Anda di halaman 1dari 40

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pondasi Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh pondasi. Pondasi dalam digunakan apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity), di permukaan tidak cukup untuk memikul berat bangunan atau apabila tanah keras cukup dalam. Pondasi yang ada di dalam tanah berfungsi meneruskan dan menyebarkan beban-beban dari kolom, balok, dan dinding suatu bangunan ke lapisan tanah dibawahnya, sehingga daya dukung tanah tidak boleh dilampaui oleh beban-beban di atasnya. Bila beban yang bekerja lebih besar dari daya dukung tanah maka akan terjadi penurunan (settlement) yang diakibatkan oleh runtuhnya bidang tergelincir, dimana akan mengakibatkan keruntuhan atau kerusakan bangunan (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono, 1994). Pondasi merupakan struktur bawah yang menopang gaya-gaya yang bekerja diatasnya dan meneruskan beban bangunan tersebut ke tanah, baik beban arah vertikal maupun horisontal. Untuk menopang gaya-gaya tersebut

dibutuhkannya daya dukung tanah yang mampu memikul beban struktur, sehingga pondasi mengalami penurunan masih dalam batas toleransi. (Sumber: Aziz Djajaputra, H.G Poulus, dan Rahardjo P. Paulus, 2000). Dalam perencanaan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa macam jenis pondasi. Pemilihan tipe pondasi harus disesuaikan dengan beberapa kriteria, diantaranya fungsi bangunan atas yang akan dipikul oleh pondasi tersebut, besarnya beban, berat struktur atas dan keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan, serta biaya pondasi. Sehingga dalam perencanaan pondasi dapat terpenuhi keamanan bangunan tersebut.

2.2. Penyelidikan Tanah Tanah yaitu material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpatikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel padat tersebut. (Braja M. Das, 1995). Tanah merupakan material yang penting dalam perencanaan pondasi, sehingga dalam perencanaan pondasi harus diperhitungkan sesuai dengan jenis tanah di lapangan. Penyelidikan tanah merupakan untuk menentukan pelapisan tanah atau karakteristik tanah sehingga perencanaan konstruksi pondasi dapat dilaksanakan aman, ekonomis, dan efisien. Tujuan penyelidikan tanah adalah : 1. Untuk mengetahui data sifat karakteristik lapisan tanah. 2. Untuk mendapatkan informasi tentang pelapisan tanah dan elevasi batuan dasar. 3. Menentukan daya dukung tanah menurut tipe pondasi yang dipilih. 4. Untuk mengetahui posisi letak muka air tanah. 5. Menentukan tipe dan kedalaman pondasi. 6. Untuk meramalkan besarnya penurunan. Informasi kondisi tanah dasar untuk perancangan pondasi dapat diperoleh dengan cara penyelidikan tanah terdiri dari dua bagian, yaitu penyelidikan tanah di lapangan dan penyelidikan tanah di laboratorium. Penyelidikan tanah biasanya terdiri dari 3 tahap, yaitu : pengeboran atau penggalian lubang cobaan seperti sondir dan SPT, pengambilan contoh tanah (sampling), dan pengujian setempat.

2.3. Klasifikasi Pondasi Pemilihan jenis pondasi yang akan dipergunakan sangat bergantung pada situasi dan kondisi lingkungan sekitar area perencanaan proyek. Pemakaian pondasi akan sangat efektif untuk menghindari terjadinya efek penurunan dalam jangka panjang (longterm settlement).

Pondasi diklasifikasikan menjadi dua, (Hary Christady H, 2002) yaitu : 1. Pondasi Dangkal Dinamakan juga sebagai alas, telapak, telapak tersebar atau pondasi rakit (mats). Kedalamannya pada umumnya D/B 1 tetapi mungkin agak lebih. 2. Pondasi Dalam Adapun jenis-jenis pondasi yaitu : Tiang pancang, tembok/tiang yang dibor, atau kaison yang dibor dengan D/B 4.

2.4. Pondasi Tiang 2.4.1 Pengertian Pondasi Tiang Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam tanah sampai kedalaman mencapai tanah keras untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimut, tahanan ujung tiang, dan dapat digunakan pula untuk menahan gaya angkat akibat tingginya muka air tanah. (Aziz Djajaputra, H.G Poulus, dan Rahardjo P. Paulus, 2000). Berdasarkan jenis materialnya, tiang pancang dapat dibuat dari beton bertulang dan baja (berbentuk pipa atau profil H). Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang diterimanya dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam. Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang-tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang yang langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang terlebih dahulu. Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gayagaya horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaan.

Tiang pancang memiliki keuntungan dan kelemahan dalam penggunaannya (Hary Christady H, 2002). Keuntungan menggunakan tiang pancang, diantaranya : 1. Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan. 2. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah. 3. Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam. 4. Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler. Kerugian menggunakan tiang pancang, diantaranya : 1. Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat

pemancangan dapat menimbulkan masalah. 2. Pemancangan dapat menimbulkan getaran, gangguan suara dan deformasi tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan di sekitarnya. 3. Terkadang tiang rusak akibat pemancangan. 4. Pemancangan sulit dilakukan bila diameter tiang terlalu besar. 5. Penulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu pengangkutan dan pemancangan tiang.

2.4.2 Penggolongan Pondasi Tiang Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain tipe dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar, ciri-ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah. a. Berdasarkan material yang digunakan Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4 jenis, yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang pancang komposit.

1) Tiang Pancang Kayu Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidak diizinkan untuk menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang kayu akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti - ganti. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda - benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan pembusukan.

2) Tiang Pancang Beton Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang terdiri dari: a. Precast Reinforced Concrete Pile Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul beban lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada dimensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran, segi empat dan segi delapan. Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile: Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar tergantung pada mutu beton yang digunakan; Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile;

Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile : Karena berat sendirinya besar, maka biaya

pengangkutannya akan mahal. Oleh karena itu, precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan; Tiang pancang beton ini baru dipancangkn apabila sudah cukup keras, hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang pancang beton ini bisa digunakan; Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga; Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk melakukan penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus; Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai kolom terhadap beban vertikal dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.

Gambar 2.1 Tiang pancang precast reinforced concrete pile

b. Precast Prestressed Concrete Pile Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.

Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile : Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi; Tiang pancang tahan terhadap karat; Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi. Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile : Sukar ditangani; Biaya pembuatannya mahal; Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung. c. Cast in Place Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang dicetak di tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara dibor. Pelaksanaan cast in place ini dapat dilakukan dengan dua cara : Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas; Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah. Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in place. Adapun prinsip kerjanya adalah sebagai berikut : Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras; Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk agar sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah;

Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pipa terus diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik ke atas. Selain tiang franki ada beberapa jenis tiang pancang cast in place, yaitu solid -point pipe piles, steel pipe piles, Raymond concrete pile, simplex concrete pile, based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete pile.

3) Tiang Pancang Baja Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini adalah sangat besar sehingga dalam transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti pada tiang pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang ini sangat bermanfaat jika dibutuhkan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap texture (susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah, dan keadaan kelembaban tanah (moisture content). Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi hampir mendekati keadaan karat terjadi pada udara terbuka karena adanya sirkulasi air dalam tanah. Pada tanah liat (clay) yang kurang mengandung oksigen akan menghasilkan karat yang mendekati keadaan seperti karat yang terjadi karena terendam air. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen, maka lapisan pasir tersebut akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

4) Tiang Pancang Komposit Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Composite pile ini dapat berupa beton dan kayu maupun beton dan baja. Composite pile ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu : a. Water proofed steel pipe and wood pile Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah muka air tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. b. Composite ungased - concrete and wood pile Dasar pemilihan tiang ini adalah : Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile. Sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile akan terlalu panjan sehingga akan sulit dalam pengangkutan dan biayanya juga akan lebih besar; Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang sangat besar agar tiang pancang tersebut selalu di bawah muka air tanah terendah. c. Composite dropped in - shell and wood pile Composite dropped in - shell and wood pile hampir sama dengan water proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe tiang ini memakai shell yang terbuat dari logam tipis yang permukaannya diberi alur spiral. d. Composite dropped - shell and pipe pile Dasar pemilihan tiang ini adalah : Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan cast in place concrete pile;

Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita menggunakan tiang composite yang bawahnya dari tiang pancang kayu. e. Franki composite pile Prinsip kerjanya hampir sama dengan tiang Franki biasa, hanya saja pada Franki composite pile ini pada bagian atasnya dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja. b. Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang Berdasarkan tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang meneruskan beban yang diterimanya ke tanah dasar pondasi. Hal ini tergantung juga pada jenis tanah dasar pondasi yang akan menerima beban yang berkerja, yaitu : 1) Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile) Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung.

Gambar 2.2 Pondasi tiang dengan tahanan ujung (Sardjono, H.S.,1988) 2) Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile) Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi adat,

Sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat.

Gambar 2.3 Pondasi tiang dengan tahanan gesekan (Sardjono, H.S.,1988) 3) Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile) Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang.

Gambar 2.4 Pondasi tiang dengan tahanan lekatan (Sardjono, H.S.,1988) 2.4.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang Tanah harus mampu menopang beban dari setiap konstruksi yang direncanakan yang ditempatkan di atas tanah tersebut. Untuk menghitung daya dukung yang diijinkan untuk suatu tiang dapat dihitung berdasarkan data-data

penyelidikan tanah (soil investigation), cara kalender atau dengan tes pembebanan (loading test) pada tiang.

2.4.4 Cone Penetration Test (CPT) Uji sondir atau Cone Penetration test (CPT) pada dasarnya adalah untuk memperoleh tahanan ujung (qc) dan tahanan selimut tiang (qs). Untuk tanah non kohesif, Vesic (1967) menyarankan tahanan ujung tiang per satuan luas (fb) kurang lebih sama dengan tahanan konus (qc). Tahanan ujung ultimit tiang dinyatakan dengan persamaan : Qb= Ab x qc ...................................................................................................... (2.1) dimana : Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg) Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2) qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2), diambil rata-rata dari nilai qc pada kedalaman 4D dibawah ujung tiang dan 4D diatas ujung tiang

Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah yang meyakinkan, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor untuk tahanan ujung sebesar 0, 5. Qb = x Ab x qc ............................................................................................ (2.2)

Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen (1974), DeRuiter dan Beringen (1979) menyarankan nilai faktor seperti pada Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Faktor Heijnen, DeRuiter dan Beringen
Kondisi Tanah Pasir terkonsolidasi normal Pasir banyak mengandung kerikil kasar Kerikil halus Sumber : (Hardiyatmo, H.C., 2002) Faktor

1 0,67 0,5

Vesic menyarankan bahwa tekanan gesek per satuan luas (fs) pada dinding mata sondir (qf), atau:

fs

= 2 x qf (kg/cm2) ....................................................................................... (2.3)

Tahanan gesek satuan antara dinding tiang dan tanah, secara empiris dapat pula diperoleh dari nilai tahanan konus yang diberikan oleh Meyerhoff sebagai berikut: fs

(kg/cm2) ......................................................................................... (2.4)

Tahanan gesek dirumuskan sebagai berikut : Qs = As x fs (kg/cm2) ...................................................................................... (2.5) dimana : Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg) As = Luas penampang selimut tiang (cm2) fs = Tahanan gesek dinding tiang (kg/cm2)

Dari perhitungan nilai Qb dan Qs, maka nilai kapasitas daya dukung tiang tunggal maksimal/akhir : Qult = Qb + Qs .................................................................................................. (2.6) Keterangan : Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg) Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg/cm2) Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg) Metode yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Meyerhoff, Tomlinson dan Bagemann. Kapasitas daya dukung ultimit (Qult) yaitu beban maksimum yang dapat dipikul pondasi tanpa mengalami keruntuhan, dirumuskan sebagai berikut : Qult = qc x Ab + JHL x K .............................................................................. (2.7) Keterangan : Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg) qc Ab = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2) = Luas penampang ujung tiang (cm2)

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

Qijin yaitu beban maksimum yang dapat dibebankan terhadap pondasi sehingga

persyaratan keamanan terhadap daya dukung dan penurunan dapat terpenuhi. Qijin dirumuskan sebag Qijin = Keterangan : Qijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg) 3 5 = Faktor keamanan (diambil 3, 0) = Faktor keamanan (diambil 5, 0)

.................................................................................. (2.8)

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik : Tult = JHL x K ............................................................................................... (2.9) Daya dukung tiang tarik ijin : Tijin = ...................................................................................................... (2.10)

Keterangan : Tult K = Kapasitas daya dukung tiang tarik (kg)

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/cm) = Keliling Penampang (cm )

2.4.5 Faktor Keamanan Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu angka pembagi kapasitas ultimit yang disebut dengan faktor aman (keamanan) tertentu. Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud : a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan; b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah;

c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja; d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi; e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas-batas toleransi. Sehubungan dengan alasan butir (d) dari hasil banyak pengujian-pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5. Reese dan ONeill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman (F) untuk perancangan pondasi tiang (Tabel 2.2), yang dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Tipe dan kepentingan dari struktur; 2. Variabilitas tanah (tanah tidak uniform); 3. Ketelitian penyelidikan tanah; 4. Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan; 5. Ketersediaan tanah di tempat (uji beban tiang); 6. Pengawasan/kontrol kualitas di lapangan; 7. Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan struktur. Tabel 2.2 Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & ONeill, 1989) Faktor Keamanan (F) Klasifikasi Struktur
Kontrol baik Kontrol normal Kontrol jelek Kontrol sangat jelek 4

Monumental Permanen Sementara

2,3

3 2,5 2

3,5 2,8 2,3

2 1.4

3,4 2,8

Sumber : (Hardiyatmo, H.C., 2002)

2.4.6 Kapasitas Daya Dukung Tiang Kelompok (Pile Group) Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti pada Gambar.2.5

S
S

S S 3 tiang pancang 4 tiang pancang 5 tiang pancang


S

S S S

6 tiang pancang

S S
S

S S S S S
S

7 tiang pancang

8 tiang pancang

9 tiang pancang

S
S S

S 11 tiang pancang

10 tiang pancang

Gambar 2.5 Pola-pola kelompok tiang pancang

S S

2.4.7 Penentuan Jumlah Tiang Dalam Kelompok Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang bekerja pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai adalah sebagai berikut ini : n

......................................................................................................... (2.11)

Dimana : n P = Jumlah tiang = Beban yang bekerja

Q ult = Kapasitas daya dukung ijin tiang tunggal

2.4.8 Jarak Antar Tiang Dalam Kelompok Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. disarankan :

Gambar 2.6 Penentuan jarak antar tiang S 2,5 D S 3,0 D dimana : S D = Jarak masing-masing. = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maksimum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbanganpertimbangan sebagai berikut : 1. Bila S < 2,5 D a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan. b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu. 2. Bila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing). Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal. Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang. Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiangtiang pancang.

Gambar 2.7 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, H.S., 1988)

2.4.9 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang Pancang (Mini Pile) Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancangkan secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak. Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang (mini pile) maupun tiang bor. Berikut adalah metode yang digunakan penulis untuk menghitung efisiensi tiang tersebut adalah:
Metode Converse Labarre : ( ) ( )

Eg = 1- * Dimana:

+x

......................................................... (2.12)

Eg = Efisiensi kelompok tiang. m

= Jumlah baris tiang.

n = Jumlah tiang dalam satu baris. = Arc tg d/s, dalam derajat. = Jarak pusat ke pusat tiang.

d/s = Diameter/jarak antar tiang.

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Qg = Eg . n . Qijin .......................................................................................... (2.13) keterangan : Qg Eg n = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan. = Efisiensi kelompok tiang. = Jumlah tiang dalam kelompok.

Qijin = Beban maksimum tiang tunggal yang diijinkan. Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah.

Gambar 2.8 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,(b) Kelompok tiang (Hardiyatmo, H.C., 2002)

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.

Gambar 2.9 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak samping

Gambar 2.10 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak atas

2.4.10 Perencanaan Pile Cap ( Kepala Tiang ) Pile Cap atau kepala tiang digunakan pada kelompok pondasi tiang pancang yang berfungsi untuk mendistribusikan beban dari kolom ke masing-masing tiang dan menyatukan hubungan tiang-tiang tersebut. Pile Cap ini menyerupai pondasi tapak, hanya saja tegangan kontak yang terjadi tidak berupa beban merata, tetapi berupa beban-beban terpusat ( M, N, L ) dari masing-masing tiang. Supaya beban kolom dapat menyebar secara linear ke semua tiang, disarankan pile cap mempunyai ketebalan yang cukup.

d/2

d/2 d/2

M
d > 0.30 m 0,15 m

Gambar 2.11 Tapak pondasi tiang dengan kolom tunggal

Prinsip yang digunakan di dalam perencanaan pondasi tapak pondasi tiang (Pile Cap) adalah sama dengan prinsip perencanaan pondasi tapak setempat. Di bawah ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pile cap :

a. Perhitungan momen dan gaya geser boleh didasarkan atas reaksi tiang yang bekerja pada garis sumbu tiang. (SKSNI T-15 pasal 2.8.2.2) b. Penentuan gaya geser pada sembarang penampang harus sesuai dengan ketentuan berikut (SKSNI pasal 3.8.5.3) : Reaksi tiang yang terletak diluar penampang yang berjarak d/2 atau lebih harus diperhitungkan Reaksi tiang yang terletak di dalam penampang yang berjarak d/2 atau kurang tidak diperhitungkan Reaksi tiang yang posisinya terletak di antara (a) dan (b), bagian dari reaksi tiang yang dapat dianggap menimbulkan geser pada penampang yang ditinjau harus berdasarkan pada interpolasi garis lurus antara harga penuh pada d/2 diluar penampang dan nol pada d/2 di dalam penampang

c. Geser aksi dua arah (pons) diperiksa pada masing-masing tiang d. Tebal efektif Pile Cap pada bagian tepi boleh diambil kurang dari 300 mm. (Gambar 2.12)
N M

d > 0.30 m 0,15 m

P4

P3

P2

P1

d/2

d1 d2

d1 d2

Gambar 2.12 Distribusi tegangan pada tiang akibat beban normal dan momen

Pada tapak pondasi tiang, biasanya bekerja beban vertikal (normal) dan beban horizontal (geser) serta momen. Dengan menganggap distribusi tegangan linear pada kelompok tiang, maka dapat ditentukan reaksi masing-masing tiang dengan rumus sebagai berikut : QPi =

................(2.14)

Prosedur Perhitungan 1) Beban yang bekerja pada masing-masing tiang


QPi =

............................................................................... (2.15)

Keterangan : QPi = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang Qv n = Beban vertikal dari kolom = Jumlah tiang dalam satu pile

Mx, My = Momen yang bekerja x,y = Jarak masing-masing tiang searah sumbu y,x = Jumlah jarak kuadrat tiang terhadap masing-masing sumbu 2) Penentuan tebal telapak pondasi Hitung tinggi efektif dengan rumus : d = h - p - D - D ........................................................................................ (2.16) Keterangan : H = Tebal pile cap p = Tebal penutup beton D = Diameter tulangan (pemisalan penggunaan diameter tulangan) 3) Kontrol kekuatan geser secara kelompok Usahakan ketebalan pondasi tapak yang diperlukan untuk geser, sedemikian hingga tidak memerlukan sengkang. a) Untuk aksi dua arah Gaya geser berfaktor Vu = n x Pi Keterangan : Vu = Gaya geser berfaktor n Pi = Jumlah tiang yang berada sejauh > d/2 dari sisi luar kolom = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang

d/2 B d/2

d/2 L

d/2

Gambar 2.13 Penampang kritis gaya geser dua arah pada pile cap

Gaya geser nominal Vc = x ( 1 + Keterangan : Vc = Gaya geser nominal bo d = 0,6 =L/B = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d ) =4x(a+d) = tinggi efektif pile cap )x x bo x d ......................................................... (2.17)

Jika Vc > Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya geser tanpa memerlukan tulangan geser. b) Untuk aksi satu arah Gaya geser berfaktor Vu = n x Pi Keterangan : Vu = Gaya geser berfaktor n Pi = jumlah tiang yang berada sejauh > d dari sisi luar kolom = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang

d/2 B d/2

d L

Gambar 2.14 Penampang kritis gaya geser satu arah pada pile cap

Gaya geser nominal Vc = Keterangan : Vc = Gaya geser nominal bo d = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d ) =4x(a+d) = Tinggi efektif pile cap x bo x d ............................................................................ (2.18)

Jika Vc > Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya geser tanpa memerlukan tulangan geser.

4) Kontrol kekuatan geser secara individual bo = keliling = x (pile + d) untuk penampang lingkaran = 4 x ( Bpile + d) untuk penampang persegi

Bo

Bo

Pile

Pile

Gambar 2.15 Penampang tiang

Gaya geser berfaktor Vu = 1 x Pu .................................................................................................... (2.19) Keterangan: Vu = Gaya geser berfaktor Pu = Beban yang bekerja

Gaya geser nominal Vc = x bo x d x Keterangan : Vc = Gaya geser nominal bo = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d ) =4x(a+d) d = Tinggi efektif pile cap ................................................................................... (2.20)

Jika Vc > Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya geser tanpa memerlukan tulangan geser.

5) Perhitungan momen lentur akibat beban berfaktor Momen lentur pada penampang kritis ( sisi luar kolom ) Mu = n x Pu x ( S x Keterangan : Mu n Pu S = Momen lentur akibat beban berfaktor = Jumlah tiang = Beban yng bekerja = Jarak antar tiang

) ..................................................................... (2.21)

s kolom = Ukuran kolom

6) Perhitungan luas tulangan Ru = Keterangan : Mu = Momen lentur akibat beban berfaktor b d = Lebar pile cap = Tinggi efektif pile cap ................................................................................................... (2.22)

Selanjutnya menghitung nilai min, perlu, bal, max dengan rumus sebagai berikut : perlu = 0,85 x [ 1- min = ] ................................................. (2.23)

.................................................................................................... (2.24) x ............................................................... (2.25)

bal = 0,85 x 1 x

max = 0,75 x bal ....................................................................................... (2.26)

Keterangan : 1 = 0,85 untuk 0 fc 30 MPa 1 = 0,85 - (0,008 x (fc-30)) untuk 30 fc 55 MPa 1 = 0,65 untuk fc 55 MPa Bila nilai min < perlu < max maka digunakan perlu Bila nilai perlu < min maka digunakan min Bila nilai max < perlu maka digunakan max Luas tulangan bawah ; As = pakai x b x d ....................................................................................... (2.27) Keterangan : As b d = Luas tulangan = Lebar pile cap = Tinggi efektif pile cap

Untuk tulangan kedua arah di anggap sama

7) Perhitungan tulangan pasak Kekuatan tekan rencana kolom : Pn = x 0,85 x fc x Agv ............................................................................ (2.28) Keterangan : Ag = Luas kolom

Beban berfaktor pada kolom : Pu = n x P Keterangan : Pu = Beban berfaktor n P = Jumlah tiang = Beban yang bekerja

Bila Pn > Pu, beban pada kolom dapat dipindahkan dengan dukungan saja. Tetapi diisyaratkan menggunakan tulangan pasak sebesar : As min = 0,005 Ag .......................................................................................... (2.29) 8) Kontrol panjang penyaluran tulangan pasak Ldb =

...................................................................................... (2.30)

2.4.11 Penurunan (Settlement) Dalam kelompok tiang (pile group) ujung atas tiang-tiang tersebut dihubungkan satu dengan yang lain dengan poer yang kaku sehingga merupakan suatu kesatuan yang kokoh. Dengan poer ini di harapakan bila kelompok tiang pancang tersebut dibebani secara merata akan terjadi setllement (penurunan) yang merata pula. a. Penurunan kelompok tiang selalu lebih besar dari pada penurunan tiang pancang yang berdiri sendiri (single pile) terhadap beban yang sama. b. Dengan beban yang sama penurunan kelompok tiang akan lebih besar bila jumlah tiang bertambah. b. Dengan memperbesar spacing (jarak) antara tiang yang satu dengan yang lain dalam kelompok tiang pancang, maka penurunan kelompok tiang pancang tersebut akan berkurang. Pada jarak kurang lebih 6 kali diameter tiang pancang, maka penurunan dari pada kelompok tiang pancang tersebut akan mendekati penurunan tiang pancang tunggal (single pile).

Adapun langkah-langkah perhitungan penurunan elastis tiang tunggal adalah sebagai berikut : S = S1 + S2 + S3 ............................................................................................ (2.31) Keterangan : S = Total penurunan tiang

S1 = Penurunan dari batang tiang pancang S2 = Penurunan yang disebabkan oleh beban pada ujung tiang S3 = Penurunan yang disebabkan oleh beban yang disalurkan sepanjang batang tiang pancang

Untuk penentuan nilai dari S1 , S2 dan S3 adalah sebagai berikut : S1 =


( )

.................................................................................... (2.32)

Keterangan : Qwp = Beban yang mengangkat pada ujung tiang ketika beban bekerja Qws = Beban yang mengangkat tahanan gesek pada dinding tiang ketika beban bekerja Ap = Luas penampang tiang L = Panjang Tiang Ep = Modulus elastisitas bahan tiang Besarnya akan tergantung pada sifat distribusi perlawanan dari tahanan gesek dinding tiang sepanjang tiang. Jika distribusi dari f adalah seragam atau parabola, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16, = 0,5. Namun, untuk distribusi segitiga dari f, besarnya adalah sekitar 0,67.

? = 0,5

? = 0,5

? = 0,67

f f

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.16 Jenis - jenis distribusi perlawanan unit gesekan sepanjang batang tiang x ( 1 - s2 ) x Iwp .................................................................... (2.33)

S2

Keterangan : qwp D Es s Iwp = Beban titik per satuan luas pada ujung tiang = = Lebar atau diameter dari tiang = Modulus elastisitas dari tanah pada atau dibawah ujung tiang = Rasio tanah (Lihat tabel 2.3) = Faktor pengaruh

Tabel 2.3 Modulus Elastisitas Tanah (Es) dan Nilai Raiso Tanah (s)

S3 p L Iws

=(

( 1 - s2 ) x Iws ................................................... (2.34)

= Keliling penampang tiang = Panjang tiang = Faktor pengaruh

Untuk nilai Iws = 2 + 0,35

Adapun langkah - langkah perhitungan penurunan elastis kelompok tiang adalah sebagai berikut : Sg = Keterangan : q =
( )

............................................................................................... (2.35)

Bg = Lebar kelompok tiang qc = Nilai rata-rata dari tahanan ujung konus I = Faktor pengaruh = 1 - L / 8 x Bg 0,50

Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang Tunggal Dan Grup Daya Dukung satu Tiang tunggal P Konus Kleep (ton) 3 3 3 3 5 5 5 5 29.33 29.33 29.33 29.33 Daya Dukung satu Tiang dalam Grup Konus 3 3 3 3 Kleep 3 5 5 5 5 P (ton) 16.51 10.61 22.29 19.36 21.41

No

Perumusan

1. 2. 3. 4.

Dir. Jend. Bina Marga Dept. P.U.T.L Methode Feld Uniform Building Code AASHO Los Angeles Group action Formula

Dapat disimpulkan, daya dukung satu tiang pancang dalam kelompok selalu lebih kecil dari pada daya dukung satu tiang tunggal (single pile).

Tabel 2.5 Batas Penurunan yang Diperkenankan


No 1. Tipe Bangunan Bangunan dengan dinding batu bata sederhana L / H 2,5 L / H 1,5 Bangunan dengan dinding batu bata, beton bertulang atau dinding bertulang Kerangka Bangunan Pondasi beton bertulang dari bangunan cerobong asap, gudang, menara, dan sejenisnya Penurunan yang diperkenankan ( cm ) 8 10 15 10 30

2. 3. 4.

2.4.12 Perhitungan Penulangan Tiang Pancang


Penulangan tiang pancang dihitung berdasarkan kebutuhan pada waktu pengangkatan.

1. Tiang pancang diangkat dengan posisi horizontal atau mendatar dengan tali di
kedua ujungnya.

L - 2a L M1

M2

Gambar 2.17 Gambar momen untuk tiang yang diikat pada kedua ujungnya M1 M2 M1 x q x a2 = x q x a2 ( q = berat tiang pancang ) = 1/8 x q x ( L - 2a )2 - x q x a = M2 = 1/8 x q x ( L - 2a )2 - x q x a

4a2 + 4 x a x L -L2 = 0 a = 0,209 x 1

2. Tiang pancang diangkat dengan posisi miring dengan satu tali pada ujung tiang.

a R2 L - a L a R1 M1

M2

Gambar 2.18 Gambar momen untuk tiang yang diikat pada salah satu ujungnya = x q x a2 ( q = berat tiang pancang ) = =
( ) ( ( )

M1 R1

Mx = R1 x X - x q x X2 Starat Extrim : R1 - q x X = 0 X = =
( ( ( ) )

=0

Mmax = M2 = R1 x

-xqx( )

=xqx (

M1 = M2 x q x a2 = x q x ( a = (
( ) )

2a2 - 4 x a x L + L2 = 0 a = 0,29 x L

Ru = Keterangan :

.................................................................................................... (2.36)

Mu = Momen lentur akibat beban berfaktor b d = Lebar pile = Tinggi efektif pile

Selanjutnya menghitung nilai min, perlu, bal, max dengan rumus sebagai berikut : perlu = 0,85 x [ 1- min bal max = ] ........................................... (2.37)

.................................................................................................. (2.38) x ............................................................. (2.39)

= 0,85 x 1 x

= 0,75 x bal .................................................................................... (2.40)

Keterangan : 1 = 0,85 untuk 0 fc 30 MPa 1 = 0,85 - (0,008 x (fc-30)) untuk 30 fc 55 MPa 1 = 0,65 untuk fc 55 MPa Bila nilai min < perlu < max maka digunakan perlu Bila nilai perlu < min maka digunakan min Bila nilai max < perlu maka digunakan max

Luas Tulangan : As = pakai x b x d Jumlah tulangan : n =

keterangan : D = Diameter tulangan tiang pancang yang direncanakan

2.5

Pembebanan Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara

pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Dan pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen dalam suatu struktur, umunya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jika beban-beban yang bekerja pada suatu struktur telah diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi-kombinasi beban yang yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut. (Agus Setiawan; 2008: 3) Beberapa jenis beban yang sering dijumpai adalah beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa dan kombinasi beban. Namun penulis hanya menggunakan beban mati, beban hidup dan kombinasi antara beban mati dan beban hidup saja.

2.5.1 Beban Mati Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung itu. Beban mati merupakan berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau didalam menentukan beban mati dari suatu gedung. Tidak berubah seperti berat struktur sendiri atau bagian

struktur yang tidak boleh dipisahkan daripada struktur utama. Beban mati dalam sebuah bangunan adalah faktor yang penting dalam rekayasa bentuk struktur dan boleh melebihi beban yang lain. Berdasarkan PPIUG 1983 untuk menghitung taksiran awal berat sendiri bangunan ada beberapa cara antara lain: dimensi (ukuran) elemen struktur seperti kolom, balok, plat lantai, dll, harus ditentukan dulu.

2.5.2 Beban Hidup Beban hidup adalah beban selain daripada beban mati yang berlaku pada struktur serta beban yang boleh berubah. Perubahan beban hidup terjadi tidak hanya sepanjang waktu, tetapi juga sebagai fungsi tempat. Perubahan ini bisa berjangka pendek atau panjang sehingga menjadi hampir mustahil untuk memperkirakan beban-beban hidup secara statis. Beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu bangunan dinamai beban penghunian (occupancy load). Beban-beban ini mencakup beban peluang untuk berat manusia, perabot, partisi yang dapat dipindahkan, perlengkapan mekanis, kendaraan bermotor, perlengkapan industri, dan semua beban semi permanen atau beban sementara lainnya yang berpengaruh terhadap sistem bangunan, tetapi bukan bagian dari struktur dan tidak dianggap sebagai beban mati.

2.5.3 Kombinasi Beban Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur bangunan harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini: U = 1 DL + 1 LL

Keterangan: DL = beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan laying tetap. LL = beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.

2.6

Pemancangan Tiang Pancang Pemancangan tiang pancang adalah usaha yang dilakukan untuk

menempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi sesuai perencanaan. Pada umumnya pelakasanan pemancangan dapat dibagi dalam tiga tahap, tahap pertama adalah pengaturan posisi tiang pancang, yang meliputi kegiatan mengangkat dan mendirikan tiang pada pemandu rangka pancang, membawa tiang pada titik pemancangan, mengatur arah dan kemiringan tiang dan kemudian percobaan pemancangan mencapai tanah keras seperti yang telah direncanakan. Tahap terakhir biasa dikenal dengan setting, yaitu pengukuran penurunan tiang pancang per-pukulan pada akhir pemancangan. Harga penurunan ini kemudian digunakan untuk menentukan kapasitas dukung tiang tersebut.

2.6.1 Hal - Hal yang Menyangkut Masalah Pemancangan Ada beberapa hal yang sering dijumpai pada saat proses pemancangan. Pada umumnya yang sering terjadi antara lain adalah kerusakan tiang, pergerakan tanah pondasi hingga pada masalah pemilihan peralatan. 1. Pergerakan tanah pondasi Pemancangan tiang akan mengakibatkan tanah pondasi dapat bergerak karena sebagian tanah yang digantikan oleh tiang akan bergeser dan mengakibatkan bangunan-bangunan yang berada di dekatnya akan mengalami pergeseran. 2. Kerusakan tiang Pemilihan ukuran dan mutu tiang didasarkan pada kegunaannya dalam perencanaan, tetapi setidaknya tiang tersebut harus dapat dipancangkan sampai ke pondasi. Jika tanah pondasi cukup keras dan tiang tersebut cukup panjang, tiang tersebut harus dipancangkan dengan penumbuk (hammer) dan tiang harus dijaga terhadap kerusakan akibat gaya tumbukan dari hammer. 3. Penghentian pemancangan tiang Dalamnya pemancangan pada saat dimana pemancangan tiang dapat dihentikan, menurut prinsip adalah 2-3 kali panjang diameter tiang

diukur dari batas lapisan tanah pendukung. Karena tebal lapisan pendukung berbeda-beda di setiap tempat, maka pemancangan yang diakibatkan oleh gaya tumbuk sampai kedalaman yang diisyaratkan atau direncanakan seperti diatas, harus dihindari. Bila lapisan tanah pendukung tidak begitu tebal, pemancangan tiang dapat dihentikan pada kedalaman sekitar setengah dari tebal lapisan tanah pendukung tersebut. 4. Pemilihan peralatan Alat utama yang digunakan untuk memancangkan tiang-tiang pracetak adalah penumbuk (hammer) dan mesin derek (tower). Untuk memancangkan tiang pada posisi yang tepat, cepat dan dengan biaya yang rendah, penumbuk dan dereknya harus dipilih dengan teliti agar sesuai dengan keadaan di sekitarnya, jenis dan ukuran tiang, tanah pondasi dan perancahnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat penumbuk adalah kemungkinan pemancangannya dan manfaatnya secara ekonomis. Karena dewasa ini masalah-masalah lingkungan seperti suara bising atau getaran tidak boleh diabaikan, maka pekerjaan seperti ini perlu digabungkan dengan teknik-teknik pembantu lainnya walaupun sebelumnya telah ditetapkan salah satu cara pemancangan.

2.6.2 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment) Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat pancang. Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu : 1. Drop hammer 2. Single - acting hammer 3. Double - acting hammer Bagian-bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul (hammer), leader, tali atau kabel dan mesin uap.

Tabel 2.6 Jenis dan Karakteristik Bermacam-macam Penumbuk


Penumbuk bertenaga uap (udara) Peralatan Kemampuan baik, sederhana miring ataupun di dalam air Tinggi jatuh dapat Kepala tiang tidak diperiksa dengan mudah begitu cepat rusak Kesulitan kecil dan Beberapa mesin biaya operasi dapat dipakai rendah untuk menarik Penumbuk yang dijatuhkan Penumbuk bertenaga diesel Penumbuk getar

Mudah Mampu dipindahkan memancang dalam arah dan Menghasilkan daya kedudukan yang tumbuk yang besar tepat Kemampuan baik Biaya bahan bakar Suara penumbukan rendah hamper tak terdengar Kepala tiang tidak begitu cepat rusak Mampu memancang dan menarik Karena bebannya berat, alat menjadi besar Pada lapisan lunak pengerjaan menjadi lambat Penumbukan menimbulkan suara gaduh dan terjadi percikanpercikan minyak pelumas Memerlukan tenaga listrik yang besar Kurang mampu mengubah sifatsifat tanah

Keuntungan

Kepala tiang mudah rusak Panjang pemancangan terbatas Sering menjadi eksentris pemancangan lambat Banyak bahayanya pada pemancangan tidak langsung

Diperlukan kompresor berukuran besar Pipa karet merupakan rintangan Tinggi jatuh tak dapat dikendalikan Penumbukan menimbulkan suara gaduh, dan kompresor menimbulkan bunga api, asap dan suara berisik

Dapat digunakan Lebih cocok untuk Cocok bagi tanah untuk semua jenis tanah pondasi yang pondasi yang tanah keras lunak Pengaturan Dapat digunakan Dapat jatuhnya untuk semua jenis dipergunakan penumbuk dapat tanah untuk menarik dilaksanakan tanpa pengawas Sumber : (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono, 1994) Penyesuaian

Kerugian

Tidak terpengaruh oleh tanah Bila penampang cukup kecil Bila diperlukan penyesuaian pemancangan

Anda mungkin juga menyukai