Anda di halaman 1dari 20

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini data diperoleh dari hasil uji pada Laboratorium Inti Jalan Raya Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan spesifikasi dari Bina Marga, yang meliputi spesifikasi pada agregat, aspal dan campuran aspal. Uji coba di laboratorium tersebut mencakup pengujian Marshall awal dengan campuran aspal keras, uji coba PRD dengan VIM 6% serta uji coba kuat tekan dan kuat geser PRD pada VIM 2,5% dengan substitusi Asbuton yang telah ditentukan.

A. Hasil Pengujian Aspal Keras Penetrasi 60/70 1. Hasil Pengujian Berat Jenis Hasil pengujian berat jenis pada aspal keras Penetrasi 60/70 didapat nilai sebesar 1,033 gr/cm3. Berdasarkan SNI 06-2411-1991, berat jenis aspal yang diizinkan pada suhu 25 oC baik untuk aspal keras Penetrasi 60/70 minimal 1,0 gr/cm3. Oleh karena itu berat jenis aspal pada pengujian masuk dalam standar yang telah ditetapkan sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran perkerasan.

22

2. Hasil Pengujian Titik Lembek Hasil pengujian titik lembek pada aspal keras Penetrasi 60/70 didapat nilai 49,75 oC. Hal ini membuktikan bahwa aspal yang digunakan baik untuk pembuatan campuran aspl sesuai dengan SNI 06-2434-1991 untuk jenis aspal keras Penetrasi 60/70 berkisar antara 48 oC dan 58 oC.

3. Hasil Pengujian Daktilitas Hasil pengujian daktilitas pada aspal keras Penetrasi 60/70 didapat nilai lebih besar dari 100 cm. Hal ini membuktikan bahwa aspal yang digunakan mempunyai sifat daktilitas yang baik dan memenuhi syarat berdasarkan SNI 06-2432-1991 minimal 100 cm, sebab hingga percobaan terakhir penarikan oleh mesin, sampel aspal belum terputus.

4. Hasil Pengujian Penetrasi Hasil pengujian yang didapat pada aspal keras Penetrasi 60/70 diperoleh nilai 74,625. Dapat disimpulkan bahwa penetrasi yang didapat untuk aspal keras Penetrasi 60/70 sesuai dengan standar SNI 06-2456-1991 yaitu antara 60 79. Semakin kecil nilai penetrasi yang didapat, maka semakin keras aspal tersebut.

5. Hasil Pengujian Penurunan Berat Hasil pengujian yang dilakukan pada aspal keras Penetrasi 60/70 didapat nilai sebesar 0,18 %. Berdasarkan SNI 06-2440-1991, penurunan berat yang disyaratkan maksimal 0,8 %. Maka hasil pengujian penuruna berat tersebut memnuhi syarat.

23

Tabel 9. Rekapan Hasil Perhitungan Pengujian Aspal Keras. No . 1 2 1 3 4 5 Jenis Pengujian Penetrasi, 25 oC, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm Lembek; oC Titik Daktilitas, 25 oC; cm Berat Jenis; gr/cm3 Penurunan berat (dengan TFOT); % berat Metode SNI 06-2456-1991 SNI 06-2434-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2411-1991 SNI 06-2440-1991 Persyaratan 60 - 79 48 58 Min 100 Min 1,0 Mak 0,8 Hasil Uji 74,625 49,75 >100 1,033 0,18

B. Hasil Pengujian Agregat 1. Hasil Pengujian Berat Jenis Agregat Kasar Hasil dari pengujian pada agregat kasar didapat nilai untuk BJ bulk sebesar 2,64 , BJ kondisi SSD sebesar 2,65 dan BJ apperant sebesar 2,67 , serta untuk penyerapan 0,314 %. Data tersebut menunjukkan bahwa agregat yang digunakan dalam

penelitian mempunyai berat jenis yang sesuai standar yaitu minimum 2,5 dan untuk penyerapan maksimum 3 %. (Spesifikasi umum Bidang Jalan dan Jembatan Dep. PU, 2005).

2. Hasil Pengujian Berat Jenis Agregat Halus Hasil dari pengujian pada agregat halus diperoleh nilai untuk BJ bulk sebesar 2,6 , BJ untuk kondisi SSD sebesar 2,64 dan BJ apperant sebesar 2,71 , serta untuk penyerapan diperoleh 1,49 %. Dengan hasil yang didapat pada agregat halus yang digunakan dalam penelitian berat jenis yang sesuai dengan standar yaitu minimum 2,5 dan untuk penyerapan maksimum 3 %. (Spesifikasi umum Bidang Jalan dan Jembatan Dep. PU, 2005).

24

3. Hasil Pengujian Abrasi Dari hasil pengujian agregat kasar yang telah dilakukan dengan menggunakan 11 buah bola baja, didapat nilai keausan agregat sebesar 14,27 %. Data yang diperoleh dapat memenuhi standar keausan pada 500 putaran yaitu maksimum 40 %, sesuai dengan SNI 03-2417-1991.

4. Hasil Pengujian Analisa Saringan Dari hasil pengujian analisa saringan yang telah dilakukan diperoleh hasil data yang sesuai dengan grafik dibawah ini.
Gradasi Terpakai 120 105 Persentase Lolos (%) 90 75 60 45 30 15 0 0.01 0.1 1 Ukuran Saringan (mm) 10 100 Batas Bawah Batas Atas

Gambar 4 . Hubungan antara Ukuran Saringan dengan Persentase Lolos.

25

Tabel 10. Rekapan Hasil Perhitungan Pengujian Agregat. Jenis Pemeriksaan Agregat Kasar 1. BJ curah (bulk) 2. BJ SSD 3. BJ semu (apparent) 4. Penyerapan air 5. Los angeles test Agregat Halus 1. BJ curah (bulk) 2. BJ SSD 3. BJ semu (apparent) 4. Penyerapan air Peryaratan Min. 2,5 Maks. 3% Maks. 40% Min. 2,5 Maks. 5% Hasil Uji 2,64 2,65 2,67 0,314% 14,27% 2,6 2,64 2,71 1,49%

C. Hasil Pengujian Asbuton 1. Hasil Pengujian Kadar Aspal Hasil pengujian kadar aspal yang dilakukan dapat diperoleh bahwa sebesar 24,260 %. Hasil uji kadar aspal pada Asbuton sesuai dengan standar SNI 03-3640-1994 yang berada antara 23 27 %. Dengan hasil yang didapat dapat dinyatakan bahwa kadar aspal pada Asbuton sesuai dengan standar.

2. Hasil Pengujian Kadar Air Hasil pengujian kadar air pada Asbuton didapat nilai sebesar 0,305 %. Sesuai standar untuk Asbuton pada SNI 06-2490-1991, nilai yang disyaratkan sebesar maksimal 2 %. Hal itu dapat dibuktikan bahwa Asbuton yang telah diuji memenuhi standar yang telah disyaratkan.

3. Hasil Pengujian Ukuran Asbuton Dari hasil pengujian yang telah dilakukan telah didapat dan dihitung bahwa ukuran butiran Asbuton yang lolos saringan no. 8 (2,36mm) yaitu sebesar 100 %, sedangkan

26

untuk lolos saringan no. 16 (1,18mm) sebesar 99,08 %. Sesuai dengan persyaratan SNI 03-1968-1990 bahwa untuk saringan no. 8 (2,36mm) yaitu 100 % dan untuk lolos saringan no. 16 (1,18mm) yaitu minimal 95 %. Tabel 11. Rekapan Hasil Pengujian Asbuton. Sifat-sifat Aspal Buton Butir Kadar bitumen Aspal Buton; % Ukuran butir Aspal Buton a. Lolos saringan no. 8 (2,36 mm); b. % Lolos saringan no. 16 (1,18 mm); Kadar air; % % Metode SNI 03-3640-1994 SNI 03-1968-1990 SNI 03-1968-1990 SNI 06-2490-1991 Persyaratan 20/25 23-27 100 Min 95 Mak 2 Hasil Uji 24,260 100 99,08 0,305

Namun pada penelitian ini, kadar bitumen Asbuton yang digunakan sebesar 25 %, karena pada persyaratan di atas berada diantara 23 % - 27 %. Pada penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bentuk fisik pada campuran beraspal. Maka dari itu, untuk penelitian berikutnya disarankan agar Asbuton tidak dioven atau dilakukan pemanasan selama 24 jam. Dikarenakan pengaruh suhu pada saat pemanasan tersebut mengakibatkan kadar bitumen semakin kecil sehinggga kelekatan campuran terhadap aspal keras semakin kecil. Seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Asbuton yang dioven

Asbuton yang tidak dioven

Gambar 5. Perbedaan Asbuton yang Dioven dan Tidak Dioven.

27

Tidak hanya terlihat pada bentuk fisiknya saja, terdapat perbedaan pada kekuatannya. Kekuatan yang dihasilkan pada Asbuton yang dilakukan pemanasan atau dioven selama 24 jam didapat nilai yang lebih kecil daripada Asbuton yang tidak dilakukan pemanasan. Namun pada penelitian ini, Asbuton tidak dilakukan pemanasan atau dioven selama 24 jam.

D. Penentuan Kadar Aspal Awal untuk Uji Coba Marshall Dari hasil uji analisa saringan telah diperoleh persentase lolos yang kemudian dihubungkan dengan BJ bulk, BJ kondisi SSD dan BJ apperant, dapat diperoleh kadar aspal awal sebesar 7,5 %. Setelah itu dibuat 3 sampel untuk masing masing kadar aspal, yang selanjutnya di uji kuat tekan Marshall. Dari hasil uji coba Marshall tersebut dapat diperoleh kadar aspal untuk VIM 6 %. Sesuai dengan grafik berikut ini.

8 7 % VIM 6 5 4 3 2 6 6.5 7 7.5 % Kadar Aspal 8 8.5 9

6,8%

Gambar 6. Hubungan antara Kadar Aspal dan VIM. Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa untuk VIM 6 % diperoleh kadar aspal sebesar 6,8 % untuk dilakukan uji coba PRD awal.

28

E. Penentuan Kadar Aspal Optimum pada Uji Coba PRD Dari hasil kadar aspal 6,8 % yang didapat dari grafik hubungan antara kadar aspal dan VIM dibuat sampel 3 buah untuk masing masing kadar aspal. Kemudian dengan uji coba kuat tekan Marshall pada metode PRD dapat diperoleh kadar aspal optimum untuk VIM 2,5 %. Sesuai dengan grafik berikut.
Batas Bawah 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 5.5 6 6.5 7 7.5 8 % Kadar Aspal VIM(%) Batas Atas

Gambar 7. Hubungan Kadar Aspal Optimum dan VIM.


Batas Bawah 20.000 19.000 18.000 17.000 16.000 15.000 14.000 13.000 12.000 11.000 10.000 5.5 6 6.5 7 %Kadar Aspal 7.5 8 VMA(%)

%VMA

Gambar 8. Hubungan Kadar Aspal Optimum dan VMA.

%VIM

29

VFA(%) 80.0 75.0 VFA(%) 70.0 65.0 60.0 55.0 50.0 5.5 6

Batas Bawah

6.5 7 Kadar Aspal(%)

7.5

Gambar 9. Hubungan Kadar Aspal Optimum dan VFA.


Stabilitas(kg) 2500 2000 Stabilitas(kg) 1500 1000 500 0 5.5 6 6.5 7 Kadar Aspal(%) 7.5 8 Batas Bawah

Gambar 10. Hubungan Kadar Aspal Optimum dan Stabilitas.


Batas Bawah 4 3.5 3 2.5 2 5.5 6 6.5 7 Kadar Aspal (%) 7.5 8 Flow(mm) Batas Atas

Gambar 11. Hubungan Kadar Aspal Optimum dan Flow.

Flow (mm)

30

Marshall Question(kg/cm) 800 Marshall Question(kg/cm) 700 600 500 400 300 200 100 0 5.5 6 6.5 7 Kadar Aspal(%)

Batas Bawah

7.5

Gambar 12. Hubungan Kadar Aspal Optimum dan Marshall Question. 5,8 VIM VMA VFA STABILITAS FLOW MQ 6,8 % 7,8 % 6,3 6,8 7,3 7,8

Gambar 13. Kadar Aspal Optimum PRD. Dari grafik grafik tersebut diatas, telah didapat kadar aspal optimum sebesar 7,3 %. Yang kemudian digunakan untuk uji coba kuat tekan dan uji coba kuat geser Marshall untuk VIM 2,5 % dengan substitusi Asbuton lebih banyak daripada aspal keras.

F. Penentuan Campuran Asbuton Dari hasil kadar aspal optimum yang telah didapat sebesar 7,3 %, dilakukan perhitungan untuk campuran aspal keras dan Asbuton. Dengan perhitungan sebagai berikut. Contoh perhitungan untuk substitusi Aspal Keras 10 % dengan kadar aspal 7,3 %.

31

Dari perhitungan gradasi antara BJ Bulk, BJ SSD dan BJ Apperant, didapat berat total aspal sebesar 82,431 gram. Kemudian untuk dicari berat aspal keras dapat dihitung sebagai berikut : Berat Aspal Keras = = 8,243 gram

Setelah itu, dicari berat Asbuton Murni dengan perhitungan dibawah ini : Berat Asbuton Murni = ( ) = 296,750 gram

Perhitungan selanjutnya telah ditabelkan seperti pada Tabel 12. Tabel 12. Pehitungan Berat Asbuton, Aspal Keras dan Agregat. Aspal Keras 10% Aspl Keras 15% Aspal Keras 20% Aspal Keras 25% Aspal Keras 0% Kadar Aspal (7,3%) Kadar Aspal (7,3%) Kadar Aspal (7,3%) Kadar Aspal (7,3%) Kadar Aspal (7,3%) Total Aspal (gr) Aspal Keras (gr) Asbuton Murni (gr) Total Aspal (gr) Aspal Keras (gr) Asbuton Murni (gr) Total Aspal (gr) Aspal Keras (gr) Asbuton Murni (gr) Total Aspal (gr) Aspal Keras (gr) Asbuton Murni (gr) Total Aspal (gr) Aspal Keras (gr) Asbuton Murni (gr) 82,431 8,243 296,750 82,431 12,365 280,264 82,431 16,486 263,778 82,431 20,608 247,292 82,431 0 329,722

Tabel diatas membuktikan bahwa terdapat perbedaan berat antara Asbuton, aspal keras dan agregat yang digunakan dalam pencampuran. Pada penelitian ini kadar Asbuton dirancang lebih banyak daripada aspal keras, ditujukan untuk mengetahui kekuatan dari Asbuton dan aspal keras sebagai perekat antara Asbuton dan agregat.

32

G. Pengujian Kuat Tekan Campuran Asbuton Pada pengujian kuat tekan digunakan alat uji Marshall yang berdiameter 10,16 cm. Pada uji kuat tekan, benda uji campuran Asbuton ditekan hingga benda uji tersebut hancur. Benda uji kuat tekan terbagi dari dua kondisi yaitu, kondisi normal (30 menit) dan kondisi perendaman (24 jam). Hasil yang didapat pada uji kuat tekan seperti pada tabel berikut. Tabel 13. Hasil Pengujian Campuran Asbuton pada Kondisi Normal. Kadar Aspal Substitusi Aspal Keras 7,3% 10% 7,3% 15% 7,3% 20% %Pori VMA
14,143 14,418 14,616

VIM

VFA

Stabilitas (kg)
1316,448 2350,800 1868,886

Flow (mm)
6,8 9,5 8,5

MQ (kg/mm2)
193,595 247,453 219,869

2,656 81,220 2,577 82,129 2,527 82,713

Dari hasil perhitungan yang telah didapat, dapat dibuat grafik hubungannya terhadap VIM. Gambar grafik hubungan antara VIM dan kadar aspal seperti pada gambar di bawah ini.
VIM 3.5 3 2.5 VIM(%) 2 1.5 1 0.5 0 0% 5% 10% 15% Substitusi Aspal Keras(%) 20% 25% 2.656 2.577 2.527 Batas Bawah Batas Atas

Gambar 14. Hubungan Antara Substitusi Kadar Aspal dan VIM pada Kondisi Normal.

33

Stabilitas(kg) 2500 2000 Stabilitas (kg) 1500 1316.448 1000 500 0 0% 5%

Batas Bawah 2350.800 1868.886

10% 15% Substitusi Aspal Keras (%)

20%

25%

Gambar 15. Hubungan Antara Substitusi Aspal Keras dan Stabilitas pada Kondisi Normal. Dari grafik hubungan antara substitusi aspal keras dan stabilitas pada kondisi normal, bahwa kekuatan maksimum yang dapat ditahan oleh campuran aspal keras dan Asbuton yaitu berada pada 15 % subtitusi aspal keras terhadap berat total aspal. Kekuatan maksimum yang diperoleh sebesar 2350,8 kg. Tabel 14. Hasil Pengujian Campuran Asbuton pada Kondisi Perendaman. Kadar Aspal 7,3 7,3 7,3 7,3 Substitusi %Pori Aspal VMA VIM VFA Keras 10% 14,15 2,66 81,17 15% 14,49 2,65 81,67 20% 14,64 2,56 82,54 25% 15,21 2,45 83,87 Stabilitas (kg) 1093,122 1680,822 1810,116 1504,512 Flow (mm) 6 9 7 5 MQ (kg/mm2) 182,19 186,76 258,59 300,90

Dari hasil perhitungan VIM di tabel tersebut, dibuat grafik perbandingan antara substitusi kadar aspal dan nilai VIM. Seperti pada gambar dibawah ini.

34

Batas Bawah 3.500 3.000 2.500 VIM(%) 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 0% 5% 2.665

Batas Atas

VIM

2.655

2.556

2.452

10% 15% 20% Substitusi Aspal Keras(%)

25%

30%

Gambar 16. Hubungan antara Substitusi Aspal Keras dan VIM pada Perendaman.
Stabilitas(kg) 2000 1680.822 Stabilitas(kg) 1500 1000 500 0 0% 5% 10% 15% 20% Substitusi Aspal Keras(%) 25% 30% 1093.122 1810.116 1504.512 Batas Bawah

Gambar 17. Hubungan Antara Substitusi Aspal Keras dan Stabilitas pada Perendaman. Dilihat dari grafik hubungan antara substitusi aspal dan stabilitas pada kondisi diatas, dapat dilihat bahwa kekuatan maksimum yang dapat ditahan oleh campuran aspal tersebut terdapat pada substitusi aspal keras lebih dari 15 % berat aspal. Dari perlakuan pada kondisi yang berbeda diatas, dapat dilihat hasilnya bahwa pada kondisi normal (30 menit) mendapatkan hasil yang lebih besar daripada kondisi perendaman (24 jam) dikarenakan pengaruh suhu pada saat perendaman yang

35

mengakibatkan campuran beraspal semakin lunak sehinggga kelekatan campuran semakin kecil. Namun dilihat hasil perbandingan pada persentase pori khususnya pada VIM, kedua kondisi diatas memiliki nilai yang hampir sama dan nilai tersebut memenuhi syarat yang telah ditentukan yaitu berada antara 2 % - 3 %. Tabel 15. Perhitungan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) pada Uji Kuat Tekan.
Substitusi Aspal Keras 10% 15% 20% 25% Stabilitas Normal Perendaman (kg) (kg) 1316,448 1093,122 1857,132 1680,822 1868,886 1810,116 1672,986 1504,512 Indeks Kekuatan Sisa (%) 83,03571 90,50633 96,85535 89,92974

Dilihat dari hasil pehitungan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) diatas, dapat disimpulkan bahwa substitusi aspal keras yang dapat digunakan dan mencapai nilai maksimum yaitu 10 %, 15 %, 20 % dan 25 %.

H. Pengujian Kuat Geser Campuran Asbuton Hasil pengujian kuat geser setiap benda uji yang dilakukan untuk setiap variasi substitusi aspal keras dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16. Hasil ini tidak dapat dibandingkan dengan standar yang ada, karena standar untuk pengukuran kuat geser belum ada. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji marshall yang telah dimodifikasi pada mold. Pengambilan data kuat tekan dilakukan pada saat benda uji mengalami keruntuhan dibagian lapisan tengahnya. Dari hasil pengujian kekuatan geser setiap sampel dengan alat marshall modifikasi, tegangan geser dapat dihitung dengan rumus : =( )

36

Dimana : = Tegangan geser (kg/cm) P = Gaya (kg) A = Luas (cm) Luas untuk semua setiap benda uji, diameter (d) benda uji 10,16 cm. Contoh perhitungan untuk benda uji 0 % A pada kondisi normal. A = d * l = 10,16 * 6,24 = 63,40 cm2 Hasil perhitungan kuat geser di atas telah diperhitungkan dan ditabelkan seperti terlihat pada tabel dibawah ini. Namun seperti halnya uji kuat tekan, pada uji kuat geser diperlakukan dalm dua kondisi, yaitu kondisi normal (30 menit) dan kondisi perendaman (24 jam). Berikut hasil perhitungannya pada Tabel 15 dan Tabel 16. Untuk kondisi perendaman normal, telah didapat hasil pengujiannya pada alat modifikasi marshall dan hasilnya diperhitungkan dengan menggunakan rumus tersebut di atas. Hasil perhitungannya seperti pada Tabel 15. Tabel 16. Hasil Pengujian Kuat Geser pada Kondisi Normal. Substitusi Aspal Panjang Keras (cm) 0% 6,24 10% 6,16 15% 6,21 20% 6,00 25% 6,15 Gaya Stabilitas Geser (kg) (kg/cm2) 176,31 1,966 164,556 1,859 235,08 2,635 246,834 2,863 281,356 3,184

KA 7,3 7,3 7,3 7,3 7,3

Luas (cm2) 63,40 62,59 63,09 60,96 62,48

Dari hasil perhitungan tabel diatas, dapat dilihat grafik hasil antara kadar aspal dan gaya gesernya. Seperti pada Gambar 17 dibawah ini.

37

3.500 3.000 Gaya Ceser(kg/cm2) 2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 0% 5% 10% 15% 20% Substitusi Aspal Keras(%) 25% 30% 1.966 1.859 2.635 3.184 2.863

Gambar 18. Hubungan antara Substitusi Kadar Aspal dan Gaya Geser pada Kondisi Normal. Tabel 17. Hasil Pengujian Kuat Geser pada Kondisi Perendaman.
Substitusi Aspal Keras

KA

Panjang (cm)

Luas (cm2)

7,3 7,3 7,3 7,3 7,3

0% 10% 15% 20% 25%

5,98 6,05 6,13 6,19 5,98

60,76 61,47 62,28 62,89 60,76

Gaya Stabilitas Geser (kg) (kg/cm2) 110,985 1,827 117,54 1,352 188,064 2,135 211,572 2,379 258,588 3,009

Dari hasil perhitungan diatas, telah dibuat grafik seperti grafik dibawah ini.
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0% Gaya Geser (kg/cm2)

3.009 1.827 1.352 2.135 2.379

5%

10% 15% 20% Substitusi Aspal Keras(%)

25%

30%

Gambar 19. Hubungan antara Substitusi Kadar Aspal dan Gaya Geser pada Kondisi Perendaman.

38

Dari hasil pengujian dan perhitungan yang telah didapat dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara dua kondisi tersebut, baik pada kondisi normal (30 menit) dan kondisi perendaman (24 jam). Pada kondisi normal hasil gaya geser yang didapat lebih besar dibandingkan pada kondisi perendaman. Dikarenakan kekuatan geser atau kelekatan yang dihasilkan semakin kecil pada pengujian setelah perendaman selama 24 jam pada suhu 60. Hal ini disebabkan karena pengaruh suhu pada saat perendaman yang mengakibatkan campuran beraspal semakin lunak sehinggga kelekatan campuran semakin kecil. Untuk dapat mengetahui apakah substitusi aspal keras diatas dapat digunakan, dapat dihitung Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dalam bentuk persentase (%) dan dapat memenuhi syarat yaitu lebih dari 75 %. Berikut ini hasil perhitungan IKS. Tabel 18. Perhitungan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) pada Uji Kuat Geser. Substitusi Aspal Keras 0% 10% 15% 20% 25% Stabilitas Normal Perendaman (kg) (kg) 176,31 110,985 164,556 117,54 235,08 188,064 246,834 211,572 281,356 258,588 Indeks Kekuatan Sisa (%) 62,949 71,429 80,000 85,714 91,908

Dilihat dari hasil perhitungan pada Indeks Kekuatan Sisa (IKS), hasil yang telah melebihi syarat yang telah ditentukan minimal 75 %, yaitu pada substitusi aspal keras 15%, 20 % dan 25 %. Sedangkan untuk 0 % dan 10 % tidak mencapai syarat yang telah ditentukan karena kurang dari 75 %. Dalam penelitian ini dihitung pada saat Muatan Sumbu Terbesar (MTS) sebagai perbandingan terhadap kuat geser dilapangan dengan dimisalkan beban yang ditahan

39

(s) sumbu sebesar 5.000 kg, 8.200 kg dan 10.000 kg, sedangkan lebar (b) dan panjang (l) dihitung.
Roda Kendaraan Dilihat dari Belakang 50cm

Roda Kendaraan Dilihat dari Samping

4cm

l
45
o

4cm

20cm

45o b

45o

Gambar 20. Perhitungan Lebar dan Panjang pada Kondisi Tikungan. Dari gambar diatas, dapat dihitung panjang (l) dan lebar (b) pada beban sumbu yang tertahan 5.000 kg. Untuk mencari panjang (l), dihitung : Sinus 45O = = 35,355 cm

Sedangkan untuk mencari lebar (b), dihitung : Tangen 45O = Maka didapat, Luas (A) = = = 28,00 cm = 35,355 x 28,00 = 989,940 cm2

Dan hasil gaya geser yang terjadi, yaitu : = = = 5,051 kg/cm2

Perhitungan selanjutnya telah ditabelkan, seperti pada Tabel 19.

40

Tabel 19. Perhitungan Kekuatan Geser pada Kondisi Tikungan. Berat Sumbu Tertahan (kg) 5000 8200 10000 Tegangan Geser (kg/cm2) 5,051 8,283 10,102

Panjang (cm) 35,355 35,355 35,355

Lebar (cm) 28,000 28,000 28,000

Luas (cm2) 989,940 989,940 989,940

Dari gambar serta perhitungan diatas, dapat dibandingkan dengan hasil penelitian bahwa hasil gaya geser yang didapat lebih kecil. Hasil gaya geser terbesar pada penelitian ini terjadi pada saat kondisi normal, yaitu sebesar 3,184 kg/cm2 sedangkan untuk hasil perhitungan lapangan sebesar 5,051 kg/cm2. Hasil tersebut dikarenakan berat sumbu tertahan di lapangan (tikungan) lebih besar daripada berat sumbu pada saat penelitian.

Anda mungkin juga menyukai