A. Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman mempengaruhi gaya hidup manusia ke dalam gaya hidup yang konsumtif dan serba instan. Hal ini memberi tuntutan bagi industri penghasil kebutuhan masyarakat dalam mencukupi kebutuhan tersebut. Di balik itu semua, timbul masalah nyata yaitu bertambahnya jumlah sampah. Semakin maju tingkat penguasaan teknologi, industri dan kebudayaan suatu bangsa, sampah yang dihasilkan diduga semakin banyak (Tatik Khusniah, 2000: 33). Kebijakan pengelolaan sampah di Yogyakarta secara umum yaitu sampah dikumpulkan kemudian diangkut dan akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Piyungan Bantul yang merupakan lokasi pembuangan sampah terbesar di Yogyakarta. TPA Piyungan terletak di area pegunungan bagian tenggara dari pusat Yogyakarta dengan luas area 12,5 hektar. Setiap hari sebanyak 350 ton sampah dari tiga wilayah (kota Yogya, Sleman dan Bantul) dibuang ke TPA Piyungan (Lukas Adi Prasetyo dalam Kompas, 5 Desember 2008). Salah satu masalah sanitasi dan persampahan yang dialami Yogyakarta adalah Tempat Penampungan Sampah Akhir (TPA) Piyungan di pinggir kota Yogyakarta yang sudah tidak memadai lagi dan akan mencapai titik jenuhnya pada tahun 2012. Meningkatnya jumlah penduduk
mengakibatkan Sampah dikota Yogyakarta dari tahun ketahun terus meningkat, rata-rata peningkatanya mencapai 10%. Penimbunan sampah di dalam TPA akan mengalami proses penguraian secara kimia dan biokimia. Ketika air hujan dan air permukaan meresap kedalam timbunan sampah maka akan menghasilkan cairan rembesan dengan kandungan polutan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang disebut dengan leachate (air lindi). Leachate (air lindi) dapat merembes melalui tanah dan
dimungkinkan pula akan mencemari air tanah yang ada di lokasi Tempat Pembuangan Akhir. Pada TPA Piyungan yang digunakan untuk penimbunan sampah terjadi proses dekomposisi biologi dan ditambah pula masuknya air eksternal ke dalam bak timbunan sampah yang kemudian membawa zat-zat berbahaya keluar dari TPA dengan cara meresap ke dalam tanah atau mengalir di permukaan menuju badan air penerima (sungai). Leachate(air lindi) yang timbul pada TPA Piyungan mempunyai kualitas dan kuantitas
yang bervariasi tergantung dari masuknya air eksternal yang berasal dari air hujan. Leachate (air lindi) atau air luruhan sampah merupakan tirisan cairan sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi. Pada umumnya leachate terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah dan air yang masuk dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air hujan, saluran drainase, air tanah atau dari sumber lain di sekitar lokasi TPA. Pada saat terjadi hujan di lokasi Tempat Pembuangan Akhir, maka air hujan akan masuk dan meresap kedalam tumpukan sampah yang kemudian
membawa zat-zat berbahaya dengan kepekatan zat pencemar yang tinggi melimpah atau keluar dari timbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir berupa limbah cair yang dinamakan leachate (air lindi). Pada TPA yang masih beroperasi, BOD leachate(air lindi) dapat
mencapai antara 2000 30.000 mg/l, COD antara 3000 60.000 mg/l, TOC antara 1500 20.000 mg/l dan PH antara 4,5 7,5.(Djoko H Martono). Namun pada TPA yang sudah beroperasi lebih dari 15 tahun, pada umumnya akan terjadi penurunan kandungan BOD, COD maupun TOC, bahkan pH dari leachate cenderung mendekati netral dan mempunyai kandungan karbon organik dan mineral yang relatif menurun ( Martin, 1991 ) Penumpukan sampah merupakan lingkungan yang baik bagi hewan penyebar penyakit penyakit misalnya : lalat, nyamuk, tikus, dan bakteri patogen (penyebab penyakit). Adanya hewan-hewan penyebar penyakit tersebut mudah tersebar dan menajalar ke lingkungan sekitar. Penyakitpenyakit yang berhubungan dengan keberadaan TPA misalnya kolera, disentri, tipus, diare, dan malaria. Semua itu sangat berbahaya bagi pemulung sampah an warga sekitar yang tinggal di dekat TPA. Sumber produksi sampah yang paling besar jumlahnya adalah sampah rumah tangga, untuk itu secara sederhana pengolahan sampah dapat dilakukan dengan menimalisasi sampah minimalisasi sampah
bermanfaat untuk mengurangi biaya pengangkutan, memperpanjang umur TPA, dan mencegah pencemaran lingkungan.
B. Rumusan masalah 1. Bagaimana kadar BOD, COD dan TSS pada outlet pengolahan lichead Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan? 2. Apakah jenis telur parasit dan jamur pada tanah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan? 3. Bagaimana pH, suhu dan kelembaban tanah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan? 4. Bagaimana tanggapan masyarakat dan gangguan penyakit yang berhubungan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui kadar BOD, COD dan TSS pada outlet pengolahan lichead Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. 2. Untuk mengetahui telur parasit dan jamur pada tanah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. 3. Untuk mengetahui pH, suhu dan kelembaban tanah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. 4. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat dan gangguan penyakit yang berhubungan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. D. Manfaat 1. Bagi Pemulung
Menambah pengetahuan para pemulung tentang risiko dari pekerjaan pemulung yang rawan terinfeksi penyakit kulit. 2. Bagi mahasiswa Menambah wawasan tentang lingkungan di sekitar TPA dan dapat menganalis kejadian penyakit yang berhubungan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
E. Ruang Lingkup 1. Kegiatan Pemeriksaan fisik tanah,telur parasit, jamur tanah, BOD dan COD Leacheat, serta wawancara menggunakan kuesioner dan checklist dengan pemulung di TPA Piyungan. 2. Hari, tanggal Rabu, 5 Juni 2012 3. Sasaran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan dan para pemulung yang beraktivitas di TPA Piyungan.
A. Leacheat
Lindi (Leachate) adalah cairan yang timbul sebagi limbah akibat masuknya air eksternal ke dalam urugan atau timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Apabila air (air hujan) mengalir melalui lapisan landfill, aliran itu membawa ikut serta material organik, inorganik serta logam berat, kemudian mengendap di suatu landfill, maka terbentuklah leachate. Leachate adalah cairan yang menetes atau mengalir dari suatu landfill dimana komposisinya terdiri dari suatu campuran limbah pada suatu landfill bergantung pada tipe dan usia limbah, biasanya terdiri dari material yang terlarut dan tidak terlarut. Leachate merupakan zat pencemar yang sangat berbahaya, karena karakteristiknya yang mengandung kadar organik yang tinggi, bahkan tidak jarang juga mengandung kadar logam berat. Leachate dapat didefinisikan sebagai cairan yang menginfiltrasi melalui tumpukan sampah dan telah mengekstraksi material terlarut maupun tersuspensi(Tchobanoglous, 1993). Di kebanyakan landfill, leachate terbentuk dari cairan yang memasuki area landfill dari sumber-sumber eksternal, seperti drainase permukaan, air hujan, air tanah, dan cairan yang diproduksi dari dekomposisi sampah, sedangkan leachate yang ditimbulkan dari kadar air yang terkandung dari dalam sampah dapat diabaikan dalam perhitungan, karena jumlahnya yang relatif kecil. Leachate memiliki karakteristik yang khas, yaitu tingginya kandungan organik, logam, asam, garam terlarut, dan mikro organisme. Karakteristik tersebut menyebabkan leachate menjadi sangat berbahaya untuk lingkungan dengan potensial kontaminasi melebihi daribeberapa limbah industri (Orta et al, 1999).
Leachate adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materimateri terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas leachate akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. 1. Tehnik pengambilan sampel leachate Dalam pengambilan sampel leachate, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Posisi pengambilan sampel b. Waktu pengambilan sampel apakah setelah hujan atau pada saat musim kemarau c. Pengambilan sampel (apakah composit atau grab sampling)Leachate yang berasal dari timbunan sampah yang baru mempunyai nilai BOD dan COD yang sangat tinggi, tetapi semakin lama umur landfill, maka kualitas leachatelandfill juga akan menurun. B. Pemeriksaan kima Leachate 1. BOD dan COD BOD dan COD merupakan indikator keberadaan bahan organik dalam lindi dan kedua parameter ini merupakan komponen terbesar dalam lindi (Qasim, 1994). Menurut Manik (2007), BOD merupakan banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan atau mengoksidasikan bahan organik dalam 1 liter air limbah selama pemeraman (5 x 24 jam pada suhu 20oC). COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oksidator untuk mengoksidasi bahan/zat organik
dalam 1 liter air limbah. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD karena bahan yang stabil (tidak terurai) dalam uji BOD dapat dioksidasi dalam uji COD. Keberadaan bahan organik yang tinggi dalam lingkungan perairan dapat menimbulkan masalah berupa bau, warna dan rasa. Dalam suasana anaerobic (kekurangan oksigen), degradasi bahan organik dapat menghasilkan gas-gas (NH3, H2S dan CH4) yang menyebabkan bau (Samorn et al., 2002). Baku mutu BOD dan COD Limbah cair untuk kegiatan TPA yang tercantum di dalam Pereratura Gubernur DIY no.7 tahu 2010 tersebut adalah BOD ( 75 mg/Lt) dan COD (200 mg/Lt). 2. Pemeriksaan TSS Uji TSS (Total suspended Solid) merupakan suatu cara untuk menguji kadar total padatan terlarut dalam suatu bahanmakanan. Bahan makanan yang dicuciterlalu lama akan menyebabkan
hilangnyakandungan gizi dalam jumlah banyak, selainitu pemanasan yang terlalu lama juga dapatmenyebabkan hilangnya kandungan gizidalam bahan makanan tersebut.Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solute, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak dari pada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Zat Padat Tersuspensi dapat bersifat organis dan inorganis. Zat Padat Tersuspensi dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi antara lain zat padat terapung yang selalu bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan inorganis. Jumlah padatan tersuspensi
dapat dihitung menggunakan Gravimetri, padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga akan mempengaruhi regenerasi oksigen serta fotosintesis (Misnani, 2010). Material tersuspensi mempunyai efek yang kurang baik terhadap kualitas badan air karena dapat menyebabkan menurunkan kejernihan air dan dapat mempengaruhi kemampuan ikan untuk melihat dan
menangkap makanan serta menghalangi sinar matahari masuk ke dalam air. Endapan tersuspensi dapat juga menyumbat insang ikan, mencegah telur berkembang. Ketika suspended solid tenang di dasar badan air, dapat menyembunyikan telur dan terjadi pendangkalan pada badan air sehingga memerlukan pengerukan yang memerlukan biaya operasional tinggi. Kandungan TSS dalam badan air sering menunjukan konsentrasi yang lebih tinggi pada bakteri, nutrien, pestisida, logam didalam air (Margareth, 2009). C. Pemeriksaan fisik dan kimia tanah 1. Suhu Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius (0C). Sedangkan di Inggris dan beberapa Negara lainnya dinyatakan dalam derajat Fahrenheit (0F) 5/9 (F-32) 0F = 9/5(0C)+32
0
C=
Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah juga disebut intensitas panas dalam tanah dengan satuan derajat celcius, derajat farenheit, derajat Kelvin dan lain-lain. (Kemala Sari Lubis, 2007).
Suhu tanah berpengaruh terhadap penyerapan air. Makin rendah suhu, makin sedikit air yang di serap oleh akar, karena itulah penurunan suhu tanah mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman.
Pengukuran suhu tanah dalam klimatologi harus dihindarkan dari beberapa gangguan, baik itu gangguan likal maupun gangguan lain. 2. Kelembaban Kelembaban tanah adalah jumlah air yang ditahan di dalam tanah setelah kelebihan air dialirkan, apabila tanah memiliki kadar air yang tinggi maka kelebihan air tanah dikurangi melalui evaporasi, transpirasi dan transporair bawah tanah. Untuk mengetahui kadar kelembaban tanah dapat digunakan banyak macam teknik, diantaranya dapat dilakukan secara langsung melalui pengukuran perbedaan berat tanah (disebut metode gravimetri) dan secara tidak langsung melalui pengukuran sifat-sifat lain yang berhubungan erat dengan air tanah (Gardner, 1986). Metode langsung secara gravimetri memiliki akurasi yang sangat tinggi namun
membutuhkan waktu dan tenaga yang sangat besar. Kebutuhan akan metode yang cepat dalam memonitor fluktuasi kadar air tanah menjadi sangat mendesak sebagai jawaban atas tingginya waktu dan tenaga yang dibutuhkan oleh metode gravimetri.
3. PH tanah Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH (potential of hydrogen). Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Tanah masam memiliki nilai pH yang rendah atau kadar ion H+ yang
tinggi. Namun sebaliknya, tanah basa memiliki nilai pH yang tinggi atau kadar ion H+ yang rendah. Selain ion H+ dan ion-ion lain di dalam tanah ditemukan pula ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik dengan ion H+ Apabila kandungan H+ dan OH- adalah sama maka tanah bereaksi netral (Hardjowigeno 2003). Menurut Dikti (1991) reaksi masam-basa dalam tanah dapat mempengaruhi tingkat penguraian mineral dan bahan organik,
pembentukan mineral liat, aktivitas jasad renik, ketersediaan hara bagi tanaman dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan dan produksi tanaman sangat ditentukan oleh pH tanah. 4. Nematoda Tanah Nematoda ditemukan di media tanam yang diberi pupuk kandang dan gejala awal adalah menguningnya daun dan gugurnya kuncup bunga yang masih muda. Bagian yang diserang nematode adalah akar adenium. Jika adenium yang sakit dicabut dari potnya akan terlihat semacam umbi di akar serabut. Di samping itu ujung akar serabut banyak yang mati dan pangkal akar mengeriput atau berlubang. Jika dilihat dengan mikroskop akan tampak banyak cacing kecil menggerogoti akar adenium. Kerusakan tanaman disebabkan sekresi air ludah yang diinjeksikan ke dalam tanaman saat nematoda menggigit atau memakan tanaman. Proses ini bisa menyebabkan kematian karena kekuatan akar dan tunas hilang, terbentuk luka, jaringan tanaman membengkak dan
pecah (Heroetadji,1998). Secara umum siklus hidup nematoda parasit tumbuhan itu hampir sama. Telur menetas menjadi larva yang bentuk dan strukturnya sama
dengan dewasa. Larva berkembang dengan melakukan pergantian kulit pada setiap akhir fase. Semua jenis nematoda mempunyai empat fase larva, pada fase ini nematoda sangat aktif menginfeksi akar. Pada pergantian kulit yang terakhir maka dapat diketahui jenis nematoda jantan atau betina. Nematoda jantan ditandai dengan adanya specula. Sedangkan nematoda betina mempunyai vulva dan dapat menghasilkan telur yang fertile setelah mengadakan perkawinan dengan nematoda jantan atau dengan cara parthenogenesis (Semangun,2001). 5. Jamur Tanah Jamur hidup dalam tanah dengan jumlah yang sangat besar dan memperbanyak diri dengan spora serta bersifat heterothropis dengan memanfaatkan karbon sebagai sumber karbon. Sel jamur umumnya termasuk golongan eukaryotes. Jamur penting dalam mendegradasi zat organik sisa tanaman, karena beberapa diantaranya seperti white rot fungi mempunyai kemampuan untuk merombak zat lignin, yang merupakan suatu polimer yang terdapat di dalam bahan tanaman (misalnya kayu) yang sangat sulit dirombak oleh enzim bakteri, karena memiliki ikatan -glycosidic. Jamur mampu mengeluarkan suatu enzim peroxidase, yaitu suatu enzim yang dapat menghasilkan radikal hidroksil yang mampu merombak lignin menjadi zat yang dapat didegradasi oleh bakteri. Selain lignin radikal hidroksil dapat mendegradasi chlorinated pestisida seperti DDT, Eldrien dan PCB (watts, 1977). Bila dibandingkan dengan bakteri, jamur memiliki kemampuan untuk hidup pada rentang pH yang lebih luas. Beberapa jamur dapat hidup pada rentang pH rendah 4-5 dan pH tinggi sampai dengan 10. Jamur diklasifikasikan kedalam empat kelas, yaitu Phycomycetes,
Ascomycetes, Fungi imperfekti dan Basidiomycetes. Basidiomycetes merupakan jamur yang aktif di dalam tanah untuk pelapukan dan degradasi zat organik yang berasal dari tumbuhan, bahkan beberapa dapat mendegradasi zat pencemar organik dalam tanah yang berbahaya. D. Penyakit berbasis lingkungan 1. ISPA a. Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan
pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2008). Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes RI, 2008). b. Penyebab ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh beberapa golongan kuman yaitu bakteri, virus, dan ricketsia yang jumlahnya lebih dari 300 macam. Pada ISPA atas 90-95% penyebabnya adalah virus. Di negara berkembang, ISPA bawah terutama pneumonia disebabkan oleh bakteri dari genus streptokokus, haemofilus, pnemokokus, bordetella dan korinebakterium, sedang di negara maju ISPA bawah disebabkan oleh virus, miksovirus, adenivirus,
koronavirus, pikornavirus dan herpesvirus (Parker, 1985 dalam Putranto, 2007). c. Klasifikasi ISPA Menurut Depkes RI tahun 2008, klasifikasi dari ISPA adalah : 1) Ringan (bukan pneumonia) Batuk tanpa pernafasan cepat / kurang dari 40 kali / menit, hidung tersumbat / berair, tenggorokan merah, telinga berair. 2) Sedang (pneumonia sedang) Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan (adentis servikal). 3) Berat (pneumonia berat) Batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor, membran keabuan di taring, kejang, apnea, dehidrasi berat / tidur terus, sianosis dan
adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. d. Cara Penularan ISPA Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara, dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab (Halim, 2000). e. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ISPA Banyak faktor yang mempengaruhi penyakit saluran
pernafasan khususnya pada aspek tenaga kerja adalah penggunaan alat pelindung diri, dan faktor lingkungan yaitu : suhu, kelembaban, konsentrasi debu. 2. Diare Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari . Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) infeksi yang dapat disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio, bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like agen dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4) keracunan yang dapat disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5) Imunodefisiensi dan (6) sebabsebab lain (Widaya, 2004). Pencegahan diare dapat dilakukan dengan memperhatikan penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja, dan pemberian ASI bagi bayi. 3. Leptospirosis a. Pengertian Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama
flood fever atau demam banjir karena memang muncul dikarenakan banjir. Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang
disebabkan oleh mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever, Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice, Field fever, Cane cutter dan lainlain (WHO, 2003). Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia, tikus, anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta leptospira icterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus. b. Penularan Leptospirosis Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak ditemukan di negara beriklim tropis ini, disebabkan oleh Leptospira interrogansdengan berbagai subgrup yang masing-masing terbagi lagi atas serotipe bisa terdapat pada ginjal atau air kemih binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain, maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai dan sebagainya. Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka atau erosi dengan air, tanah, lumpur dan sebagainya yang telah terjemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira (Mansjoer, 2005). Leptospirosis adalah penyaki infeksi akut yang dapat
zoonosis. Leptospirosis adalah zoonosis bakterial berdasarkan penyebabnya, zoonosis berdasarkan tidak cara penularan vektor, merupakan dan dapat direct juga
karena
memerlukan
digolongkan sebagai amfiksenose karena jalur penularan dapa dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan peliharaan seperti babi, lembu, kambing, kucing, anjing sedangkan kelompok unggas serta beberapa hewan liar seperti tikus, bajing, ular, dan lain-lain. Pejamu resevoar utama adalah roden. Kuman leptospira hidup didalam ginjal pejamu reservoar dan dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Menurut Saroso (2003) penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung yaitu : a. Penularan secara langsung dapat terjadi : 1) Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk kedalam tubuh pejamu. 2) Dari hewan ke manusia merupakan peyakit akibat pekerjaan, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan. 3) Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu.
b. Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui : 1) Genangan air. 2) Sungai atau badan air. 3) Danau. 4) Selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan. 5) Jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah. c. Faktor resiko Faktor-faktor resiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung atau terpajan air atau rawa yang terkontaminasi yaitu : 1) Kontak dengan air yang terkonaminasi kuman leptospira atau urin tikus saat banjir. 2) Pekerjaan tukang perahu, rakit bambu, pemulung. 3) Mencuci atau mandi disungai atau danau. 4) Tukang kebun atau pekerjaan di perkebunan. 5) Petani tanpa alas kaki di sawah. 6) Pembersih selokan. 7) Pekerja potong hewan, ukang daging yang terpajan saat memotong hewan. 8) Peternak, pemeliharaan hewan dan dorter hewan yang terpajan karena menangani ternak atau hewan, terutama saat memerah susu, menyentuh hewan mati, menolong hewan melahirkan, atau kontak dengan bahan lain seperti plasenta, cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius saat hewan berkemih. 9) Pekerja tambang.
10) 11)
Pemancing ikan, pekerja tambak udang atau ikan tawar. Anak-anak yang bermain di taman, genangan air hujan
atau kubangan. 12) Tempat rekreasi di air tawar : berenang, arum jeram dan
olah raga air lain, trilomba juang (triathlon), memasuki gua, mendaki gunung. Infeksi leptospirosis di Indonesia umumnya dengan perantara tikus jenis Rattus norvegicus (tikus selokan), Rattus diardii (tikus ladang), danRattus exulans Suncu murinus (cecurt). 4. Penyakit Kulit a. Pengertian Penyakit kulit merupakan suatu penyakit yang menyerang penyakit kulit permukaan tubuh, dan disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Penyakit kulit yang dibahas disini adalah penyakit kulit yang tidak berbahaya atau dalam arti kata lain tidak akan menimbulkan dampak buruk terhadap kelangsungan hidup orang terkena penyakit kulit tersebut, namun cenderung lebih kepada rasa gatal-gatal yang dialami oleh si penderita penyakit kulit atau mungkin juga barakibat rasa malu atau kurang percaya diri. Penyakit kulit terjadi pada adalah penyakit infeksi yang paling umum, dari segala usia. Sebagian besar
orang-orang
pengobatan infeksi penyakit kulit membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan efek. Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orang-orang dari segala usia. Sebagian besar pengobatan infeksi kulit membutuhkan waktu lama untuk
menunjukkan efek. Masalahnya menjadi lebih mencemaskan jika penyakit tidak merespon terhadap pengobatan. Tidak banyak statistik yang membuktikan bahwa frekuensi yang tepat dari penyakit kulit, namun kesan umum sekitar 10-20 persen pasien mencari nasehat medis jika menderita penyakit pada kulit. Matahari adalah salah satu sumber yang paling menonjol dari kanker kulit dan trauma terkait. b. Jenis-jenis Penyakit Kulit Berikut ini adalah :jenis-jenis penyakit kulit yang cukup sering menyerang manusia: 1) Eksim Merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan kulit kemerah-merahan, bersisik, pecah-pecah, terasa gatal terutama pada malam hari (eksim kering), timbul gelembung-gelembung kecil yang mengandung air atau nanah, bengkak, melepuh, tampak merah, sangat gatal dan terasa panas dan dingin yang berlebihan pada kulit (eksim basah). Bagian tubuh yang sering diserang eksim yaitu tangan, kaki, lipatan paha, dan telinga . Eksim disebabkan karena alergi terhadap rangsangan zat kimia tertentu seperti yang terdapat dalam detergen, sabun, obatobatan dan kosmetik, kepekaan terhadap jenis makanan tertentu seperti udang, ikan laut, telur, daging ayam, alkohol, vetsin (MSG), dan lain-lain. Eksim juga dapat disebabkan karena alergi serbuk sari tanaman, debu, rangangan iklim, bahkan gangguan emosi. Eksim lebih sering menyerang pada orang-orang yang berbakat alergi. Penyakit ini sering terjadi berulang-ulang atau kambuh.
Oleh karena itu harus diperhatikan untuk menghindari hal-hal atau bahan-bahan yang dapat menimbulkan alergi (alergen.) 2) Kudis (Scabies) Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
parasit/tungau yang gatal yaitu Sarcoptes scabiei var hominis. Kudis lebih sering terjadi di daerah yang higienisnya buruk dan menyerang orang yang kurang menjaga kebersihan tubuhnya. Gejala yang timbul antara lain : timbul gatal yang hebat pada malam hari, gatal yang terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan, di bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, aerola (area sekeliling puting susu), dan permukaan depan pergelangan. Penyakit ini mudah sekali menular ke orang lain secara langsung misalnya bersentuhan dengan penderita, atau tidak langsung misalnya melalui handuk atau pakaian. 3) Kurap Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Gejalanya antara lain yaitu ; kulit menjadi tebal dan timbul lingkaran-lingkaran, bersisik, lembab, berair, dan terasa gatal, kemudian timbul bercak keputih-putihan. Kurap biasanya timbul karena kurang menjaga kebersihan kulit. Bagian tubuh yang biasanya terserang kurap yaitu tengkuk, leher, dan kulit kepala. 4) Bisul (Furunkel) Bisul merupakan infeksi kulit berupa benjolan, tampak memerah, yang akan membesar, berisi nanah dan terasa panas, dapat tumbuh di semua bagian tubuh, namun biasanya tumbuh pada bagian tubuh yang lembab, seperti : leher, lipatan lengan,
atau lipatan paha, kulit kepala. Bisul disebabkan karena adanya infeksi bakteri Stafilokokus aureus pada kulit melalui folikel rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat yang kemudian menimbulkan infeksi lokal. Faktor yang meningkatkan risiko terkena bisul antara lain kebersihan yang buruk, luka yang terinfeksi, pelemahan diabetes, kosmetika yang menyumbat pori, dan pemakaian bahan kimia. 5) Campak (Rubella) Merupakan penyakit akut menular yang disebabkan oleh virus, dan biasanya menyerang anak-anak. Gejala dari penyakit ini adalah demam, bersin, pilek, sakit kepala, badan terasa lesu, tidak napsu makan, dan radang mata. Setelah beberapa hari dari gejala tersebut timbul ruam merah yang gatal, bertambah besar, tersebar ke beberapa bagian tubuh. c. Upaya Pencegahan Penyakit Kulit Adapun Upaya Pencegahan Terjadinya Penularan Penyakit Kulit adalah: 1) Tingkatkan kebersihan giri 2) Tingkatkan kekebalan tubuh dengan cara banyak mengkonsumsi makanan bergizi (multivitamin) dan istirahat yang cukup. 3) Hindari kontak langsung dengan penderita, bila
bersinggungan/bersentuhan dengan penderita segera cuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir bila perlu menggunakan sabun. 4) Hindari penggunaan perlengkapan pribadi secara bersamaan (selimut, pakaian, handuk, sabun mandi, dll).
5) Lakukan perawatan dan pengobatan pada anggota keluarga yang menderita penyakit kulit yang cenderung menular. Dampak yang mungkin terjadi bila penyakit kulit yang cenderung menular tidak diutangani secara cepat dan benar 1) Gangguan rasa nyaman gatal meningkat/berlarut-larut 2) Meningkatkan risiko penularan kepada anggota keluarga yang lain 3) Kerusakan jaringan kulit 4) Gangguan/hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari 5) Masalah kesehatan kemungkinan bertambah (gangguan
pemenuhan kebutuhan istirahat). 5. Cacingan a. Pengertian Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk Nematoda usus. Sebagian besar dari Nematoda ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) diantaranya yang tersering adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris trichiura (Gandahusada, 2000). 1) Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes definitif cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat
bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Di tanah, dalam lingkungan yang sesuai telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa kemudian di alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru. Setelah itu melalui dinding alveolus masuk ke rongga alveolus, lalu naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut
memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa (Gandahusada, 2000). Telur A. lumbricoides keluar bersama tinja, pada tanah yang lembab dan tidak terkena sinar matahari langsung telur tersebut berkembang menjadi bentuk infektif. Infeksi A.
lumbricoides terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (Menteri Kesehatan,2006). 2) Ancylostoma (cacing tambang) Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah dua spesies cacing tambang yang dewasa di manusia. Habitatnya ada di rongga usus halus. Cacing betina menghasilkan 9.000-
10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru larvanya menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Menteri Kesehatan , 2006). 3) Trichuris trichiura Trichuris trichiura betina memiliki panjang sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000-5.000
butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuningkuningan dan bagian di dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang dalam waktu 36 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30-90 hari (Gandahusada, 2000). Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah
kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum kira 30 derajat celcius. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30-90 %. Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis,
pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah
adalah pentingapalagi di negera-negera yang memakai tinja sebagai pupuk (Gandahusada, 2000). E. Perilaku Hidup Bersih Sehat Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yangdilakukan atas kesadaran semua anggota keluarga dan masyarakat, sehinggakeluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehatmenjadi perilaku sehat, dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Olehkarena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggotarumah tangga serta diperjuangakan oleh semua pihak secara keseluruhan(totalitas). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat harus diterapkan dalam setiap sisi kehidupan manusia kapan saja dan dimana saja. PHBS di rumah tangga/keluarga, institusi kesehatan, tempat-tempat umum, sekolah maupun di tempat kerja karena perilaku merupakan sikap dan tindakan yang akan membentuk kebiasaan sehingga melekat dalam diri seseorang. Perilaku merupakan respon individu terhadap stimulasi baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam Indonesia Sehat dan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban negara dan masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan.
F. Personal hygiene Kebersihan Pribadi atau Personal higiene adalah faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang mendapat penyakit karena tidak memperhatikan faktor kesehatan.
Kebersihan adalah pangkal dari kesehatan merupakan motto yang perlu diingat, dilaksanakan, di setiap tempat dan di setiap waktu. Hendaknya kebersihan ditanamkan sejak dini
1. Alat dan Bahan a) Jerigen b) Plastik c) Karet d) Alat tulis e) Kertas label 2. Prosedur kerja a) Menyiapkan alat dan bahan. b) Memasukkan limbah leachate ke dalam dirigen sampai penuh melalui dinding dirigen agar tidak terjadi aerasi. c) Menutup dirigen dengan plastic dan mengikatnya dengan karet. d) Yang terakhir adalah memberikan label pada dirigen.
2. Prosedur kerja a) Menyiapkan alat yang diperlukan. b) Meletakkan auger di permukaan tanah. c) Memutar pegangan auger perlahan-lahan ke arah kanan dengan disertai tekanansampai seluruh kepala bor terbenam sampai kira-kira kedalaman 15cm. d) Auger perlahan dikeluarkan dari tanah dengan memutar pegangan auger ke arah kiri dengan disertai tarikan. e) Mengambil sampel tanah dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label. f) Memasukkan plastik yang berisi sampel tanah ke dalam tremos supaya suhu tetap terjaga.
4) H2SO4 pekat 5) Larutan Na2S2O3 0,025 N 6) Air pengencer ( terdiri dari: akuades; CaCl2 25%; MgSO4; FeCl3; buffer phosfat)
2. Cara kerja
a. Menentukan DO awal 1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam keadaan bersih 2) Mengukur volume botol O2 dengan mengisi botol hingga penuh, kemudian tuang pada gelas ukur 500 ml. Catat volumenya. 3) Mengisikan sampel ke dalam botol O2 dengan melalui dinding botol hingga benar-benar penuh kemudian tutup. 4) Menambahkan pereaksi O2 dan larutan MnSO4 40 % masingmasing 2 ml dengan pipet ukur 10 ml kemudian gojok. 5) Mengamati endapan yang terbentuk. Jika endapan berwarna putih (O2=nol) pemeriksaan berhenti, jika endapan berwarna cokelat, pemeriksaan dilanjutkan. 6) Jika endapan berwarna cokelat, tambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Gojok hingga endapan larut dan berwarna kuning. 7) Mengitung X ml sebagai larutan yang tumpah, ditambah dengan 200 ml untuk titrasi pada tahap selanjutnya. 8) Dari botol O2 , menuangkan 200 ml + X ml dengan gelas ukur 500 ml kemudian pindahkan ke labu erlenmeyer 500 ml. 9) Mengisikan buret basa dengan titran Natrium tiosulfat 0,025 N hingga volume awal= nol. Catat volume awal.
10)
mikropipet. Gojok hingga homogen (biru). 12) Melanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang. Catat
volume akhir dan volume titrasi. 13) Melakukan pengenceran sesuai dengan kadar DO segera
yang tercatat. 14) Mengencerkan air sampel dengan pengencer yang dibuat
dari campuran 1 liter akuades ditambah 1 ml CaCl 2 2,25% ditambah 1 ml MgSO4 1,15% ditambahkan 1 ml buffer phosfat dan FeCl3 diaerasi selama 30 menit. 15) rumus 16) Memasukkan sampel sesuai hasil hitungan dan tambahkan Menentukan jumlah sampel yang akan diambil dengan
air pengencer ke dalam gelas ukur sampai voliume 700 ml. b. Pemeriksaan Air campuran (air sampel + air pengencer) 1) Setelah melakukan pengenceran air sampel, tuang air campuran ke dalam dua botol O2 hingga penuh kemudian tutup. 2) Melabeli dengan AC1 dan AC2. 3) Meletakkan AC2 pada inkubator BOD selama 5 hari 20oC 4) Menghitung DO AC1 dengan langkah DO segera 5) Setelah 5 hari, hitung AC2 sama seperti penghitungan DO AC1 6) Mencatat dalam tabel pengamatan c. Pemeriksaan Air pengencer
1) Mengisikan dua botol O2 dengan air pengencer hingga penuh dan tutup 2) Melabeli dengan AP1 dan AP2 3) Meletakkan AP2 pada inkubator BOD selama 5 hari 20oC 4) Menghitung DO AP1 dengan langkah penghitungan DO segera 5) Setelah 5 hari, hitung DO AP2 sama seperti penghitungan DO AP1 6) Mencatat dalam tabel pengamatan.
2. Alat dan bahan a. Alat 1) Tabung Ulir 2) Labu Erlenmeyer 3) Gelas Ukur 4) Bekker Glass 5) Pipet Tetes b. Bahan 1) Aquadest 2) Air Sampel limbah outlet TPA Piyungan 6) Micro Pipet 7) Statif 8) Buret Asam 9) COD Reactor
3) Air Blanko 4) H2SO4 pro COD 5) K2Cr2O7 0,25 N 6) HgSO4 kristal 7) Indikator Ferroin 8) FAS 0,1 N 3. Cara kerja a. Menyiapkan alat dan bahan. b. Mensterilkan semua alat yang akan digunakan dengan cara membilasnya dengan aquadest sebanyak 3 kali. c. Untuk Blanko (A) Memasukkan 2 ml aquadest + 3 ml H2SO4 pro COD + 1,00 ml K2Cr2O7 + sepucuk sendok HgSO4 kristal ke dalam tabung ulir A. d. Untuk Sampel (B) Memasukkan 2 ml sampel + 3 ml H 2SO4 pro COD + 1,00 ml K2Cr2O7 + sepucuk sendok HgSO4 kristal ke dalam tabung ulir B. e. Memanaskan tabung ulir A dan tabung ulir B di dalam reaktor COD selama 2 jam. f. Jika sudah 2 jam, diangkat dan membiarkannya sampai dingin.
h. Memindahkan larutan pada tabung ulir A dan B ke dalam labu Erlenmeyer A dan B. i. Menambahkan 3-5 tetes indikator ferroin ke dalam setiap labu Erlenmeyer. j. Menitrasi tabung Erlenmeyer A dan B dengan FAS 0,1 N hingga warna berubah menjadi merah bata atau coklat. k. Mencatat ml titrasi. l. Melakukan Perhitungan.
E. Pemeriksaan TSS 1. Alat dan Bhan a. Alat 1) Erlenmeyer 100 ml 2) Oven 3) Desikator 4) Neraca Analitik 5) Petridish b. Bahan 1) Air sampel (limbah outlet TPA Piyungan) 2) Aquadest 3) Kertas saring 2. Cara kerja a. Menyiapkan alat dan bahan. 6) Pipet Ukur 10 ml 7) Gelas kimia 100 ml 8) Pinset / Kruistang 9) Kompor Listrik 10) Corong kaca
b. Memasukkan kertas saring ke dalam oven pada suhu 105selama 1 jam. c. Memasukkan kertas saring ke dalam desikator selama 30 menit dengan menggunakan alat bantu pinset. d. Menimbang kertas saring (KS) dengan menggunakan neraca analitik. e. Mengambil 50 ml air sampel lalu mengencerkan dengan 50 ml aquadest, kemudian menyaring dengan corong kaca yang sudah ditimbang ke dalam gelas kimia. f. Membilas kertas saring dengan aquadest kurang lebih 5-10 ml. Kemudian memindah kertas saring ke dalam petridish. g. Memasukkan petridish tersebut ke dalam oven pada suhu 105selama 1 jam, lalu memasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. h. Menimbang kembali kertas saring (KS) dengan neraca analitik. i. F. Memasukkan hasilnya ke dalam data praktikum.
Pemeriksaan Fisik ( Suhu, kelembaban dan pH) tanah 1. Alat dan Bahan a. Thermometer b. pH soil meter c. Alat tulis d. Auger
e. Lahan tanah 2. Cara Kerja a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. b. Menentukan lokasi yang cocok untuk praktikum, sebaiknya kondisi tanah dalam keadaan normal, tidak kering dan tidak basah. c. Apabila sudah menemukan lokasinya , maka mulai mengebor tanah menggunakan auger dengan kedalaman 15-25 cm. d. Mengukur suhu tanah dengan cara memasukkan thermometer arah vertical ke dalam tanah. Mengamati dan mencatatnya. e. Mengukur pH dan kelembapan tanah dengan menggunakan pH soil meter. f. pH soil meter dimasukkan kedalam tanah sampai lempeng yang ada di bagian bawah menancap pada tanah. g. Mengamati perubahan jarum dan mencatat hasil untuk pH tanah. h. Untuk mengukur kelembapan, yaitu dengan cara menekan tombol yang berada pada samping pH soil meter. Mengamati perubahan jarum dan mencatat hasilnya. i. Mengubur lubang tanh kembali sampai rata.
a. Alat 1) Tabung reaksi 3) Labu erlenmeyer 5) Petri dish 7) Pipet ukur 2) Mikroskop 4) Timbangan 6) incubator 8) Obyek glass
9) Pipet tetes 11) Alat bantu hisap 13) Ose tumpul b. Bahan 1) Aquades 2) PDA (Potato dextrose Agar ) 2. Cara kerja a) Pemeriksaan jamur pada sampel tanah
14) Label
1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2) Memberi kde tabung reaksi dan petri dish sesuai dengan tingat pengenceran missal : 10 2, 10 3 3) Menimbang sampel tanah sebanyak 10 gr lalu Memasukkan sampel tanah kedalam labu erlenmeyer
4) Menambahkan aquades sebanyak 100 ml dan menggojok sampel sampa homogen 5) Mengambil 1 ml sampel dengan pipet steril dan memasukkan kedalam tabung reaksi yang sudah berisi 9 ml aquades (pengenceran 102) 6) Mengambil sampel dengan pengenceran 102 sebanyak 2 ml, 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi (pengenceran 10 3 ) dan 1 ml dimasukkan kedalam petri dish (kode 102 ) 7) Mengambil sampel dengan pengenceran 103 sebanyak 1 ml dan memasukkan kedalam petri dish (kode 103 ). 8) Masing-masing petridish ditambah PDA steril cair suhu 45-500 C 9) Mengggoyang pelan-pelan agar pertumbuhan koloni merata 10) Menunggu sampai beku 11) Mengeramkan pada incubator 370 C selama 2x24 jam dalam posisi terbalik 12) Mengamati hasilnya dibawah mikroskup. b. Pengamatan Jamur 1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2) Mengambil jamur yang positif (+) dengan menggunakan ose tumpul 3) Menaruh jamur pada obyek glass dan menetesi dengan aquades
4) Menutup bagian atas obyek glass dengan deck glass 5) Mengamati dibawah mikroskup di mulai dengan perbesaran lemah H. Pemeriksaan telur nematode usus pada sampel tanah 1. Alat dan Bahan a. Alat 1) Labu Erlenmeyer 2) Obyek glass 3) Deck glass 4) Sendok tanduk b. Bahan 1) NaOH 0,4 % 2) Aqades 3) Nacl jenuh 5) Tabung reaksi 6) Rak tabung reaksi 7) Mikroskop 8) Pepet tetes
2. Cara Kerja a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunkan. b. Mengambil sampel tanah sebanyak 5 gr dan memasukkan kedalam labu Erlenmeyer. c. Memasukkan NaOH 0,4 % sebanyak 10 ml kedalam labu Erlenmeyer. d. Menggojok larutan hingga kuat, dan mendimkan selama 15 menit.
e. Membuang cairan bagian atas (supernatan)dan disisakan endapannya. f. Mencuci endapan dengan 40 ml aquades sebanyak 2 kali dan di diamkan 15 menit. g. Menambah 50 ml larutan NaCL jenuh dan menggojoknya. h. Menuangkan kedalam 3v tabung reaksi pendek hingga penuh. i. j. Mendiamkan selama 15 menit, setelah itu tutup dengan deck glass. Mengambil dec glass dan meletakkan diatas obyek glass.
Wawancara dengan kuesioner dan cheklist 1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan 2. Menatang pemulung yang sedang Istirahat 3. Memperkenalkan diri serta meminta iin untuk melakukan wawancara 4. Mengadakan wawancara dengan pemulung untuk memperoleh data pendukung dengan kuesioner dan Check list sesuai data yang 5. Mencatan hasil jawaban responden 6. Mengucapkan terimakasih serta meminta maaf apabila telah melakukan salah 7. Menganalisis penyakit yang mungkin pernah diderita oleh pemulun
i.
V botol O2 280 ml
j.
V botol O2 300 ml
2. Pemeriksaan COD Data praktikum No. 1) 2) Kode Blanko Sampel perhitungan Kadar COD = 1000 (ml.titrasi blanko - ml.titrasi sampel) x 0,1 x F x BE O2 2 = 1000 x (5 2) x 0,1 x 1 x 8 2 = 500 (3x 0,1 x 8) = 1200 mg/l Vol. Awal 0 ml 30,5 ml Vol. Akhir 5 ml 32,5 ml Vol.Titrasi 5 ml 2 ml
3. Pemeriksaan TSS No 1. Perlakuan Kertas saring (KS) Berat awal (gram) 53,9240 Berat akhir (gram) 53,9350
Suhu
: 29 oC
Kelembaban : 20 % pH :8
5. Pemeriksaan jamur pada sampel tanah Dari hasil praktikum pemeriksaan jamur pada sampel tanah yang di ambil dari TPA piyungan pada hari Rabu,5 juni 2013, setelah di amati dibawah mikroskup hasil yang diperoleh adalah : Pengenceran 10 2 Pengenceran 10 3 : terdapat jamur Rhizhopus : Terdapat jamur Rhizhopus
6. Pemeriksaan telur nematode usus pada sampel tanah Dari hasil praktikum pemeriksaan telur nematode usus pada sampel tanah yang di ambil dari TPA piyungan pada hari Rabu,5 juni 2013, setelah di amati dibawah mikroskup hasil yang diperoleh adalah positif (+) terdapat telur trichuris triciura. J. Wawancara dengan kuesioner dan checklist Kuesioner ini dibikin oleh anak kelas non reg A berjumlah 39 orang dengan penyebaran kuesioner terhadap 27 responden. 1. Perbandingan jenis kelamin responden di TPA Piyungan Dari praktikum lapangan yang telah dilakukan didaptkan hasil sebagai berikut : Tabel. 1. Jenis kelamin responden di TPA Piyungan Jenis kelamin 1 2 TOTAL Laki-laki Perempuan Jumlah (orang) 15 12 27 Persentase (%) 55,6 44,4 100
2. Perbandingan tingkat pendidikan responden TPA Piyungan Tabel 2. Tingkat pendidikan responden di TPA Piyungan No 1. 2. 3. TOTAL Pendidikan SD SMP Tidak Sekolah Jumlah (orang) 12 3 12 27 Prosentase (%) 44,4 11,2 44,4 100
3. Perbandingan Usia responden TPA Piyungan Tabel 3. Usia responden di TPA Piyungan No 1 2 3 4 5 TOTAL Umur (tahun) 11-20 21-30 31-40 41-50 >50 Jumlah (orang) 1 0 6 11 9 27 Prosentase (%) 3,70 0 22,2 40,7 33,3 100
4. Perbandingan lama respoden bekerja di TPA Piyungan Tabel 4. Lama kerja responden di TPA Piyungan No 1 2 3 4 TOTAL Lama kerja (tahun) 2-4 5-7 8-10 >10 Jumlah (orang) 3 5 7 12 27 Prosentase (%) 11,1 18,5 25,92 44,4 100
NO 1. 2. 3. 4. 5.
JENIS PENYAKIT PENYAKIT DIARE PENYAKIT ISPA PENYAKIT KULIT PENYAKIT CACINGAN PENYAKIT LEPTOSPIRO SIS
JML RESPONDEN 27 27 27 27 27
SKOR MAXIMAL 11 15 15 17 8
PRESENTA SE (%)
B. PEMBAHASAN 1. Pemeriksaan BOD Pemeriksaan BOD merupakan pemeriksaan untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme untuk kebutuhan hidupnya. Pemeriksaan ini dapat digunakan berbagai macam air sampel, baik air bersih nmaupun air limbah. Pada praktikum ini, sampel pemeriksaan BOD diambil dari air lecheate yang diambil dari TPA Piyungan. Yang mana air lecheate itu sudah mengalami beberapa tahap pengolahan. Pengambilan sampel air lecheate di outlet pembuangan, di dekat saluran pembuangan lecheate yang siap dialirkan ke badan air. Percobaan ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penghitungan DO air campuran, dan DO air pengencer. Pengenceran dilakukan sebanyak 700 kali, sebab apabila sampel diperkirakan memiliki kadar DO yang rendah. Sedangkan DO air pengencer dan DO campuran yang akan dihitung untuk dapat menentukan kadar BOD. Kemudian, dihitung jumlah
air sampel yang dibutuhkan untuk diencerkan hingga volume 700 ml dengan rumus (x: jumlah pengenceran). Pada pemeriksaan ini ditentukan 700 kali pengenceran, sehingga setelah dihitung didapatkan 1ml air sampel yang diencerkan hingga volume 700 ml dengan air pengencer. Setelah itu, menuangkan air campuran tersebut dalam dua botol O2 yang salah satunya dieramkan selama 3 hari 28 oC dalam inkubator BOD. Dengan cara yang sama, kedua-duanya dihitung kadar DOnya. Kemudian, untuk selanjutnya yaitu, menghitung DO air pengencer. Pada tahap ini, hanya air pengencer saja yang diambil ke dalam dua botol O2 tanpa tambahan air sampel, yang juga salah satunya dieramkan dalam inkubator BOD selama 5 hari 20 oC. Kemudian lakukan penghitungan kadar DO air pengencer dan mencatat hasilnya. Setelah diketahui kadar DO air pengencer dan campuran, baik yang langsung dihitung maupun yang dieramkan terlebih dahulu untuk mengetahui kadar DOnya barulah kita bisa untuk menghitung kadar BODnya dengan rumus yang ada. Untuk menghitung kadar BOD juga ada dua tahap untuk mengetahuinya, yaitu menghitung BOD air pengencer, menghitung BOD air campuran barulah dapat diketahui BOD air sampel. Untuk menghitung BOD air campuran dengan rumus ( AC1: air campuran segera, AC2: air campuran eraman) dan didapatkan kadarnya 0,4 mg/L. Untuk menghitung BOD air campuran rumusnya (AP1: air pengencer segera, AP2: air pengencer eraman), sehingga didapatkan kadarnya 0,3 mg/L. Sehingga untuk mendapatkan kadar BOD air sampel yaitu,
(AC: air campuran, AP: air pengencer, P: jumlah pengenceran) dan didapatkan nilai BOD air sampelnya sebanyak 70 mg/L. Menurut Baku mutu Limbah cair di dalam Pereratura Gubernur DIY no.7 tahu 2010 Limbah cair untuk kegiatan TPA kadar BOD maksimum yang diperbolehkan yaitu 75 mg/L. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kadar BOD pengolahan lecheate yang berada pada outlet sudah memenuhi baku mutu yaitu 70 mg/Lt, sehingga sudah layak disalurkan ke badan air untuk dibuang. 2. Pemeriksaan COD Pemeriksaan COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibituhkan untuk mengoksidasi air limbah. Pada pemeriksaan ini digunakan sampel air limbah ( leacheat) TPA Piyungan. Sebelum melalui pemeriksaan, persiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan dan bersihkan pula alat- alat yang terbuat dari kaca dengan akuades. Tabung reaksi diberi label blanko dan sampel untuk membedakan antara akuades (blanko) dan sampel. Pada tabung blanko isikan 2 ml akuades, 3 ml H2SO4 pro COD , 1,00 K2Cr2O7 dan sepucuk sendok HgSO4. Kemudian gojok hingga homogen dan akan berwarna kuning. Pada tabung sampel bahan yang dicampurkan sama, kecuali akuades dan diganti dengan 2 ml sampel. Gojok hingga homogen kemudian akan berwarna biru kehijauan. Kemudian, kedua tabung tersebut dipanaskan dengan reaktor COD selama 30 menit, pastikan tabung telah tertutup dengan kuat. Pemanasan ini seharusnya dilakukan selama 2 jam, tetapi karena digunakan untuk
keperluan praktikum saja maka hanya 30 menit. Pemanasan ini bertujuan agar terjadi pengoksidasian zat organik oleh K2Cr2O7 karena harus dalam keadaan asam dan panas, setelah itu dilakukan titrasi dengan larutan FAS 0,1 sebagai titrannya. Titrasi dihentikan ketika warna tepat berubah menjadi merah bata atau coklat. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium Kimia Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta bahwa kandungan COD pada limbah cair ( leacheat) TPA Piyungan adalah 1200 atau dalam mengoksidasi air limbah dibutuhkan 1200 mg oksegen setiap liter limbah. Menurut Baku mutu Limbah cair di dalam Pereratura Gubernur DIY no.7 tahu 2010 Limbah cair untuk kegiatan TPA kadar COD maksimum yang diperbolehkan yaitu 200 mg/L. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kadar COD pengolahan lecheate yang berada pada tidak memenuhi baku mutu yaitu 1200 mg/Lt, sehingga belum layak disalurkan ke badan air untuk dibuang. 3. Pemeriksaan TSS Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium Kimia Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta bahwa kadar TSS untuk limbah cair ( leacheat) TPA Piyungan adalah 11 . Pemeriksaan ini dilakukan pada hari Rabu, 5 Juni 2013. TSS adalah kandungan padatan dalam air yang mempunyai ukuran sangat kecil dan tidak dilihat dengan kasat mata. Kandungan TSS biasanya berupa logam, sehingga dengan adanya TSS dalam keadaan yang tinggi maka kekeruhan akan semakin meningkat dan kualitas air limbah semakin menurun. Nilai ambang batas untuk parameter TSS
adalah 75 mg/L sehingga apabila TSS yang dikeluarkan melebihi 75 mg/L maka air limbah tersebut dapat mencemari lingkungan. TSS yang diharapkan adalah TSS yang kurang dari 75 mg/L, sehingga pencemaran air limbah terhadap lingkungan tidak terlalu besar. Kadar TSS untuk limbah cair (leacheat) TPA Piyungan adalah 11 , Menurut Baku mutu Limbah cair di dalam Pereratura Gubernur DIY no.7 tahu 2010 Limbah cair untuk kegiatan TPA kadar TSS maksimum yang diperbolehkan yaitu 75 mg/L. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kadar TSS pengolahan lecheate yang berada pada outlet masih berada dalam nilai ambang batas normal. 4. Pemeriksaan Fisik ( Suhu, kelembaban dan pH) tanah Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel tanah di TPA Piyungan didapat hasilnya sebagai berikut : Hasil yang didapat pada pengukuran suhu ialah 29 oC. Jumlah suhu tersebut merupakan suhu yang dikehendaki atau suhu yang baik bagi pertumbuhan tanaman karena berkisar antara 20 derajat sampai 37 oC. Umumnya tumbuhan tidak tumbuh di bawah suhu 0 oC dan di atas 40 oC. Suhu optimum adalah suhu yang paling sesuai dengan pertumbuhan tumbuhan. Kelembaban tanah pada TPA Piyungan mempunyai kelembaban yang rendah yaitu 20 %. Hal ini disebabkan karena tanahnya merupakan tanah kering sehingga kadar air yang terdapat di dalamnya rendah, sehingga kelembaban tanahnya juga ikut rendah. Kelembaban tanah tergantung pada kandungan zat-zat organik di dalamnya. Makin tinggi kandungan bahan organik dalam tanah, makin banyak pula jumlah air yang dapat diikat. Hal
tersebut dapat mengurangi kepadatan struktur tanah sehingga porositas dan sirkulasi menjadi lebih baik. Beberapa tumbuhan yang berkembang biak secara generatif, kelembaban lebih rendah sehingga tumbuhan tersebut berbunga pada awal musim kemarau. pH tanah pada daerah pengamatan yaitu 8 yang menunjukkan pH bersifat netral. Keadaan ini memungkinkan hidupnya spesies tertentu pada keadaan pH tertentu, karena setiap hewan memiliki kisaran toleransi ph tertentu untuk hidupnya. Tanah di TPA Piyungan mengandung air dan garamgaram mineral lainnya yang diserap oleh akar rumput. Sehingga tanahnya agak basah karena kandungan air di dalamnya. 5. Pemeriksaan jamur pada sampel tanah Tanah merupakan media tanam bagi umumnya tumbuhan. Karena di dlam tanah terkandung berbagai macam unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Unsur hara tersebut dibagi menjadu dua jenis besar yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Namun, tidak hanya tanaman yang dapat hidup dan berkembang biak di media tanam tanah. Di dalam tanah juga banyak terkandung mikroorganisme, yang termasuk didalamnya bakteri dan jamu. Jamur dalam bahasa Indonesia aalah semua anggota kerajaan Fungi dan beberapa organismeyang pernah dianggap berkaitan, seperti jamur lendir dan "jamur belah" (Bacteria). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jamur tanah yang tumbuh pada tanahTPA piyungan Metode yang digunakan dalam pemeriksaan jamur pada praktikum ini adalah dengan menggunakan pengenceran. yaitu dengan prinsip melarutkan atau melepaskan jamur dari substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya. Pada praktikum ini pengenceran yang digunakan adalah
dengan cara pengenceran bertingkat dengan tujuan memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba (jamur) yang tersuspensi didalamnya.
Selanjutnya, dilakukan penanaman biakan murni bakteri dan jamur dengan penanaman Pour Plate. jamur ditanam ke dalam cawan petri yang didalamnya telah diisi dengan media agar. Pembiakan jamur yang dilakukan pada praktikum ini dengan menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar) yang terdiri dari kentang 20%, dexstrosa 2%, dan agar 2%. Media PDA merupakan media semi sintetik. Media PDA merupakan tempat dimana terjadi perkembangan dari jamur yang dibiakkan. Jamur menyerap
karbohidrat dari kaldu kentang dan gula serta dari agar yang telah bercampurPenanaman pada media agar bertujuan supaya bakteri dan jamur yang tumbuh dipermukaan agar dapat memperoleh oksigen secara cukup, pertumbuhan koloni dapat menumpuk. Dari hasil praktikum pemeriksaan jamur pada sampel tanah di tempat pembuangan akhir (TPA). Hasil yang diperoleh adalah terdapat jamur rhizhopus (positif) pada pengenceran 102 dan Pengenceran 103 adapun cirricirinya adalah tubuh tersusun oleh hifa, dan membentuk filament.
6. Pemeriksaan telur nematode usus pada sampel tanah Di dalam tanah banyak terkandung mikroorganisme, yang termasuk didalamnya bakteri, parasit dan jamur. Tidak semua mikroorganisme tersebut bermanfaat bagi tumbuhan dan tanah, tetapi banyak mikroorganisme yang menjadi pathogen didalam tanah sehingga merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman sendiri.
Dalam praktikum ini sampel tanah di ambil di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, setelah itu dibawa ke Laboratorium untuk diperiksa telur nematoa usus pada sampel tanah tersebut. Sampel tanah di rendam dengan larutan NaOH 0,4 %. Hal ini karena larutan NaOH mempunyai berat jenis yang lebih ringan dibandingkan dengan telur parasit sehingga telur parasit akan mengendap. Selain itu, juga digunakan NaCl jenuh untuk pengapungan aquadest untuk pencucian sehingga telur akan mudah terlihat apabila diperiksa dengan menggunakan mikroskop. Setelah dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop hasilnya positif (+) terdapat telur trichuris trisiura. Salah satu jenis telur nematode usus yang ditemukan pada sampel tanah adalah telur trichuris triciura dengan cirri-ciri sebagai berikut berukuran 50 54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dlam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk kedalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30 90 hari.
K. Wawancara dengan kuesioner dan cheklist Untuk memperoleh data mengenai gangguan penyakit yang
berhubungan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan Dibutuhkan Kuesioner, kuesioner digunakan pada kegiatan wawancara dengan pemulung untuk mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, sex) masing-masing pemulung, tentang frekuensi mandi, sumber air untuk keperluan sehari-hari, praktik mencuci tangan dan mengganti baju setelah bekerja. Sedangkan Check list digunakan untuk keperluan pengamatan (Observational) yaitu untuk mengamati faktor lingkungan seperti kondisi disekitar TPA apakah dekat dengan pemukiman, dekat dengan penjual makanan kemudian tentang praktik kebersihan diri Hasil wawancara yang telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dan praktik kebersihan diri pada pemulung di TPA Piyungan dengan jumlah responden sebanyak 27 orang. Responden TPA paling banyak yaitu tidak sekolah dan berpendidikan SD dengan persentase 44,4 %, sedangkan yang paling sedikit berpendidikan SMP dengan persentase 11,2%. Sedangkan persebaran umur reponden yang bekerja di TPA Piyungan yakni kisaran terbanyak berada pada rentang usia 41-50 tahun dan paling sedikit berada pada rentang usia antara 21-30 tahun. Selain itu dapat diketahui dapat diketahui bahwa reponden yang bekerja di TPA Piyungan paling lama bekerja>dari 10 (44,4 %) dan paling rendah 2-4 tahun (11,1 %) Dari hasi perhitungan reakapan data dari kuesioner didapatkan hasil peresentase tinggi rendahnya penyakit di TPA Piyungan. Penyakit cacingan merupakan penyakit yang paling rendah yang diidap oleh responden
sebesar 31,15%, sedangkan jenis penyakit yang banyak diidap oeleh responden yakni penyakit diare sebesar 44,44%. Setelah dilakukan analisis mengenai hasil wawancara dengan pemulung di TPA piyunga kebanyakan mengeluh sering merasakan sakit perut, buang air besar dengan tinja yang encer, frekuensi buang air besar sehari lebih dari 4 kali, dan mengalami dehidrasi, apabila mengalami diare kebanyakan pemulung hanya minum obat generik dan jarang membawa berobat ke Puskesmas. Berdasarkan hasil pengamtan kami hal ini dikarenakan kebanyakan dari mereka tidak pernah menggunakan sarung tangan, alas kaki dan masker saat bekerja. Selain itu terdapat banyak lalat dirumahnya kemungkinan makanan yang diolah sudah tercemar oleh lalat sehingga menyebabkan sakit perut. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian diare. Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya diare dan penyakit lainnya adalah dengan memperhatikan penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja, serta selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Seperti mencuci tangan setelah BAB, merebus air sampai mendidih, membuang sampah pada tempatnya dan selalu menjaga kebersihan tempat tinggal supaya tidak dihinggapi binatang penganggu, seperti lalat yang akan menyebabkan penyakit diare.
A. KESIMPULAN 1. Dari hasil pemeriksaan limbah cair outlet TPA Piyungan diperoleh kadar BOD adalah 70 mg/L, kadar COD sebanyak 1200 mg/l dan kadar TSS 0,1 mg/L 2. Dari hasil pemeriksaan sapel tanah TPA Piyungan dadapat positif tercemar telur cacing trichuris triciura dan positif terkandung jamur Rhizopus 3. Dari pemeriksaan fisik tanah diperoleh Suhu (29o C), Kelembaban (20 %) dan pH (8). 4. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kuesioner dan Cheklist dapat dianalisis gangguan penyakit yang dialami pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan adalah penyakit Diare.
B. Rekomenasi 1. Bagi Dinas Kesehatan Dapat menjadi masukan tentang adanya penyakit kulit pada pemulung sampah terutama pemulung di TPA Piyungan, sehingga di masa yang akan datang akan ada suatu program kesehatan kerja yang dapat menjangkau para pemulung. 2. Bagi pemulung Pemulung hendaknya selalu memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja untuk mencegah penyakit kulit dan penyakit lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Annonymous. Sepatu Tertutup Penyebabnya. 2004; www.mydaktarin.com http://www.radarjogja.co.id/component/content/article/2-utama/26877 antisipasi-tpa-piyungan-penuh.html http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/14109/C05pkr.pdf http://llmu-tanah.blogspot.com/2011/12/laporan-pengambilan-sampeltanah.html Budimulya, U. Mikosis. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, FKUI, 1987: 77-79. Malaka, T. Kesehatan kerja dan penyakit akibat kerja. Proceeding Seminar dan Muker I IDKI. Penerbit: pengurus pusat Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia, Jakarta, 1994: 58-60.
LAPORAN PRAKTIK
Disusun Oleh :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ahmad Nur Syahid Dwi Rahma Wati Galih Pandu N Indira Kusumastuti Lusy Ika Susanti Ratna Ariandini Sylviana Rusdwitasari
Non Reguler A KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN 2013