Anda di halaman 1dari 2

1 Agroekosistem Lahan Basah Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik

bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), payau, dan gambut. Akan tetapi dalam pertanian dibatasi agroekologinya sehingga lahan basah dapat di definisikan sebagai lahan sawah. Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Selain itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.

Gambar.1 Agroekosistem Lahan Basah Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain sehingga sifatsifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing mempunyai sifat

morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air baik waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran dan lain-lain maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu terjadilah proses pembentukan tanah baru, dimana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. Karena itu tanah sawah sering dikatakan sebagai tanah buatan manusia. (Hardjowigno,_ dan Endang, 2007)
Lahan Basah Pengolahan tanah di persawahan lahan basah yang dilakukan adalah pembersihan lahan dengan cara pengendalian gulma.. Ada 2 cara pengolahan (pengendalian gulma) tanah sawah lahan basah dengan menggunakan tajak (cangkul bertangkai lurus) yaitu : Manatat yaitu penebasan[10] sawah yang dilakukan dalam keadaan yang kering (pada musim kemarau) biasanya pekerjaan ini dilakukan pada sebulan setelah panen. Tujuan manatat adalah mempermudah penebasan musim tanam tahun berikutnya dan mengurangi tumbuhan rumput yang lambat busuk. Rumput-rumput hasil tebasan itu ditebarkan dan diratakan dipermukaan lahan sawah, ditebarkan sampai kering, dan ketika musim hujan sawah terendam dan rumput-rumput membusuk menjadi pupuk organik, dan rumput tersebut dapat menekan pertumbuhan gulma, tanaman sawah siap untuk ditanami, biasanya ditanami dengan bibit yang berdasarkan dari persemaian[11]. Marincang yaitu menebas rerumputan gulma pada saat lahan sawah sudah berair, rerumputan hasil tebasan itu diratakan di permukaan lahan sawah fungsinya agar rerumputan itu dapat terendam air dengan merata. Manatat atau merincang dikerjakan pada lahan sawah tadah hujan[12], sedangkan lahan sawah pasang surut[13] hanya dikerjakan dengan cara merincang.

http://www.scribd.com/doc/22388092/Potensi-Serta-Fungsi-Lahan-Basah

Anda mungkin juga menyukai