Anda di halaman 1dari 52

BAB I TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi 1. SISTEM SARAF a. Pengertian Sistem saraf adalah system yang berfungsi mengatur seluruh tubuh dengan melakukan koordinasi dan bekerjasama antar system tubuh. b. Pembagian system saraf: 1) Susunan saraf pusat a) Otak : Otak besar dan otak kecil

b) Bumbung saraf tulang belakang 2) Susunan saraf tepi a) Susunan saraf somatic b) Susunan saraf otonom c. Fungsi system saraf 1) Sensorik 2) Motorik 3) Koordinasi (gabungan) : Dilakukan oleh organ panca indera : Mengatur tubuh bergerak : Mengendalikan system lain tubuh,

mengatur kesadaran, ingatan, bahasa dan emosi. d. Organisasi Struktural Sistem Saraf 1) Sistem saraf pusat (SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral. 2) Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor. 2. OTAK Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu : a. Serebrum (otak besar) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari : 1) lobus frontalis

Lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntary. 2) lobus parietalis Lobus parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya. 3) lobus temporalis Lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran. 4) lobus oksipitalis Lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. b. Serebelum (otak kecil) Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, dari yang bagian Fungsi

memisahkannya posterior

serebrum.

utamanya adalah : 1) Sebagai pusat refleks yang dan

mengkoordinasi memperhalus gerakan otot

2) Mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. c. Brainsterm (batang otak)

Gambar anatomi otak

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah : 1) Medula oblongata Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. 2) Pons Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum

3) Mesensefalon (otak tengah) Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. d. Diensefalon Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu : 1) Talamus Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi

subkortikal yang penting. 2) Subtalamus Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. 3) Epitalamus Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang 4) Hipotalamus Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. 3. NERVUS a. Nervus olvaktorius (CN I) Merupakan saraf sensorik. Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa aroma rangsangan dari

(bau-bauan)

rongga hidung ke otak. b. Nervus optikus (CN II) Merupakan saraf sensorik. Mensarafi bola mata,

membawa rangsangan penglihatan ke otak.

c. Nervus okulomotoris (CN III) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak. d. Nervus troklearis (CN IV) Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata. e. Nervus trigeminus (CN V) Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf sensorik.Saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu: 1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata. 2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris. 3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-

serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. f. Nervus abdusen (CN VI) Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata. g. Nervus fasialis (CN VII) Sifatnya majemuk (sensori dan motorik) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk

wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap. h. Nervus auditoris (CN VIII) Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar. i. Nervus glosofaringeus (CN IX) Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak. j. Nervus vagus (CN X) Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,

esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa. k. Nervus asesorius (CN XI) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motoric. Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. l. Nervus hipoglosus (CN XII) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motoric . Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung. 4. SIRKULASI DARAH OTAK Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu : a. arteri karotis interna b. arteri vertebralis Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi

(Satyanegara,1998). Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi

suplaI darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagianbagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.

B. Pengertian Stroke adalah sindrom klinis akibat gangguan pembuluh darah otak, timbul mendadak dan biasanya mengenai penderita usia 40-80 tahun (Rasyid,2007). Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah sindrom klinik yang diawali dengan timbulnya mendadak progressive cepat berupa deficit neurologis vocal ataupun global yang berlngsung 24 jam lebih yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak neuromatik

(Mansjoer,2000) Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah akumulasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan

gejala-gejala

yang

berlangsung

selama

24

jam

atau

lebih

yang

menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Stroke Non Haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umumnya baik. C. Insidensi Menurut data Riskesdas Depkes RI, 2007 dalam laporan nasionalnya mendapatkan bahwa penyebab kematian utama untuk semua usia adalah stroke (15,4%), TB (7,5%), hipertensi (6,8%). Stroke iskemik memiliki persentase paling besar yaitu sebesar 80% ,terbagi atas subtipe stroke trombotik dan embolik yang dapat mengurangi sirkulasi atau kebutuhan darah diotak atau mengakibatkan kematian neuron yang diperlukan otak. Data WHO menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit pembuluh darah lebih banyak dibanding penyakit lain, yaitu sekitar 15 juta tiap tahun atau sekitar 30 % dari kematian total pertahunnnya dan sekitar 4,5 juta diantaranya disebabkan oleh stroke. Dari seluruh kematian di negara-negara industri, 10 - 12 % disebabkan oleh stroke dan sekitar 88 % kematian akibat stroke terjadi pada usia diatas 65 tahun. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 7584 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009).

D. Klasifikasi Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke : 1. Berdasarkan kelainan patologi a. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yan normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya (Ratna,2011) 1) Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) 2) Hemoragi subdural

3) Hemoragi subaraknoid 4) Hemoragi intraserebal b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003) 1) Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. 2) Stroke embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. 3) Hipoperfusion Sistemik : Berkurangya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya

gangguan denyut jantung. 2. Berdasarkan waktu terjadinya atau stadium a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama makin berat. d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi. 3. Berdasarkan system pembuluh darah a. Sistem karotis b. Sistem vertebro-basiler

E. Faktor Risiko Faktor resiko stroke adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke. Faktor resiko stroke umumnya dibagi 2 golongan besar (Junaidi, 2004):

1. Faktor resiko yang tidak dapat di kontrol: a. Umur Jika seseorang semakin tua maka kejadian stroke semakin tinggi. Setelah individu berumur 45 tahun maka resiko stroke iskemik meningkat dua kali lipat pada tiap dekade. b. Ras/bangsa Ras dari suku bangsa Afrika/Negro, Jepang dan Cina lebih sering terserang stroke. Di negara Indonesia, suku Batak dan Padang lebih sering menderita penyakit stroke daripada suku Jawa. Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. c. Jenis Kelamin Laki-laki lebih beresiko dibandingkan dengan wanita dengan

perbandingan 3:2. Pada laki-laki cenderung mengalami stroke iskemik, sedangkan wanita lebih sering menderita haemoragik dan kematiannya dua kali lipat di bandingkan dengan laki-laki. d. Riwayat Keluarga (Orang tua, saudara) Keluarga yang pernah mengalami stroke pada usia muda, maka anggota keluarga lainnya memiliki resiko tinggi untuk mendapatkan serangan stroke. 2. Faktor resiko yang dapat dikontrol: a. Hipertensi Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik maupun pendarahan, tetapi kejadian stroke pendarahan akibat hipertensi lebih banyak akibat hipertensi sikitar 80%. Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi kardiovaskuler dan merupakan masalah utama kesehatan ekonomis. b. Kencing manis (Diabetes mellitus) Kencing manis dapat menyebabkan stroke iskemik karena masyarakat yang mangalami transisi dalam sosial

terbentuknya plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan metebolisme glukosa sistemik. Peningkatan resiko stroke pada pasien diabetes diduga karena hiperinsulinemia.

c. Alkohol Konsumsi alkohol mempunyai efek ganda atas resiko stroke, yang menguntungkan dan merugikan. Apabila minum sedikit alkohol secara merata setiap hari akan mengurangi kejadian stroke iskemik dengan jalan meningkatkan HDL dalam darah. Tetapi apabila meminum banyak alkohol sehari, maka akan menambah resiko stroke. d. Merokok Kebiasaan merokok memiliki kemungkinan untuk menderita stroke lebih besar, karena dengan merokok dapat menyebabkan

vasokonstriksi (menyempitnya pembuluh darah). Resiko meningkatnya stroke sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok. e. Stres Stres dapat mempengaruhi dan menurunkan fungsi imunitas tubuh serta juga menyebabkan gangguan fungsi hormonal. Ada beberapa bentuk stress yang dapat menyebabkan seseorang terkena serangan stroke yaitu: f. Stres psikis seperti mental atau emosional g. Stres fisik dapat berupa aktivitas fisik yang berlebihan, misalnya bekerja secara berlebihan. Jika stres psikis tidak dikontrol dengan baik, maka akan menimbulkan keadaan bahaya pada tubuh, respon tubuh secara berlebihan akan menghasilkan hormon-hormon yang membuat tubuh waspada seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan adrenalin yang berdampak buruk bagi tubuh. h. Obesitas/Kegemukan Obesitas dapat memicu proses aterosklerosis yang dihubungkan dengan hipertensi, hiperlipidemia, dan kencing manis. i. Penyakit jantung Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.

j. Hiperkolesterolemi Merupakan keadaan dimana kadar kolesterol di dalam darah berlebih. Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang lama-kelamaan akan semakin banyak dan menumpuk sehingga akan menganggu aliran darah. k. Transient Ischemic Attack (TIA) TIA merupakan serangan stroke yang dapat mengakibatkan

kelumpuhan yang sementara namun serangan ini dapat memacu stroke yang lebih parah pada waktu yang berikutnya. F. Etiologi Stroke non hemoragik a. Trombosis Serebri Merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya berkaitan erat dengan kerusakan fokal dinding pembuluh darah akibat anterosklerosis. Stroke trombotik terjadi karena adanya

penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit

aterosklerosis. b. Embolisme serebral (bekuan darah atau materi lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral. c. Iskemia serebral Iskemia serebral (insufisiensi suplai dara ke otak ) terutama karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyupai darah ke otak.

G. Komplikasi Menurut Laila Henderson (2002) pada stroke berbaring lama dapat menyebabkan masalah emosional dan fisik, diantaranya : 1. Bekuan darah Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru. 2. Dekubitus Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak bisa dirawat bisa menjadi infeksi. 3. Pneumonia Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya

menimbulkan pneumonia. 4. Atrofi dan kekakuan sendi Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi.

Komplikasi lain dari stroke adalah : 1. Disritmia 2. Peningkatan tekanan intra cranial 3. Kontraktur 4. Gagal nafas 5. Kematian

H. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik a. Pada stroke trombotik Oklusi (penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu) disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena thrombus (bekuan darah di dalam pembuluh darah) yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran arah ini menyebabakan iskemi (berkurangnya pasokan darah ke suatu bagian tubuh) yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke trombosis adalah di

percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal. Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI 2 ) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit

menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah. b. Stroke emboli Terjadi karena adanya emboli yang lepas dari bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli akan menyebabkan iskemik. (Hurlock, 2004) Selain oklusi trombotik pada tempat aterosklerosis arteri serebral, infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi atheromatus yang terletak pada pembuluh darah yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan berhenti, mengakibatkan infark jaringan

otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke. Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi pusat dari berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit, fibrin, dan potongan-potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk ke sirkulasi pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing. Tempat yang paling sering terserang embolus serebri adalah arteri serebri media, terutama bagian atas. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi, dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat. c. Iskemia serebral Menyebabkan terjadinya daerah penumbra dan berkembang menjadi daerah infark. Daerah penumbra yaitu daerah otak yang iskemik dan terdapat pada daerah sekitar yang mengelilingi daerah infark. Daerah ini dapat segera mengalami infark ika tidak dilakukan tindakan

penyelamatan. Jika hal ini berlanjut akan mengakibatkan bertambahnya kerusakan pada selaput sel. Akibat yang timbul adalah kalsium dan glutamate banyak terbuang.

I.

Manifestasi klinik Stroke Non Hemoragik Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah: a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna. 1) Buta mendadak (amaurosis fugaks). 2) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan. 3) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan. b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior. 1) Hemiparesis menonjol. 2) Gangguan mental. 3) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh. 4) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air. 5) Bisa terjadi kejang-kejang. c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media. 1) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. 2) Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol. 3) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. 4) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia). d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar. 1) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas. 2) Meningkatnya refleks tendon. 3) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh 4) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo). 5) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia). 6) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria). kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih

7) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi). 8) Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim). 9) Gangguan pendengaran. 10) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah. e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior 1) Koma 2) Hemiparesis kontra lateral. 3) Ketidakmampuan membaca (aleksia). 4) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga. f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur 1) Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak. 2) Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. 3) Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu 4) Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi

ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia. 5) Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak. 6) Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.

7) Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya). 8) Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang. 9) Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara. 10) Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak. 11) Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan. J. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik a. Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. CT Scan juga memperlihatkan adanya edema ,iskemia dan adanya infark. b. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. c. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA). 2. Pungsi Lumbal a. Menunjukan adanya tekanan normal. b. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan. 3. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 4. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.

5. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal. 6. Pemeriksaan lain-lain Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit,

Doppler,Elektrokardiografi (EKG). (DoengesE, Marilynn,2000) K. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan stroke fase kronik/hemoragik Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah: a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil d. Bed rest e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT 2. Penatalaksanaan stroke fase akut/iskemik Prinsip dasar penatalaksanaan stroke akut adalah upaya memulihkan tekanan perifer otak, mencegah kematian sel otak, mengoptimalkan metabolism dan mencegah terjadinya proses patologi lainnya. Fase akut biasanya berakhir 48 sampai 72 jam, penatalaksanaan stroke fase akut yaitu :

a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan : 1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan. 2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. Jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif. c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat. Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena srebral berkurang. Harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. e. Pasien dipantau untukadanya komplikasi pumonal (aspirasi,

atelectasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan reflex jalan nafas, imobilitas atau hipoventilasi. 3. Pengobatan Konservatif a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. 4. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral: a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIK. c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut. d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

L. Pencegahan 1. Makanan Sehat Stroke jenis embolik atau sumbatan umumnya disebabkan oleh penumpukan kolesterol di dalam darah akhirnya menyumbat pembuluh darah, sehingga sangat penting bagi Kita untuk mengurangi makan makanan yang tinggi kolesterol seperti gorengan, lemak, dan daging merah. Mulailah mengkonsumsi makanan sehat, makan buah dan sayur juga rutin minum air putih. 2. Stres Penyakit stroke adalah penyakit cerebrovasculer yang artinya penyakit sirkulasi [darah] pada otak yang ada kaitannya dengan jantung sebagai pemompa darah. Ketika seseorang mengalami stres maka cenderung diikuti oleh peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, jika terjadi dalam rentan waktu yang lama maka sangat beresiko mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga terjadi stroke hemoragik. Untuk menghindarinya sebisa mengontrol stres atau

menurunkan stres dengan releksasi atau refreshing. 3. Olahraga Olahraga secara rutin membantu menstabilkan sirkulasi darah dari jantung ke seluruh tubuh termasuk otak. 4. Cek Kesehatan Penyakit stroke menjadi mematikan karena sudah parah dan telat untuk ditangani, sehingga melakukan cek kesehatan secara rutin sangat penting untuk memantau gejala stroke minimal cek tekanan darah. Jika terdapat gejala mirip stroke bisa ditangani lebih cepat sehingga peluang sembuh lebih besar. M. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990). a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998). 1) Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2) Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999) 3) Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) 4) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obatobat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995) 5) Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000) 6) Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga emosi faktor dan biaya pikiran ini klien dapat dan

mempengaruhi

stabilitas

keluarga.(Harsono, 1996) 7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,

penggunaan obat kontrasepsi oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia c) Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d) Pola aktivitas dan latihan Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah. e) Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot f) Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami gangguan

penglihatan/kekaburan pandangan,

perabaan/ sentuhan

menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i) Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

8)

Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum (1) Kesadaran kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS) : Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik (motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V). Dimana masing-masing mempunyai scoring tertentu mulai dari yang paling baik (normal) sampai yang paling jelek. Jumlah total scoring paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15. Score : 3 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja < 7 : koma > 11 : moderate disability 15 : composmentis : umumnya mengelami penurunan

Adapun scoring tersebut adalah : RESPON 1. Membuka Mata = Eye open (E) Spontan membuka mata Terhadap suara membuka mata Terhadap nyeri membuka mata Tidak ada respon 4 3 2 1 SCORING

2. Motorik = Motoric response (M) Menurut perintah 6

Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi Ekstensi abnormal/postur deserebrasi Tidak ada respon

5 4 3 2 1

3. Verbal = Verbal response (V) Berorientasi baik Bingung Kata-kata respon tidak tepat Respon suara tidak bermakna Tidak ada respon 5 4 3 2 1

(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara (3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi b) Pemeriksaan integumen (1) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu (2) Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis (3) Rambut: umumnya tidak ada kelainan c) Pemeriksaan kepala dan leher (1) Kepala: bentuk normocephalik (2) Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi (3) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) d) Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,

pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine g) Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h) Pemeriksaan Saraf kranial : (1) Test nervus I (Olfactory) Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan. (2) Test nervus II ( Optikus) Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua. (3) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens) Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III). Test N III (respon senter pupil kedalam terhadap tiap cahaya), mulai

menyorotkan

pupil

menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar. Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek

kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus. Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.

(4) Test nervus V (Trigeminus) Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah. Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral. Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan. Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter. (5) Test nervus VII (Facialis) Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan

kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat. Otonom, lakrimasi dan salivasi Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha

membukanya (6) Test nervus VIII (Acustikus) Fungsi sensoris : Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.

Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.

(7) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus) N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak. Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan ah) apakah simetris dan tertarik keatas. Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan. (8) Test nervus XI (Accessorius) Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ?

apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa

berusaha menahan ---- test otot trapezius. (9) Nervus XII (Hypoglosus) Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi) Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan. i) Fungsi sensorik : Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan

dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik). Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:

(1) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel


atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.

(2) Kapas untuk rasa raba. (3) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa
suhu.

(4) Garpu tala, untuk rasa getar. (5) Lain-lain


(untuk pemeriksaan fungsi sensorik

diskriminatif) seperti : Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis Pen / pensil, untuk graphesthesia.

j) Sistem Motorik : Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron. Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan. (1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi (2) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti

dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi

bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus. (3) Kekuatan otot : Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki nilai 0 5) 0 1 2 = tidak ada kontraksi sama sekali. = gerakan kontraksi. =kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau 3 4 5 melawan tahanan atau gravitasi.

= cukup kuat untuk mengatasi gravitasi. = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh. = kekuatan kontraksi yang penuh.

k) Aktifitas refleks : Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu : 0 = tidak ada respon 1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + ) 2 = normal ( ++ )

3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ ) 4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++) Refleks-refleks yang diperiksa adalah : (1) Refleks patella Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut. (2) Refleks biceps Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu. (3) Refleks triceps Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara. (4) Refleks achilles Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki. (5) Refleks abdominal

Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores. (6) Refleks Babinski Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki. l) Pemeriksaan khusus system persarafan Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan : (1)Kaku kuduk Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada ---- kaku kuduk positif (+). (2)Tanda Brudzinski I Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut. (3)Tanda Brudzinski II Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut. (4)Tanda Kernig Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. m) Test Laseque

Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus. Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi : (1) Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi. (2) Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada

midbrain, pons atau diencephalon. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

b.

Analisa data Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. (Nasrul Effendy, 1995).

c.

Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat. (Nasrul Effendy, 1995) Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah : 1) Untuk stroke non hemoragik : Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan iskemik, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak (Marilynn E. Doenges, 2000) 2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995) 3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan

dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000) 4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995) 5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995) 6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998) 7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995) 8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998) 9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998) 10) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995) 11) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive. 12) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar infomasi (tantang penyakit) 2. Perencanaan Rencana asuhan keperawatan merupakan mata rantai antara

penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan. Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan klien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. (Nasrul Effendy, 1995) Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah : Untuk stroke non hemoragik

1) Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal 2) Kriteria hasil : a) Klien tidak gelisah b) Tidak ada keluhan nyeri kepala c) GCS 456 d) Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit) INTERVENSI a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebabsebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total c) Observasi dan catat tandatanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam b) Untuk perdarahan ulang c) Mengetahui perubahan yang setiap terjadi mencegah RASIONAL a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.

d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)

d) Mengurangi tekanan arteri dengan draimage memperbaiki serebral meningkatkan vena dan sirkulasi

e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang

f)

Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat

meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat ketenangan diperlukan pencegahan total dan mungkin untuk terhadap

perdarahan stroke

dalam hemoragik

kasus /

perdarahan lainnya g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor g) Memperbaiki sel yang masih viable

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia 1) Tujuan Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya 2) Kriteria hasil - Tidak terjadi kontraktur sendi - Bertambahnya kekuatan otot - Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas 3) Intervensi dan rasional RASIONAL a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada b) Gerakan aktif memberikan

INTERVENSI a) Ubah posisi klien tiap 2 jam

massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi

ekstrimitas yang tidak sakit

jantung dan pernapasan c) Lakukan gerak pasif pada c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila

ekstrimitas yang sakit

tidak dilatih untuk digerakkan

d) Tinggikan kepala dan tangan

d) Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah

terbentuknya edema. e) Kolaborasi dengan ahli e) Melatih agar kekuatan otot klien, dengan

fisioterapi untuk latihan fisik

bisa

bergerak

klien

sedikit demi sedikit.

c. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori. 1) Tujuan Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal. 2) Kriteria hasil Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori 3) Intervensi dan rasional RASIONAL kondisi patologis a) Untuk lokasi mengetahui yang tipe dan

INTERVENSI a) Tentukan klien

mengalami

gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan tajam/tumpul, panas/dingin, posisi bagian b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh keseimbangan/posisi terhadap dan

tubuh/otot, rasa persendian

kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,

meningkatkan resiko terjadinya trauma. c) Berikan rasa stimulasi sentuhan, terhadap seperti c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan

memberikan klien suatu benda untuk Biarkan dinding lainnya. d) Lindungi klien dari suhu yang d) menyentuh, klien atau meraba.

persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk bagian dari

menyentuh batas-batas

mengorientasikan dirinya dan kekuatan

daerah yang terpengaruh. Meningkatkan keamanan klien

berlebihan, lindungan Anjurkan keluarga

kaji yang pada untuk

adanya berbahaya. klien dan

dan

menurunkan

resiko

terjadinya trauma.

melakukan

pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang

normal e) Anjurkan mengamati tangannya bila klien kaki perlu untuk dan dan e) Penggunaan penglihatan membantu mengintegrasikan sakit. sisi dan stimulasi sentuhan dalan yang

menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang stimulasi daerah terabaikan sensorik yang sakit, seperti pada latihan

yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk

merawata sisi yang sakit. f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan. f) Menurunkan respon ansietas emosi dan yang yang

berlebihan/kebingungan

berhubungan dengan sensori berlebih. g) Lakukan validasi terhadap g) Membantu mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari klien untuk

persepsi klien

persepsi dan integrasi stimulus.

d. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak 1) Tujuan Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal 2) Kriteria hasil

- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi - Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat 3) Intervensi dan rasional RASIONAL a) Memenuhi kebutuhan

INTERVENSI a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat

komunikasi sesuai dengan kemampuan klien

b)

Antisipasi kebutuhan klien

setiap saat

b)

Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada

berkomunikasi c) Bicaralah secara jawabannya tidak d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien d) dengan pelan ya klien dan atau c)

orang lain Mengurangi kecemasan dan kebingungan komunikasi pada saat

gunakan pertanyaan yang

Mengurangi dan

isolasi

sosial

meningkatkan

komunikasi yang efektif

e)

Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi

e)

Memberi klien

semangat lebih

pada sering

agar

melakukan komunikasi f) Kolaborasi dengan f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar

fisioterapis untuk latihan wicara

e. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi 1) Tujuan Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi 2) Kriteria hasil - Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien

- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan 3) Intervensi dan rasional RASIONAL kemampuan a) Membantu mengantisipasi/ merencanakan pemenuhan dalam

INTERVENSI a) Tentukan

dan tingkat kekurangan dalam perawatan diri b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan melakukan

kebutuhan secara individual b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha

aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh c) Hindari melakukan

terus-menerus

c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan tergantung bantuan dan dan yang sangat meskipun diberikan

sesuatu untuk klien yang dapat sendiri, dilakukan tetapi klien berikan

bantuan sesuai kebutuhan

bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan

sebanyak mungkin untuk dirisendiri untuk

mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya e) Kolaborasi dengan ahli d) Meningkatkan perasaan

makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu e) Memberikan mantap mengembangkan terapi dan bantuan yang untuk rencana

fisioterapi/okupasi

mengidentifikasi alat penyokong

kebutuhan khusus

f. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan 1) Tujuan Tidak terjadi gangguan nutrisi 2) Kriteria hasil - Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan - Hb dan albumin dalam batas normal 3) Intervensi dan rasional INTERVENSI a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, RASIONAL a) Untuk menetapkan yang jenis akan

makanan

menelan dan reflek batuk b) Letakkan posisi kepala b)

diberikan pada klien Untuk klien lebih mudah

lebih tinggi pada waktu, selama makan c) Stimulasi menutup mulut dengan bibir dan secara menekan untuk membuka manual ringan c) dan sesudah

untuk menelan karena gaya gravitasi

Membantu kembali

dalam sensori

melatih dan kontrol

meningkatkan muskuler

diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu d) Memberikan sensori kecap) stimulasi rasa dapat

(termasuk yang

mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan e) Berikan makan dengan e) Klien dapat berkonsentrasi pada tanpa mekanisme makan adanya

berlahan pada lingkungan yang tenang

distraksi/gangguan dari luar f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk

cair, makan lunak ketika

mengendalikannya didalam

klien dapat menelan air

mulut,

menurunkan

terjadinya aspirasi g) Anjurkan menggunakan meminum cairan klien sedotan g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan resiko

menurunkan terjadinya tersedak

h) Anjurkan

klien

untuk

h)

Dapat

meningkatkan

berpartisipasidalam program latihan/kegiatan

pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan

nafsu makan i) Kolaborasi dengan tim i) Mungkin diperlukan untuk cairan dan jika klien juga tidak

dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau

memberikan pengganti makanan

makanan melalui selang

mampu untuk memasukkan segala mulut sesuatu melalui

g. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat 1) Tujuan Klien tidak mengalami kopnstipasi 2) Kriteria hasil Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat 3) Konsistensi feses lunak Tidak teraba masa pada kolon ( scibala ) Bising usus normal ( 7-12 kali per menit ) Intervensi dan rasional RASIONAL penjelasan pada a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi b) Bising usus menandakan

INTERVENSI a) Berikan

klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi b) Auskultasi bising usus

sifat aktivitas peristaltik c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang c) Diit seimbang tinggi serat

kandungan

mengandung serat

merangsang peristaltik dan eliminasi regular

d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi

d)

Masukan

cairan

adekuat

membantu mempertahankan konsistensi sesuai pada feses usus yang dan

membantu eliminasi regular

e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien

e)

Aktivitas

fisik

reguler

membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto

abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic

f)

Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak

f)

Pelunak feses meningkatkan efisiensi usus, pembasahan yang air

feses (laxatif, suppositoria, enema)

melunakkan

massa feses dan membantu eliminasi

h. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama 1) Tujuan Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit 2) Kriteria hasil - Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka - Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka - Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka 3) Intervensi dan rasional

INTERVENSI a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of

RASIONAL j) Meningkatkan aliran darah ke semua daerah

motion) dan mobilisasi jika mungkin b) Rubah posisi tiap 2 jam k) Menghindari tekanan dan

meningkatkan aliran darah

c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol d) Lakukan daerah yang tekanan masase yang baru pada

l)

Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

m) Menghindari

kerusakan-

menonjol mengalami waktu

kerusakan kapiler-kapiler

pada

berubah posisi e) Observasi terhadap n) Hangat adalah jaringan dan tanda pelunakan kerusakan

eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar

terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap

merubah posisi f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, kulit panas terhadap o) Mempertahankan keutuhan kulit

i.

Resiko

terjadinya

ketidakefektifan

bersihan

jalan

nafas

yang

berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi 1) Tujuan Jalan nafas tetap efektif. 2) Kriteria hasil Klien tidak sesak nafas

Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas

tambahan Tidak retraksi otot bantu pernafasan Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

3) Intervensi dan rasional INTERVENSI a) Berikan kepada penjelasan klien dan RASIONAL a) Klien dan keluarga mau dalam terjadinya bersihan

berpartisipasi mencegah ketidakefektifan jalan nafas

keluarga tentang sebab dan ketidakefektifan nafas b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali akibat jalan

b) Perubahan melepaskan

posisi sekret

dapat dari

saluran pernafasan c) Berikan adekuat hari) d) Observasi pola dan d) Untuk tidaknya jalan nafas e) Auskultasi suara nafas e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien f) Agar dapat melepaskan mengetahui ada intake yang c) Air yang cukup dapat

(2000 cc per

mengencerkan secret

frekuensi nafas

ketidakefektifan

sekret dan mengembangkan paru-paru

j. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk

berkomunikasi 1) Tujuan Klien mampu mengontrol eliminasi urinya 2) Kriteria hasil Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya

inkontinensia Tidak ada distensi bladder

3) Intervensi dan rasional INTERVENSI RASIONAL

g) Identifikasi pola berkemih dan a) Berkemih yang sering dapat kembangkan jadwal berkemih sering mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih h) Ajarkan masukan malam hari untuk cairan membatasi b) Pembatasan cairan pada selama malam hari dapat membantu mencegah enuresis

i) Ajarkan

teknik

untuk

c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kemih kandung

mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik,

manuver regangan anal) j) Bila masih terjadi d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih k) Berikan penjelasan hidrasi tentang optimal e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi

inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan

pentingnya

(sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)

saluran perkemihan dan batu ginjal

k. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4X24 jam resiko infeksi berkurang ditandai dengan : Luka bersih Tidak ada pus atau nanah Tidak ada tanda-tanda infeksi Intervensi INTERVENSI a) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik RASIONAL a) ateknik aseptic dapat mengurangi bakteri

pathogen oada daerah luka. b) Inspeksi luka,perhatikan karakteristik drainase. b) Untuk mengobservasi keadaan luka, sehinggga dapat menentukan tindakan selanjutnya. c) Awasi tanda-tanda vital. c) tanda-tanda vital untuk mengetahui keadaan umum klien d) Kalaborasi Pemberian antibiotik. d) antibiotic dapat membunuh bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.

l.

Kurang

pengetahuan

tantang

penyakit

dan

perawatannya

berhubungan dengan kurang terpapar infomasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4X24 jam pengetahuan klien meningkat ditandai dengan : Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan. Klien dan keluarga kooperatif dan mau kerja sama saat dilakukan tindakan INTERVENSI a) Kaji dan RASIONAL

tingkat pengetahuan klien a) Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses klien untuk membuat rencana tindakan selanjutnya

penyakit

b) Menjelaskan kepada klien dapat b) Jelaskan tentang patofisiologi meningkatkan pengetahuan klien

penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin c) Sediakan kondisi klien informasi tentang c) Informasi yang sudah tersedia dapat memberikan informasi

kepada klien saat dibutuhkan

d) Keluarga d) Siapkan keluarga atau orangbersama

orang klien

yang jika

sering

dirumah,

orang

yang

berarti

dengan

sehingga jika klien lupa saat melakukan pengobatan ataupun mencegah keluarga klien dapat kekambuhan, mengingatkan

informasi tentang perkembangan klien

e) Diskusikan perubahan gaya hidup e) Mendiskusikan yang mungkin diperlukan

gaya

hidup

untuk

mencegah

komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit f) Diskusikan tentang pilihan tentang f) terapi atau pengobatan Pengobatan dan terapi yang

dipilih oleh klien sendiri dapat meningkatkan kepatuhan dalam melaksanankan pengobatan

g) Gambarkan mungkin terjadi

komplikasi

yang g) Dapat menambah pengetahuan klien

h) Anjurkan klien untuk melaporkan h) Dapat tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan i) kolaborasi dg tim yang lain. i) Kolaborasi kesehatan

memantau

tingkat

kesehatan klien

dengan lain masalah

tim dapat klien

memecahkan dengan cepat

3. Pelaksanaan Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan

keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap pencanaan. (Nasrul Effendy, 1995)

4. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan

melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)

N. Pendidikan Kesehatan pada pasien Stroke Diit untuk penderita stroke 1. Tujuan : a. Untuk meningkatkan kesehatan secara menyeluruh melalui pemberian gizi yang sesuai (secara optimal) b. Memberikan pola makan yang sehat sehingga terdeteksi tekanan darah dan kadar gula darahnya. c. Membantu menurunkan kadar kolesterol darah 2. Syarat diit : a. Tinggi kalium, rendah natrium b. Kurangi lemak jenuh, utamakan asam lemak tak jenuh c. Tinggi serat, rendah karbohidrat 3. Makanan yang dianjurkan : a. Makanan yang berserat tinggi, jagung, gandum, beras merah b. Banyak makan sayur-sayuran c. Menu seimbang diutamakan asam lemak tak jenuh dan protein nabati misal: tempe, tahu, oncom 4. Makanan yang tidak boleh diperbolehkan : a. Daging/ayam berlemak b. Makanan yang mengandung lemak jenuh : mentega, gorengan, mie, kue kering c. Membatasi penggunaan garam dapur d. Membatasi buah yaitu durian, nangka, manga, alpukat.

LAMPIRAN

Daftar Pustaka

Smeltzer C. Suzanne.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC: Jakarta.

Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim penerbit PSIK UNPAD, EGC: Jakarta,

Pudiastuti, R.D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke (dilengkapi Posyandu Lansia dan Posbindu PTM). Nuha Medika:Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai