mendapatkan kafein dari daun teh adalah dengan menyeduh teh dengan air panas untuk memperoleh ekstrak teh. Tujuan penggunaan air panas karena pada umumnya suatu zat akan lebih mudah larut dalam pelarut (air) panas dibandingkan dalam pelarut (air) dingin, sehingga semakin banyak ekstrak teh yang diperoleh. Ekstrak teh yang diperoleh tidak hanya mengandung kafein tapi juga ada senyawa-senyawa lain yang ikut larut terutama senyawa tanin. Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Di dalam air, tanin membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat. Senyawa utama yang ingin kami isolasi adalah senyawa kafein, oleh karena itu tanin harus dapat dipisahkan. Cara untuk memisahkan kafein dengan tanin adalah dengan menambahkan natrium karbonat dan diklorometana. Natrium karbonat adalah senyawa yang bersifat basa sehingga akan bereaksi dengan tanin yang bersifat asam membentuk garam, garam ini larut dalam air tapi tidak larut dalam diklorometana. Diklorometana merupakan senyawa non-polar yang dapat melarutkan kafein yang juga merupakan senyawa non-polar. Saat penambahan diklorometana ke dalam ekstrak teh, corong pisah dikocok perlahan dengan sesekali membuka kran corong pisah untuk mengeluarkan uap yang dihasikan oleh senyawa volatile yang terdapat dalam ekstrak teh. Pengocokan ini bertujuan untuk memperbanyak peluang kontak antara kafein dengan diklorometana agar semakin banyak kafein yang larut dalam diklorometana, tapi pengocokan jangan terlalu kuat karena akan mengakibatkan pembentukan emulsi antara diklorometana dengan air oleh garam tanin yang bersifat surfaktan anion. Setelah proses ini selesai akan didapat larutan air-garam dan kafein-diklorometana yang berwarna bening. Untuk memisahkan keduanya ditambahkan kalsium klorida anhidrat kemudian didekantasi atau disaring menggunakan kertas saring biasa. Kalsium klorida anhidrat ini berfungsi untuk absorpsi eksoterm air sehingga setelah dilakukan penyaringan, filtrat yang diperoleh adalah murni larutan kafein-diklorometana. Larutan senyawa kafein-diklorometana kemudian didistilasi dengan metode distilasi sederhana karena perbedaan titik didihnya yang jauh. Distilasi ini berfungsi untuk memisahkan kafein dari diklorometana.
Produk dari distilasi adalah kristal kafein. Dari percobaan dihasilkan kristal kafein sebanyak 0,05g dari 37g daun teh, artinya teh tersebut mengandung sekitar 0,135% kafein. Pada literatur, disebutkan bahwa pada umumnya teh mengandung 2-4% kafein, itu berarti ada galat sebesar 95,5% antara hasil percobaan dan literatur. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya saat penambahan diklorometana corong pisah dikocok terlalu pelan sehingga kontak antara kafein dan diklorometana kurang, akibatnya hanya sedikit kefein yang terlarut dalam diklorometana. Penyebab lain adalah mungkin teh yang kami gunakan sebagai sampel telah mengalami proses dekafeinasi, yaitu proses pengurangan senyawa kafein dari benda yang memuatnya (dalam hal ini adalah teh). Dari kristal kafein ini kami dapat menentukan titik leleh kafein, yaitu 221C. Pada literatur, disebutkan bahwa titik leleh kafein adalah 234-236C artinya ada galat sekitar 5,96% dengan hasil percobaan yang kami lakukan. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya mungkin larutan hasil ekstraksi tidak murni 100% kafein-diklorometana sehingga hasil distilasi yang diperoleh tidak murni 100% kristal kafein, atau dapat juga disebabkan kesalahan praktikan saat melakukan uji titik leleh, mengingat metodenya menggunakan pipa kapiler sehingga perlu ketelitian tinggi untuk mengamati sekaligus membaca skala suhunya. Untuk membuktikan bahwa kristal yang diperoleh adalah kristal kafein maka dilakukan uji alkaloid, kafein termasuk dalam senyawa alkaloid. Uji ini dilakukan dengan melarutkan kristal dalam air kemudian ditetesi pereaksi Meyer dan Dragendorff. Dari hasil percobaan didapat larutan kristal + Degendorff menghasilkan warna jingga dan pada larutan kristal + Meyer menghasilkan warna kuning. Hasil ini menunjukkan kristal tersebut mengandung senyawa alkaloid yang artinya kristal tersebut benar merupakan kristal kafein. Seharusnya dari kristal kafein yang diperoleh juga dapat ditentukan Rf dari kafein menggunakan metode uji KLT. Tapi saat percobaan kami tidak berhasil melakukan uji KLT, noda pada pelat KLT tidak menunjukkan hasil yang seharusnya sehingga Rf tidak dapat ditentukan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya kesalahan saat melakukan elusi, baik metodenya atau karena keadaan eluennya yang kurang baik dengan alasan pada uji titik leleh galat yang diperoleh kecil dan pada uji alkaloid hasilnya positif tapi pada uji KLT tidak berhasil.
Kafein adalah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, Friedrich Ferdinand Runge, pada tahun 1819. (Anonim1,2004). Kafein dikenal sebagai trimethylxantine dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan termasuk jenis alkaloida. Nama lengkap kafein adalah 3,7-dihydrotrimethyl-1H-purine2,6-dione. Bentuk alami kafein adalah kristal putih, prisma heksagonal, dan berbobot molekul 194,19 dalton. Kafein memiliki titik leleh 238oC dan mengalami sublimasi pada suhu 178oC. Kafein terdapat secara alami pada biji kopi, biji coklat, daun teh, serta cola nuts. Metabolisme kafein di dalam tubuh akan menghasilkan theophylline (1,3-dimethylxanthine) dan theobromine (3,7-dimethylxanthine), yang kemudian akan diekskresikan ke luar tubuh dalam bentuk paraxanthine (60 %), theobromine (20 %), dan theophylline (14 %). Kafein sebagai zat stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang seringkali dituding sebagai penyebab kecanduan. Hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang sangat banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari setelah konsumsi . Sejak dahulu kala, kafein telah dikenal sebagai zat stimulan yang populer. Kafein sering digunakan dalam dunia kedokteran sebagai perangsang kerja jantung dan peningkat produksi urin. Kafein dosis rendah juga dapat berperan sebagai pembangkit stamina dan penghilang rasa lelah. Kegunaan di bidang kedokteran lainya adalah pengobatan sakit kepala dan migraine.
Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi kafein pada kopi instan, kopi arabika, kopi robusta, teh hitam, teh hijau dan cokelat. Ekstraksi kafein pada bahan tersebut menggunakan metode maserasi. Ekstrasi adalah metoda pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa yang lain dan didasarkan pada prinsip kelarutan. Dalam ekstrasi ini secara umum prinsip pemisahannya adalah senyawa tersebut kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam pelarut yang lain. Salah satu cara ekstraksi adalah maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder (Wikipedia, 2011).Untuk cara kerja maserasi yaitu pertama-tama yang harus dilakukan adalah serbuk sampel dimasukkan ke dalam gelas piala atau tempat seperti botol terbalik. Kemudian ditambahi pelarut etanol sampai sampel terendam. Diaduk sekali-sekali. Pelarut diganti setiap waktu tertentu. Terakhir akan didapatkan hasil berupa ekstrak dan gunakan pelarut yang tidak mudah menguap. Selanjutnya dilakukan evaporasi, pada praktikum ini menggunakan rotary evaporasi. Evaporasi ini bertujuan untuk menguapkan kandungan ethanol yang terdapat pada ekstrasi bahan tersebut sehingga didapat hasil ekstraksi murni dari bahan. Berdasarkan data perhitungan didapat rendemen dari cokelat 36,758%, rendemen kopi robusta 16,9%, rendemen kopi arabika 7,4%, teh hitam 33,3%, rendemen kopi bubuk 94,5% dan rendemen teh hijau 27,9%. Rendemen ekstraksi paling besar adalah rendemen kopi bubuk, berdasarkan data rendemen yang didapat
pada rendemen kopi bubuk mungkin terjadi kesalahan karena pada saat evaporasi alkoholnya tidah menguap semuanya sehingga pada saat perhitungan nilai rendemennya hampir 100%. Pada praktikum selanjutnya dilakukan perhitungan kadar kafein yang dikandung suatu bahan. Penentuan kadar kafein dilakukan menggunakan HPLC. 2. Penetapan Kadar Kafein Bahan kopi, teh dan cokelat yang telah diekstrak tidak hanya mengandung senyawa kafein namun banyak kandungan lainnya yang terdapat di dalamnya sehingga untuk mendapatkan berapa kandungan kafein dalam bahan tersebut maka digunakan beberapa metode, salah satunya adalah menggunakan kromathografi. Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga biasanya berupa cairan ataupun suatu padatan. Fasa diam akan menahan komponen campuran sedangkan fasa gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fasa diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fasa gerak akan bergerak lebih cepat. Ada beberapa jenis kromatografi, baik yang konvensional (kolom,TLC dan PC) maupun modern (HPLC,GC,GCMS) yaitu: a. Kromatografi Kolom Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama dengan kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala besar untuk pemisahan campuran. Kromatografi kolom seringkali digunakan untuk pemurnian senyawa di laboratorium. Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-sampel tanpa melalui fase diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum bahwa panjang kolom harus sekurang-kurangnya 10 kali dari ukuran diameternya. Bahan pengemasnya suatu adsorban seperti alumina atau resin penukar ion,
dimasukkan dalam bentuk suspensi ke dalam porsi fase gerak dan dibiarkan diam di dalam hamparan basah dengan sedikit cairan. b. Kromatografi Lapis Tipis (TLC)