BAB I
PENDAHULUAN
Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki riwayat
pemanfaatan yang sangat panjang. Penyediaan BBM mulai kritis karena
cadangannya terbatas sedangkan sumber kayu bakar juga kritis karena luas kawasan
hutan (terutama jawa) sudah kurang dari persyaratan ideal. Jadi salah satu sumber
energi alternatif adalah batubara. Akhir-akhir ini harga bahan bakar minyak dunia
meningkat pesat yang berdampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak
termasuk Minyak Tanah di Indonesia. Minyak Tanah di Indonesia yang selama ini di
subsidi menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai
subsidinya meningkat pesat menjadi lebih dari 49 trilun rupiah per tahun dengan
penggunaan lebih kurang 10 juta kilo liter per tahun. Untuk mengurangi beban
subsidi tersebut maka pemerintah berusaha mengurangi subsidi yang ada dialihkan
menjadi subsidi langsung kepada masyarakat miskin. Namun untuk mengantisipasi
kenaikan harga BBM dalam hal ini Minyak Tanah diperlukan bahan bakar alternatif
yang murah dan mudah didapat.Briket batubara merupakan salah satu bahan bakar
padat alternatif yang terbuat dari batubara, bahan bakar padat ini merupakan bahan
bakar alternatif pengganti minyak tanah yang mempunyai kelayakan teknis untuk
digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga, industri kecil ataupun menengah.
Briket juga mempunyai keuntungan ekonomis karena dapat diproduksi secara
sederhana, memiliki nilai kalor yang tinggi, dan ketersediaan batubara cukup banyak
di Indonesia sehingga dapat bersaing dengan bahan bakar lain.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara
termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Proses mengubah tumbuhan menjadi
batubara disebut dengan pembatubaraan (coalification). Batubara terbentuk dari
tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang
berlangsung selama jutaan tahun. Karena berasal dari material organik yaitu selulosa,
batubara tergolong mineral organik. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai
berikut:
Berwarna hitam sangat mengkilat, kompak, nilai kalor sangat tinggi, kandungan
karbon sangat tinggi, dan kandungan sulfur sangat tinggi.
b. Sifat batubara jenis semi antrasit
Berwarna hitam mengkilat, kompak, nilai kalor tinggi, kandungan karbon
tinggi, dan kandungan sulfur tinggi.
c. Sifat batubara jenis bituminus
Berwarna hitam mengkilat, kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan
karbon relatif tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, dan kandungan
sulfur sedikit.
d. Sifat batubara jenis lignit
Berwarna hitam, sangat rapuh, nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit,
kandungan air tinggi, kandungan abu tinggi, dan kandungan sulfur juga tinggi.
penyalaan awal, briket batubara hanya efisien jika digunakan untuk jangka waktu di
atas 2 jam.
Tabel 2.2 Perbandingan Pemakaian Minyak Tanah dengan Briket (Nilai Ekonomi)
No Penggunaan Minyak Tanah Briket Penghematan
1 Rumah tangga 3 Rp 9000/hari Rp 5400/hari Rp 3600/hari
ltr/hari
2 Warung makan 10 Rp 30.000/hari Rp 18000/hari Rp 3600/hari
ltr/hari
3 Industri kecil 25 Rp 75.000/hari Rp 45000/hari Rp 3600/hari
ltr/hari
4 Industri menengah Rp 2.000.000/hari Rp1.502.450/hari Rp 3600/hari
1000 ltr/hari
Gambar 2.2 Flow chart pembuatan briket batubara non karbonisasi (biasa)
Produsen terbesar briket batubara di Indonesia saat ini adalah PT. Tambang
Batubara Bukit Asam (Persero), atau PT. BA yang mempunyai 3 pabrik yaitu di
Tanjung Enim Sumatera Selatan, Bandar Lampung dan Gresik Jawa Timur dengan
kapasitas terpasang 115.000 ton per tahun. Disamping PT. BA terdapat beberpa
perusahaan swasta lain yang meproduksi Briket Batubara namun jumlahnya jauh
lebih kecil dibanding PT. BA dan belum berproduksi secara kontinyu.
Kenaikan BBM khususnya minyak tanah dan solar, tentunya penggunaan briket
batubara oleh kalangan rumah tangga maupun industri kecil/menengah akan lebih
ekonomis dan menguntungkan, namun demikian kemampuan produksi dari PT. BA.
masih sangat kecil, untuk mengatasi kekurangan tersebut diharapkan partisipasi serta
keikutsertaan pihak swasta untuk memproduksi dan mensosialisasikan penggunaan
briket batubara disetiap daerah. (K.D Maison, 2006)
10
tidak dimanfaatkan. Saat ini belum banyak peternak menggunakan ampas tebu
tersebut untuk bahan pakan ternak, hal ini mungkin karena ampas tebu memiliki serat
kasar dengan kandungan lignin sangat tinggi ( 19.7%) dengan kadar protein kasar
rendah (28%). Namun limbah ini sangat potensi sebagai bahan tambahan yang
digunakan dalam proses pembuatn briket.
D. Tetes (Molasses)
Molases diperoleh dari proses kristalisasi larutan tebu yang tidak dapat
menghasilkan gula lagi. Molases merupakan larutan kental berwarna coklat
kehitaman yang dapat digunakan sebagai bahan perekat untuk batubara dan bahan
campurannya.
Pemilihan perekat berdasarkan pada:
a. perekat harus memiliki daya adhesi yang baik bila dicampur dengan semikokas;
b. perekat harus mudah didapat dalam jumlah banyak dan harganya murah;
c. perekat tidak boleh beracun dan berbahaya. (Subroto, 2006)
Keterangan:
a. Bentuk seperti telur : sebesar telur ayam
b. Bentuk kubus : 12,5 x 12,5 x 5 cm
c. Bentuk silinder : 7 cm (tinggi) x 12 cm garis tengah
Briket bentuk telur cocok untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan,
sedangkan bentuk kubus dan silinder digunakan untuk kalangan industri
kecil/menengah. (K.D Maison, 2006)
Jenis tungku yang sudah banyak di pasaran saat ini terbuat dari bahan tembikar
(tanah liat), selain murah juga sudah terbukti keandalannya, terutama dalam menekan
laju emisi. Jenis tungku ini dilengkapi dengan penutup untuk memperoleh suhu yang
sesuai dengan kebutuhan oroduksi, tungku untuk industri biasanya dilengkapi dengan
blower. Kinerja (performance) dalah karakteristik pembakaran yang ditentukan oleh
faktor waktu, suhu, dan kualitas udara. Pembakaran briket batubara dipengaruhi oleh
jumlah briket batubara yang dibakar dan jenis tungku yang digunakan. (K.D Maison,
2006)
.
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3 Populasi
Bahan baku (batubara) penelitian diperoleh dari PT. MUSIM MAS Medan-
Indonesia yang berasal dari pertambangan Kalimantan Timur. Bahan campuran yang
lain yaitu jerami berasal dari area persawahan yang terletak di Desa Percut Sei Tuan,
ampas tebu berasal dari area tanaman warga yang terletak di Deli Tua, dan molasis
berasal dari pabrik gula Kwalamadu yang berada di Kecamatan Stabat, Kabupaten
Langkat.
24,7%.
b. Bahan baku yang telah tercampur rata dimasukkan ke dalam cetakan yang
berbentuk silinder.
manual.
d. Setelah itu mengeluarkan briket dari cetakan dan mengeringkan di tempat yang
tidak terkena sinar matahari secara langsung selama 3 hari.
22
3.6.5 Prosedur Analisa
Percobaan analisa yang dilakukan dalam penelitian adalah:
A. Proses Pembakaran
Selama proses pembakaran berlangsung,mengukur temperatur pembakaran yang di
hasilkan briket. Kondisi operasinya adalah pada temperatur 280C dan tekanan 1 atm.
B. Proses Finishing
lamanya waktu nyala, temperatur pembakaran, uji kadar air, uji kadar abu, dan nilai
kalor.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Berat Briket yang Diperoleh Setelah Proses Pembakaran
Tabel 4.1 Data hasil pembakaran briket batubara ukuran 40 mesh
No Komposisi Berat Briket Batubara (gram)
Sebelum Setelah
Bahan
Pembakaran Pembakaran
1 67%:5%:5%:23% 30 5,2412
2 75%:5%:3,3%:16,7 30 6,3387
%
3 75%:3,3%:6,7%:15 30 5,7645
%
4 67%:3,3%:5%:24,7 30 4,9876
%
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Briket Batubara
Batubara yang digunakan sebagai sampel pada pembuatan briket batubara
diperoleh dari PT. MUSIM MAS, Medan – Indonesia yang berasal dari
pertambangan batubara di Kalimantan. Keadaan batubara sebelum dibuat menjadi
briket masih dalam keadaan berbentuk bongkahan, maka batubara dihaluskan
terlebih dahulu, kemudian diayak dengan ukuran ayak 40 dan 60 mesh. Batubara
yang telah diayak dicampur dengan bahan lain (jerami dan ampas tebu) dan
menggunakan molasis sebagai bahan pengikat dengan perbandingan komposisi
bahan 67%:5%:5%:23%; 75%:5%:3,3%:16,7%; 75%:3,3%:6,7%:15%;
67%:3,3%:5%:24,7%.
Bahan-bahan yang telah dicampur tersebut dicetak berbentuk silinder dengan
menggunakan alat press hidrolik manual yang telah dirancang seperti pada gambar
3.1. Briket batubara yang berbentuk silinder dengan perbandingan komposisi
dikarakterisasi dengan uji kadar air, kadar abu, waktu pembakaran, waktu nyala,
temperatur pembakaran, dan uji nilai kalor pembakaran. Selanjutnya disesuaikan
dengan standart mutu briket batubara berdasarkan Direktorat Pembinaan Mineral,
Batubara dan Panas Bumi, Departement Energi dan Sumber Daya Mineral (22 Maret
2006) dan SNI 13 – 4931 – 1998 dari Badan Standarisasi Nasional.
250
200
(menit)
150 60 mesh
100 40 mesh
50
0
0 1 2 3 4 5
No. Sam pel Kom posis i Bahan (%)
Gambar 4.1 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap waktu
pembakaran (menit) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi waktu
pembakaran. Untuk ukuran 40 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan
perbandingan 67%:5%:5%:23% lama waktu pembakaran 146 menit, pada komposisi
bahan No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% lama waktu pembakaran 195
menit, pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% lama
waktu pembakaran 226 menit, dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan
67%:3,3%:5%:24,7% lama waktu pembakaran 153 menit. Sedangkan untuk ukuran
60 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% lama
waktu pembakaran 130 menit, pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan
75%:5%:3,3%:16,7% lama waktu pembakaran 137 menit, pada komposisi bahan
No.3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% lama waktu pembakaran 150
menit, dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7%
lama waktu pembakaran 128 menit. Sehingga dapat dilihat dari grafik waktu
pembakaran optimum berada pada komposisi bahan No.3 untuk ukuran 40 mesh dan
60 mesh dengan perbandingan komposisi batubara (75%), jerami (3,3%), ampas tebu
(6,7%), dan molasis (15%). Hal ini disebabkan oleh komposisi batubara yang
digunakan lebih banyak dari pada komposisi yang lain sehingga membutuhkan
waktu pembakaran yang lebih lama dimana batubara merupakan bahan yang
memerlukan temperatur yang tinggi untuk terjadinya proses pembakaran.
Berdasarkan grafik di atas, waktu pembakaran pada ukuran 40 mesh lebih besar
dari pada ukuran 60 mesh. Hal ini disebabkan karena luas permukaan pada ukuran 40
mesh lebih besar dari pada ukuran 60 mesh sehingga menyebabkan mudahnya terjadi
pembakaran pada briket dan waktu berlangsungnya pembakaran lebih lama serta
nilai kalor yang dihasilkan pun lebih besar.
350
300
Pembakaran ('C)
Temperatur
250
200 40 mesh
150 60 mesh
100
50
0
0 1 2 3 4 5
No. Sam pel Kom posisi Bahan (%)
Gambar 4.2 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap temperatur
pembakaran (0C) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi temperatur
pembakaran. Untuk ukuran 40 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan
perbandingan 67%:5%:5%:23% mencapai temperatur pembakaran sebesar 2100C,
pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% mencapai
temperatur pembakaran sebesar 280 0C, pada komposisi bahan No.3 dengan
perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% mencapai temperatur pembakaran sebesar 300
0
C, dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7%
mencapai temperatur pembakaran sebesar 225 0C. Sedangkan untuk ukuran 60 mesh
pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% mencapai
temperatur pembakaran sebesar 200 0C, pada komposisi bahan No.2 dengan
perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% mencapai temperatur pembakaran sebesar 225
0
C, pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15%
mencapai temperatur pembakaran sebesar 230 0C, dan pada komposisi bahan No.4
dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% mencapai temperatur pembakaran
sebesar 210 0C. Sehingga dapat dilihat dari grafik temperatur pembakaran optimum
berada pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan komposisi batubara (75%),
jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%) yaitu sebesar 300 0C untuk
ukuran 40 mesh dan 230 0C untuk ukuran 60 mesh. Hal ini disebabkan oleh
komposisi batubara yang digunakan lebih banyak dari pada komposisi yang lain
sehingga membutuhkan temperatur pembakaran yang tinggi.
Berdasarkan grafik di atas, temperatur pembakaran pada ukuran 40 mesh lebih
besar dari pada ukuran 60 mesh. Hal ini disebabkan karena luas permukaan pada 40
mesh lebih besar dari pada ukuran 60 mesh sehingga menyebabkan mudahnya terjadi
28
pembakaran pada briket dan waktu berlangsungnya pembakaran lebih lama serta
temperatur pembakarannya pun lebih tinggi. Dengan demikian ukuran partikel
mempengaruhi niali kalor dimana semakin besar ukuran partikelnya maka nilai
kalornya akan semakin besar.
30
Waktu Nyala (menit)
25
20
40 mesh
15
60 mesh
10
5
0
0 1 2 3 4 5
No. Sam pel Kom posisi Bahan (%)
Gambar 4.3 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap waktu nyala
(menit) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi waktu nyala. Untuk
ukuran 40 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23%
lama waktu nyala 8 menit, pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan
75%:5%:3,3%:16,7% lama waktu nyala 10 menit , pada komposisi bahan No.3
dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% lama waktu nyala 13 menit, dan pada
komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% lama waktu
nyala 9 menit. Sedangkan untuk ukuran 60 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan
perbandingan 67%:5%:5%:23% lama waktu nyala 10 menit, pada komposisi bahan
No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% lama waktu nyala 15 menit, pada
komposisi bahan No.3 dengan perbandingan75%:3,3%:6,7%:15% lama waktu nyala
17 menit dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan
67%:3,3%:5%:24,7% lama waktu nyala 14 menit. Sehingga dapat dilihat dari grafik
waktu nyala optimum berada pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan
komposisi batubara (67%), jerami (5%), ampas tebu (5%), dan molasis (23%) yaitu
29
selama 8 menit untuk ukuran 40 mesh dan 10 menit untuk ukuran 60 mesh. Hal ini
disebabkan oleh komposisi batubara yang digunakan lebih banyak dari pada
komposisi yang lain sehingga membutuhkan waktu nyala yang lama untuk terjadinya
proses pembakaran. Sedangkan kondisi waktu nyala terendah berada pada komposisi
bahan No.1 dengan komposisi batubara sebanyak (67%), jerami (5%), ampas tebu
(5%), molasis (23%) yaitu selama 8 menit untuk ukuran 40 mesh dan 10 menit
untuk ukuran 60 mesh. Serta kondisi waktu nyala tertinggi berada pada komposisi
bahan No.3 dengan komposisi batubara sebanyak (75%), jerami (3,3%), ampas tebu
(6,7%), dan molasis (15%) yaitu selama 13 menit untuk ukuran 40 mesh dan 17
menit untuk ukuran 60 mesh.
Berdasarkan grafik di atas, waktu nyala pada ukuran 60 mesh lebih besar dari
pada ukuran 40 mesh. Hal ini disebabkan karena ukuran pori pada 60 mesh lebih
kecil dari pada ukuran 40 mesh. Sehingga memerlukan waktu yang cukup lama
untuk menyalakan briket.
12
10
Kadar Air (%)
8
40 mesh
6
60 mesh
4
2
0
0 1 2 3 4 5
No. Sam pel Kom posisi Bahan (%)
Gambar 4.4 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap kadar air (%)
menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi persentase kadar air, dimana
semakin banyak komposisi batubara maka akan semakin tinggi kadar airnya. Pada
komposisi bahan No. 1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% untuk ukuran ayak
30
40 mesh diperoleh kadar air sebesar 10,8132% dan untuk ukuran ayak 60 mesh
diperoleh kadar air sebesar 9,5896%; pada komposisi bahan No. 2 dengan
perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar air
sebesar 11,2329% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar air sebesar
10,3395%; pada komposisi bahan No. 3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15%
untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar air sebesar 11,3429% dan untuk ukuran
ayak 60 mesh diperoleh kadar air sebesar 11,6679%; pada komposisi bahan No. 4
dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh
kadar air sebesar 8,0047% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar air
sebesar 9,1701%. Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk kadar air briket batubara
tanpa karbonisasi adalah maksimal 12 %, maka dari hasil pembuatan briket batubara
dengan perbandingan komposisi bahan tersebut di atas telah sesuai dengan SNI 13-
4931-1998 karena berada pada nilai <12%.
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada komposisi bahan 67%:3,3%:5%:24,7%
memiliki kadar air yang optimum yaitu untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar
air sebesar 8,0047% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar air sebesar
9,1701%. Hal ini disebabkan karena komposisi batubara lebih sedikit digunakan
sebesar 67% sehingga mengandung air lebih sedikit.
12
10
Kadar Abu(%)
8
40 mesh
6
60 mesh
4
2
0
0 1 2 3 4 5
No. Sam pel Kom posisi Bahan (%)
Gambar 4.5 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap kadar abu
(%) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi persentase kadar abu,
dimana semakin banyak komposisi bahan pengikat maka akan semakin tinggi kadar
abunya. Pada komposisi bahan No. 1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% untuk
ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar abu sebesar 6,7122 % dan untuk ukuran ayak
60 mesh diperoleh kadar abu sebesar 7,5562%; pada komposisi bahan No. 2 dengan
perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar abu
sebesar 7,5511% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar abu sebesar
8,7244%; pada komposisi bahan No. 3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15%
untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar abu sebesar 8,5633% dan untuk ukuran
ayak 60 mesh diperoleh kadar abu sebesar 8,8431%; pada komposisi bahan No. 4
dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh
kadar abu sebesar 6,3476% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar abu
sebesar 7,2612%. Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk kadar abu briket batubara
tanpa karbonisasi adalah maksimal 10 %, sehingga hasil pembuatan briket batubara
dengan perbandingan komposisi bahan tersebut di atas telah sesuai dengan SNI 13-
4931-1998 dan sesuai dengan Standart mutu briket batubara berdasarkan Direktorat
Pembinaan Mineral, Batubara dan Panas Bumi; Departement Energi dan Sumber
Daya Mineral (22 Maret 2006) karena berada pada nilai <10%.
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada komposisi bahan 67%:3,3%:5%:24,7%
memiliki kadar abu yang optimum yaitu untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar
abu sebesar 6,3476% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar abu sebesar
7,2612%. Hal ini disebabkan karena komposisi bahan batubara lebih sedikit sebesar
67% yang merupakan bahan organik sehingga pada saat pembakaran lebih cepat
terurai menjadi abu.
8000
7000
Gambar 4.6 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap nilai kalor
(kal/gr) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi persentase kadar abu,
dimana semakin banyak komposisi batubara maka akan semakin tinggi nilai
kalornya. Pada komposisi bahan No. 1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% untuk
ukuran ayak 40 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 6502,378 kal/gr dan untuk ukuran
ayak 60 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 5447,939 kal/gr; pada komposisi bahan
No. 2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% untuk ukuran ayak 40 mesh
diperoleh nilai kalor sebesar 7029,598 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh
diperoleh nilai kalor sebesar 5975,159 kal/gr; pada komposisi bahan No. 3 dengan
perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh nilai kalor
sebesar 7908,298 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh nilai kalor sebesar
6150,899 kal/gr; pada komposisi bahan No. 4 dengan perbandingan
67%:3,3%:5%:24,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh nilai kalor sebesar
6853,858 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh nilai kalor sebesar
5623,679 kal/gr. Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk nilai kalor briket batubara
tanpa karbonisasi adalah lebih besar dari 5000 kal/gr, sehingga hasil pembuatan
briket batubara dengan perbandingan komposisi bahan tersebut di atas telah sesuai
dengan Standart mutu briket batubara berdasarkan Direktorat Pembinaan Mineral,
Batubara dan Panas Bumi; Departement Energi dan Sumber Daya Mineral (22 Maret
2006).
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada komposisi bahan 75%:3,3%:6,7%:15%
menghasilkan nilai kalor yang optimum yaitu untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh
33
nilai kalor sebesar 7908,298 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh nilai
kalor sebesar 6150,899 kal/gr. Hal ini disebabkan karena komposisi batubara lebih
banyak sebesar 75% sehingga nilai kalornya juga semakin tinggi.
9000
Gabungan Beberapa Variabel
8000
7000
6000 Waktu pembakaran (menit)
Temperatur pembakaran ('C)
5000
Waktu nyala (menit)
4000 Kadar Air (%)
3000 Kadar Abu (%)
1000
0
0 1 2 3 4 5
No. Sam pel Kom posisi Bahan
9000
8000
Gabungan Beberapa
Gambar 4.7 dan 4.8 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap
beberapa parameter menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi waktu
34
pembakaran, temperatur pembakaran, waktu nyala, kadar air, kadar abu, dan nilai
kalor. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai kalor yang diperoleh pada
ukuran 40 mesh lebih besar dibandingkan ukuran 60 mesh untuk semua komposisi.
Hal ini menunjukkan bahwa komposisi dan ukuran partikel sangat mempengaruhi
nilai kalor, dimana semakin banyak komposisi batubara dan semakijn besar ukuran
partikel maka proses pembakarannya pun akan semakin cepat sehingga nilai kalor
yang dihasilkan juga besar.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan memvariasi
komposisi pada pembuatan briket batubara dapat mempengaruhi waktu pembakaran,
temperatur pembakaran, waktu nyala, kadar air, kadar abu, dan nilai kalor.
1. Hubungan komposisi briket terhadap waktu pembakaran yaitu waktu pembakaran
optimum berada pada komposisi bahan No.3 dengan komposisi batubara
sebanyak (75%), jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%) yaitu
sebesar 226 menit untuk ukuran 40 mesh dan 150 menit untuk ukuran 60 mesh.
2. Hubungan komposisi briket terhadap temperatur pembakaran yaitu temperatur
pembakaran optimum berada pada komposisi bahan No.3 dengan komposisi
batubara sebanyak (75%), jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%)
yaitu sebesar 300 0C untuk ukuran 40 mesh dan 230 0C untuk ukuran 60 mesh.
3. Hubungan komposisi briket terhadap waktu nyala yaitu waktu nyala optimum
berada pada komposisi bahan No.1 dengan komposisi batubara sebanyak (67%),
jerami (5%), ampas tebu (5%), dan molasis (23%) yaitu sebesar 8 menit untuk
ukuran 40 mesh dan 10 menit untuk ukuran 60 mesh.
4. Hubungan komposisi briket terhadap kadar air yaitu kadar air optimum berada
pada komposisi No.4 dengan perbandingan bahan batubara sebanyak (67%),
jerami (3,3%), ampas tebu (5%), dan molasis (24,7%) yaitu sebesar 8,0047 %
untuk ukuran 40 mesh dan 9,1701 % untuk ukuran 60 mesh.
5. Hubungan komposisi briket terhadap kadar abu yaitu kadar abu optimum berada
pada komposisi No.1 dengan perbandingan bahan batubara sebanyak (67%),
jerami (5%), ampas tebu (5%), dan molasis (23%) yaitu sebesar 6,3476 % untuk
ukuran 40 mesh dan 7,2612 % untuk ukuran 60 mesh.
6. Hubungan komposisi briket terhadap nilai kalor yaitu nilai kalor optimum berada
pada komposisi No.3 dengan perbandingan bahan batubara sebanyak (75%),
jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%) yaitu sebesar 7908,298
kal/gr untuk ukuran 40 mesh dan 6150,899 kal/gr untuk ukuran 60 mesh.
36
5.2 Saran
Agar memperoleh mutu briket batubara yang baik maka diharapkan penelitian
selanjutnya dengan menambahkan variabel baru seperti ukuran mesh, bentuk briket,
tekanan, temperatur, dan penggunaan bahan baku yang lain sehingga memperoleh
mutu briket yang lebih baik.
37
DAFTAR PUSTAKA
K.D Maison, 2006, “Briket Batubara Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah”,
Bandung, http://www.Indeni.org,
Nn, 2005, “Iptek Indonesia Bidang Energi dan Sumber Daya Alam”, Jakarta,
http://www.Berita@Iptek.com
LAMPIRAN A
DATA HASIL PERCOBAAN
PROSEDUR ANALISA
A− B
Kadar air = x 100%
C
Dimana : A = Berat cawan + sampel sebelum dipanaskan
B = Berat cawan + sampel setelah dipanaskan
C = Berat sampel sebelum dipanaskan
A− B
Kadar abu = x 100%
C
Dimana : A = Berat cawan + sampel setelah dipanaskan
B = Berat cawan kosong
C = Berat sampel sebelum dipanaskan
LAMPIRAN C
41
PERHITUNGAN
A− B
Kadar Air = x100%
C
A− B
Kadar Air = x100%
C
55,2166 − 54,6528
= x100%
5,0192
= 11,2329%
A− B
Kadar Air = x100%
C
71,2334 − 70,7150
= x100%
5,0138
= 10,3395%
A− B
Kadar Abu = x100%
C
A− B
Kadar Abu = x100%
C
42
67,7133 − 67,3172
= x100%
5.2456
= 7,5511%
A− B
Kadar Abu = x100%
C
59,2806 − 58,8398
= x100%
5,0525
= 8,7244%