Anda di halaman 1dari 6

GERD Insidensi di negara barat lebih tinggi dri negara diasie.

Di Amerika 1 dari 5 orang menderita gejala GERD yaitu perasaan heart burn atau regurgitasi setiap minggu dan 40% mengalaminya sekali dalam sebulan. Data dari RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa 22,8% pasien dysepsia yang diperiksa melalui endoskopi menderita GERD. Tingginya gejala refluks di negara barat kemungkinan dikarenakan faktor diet dan meningkatnya kasus obesitas.

Etiologi dan Patogenesis GERD merupakan penyakit yang mulitfaktorial.namun gejala esopagitis dapat terjadi apabila: Terjadi refluks yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama sehinggga refluksat dapat mengiritasi mukosa esopagus. Terjadi penurunan resisitensi jaringan mukosa esopagus sehingga refluksat lebih cepat menggores mukosa esopagus.

Refluks pada pasien GERD dapat disebabkan oleh: Refluks spontan pada saat relaksasi Lower esophageal spinchter (LES) yang tidak adekuat. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan. Meningkatnya tekanan intra abdominal.

Pada pasien GERD terjadi kelemahan LES yang tekanannya kurang dari 3 mmHg, sehingga memungkinkan terjadi aliran balik. Namun pada sebagian besar penderita GERD tonus LES dalam batas normal. Beberapa hal yang dapat menurunkan tonus LES diantaranya: Hiatus hernia, menyebabkan pembersihan limen esofagus lebih lama. Panjang LES, semakin pendek LES maka tonusnya akan semakin lemah. Obat-obatan yang menyebabkan dilatasi otot polos seperti antikolinergik, beta adrenergik, theophilin , opiat dan lainya. Faktor hormonal. Kdar progesteron yang tinggi pada saat kehamilan dapat menurunkan tonus LES.

Selain karena kelemahan tonus LES diketahui bahwa gejala GERD dapat timbula kaibat transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang spontan dan berlangsung sekitar 5 detiktanpa didahului proses menelan. Pada beberapa individu TLESR dapat dsebabkan oleh delayed gastric emptying, namun belum banyak diketahui apa saja yang menyebabkan TLESR. Faktor defensif yang dapat mencegah terjadinya GERD seperti: Bersihan asam dari lumen esofagus. Hal ini diperankan oleh gravitasi, peristaltis esopagus, ekskresi saliva dan kelenjar esopagus yang mengandung bikarbonat. Refluks pada malam hari akan memberi efek lebih besar karena selama tidur mekanisme diatas tidak aktif. Ketahanan epitel esofagus yang terdiri dari: o Membran sel lipid bilayer yang lebih tahan terhadap asam. o Tight junction yang mencegah masuknya ion H+ masuk kedalam sel.

o o

Aliran darah esopagus yang mensuplai nutrien, oksigen bikasrbonat serta mengeluarkan asam seperti H+ dan CO2. Sel esopagus dapat menukar ion H+ dan Cl- didalam sel dengan Na+ dan K+ ekstrasel.

Pada perokok, nikotin dalam darah dapat menyebabkan ion Na+ terhambat sehingga io H+ tidak dapat dikeluarkan dari dalam sel. Alkohol dan aspirin dapat menyebabkan perubahan permeabilitas sel terhadap H+. Faktor-faktor yang berperan ofensif pad esopagus yaitu refluksat yang bersifat asam dan mengandung pepsinogen dan/atau garam empedu yang dapat merusak permeabilitas membran sel mukosa esopagus. Faktor lainnya seperti dilatasi atau obstruksi lambung dapat menyebabkan refluks fisiologis yang dapat memicu kerusakan mukosa esopagus. Infeksi bakteri H. Pylori memilik peran yang minimal. Pada infeksi H. Pylori dengan antral gastritis predominan, eradikasinya dapat menurunkan gejala GERD sedangkan pada infeksi H. Pylori predominan corpus gastritis eradikasi H. Pylori dapat meningkatkan sekresi asam sehingga memicu munculnya GERD.

Manifestasi klinis GERD Gejala khas GERD yaitu rasa nyeri seperti heart-burn pada epigastrium bawah atau retrosternal bagian bawah yang biasanya disertai oleh disfagia, mual atau regurgitasi muntah dan rasa pahit dilidah. Nyeri dapat dirasakan seperti nyeri yang timbul pada penderita angina pectoris. Odenofagia (nyeri menelan) timbul bila terjadi laserasi mukosa yang berat. Disfagia saat makan makanan yang padat kemungkinan akibat dari obstruksi atau striktur akibat barretts esopagus. GERD juga menimbulkan gejala diluar esopagus seperti non-cardia-chest-pain, suara serak, laringitis, batuk karena aspirasi refluksat hingga bronkiekatsis atau asma.Penggunaan obat pada penyakit paru seperti theophilin menyebabkan penurunan tonus LES.

Diagnosis Endoskopi GIT bagian atas: Klasifikasi Los Angeles pada gambaran endoskopi pasien GERD: Derajat kerusakan A B C D Gambaran endoskopi Erosi kecil-kecil pada mukosa dengan diameter<5mm Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter>5mm namun tidak saling berhubungan Lesi yang konfluen namun tidak mengenai atau mengelilingi seluruh lumen Lesi mukosa yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi sseluruh lumen esopagus)

Esofagiografi dengan barium:

Pemeriksaan ini lebih kurang peka daripada endoskopi dan sering tidak menunjukkan kelainan terutama pada kasus ringan. Dapat memberi gambaran stenosis esofagus ringan akibat esofagus peptik dengan gejala disafagia dan dapat menunjukkan hiatus hernia. Gambaran yang umumnya tampak adalah penebalan dan lipatan mukosa esofagus, ulkus dan penyempitan lumen.

Pemantauan pH selama 24 jam: Bila terjadi asidifiksi akibat refluks akan dapat direkan dengan elektroda pH pada distal esofagus. Bila ppH dibawah 4 pada 5cm diatas Les menunjukkan adanya refluks (diagnostik GERD).

Tes Bernstein: Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengn memasang selang trans-nasal dan dilakukan perfusi HCL 0,1M pada distal esofagus. Bila HCl 0,1 M menunjukka gejala GERD dan NaCl tidak menunjukkan gejala maka tes dianggap positif. Namun tidak menyingkirkn adanya nyeri esofageal.

Manometri Esofagus: Dapat memberi manfaat yang nyata pada pasien dengan gejal heart0-burn atau regurgitasi namun endoskopi dan esofagografi negatif.

Sintigrafi Gastroesofageal: Menggunakan makanan cair dan padat yng dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorbsi biasanya technetium. Selnjutnya Gamm Counter eksternal memonitor pergerakan makanan ini.

Proton Pump Inhibitor Test atau Acid Supression Test: Merupakan terapi empiris untuk menilai gejala GERD dengan memberikan PPI dosis tinggi selama 12 minggusambil melihat respon. Tes ini positif bila terdapat perbaikan dari 50-75% gejala. Tes ini dilakukan bila tidak terdapat sarana diagnostik yang lain seperti endoskopi, esofagografi dan yang lainnya.

TATALAKSANA Tujuan utama terapi GERD adalah Menyembuhkan lesi Menghilangkan gejala

Mencegah kekambuhan Memperbaiki kualitas hidup Mencegah timbulnya komplikasi

Beberapa terapi yang umumnya digunakan yaitu: A. Terapi Modifikasi gaya hidup: Merupakan bagian dari tatalaksana GERD namun bukan terapi primer. Yang perlu diperhatikan pada modifikasi gaya hidup yaitu: Meninggikan kepala saat tidur dan menghindari makan sebelum tidur agar meningkatkan bersihan esofagus saat tidur dan mencegah refluksan. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES dan merubah permeabilitas epitel mukosa esofagus Menghindari konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga tidak terjadi distensi lambung. Menurunkan beratbadan (pada pasien obese) dan menghindari penggunaaan pakaian ketatuntuk mengurangi tekanan intra abdomen. Mengindari makanan seprti coklat, teh, pepermint kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam dan kontraksi lambung. Hindari obat-obatan yang menurunkan tonus LES seperti diazepam, theopilin, antikolinergik, opiat antagonis kalsium, agonis beta adrenergik dan progesteron. B. Terapi MedikA Mentosa: Dua alur pendekatan pengobatan pada GERD yaitu: Terapi Step Up: pengobatan dimulai dari obat-obatan yang yang berefek rendah seperti antagonis reseptor H2 atau golongan prokinetik selanjutnya diberikan obat yang efeknya mengurangi sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lama. Terapi Step Down: yaitu pemberian terapi diawali dengan obat yang lebih kuat seperti dengan PPI, setelah berhasil maka dilanjutkan dengan terapi maintenance atau terapi on demand.

Pada dasarnya terapi selama 6-8 mingggu akan memberi kesembuhan yangg baik. Selanjutny dapat diberi terapi maintennance atau terapi on demand (terapi bdiberikan pada saat kekambuhan sampai 2 minggu setelahnya). Berikut obat yang digunakan untuk terapi GERD: Antasida: obat ini cukup efektif mengurangi gejjala GERD namun tidak dapat menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer HCl obat ini juga menguatkan tekanan tonus LES. Kelemahan obat ini yaitu rasanya yang kurang enak, dapat menimbulkan diare (antasid yang mengandung Mg), konstipasi (antasid yang mengandung Almunium) dan penggunaanya terbatas pada pasien dengan gangguan ginjal. Antagonis Reseptor H2, berfungsi menekan sekresi asam. Obat ini berguna pada pasien GERD bila diberikan dengan dosis 2 kali lpat dari pada dosis ulkus.berikut dosis pemberiannya

Simetedin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg Ranitidin : 4 x 150 mg

Famotidin: 2 x 20 mg Nizatidin : 2 x 150 mg

Obat Prokinetik: berikut obat-obat prokinetik: Metoklopramid (dosis : 3 x10 mg): Bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala GERDserta tidak berperan dalam penyembuhan lesi esofagus kecuali dengan kombinasi dengan H2 antagonis atau penghambat pompa serotonin. Melalui CNS dan menimbulkan efek ngantuk, pusing , agitasi, tremor, dan diskinesia. jarang daripada metoklopramid karena tidak melalui sawar otak. Walaupun efektifitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esofageal belum dilaporkan, golongn obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES.

Cisapride (dosis : 3 x10 mg): Golongan antagonis 5 HT4. Obat ini mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tonus LES. Efeknya dalam menghilangkan gejala lebih baik daripada domperidon

Domperidon (dosis : 3 x100-20 mg): Golongan antagonis reseptor dopamin dengn efek smping lebih

Sukralfat (aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat): Bekerja dengan meningkatkan pertahanan mukosa esofagus sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Obat ini cukup aman karena digunakan secar topikal dengan dosis 4 x 1 gram. Proton Pump Inhibitor (PPI): Golongan obat ini merupakan drug of choice untuk GERD. PPI bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H+-K+ ATPase yang dianggap sebagai akhir pembentukan asam lambung. Obat golongan ini sangat efektif mengurangi gejala serta membantu perbaikan lesi esofagus, bahkan esofagitis erosiva derajat berat, serta yang refrakter terhadap obat antagonis H2. Dosis penuh untuk mengobati GERD adalah: Omeprazole : 2 x 20 mg Lansoprazole : 2 x 30 mg Pantoprazole : 2 x 40 mg Umumnya pengobatan diberikan 6-8 minggu (terapi Insial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan selama 4 bulan atau terapi on demand tergantung derajat Rabeprazole Esomeprzole : 2 x 10 mg : 2 x 40 mg

esofagitisnya. Efektivitas obat ini akan meningkat jika dikombinasikan dengan golongann prokinetik.

Dosis

standart

pengobatan

GERD

Omeprazole : 1 x 20 mg Rabeprazole : 1 x 10 mg Lansoprazole : 1 x 30 mg Esomeprzole : 1 x 40 mg Pantoprazole : 1 x 40 mg Terapi diberikan selama 4 minggu dan selanjutnya di berikan terapi On demand.

C.

Terapi terhadap komplikasi: Terapi sttriktur dapt dilakuan dilatasi busi. Terapi esofagus barret dengan medika mentosa dan pembedahan. Terapi bedah dilakukan bila terapi medika mentosa gagal Terapi endoskopi dilakukan dengan : o Energi radiofrekuensi o Plikasi gastrik endoluminal o Implantasi endoskopis (menyuntikkan implan dibawah mukosa esofagus bagian distal sehingga lumen esofagus bagian distal menjadi lebih kecil.

Anda mungkin juga menyukai