Anda di halaman 1dari 0

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Discharge Planning
1. Pengertian
Discharge planning merupakan suatu rencana yang disusun untuk klien,
sebelum keluar dari Rumah Sakit yang dimulai dari mengumpulkan data sampai
dengan masuk area perawatan yaitu meliputi pengkajian, rencana perawatan,
implementasi dan evaluasi (Fisbach, 1994).
Discharge planning adalah suatu pendekatan interdisipliner meliputi pengkajian
kebutuhan klien tentang perawatan kesehatan diluar Rumah Sakit, disertai dengan
kerjasama dengan klien dan keluarga klien dalam mengembangkan rencana-
rencana perawatan setelah perawatan di Rumah Sakit (Brunner & Sudarth, 2002).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa discharge planning
atau perencanaan pemulangan adalah suatu proses pembelajaran yang melibatkan
klien dan keluarga untuk meningkatkan pemahaman dan mengembangkan
kemampuan klien dan keluarga tentang perawatan di rumah, masalah kesehatan
yang dihadapi, untuk mempercepat penyembuhan menghindari kemungkinan
komplikasi dengan pembatasan aktifitas menciptakan memberikan lingkungan
yang aman bagi klien di rumah.

2. Tujuan
Tujuan dari perencanaan pemulangan pasien adalah :
a. Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan,
kemungkinan komplikasi dan pembatasan yang diberlakukan pada pasien di
rumah.
b. Mengembangkan kemampuan merawat pasien dan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan pasien dan memberikan lingkungan yang aman untuk pasien di
rumah.
c. Menyakinkan bahwa rujukan yang diperlukan untuk perawatan selanjutnya
dibuat dengan tepat (Ester, 2005).
3. Struktur
Menurut Mc.Kecnan dan Coulton (1970) yang dikutip oleh J ackson (1994)
menyatakan bahwa struktur dari perencanaan pemulangan terdiri dari struktur
formal dan informal. Model informal adalah model tradisional dimana perawat
harus berkonsultasi dengan dokter atau pekerja sosial dalam menyusun dalam
sebuah perencanaan pemulangan dan belum adanya suatu dokumentasi tertulis
dalam pelaksanaannya. Struktur formal dimana perencanaan pemulangan dibuat
secara tertulis yang berisikan tentang uraian peran, proses seleksi, penilaian
sistem dokumentasi serta metode evaluasi yang berkelanjutan.
Dugan dan Mossel (1992) yang dikutip oleh J ackson (1994) menyatakan
bahwa pada saat ini telah terjadi perubahan dalam pelaksanaan perencanaan
pemulangan dengan struktur tersendiri dimana perawat sebagai koordinasi dalam
pelaksanaannya dan selalu berkonsultasi dengan klien dan keluarga serta para
profesional lainnya dalam perencanaan pemulangan baik dalam pelaksanaannya.
4. Prinsip
Menurut Anne. M, Angela. D (2000) prinsip dari perencanaan pemulangan terdiri
dari penemuan kasus, pengkajian, koordinasi dan implementasi.
a. Penemuan kasus adalah kegiatan yang dilakukan dengan kerjasama antar
profesi kesehatan yang meliputi profesi keperawatan, medis, dan profesi lain
untuk mengidentifikasi faktor resiko yang akan dapat diatasi oleh pasien
selama perawatan di rumah. Faktor resiko tersebut adalah status kognitif atau
pengetahuan dari pasien mengenai penyakit dan pengobatannya, keadaan
tempat tinggal yang dapat mendukung perawatan pasien, lingkungan
masyarakat yang aman, faktor kultur dan usia.
b. Pengkajian adalah dimulainya mencari dan mengidentifikasikan kebutuhan dari
pasien dengan mencari informasi melalui wawancara dengan pasien dan
keluarga, serta pemeriksaan fisik dan lingkungan yang dapat membantu untuk
menentukan tingkat ketergantungan dari pasien. Hasil pengkajian tersebut
untuk selanjutnya akan didiskusikan dengan tim kesehatan lainnya untuk
menyusun perencanaan pemulangan.
c. Koordinasi adalah komunikasi dan kerjasama antar tim dari multidisiplin
profesi dan ilmu termasuk kerjasama dengan klien dan keluarga dalam
menyusun dan melaksanakan rencana pemulangan.
d. Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana pemulangan yang berisi
rujukan, pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan pemulangan yang
dikerjakan sesuai bidang ilmu keperawatan.
5. Proses
Proses perencanaan pemulangan mengikuti struktur yang sama dengan proses
perawatan yang meliputi : pengkajian, analisa, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi kebutuhan klien ( Kee & Borchers, 1998).
a. Pengkajian
Pengkajian perencanaan pemulangan terdiri dari apa dan kapan maksud
dari apa adalah apa yang harus dikaji dalam perencanaan pemulangan dan
kapan yang berarti kapan pengkajian tersebut dilaksanakan (Bull & Robert,
2001).
Pengkajian tentang apa meliputi lima area yaitu pengkajian area kognitif,
psikologis, status ekonomi atau finansial, akses dan dukungan lingkungan
baik formal maupun informal. Sedangkan untuk mengetahui kapan pengkajian
perencanaan pemulangan dilakukan adalah sejak pasien masuk ke Rumah
Sakit atau pada saat screening atau kontrol kesehatan. Pada tahap ini
diharapkan discharge planner mengetahui semua kebutuhan pasien (Bull &
Robert, 2001).
Pengkajian memerlukan seseorang yang diharapkan mampu melakukan
pengkajian yang meliputi pengkajian terhadap keluarga dan pengkajian pada
support dan dukungan dari masyarakat yang dapat mendukung dalam
perencanaan pemulangan dan pengkajian tentang pengetahuan dan
ketrampilan dari pasien tentang penyakit yang dihadapi, selanjutnya
pengkajian untuk rencana pemulangan akan didiskusikan oleh tim dari
multidisiplin ilmu, pasien dan keluarga. Dalam hal ini perlu kerjasama dengan
tim dari komunitas yaitu puskesmas (Bull & Robert, 2001).
b. Perencanaan
Penyusunan sebuah rencana pemulangan perlu dibentuk sebuah tim dari
berbagai disiplin ilmu yang melibatkan keluarga, sebab keluarga akan
membantu proses pelaksanaan dari perencanaan pemulangan setelah pasien
dipulangkan dari Rumah Sakit.
Literatur Medis menjelaskan bahwa rencana pemulangan merupakan
tanggung jawab dari dokter, sehingga disini dokterlah yang berhak
mengendalikan kerja dari tim dan setiap anggota tim bekerja dan berinteraksi
dalam rangka memenuhi kebutuhan dari klien dan keluarga atas dasar
keahlian masing-masing (J ackson, 1994).
Menurut Markey dan Igo (1987) dikutip oleh J ackson (1994)
menyatakan bahwa yang memiliki peran penting disini justru perawat
terutama dalam menyusun rencana pendidikan kesehatan klien dan keluarga,
hal ini didasarkan bahwa perawat lebih mengerti pada kebutuhan klien selama
dua puluh empat jam, terutama setelah klien di rumah atau post hospitalisasi.
Menurut Simmons (1986) dikutip oleh J ackson (1994) bahwa suatu
rencana pemulangan akan efektif bila ada tanggung jawab bersama dalam
memberikan pelayanan pada klien dan keluarga.
Perencanaan pemulangan didasarkan pada kebutuhan klien yang
didapatkan dari hasil pengkajian lengkap oleh tim sehingga dapat
direncanakan tanggal pemulangan dengan melibatkan pasien dan keluarga dan
pemberi pelayanan. Perencanaan pemulangan juga melibatkan petugas
pelayanan komunitas dalam hal ini adalah puskesmas ( Bull & Robert, 2001).
Perencanaan pemulangan dengan menyiapkan klien dan keluarga
bagaimana memberikan perawatan lanjutan di rumah diantaranya :
1) Mengajarkan pasien dan anggota keluarga tentang cara menangani
perawatan di rumah. Menyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami
apa masalahnya. Memberitahu mereka kemungkinan yang akan terjadi dan
kapan mereka diharapkan pulih total. Memberitahu mereka bagaimana
mengenali kemungkinan masalah kesehatan, dan apa yang dilakukan bila
mereka melihat tanda dan gejala masalah tersebut.
2) Memberitahu pembatasan aktifitas pasien, apa yang dapat dan tidak dapat
dilakukan pasien. Sebagai contoh pasien harus tidur pada sisi yang tidak
dioperasi. Pasien mungkin perlu menghindari aktifitas yang
meningkatkan tekanan pada mata seperti meregang sewaktu buang air
besar.
3) Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga hal-hal yang perlu mereka
lakukan untuk membuat rumah lebih aman dan lebih mudah untuk pasien.
Bila pasien tidur jauh dari kamar mandi dan belum dapat berjalan dengan
baik karena gangguan penglihatan perlu menaruh wadah disamping tempat
tidur dan mendekatkan benda-benda yang kesehariannya dibutuhkan klien.
4) Memberitahu pasien dan keluarga tentang medikasi yang perlu digunakan
pasien. Menyakinkan mereka memahami kapan meminumnya dan
seberapa banyak. Menyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami
penggunaan obat minum sesuai dengan aturan.
5) Mendiskusikan perlunya pola makan atau diit nutrisi yang adekuat.
Memberitahu keluarga ada dan tidaknya makanan pantang tertentu
sehubungan dengan penyakit yang diderita.
6) Memberi pasien dan keluarga instruksi jelas untuk mengatasi nyeri.
Mencoba untuk membantu pasien menjalankan jadwal medikasi sehingga
tidak perlu bangun malam hari. Nyeri berkurang bila obat diberikan
dengan teratur sesuai jadwal. Menjelaskan bahwa nyeri terkontrol bila
obat digunakan sebelum nyeri menjadi hebat.
7) Memberi pasien bahan atau alat yang diperlukan atau memberikan
instruksi tentang cara mendapatkan hal-hal yang diperlukan. Memberitahu
pasien dengan jelas hal-hal yang harus dilakukan dengan instruksi tertulis.
Memeriksa pemahaman mereka dengan meminta mereka untuk
menunjukan cara melakukan prosedur tersebut.
8) Berbicara dengan hati-hati pada pasien dan keluarga tentang ramuan
buatan rumah dan penyembuh tradisional. Mendorong keluarga untuk
memberitahu dokter atau perawat bila pasien mengalami masalah
kesehatan serius.
9) J ika pasien perlu mengikuti perawatan lanjutan di rumah, membuat
rujukan sebelum pasien meninggalkan rumah sakit (Monica, 2005).
Ketika menyiapkan pasien dan keluarga untuk pulang, selalu mengikuti
prinsip dasar penyuluhan pasien yang baik yaitu:
1) Menjadwalkan penyuluhan ketika pasien sadar dan berminat terhadap
pembelajaran.
2) Memulai dengan bahan yang paling ingin pasien ketahui.
3) Bila mempunyai beberapa hal yang ingin diberitahukan kepada pasien,
selalu dengan informasi yang paling sederhana. Selanjutnya informasi
yang lebih rumit.
4) Menggunakan kata-kata yang jelas, umum, bukan kata-kata medis.
5) Menghentikan bila pasien tampak bingung dan tanyakan apakah ia
memahami.
6) Bila perlu mengulangi informasi tersebut, atau menjelaskan dalam kata-
kata yang berbeda sampai anda yakin bahwa ia memahami anda.
7) Mendorong pasien untuk memberikan komentar dan mengajukan
pertanyaan dan untuk menunjukan pada anda apa yang ia ketahui.
8) Mendorong anggota keluarga untuk mengajukan pertanyaan. Memastikan
bahwa mereka memahami apa yang perlu dilakukan.
9) Menggunakan gambar dalam penyuluhan anda dan berikan makalah,
leflet/ folder sederhana dalam bahasa pasien.
10) Memberikan jawaban yang jelas untuk pertanyaan dan memberikan
kenyamanan setenang mungkin, dengan cara tanpa mengatakan bahwa ada
yang tidak benar (Ester, 2005).
c. Implementasi
Menurut Feater dan Nicholas (1985) dikutip oleh J ackson (1994)
menyatakan hubungan yang aktif dan baik antar tim pelaksana dan tersedianya
dukungan dari semua pihak serta adanya fleksibilitas dari organisasi
pelayanan yaitu Rumah Sakit dan Puskesmas. Hal ini adalah faktor yang
berpengaruh pada keberhasilan dalam rencana pemulangan. Oleh karena itu
untuk pelaksanaan pasien meninggalkan rumah sakit perlu diperhatikan yaitu:
1) Ketika pasien meninggalkan rumah sakit, sekali lagi menekankan
informasi yang telah anda berikan sebelumnya dan program dokter untuk
medikasi, tindakan, atau peralatan khusus.
2) Menekankan perjanjian rujukan sehingga pasien jelas tentang hal-hal yang
harus dilakukan.
3) Menyakinkan pasien dan keluarga memahami keterbatasan pasien,
seberapa lama hal ini akan berlangsung, bagaimana mengenali tanda dan
gejala yang perlu diwaspadai, dan tindakan yang harus mereka lakukan
untuk membantu pemulihan pasien semaksimal mungkin.
4) Mendorong pasien dan keluarga untuk datang kembali ke rumah sakit bila
kondisinya tidak membaik atau memburuk.
5) Ketika pasien pulih, memberikan motivasi untuk kembali ke kehidupan
dan perannya yang normal seperti sebelum sakit (Ester, 2005).
d. Out Come
Menurut Staff (1983) dikutip oleh J ackson (1994) bahwa suatu hasil
rehabilitasi yang efektif merupakan kombinasi dari penyusunan perencanaan
pemulangan sebelum klien masuk hingga klien keluar dari Rumah Sakit.
Menurut Coble dan Mayers (1983) dikutip oleh J ackson (1994)
menyatakan evaluasi secara kualitatif akan memberikan gambaran adanya
hubungan antara lamanya hari perawatan dengan besarnya biaya pelayanan
yang dikeluarkan dan proses kepuasan klien terhadap hal tersebut. Apabila
adanya pendekatan tim pada klien secara pribadi akan memberikan hasil
positif yaitu terjadinya pengurangan hari dan biaya perawatan bagi klien.
Marchete dan Holloman(1986) dikutip oleh J ackson (1994) menyatakan
bahwa pendekatan tim pada masa rehabilitasi akan meningkatkan kemampuan
klien dalam menentukan dan mengatur kebutuhannya sehari-hari, melalui tim
ini juga akan mempermudah untuk memperoleh informasi dari pelayanan
kesehatan di masyarakat.
e. Dokumentasi
Perencanaan pemulangan dalam pelaksanaannya perlu adanya standar dalam
dokumentasi (Mc.Kenna, 2000). Perencanaan pemulangan dimulai dari
pencatatan saat pengumpulan data, sampai klien masuk karena perawatan
(Fisbach,1994). Dokumentasi keperawatan merupakan catatan klien pada
proses keperawatan dan pencatatan ini merupakan tanggung jawab dan
tanggung gugat dari pelaksana perawatan. Dokumentasi yang akurat pada
proses perencanaan pemulangan sangat penting dalam proses perawatan yang
aman dan dapat dipertanggungjawabkan ( Nordstrom dan Garduff, 1996). Hal
ini juga untuk menjamin perawatan klien secara berkelanjutan dan
terorganisir.

A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
Selanjutnya Notoatmodjo menambahkan bahwa apabila penerimaan perilaku
baru melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya
apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall). Sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,
dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah didalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur suatu organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formula baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan,
meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar (Suryani, 2006) yaitu
1. Faktor manusia : Faktor ini bisa menyangkut pendidik maupun peserta didik. Hal
yang berperan disini adalah :
a. Kematangan
Kematangan di sini termasuk kematangan fisik, psikis, dan sosial.
b. Pengetahuan yang diperoleh sebelumnya
Sejauh mana pengetahuan yang diperoleh baik oleh pendidik maupun
peserta didik sangat berpengaruh pada proses belajar mengajar. Tentu
akan lebih berhasil bila pendidik maupun peserta didik telah banyak
memperoleh pengetahuan yang sedang dipelajari.
c. Motivasi
Bila pendidik dan peserta didik sama-sama memiliki motivasi yang tinggi
terhadap materi yang sedang dipelajari tentu hasilnya lebih baik daripada
sebaliknya.

2. Faktor beban tugas dan materi pendidikan kesehatan
a. Bentuk beban tugas
Beban tugas untuk mengubah perilaku yang memerlukan ketrampilan otot
seperti mengendarai sepeda tentu akan berbeda dengan hanya perilaku
berupa yang menggunakan kata-kata seperti bernyanyi, membaca puisi
atau membaca.
b. Banyaknya materi beban tugas
Bila beban tugas banyak dan kompleks tentu akan lebih berat daripada
yang materi pembelajaran itu sedikit dan sederhana.
c. J elas
Materi yang jelas maka proses belajar mengajar akan lebih baik.
d. Lingkungan
Lingkungan masyarakat menentang beban tugas pendidikan, tentu akan
sulit untuk berhasil baik.
3. Cara pelaksanaan
a. Fasilitas dan sumber
Bila fasilitas untuk belajar memadai sumber materinya cukup tentu akan
lebih berhasil.
b. Rutinitasnya
Proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara rutin akan jauh lebih
berhasil daripada yang bersifat insidental.


c. Minat dan motivasi
Cara pembelajaran yang dilaksanakan demikianrupa sehingga
membangkitkan minat dan motivasi peserta didik tentu akan lebih
berhasil.
d. Persiapan mental
Kesiapan mental untuk mengikuti pendidikan kesehatan sangat diperlukan.
Bila peserta didik atau pendidiknya lagi ada masalah yang mengganggu
ketentraman jawanya, tentu proses belajar kurang sukses.
4. Feed back atau umpan balik
Feed back atau umpan balik cukup penting untuk dilaksanakan. Pertama
mengenai feed back ini masalahnya bila ujian dibagikan kepada peserta didik,
maka peserta didik akan mengetahui kesalahannya dan akan memperbaiki di
kemudian hari

B. Katarak
5. Definisi
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Asal kata katarak adalah dari kata cataracta atau air terjun.
Mungkin sekali karena penderita katarak seakan akan melihat sesuatu seperti
tertutup oleh air terjun didepan matanya. Bila kekeruhan katarak bertambah tebal,
maka lensa mata akan menjadi keruh seperti kaca jendela yang berkabut (Ilyas,
2004).
2. Penyebab timbulnya katarak
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Beberapa faktor dapat
mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat adalah obat tertentu seperti
eserin (0,25-0,5%), kortikosteroid, anti kolinesterase topikal, sinar ultraviolet B
dari cahaya matahari, efek racun dari rokok, alkohol, gizi kurang vitamin E dan
radang menahun di dalam bola mata. Anak dapat menderita katarak biasanya
merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam kehamilan. Penyakit
infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes mellitus dapat mengakibatkan
kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata. Cedera mata
dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, panas tinggi,
bahan kimia dapat merusak lensa mata (Alan & LeMone, 2000).
3. Klasifikasi katarak berdasarkan usia ( menurut Tjokronegoro, 2000)
yaitu :
a. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
b. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
c. Katarak senile, katarak setelah usia 50 tahun atau lebih.
4. Manifestasi klinik
Katarak mengaburkan penglihatan yaitu pada mata normal cahaya yang
masuk ke kornea melewati pupil dan lensa jernih serta difokuskan terbalik pada
retina. Retina mengubah cahaya ke dalam impuls elektronik dan saraf optik
mengumpulkan dan mengirim impuls tersebut ke otak yang kemudian
menginterpretasikan citra secara tepat. Pada mata dengan katarak cahaya yang
melalui kornea dihambat oleh lensa yang berkabut. Sebagai hasilnya citra kabur
menutupi retina dan citra berkabut dikirim ke otak (Sitepoe, 1996).
Umumnya katarak ditandai dengan adanya keluhan penderita tentang :
Penglihatan yang semakin lama semakin kabur, tidak dapat dikoreksi (dibantu)
lagi dengan kacamata. Mata tidak sakit, tidak merah tetapi silau bila melihat,
seperti melihat dari balik tirai atau kelambu. Kadang-kadang pasien katarak
dini akan melihat benda menjadi ganda atau multipel. Bila merasakan
penglihatan berubah dengan gejala mata lainnya segera memeriksakan mata
untuk mendapatkan keterangan mengenai kesehatan mata. Biasanya pada mata
normal manik mata atau pupil berwarna hitam dan pasien dengan katarak
manik mata akan kelihatan putih (Ilyas, 2004).
Katarak mengaburkan penglihatan yaitu pada mata normal cahaya yang
masuk ke kornea melewati pupil dan lensa jernih serta difokuskan terbalik pada
retina. Retina mengubah cahaya ke dalam impuls elektronik dan saraf optik
mengumpulkan dan mengirim impuls tersebut ke otak yang kemudian
menginterpretasikan citra secara tepat. Pada mata dengan katarak cahaya yang
melalui kornea dihambat oleh lensa yang berkabut. Sebagai hasilnya citra kabur
menutupi retina dan citra berkabut dikirim ke otak (Sitepoe, 1996).
Kata katarak seringkali menakutkan pasien berusia lanjut, namun ini
sebenarnya merupakan salah satu penyakit yang serius yang terakhir diketahui
menyebabkan hilangnya penglihatan dan sebetulnya bersifat reversible (Setyono,
2001).
Pengkajian keperawatan pada pasien katarak biasanya didapatkan :
Kehilangan penglihatan tanpa nyeri secara bertahap, penglihatan kabur atau
menyimpang, cahaya silau berlebihan dari lampu yang terang dan pupil tampak
seperti susu atau putih (Ester, Smeltzer & Bare, 2002).
Evaluasi diagnostik dengan pengujian oftalmologi antara lain dengan
pemeriksaan celah lampu (slit lamp) untuk memberikan ukuran yang lebih jelas
dan memastikan diagnosis kekeruhan. Tonometri untuk menentukan bila ada
peningkatan tekanan intraokuler. Oftalmoskopi langsung dan tidak langsung
untuk mengabaikan penyakit retina. Perimetri untuk mendeteksi adanya
penurunan lapang pandang (Ester, 2002).
The Cataract Management Buideline Panel menganjurkan bahwa petunjuk
terbaik untuk perlu tidaknya tindakan bedah adalah penilaian berdasarkan
gambaran klinis dan uji ketajaman penglihatan snellen dengan memperhatikan
fleksibilitas berkaitan dengan dengan kebutuhan fungsional dan visual spesifik
pasien, lingkungan dan faktor resiko lain yang kesemuanya dapat berbeda-beda
(Tambajong, 2000).
Intervensi pembedahan adalah pengobatan pada katarak. Biasanya hal ini
dilakukan pada salah satu operasi sehari berikut ini :
a. Extra Capsular Cataract Extraction menghilangkan kapsul lensa depan,
meninggalkan kapsul lensa bagian belakang lengkap. Kemudian satu lensa
intraocular dicangkokan pada tempat lensa seseorang. Prosedur ini dapat
dilakukan pada semua usia.
b. Phacoemulsification memecah lensa berkabut dengan getaran ultrasonic,
reruntuhan lensa dihilangkan dengan penghisapan (Sitepoe & Adityarini,
1996).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien katarak adalah :
ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori, kurangnya pengetahuan
mengenai perawatan pasca operasi, pemberian obat, resiko cidera berhubungan
dengan kerusakan penglihatan, nyeri akut berhubungan dengan trauma intervensi
bedah dan defisit perawatan diri, masalah kolaborasi yang muncul : infeksi luka
operasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Intervensi keperawatan yang diberikan pemantauan pada pasien katarak
dengan memeriksa penglihatan pasien dengan teratur pada praoperasi untuk
memantau derajat kerusakan penglihatan dan menentukan kapan pembedahan
dapat dilakukan dan menurunkan stress emosional, penerimaan pembedahan dan
pemahaman instruksi, pencegahan cedera. Pada pasca operasi untuk memantau
hasil pembedahan, mendeteksi adanya komplikasi, menyesuaikan obat dan dosis
pascaoperasi. Memantau tingkat nyeri pasca operasi awitan tiba-tiba dapat
menyebabkan ruptur pembuluh darah atau jahitan dan menyebabkan hemoragi.
Nyeri berat dan mual muntah dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra
okuler (TIO). Mengkaji kemampuan pasien untuk ambulasi dan melakukan
aktivitas secara mandiri pada pasca operasi katarak bila perlu memberikan
perawatan pendukung dan pendikan pada pasien/ keluarga (Ester, 2002).
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan diagnosis perawatan yang
ditegakan dan intervensi keperawatan keseluruhan pada pasien katarak di rumah
sakit diantaranya :
a. Mengorientasikan pada lingkungan yang baru untuk mengurangi ansietas dan
peningkatan keamanan.
b. Menjalankan rutinitas perioperatif sedetil-detailnya sebagai informasi agar
lebih mudah menerima penanganan dan mematuhi instruksi.
c. Mendorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu dan
mendorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan
pasien.
d. Membantu ambulasi pasca operasi sampai stabil, membantu penataan
lingkungan dan jangan mengubahnya tanpa pasien diorientasikan lebih dulu.
e. Menggunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata,
mengganti balutan serta mengawasi dan melaporkan bila ada tanda-tanda
gejala komplikasi seperti : perdarahan, peningkatan tekanan intra okuler
(TIO), infeksi, nyeri yang tidak berkurang dengan obat yang diresepkan,
perubahan atau penurunan fungsi visual, perubahan struktur mata, reaksi
samping obat.
f. Memberikan instruksi pada pasien atau keluarga mengenai pembatasan
aktifitas, menjelaskan hal yang boleh dilakukan dan tindakan yang harus
dihindari.
g. Memberikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep.
h. Mengurangi tingkat pencahayaan dengan cahaya diredupkan, diberi tirai, serta
penggunaan kacamata hitam pada cahaya kuat untuk meningkatkan
kenyamanan pasca bedah.
i. Memberikan instruksi pada pasien atau keluarga mengenai tanda dan gejala
komplikasi yang harus segera dilaporkan.
j. Memberikan pendidikan kesehatan, instruksi/ leflet untuk pasien dan keluarga
mengenai teknik yang benar dalam perawatan pasca operasi katarak untuk
perawatan lanjutan di rumah (menurut smeltzer & Anette, 2002), diantaranya :
1). Pembatasan aktifitas yang diperbolehkan.
a) Menonton televisi, membaca bila perlu tetapi jangan terlalu lama.
b) Mengerjakan aktifitas biasa tetapi dikurangi.
c) Pada awal mandi Waslap selanjutnya menggunakan bak mandi
atau pancuran (dengan pembantu).
d) Tidur dengan perisai pelindung mata pada malam hari, mengenakan
kacamata pada siang hari.
e) Ketika tidur berbaring telentang atau miring pada sisi mata yang
tidak sakit.
f) Aktifitas dengan duduk.
g) Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan.
h) Berlutut atau jongkok pada saat mengambil sesuatu dari lantai.
2). Aktifitas yang dihindari (paling tidak selama 1 minggu).
a) Tidur pada sisi mata yang sakit.
b) Tidur telungkup.
c) Menggosok mata.
d) Mengejan saat buang air besar.
e) Memakai sabun mendekati mata.
f) Mengangkat benda lebih dari 7 kg.
g) Hubungan seks.
h) Mengendarai kendaraan.
i) Batuk, bersin dan muntah.
j) Tidak boleh menundukan kepala sampai ke bawah pinggang,
melipat lutut saja dan punggung tetap lurus untuk mengambil
sesuatu dari lantai.
k) Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi,
condongkan kepala sedikit ke belakang saat mencuci rambut.
3). Penggunaan obat.
a) Pergunakan obat tetes mata dan obat minum sesuai dengan aturan.
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah memakai obat.
c) Untuk meneteskan obat mata, duduklah dengan posisi kepala
condong kebelakang, dengan lembut tarik ke bawah batas kelopak
mata bagian bawah.
d) Menggunakan semua obat mata tepat sesuai dengan resep sehingga
dosis dapat dinilai dan disesuaikan oleh dokter pada kunjungan
kontrol pertama.
4). Pola makan (Diit)
Penderita dianjurkan untuk makan makanan bergizi dan seimbang,
tidak ada pantangan makanan tertentu kecuali klien dengan penyakit
penyerta yang diderita, seperti diabetes mellitus, Hipertensi dan lain-
lain.
5). Melaporkan tanda dan gejala yang tidak biasa.
a) Nyeri pada dan di sekitar mata, nyeri kepala menetap.
b) Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.
c) Nyeri disertai mata merah, bengkak atau keluar cairan dari mata.
d) Nyeri dahi dengan omset mendadak.
e) Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput
pada lapang pandang penglihatan, kilatan cahaya, percikan atau
bintik di depan mata.
6). Waktu kontrol.
Kunjungan setelah operasi dilakukan sesuai anjuran yang telah
ditetapkan.

















D. Kerangka Teori










(Smeltzer & Suryani, 2006)
Pengetahuan
tentang
perawatan
pasca operasi
katarak
Struktur
Formal
Informa
l
Prinsip
pengkajian
koordinasi
implementa
si
Discharge
Planning
Proses
Pengkajian
Perencanaan
Implementasi
Out come
Dokumentasi
Discharge Planning Perawatan Pasien Pasca Operasi
Katarak :
Pembatasan aktivitas:
yang diperbolehkan, dihindari
Penggunaan obat dan pola makan (diit)
Melaporkan tanda dan gejala yang tidak biasa/
perlu diwaspadai
Waktu kontrol
Pengetahuan :
Faktor manusia
Faktor materi penkes
Cara pelaksanaan
Umpan balik



E. Kerangka Konsep



Variabel dependen
Tingkat pengetahuan keluarga
pasien tentang perawatan pasca
i k t k
Variabel independen
Discharge Planning


F. Variabel Penelitian
Sebagai variabel bebas (independen) adalah pemberian discharge planning
tentang perawatan pasca operasi katarak dan variabel terikat (dependen) adalah
tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang perawatan pasca operasi katarak.
G. Hipotesa Penelitian
Ada perbedaan pengetahuan keluarga pasien tentang perawatan pasca operasi
katarak sebelum dan sesudah pemberian discharge planning.

Anda mungkin juga menyukai