Disusun Oleh :
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat melakukan pengujian tarik (tensile test) terhadap suatu material. Tujuan Instruksional Khusus: 1. Mahasiswa mampu membuat diagram teganganregangan teknik dan sebenarnya berdasarkan diagram bebanpertambahan panjang yang di dapat dari hasil pengujian. 2. Mahasiswa yang terdiri of mampu dari kekuatan area, menjelaskan, tarik luluh, dan menganalisa sifat-sifat mekanik material kekuatan tarik elongation maksimum, reduction
modulus elastisitas.
1. Spesimen Plat
Batang uji berupa plat ditentukan dahulu gauge lengthnya, yaitu 60 mm. Setelah itu diambil titik tengah dari gauge length, yaitu A 0 = 30 mm & B0 = 30 mm. Kesemuanya itu diberi tanda dengan penitik kemudian diukur
kembali panjang gauge lenghtnya apakah tepat 60 mm atau tidak, setelah itu nilainya dimasukkan kedalam penandaan (L0).
Gambar 1.3 Spesimen Beton Neser Pada pengujian tarik spesimen diberi beban uji aksial yang semakin besar secara kontinyu. Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen mengalami perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan perubahan panjang (L) tercatat pada mesin uji tarik berupa grafik, yang merupakan fungsi beban dan pertambahan panjang dan disebut sebagai grafik P - L dan kemudian dijadikan grafik Stress-Strain (Grafik - ) yang menggambarkan sifat bahan secara umum.
Dari gambar 1.4 di atas tampak bahwa sampai titik p perpanjangan sebanding dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke, sedangkan titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu titik p di sebut juga batas proporsional. Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang merupakan batas elastis di mana bila beban di hilangkan maka belum terjadi pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali
kepanjang semula. Daerah di bawah titik e di sebut daerah elastis. Sedangkan di atasnya di sebut daerah plastis. Di atas titik e terdapat titik y yang merupakan titik yield (luluh) yakni di mana logam mengalami pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang berarti. Dengan kata lain titik yield merupakan keadaan di mana spesimen terdeformasi dengan beban minimum. Deformasi yang yang di mulai dari titik y ini bersifat permanen sehingga bila beban di hilangkan masih tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang yang di sebut deformasi plastis. Pada kenyataannya karena perbedaan antara ke tiga titik p, e dan y sangat kecil maka untuk perhitungan teknik seringkali keberadaan ke tiga titik tersebut cukup di wakili dengan titik y saja. Dalam kurva titik y ditunjukkan pada bagian kurva yang mendatar atau beban relatif tetap. Penampakan titik y ini tidak sama untuk semua logam. Pada material yang ulet seperti besi murni dan baja karbon rendah, titik y tampak sangat jelas. Namun pada umumnya penampakan titik y tidak tampak jelas. Untuk kasus seperti ini cara menentukan titik y dengan menggunakan metode offset. Metode offset di lakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan garis miring pada daerah proporsional dengan jarak 0,2% dari regangan maksimal. Titik y di dapat pada perpotongan garis tersebut dengan kurva - (gambar 1.5)
Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan semakin besar pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum di tunjukkan dengan puncak kurva sampai pada beban maksimum ini, deformasi yang terjadi masih homogen sepanjang spesimen. Pada material yang ulet (ductile), setelahnya beban maksimum akan terjadi pengecilan penampang setempat (necking), selanjutnya beban turun dan akhirnya spesimen patah. Sedangkan pada material yang getas ( brittle), spesimen akan patah setelah tercapai beban maksimum. Grafik Tegangan-Regangan Teknik( t t ) Hasil pengujian yang berupa grafik atau kurva P tersebut sebenarnya belum menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya menunjukkan kekuatan spesimen saja. Untuk mendapatkan kekuatan materialnya maka grafik
P tersebut harus di konversikan ke dalam tegangan-regangan teknik
(grafik t t ). Grafik t t di buat dengan asumsi luas penampang spesimen konstan selama pengujian. Oleh karena itu penggunaan grafik ini terbatas pada konstruksi yang man deformasi permanen tidak di perbolehkan terjadi. Berdasarkan asumsi luas penampang konstans tersebut maka persamaan yang di gunakan adalah :
t = P/Ao ..(1)
t = ( ) 100 .(2)
Dimana
t = tegangan teknik (kN/mm2)
P Ao
= tegangan teknik (kN) = luas penampang awal spesimen (mm2) = regangan teknik (%) = panjang awal spesimen (mm) = panjang spesimen setelah patah (mm) = pertambahan panjang (mm) = ' Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan kurva P ke
'
dalam grafik t t adalah sebagai berikut: 1. Ubahlah kurva P menjadi grafik P dengan cara menambahkan
. sumbu tegak sebagai P dan sumbu mendatar sebagai
) pada grafik 2. Tentukan skala beban (p) dan skala pertambahan panjang (
dapat dari mesin dengan tinggi kurva maksimal, atau bagilah beban yield (bila ada) dengan tinggi yield pada kurva. Sedangkan untuk menentukan skala pertambahan panjang, bagilah panjang setelah patah dengan panjang pertambahan total pada kurva Dari perhitungan tersebut akan di dapatkan data: a) Skala beban (P) 1mm : ........... kN 1mm : ........... mm
) b) Skala pertambahan panjang (
3. Ambillah 3 titik di daerah elastis, 3 titik di sekitar yield ( termasuk y), 3 titik di sekitar beban maksimal (termasuk u) dan satu titik patah (f). Tentukan besar beban dan pertambahan panjang ke sepuluh titik tersebut berdasarkan skala yang telah di buat di atas. Untuk membuat tampilan yang baik, terutama pada daerah elastis, tentukan terlebih dahulu kemiringan garis proporsional
= tegangan/ stress (kg/mm2, MPA,Psi) = modulus elastisitas (kg/mm2,MPA,Psi) = regangan/strain (mm/mm, in/in)
= =
ke regangan teknik ( t ) dengan memakai persamaan 2. 5. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar t dan sumbu tegak t berdasarkan ke sepuluh titik acuan tersebut. Grafik yang terjadi (gambar 1.6) akan mirip dengan kurva P , karena pada dasarnya grafik t t dengan kurva
P identik, hanya besaran sumbu-sumbunya yang berbeda.
Gambar 1.6 Grafik t t hasil konversi grafik P Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya ( s s ) Grafik tegangan-regangan sebenarnya ( s s ) di buat dengan kondisi luas penampang yang terjadi selama pengujian. Penggunaan grafik ini khususnya pada manufaktur di mana deformasi plastis yang terjadi menjadi perhatian untuk proses pembentukkan. Perbedaan paling menyolok grafik ini dengan dengan grafik t t terletak pada keadaan kurva setelah titik u (beban ultimate). Pada grafik t t setelah titik u, kurva akan turun sampai patah di titik f (frakture), sedangkan pada grafik s s kurva akan terus naik sampai patah di titik f. Kenaikkan tersebut di sebabkan tegangan yang terjadi di perhitungkan untuk luas penampang sebenarnya sehingga meskipun beban turun namun karena tingkat pengecilan penampang lebih besar, maka tegangan yang terjadi juga lebih besar. Berdasarkan asumsi volume konstan maka persamaan yang di gunakan adalah: s = t ( 1 + t )..........................................................................................(5)
s = n ( 1 + t )..........................................................................................(6)
Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan garfik t t ke dalam grafik s s adalah sebagai berikut: 1. Ambil kembali ke sepuluh titik pada grafik t t yang merupakan konversi dari grafik P .Untuk menentukan nilai tegangan sebenarnya gunakan persamaan 5 sedangkan untuk nilai regangan sebenarnya gunakan persamaan 6.Persaman tersebut hanya berlaku sampai titik maksimum yaitu titik 1-8.
Sedangkan nilai ke dua titik lainnya (titik 9 dan titik 10) yang berada setelah puncak kurva akan mengalami perubahan. 2. Untuk menghitung nilai tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya pada kedua titik tersebut gunakan persamaan berikut:
s = P Ai ......................................................................................................(7)
s
(8)
= n Ao/Ai)................................................................................................
Dimana Ai = Luas penampang sebenarnya. Untuk titik ke-10, A 10 adalah luas penampang setelah patah, sedangkan untuk titik ke-9, A 9 nilainya antara A8 dengan A10. 3. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar s dan sumbu tegak s berdasarkan ke sepuluh titik acuan tersebut.
Sifat Mekanik yang di dapat dari uji tarik 1. Tegangan Tarik Yield ( y )
y = Py A ....(9)
Dimana y = tegangan yield (kN/mm2) Py = beban yield (kN) 2. Tegangan Tarik Maksimum/ Ultimate ( u )
u = Pu A ..............(10)
= ( ) 100 0 0 .....................................................................................
(11) di mana
= regangan (%).
Regangan tertinggi menunjukkan nilai keuletan suatu material. 4. Modulus Elastisitas (E) Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas menunjukkan kekakuan suatu material. Semakin besar nilai E, menandakan semakin kakunya suatu material. Harga E ini di turunkan dari persamaan hukum Hooke sebagaimana telah di uraikan pada persamaan 3 dan 4. Dari persamaan tersebut juga nampak bahwa kekakuan suatu material relatif terhadap yang lain dapat di amati dari sudut kemiringan () pada garis proporsional. Semakin besar RA=[(A0-A)/A0]
100%
Dimana A = luas penampang setelah patah (mm2) Reduksi penampang dapat juga di gunakan untuk menetukan keuletan material. Semakin tinggi nilai RA, semakin ulet material tersebut.
BAB II METODOLOGI
2.1. Material
1. Spesimen uji tarik pelat. 2. Spesimen uji tarik round bar. 3. Spesimen uji tarik deformat. 4. Specimen uji tarik beton neser. 5. Kertas milimeter.
2.2. Peralatan
1. Mesin uji tarik. 2. Kikir. 3. Jangka sorong. 4. Ragum. 5. Penitik. 6. Palu.
4. Pengujian pada mesin uji tarik a. Catat data mesin pada lembar kerja. b. Ambil kertas milimeter dan pasang pada tempatnya. c. Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat. d. Setting beban dan pencatat grafik pada mesin tarik. e. Berikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah. 5. Amati dan catat besarnya beban pada saat yield, ultimate dan patah sebagaimana yang tampak pada monitor beban. 6. Setelah patah, ambil spesimen dan ukur panjang dan luasan penampang yang patah. 7. Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
= Titik yield
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen Plat adalah sebagai berikut :
y ) Tegangan Tarik Yield (
= Py
y
Ao
Tegangan Tarik Maksimum ( u ) u = Pu Ao = 41,62 kN 129,98 mm = 320,20 MPa Regangan maksimum max = (L/Lo)x100% = (74,40-53,80 /53,80 mm) x 100% = 38,29 % Reduksi penampang (Reduction of Area) RA = (Ao A1)mm / 50,70mm x 100% = (129,98-45,98)mm / 129,98mm x 100% = 64,62 % Modulus Elastisitas E = / = 320,20 / 38,29 = 8,36 MPa
= Titik yield
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen Round Bar adalah sebagai berikut :
y ) Tegangan Tarik Yield ( y = Py
Regangan maksimum max = (L/Lo)x100% = (18 mm /51,70 mm) x 100% = 34,81 % Reduksi penampang (Reduction of Area) RA = (A0 A1)/A0 x 100% = (134,78 34,73)mm / 134,78 mm x 100% = 74,23 % Modulus Elastisitas titik ke-2 E = /
= 0,49 kN / mm 1mm = 0,49 kN skala l = perpanjangan setelah specimen patah Pertambahan panjang total pada kurva
Li
83,70 83,91 84,11
Ao (mm)
A1 (mm)
t (KN/mm )
t (mm/mm)
s (KN/mm )
s (mm/mm)
0 1 2
0 1 5 3
4 5 2 3 3 3 4 4 5 8 6 6 6 7
0 4 7 5 6 6 9 7 4 7 6 7 7 6 8 5 7
= Titik yield
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen Beton Neser adalah sebagai berikut :
y ) Tegangan Tarik Yield ( y = Py
Tegangan Tarik Maksimum ( u ) u = Pu Ao = 37,47 kN 69,60 mm = 538,36 Mpa Regangan maksimum max = (L/Lo)x100% = (13,9 mm/83,70 mm) x 100% = 16,6 % Reduksi penampang (Reduction of Area) RA = (A0 A1)/A0 x 100%
= (69,6 22,9 )mm / 69,6 mm x 100% = 67,097 % Modulus Elastisitas E = / = 538,36 / 16.6 = 32,43 Mpa
max(%)
18,93 33,33 27, 29
Spesimen 3 memiliki kekuatan elastic paling besar karena nilai tegangan yieldnya paling besar
Spesimen 3 memiliki kekuatan tarik paling besar karena memiliki tegangan maksimum paling besar
Spesimen 3 memiliki kekakuan paling besar karena modulus elastisitasnya paling tinggi.
Spesimen 1 memiliki keuletan paling rendah karena memiliki elongation paling kecil.
Ketidak tepatan hasil percobaan disebabkan oleh : 1. Kesalahan pemasangan spesimen pada mesin uji tarik (anvil) 2. Sambungan benda dari hasil las-lasan 3. Pembacaan nilai hasil pengujian yang kurang tepat 4. Ketidaktelitian pengukuran material yang tidak homogen (luasan tidak sama) 5. Pembulatan bilangan desimal pada perhitungan dan hasil perhitungan itu sendiri 6. Kesalahan pengambilan titik pada kurva hasil pengujian
Daftar Pustaka
1. 2. 3. 4. 5.
Harsono, Dr, Ir & T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradya Paramita, Jakarta Wachid Suherman, Ir, [1987], Diktat Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik Mesin FTI, ITS Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin FTI, ITS M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan Kapal, PPNS Budi Prasojo, ST [2002], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, PPNS