996). Pada pemeriksaan radiograf, gigi 46 mengalami tilting ke mesial, sedangkan gigi 44 erupsi ke arah distal yang kemungkinan akan mengganggu erupsi gigi 45.

40

D. Diagnosis Keluhan Utama dan Perawatan a. Diagnosis Dalam skenario kasus, anak tersebut mengeluhkan gigi belakang kiri bawah yang berlubang. Gigi tersebut saat ini tidak terasa sakit. Gigi belakang kiri bawah dahulu pernah terasa sakit sekali dan gusinya pernah bengkak. Dilihat dari pemeriksaan klinis intraoral, gigi yang kemungkinan menjadi penyebab dari keluhan utama pasien adalah gigi 74. Pada gigi 74, terdapat kavitas pada linguooklusal kedalaman dentin dengan pulpa terbuka. Menurut pemeriksaan klinis, didapat pemeriksaan sondasi negatif, perkusi negatif, palpasi negatif dan tes CE negatif. Sondasi dan tes CE negatif menunjukkan bahwa gigi tidak merasakan sakit atau nyeri ketika diberi stimulus. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan gigi sudah dalam keadaan non vital sehingga tidak dirasakan sakit pada gigi. Tes perkusi negatif menunjukkan bahwa kondisi jarigan periodontal pasien masih dalam keadaan baik. Palpasi negatif menunjukkan bahwa tidak terdapat pembengkakan atau abses pada apikal gigi 74. Berdasarkan analisis kasus tersebut maka dapat di diagnosis bahwa pada gigi 74 mengalami nekrosis pulpa. b. Perawatan Perawatan yang dapat dilakukan pada gigi 74 dengan diagnosis nekrosis pulpa yaitu pulpektomi dengan pertimbangan korelasi usia pasien terhadap erupsi dari gigi permanen pengganti, disebutkan bahwa usia pasien 8 tahun 10 bulan sedangkan gigi permanen pengganti yaitu gigi premolar pertama rahang bawah akan erupsi pada usia sekitar 10-11 tahun, sehingga untuk mencegah resiko adanya penyempitan ruang dan malposisi akibat pencabutan dini. Namun, apabila prognosis buruk maka dapat dilakukan pencabutan gigi 74 dilanjutkan dengan pemasangan space maintainer. Jalannya perawatan: 1. Pengambilan foto rontgen Periapikal gigi 74 2. Pulpektomi non vital Pulpektomi adalah pengambilan jaringan pulpa dari kamar pulpa dan saluran akar. Pulpektomi dapat dibedakan menjadi pupektomi vital dan non vital. Berdasarkan diagnosis gigi 74 telah mengalami nekrosis (non vital) 41

sehingga pilihan perawatan yang sesuai yaitu dengan pulpektomi non vital. Pulpektomi non vital yaitu gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital adalah gigi sulung dengan diagnosis gangren pulpa atau nekrose pulpa. Indikasi pulpektomi non vital meliputi: 1. Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan estetik. 2. Gigi tidak goyang dan periodontal normal. 3. Belum terlihat adanya fistel. 4. Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada granuloma pada gigi-geligi sulung. 5. Kondisi pasien baik. 6. Keadaan sosial ekonomi pasien baik Prosedur perawatan pulpektomi non vital: Kunjungan pertama : 1. Ro-foto dan isolasi daerah kerja. 2. Buka atap pulpa dan setelah ruang pulpa terbuka, jeringan pulpa diangkat dengan file Hedstrom. 3. Instrumen saluran akar pada kunjungan pertama tidak dianjurkan jika ada pembengkakkan, gigi goyang atau ada fistel. 4. Irigasi saluran akar dengan H2O2 3% keringkan dengan gulungan kapas kecil. Obat anti bakteri diletakkan pada kamar pulpa formokresol atau CHKM dan diberi tambalan sementara. Kunjungan kedua (setelah 2 10 hari ) : 1. Buka tambalan sementara. 2. Jika saluran akar sudah kering dapat diisi dengan ZnO dan eugenol formokresol (1:1) atau ZnO dan formokresol. 3. Kemudian tambal sementara atau tambal tetap. Jumlah kunjungan, waktu pelaksanaannya dan sejauh mana instrument dilakukan ditentukan oleh tanda dan gejala pada tiap kunjungan. Artinya saluran akar diisi setelah kering dan semua tanda dan gejala telah hilang. Perawatan gigi 74 apabila prognosis buruk Indikasi pencabutan gigi pada gigi decidui/susu antara lain: 42

1. Gigi ekstra yang menghambat pertumbuhan gigi lain 2. Gigi persistensi, dimana gigi sulung tidak tanggal pada waktunya sehingga menyebabkan gigi permanen terhambat pertumbuhannya. 3. Gigi susu yang merupakan fokus infeksi 4. Gigi susu dengan karies besar sehingga gigi menjadi non vital 5. Gigi susu yang sudah goyah dan sudah waktunya tanggal 6. Gigi susu yang akarnya menyebabkan ulkus dekubitus. Gigi 74 nantinya akan ditempati oleh gigi 34 yang pada umumnya tumbuh pada usia 10-11 tahun. Karena pasien masih berumur 8 tahun, kemungkinan gigi sebelahnya bisa bergeser ke ruang bekas pencabutan gigi 74. Oleh karena itu, setelah dilakukan exodontia sebaiknya pasien diberikan space maintainer atau space regainer. 3. Operative dentistry pada gigi yang mengalami karies email maupun dentin 4. Gigi dengan fissure yang dalam diberikan aplikasi SIK tipe IX (Fissure sealing)

E. Rencana Perawatan dan Pertimbangan a. Gigi 55, 65 dan 74 Gigi 55, 65, dan 74 terdapat kavitas kedalaman dentin dengan pulpa yang terbuka. Berdasarakan pemeriksaan objektif diketahui gigi 55 dan 65 mengalami nekrosis pulpa. Pada gigi yang nekrosis dapat dilakukan perawatan saluran akar atau pencabutan. Seluruh debris nekrosis dapat dikeluarkan pada kunjungan pertama. Perlu diingat, bahwa tindakan ini termasuk menentukan panjang kerja dan pembersihan serta pembentukan yang sempurna. Instrumentasi yang cermat dan irigasi yang banyak penting dilakukan. Jika situasi yang ada tidak memungkinkan dilakukannya debriment total, boleh dilakukan debriment sebagian (Walton dan Torabinejad, 2003). Medikamen kimia yang sangat kaustik merupakan kontraindikasi dan tidak bermanfaat sama sekali. Jika preparasi sudah lebih dari minimal, saluran akar dapat diberi kalsium hidroksida (Walton dan Torabinejad, 2003).

43

Gigi yang dirawat dengan cara ini jarang sekali dibiarkan terbuka. Adakalanya, gigi dibiarkan tebuka jika terdapat banyak eksudat yang terus mengalir selama preparasi saluran akar. Pada gigi yang nekrosis mungkin diperlukan perawatan tambahan, bergantung pada diagnosis periapeksnya (Walton dan Torabinejad, 2003). Selain itu, dapat pula dilakukan perawatan gigi 55 dan 65 dengan pulpektomi. Menurut Tarigan (2006) pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan korona gigi. Tarigan (2006) menambahkan indikasi dari pulpektomi yaitu sebagai berikut: Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi vital, nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital Saluran akar dapat dimasuko instrumen Kelainan jaringan periapeks dalam gambaran radiografi kurang dari sepertiga apical Gigi 74 juga mengalami nekrosis pulpa tetapi gambaran radiografi panoramik dari gigi 74 tidak terlihat jelas seberapa besar terjadinya resorpsi akar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu dengan menggunakan radiografi periapikal. Menurut Hidayat (2007), pengunaan tehnik foto Rontgen periapikal dapat memperlihatkan gambaran periapikal gigi yang jelas. Periapikal radiografi tidak hanya sering digunakan untuk membantu perbedaan diagnosis dari gejala pasien, tetapi juga melihat proses patologis yang tidak terdeteksi pada gigi dan sekeliling tulang alveolar (Stabulas, 2002). Menurut Pretty (2004), periapikal radiografi dapat memberikan informasi yang berguna yang tidak dapat diperoleh hanya melalui pemeriksaan jaringan lunak, tetapi dapat diperoleh dari beberapa informasi seperti: 1. Gigi Ratio klinis mahkota-akar: pada dasarnya, istilah ini dimaksudkan pada ratio antara gigi dengan panjang akar yang dikelilingi oleh tulang. Bentuk dan ukuran mahkota dan akar: gigi dengan mahkota kecil dan akar yang panjang mempunyai prognosis yang lebih baik dibanding mahkota 44

yang besar dan akar yang pendek. Akar yang tapered mempunyai daerah permukaan yang lebih kecil untuk perlekatan periodontal disbanding akar yang tumpul. Posisi akar pada gigi berakar jamak: pada gigi berakar jamak, akar yang berdekatan mempunyai prognosis yang lebih buruk dibanding akar yang terpisah. Posisi gigi dengan gigi tetangganya: titik kontak terbuka ataupun yang berdekatan dengan gigi tetangga dapat terlihat pada radiografi, dan termasuk daerah yang penting dimana masalah periodontal dapat terjadi. Kalkulus : deposit kalkulus subginggival maupun supragingival dapat terlihat pada radiografi periapikal. Resorpsi akar: resorpsi akar internal maupun eksternal dapat dideteksi. Kontur dan tepi restorasi: hubungan antara restorasi yang overhanging pada interproksimal dan atau kontur restorasi yang jelek, dan hilangnya tulang periodontal dapat dilihat dengan pemeriksaan radiografi. Fraktur akar: gigi dengan fraktur akar horizontal ataupun vertikal dapat menyebabkan gejala periodontal. Benda asing dan ujung akar: hal ini menghasilkan lesi periodontal aggressive dan dapat dideteksi dengan radiografi. Anatomi dan patologi pulpa: bentuk kamar pulpa dan saluran akar dapat terlihat, sama halnya dengan kelainan pada pulpa 2. Tulang Pola kehilangan tulang disekitar gigi hanya dapat ditentukan melalui pemeriksaan radiografi. Periapikal radiografi, menggunakan teknik paralleling cone, memberi gambaran yang paling akurat dari ketinggian tulang dalam hubungannya dengan CEJ, dan panjang sebenarnya dari gigi. Pada hasil radiografi periapikal akan terlihat seberapa besar resorpsi akar yang telah terjadi pada gigi 74. Apabila resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apical maka dapat dilakukan pulpektomi, tetapi apabila resorpsi telah melebihi sepertiga apical maka dilakukan pencabutan gigi 74 (Tarigan, 2006). 45

b. Gigi 81 Incisivus centralis decidui RB (gigi 81) pada saat diperiksa telah tanggal, namun gigi pengantinya belum muncul. Seharusnya, gigi Incisivus centralis permanen RB erupsi pada usia 6 tahun. Bedasarkan penelitian Almonaitiene R, et al. di Lithuania, didapatkan beberapa factor yang mempengaruhi pertumbuhan gigi permanen pada anak, yaitu daktor genetis, jenis kelamin, nutrisi, status gizi, social ekonomi, dan hormonal. Pada kasus ini, status gizi anak dinilai buruk dengan BMI= 16,19 (Berdasarkan indeks IMT untuk ukuran orang Asia), Thomaz EBAF, et al. (2010) melakukan penelitian di Bahia, diperoleh hasil kekurangan gizi kronik pada anak usia dini dapat menyebabkan tertundanya erupsi gigi. c. Gigi 75 Pada saat diperiksa gigi 75 pasien telah tanggal, hal ini mengindikasikan bahwa pasien mengalami kehilangan gigi yang terlalu awal. Gigi 75 (molar dua desidui) diperkirakan akan tanggal pada saat usia 10-12 tahun dan digantikan dengan gigi 35 sedangkan usia pasien saat diperiksa adalah 8 tahun 10 bulan. Jadi, berdasarkan hal tersebut pasien mengalami premature loss. Tindakan perawatan pada premature loss adalah melakukan perawatan preventif ortodontik. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi penyempitan ruang erupsi gigi pengantinya, pergerakan gigi molar pertama yang telah erupsi sehingga menganggu perkembangan oklusi. Perawatan ortodontik yang dilakukan adalah space maintainer.

F. Perawatan secara Holistik Perawatan yang holistik adalah perawatan yang menyeluruh dengan memandang seluruh aspek yang akan berpengaruh terhadap hasil perawatan. Pasien pada scenario ini datang dengan bebagai kondisi pada gigi geliginya dengan perawatan yang berbeda-beda. Perawatan yang dilakukan pada pasien yaitu berupa, PSA (Pengisian Saluran Akar), pencabutan, restorasi gigi (tumpatan), perawatan preventif ortodontik dan perawatan preventif karies. Selain itu untuk lebih meyakinkan, pasien perlu dirujuk untuk melakukan pemeriksaan penunjang berupa pengambilan radioraf periapikal. 46

Selain perawatan gigi geliginya, gizi pasien juga perlu diperbaiki. Orang tua anak diberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga keadaan gizi anak, karena anak tersebut sedang dalam mas tumbuh kembang. Perbaikan pola makan, pemberian asupan makanan yang bergizi, sehat dan seimbang agar anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.

47

BAB IV KESIMPULAN

Dalam skenario kasus, pasien mengeluhkan gigi belakang kiri bawah berlubang yang saat ini tidak terasa sakit, namun dahulu pernah terasa sakit sekali dan gusinya pernah bengkak. Hasil pemeriksaan intraoral menunjukkan kemungkinan penyebab keluhan utama pasien adalah gigi 74. Berdasarkan analisis kasus, diagnosis gigi 74 mengalami nekrosis pulpa. Rencana perawatan yang dapat dilakukan ialah pulpektomi dengan pertimbangan korelasi usia pasien, kemudian mencegah resiko adanya penyempitan ruang dan malposisi akibat pencabutan dini. Namun, apabila prognosis buruk maka dapat dilakukan pencabutan gigi 74 dilanjutkan dengan pemasangan space maintainer. Perawatan holistik yang dilakukan pada pasien ini antara lain PSA, pencabutan, restorasi gigi, perawatan preventif ortodontik dan perawatan preventif karies. Selain perawatan gigi geliginya, gizi pasien juga perlu diperbaiki.

48

DAFTAR PUSTAKA

Almonaitiene R, Balciuniene I, Tulkaviene J. Factors influencing permanent tooth eruption, Stomatologija Baltic Dental and Maxillofacial Journal 2010;(12):67-72 Andlaw RJ, Rock WP. 1992. Perawatan Gigi Anak Edisi ke 2. Widya Medika: Jakarta. Andlaw, R. J., and W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition. Churchill Livingstone: New York. Beer, Rudolf dkk. 2004. Pocket Atlas of Endodontics. Stuttgart Thieme Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Diterjemahkan dari Handbook of Clinical Endodontics oleh E. H. Sundoro. Penerbit UI : Jakarta. Cameron, A. G and Widmer, A.C. 2008. Handbook Of Pediatric Dentistry. China: Elsevier. Dowell P, Addy M. 1983. Dentine Hypersensitivity A review. J Clin Periodontol; Jul; 10(4):341-50,351-63. Ferawati. 2007. Penatalaksanaan Band Loop Sebagai Space Maintainer Pada Premature Loss Gigi Molar Susu.USU Repository. Medan Finn, SB. 1973. Clinical Pedodontics 4th ed. WB Saunders: Philadelphia. Foster, TD. 2000. Buku Ajar Ortodonsi. Ed 3rd. EGC : Jakarta. Graber, M. 1966. Orthodontics - Principles And Practice. United States of America : Saunders Company. Grossman, L.I, Oliet, S., dan Del Rio, C.E. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC Howe GL. 1996. Pencabutan Gigi Geligi. Jakarta: EGC. Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric Operative Dentistry oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. EGC : Jakarta. Margono G. Radiografi Intraoral. 2008. Teknik, Prosesing, Interpretasi Radiogram. Jakarta: EGC. Martinez, N.P., dkk. 1984. Fungtional Maintenance of Arch Length. J Dent Child :190193. Marwah N, Prabha V. 2006. Pedodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. Mathewson, R. J., dan R. E. Primosch. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry;. 3rdedition. Quintessence Publishing : Chicago. Maulani, Chaerita dan Jubilee Enterprise. 2005. Kiat Merawat Gigi Anak. Jakarta : Kelompok Gramedia McDonald, R.E., Avery, D.R. 2004. Dentistry for the child and adolescent. 7th ed. Mosby : St Louis. Moyers, RE. 1972. Handbook of Orthodontics for the Student and General Practitioner. Year Book Medical Publishers Incorporated: Chicago. Pedersen GW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC Pretty IA, Maupome G. 2004. A Closer Look at Diagnosis in Clinical Dental Practice: Part 3. Effectiveness of Radiographic Diagnostic Procedures. J Can Dent Association. 70(6):392. http://www.thejcdp.htm. Diunduh 30 Januari 2008 Rao A. 2008. Principles and Practice of Pedodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.. 49

Schmidseder. 2000. Color Atlas of Dental Medicine. Germany: Thieme Scully, C. Welbury, R. 1996 . color atlas of oral diseases in children and adolescent. Mosby-Wolfe : London Snawder, KD. 1980. Handbook of Clinical Pedodontics. Mosby: St louis. Stabulas JJ. 2002. Vertical Bitewings: The Other Option. The Journal of Practical Hygiene. Tarigan, Rasinta. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Thomaz EBAF, Cangussu MCT, da Silva AAM, Assis AMO. Is malnutrition associates with crowding in permanen dentition?. Int J.Environ Res.Public Health 2010;(8):3531-41 Turgut MD, Genc GA, Basar F, and Tekcicek MU. 2012. The effect of early loss of anterior primary tooth on speech production in preschool children. Turk J Med Sci.Vol. 42 (5):867-875 Walters, P. A., 2005. Dentinal hypersensitivity: A Review. J Contemp Dent Pract. 6 (2): 107-17 Walton, R.E dan Torabinejad, M. 2003. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta : EGC. Walton, Richard E. 2008. Ilmu Endodonsia : Prinsip dan Praktik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

50

Anda mungkin juga menyukai