Anda di halaman 1dari 13

DISIPLIN KERJA : TINJAUAN TEORITIS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRESTASI KERJA

Oleh : Muhdar HM Abstrak Artikel ini mengulas konsep disiplin kerja pegawai dalam tinjauan teoritis dan implikasi disiplin kerja terhadap prerstasi kerja dalam bingkai Manajemen Sumber Daya Manusia. Disiplin kerja adalah penerapan aturan-aturan normatif yang di buat oleh manajemen dalam bentuk pedoman-pedoman kerja bagi setiap pagawai. Peraturan tersebut harus dilaksanakan dan ditaati oleh seluruh pegawai agar bekerja lebih baik. Implikasi dari taat disiplin kerja adalah prestasi kerja akan dicapai oleh pekerja atau karyawan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Kesadaran dan tanggung jawab harus sungguh-sunguh ditumbuh kembangkan kepada pegawai dan semua potensi yang dimilikinya selalu memotivasi dirinya untuk bisa menghasilkan yang terbaik. Kata Kunci : Disiplin Kerja, Prestasi Kerja

A. PENDAHULUAN Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan , karyawan dan masyarakat. Oleh karena itu , setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Pegawai sebagai motor penggerak organisasi merupakan tulang punggung. Pegawai adalah asset bagi setiap organisasi, pegawai adalah penggerak bagi setiap organisasi, pegawai adalah penentu dalam pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu tidak salah kalau dalam teori manajemen sumber daya manusia mengatakan bahwa pegawai adalah sumber daya yang paling menentukan maju dan mudurnya setiap organisasi.
Penulis adalah Pengajar di IAIN Sultan Amai Gorontalo, Pendidikan S.1 dan S.2 Masing-masing di Universitas Muslim Indonesia

Disiplin dari organisasi adalah tindakan yang diambil kepada pekerja apabila pekerja tersebut melanggar peraturan-peraturan organisasi, atau apabila tindakantindakan pekerja tersebut buruk dan diperlukan tindakan-tindakan perbaikan. Dalam pelaksanaan disiplin organisasi, pertanyaan mendasar adalah mengapa pekerja didisiplinkan. Pertanyaan berikutnya, ialah berapa besar tindakan yang diambil oleh organisasi terhadap pekerjanya, dan bagaimana pekerja tersebut dihukum. Bentuk terakhir dari hukuman ialah pembebasab atau pemecatan pekerja tersebut dari organisasi. Organisasi akan mengambil tindakan pemecatan apabila pekerja tersebut berulang kali berbuat merugikan organisasi, ataukah dipikir bahwa tindakan pembebasan tersebut merupakan tindakan yang paling masuk akal Bagi pegawai modern ini, bekerja dan berkarya tidak lagi sekedar upaya seseorang mencari nafkah, tetapi dikaitkan dengan pengakuan dan penghargaan atas harkat dan martabatnya. Artinya dalam menentukan kebijaksanaan lembaga atau perusahaan tentang sistem penerapan disiplin pegawai, lembaga atau perusahaan harus memperhitungkan sistem imbalan yang digunakan mencerminkan pengakuan dan penghargaan. Pada dasarnya berintikan pandangan tentang perlunya pegawai beserta semua orang yang menjadi tanggungan lembaga dapat hidup secara wajar dan layak. Apalagi dalam era globalisasi dan pasar bebas saat ini, setiap organisasi diharapkan berusaha untuk meningkatkan produktivitasnya, yang dalam hal ini harus ditunjang oleh prestasi kerja yang baik. Di dalam organisasi sering dijumpai bahwa prestasi kerja seorang karyawan tidak sama atau sebanding dengan kecakapan yang dimilikinya. Ini mungkin disebabkan kurangnya motivasi dari pimpinan berupa penilaian balas jasa yang tidak seimbang, peralatan kerja yang tidak memadai, suasana kerja yang tidak kondusif dan jenjang jabatan yang tidak jelas serta penerapan disiplin yang tidak tepat. Padahal, dengan pemberian motivasi yang tinggi akan cenderung mendorong peningkatan prestasi kerja para karyawan kearah yang lebih baik. Sebaliknya bila para karyawan tidak mendapatkan motivasi yang baik dari pimpinan maka proses penerapan disiplin karyawan yang tujuannya untuk meningkatkan prestasi kerja akan tidak bisa tercapai dan bahkan akan menyebabkan kecenderungan prestasi kerja karyawan akan tetap/statis bahkan menurun. Salah satu aspek penting dalam menunjang keberlangsungan perestasi kerja yang baik adalah adanya penerapan disiplin yang efektif. Efektif dalam arti bahwa peraturan disiplin harus dilaksanakan dan ditaati oleh seluruh pegawai agar bekerja lebih baik. Tingginya kesadaran organisasi untuk menerapkan disiplin pada pegawainya adalah suatu sikap yang profesional dalam rangka meningkatkan prestasi kerja mereka, namun yang perlu disadari manajemen adalah hak-hak dan tanggung jawab-tanggung jawab tertentu para pegawai. Sebagai contoh, mendisiplinkan atau memberhentikan pegawai bisa jadi akan berbuntut tuntutan hukum. Pada umumnya, secara abstrak hak tidaklah ada. Hak baru ada ketika seseorang berhasil dalam menuntut aplikasi praktis mereka. Hak dimiliki seseorang menurut hukum, menurut alam atau tradisi. Tentu saja ada potensi untuk munculnya ketidaksepakatan

mengenai apa itu sebenarnya hak. Hak-hak seringkali dilawankan dengan kewajiban pegawai/karyawan, dimana menjadi keharusan sebagai dasar tindakan yang diambil. Ketenagakerjaan merupakan hubungan yang resiprokal (kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban). Sebagai contoh, jika pegawai berhak mendapatkan lingkungan kerja yang aman, maka organisasi memiliki kewajiban untuk menyediakan tempat kerja yang aman. Karena hak dan kewajiban bersifat resiprokal, organisasi juga juga memiliki hak menuntut kualitas kerja yang baik dan tidak bercacat dari para pegawainya, yang berarti bahwa para pekerja bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dan memenuhi standar kinerja tertentu. Hak-hak pegawai sudah menjadi alat pengenalan yang tepat kepada disiplin pegawai, karena hak-hak pegawai sering kali merupakan masalah dalam kasus-kasus disiplin pegawai. Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturanperaturan organisasi, lembaga ataupun perusahaan. Mereka yang sering kali dipengaruhi oleh sistem disiplin di dalam organisasi adalah para pegawai yang bermasalah. Untungnya, pegawai bermasalah terdiri dari sejumlah kecil pegawai saja, namun sering kali mereka adalah pihak-pihak yang menjadi penyebab dalam kebanyakan situasi disiplin pegawai. Jika organisasi gagal menghadapi pegawai yang bermasalah, efek negatif kepada para pegawai lainnya dan kelompok kerja lainnya akan timbul. Masalah disiplin yang umum ditimbulkan para pegawai bermasalah antara lain absensi, bolos, defisiensi produktivitas, alkoholisme, dan ketidakpatuhan. Tulisan ini akan menoropong dua masalah mendasar yang perlu mendapat jawaban. Pertama, bagaimana konsep disiplin kerja dalam tinjauan teoritis? Kedua, bagaimana implikasi disiplin kerja terhadap prestasi kerja dalam bingkai teori manajemen sumber daya manusia?

B. KONSEP DISIPLIN KERJA DALAM TINJAUAN TEORITIS Pengertian Disiplin Kerja Disiplin berasal dari kata disciplina, yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan pada kerokhanian serta pengembangan tabiat . Hal ini menekankan pada bantuan kepada pegawai untuk mengembangkan sikap yang layak terhadap pekerjaannya dan merupakan cara pengawas dalam membuat peranannya dalam hubungan dengan disiplin pegawai. Menurut Moekijat bahwa disiplin kerja adalah kesadaran dan kesedian untuk mentaati semua peraturan1. Hasibuan memberi pengertian bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan normanorma sosial yang berlaku. Sedang, kesadaran merupakan sikap seseorang yang secara
Mondy R. Waine dan Noe Robert M, Human Resources Management, 7 th edition, Prentice Hall Inc. 1999, hal. 138
1

suka rela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Dan kesediaan merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengn peraturan perusahaan baik, baik secra tertulis maupun tidak tertulis. 2 Sementara itu, Keith Davis dalam Mangkunegara mengartikan bahwa disiplin kerja adalah pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. 3 Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas maka simpulkan bahwa disiplin kerja adalah penerapan aturan-aturan normatif yang di buat oleh manajemen dalam bentuk pedoman-pedoman kerja bagi setiap pagawai. Pada dasarnya disiplin dapat dibagi menjadi: a. Disiplin internal, yaitu disiplin yang timbul atas kesadaran dan keyakinan pegawai bahwa mengikuti aturan yang berlaku akan bermanfaat bagi perusahan dan dirinya. b. Disiplin eksternal, yaitu disiplin oleh karena pengaturan yang ketat dari pihak lain. Pada hakekatnya, seringkali diperlukan kemampuan dan keahlian untuk mengidentifikasi problema disiplin yang timbul dan membandingkannya dengan peraturan disiplin selanjutnya diambil suatu tindakan disiplin. Namun demikian ,tugas yang paling pokok adalah mencegah terjadinya pelanggaran disiplin ,mengatasi dan memecahkan problema disiplin. Bentuk dan Problem Disiplin Kerja Umumnya disiplin yang diberikan kepada pekerja di sebabkan oleh 3 bentuk: 1. 2. 3. Kurang penampilannya dalam pekerjaan, atau mempunyai pengaruh negatif kepada pekerjaan para karyawan lainnya. Misalnya suka absen, tidak taat dan suka lalai. Tindakan-tindakanya menunjukkan sebagai warga yang karang baik. Misalnya berkelahi dalam pekerjaan, atau mencuri harta perusahaan. Tindakan-tindakanya membawa pengaruh negatif terhadap masyarakat umum. Misalnya berbuat tindakan kriminal atau pelanggaran terhadap ketertiban masyarakat. Sumber-sumber problema disiplin menurut kurdi pada dasarnya adalah4: a. Penyelia tidak memiliki wewenang yang cukup
2

Hasibuan, Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta, 2002,

hal. 193-194 Mangkunegara, Prabu Anwar, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 129
4 3

Herllriegel dan Slacum John W, Organizational Behavior, Sr. Paul West Publishing Company.

1994, hal . 123

b. c. d. e. f.

Manajemen tidak menunjukkan contoh yang baik. Peraturan yang tidak sesuai atau salah. Peraturan yang tidak memberikan kepuasan. Manajemen kurang berwibawah. Penempatan pegawai tidak sesuai dengan minatnya.

Sikap pengawas yang berhasil memandang peranannya dalam hubungannya dengan disiplin antara lain : a. Ia tidak meniadakan pembicaraan-pembicaraan dengan bawahan yang hasil pekerjaannya atau prilakunya yang tidak memuaskan. b. Ia tidak mengecam bawahannya dihadapan orang lain. Ia selalu mengatakan soal-soal yang demikian itu di bawah empat mata. Pegawai merasa dirinya dihina, apabila dikecam di hadapan orang lain. c. Ia tidak menggunakan ancaman-ancaman sebagai suatu alat untuk memaksa pegawai memperbaiki pekerjaannya. d. Ia tidak menghukum pegawai yang berbuat salah tetapi telah mengakui kesalahannya itu. e. Ia mengetahui, bahwa tidak ada seorangpun yang cakap dalam segala-galanya dan bahwa setiap orang tentu berbuat kesalahan. f. Seperti halnya dalam pujiuan , keras atau lemahnya suatu celaan akan tergantung kepada kegagalan pegawai dalam menjalankan kewajibannya atau pekerjaannya. Proses dan Penerapan Disiplin Kerja Ada beberapa langkah dalam proses disiplin kerja yaitu : 1. Langkah pertama dalam proses disiplin kerja adalah menegakkan peraturan-peraturan dalam pekerjaan. Hanya perlu ditambahkan disini bahwa sesungguhnya pelaksanaan peraturan peraturan tersebut mudah apabila pekerja-pekerja melihat bahwa peraturan tersebut adalah wajar dan relevan dengan pekerjaannya. 2. Langkah kedua proses disiplin kerja adalah menkomunikasikan tentang penampilan yang dibutuhkan dan peraturan-peraturan pekerjaan kepada para pekerja. 3. Langkah ketiga proses disiplin kerja adalah menerapkan tindakan-tindakan perbaikan. Tindakan-tindakan perbaikan dibutuhkan apabila pekerjaan para pekerja di bawah yang diinginkan,atau apabila pelanggaran terhadap peraturan-peraturan kerja telah terjadi. Disamping proses disiplin diciptakan agar setiap orang mengatur dirinya sendiri dalam hal minat dan keikutsertaan dalam mencapai suatu tujuan . Persyaratan yang diperlukan untuk membangun disiplin adalah : 1. Organisasi sebagai wadah dalam melaksanakan keseluruhan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Peraturan disiplin harus dilaksanakan dan ditaati oleh seluruh pegawai agar bekerja lebih baik: (a ) mereka harus mengetahui tujuan bekerja. (b) mereka memiliki rasa kebersamaan, (c) ide dan pandangan mereka dihargai oleh manajemen. 3. Manajemen terbuka dan tatap muka ( face to face leadership ) a. Manajemen terbuka ialah : (i) keterbukaan dalam informasi, (ii) keterbukaan dalam kebijakan, dan (iii) keterbukaan dalam melayani masyarakat. b. Sedangkan yang dimaksud dengan kepemimpinan tatap muka ialah : (i). bekerja cepat secara rasional, (ii). Sering turun ke bawah untuk meyakinkan bahwa kebijakan dilaksanakan dan menyerap apa yang berkembang di bawah, dan (iii) Komonikasi sosial dua arah secara timbal balik. Dalam melaksanakan disiplin menurut Anonim seseorang perlu prinsip dasar yaitu5 : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. memperhatikan

Peraturan peraturan di perusahaan ditetapkan pada seluruh bagian- bagian. Pegawai tidak dibenarkan menyi-nyiakan waktu bekerja atau waktu waktu lain. Instruksi-instruksi yang jelas dan dapat dirasakan sebagai jalan penyelesaian. Mendorong kerja dengan baik, tidak ada kejadian absen. Memberikan contoh yang terbaik kepada tiap - tiap bagian. Mengenali orang secara individual. Terbuka bagi staf ( informatif ). Membantu respek pada individu. Mempunyai multipliereffect dalam pelaksanaan disiplin. Tidak menerabas. Tidak menghambat staf bekerja secara normal. Memecahkan problema disiplin pada semua tingkatan.

Pendekatan-Pendekatan Dalam Disiplin Ada dua pendekatan dalam disiplin pegawai yaitu6: 1. Pendekatan disiplin Positif Pendekatan ini dibangun berdasarkan filosofi bahwa pelanggaran merupakan tindakan yang biasanya dapat dikoreksi secara konstruktif tanpa perlu hukuman. Dalam pendekatan ini, fokusnya adalah pada penemuan fakta dan bimbingan untuk mendorong perilaku yang diharapkan, dan bukannya menggunakan hukum untuk mencegah perilaku yang diharapkan. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam disiplin positif: 1. Konseling. Konseling bisa menjadi penting dalam proses pendisiplinan, karena memberikan kesempatan kepada para manajer dan supervisor untuk mengidentifikasi gangguan perilaku kerja karyawannya dan mendiskusikan
6

Ibid, hal. 25

Mathis, L. Robert, dkk. 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku 2 Salemba Empat; Jakarta, 2000, hal. 314-316

2.

3.

4.

solusinya. Tujuan tahap ini adalah untuk meningkatkan kesadaran karyawan terhadap kebijakan dan peraturan organisasi atau perusahaan. Pengetahuan tentang tindakan disiplin mungkin bisa mencegah pelangaran. Penekanan ini sama dengan pencegahan kecelakaan. Konseling oleh supervisor di dalam unit kerja dapat menimbulkan efek positif. Kadangkala, orang hanya perlu disadarkan akan peraturan organisasi atau perusahaan. Dokumen tertulis: Jika perilaku karyawan tidak juga terkoreksi, maka pertemuan kedua dilakukan antara supervisor dengan si pegawai. Jika tahap pertama dilakukan hanya secara lisan, si pegawai dan supervisor menyusun solusi tertulis untuk mencegah munculnya persoalan yang lebih jauh. Peringatan terakhir: ketika si pegawai tidak juga mengikuti solusi tertulis yang dicatat dalam tahap kedua, maka pertemuan peringatan terakhir dilakukan. Dalam pertemuan ini si supervisor menekankan kepada pegawai pentingnya koreksi terhadap tindakan pegawai yang tidak tepat. Pemberhentian: jika si pegawai gagal mengikuti rencana kerja yang sudah disusun dan terjadi masalah perilaku yang lebih buruk, maka si supervisor akan memberhentikan si pegawai tersebut.

Kekuatan pendekatan disiplin positif ini dalam disiplin adalah fokusnya pada pemecahan masalah. Juga, karena pegawai merupakan partisipan aktif selama proses tersebut, maka organisasi atau perusahaan yang menggunakan pendekatan ini cenderung memenangkan tuntutan hukum jika karyawan mengajukan tuntutan. Kesulitan utama dengan pendekatan positif terhadap disiplin adalah jumlah waktu yang sangat lama untuk melatih para supervisor dan manajer yang diperlukan agar bisa menjadi konselor yang efektif. 2. Pendekatan disiplin Progresif Disiplin progresif melambangkan sejumlah langkah dalam membentuk perilaku karyawan. Berikut ini adalah gambar disiplin progresif, yaitu :

Pelanggaran Pertama Pelanggaran Kedua Pelanggaran Ketiga Pelanggaran Keempat

Peringatan Verbal

Peringatan Tertulis Skorsing

PHK

Pada gambar diatas menunjukkan sistem prosedur disiplin yang umum dalam disiplin progresif. Seperti prosedur dalam gambar tersebut, kebanyakan prosedur disiplin progresif menggunakan peringatan lisan dan tertulis sebelum berlanjut ke PHK. Dengan demikian, disiplin progresif menekankan bahwa tindakan-tindakan dalam memodifikasi perilaku akan bertambah berat secara progresif (bertahap) jika si pegawai tetap menunjukkan perilaku yang tidak layak. Sebagai contoh, disebuah perusahaan manufaktur, tidak memberitahukan jika seorang pegawai absen mungkin akan menyebabkan timbulnya skorsing untuk pelanggaran yang ketiga kali di tahun yang sama. Seorang pegawai diberikan urutan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan sebelum diberhentikan. Dengan mengikuti urutan progresif akan memastikan bahwa sifat dan keseriusan masalah telah dikomunikasikan dengan jelas kepada pegawai. Sanksi Pelanggaran Disiplin Pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dengan memberikan peringatan, harus segera, konsistensi, dan inpersonal. a. Pemberian peringatan Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu doiberikan surat peringatan pertama, kedua,dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah dilakaukannya. Di samping itu, pula surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian kondite pegawai. b. Pemberian sanksi dengan segera Pegawai yang melanggar disiplin kerja harus segera diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya, agar pegawai yang bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku diperusahaan. Kelalaian pemberian sanksi akan melemah disiplin yang adea. Di samping itu, memberi peluang pelanggar untuk mengabaikan disiplin perusahaan. c. Pemberian sanksi dengan konsisten Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Ketidakkonsistenan pemberian sanksi dapat mengakibatkan pegawai merasakan adanya diskriminasi pegawai, ringannya sanksi, dan pengabaian disiplin. d. Pemberian sanksi dengan impersonal Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan pegawai tua muda, pria-wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku untuk semua

pegawai dengan sanksi pelanggran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku diperusahaan.7 C. IMPLIKASI DISIPLIN KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA Pengertian Prestasi Kerja Menurut Mulyadi bahwa prestasi adalah kemajuan seseorang dalam suatu lapangan kerja ( jenis pekerjaan ) yang diperoleh / dicapai selama ia bekerja. Contoh, seseorang yang dengan pesat menanjak pangkatnya karena telah melakukan prestasi kerja, dalam hal ini maka dapat dikatakan bahwa yang bersangkutan telah mencapai karier dalam pekerjaannya8. Mangkunegara memberi pengertian bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksankan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya 9. Prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan, atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang. 10 Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari 3 faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang karyawan dalam pekerjaan, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor diatas, semakin besarlah prestasi kerja yang diraih karyawan yang bersangkutan. 11 Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpukan bahwa, prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh pekerja atau karyawan meliputi kualitas maupun kuantitas, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, penuh kesadaran dan tanggung jawab, menggunakan semua potensi yang dimilikinya serta selalu memotivasi dirinya untuk bisa menghasilkan yang terbaik. Lain halnya pendapat David Mc. Clelland,yang dikutip Handoko bahwa ada hubungan korelasi yang positif antara kebutuhan dengan prestasi dan sukses pelaksanaannya. David Mc. Clelland, melalui riset empiriknya, menemukan bahwa para usahawan, ilmuan dan profesional mempunyai tingkat motivasi prestasi diatas rata rata. Motivasi seseorang pengusaha tidak semata mata ingin mencapai keuntungan demi
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan , Remaja Rosdakarya ,Bandung, hal. 131-132 8 Dharma, Agus, 1991, Manajemen Prestasi Kerja : Pedoman Praktis Bagi Para Penyelia Untuk Meningkatkan Prestasi Kerja, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal. 12 Mangkunegara, Prabu Anwar, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 67
10
9 7

Dharma, Agus, Op Cit, 1

Hasibuan, Malayu, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal. 94

11

keuntungan itu sendiri , tetapi karena dia mempunyai keinginan uang kuat untuk berprofesi. Keuntungan ( laba ) hanyalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa baik pekerjaan telah dilakukan, tetapi tidak epenting tujuan itu sendiri.12 David McClelland juga menemukan bahwa kebutuhan prestasi tersebut dapat dikembangkan pada orang dewasa. Orang orang yang berorientasi prestasi mempunyai karakteristik karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan yaitu : 1. 2. Menyukai pengambilan resiko yang layak ( moderat ) sebagai fungsi keterampilan, bukan kesempatan, menyukai suatu tantangan, dan menginginkan tanggung jawab pribadsi bagi hasil hasil yang dicapai. Mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan prestasi yang layak dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan. Salah satu alasan mengapa banyak perusahaan yang berpindah ke program management by objective (MBO) adalah karena adanya korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi. Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpam balik tentang apa yang telah dikerjakan. Mempunyai ketetampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan kemampuan organisasi.

3. 4.

Implikasi Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pencapaian prestasi kerja yang baik digabungkan dengan pemenuhan kebutuhan pegawai hendaknya menjadi perhatian semua organisasi. Saiyadin merumuskan produktivitas sebagai berikut : produktivity is the ratio of a given amount of output to a given amoun of input for a specific period of time ( produktivitas adalah perbandingan jumlah keluaran tertentu dengan jumlah masukan tertentu untuk suatu jangka waktu tertentu )13.Peranan motivasi dan disiplin dalam mencapai perbandingan ini adalah penting bagi para manajer dan penyelia. Para peneliti menunjukkan bahwa suatu tingkat motivasi yang tinggi dapat mengakibatkan moril tinggi. Suatu sikap dan persamaan yang positif terhadap perusahaan, pekerjaan atasan teman teman sekerja, dan orang orang bawahan dan moril yang tinggi mempunyai hubungan yang positif dengan hasil kerja ( prestasi kerja ) yag tinggi. Jadi motivasi mempengaruhi moril yang selanjutnya mempengarihi hasil. Beberapa langkah untuk mengembangkan prestasi kerja menurut Mokijat adalah sebagai berikut14 :
12

Handoko, T. Hani, Manajemen Edisi 2, BPRF, Yogyakarta, 2003, hal. 261


13

Koontz Harold dan Weihrich Heinz, 1990, Essential Of Management , 5Th Ed, Mc Grow-Hill International, Singapore. 1990, hal. 18 Mondy R. Waine dan Noe Robert M, 1999, Human Resources Management, 7 th edition, Prentice Hall Inc. hal. 186
14

10

1. Tujuan atau hasil akhir kegiatan harus bersifat khusus dan ditentukan dengan tegas. 2. Tujuan atau hasil yang diinginkan untuk dicapai harus menunjukkan suatu tingkat risiko yang sedang untuk individu individu yang terlibat. Ini brarti bahwa tujuan harus mengandung unsur resiko, tetapi bikan tingkat resiko yang tinggi, sehingga akan mengejutkan atau menghalang halangi individu yang terlibat. 3. Tujuan harus mempunyai sifat sedimikian rupa, sehingga tujuan tersebut sewaktuwaktu dapat disesuaikan sebagai jaminan situasi, terutama apabila tujuan tersebut berbeda banyak. 4. Individu-individu harus diberi umpan balik yang seksama dan jujur mengenai prestasi mereka. 5. Individu-individu diberi tanggung jawab untuk suksesnya hasil kegiatan mereka. Tanggung jawab terhadap hasil ini harus merupakan tanggung jawab yang sungguhsungguh. 6. Penghargaan dan hukuman yang diberikan karena hasil kerja yang sukses atau yang gagal harus dihubungkan dengan selayaknya dengan tujuan hasil kerja. Artinya harus ada penghargaan yang besar untuk hasil kerja besar dan sebaliknya hanya ada hukuman yang ringan bagi mereka yang kegagalannya sedikit. Dalam kaitannya implementasi disiplin kerja terhadap prestasi kerja bahwa sesungguhnya tindakan disiplin itu seharusnya dipandang sebagai suatu pelajaran untuk para pekerja, dan juga sebagai suatu alat untuk memperbaiki produktivitas pekerja dan hubungan antar manusia (human relation). Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan , karyawan dan masyarakat. Di dalam organisasi sering dijumpai bahwa prestasi kerja seorang karyawan tidak sama atau sebanding dengan kecakapan yang dimilikinya. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh penerapan disiplin yang tidak tepat. Padahal, dengan pemberian disiplin yang tinggi akan cenderung mendorong peningkatan prestasi kerja para karyawan kearah yang lebih baik. Sebaliknya bila para karyawan tidak mendapatkan motivasi yang baik dari pimpinan maka proses penerapan disiplin karyawan yang tujuannya untuk meningkatkan prestasi kerja akan tidak bisa tercapai dan bahkan akan menyebabkan kecenderungan prestasi kerja karyawan akan tetap/statis bahkan menurun. D.PENUTUP Salah satu aspek penting dalam menunjang keberlangsungan perestasi kerja yang baik adalah adanya penerapan disiplin yang efektif. Efektif dalam arti bahwa peraturan disiplin harus dilaksanakan dan ditaati oleh seluruh pegawai agar bekerja lebih baik. Tingginya kesadaran organisasi untuk menerapkan disiplin pada pegawainya adalah suatu sikap yang profesional dalam rangka meningkatkan prestasi kerja mereka, namun yang perlu disadari manajemen adalah hak-hak dan tanggung jawab-tanggung jawab tertentu para pegawai. Sebagai contoh, mendisiplinkan atau memberhentikan pegawai bisa jadi akan berbuntut tuntutan hukum. Pada umumnya, secara abstrak hak tidaklah ada. Hak baru ada ketika seseorang berhasil dalam menuntut aplikasi praktis mereka. Hak dimiliki seseorang menurut hukum, menurut alam atau tradisi. Tentu saja ada potensi untuk munculnya ketidaksepakatan mengenai apa itu sebenarnya hak. Hak-hak seringkali

11

dilawankan dengan kewajiban pegawai/karyawan, dimana menjadi keharusan sebagai dasar tindakan yang diambil. Prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh pekerja atau karyawan meliputi kualitas maupun kuantitas, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, penuh kesadaran dan tanggung jawab, menggunakan semua potensi yang dimilikinya serta selalu memotivasi dirinya untuk bisa menghasilkan yang terbaik. Oleh karena itu, langkahlangkah untuk mengembangkan prestasi kerja perlu diterapkan dalam kehidupan organisasi atau perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA Dharma, Agus, 1991, Manajemen Prestasi Kerja : Pedoman Praktis Bagi Para Penyelia Untuk Meningkatkan Prestasi Kerja, Rajawali Pers, Jakarta Handoko, T. Hani, 2003, Manajemen Edisi 2, BPRF, Yogyakarta

12

Hasibuan, Malayu, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta Herllriegel dan Slacum John W, 1994, Publishing Company. Organizational Behavior, Sr. Paul West

Koontz Harold dan Weihrich Heinz, 1990, Essential Of Management, 5Th Ed, Mc GrowHill International, Singapore. Mangkunegara, Prabu Anwar, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Mathis, L. Robert, dkk. 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku 2 Salemba Empat; Jakarta Mondy R. Waine dan Noe Robert M, 1999, Human Resources Management, 7 th edition, Prentice Hall Inc. Sondang P. Siagian, 2000, Manajemen Abad 21, Bumi Aksara, Jakarta Suhrawardi K. Lubis, 2000, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai