Anda di halaman 1dari 9

Borang Portofolio Nama Peserta: dr.

Hanny Rusli Nama Wahana: Puskesmas Purwakarta Topik: Appendicitis Acuta Tanggal (kasus): 21 Agustus 2013 Nama Pasien: Bpk. Hj. K No. RM:

Tempat Presentasi: Puskesmas Purwakarta Obyektif Presentasi: Keilmuan Diagnostik Neonatus Keterampilan Manajemen Bayi Penyegaran Masalah Anak Tinjauan Pustaka Istimewa Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Pasien lansia, laki-laki, usia 57 tahun, datang ke klinik bedah Bayu Asih karena muncul benjolan pada atas lipatan paha sebelah kiri sejak 6 bulan terakhir.

Tujuan: memberikan penanganan dengan cepat dan tepat pada pasien hernia

Bahan bahasan: Cara membahas: Data pasien:

Tinjauan Pustaka Diskusi Nama: Bpk. Hj. A

Riset

Kasus Email

Audit Pos

Presentasi dan diskusi

Nomor Registrasi Terdaftar sejak: 15 Mei 2013

Nama klinik: Ruang Mawar RSUD Bayu Asih Telp: Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Pasien datang ke klinik bedah Bayu Asih dengan keluhan muncul benjolan pada atas lipatan paha sebelah kiri sejak 6 bulan terakhir. Benjolan sebesar telur ayam yang terasa nyeri. Benjolan muncul apabila berdiri dan hilang sendirinya saat pasien sedang tidur. Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok dan sakit batuk yang lama. Pasien menyangkal sering mengangkat berat dan tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini sebelumnya 2. beban Riwayat Pengobatan: Saat di ruang Mawar : IVFD RL 15 tetes/menit Kaltrofen Supp Cefotaxim 2x1 Metronidazole 3x1 3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah muncul benjolan di lipatan paha kiri dan kanan, riwayat merokok (+) 4. Riwayat keluarga: 5. Riwayat pekerjaan: sebelumnya pasien adalah seorang petani

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) 7. Riwayat imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus): 8. Lain-lain: (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM dan TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA) PEMERIKSAAN FISIK: (15/5/2013) Kesadaran compos mentis, GCS 15; Tekanan darah 130/80 mmHg; Nadi 86x/menit, regular; Respirasi 24x/menit; Suhu 36,5 C. Abdomen : datar, soepel, BU (+), hepar dan lien (N) Ditemukan benjolan sebesar telur ayam di lipatan paha sebelah kiri

PEMERIKSAAN LABORATORIUM: (16/5/2013) Hb: 13,0 g/dL Ht: 42,3 % Leukosit: 13.700/mm 3 () Eritrosit: 4,67 juta/mm 3 Trombosit: 215.000/mm 3 Golongan darah: A Rh: + Waktu pembekuan: 1400 Waktu perdarahan: 230

Daftar Pustaka: (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK) 1. Sabiston Textbook of Surgery Ed. 17th. 2004. Elsevier. 2. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Schwartz Principles of Surgery 9 th ed. 2007.New York: The Mc-Graw-Hill Companies Inc. Hasil Pembelajaran: 1. Subjektif Pasien merasakan ada benjolan pada atas lipatan paha sebelah kiri sejak 6 bulan terakhir. Benjolan sebesar telur ayam yang terasa nyeri. Benjolan muncul apabila berdiri dan hilang sendirinya saat pasien sedang tidur. Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok dan sakit batuk yang lama. Pasien menyangkal sering mengangkat beban berat dan tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini sebelumnya 2. Objektif Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan compos mentis. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Tampak ditegakkan berdasarkan: Ditemukan benjolan pada lipatan paha sebelah kiri yang hilang timbul. Hilang saat pasien berbaring dan timbul setiap pasien beraktivitas

3.

Assessment

Definisi Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks vermiformis, penyebab sumbatan lumen yang paling sering adalah fecolit, diikuti hiperplasia jaringan limfoid submukosa yang dikenal dengan gut associate limphoid tissue (GALT), tumor, parasit usus atau benda asing seperti biji buah-buahan atau bubur barium dari pemeriksaan radiologi sebelumnya. Faktor lain yang sangat berperan dalam perjalanan penyakit appendisitis akut adalah kuman dalam lumen appendiks. Kuman yang ada dalam lumen apendiks sama dengan kuman yang ada di dalam kolon, seperti kuman E.coli, Klebsiella, Pseudomonas, Peptostrepcoccus, dll. Setelah terjadi obstruksi lumen, appendiks akan menyerupai suatu kantong tertutup yang disebut closed loop, di dalam lumen akan terjadi penumpukan sekret appendiks dan pada saat bersamaan terjadi perkembangbiakan kuman-kuman dalam lumen, yang mengakibatkan terjadinya reaksi peradangan dan distensi appendiks. Distensi ini mengakibatkan bendungan aliran limfe, aliran vena dan arteri, yang pada akhir proses peradangan ini akan mengenai seluruh dinding appendiks.

Patogenesis Pada tahap awal terjadinya reaksi peradangan appendiks, yang mengalami iritasi baru mukosa dari appendiks sehingga pada saat ini keluhan nyeri semata hanya akibat distensi dari appendiks atau akibat kontraksi otot polos appendiks dalam usaha menghilangkan sumbatan lumen tadi. Secara patologi stadium ini disebut stadium kataral atau akut fokal. Jika reaksi peradangan telah sampai ke serosa disertai adanya proses supuratif akibat ekspansi kuman ke dinding disebut appendisitis supurativa. Stadium selanjutnya bila telah terdapat daerah yang mengalami gangren makan disebut appendisitis akut stadium gangrenosa, yang jika tidak dilakukan pertolongan akan menjadi appendisitis perforasi. Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses penyembuhannya, sehingga hal ini akan mengakibatkan keluhan nyeri sekitar pusar berulang, secara patologi stadium ini disebut appendisitis kronis. Pada stadium supuratif gangrenosa atau mikroperforasi akibat adanya daya tahan tubuh yang baik yang salah satu tandanya adanya proses pendindingan dari appendiks yang meradang oleh omentum (walling off) makan akan terbentuk suatu infiltrasi di kanan bawah yang disebut appendisitis infiltrat.

Manifestasi Klinis Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki. Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Penderita apendisitis juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5 0 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. Pemeriksaan Fisik Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney. Nyeri lepas muncul karena rangsangan peritoneum, sementara rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Dengan pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan nyeri tekan pada arah jam11. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Rigiditas psoas dapat ditemukan bila appendiks letak retrocaecal, terutama bila appendiks melekat pada otot psoas. Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebannyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.

Diagnosis Gejala dan pemeriksaan fisik appendisitis bisa dinilai untuk menegakkan diagnosa appendisitis dengan menggunakan Alvarado Score. Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Keterangan: 0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

Penatalaksanaan Bila diagnosis appendisitis telah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat adalah appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada appendisitis yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi Penatalaksanaan pasien yang dicurigai Appendicitis : o o Puasakan Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. o o o Pertimbangkan KET terutama pada wanita usia reproduksi. Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

o o

Prognosis Kematian dari appendisitis di Amerika Serikat telah terus menurun dari tingkat 9,9 per 100.000 pada tahun 1939, dengan 0,2 per 100.000 pada 1986. Diantara faktor-faktor yang bertanggung jawab adalah kemajuan dalam anestesi, antibiotik, cairan intravena, dan produk darah. Faktor utama dalam kematian adalah apakah pecah terjadi pengobatan sebelum bedah dan usia pasien. Angka kematian keseluruhan untuk anestesi umum adalah 0,06%. Angka kematian keseluruhan dalam apendisitis akut pecah adalah sekitar 3%peningkatan 50 kali lipat. Tingkat kematian appendisitis perforasi pada orang tua adalah sekitar 15% peningkatan lima kali lipat dari tingkat keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai