Anda di halaman 1dari 6

SIALADENITIS

Pengertian Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di glandula submandibularis yang dapat diserati adanya batu (sialolith) atau penyumbatan. Biasanya sistem duktus terjadi kerusakan,. Pembentukan abses dapat terjadi didalam kelenjar maupun duktus. Sering terdapat batu tunggal atau multiple (Gordon, 1996). Sialadenitis merupakan keadaan klinis yang lebih sering daripada pembengkakan parotid rekuren dan berhubungan erat dengan penyumbatan batu duktus submandibularis. Penyumbatan tersebut biasanya hanya sebagian dan oleh karena itu gejala yang timbul berupa rasa sakit postpradial dan pembengkakan. Kadang-kadang infeksi sekunder menimbulkan sialadenitis kronis pada kelenjar yang tersumbat tersebut, tetapi jarang terjadi. Kadangkadang pembengkakan rekuren disebabkan oleh neoplasma yang terletak dalam kelenjar sehingga penyumbatan duktus (Gordon,1996).

Etiologi Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Peradangan kronis dapat terjadi pada parenkim kelenjar atau duktus seperti batu (sialolithiasis) yang disebabkan karena infeksi (sialodochitis) dari Staphylococcus aureus, Streptococcus viridians atau pneumococcus. Selain itu terdapat komponen obstruksi skunder dari kalkulus air liur dan trauma pada kelenjar. Faktor risiko yang dapat mengakibatkan sialadenitis antara lain dehidrasi, terapi radiasi, stress, malnutrisi dan hiegine oral yang tidak tepat misalnya pada orang tua, orang sakit, dan operasi (Gordon, 1996). Sialadenitis paling sering terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60-an, khususnya pada pasien sakit kronis dengan xerostomia,dan pasien dengan sindrom Sjogren, dan pada mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Jadi, etiologi paling umum pada penyakit ini adalah Staphylococcus aureus organisme lain meliputi Streptococcus, koli, dan berbagai bakteri anaerob.

Gambaran klinis Klasifikasi Sialadenitis a. Sialadenitis akut

Sialadenitis akut secara klinik terlihat sebagai pembengkakan atau pembesaran glandula dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta sering juga diikuti dengan demam dan lesu. Regio yang terkena sangat nyeri bila dipalpasi dan sedikit terasa lebih hangat dibandingkan daerah dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terlihat ada aliran saliva, biasanya keruh dan purulen. Pasien biasanya demam dan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang merupakan tanda proses infeksi akut. (Gordon, 1996).

b. Sialadenitis kronis Sialadenitis kronis seringkali timbul apabila infeksi akut telah menyebabkan kerusakan atau pembentukan jaringan parut atau perubahan fibrotic pada glandula. Palpasi pada glandula saliva mayor yang mengalami keradangan kronis dan tidak nyeri merupakan indikasi dan seringkali menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis noduler. Tampaknya glandula yang terkena tersebut rentan atau peka terhadap proses infeksi lanjutan. (Gordon, 1996).

Gejalanya adalah pembengkakan kelenjar liur yang nyeri intermiten dan kronik terutama apabila makan. Pembengkakan biasanya bilateral dan kadang disertai infeksi akut.

c. Sialadenetis supuratif akut

Sialadenitis supuratif akut jarang terjadi pada glandula submandibularis, dan jika ada, seringkali disebabkan oleh sumbatan duktus dari batu saliva atau oleh benturan langsung pada duktus. (Gordon, 1996). Selain adanya pembengkakan parotis akut pada parotitis, terdapat juga eritema pada kulit, nyeri, lemah, trismus, produksi duktus purulen, indurasi, demam atau kombinasi dari gejala-gejala ini. Bakteria yang sering dikulturkan pada saliva yang purulen adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Escheria coli dan Haemophilus influenza.

Manifestasi Klinis Sialadenitis Gejala yang timbul biasanya unilateral dan terdiri dari pembengkakan dan rasa sakit, serta trismus ringan. Pada tahap ini belum dapat dilakukan penentuan diagnosa yang dapat ditentukan bila telah terjadi serangan berulang kali. Pembengkakan terjadi selama 2-10 hari dan serangan terulang kembalisetelah beberapa minggu atau bulan. Pembengkakan yang rekurens dan nyeri didaerah kelenjar submandibula (Haskel, 1990). Demam terjadi jika timbul infeksi, menggigil, dan nyeri unilateral dan pembengkakan berkembang. Kelenjar ini tegas dan lembut difus, dengan eritema dan edema pada kulit di atasnya. Nanah sering dapat dinyatakan dari saluran dengan menekan kelenjar yang terkena dampak dan harus berbudaya. Focal pembesaran mungkin menunjukkan abses. Sekresi air liur yang sangat kental dapat dikeluarkan dari duktus dengan melakukan penekanan pada kelenjar. Kelenjar ini dapat terasa panas dan membengkak (Haskel, 1990). Jadi, gambaran klinis dari sialodenitis yaitu gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu, dan dalam kasus yang parah penderita , demam, dan menggigil.

Submandibular sialadenitis: swelling at the angle of the mandible and the neck.

Patogenesis Umum Terjadi penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan atau trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu ludah paling sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada glandula utama, gangguan sekresi akan menyebabkan stasis (penghentian atau penurunan aliran) dengan inspissations (pengentalan atau penumpukan) yang seringkali menimbulkan infeksi atau peradangan. Glandula saliva utama yang mengalami gengguan aliran saliva akan mudah mengalami serangan organism melalui duktus atau pengumpulan organism yang terbawa aliran darah (Gordon, 1996). Sialodenitis Kronis Aliran yang melambat atau stasis memperburuk fungsi kelenjar liur sehingga menimbulkan kondisi yang rentan terhadap infeksi. Sialadenitis kronik mungkin dapat disebabkan oleh infeksi retrograd dari flora normal oral dan inflamasi kronik akibat infeksi akut berulang. Kemudian inflamasi kronik menyebabkan perubahan pada epitel duktus yang biasanya akan menyebabkan peningkatan musin dalam sekresi, memperlambat aliran dan sumbatan mukosa Sialodenitis Supuratif Akut Pada awalnya terjadi stasis dari aliran saliva pada pasien, kemudian terbentuk obstruksi pada duktus. Stasis mengurangkan kemampuan saliva untuk membantu dalam oral higiene dan sebagai antimikroba.

Pemeriksaan CT-Scan

The left submandibular gland is hypervascular, inflamed, and markedly enlarged (Figure 1 & 2). There is dilatation of the submandibular duct leading to a calculus within the distal aspect of the duct (Figure 3 & 4). There are no drainable fluid collections. There is injection and strading of the overlying dermis (Figure 5). The right submandibular is unremarkable (Figure 2) Sialogram

Sialogram with stenosis secondary to chronic sialadenosis. Pemeriksaan Klinis - Fisik : keadaan umum - Ekstra oral : pelebaran kelenjar

Clinical extraoral photograph of swelling in submandibular region on left side.

HPA

Kelenjar liur yang terkena akan mengalami edema dengan eksudat sel MN (limfosit dan sel plasma) serta fibrosis. Asini kelenjar mengalami atrofi dan kemudian menghilang, duktus kelenjar masih terlihat. Duktus kelenjar ada yang melebar dengan epitel Histologi dari sialadenitis kronis adalah ada berbagai tingkat atrofi asinar, infiltrasi limfoid dengan atau tanpa germinal center, serta fibrosis. Saluran dilatasi terbuka dan

hiperplasia dari lapisan epitel dengan berbagai metaplasias. Perluasan dilatasi akan menghasilkan pembentukan kista. Metaplasia sel goblet menghasilkan musin yang berlimpah.

Dapus: 1. Benign diseases of the salivary glands, Section V, Salivary Glands, Fidelia YuanShin Butt, Current Diagnosis and Treatment, Otolaryngology Head and Neck Surgery, 2nd Edition. Anil K.L, Lange Mc Graw-Hill. 2008. New York.

Anda mungkin juga menyukai