Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PBL 1 BLOK REPRODUCTION SYSTEM

Tutor: dr. Nur Signa Aini Gumilas, MSc Kelompok VI Ridwan Rosellina Alpha Molyna Ulfah Teofillus Kristianto Diana Rizki R. Gagah Baskara Adi N. Stefanus Andityo Lannida Tiyo Nurakhyar Witri Septia Ningrum Aryo Widaghdo G1A011026 G1A011074 G1A011021 G1A011011 G1A011045 G1A011108 G1A011032 G1A011008 G1A011086 G1A011121 G1A007129

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Kasus Informasi 1 Seorang pasien nama Ny. Zaskia, usia 27 tahun datang yang pertama kali ke Puskesmas sokaraja untuk memeriksakan kehamilannya. Dia datang ditemani oleh suaminya bernama Tn. Vicky, usia 29 tahun. Informasi II HPHT : 8 Jannuari 2013 Paritas : G2P1A0 Menikah selama 8 tahun dengan suami sekarang, belum pernah menggunakan kontrasepsi selama menikah dan hubungan seksual teratur normal. RPS : gerakan janin masih dirasakan baik dan serig Sudah merasakan kenceng kenceng sejak 4 jam yang lalu, lendir darah sudah keluar dari jalan lahir sejak 4 jam yang lalu, air ketuban belum dirasakan keluar. Riwayat persalinan sebelumnya : Hamil pertama sehat, anak lahir normal saat usai kandungan 9 bulan di bidan, jenis kelamin perempuan, BBL 2600gram saat ini usia 2 tahun dan sehat. Riwayat penyakit dahulu / penyakit keluarga : Tidak ada

Informasi III

Hasil pemeriksaan fisik : Keadaan umum : baik, kesadaran kompos mentis, tidak anemis, tidak sesak nafas Tanda tanda vital : tekanan darah 110/90 mmHg, nadi : 88x/menit, RR : 22 x/menit, suhu 36,4 oC axillar Status internus Status obstetrikus : DBN : janin tunggal hidup normal intrauterine, presentasi belakang kepala, kepala masuk rongga panggul > 1/3 bagian kepala, Hi s: 3-4 kali dlaam 10 meit durasi 20 detik, intensitas sedang, serta fundus dominant dan simetris Pemeriksaan dalam : Vaginal toucher (VT) : Hasil : vulva, vagina dan urethra tenang ( tak da kelainan), porsio konsistensi agak lunak, pendtaran 80%, posisi di tengah, pembukaan 2-3 cm, kulit ketuban (KK) positif (utuh), presentasi belakang kepala, kepala sudah turun di bidang Hodge I-II, penunjuk (point of direction) ubun ubun kecil di jam 5, air ketuban (-), sarung tangan lendir darah (STLD) (+). Pemeriksaan lab : Hb normal, tidak ada proteinuria.

BAB II PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah 1. Kehamilan Kehamilan, adalah suatu fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi pada endometrium, jika dihitung dengan dari saat fertilisasi, kehamilan berlangsung selama 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional (Prawirohardjo, 2010). B. Batasan Masalah Identitas Pasien Usia Keluhan utama : Ny Zaskia : 27 tahun : Periksa kehamilan

C. Analisis Masalah 1. Anamnesis apa lagi yang perlu saudara eksplorasi dan gali dari informasi pasien tersebut , berkaitan dengan kehamilan ini, jika saudara selaku dokter di Puskesmas sokaraja ? 2. Apa yang dimaksud HPHT dan bagaimana cara perhitungannya? 3. Bagaimana cara memastikan kehamilan? 4. Apa saja tanda dan gejala yang ditemukan pada kehamilan? 5. Pemeriksaan apa yang selanjutnya dilakukan pada kehamilan?

D. Penjelasan Mengenai Berbagai Permasalahan 1. Anamnesis yang dibutuhkan berkaitan dengan kehamilan a. Anamnesis : (Prawiroohardjo, 2006) 1) Tanggal hari pertama haid terakhir 2) Sekarang kehamilan yang berapa 3) Primigravida : Sudah berapa lama menikah 4) Multigravida : a) Apakah persalinan sebelumnya lahir spontan b) Apakah persalinan sebelumnya dengan tindakan c) Hidup : umur anak yang terkecil berapa

b. Anamnesis kunjungan pertama (Chan, 2006) 1) Riwayat prenatal dan pemeriksaan a) Diagnosis kehamilan berupa : i. Amenorrhea ii. Tes kehamilan : tes HCG iii. Detak jantung bayi : pada minggu ke 11-12 dari periode akhir menstruasi. Biasanya detak jantung bayi 120 160 x /menit iv. Gerak janin : dapat dirasakan pada usia kehamilan 1716 minggu v. USG : terlihat gestssional sac saat minggu ke 5-6 vi. Perkiraaan kelahiran : umur kehamilan 40 minggu

b) Riwayat kontrasepsi Kontraksepsi oral dapat menyebabkan amenorrhea yang dapat menimbulkan miss calculate masa kehamilan c) Riwayat ginekologi dan obstetrik i. Graviditas ( kehamilan) : jumlah kehamilan yang terjadi pada ibu ii. Paritas ( kelahiran) : jumlah kelahiran baik kehamilan aterm, preterm, abortus maupun lahir hidup iii. Karakter dan panjang dari kelahiran sebelumnya : tipe persalinan, kompliksi, status bayi, berat bayi lahir. iv. Riwayat section caesarea dan alas an dilakukan d) Riwayat medis dan bedah e) Riwayat medikasi ( pengobatan) f) Riwayat penyakit keluarga : berupa penyakit herediter, multiple gestasi g) Riwayat sosial ekonomi : kebiasaan mengonsumsi alcohol, rokok, obat obatan terlarang h) Review system : nyeri abdomen, konstipasi, chepalgia, perdarahan vagina, dysuria, frekuensi, hemorrhoid. 2. Tanda- tanda dugaan kehamilan ( Manuaba, 1998) a. Tanda tanda dugaan kehamilan berupa : 1) Amenorea ( terlambat dating bulan), konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak terjadi pembentukan folikel de Graaf dan ovulasi 2) Mual ( nausea ) dan muntah ( emesis), pengaruh estrogen dan progesterone terjadi pengeluaran asam lambung yang berlebihan

3) Ngidam 4) Sinkope atau pingsan, terjadi gangguan sirkulasi ke daerah kepala ( sentral) menyebabkan iskemia susunan saraf pusat dan menimbulkan sinkope atau pingsan 5) Payudara payudara 6) Sering miksi, desakan rahim ke depan menyebabkan kendung kemih cepat terasa penuh dan sering miksi 7) Konstipasi dan obstipasi, pengeruh progesterone dapat menghambat peristaltic usus menyebabkan kesulitan untuk buang air besar 8) Pigmentasi kulit a) Sekitar pipi: Chloasma gravidarum, kaluarnya melanophore stimulating hormone hipofisis anterio menyebabkan pigmentasi kulit. b) Dinding perut c) Payudara, hiperpigmentasi areola mammae 9) Epulis, hipertropi gusi yang dapat terjadi bila hamil 10) Varises atau penampakan pembuluh darah vena tegang, pengaruh estrogenprogesterone dan

somatomamotropin menimbulkan deposit lemak, air dan garam pada

b. Tanda subjektif hamil 1) Terlambat datang bulan 2) Terdapat mual dan muntah 3) Terasa sesak atau nyeri dibagian bawah 4) Terasa gerakan janin dalam perut

5) Sering kencing Tapi pada orang-orang yang sangat ingin punya anak, dapat merasakan tanda subjektif disebut pseudosiesis ( hamil palsu). c. Tanda objaktif hamil 1) Pembasaran dan perubahan konsistensi rahim, dengan

memperlihatkan tanda Piscacek dan Hegar 2) Perubahan warna dan konsistensi serviks 3) Kontraksi Braxon Hicks 4) Terdapat ballottement 5) Teraba bagian janin 6) Terdapat kemungkinan pengeluaran kolostrum 7) Terdapat hiperpigmentasi kulit 8) Terdapat kebiruan vagina/selaput lender vulva (tanda Chadwick) 9) Tes biologis positif d. Tanda pasti kehamilan 1) Teraba garakan janin dalam rahim 2) Teraba denyut jantung (hamil 12 minggu) 3) Pemeriksaan rontgen terdapat kerangkan janin 4) Pemeriksaan ultrasonografi a) Terdapat kantong hamil, hamil 4 mingggu b) Terdapat fetal plate, hamil 4 minggu c) Terdapat kerangka janin, hamil 12 minggu d) Terdapat denyut jantung janin, hamil 6 minggu

3. Pemeriksaan untuk memastikan kehamilan a. Pemeriksaan Pada Awal Kehamilan Pemeriksaa awal kehamilan ditujukan untuk memastikan bahwa pasien tersebut benar-benar hamil. (Prawirohardjo, 2010) : 1) Anamnesis a) Data umum pribadi i. Nama ii. Usia, Untuk mengetahui hubungan usia dengan resiko

kehamilan yang mungkin terjadi. iii. Alamat, Untuk mengetahui apakah kondisi atau lingkungan rumah pasien merupakan daerah endemik suatu penyakit. iv. Pekerjaan, Untuk mengetahui faktor resiko aktivitas yang mungkin mengganggu kehamilan. v. Lamanya menikah, Usia menikah > 2 tahun biasanya menunjukan bahwa kehamilan tersebut adalah kehamilan yang ditunggutunggu. b) Keluhan saat ini i. Jenis dan sifat gangguan yang dirasakan ibu

Biasanya

menunjukan

gejala

morning

sicknes

atau

hiperemesis garvidarum, selain itu beberapa wanita dengan primi gravid akan merasakan suatu gerakan yang aneh pada abdomennya. Keluhan lain yang dibawa pasien adalah terlambat haid. ii. Lamanya mengalami gangguan tersebut c) Riwayat Haid Untuk menentukan usia kehamilan maka dapat menggunakan patokan hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien 2) Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum i. Tanda vital ii. Pemeriksaan jantung dan paru iii. Pemeriksaan payudara b) Inspeksi i. Bentuk dan ukuran abdomen ii. Gerakan janin iii. Edema iv. Hernia c) Palpasi Palpasi digunakan untuk mengukur tinggi fundus, selain itu tinggi fundus juga dapat digunakan untuk menentukan usia kehamilan. i. Usia 28 minggu : tinggi fundus 3 jari di atas umbilicus (+ 25 cm)

ii. Usia 32 minggu : tinggi fundus 1 jari diatas proc. Xyphoideus (+ 27 cm) iii. Usia 36 minggu : tinggi fundus + 30 cm iv. Usia 40 minggu : tinggi fundus 3 jari di bawah proc. Xyphoideus d) Auskultasi i. Usia 10 minggu dengan Doppler ii. Usia 20 minggu dengan fetoskop Pinard e) Pemeriksaan penunjang i. Test hormon -HCG Hormone corionic gonadotropin (HCG), hormone ini akan meningkat pada awal kehamilan, sehingga jika dilakukan uji HCG positif menandakan bahwa pasien sedang mengandung. Hormon HCG yang meningkat juga akan menstimulasi pusat rangsang muntah sehingga akan menimbulkan mual muntah pada trimester pertama (Prawirohardjo, 2010). ii. USG USG hanya dapat dilakukan pada usia kehamilan usia 16-18 minggu. USG juga berguna untuk mengetahui umur kehamilan yang lebih akurat dari pada HPHT jika dilakukan pada trimester-trimester awal (Prawirohardjo, 2010). 3) Pemeriksaan Kehamilan a) Leopold I

Fungsinya adalah untuk menentukan tinggi fundus uteri sehingga usia kehamilan dapat diketahui, selain itu Leopold I juga berfungsi untuk menentukan bagian janin yang terletak pada fundus uteri. Bila kepala akan teraba benda bulat dank eras, sedangkan bokong tidak bulat dan lunak (Prawirohardjo, 1994).

Gambar 1.Pemeriksaan Leopold I b) Leopold II Pada Leopold II akan ditentukan batas samping uterus dan dapat pula ditentukan letak punggung janin yang membujur dari atas ke bawah menghubungkan kepala dengan bokong. Jika posis bayi laetak lintang amak akan teraba kepala (Prawirohardjo, 1994).

Gambar 2. Pemeriksaan Leopold II

c) Leopold III Leopold III dapat dilakukan untuk menetukan bagian apa yang terletak di sebelah bawah, atau menentukan bagian bawah bayi yang sudah masuk ke pintu atas panggul atau belum (Prawirohardjo, 1994).

Gambar 3.Pemeriksaan Leopold III d) Leopold IV Pemeriksaan Leopold IV dilakukan untuk menentukan seberapa jauh masuknya bagian bawah bayi ke pintu bawah panggul. Dari letak bayi ini dapat didengarkan bunyi jantung janin di tempat tertentu, disesuaikan dengan sikap bayi (Prawirohrdjo, 1994).

Gambar 4. Pemeriksaan Leopold IV, D (kepala belum masuk pintu bawah panggul), E (Kepala sudah masuk pintu bawah panggul)

4. Pemeriksaan fisik pada kehamilan a) Inspeksi Umum Lakukan inspeksi terhadap keadaaan kesehatan secara keseluruhan, status gizi, koordinasi neuromuskular, dan kondisi emosional pasien pada saat pasien masuk ke dalam ruang periksa (Bickley et al., 2009). b) Tanda Vital dan Berat Badan

Pengukuran tekanan darah. Hasil pengukuran dasar (baseline) akan membantu menentukan kisaran tekanan darah yang lazim dimiliki oleh ibu hamil. Pada pertengahan masa kehamilan, normalnya tekanan darah lebih rendah daripada tekanan darah dalam keadaan tidak hamil. Pengukuran berat badan. Penurunan berat badan pada trimester 1 yang disebabkan nausea dan vomitus sering dijumpai, tetapi penurunan ini tidak boleh melebihi 2,5 kg (Bickley et al., 2009). c) Kepala dan Leher Berdiri dengan posisi menghadap pasien yang sedang duduk dan lakukan pengamatan terhadap kepala dan leher meliputi (Bickley et al., 2009) : i. Wajah. Gambaran kloasma gravidarum merupakan keadaan yang normal. Gambaran ini terdiri atas bercak kecoklatan yang tidak teratur di sekeliling mata dan melintasi pangkal hidung ii. Rambut. Yang meliputi tekstur, kelembapan, dan distribusinya. Rambut yang kering, berminyak dan kadang sedikit rontok dapat ditemukan iii. Mata. Perhatikan warna konjungtiva iv. Hidung. Meliputi membran mukosa dan septum nasi. Kongesti nasalis sering dijumpai selama kehamilan v. Mulut. Khususnya periksa gusi dan gigi vi. Kelenjar tiroid. Lakukan inspeksi dan palpasi pada kelenjar tersebut. Pembesaran yang simetris diperkirakan terjadi selama kehamilan d) Toraks dan Paru Lakukan inspeksi untuk menentukan pola pernapasan pasien (Bickley et al., 2009).

e) Jantung Lakukan palpasi iktus kordis. Pada kehamilan yang lanjut, letak iktus kordis mungkin sedikit lebih tinggi daripada lokasi normal dan keadaan ini terjadi karena dekstrorotasi jantung akibat letak diafragma yang lebih tinggi (Bickley et al., 2009). Lakukan auskultasi jantung. Bising seperti tiupan halus (softblowing murmur) sering terdengar selama masa kehamilan, menggambarkan adanya peningkatan aliran darah pada pembuluh darah yang normal (Bickley et al., 2009). f) Payudara Lakukan inspeksi payudara dan puting untuk memeriksa

kesimetrisan dan warnanya. Corakan pembuluh darah vena dapat terlihat lebih nyata, puting serta areola mammae berwarna lebih gelap, dan kelenjar Montgomery tampak menonjol (Bickley et al., 2009). Lakukan palpasi untuk menemukan massa. Selama kehamilan, payudara terasa nyeri ketika disentuh dan bersifat noduler (berbenjolbenjol). Lakukan kompresi pada tiap puting diantara jari telunjuk dan ibu jari. Manuver ini dapat menyebabkan kolostrum keluar dari puting susu (Bickley et al., 2009). g) Abdomen Lakukan inspeksi untuk menemukan setiap sikatrik atau stria, bentuk serta kontur abdomen dan tinggi fundus uteri. Lakukan palpasi abdomen untuk menemukan (Bickley et al., 2009) : i. Organ atau massa: Massa pada kehamilan yang diharapkan ii. Gerakan janin : Biasanya gerakan janin dapat dirasakan oleh pemeriksa pada kehamilan sesudah 24 minggu

iii. Kontraktilitas uterus : Uterus berkontraksi tidak teratur sesudah kehamilan 12 minggu dan kontraksi uterus ini sering kali terjadi sebagai respons terhadap palpasi selama trimester ketiga. Kemudian, pemeriksa akan merasakan abdomen yang tegang atau kencang dan mengalami kesulitan untuk meraba bagian tubuh janin Lakukan pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita pengukur jika usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Dengan memegang pita dan mengikuti garis tengah abdomen, lakukan pengukuran dari puncak simfisis pubis hingga puncak fundus uteri (Bickley et al., 2009). Lakukan auskultasi detak jantung janin (DJJ) dengan

memperhatikan frekuensi, lokasi, dan iramanya. Alat yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Bickley et al., 2009) : i. Dopton : dengan alat ini DJJ dapat didengarkan sesudah usia kehamilan 12 minggu ii. Fetoskop : dengan alat ini DJJ dapat didengarkan sesudah usia kehamilan 18 minggu. Biasanya frekuensi DJJ berkisar 160 pada awal kehamilan, dan kemudian akan melambat hingga sekitar 120-140 pada saat kehamilan mendekati aterm. Sesudah 32-34 minggu, DJJ harus meningkat bersamaan dengan gerakan janin. Lokasi DJJ pada kehamilan 12-18 minggu yang biasa terdengar berada di garis tengah abdomen bawah. Sesudah usia 28 minggu, DJJ terdengar paling jelas pada bagian pungggung atau dada janin. Kemudian lokasi DJJ bergantung pada posisi tubuh janin tersebut. Palpasi kepala dan punggung janin akan membantu dalam mengenali daerah tempat mendengarkan DJJ. Irama jantung. Hal ini menjadi unsur penting pada pemeriksaan kehamilan dalam trimester ketiga. Diperkirakan adanya variasi sebesar 10-15 denyutan permenit selama rentang waktu 1-2 menit.

h) Genitalia, Anus, dan Rektum Lakukan inspeksi genitalia eksterna dengan memperhatikan distribusi pubes, warna genitalia, dan sikatriks yang ada. Lakukan inspeksi anus untuk menemukan hemorroid. Jika ditemukan hemorroid, perhatikan ukuran dan lokasinya. Lakukan palpasi kelenjar Bartholini dan Skene. Pada keadaan normal tidak boleh ditemukan sekret atau nyeri tekan. Pemeriksaan dengan spekulum. Lakukan inspeksi serviks untuk menentukan warna, bentuk, dan laserasi yang sudah sembuh. Serviks dapat terlihat teratur karena laserasi. Lakukan Pap Smear. Dan jika diindikasikan, ambil spesimen dari vagina dan serviks. Serviks mungkin mudah berdarah ketika disentuh dan keadaan ini terjadi karena vasokongesti yang timbul pada kehamilan. Lakukan inspeksi dinding vagina untuk melihat warna, sekret dan rugae. Warna kebiruan, rugae yang dalam, dan sekret putih susu yang merupakan leukore adalah tanda yang normal. Pemeriksaan bimanual. Siapkan kedua jari tangan yang sudah dilumasi ke dalam introitus vagina dengan sisi palmaris tangan menghadap ke bawah; penyisipan atau insersi kedua kedua jari tangan ini dilakukan dengan sedikit penekanan ke bawah pada perineum. Kemudian, dorong kedua jari tangan tersebut ke dalam kubah vagina posterior. Dengan mempertahankan tekanan ke arah bawah, putar secara perlahan sisi palmaris tangan hingga menghadap ke atas i) Ekstermitas Lakukan inspeksi tangan dan kaki untuk menemukan edema. Lakukan palpasi untuk meraba edema pretibial, pergelangan kaki, dan pedis. Edema diberi nilai 0 sampai +4.

E. Sasaran Belajar

1. Anatomi sistem reproduksi 2. Histology sistem reproduksi 3. Fisiologi kehamilan dan perubahan-perubahan yang terjadi pada saat kehamilan 4. Antenatal Care 5. Anamnesis dan pemeriksaan fisik 6. Cara persalinan dan komplikasi 7. Managemen kala I-IV 8. Partograf 9. Operasi obsetri (Forcep, SC dan Vaccum)

F. Pembelajaran Mandiri Sudah dilaksanakan

G. Hasil Sasaran Belajar 1. Anatomi system reproduksi manusia Sistem reproduksi merupakan sistem organ yang berperan dalam kelanjutan eksistensi dari spesies manusia, dengan cara menyalurkan, memberikan nutrisi dan mentransport sel-sel reproduksi pria dan wanita (gamet) (Martini dan Nath, 2011). a. Anatomi traktus genitalis feminina Traktus genitalis feminina dibagi dalam 2 pars, yaitu genitalia feminina interna dan genitalia feminina eksterna.Genitalia feminina interna berada didalam tubuh, sehingga tidak dapat dilihat, terdiri dari ovarium, tuba uterina (tuba falopi/salphinx), uterus dan vaginae. Sedangkan genitalia feminina ekterna merupakan organ genitalia yang

dapat

dilihat

oleh

mata,

terdiri

dari

vulva

dan

glandula

mammae(Martini dan Nath, 2011). 1) Organ genitalia feminina eksterna Organ genitalia feminina eksterna atau yang sering disebut sebagai vulva, terdiri dari mons pubis, labium majus pudendi, labium minus pudendi, clitoris, vestibulum, ostium vaginae, bulbus vestibuli, glandula vestibuli major dan glandula vestibulair minor. Anatomi dari vulva dapat dilihat pada gambar berikut (Putz dan Pabst, 2007):

Gambar 5. Vulva terlihat dari inferior(Putz dan Pabst, 2007).

2) Glandula mammae Glandula mammae terdiri dari sepasang, yaitu dekstra dan sinistra. Glandula ini berfungsi sebagai penghasil asi, yang akan aktif pada kehamilan. Gambar dan struktur glandula mammae dapat dilihat sebagai berikut(Martini dan Nath, 2011) :

Gambar 6. Glandula mammae (Martini dan Nath, 2011) 3) Organ genitalia feminina interna a) Ovarium Merupakan organ yang dapat memproduksi hormon estrogen dan ovum. Oleh karena itu organ ini dapat berperan sebagai organ endokrin dan organ eksokrin. Organ dan strukturnya dapat dilihat pada gambar berikut (Putz dan Pabst, 2007):

Gambar 7. Ovarium, tuba uterina dan uterus(Putz dan Pabst, 2007). b) Tuba uterina

Organ ini terdiri sepasang, yaitu dekstra dan sinistra. Organ ini berfungsi sebagai penerima ovum dari ovarium dan tempat fertiliasi (tepatnya pada ampulla tubae). Organ ini juga berperan dalam penyediaan makanan untuk ovum yang telah dibuahi. Organ ini terdiri dari 4 pars, yaitu infundibulum tuba uterina, ampulla tubae uterina, isthmus tubae uterina dan pars uterina. Organ dan strukturnya dapat dilihat pada gambar 3(Putz dan Pabst, 2007). c) Uterus/uterina Uterus merupakan organ yang berperan dalam perkembangan fetus didalam masa kandungan. Organ ini berukuran kir-kira sebesar telur ayam, namun pada saat sedang hamil dapat membesar berkali-kali lipat. Uterus terbagi menjadi 4 bagian, yaitu fundus uteri, corpus uteri, isthmus uteri dan cervix uteri. Sedangkan untuk lapisannya dari dalam keluar yaitu endometrium, miometrium dan perimetrium. Organ dan strukturnya dapat dilihat pada gambar 3(Putz dan Pabst, 2007). d) Vagina Organ ini memiliki fungsi sebagai jalan lahir, pengeluaran darah menstruasi dan untuk coitus. Pada organ ini terdapat banyak flora normal, yang dapat menyebabkan suasana asam. Selain itu organ ini banyak terdapat rugae pada bagian mukosanya. Organ ini memiliki beberapa struktur yaitu hymen, dinding vagina dan fornix vagina. Organ dan strukturstrukturnya dapat dilihat pada gambar 3. diatas(Putz dan Pabst, 2007).

2. Histology system reproduksi a. Reproduksi wanita

1) Ovarium

Gambar 8. Ovarium dalam berbagai tahap perkembangan folikel Dimulai saat pubertas dan selama masa subur seorang wanita, ovarium memperlihatkan perubahan struktural dan fungsional selama setiap daur haid, yang berlangsung 28 hari. Perubahan ini mencakup pertumbuhan berbagai folikel, pematangan folikel, penyelesaian pembelahan meiosis pertama, ovulasi oosit sekunder dari folikel matur dominan, serta pembentukan dan degenerasi korpus luteum. Hormon hipofisis FSH dan LH berperan utama dalam perkembangan, pematangan, dan ovulasi folikel ovarium serta pembentukan hormon estrogen dan progesteron (Eroschenko, 2010). Paruh pertama daur haid berlangsung sekitar 14 hari dan merupakan masa pertumbuhan folikel ovarium. Selama pertumbuhan folikel ovarium, sel folikular memiliki reseptor FSH. FSH adalah hormon gonadotropik utama dalam darah. FSH mengontrol pertumbuhan dan pematangan folikel ovarium, dan pada awalnya merangsang sel teka interna di bagian tepi folikel untuk menghasilkan prekursor steroid androgenik. Prekursor androgenik berdifusi ke dalam folikel, tempat sel granulosa folikel mengubah prekursor androgenik menjadi estrogen (Eroschenko, 2010).

Pada pertengahan daur atau tepat sebelum ovulasi, kadar estrogen mencapai puncaknya. Puncak ini menyebabkan lonjakan hormon LH dari adenohipofisis di kelenjar pituitaria. Pada saat ini, sel teka dan sel granulosa di folikel memiliki reseptor LH. Terdapat juga pengeluaran hormon FSH dalam jumlah yang lebih sedikit secara bersamaan. Peningkatan kadar FSH dan LH dalam darah ini menyebabkan hal-hal berikut (Eroschenko, 2010) : a) Penyelesaian pembelahan meiosis pertama tepat sebelum ovulasi dan pembebasan oosit sekunder ke dalam tuba uterina b) Pematangan akhir folikel matur ovarium dan ovulasi oosit sekunder sekitar hari ke-14 daur haid c) Kolapsnya folikel yang mengalami ovulasi dan luteinisasi atau modifikasi sel lutein granulosa dan sel teka lutein yang mengelilingi oosit d) Perubahan folikel matur pascaovulasi menjadi korpus luteum, suatu organ endokrin sementara 1) Tuba Uterina

Gambar 9. Potongan transversal tuba uterina Masing-masing tuba uterina memiliki panjang sekitar 12 cm dan terbentang dari ovarium ke uterus. Salah satu ujung tuba

uterina menembus dan terbuka ke dalam uterus; ujung yang lain terbuka ke dalam rongga peritoneum dekat ovarium (Eroschenko, 2010). Tuba uterina biasanya dibagi menjadi 4 regio yang kontinu. Bagian yang paling dekat dengan ovarium adalah infundibulum bentuk corong. Dari infundibulum terjulur prosesus kecil mirip jari yaitu fimbriae yang berada dekat dengan ovarium. Infundibulum bersambungan dengan regio kedua, ampulla, bagian terlebar dan terpanjang. Isthmus sempit dan pendek, dan menghubungkan setiap tuba uterina ke uterus. Bagian akhir dari tuba uterina adalah pars uterina. Bagian ini menembus dinding tebal uterus dan bermuara ke dalam rongga uterus (Eroschenko, 2010).

b. Reproduksi Pria 1) Testis

Gambar 10.Testis

Testis terdiri dari kelenjar-kelenjar yang berbentuk tubulus, dibungkus oleh selaput tebal yang disebut tunika albugenia. Pada sudut posterior organ ini terbungkus oleh selaput atau kapsula yang disebut mediastinum testis. Septula testis merupakan selaput tipis yang meluas mengelilingi mediastinum sampai ke tunika albugenia dan membagi testis menjadi 250-270 bagian berbentuk piramid yang disebut lobuli testis. Isi dari lobulus adalah tubulus seminiferus, yang merupakan tabung kecil panjang dan berkelokkelok memenuhi seluruh kerucut lobulus. Muara tubulus seminiferus terdapat pada ujung medial dari kerucut. Pada ujung apikal dari tia-tiap lobulus akan terjadi penyempitan lumen dan akan membentuk segmen pendek pertama dari sistem saluran kelamin yang selanjutnya akan masuk ke rete testis. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu tunika propria, lamina basalis dan lapisan epitelium. Tunika propria terdiri atas beberapa lapisan fibroblas, yang berfungsi sebagai alat transportasi sel spermatozoa dari tubulus seminiferus ke epididimis dengan jalan kontraksi. Lapisan epitel pada tubulus seminiferus terdiri dari dua jenis sel yaitu sel-sel penyokong yang disebut sebagai sel sertoli dan sel-sel spermatogonium. Sel-sel spermatogonium merupakan sel benih sejati, karena sel-sel inilah dihasilkan spermatozoa melalui pembelahan sel. Sel-sel spermatogonium tersusun dalam 4-8 lapisan yang menempati ruang antara membrana basalis dan lumen tubulus. Sel sertoli berbentuk panjang, berdasar luas, melekat pada membrana basalis, berfungsi merawat sel spermatozoa yang baru saja terbentuk, menghasilkan semacam hormon (inhibin), menghasilkan protein pembawa hormon jantan (ABP = Androgen Binding Protein) dan menghasilkan cairan testis. Diantara lobuli pada testis didapatkan sel-sel yang berbentuk poliglonal disebut

sebagai sel interstitiil atau sel leydig yang merupakan sistem endokrin testis, yang menghasilkan hormon testoteron. (Fawcett, 2002) 2) Epididimis

Gambar 11. Epididimis Epididimis melekat ke satu sisi testis dari anterior ke posterior. Dari luar nampak seperti satu pembuluh besar berbentuk seperti huruf S terbalik. Epididimis terbentuk atas 3 bagian yaitu (1) caput (2) corpus dan (3) cauda. Caput berada di bagian depan tempat bermuara vas eferens. Corpus adalah bagian tengah memanjang ke samping di sisi testis. Cauda ada di bagian ujung atau ekor, berbentuk huruf U, ujungnya bertemu dengan vas deferens. Epididimis berfungsi untuk (1) menyimpan (2) maturasi (3) reabsorbsi (4) sekresi dan (5) transportasi. Histologi dinding epididimis terdiri dari: tunika mucosa, tunika muscularis dan tunika adventitia. Tunika mucosa dibentuk atas jaringan epitel berlapis semu, yang pada bagian kaput berbentuk batang ramping dan makin ke kauda makin rendah sehingga menjadi bentuk kubus. Tunika muscularis dibentuk atas serat otot polos. Lapisan ini makin ke kauda makin tebal. Pada bagian kaput umumnya dibentuk oleh otot sirkuler, sedang pada bagian dalam korpus dibentuk oleh lapisan otot yang terletak miring dan bagian luar letaknya longitudinal. Pada bagian kauda terdiri atas tiga lapis

otot yaitu sebelah dalam dan luar berbentuk longitudinal dan bagian tengah berbentuk sirkuler. Tunika adventitia tipis sekali dan sulit dibedakan batasnya dengan tunika muskularis, dibentuk atas serat jaringan ikat. Tunika adventitia dan tunika muskularis bergabung membentuk jaringan yang disebut stroma. Testis menghasilkan 20-40 ml mani (sebagian besar

spermatozoa) tiap hari, 98% cairannya akan direabsorbsi oleh epididimis, terutama di caput. Yang melakukan reabsorbsi adalah sel utama epididimis dan yang diabsorbsi adalah air dan elektrolit. Berbagai bahan organik disekresi oleh sel kelenjar epididimis, seperti karnitin, protrin, glikoprotein, fosfolipida dan asam sialat. Semua bahan ini perlu untuk maturasi dan memelihara sprema (Fawcett, 2002).

3) Vas deferens

Gambar 12. Vas deferen Saluran vas deferens keluar dari epididimis berjalan lurus meninggalkan testis untuk menuju rongga panggul. Vas deferens masuk di daerah lipatan paha dan berjalan di antara serabut-serabut otot. Di dalam rongga panggul kedua vas deferens kanan kiri saling mendekat di belakang kantung kemih kemudian bermuara dua kelenjar mani besar yaitu vesikula seminalis dan prostat. Sedangkan kelenjar bulbouretralis bermuara pada urethra. Histologi dinding vas deferens terdiri dari: (1) tunika mukosa, (2) tunika muskularis dan (3) tunika adventitia. Tunika mukosa tediri dari jaringan epitel berlapis semu dengan bentuk batang rendah dan berstereosilia. Di bawah epitel ada lamina propria yang mengandung longitudinal jaringan ke ikat. Tunika membentuk permukaannya tonjolan tampak lumen, sehingga

bergelombang. Dalam ampula tunika mukosa membentuk tonjolan yang bercabang dan berjalin-jalin ke arah lumen. Sel epitelnya menggetahkan lendir dan air mani dapat disimpan sementara di sini. (Fawcett, 2002).

3. Fisiologi kehamilan dan perubahan perubahan yang terjadi pada saat kehamilan Semua perubahan fisiologis pada tubuh ibu yang diinduksi kehamilan sebetulnya bersikap roaktif dibandingkan reaktif karena pada dasarnya pertumbuha janin sudah dipersiapkan oleh tubuh bahkan sebelum fase impantasi gastrula pada endometrium. Namun, sebagian beasr perubahan fiiologis ini secara kualitatif bisa terukur pada akhir trimester pertama dan semakin berkembang pada trimester berikutnya. Kehamilan mempengaruhi hampir seluruh sistem ibu yaitu : a. Sistem Reproduksi Hipertrofi uterus untuk mengakomodasi kehamilan dengan berat bisa mencapai 1000 gram aterm dari hanya 30 gr sebelum hamil. Posis uterus juga mengalami perubahan pada awal kehamilan masih berada di dalam rongga perlvi lalu menekan dan masuk ke cavum abdomen setelah mencapai usia 16 minggu kehamilan. Selain itu juga tampak tanda Godel yaitu melunaknya dan bertambahnya vaskularisasi cervix uteri dan juga tanda Hegar yang merupakan ismus uteri yang bertambah panjang dan lunak. Selain juga terjadi hiper vaskualrisasi vagina & vulva lebih merah / kebiruan warna livid pada vagina dan portio servik disebut tanda Chadwick (Sarwono,2006). b. Sistem Cardiovascular Tahanan Perifer turun selama 6 bulan kehamilan. Hal ini memicu pengaktifan sistem RAA sehingga pada awal trimester ketiga terjadi peningkatan volume plasma sekitar 50-60%. Volume plasma yang tinggi menunjang untuk sirkulasi janin dan data statistik menunjukkan semakin besar ekspansi volume plasma maka akan semakin besar berat badan janin. Selain itu terdapat peningkatan Heratrate (HR) dan Stroke Volume (SV) yang semuanya akan memicu kenaikan cardiac output pada masa awal kehamilan (Edmons, 2007).

Tabel 1. Perubahan Komponen Determinan Tekanan Darah Pada Kehamilan di tiap Trimester (Edmons, 2007).

c. Sistem Respirasi Volume tidal meningkat sekitar 50-60% yang dipicu oleh tingginya kadar progesteron. Progesteron yang tinggi memicu sensitivitas medulla oblongata terhadap CO2 meskipun jumlah respiration rate tetap stabil. Tingkat konsumsi oksigen juga meningkat untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin. PCO2 dijaga rendah dalam tubuh akibat efek progesteron yang meningkatkan efek karbonat anhidrase dalam eritrosit yang akan mengurai CO2 kembali jadi H2O dan O2 untuk memenuhi pasokan osigenasi tubuh ibu dan janin meskipun kadar PCO2 yang rendah ini tetap secara sensitif bisa dipantau medulla oblongata (Edmons, 2007).

Gambar 13. Grafik Menunjukkan perubahan volume respirasi pada wanita hamil dan tidak hamil (Edmons, 2007). d. Sistem Hematologi Terjadi peningkatan sekitar 20-30% paa hematokrit akibat peningkatan jumlah dan volume eritrosit. Eritropoiesis meningkat disertai absorbsi ion Fe ke dalam eritrosit bertambah dan sintesis B1-globulin dan transferin meningkat. Ion Fe yang diserap eritrositmeningkatkan volume eritrosit dan mengurangi kadarnya pada serum darah. Terjadi peningkatan total sel darah putih akibat peningkatan sel PMN yang diinduksi estrogen. Sementara itu kemampuan fagosit sel T dan sel B menurun pada kehamilan sehingga infeksi virus, malaria, dan leprosi mudah terjadi. Terjadi pengkatan fungsi koagulasi dan penurunan antitrombotic. Beberapa substansi prokoagulasi poten meningkat dari akhir trimester 1 seperti faktor VII, VIII, dan faktor X sementara antithrombin III menurun. Pengendapan sel darah merah menjadi sering terjadi sehingga koagulopati low-grade kontinu normal terjadi dalam kehamilan (Edmons, 2007). e. Sistem Gastrointestinal

Selama dua trimester awal terjadi penurunan motilitas saluran cerna termasuk peningkatatan garam dan air sehingga terjadi konstipasi. Peningkatan volume gaster akibat penurunan aktivitas saluran cerna memicu heartburn dan penurunan kemampuan pengosongan vesica biliaris memic cholestatsis. Keadaan hamil cenderung hiperlimid dan glukosuria. Dalam minggu 6-12 kehamilan terjadi pengingkatan glukosa plasma sehingga memicu aktifitas insulin dengan sintesis glikogen, deposisi lemak dan transportasi asama amino ke dalam sel. Setelah pertengahan masa kehamilan terjadi kecenderungan resistensi insulin sehingga kadar glukosa plasma kembali ke keadaan normal sebelum kehamilan (Edmons, 2007). f. Sistem Renal Volume ginjal membesar pada ibu hamil karena parenkim renal membesar sekitar 70% yang tersusun dari vaskularisasi intens mendapat volume darah terdilatasi termasuk sistem xalicx, pelvis, dan ureternya. Laju filtrasi Glomerulus (GFR) juga ikut meningkat sekitar 45% pada minggu kesembilan kehamilan namun cenderung stabil pada trimester kedua. Tingginya kadar prolactin juga meningkatkan kadar sodium dan volume plasma menjdi meningkat sekitar 20% serta memicu pengaktifan sistem RAA sehingga tekanan darah meningkat. Terdapat peningkatan eksresi glusoa, vitamin larut air, dan calcium pada tubulus renalis. Eksresi protein termasuk albumin meningkat sekitar 20% sampai minggu ke 36 kehamilan akibat peningkatan GFR sehingga protein dalam urin sekitar 200gr/ urin 24 jam masih dianggap normal (Edmons, 2007). g. Endokrin Akibat adanya plasenta terjadi pengingkatan human chorionic gondaotropin (hCG) dan menekan sekresi FSH dan LH sehingga menghambat perkembangan folikel. Prolactin plasma juga meningkat setelah beebrapa hari konsepsi dan pada saat persalinan bisa mencapai 16-20x lebih tinggi dari keadaan sebelum hamil. Terjadi pembesaran

pada Hipofisis dan juga terdapat pengingkatan kadar ACTH (Edmons, 2007). 4. Antenatal Care/ ANC Antenatal Care (ANC)/Prenatal Care didefinisikan sebagai suatu program asuhan perawatan yang komprehensif, terintegrasi, dan berkesinambukan selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang mencakup edukasi, skrinig, deteksi awal, tindakan pencegahan, upaya kuratif, dan rehafilitasi dengan pendekatan medis dan dukungan aspek psikosoial sehingga bisa memonitoring kesehatan ibu dan janin yang dikandung dan memberiksan intervensi segera jika ada penyimpangan (Ihsani et al., 2012). Antenatal care ini sebagai salah satu dari empat pilar program Safe Motherhood sangat berperan penting dalam mengurangi Angka Kematian Ibu. Kematian ibu (Maternal Death) merupakan kematian yang berlangsung saat kehamilan, persalinan atau pada 42 hari setelah bersalin disebabkan oleh kausa langsung dan tidak langsung. Kausa langsung kematian ibu ialah trias klasik yang mencakup paling utama adalah hemorrhagic, eklampsia, dan infeksi. Kausa tidak langsungnya yang lain biasanya merupakan komplikasi atau penyakit saat bersalin yang juga bisa mendukung terjadinya kausa langsung yaitu hipertensi, penyakit jantung, hepatitis, diabetes , anemia yang umumnya terjadi sebelum kehamilan (bersifat kronik). Semua kausa ini bisa dilakukan tindakan preventif dengan mengupayakan antenatal care yang kompeten (Ihsani et al., 2012). Pada prinsipnya, semua kunjungan antenatal care 7 berperan dalam memonitoring dan menjaga kesehatan ibu hamil, kesehatan janin, dan kemajuan kehamilan (persiapan persalinan). Adapun tujuan dari program antenatal care adalah : a. Tujuan Umum Agar Ibu bisa melalui masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat (Ihsani et al., 2012). b. Tujuan Khusus

1) Ibu i. Monitoring, menjaga dan meningkatkan status kesehatan ibu dan janin termasuk kemajuan kehamilannya untuk mencapai persalinan aterm. ii. Deteksi dini jika terdapat penyakit atau komplikasi kehamilan yang bisa terjadi pada ibu hamil dan janinnya iii. Perencanaan terhadap persiapan persalinan iv. Melakukan persiapan dini untuk masa nifas dan periode pemberian ASI eksklusif yang akan dilalui v. Menguatkan persiapan peran ibu dan keluarga terhadap kelahiran bayi untuk penjagaan tumbuh kembang anak. (Ihsani et al., 2012). 2) Anak i. Mengurangi angka kejadian pramaturias, kelahiran mati, termasuk juga pada kematian neotaus ii. Optimalisasi status kesehatan bayi (Ihsani et al., 2012). Kunjungan Antenatal Care Periode kehamilan secara umum dibagi menjadi 3 trimester berkaitan dengan pemeriksaan obstetrik untuk meemriksan kemajuan kehamilan dan persiapan persalinan serta untuk monitoring komplikasi atau penyakit kehamilan yang biasa muncul spesifik pada tiap semester. Sebagai contoh, abortus dan kehamilan ektopik adalah komplikasi kehamilan yang biasa dicapai pada gangguan kehamilan trimester pertama sedangkan untuk penyakit seperti eklamsia seringkali muncul pada trimester 3 (Ihsani et al., 2012). Pemeriksaan antenatal care untuk ibu hamil secara ideal dijadwalkan sebagai berikut : 1) Kunjungan tiang 4 minggu sekali sampai usia kehamilan 28 minggu 2) Kunjungan tiap 2 minggu sekali antara usia 29-36 minggu

3) Kunjungan tiap seminggu sekali antara usia 37 minggu sampai saat persalinan (Ihsani et al., 2012). Dengan ini maka ibu hamil akan melakukan kunjungan sekitar 15 kali. Namun, jika tidak bisa terpenuhi WHO sudah mentepaksan standar minimal 4 kali kunjungan selama kehamilan yaitu : 1) Kunjungan 1 pada trimester pertama (sebelum 12 minggu kehamilan) 2) Kunjungan 2 pada trimester kedua (antara usia kehamilan 14-28 minggu) 3) Kunjungan 3 dan 4 pada trimester 3 (antara usia kehamilan 28 minggu-persalinan) (Ihsani et al., 2012). Manajemen Pemeriksaan Antenatal Care memiliki tujuan spesifik sesuai trimester (waktu kehamilan) yang sedang dilalu. Kunjungan trimester pertama memiliki fokus untuk diagnostik ada tidaknya kehamilan (intrauteri) beserta pemeriksaan awal status lokal ibu dan janin beserta deteksi dan penanagana dini terhadap komplikasi kehamilan trimester pertama seperti kehamilan ektopik, mola hidatidosa, penyakit infeksi (terutama TORCH), dan screening penyakit genetik. Pemeriksaan trimester 2. Pemeriksaan pada TM 2 lebih fokus pada penyakit penyerta kehamilan pada ibu dan janin serta kemajuan dan perhitungan usia kehamilan. Sedangkan pemeriksaan TM3 sudah fokus pada persiapan persalinan (Usia, dan taksitan BB janin, Lokasi dan presentasi janin, monitoring tekanan darah dan tanda vital serta tanda bahaya tubuh ibu. Jika diagnosis hamil sudah ditegakkan maka setiap kunjungan pemeriksaan obstetrik (dalam trimester apapun) memiliki tujuan pada dasarnya selalu melakukan pemeriksaan status generalis dan lokalis pada sistem

reproduksi ibu hamil yang semuanya bertujuan memantau

kesehatan ibu, kesehatan janin dan kemajuan kehamilan. Namun, adan beberapa hal spesifik manajemin pemeriksaan obstetrik di tiap trimester mencakup : 1) Trimester 1 a) Pastikan diagnosa kehamilan (rekomendasi pasti USG pada TM 1); Mencakup anamnesis lengkap terhadap informasi umum kesehatan ibu (RPS), siklus menstruasi , riwayat pernikahan, riwayat obstetrik, RPK, dan RPD. Selain itu juga diperiksa pemeriksaan fisik mencakup Tekanan darah dan tanda vital lain, skrining anemia, BB dan TB, pemeriksaan umum , dan pemeriksaan lokal vagina (Pap smear). Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan periksa darah rutin serta juga periksa kadar Beta-hCG. b) Pastikan kehamilan intrauteri c) Tentukan kehamilan tunggal/multipe d) Mentetukan usia kehamilan e) Mengidentifikasi faktor risiko ibu dan janin f) Pemeriksaan payudara g) Skrining penyakit genetik (Thalasemia, Rh, hepatitis) h) Pemeriksaan TORCH i) Memberikan suplemen besi serta edukasi yang diberikan selama perawatan antenatal care kedepan (Ihsani et al., 2012). 2) Trimester 2 a) Skreening kecacatan pertumbuhan sistem saraf b) Skrining kecacatan jantung c) Evaluasi pertumbuhan janin (pemeriksaan TFU, Maneuver Leopold) d) Skreening servikovaginitis dan ISK

e) Skreening Diabetes melitus (usia 24-30 minggu kehamilan) (Ihsani et al., 2012). 3) Trimester 3 a) b) Pengawasan pertumbuhan janin Pemeriksaan toleransi maternal untuk persalinan(mencakup rute (jalan lahir) persalinan/ kelahiran). c) d) Pemeriksaan Tekanan darah Evaluasi fasilitas kelahiran/ perawatan neonatal termasuk segala perencanaan persiapan persiapan untuk melahirkan dan masa nifas ibu (Ihsani et al., 2012).

5. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pemeriksaan kehamilan trimester pertama lebih banyak ditekankan pada anamnesis lengkap riwayat kehamilan dan penyakit dahulu ibu, pemeriksaan fisik lengkap dan khusus, serta pemeriksaan penunjang yang terkonsentrasi dalam proses screening penyakit yang mungkin terjadi dalam kehamilan trimester pertama. Pemeriksaan kehamilan trimester pertama meliputi (Cunningham et al., 2010) : a. Anamnesis Lengkap 1) Identitas Lengkap Catat identitas lengkap pasien meliputi nama, usia, ras, suku, pekerjaan, serta identitas suami 2) Keluhan Utama Merupakan hal yang membawa pasien mencari dokter 3) Riwayat Penyakit Sekarang

Yakni sejak pasien menunjukkan gejala utama sampai dengan proses anamnesis 4) Riwayat Menstruasi Tanyakan riwayat siklus menstruasi dan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) 5) Riwayat Obstetrik Tanyakan riwayat persalinan sebelumnya 6) Riwayat Perkawinan Tanyakan riwayat perkawinan pasien 7) Riwayat KB Tanyakan apakah pasien menggunakan KB sebelumnya dan jenis KB yang digunakan 8) Riwayat Penyakit Dahulu Tanyakan apakah pasien sebelumnya pernah memiliki penyakit yang onsetnya masih berlangsung hingga sekarang 9) Riwayat Penyakit Keluarga Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang berisiko diturunkan seperti diabetes mellitus.

Pemeriksaan Fisik (Cunningham et al., 2010) a. Pemeriksaan Fisik Lengkap Pemeriksaan fisik lengkap meliputi seluruh sistema organ. Periksa mulai dari inspeksi umum, tanda vital dan berat badan, kepala, leher, toraks, paru, jantung, payudara, abdomen, genitalia, anus, dan rektum.

b. Tekanan Darah c. Berat Maternal d. Pemeriksaan Pelvis e. Tinggi Fundus Uteri f. Fetal Heart Rate (Denyut Jantung Janin) dan Positioning 1) Inspeksi Umum Lakukan inspeksi terhadap keadaaan kesehatan secara keseluruhan, status gizi, koordinasi neuromuskular, dan kondisi emosional pasien pada saat pasien masuk ke dalam ruang periksa (Bickley et al., 2009). 2) Tanda Vital dan Berat Badan Pengukuran tekanan darah. Hasil pengukuran dasar (baseline) akan membantu menentukan kisaran tekanan darah yang lazim dimiliki oleh ibu hamil. Pada pertengahan masa kehamilan, normalnya tekanan darah lebih rendah daripada tekanan darah dalam keadaan tidak hamil. 3) Pengukuran berat badan. Penurunan berat badan pada trimester 1 yang disebabkan nausea dan vomitus sering dijumpai, tetapi penurunan ini tidak boleh melebihi 2,5 kg (Bickley et al., 2009). 4) Kepala dan Leher Berdiri dengan posisi menghadap pasien yang sedang duduk dan lakukan pengamatan terhadap kepala dan leher meliputi (Bickley et al., 2009) : a) Wajah. Gambaran kloasma gravidarum merupakan keadaan yang normal. Gambaran ini terdiri atas bercak kecoklatan yang tidak teratur di sekeliling mata dan melintasi pangkal hidung

b) Rambut.

Yang

meliputi

tekstur,

kelembapan,

dan

distribusinya. Rambut yang kering, berminyak dan kadang sedikit rontok dapat ditemukan c) Mata. Perhatikan warna konjungtiva d) Hidung. Meliputi membran mukosa dan septum nasi. Kongesti nasalis sering dijumpai selama kehamilan e) Mulut. Khususnya periksa gusi dan gigi 5) Kelenjar tiroid. Lakukan inspeksi dan palpasi pada kelenjar tersebut. Pembesaran yang simetris diperkirakan terjadi selama kehamilan 6) Toraks dan Paru Lakukan inspeksi untuk menentukan pola pernapasan pasien (Bickley et al., 2009). 7) Jantung Lakukan palpasi iktus kordis. Pada kehamilan yang lanjut, letak iktus kordis mungkin sedikit lebih tinggi daripada lokasi normal dan keadaan ini terjadi karena dekstrorotasi jantung akibat letak diafragma yang lebih tinggi (Bickley et al., 2009). Lakukan auskultasi jantung. Bising seperti tiupan halus (softblowing murmur) sering terdengar selama masa kehamilan, menggambarkan adanya peningkatan aliran darah pada pembuluh darah yang normal (Bickley et al., 2009). 8) Payudara Lakukan inspeksi payudara dan puting untuk memeriksa

kesimetrisan dan warnanya. Corakan pembuluh darah vena dapat terlihat lebih nyata, puting serta areola mammae berwarna lebih

gelap, dan kelenjar Montgomery tampak menonjol (Bickley et al., 2009). Lakukan palpasi untuk menemukan massa. Selama kehamilan, payudara terasa nyeri ketika disentuh dan bersifat noduler (berbenjol-benjol). Lakukan kompresi pada tiap puting diantara jari telunjuk dan ibu jari. Manuver ini dapat menyebabkan kolostrum keluar dari puting susu (Bickley et al., 2009). 9) Abdomen Lakukan inspeksi untuk menemukan setiap sikatrik atau stria, bentuk serta kontur abdomen dan tinggi fundus uteri. Lakukan palpasi abdomen untuk menemukan (Bickley et al., 2009) : a) Organ atau massa. Massa pada kehamilan yang diharapkan b) Gerakan janin. Biasanya gerakan janin dapat dirasakan oleh pemeriksa pada kehamilan sesudah 24 minggu c) Kontraktilitas uterus. Uterus berkontraksi tidak teratur sesudah kehamilan 12 minggu dan kontraksi uterus ini sering kali terjadi sebagai respons terhadap palpasi selama trimester ketiga. Kemudian, pemeriksa akan merasakan abdomen yang tegang atau kencang dan mengalami kesulitan untuk meraba bagian tubuh janin Lakukan pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita pengukur jika usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Dengan memegang pita dan mengikuti garis tengah abdomen, lakukan pengukuran dari puncak simfisis pubis hingga puncak fundus uteri (Bickley et al., 2009).

Lakukan auskultasi detak jantung janin (DJJ) dengan memperhatikan frekuensi, lokasi, dan iramanya. Alat yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Bickley et al., 2009) : a) Dopton, dengan alat ini DJJ dapat didengarkan sesudah usia kehamilan 12 minggu b) Fetoskop, dengan alat ini DJJ dapat didengarkan sesudah usia kehamilan 18 minggu Biasanya frekuensi DJJ berkisar 160 pada awal kehamilan, dan kemudian akan melambat hingga sekitar 120-140 pada saat kehamilan mendekati aterm. Sesudah 32-34 minggu, DJJ harus meningkat bersamaan dengan gerakan janin. Lokasi DJJ pada kehamilan 12-18 minggu yang biasa terdengar berada di garis tengah abdomen bawah. Sesudah usia 28 minggu, DJJ terdengar paling jelas pada bagian pungggung atau dada janin. Kemudian lokasi DJJ bergantung pada posisi tubuh janin tersebut. Palpasi kepala dan punggung janin akan membantu dalam mengenali daerah tempat mendengarkan DJJ. Irama jantung. Hal ini menjadi unsur penting pada pemeriksaan kehamilan dalam trimester ketiga. Diperkirakan adanya variasi sebesar 10-15 denyutan permenit selama rentang waktu 1-2 menit. 10) Genitalia, Anus, dan Rektum Lakukan inspeksi genitalia eksterna dengan memperhatikan distribusi pubes, warna genitalia, dan sikatriks yang ada. Lakukan inspeksi anus untuk menemukan hemorroid. Jika ditemukan hemorroid, perhatikan ukuran dan lokasinya. Lakukan palpasi kelenjar Bartholini dan Skene. Pada keadaan normal tidak boleh ditemukan sekret atau nyeri tekan.

Pemeriksaan dengan spekulum. Lakukan inspeksi serviks untuk menentukan warna, bentuk, dan laserasi yang sudah sembuh. Serviks dapat terlihat teratur karena laserasi. Lakukan Pap Smear. Dan jika diindikasikan, ambil spesimen dari vagina dan serviks. Serviks mungkin mudah berdarah ketika disentuh dan keadaan ini terjadi karena vasokongesti yang timbul pada kehamilan. Lakukan inspeksi dinding vagina untuk melihat warna, sekret dan rugae. Warna kebiruan, rugae yang dalam, dan sekret putih susu yang merupakan leukore adalah tanda yang normal. Pemeriksaan bimanual. Siapkan kedua jari tangan yang sudah dilumasi ke dalam introitus vagina dengan sisi palmaris tangan menghadap ke bawah; penyisipan atau insersi kedua kedua jari tangan ini dilakukan dengan sedikit penekanan ke bawah pada perineum. Kemudian, dorong kedua jari tangan tersebut ke dalam kubah vagina posterior. Dengan mempertahankan tekanan ke arah bawah, putar secara perlahan sisi palmaris tangan hingga menghadap ke atas 11) Ekstermitas Lakukan inspeksi tangan dan kaki untuk menemukan edema. Lakukan palpasi untuk meraba edema pretibial, pergelangan kaki, dan pedis. Edema diberi nilai 0 sampai +4. Pemeriksaan Penunjang (Cunningham et al., 2010) a. Hemoglobin dan Hematokrit b. Golongan Darah dan Rhesus Factor c. Antibody Screening d. Pap Smear Screening

e. Fetal Aneuploid Screening f. Cystic Fibrous Screening g. Urine Analysis h. Urine Culture i. Serologi Rubella, Hepatitis B, HIV, Siphili

6. Cara persalinan dan komplikasi Cara Persalinan

No 1 2 3 4 5 6 7 Berikan salam, identifikasi klien dan panggil klien dengan namanya Jelaskan prosedur dan tujuannya kepada klien/pasien Ben kesempatan klien untuk bertanya Tanyakan keluhan klien dan kaji adanya alergi Jaga privasi klien Bantu klien untuk mendapatkan posisi litotomi yang nyaman Persiapan persalinan (Pasien; Instrumen dan Medikamentosa; Bayi; dan Penolong) Anamnesis pasien: 8 9 10 11 d) a) b) c) Sudah kenceng-kenceng teratur atau blm? Kenceng-kenceng tsb sudah sejak kapan (pukul berapa, hari apa) Sudah keluar lendir darah atau belum? Sudah keluar air ngepyok (air ketuban) atau

belum? (kalau sudah, sudah berapa lama? Melakukan penanganan persalinan kala I 12 13 14 15 16 e) f) Pendampingan oleh keluarga Perhatikan asupan nutrisi untuk persiapan kala II

g) Dianjurkan jalan-jalan dan menjaga kebersihan diri (mandi) apabila ketuban belum pecah h) Ajarkan baring miring kiri i) Kala I fase laten (pembukaan <4 cm) umumnya selama 8 jam; kala I fase aktif (pembukaan 4-10 cm) umumnya terjadi pembukaan 1 cm/ jam (6 jam). Pengenalan kala II His datang 4-5 kali dalam 10 menit, lama his 40-50 detik Ibu mengedan terus-menerus, anus membuka, perineum

17 18 19

menonjol, vulva membuka. 20 21 22 23 24 25 26 Pada periksa dalam didapatkan: j) k) l) m) Pimpinan Kala II n) Setiap ada his, pimpin ibu mengedan pada fase acme atau puncak his dan minta ibu untuk menarik lipat sendi lutut Pembukaan lengkap, porsio tidak teraba Penurunan Hodge III+ atau ketinggian 3+ Penunjuk/ denominator UUK kiri atau kanan atas Selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah

(Tim kedokteran, 2011) a. Komplikasi Persalinan Normal Tanda Tanda Komplikasi Pasca Lahir 1) Perdarahan setiap saat setelah hari ke-empat pasca persalinan. Jangan panik jika masih terjadi pengeluaran cairan yang kadang mengandung darah. Hingga 3 minggu pasca lahir memang terkadang akan muncul flek darah tapi tidak disertai rasa nyeri. Dengan cukup istirahat biasanya perdarahan ini akan berkurang dengan sendirinya. 2) Lochia (cairan vagina yang keluar pasca persalinan) berbau tidak enak. Biasanya lochia normal akan berbau seperti saat Mama menstruasi. 3) Terdapat gumpalan darah yang besar (sebesar buah jeruk atau lebih) pada lochia. Gumpalan kecil pada hari-hari pertama adalah normal. 4) Setelah 24 jam pertama, terdapat suhu lebih dari 37,7 Celcius selama lebih dari 1 hari. Meskipun demikian, Mama tidak usah khawatir, memang pasca persalinan suhu tubuh cenderung meningkat hingga 38 Celcius akibat dehidrasi, kelelahan, atau karena ASI mulai timbul. 5) Sulit buang air kecil, nyeri atau panas saat buang air kecil. Urine berwarna gelap dan berbau. Perbanyak asupan air putih dan jika masih berlanjut, segera konsultasikan ke dokter (Eisenberg, 2012).

7. Managemen kala I-IV a. Kala 1

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah fase laten dan fase aktif. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase kecuraman maksimum, dan fase deselerasi. Awal fase laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini, orientasi kontraksi uterus berlangsung bersama perlunakan dan pendataran serviks. Kriteria minimun Friedman untuk masuk ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks1,2 cm/jam bagi nullipara dan 1,5cm/jam bagi multipara. Faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anastesia regional atau sedasi berlebihan, keadaan serviks, dan persalinan palsu. Awal fase aktif apabila pembukaan serviks 3 sampai 4 atau lebih, dengan disertai adanya kontraksi uterus. Gangguan dalam fase aktif dibagi menjadi gangguan protraction (berkepanjangan, berlarut-larut) dan arrest (macet, tak maju). Protraction adalah kecepatan pembukaan atau penurunan yang lambat, untuk nullipara kecepatan pembukaan <1,2cm/jam atau penurunan kurang dari 1cm/jam, untuk multipara kecepatan pembukaan <1,5cm/jam atau penurunan <2cm/jam. Kemudian arrest didefinisikan sebagai terhentinya secara total pembukaan atau penurunan. Kemacetan pembukaan (arrest of dilatation) didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks selama 2 jam, dan kemacetan penurunan (arrest of descent) sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam (Cunningham et al, 2005). Tabel 2 Pola Kelainan Persalinan, Diagnosis, Kriteria, dan Metode Penanganannya(Cunningham et al, 2005) Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Nulipara Prolongation Disorder (pemanjangan fase laten) >20 jam Penanganan Penanganan Khusus Oksitosin atau SC Dianjurkan Tirah baring Multipara Yang >14 jam

Protraction Disorder (kelainan perlambatan) 1. Perlambatan pembukaan fase aktif 2. Perlambatan waktu penurunan kepala Arrest Disorder (kelainan macet) 1. Memanjangnya fase deselerasi 2. Kemacetan pembukaan sekunder 3. Kemacetan penurunan 4. Kegagalan penurunan penuruna n b. Kala II Kala II mulai bila pembukaan telah lengkap. Umumnya ketika pada akhir kala I atau permulan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Biasanya disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan timbul lebih sering dan merupakan tenaga pendorong janin pula (Prawirohardjo, 2002). Gerakan pokok persalinan yang terjadi selama kala II adalah engagement, desensus (penurunan kepala), fleksi, rotasi interna (putaran paksi dalam), ekstensi, rotasi eksterna (putaran paksi luar), dan ekspulsi (Cunningham et al, 2005). 1) Engagement >1 jam >1 jam >2 jam >2 jam >3 jam >1 jam Oksitosin tanpa CPD SC CPD pada SC Istirahat <1 cm/jam <2 cm/jam <1,2 pada cm/jam <1,5 cm/jam Menunggu dan suportif SC CPD untuk

Engagement adalah masuknya kepala dengan diameter biparietal untuk melewati pintu atas panggul. Dalam keadaan ini kepala kadang disebut mengambang. Kepala janin biasanya memasuki PAP dengan diameter transversal atau salah satu dari diameter obliknya (Cunningham et al, 2005). 2) Desensus Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Desensus dapat terjadi akibat satu atau lebih dari empat gaya yaitu tekanan cairan amnion, tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi, usaha mengejan, dan pelurusan badan janin (Cunningham et al, 2005). 3) Fleksi Begitu desensus mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin, dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih pendek menggantikan diameter oksipitofrontal yang lebih panjang (Cunningham et al, 2005). 4) Rotasi interna Gerakan ini adalah pemutaran kepala dengan suatu cara sehingga oksiput perlahan-lahan bergerak dari posisi awalnya ke anterior menuju simfisis pubis (atau pada beberapa kasus bergerak ke posterior menuju lubang sakrum). Rotasi interna penting untuk penyelesaian persalinan (Cunningham et al, 2005). 5) Ekstensi Setelah rotasi interna, kepala yang telah terfleksi maksimal bergerak mencapai vulva. Kepala ini akan mengalami ekstensi yang esensial untuk kelahiran. Gerakan ini membawa dasar oksiput berkontak langsung dengan margo inferior simfisis pubis. Karena pintu keluar mengarah ke atas dan ke depan, ekstensi harus terjadi sebelum kepala dapat melewatinya. Jika kepala yang telah terfleksi maksimal, saat mencapai dasar pangul tidak berekstensitetapi malah semakin terdorong kebawah, kepala ini akan mengenai

bagian posterior perineum dan akhirnya akan terdorong ke jaringan perineum. Tetapi pada saat kepala menekan lorong panggul ada dua kekuatan yang bekerja. Pertama, yang diberikan uterus, dan kedua yang diberikan oleh dasar panggul yang resisten dan simfisis, bekerja lebih ke anterior. Resultan gaya mengarah ke muara vulva, dan dengan demikian menyebabkan ekstensi. Dengan bertambahnya distensi perineum dan muara vagina, secara berangsur-angsur akan semakin banyak bagian oksiput yang terlihat. Kepala dilahirkan melalui ekstensi lebih lanjut ketika oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dan akhirnyadagu melewati tepi anterior perineum. Setelah seluruh kepala lahir, kepala jatuh kebawah sehingga dagu terletak diatas (Cunningham et al, 2005). 6) Rotasi eksterna Kepala yang sudah dilahirkan kemudian mengalami pemulihan. Jika oksiput pada mulanha mengarah ke kiri, bagian ini akan berotasi ke arah tuberositas iskhii kiri. Kembalinya kepala ke posisi oblik diikuti dengan diselesaikannya rotasi eksterna ke posisi lintang, suatu gerakan yang sesuai dengan rotasi badan janin, yang berfungsi membawa diameter biakromionnya berhimpit dengan diameter anteposterior PBP. Dengan demikian, satu bahu akan terletak anterior di belakang simfisis dan bahu lainnya di posterior (Cunningham et al, 2005). 7) Ekspulsi Hampir segera setelah rotasi eksterna, bahu depan akan tampak dibawah simfisis pubis, dan perineum segera teregang oleh bahu belakang. Setelah kedua bahu tersebut lahir, sisa badan bayi lainnya akan segera terdorong keluar (Cunningham et al, 2005). Komplikasi yang dapat terjadi saat kala II antara lain adalah posisi oksiput posterior. Ada sebagian besar persalinan dengan posisi oksiput posterior, mekanisme persalinannya identik dengan yang ditemukan pada posisi oksiput lintang dan anterior, kcuali daerah anus ibu

bahwa oksiput harus berotasi ke arah simfisis pubis sebesar 135o, sedangkan pada presentasi yang lain hanya mengalami rotasi sebesar 90o dan 45o. Komplikasi berikutnya adalah kaput suksedaneum. Pada presentasi verteks, kepala janin mengalami perubahan bentuk karateristik yang penting sebagai akibat dari tekanan yang diterima saat persalinan. Pada persalinan yang memanjang sebelum dilatasi serviks lengkap, bagian kulit kepalajanin tepat di atas os servikalis menjadi edematosa, membentuk benjolan yang dikenal sebagai kaput suksedaneum. Komplikasi berikutnya adalah moulage. Moulage merupakan perubahan bentuk kepala janin akibat gaya kompresif eksternal. Moulage dikaitkan dengan pemendekan diameter suboksipitobregmatika dan pemanjangan diameter mentovertikal. Perubahan-perubahan ini memainkan peranan penting pada panggul sempit atau presentasi asinklitik. Berikutnya adalah disfungsi uterus. Propulsi dan ekspulsi janin disebabkan oleh kontraksi uterus yang pada kala II diperkuat oleh kerja otot volunter dan involunter dinding abdomen. Intensitas kedua faktor ini mungkin kurang sehingga persalinan terhambat atau terhenti. Selain itu dapat terjadi pula disproporsi fetopelvik. Keadaan ini timbul karena kurangnya ukuran panggul, ukuran janin teramat besar atau kombinasi keduanya. Yang terakhir adalah pecahnya ketuban tanpa diikuti persalinan (Cunningham et al, 2005). c. Kala III Kala III disebut juga kala uri. Kala uri dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Didapat dua tingkat dalam kelahiran plasenta, yaitu melepasnya plasenta dari dinding uterus dan pengeluaran plesenta dari dalam kavum uteri. Setelah janin lahir uterus masih mengadakan kontraksi yang menyebabkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Akibatnya plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral menurut Schultze), atau dari pinggir plasenta (marginal

menurut Matthews-Duncan). Cara yang pertama ditandai oleh makin panjangnya tali pusat dari vagina tanpa adanya pendarahan per vaginam. Sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya pendarahan per vaginam apabilamplasenta mulai terlepas. Apabila plasenta lahir umunya otot-otot uterus akan segera berkontraksi menjepit pembuluh darah dan menghentikan pendarahan. Bisa diberikan 5 unit oksitosin atau o,5 mg ergometrin untuk memacu kontraksi (Prawirohardjo, 2002). d. Kala IV Pada kala IV plasenta, selaput ketuban dan tali pusat hendaknya diperiksa kelengkapannya. Satu jam setelah kelahiran plasenta adalah masa kritis atau disebut kala IV sekalipun diberikan oksitosin, pendarahan postpartum akibat atonia uterus paling mungkin terjadi pada saat ini. Uterus harus sering diperiksa pada kala ini. Demikian pula daerah perineum harus sering diperiksa untuk mendeteksi pendarahan. Episiotomi juga diperbaiki dalam kala ini. Ada tiga tipe episiotomi yaitu tipe mediana, tipe lateral, dan tipe mediolateral. Keuntungan episotomi mediana afdalah tidak menimbulkan pendarahan banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, namun bahayanya dapat menyebabkan ruptur perinei totalis, sedangkan episiotomi lateral sering menimbulkan pendarahan(Cunningham et al, 2005; Prawirohardjo, 2002).

8. Partograf

Gambar 14. partograf Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf memberikan peringatan pada petugas kesehatan bahwa suatu persalinan mungkin akan diperlama dan, tergantung pada kondisi ibu dan janinnya, bahwa ibu mungkin perlu dirujuk. (Prawiroohardjo, 2002) Kondisi ibu dan janin yang harus dicatat sebagai berikut : a. Denyut jantung janin b. Air ketuban pemeriksaan vagina c. Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase) d. Pembukaan serviks e. Penurunan f. Waktu g. Jam : Dinilai setiap pemeriksaan per vaginam. : mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) : Menyatakan berapa jam waktu yang telah : catat jam sesungguhnya. : catat setiap 1 jam. : Catat warna air ketuban setiap melakukan

yang teraba (pada pemeriksaan abdomen/luar) di atas simfisis pubis. dijalani sesudah pasien diterima. h. Kontraksi uterus (His) : Catat setiap setengah jam, lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya masing-masing kontraksi dalam hitungan detik. i. Oksitosin : bila memakai Oksitosin, catatlah banyaknya oksitosin per volume cairan infus dalam tetesan per menit setiap 30 menit apabila digunakan. j. Obat yang diberikan k. Nadi dengan sebuah titik besar. l. Tekanan darah anak panah. m. Suhu badan : Catatalah setiap 2 jam. Protein, aseton dan volume urine : Catatlah setiap kali ibu berkemih. : Catatlah setiap 4 jam dan ditandai dengan : Catat semua obat lain yang diberikan. : catatlah setiap 30 menit dan ditandai

(Prawiroohardjo, 2002)

9. Operasi obsetri a. Vaccum ekstraksi 1) Keuntungan vaccum ekstraksi a) Kurang trauma dari forcep b) Dapat dipergunakan pada kedudukan kepala masih tinggi, pembukaan disproporsi. c) Kini telah dikembangkan vaccum dari karet yang kurang traumatik dan lebih mudah penggunaanya. (Manuaba, 2004). 2) Syarat vaccum ekstraksi a) Pembukaan minimal 15 cm b) Ketuban negative atau dipecahkan c) Anak hidup, letak kepala, atau bokong d) Penurunan minimal Hodge II e) His dan reflex mengejan baik. (Manuaba, 2004). 3) Kontraindikasi vaccum ekstraksi a) Prematuritas b) Kelainan letak kepala janin : letak muka, letak dahi, kelainan putar aksi kecil, membuktikan adanya sefalopelvik

c) Fetal distress d) Rupture uteri iminen (Manuaba, 2004).

Gambar 15. Tatalaksana vaccum ekstraksi (Manuaba, 2004).

b. Forcep ekstraksi Forcep ekstraksi adalah tindakan pertolongan persalinan dengan cunam yang disebut forcep (Manuaba, 2004).

Pembagian tindakan forcep (Manuaba, 2004) : 1) Forcep tinggi Dilakukan pada kedudukan kepala janin antara Hodge 1 sampai Hodge II. 2) Forcep tengah Dilakukan pada kedudukan kepala bayi Hodge III. 3) Forcep rendah Dilakukan pada kedudukan kepala bayi Hodge III ke bawah Dengan adanya konsep well born baby dan well health mother, rekomendasi forcep hanya pada forcep rendah. Tindakan ini diharapkan dapat menimbulkan trauma minimal dan tercapai well born baby dan well health mother.

Gambar 16. Tatalaksana Forcep Ekstraksi (Manuaba, 2004)

Gambar 17. Traksi dengan forceps (Forte, 2010).

Gambar 18. Trias komplikasi pada ibu dan bayi. (Manuaba, 2004).

Gambar 19. Trias komplikasi terlambat (Manuaba, 2004). c. Sectio Caesarea Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen atau uterus (Forte, 2010). Indikasi sectio caesarea diklasifikasikan menjadi indikasi absolut dan indikasi relatif. Setiap keadaab yang membuat kelahiran lewat jalan lahir anak tidak mungkin terlaksana adalah indikasi absolut untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah penyempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina dapat terlaksana tetapi akan lebih aman bagi ibu atau anak, bila dilakukan lewat sectio caesarea (Forte, 2010). Tipe tipe sectio caesarea 1) Sectio caesarea segmen bawah (SCSB) Insisi melintang dilakukan pada segmen bawah uterus. Segmen bawah uterus tidak begitu banyak pembuluh darah dibanding segmen atas sehingga risiko perdarahan lebih kecil. Karena terletak di luar cavum peritonei, kemungkinan infeksi pascabedah juga tidak begitu besar. Di samping itu, risiko ruptura pada kehamilan dan persalinan selanjutnya akan lebih kecil bila jaringan parut hanya terbatas pada segmen bawah uterus. Kesembuhan luka biasanya baik karena segmen bawah merupakan bagian uterus yang tidak begitu aktif ( Farrer, 2001). 2) Sectio caesarea klasik Insisi hanya kadang kadang dilakukan. Cara ini dikerjakan bila segmen bawah tidak terjangkau karena ada perlekatan atau halangan plasenta, bila terdapat vena varikosa pada segmen bawah, dan terkadang juga dilakukan bagi janin yang letaknya melintang serta untuk melakukan histerektomi caesarea ( Farrer, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn S., Peter G. Szilagyi. Bates : Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Edisi 8. Jakarta : EGC Chan, Paul D. 2006. Current Clinical Strategies Gynecology and Obstetrics. California : CSS publishing Cunningham, F.G, et al. 2005. Obstetri Williams Ed 21, Vol 1. Jakarta: EGC. Edmonds, D. Keith.2007.Dewhurst Textbook of Obstetric and Gynecologic. United Kingdom : Blackwell Publishing, Inc. Eisenberg, Arlene. 2012. Tanda Komplikasi Pasca Persalinan. Lactamil Mama Care. Diperoleh dari: http://www.lactamilmama.com/2012/12/tandakomplikasi-pasca-persalinan/. Diakses pada 13 Oktober 2013 Eroschenko, Victor P.. 2010. Atlas Histologi diFiore Edisi 11. Jakarta : EGC Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : buku kedokteran EGC

Fawcett, Don W. 2002. Buku Ajar Histologi, Edisi 12. Jakarta : EGC Forte, William R., Harry Oxorn. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica Ihsani, Aulia, Latifah.2012. Pemeriksaan Antenatal. Padang. FK Andalas. Available at : http://www.scribd.com/doc/133100608/Case-PemeriksaanAntenatal King Edward Memorial Hospital (KEMH). 2012. Antepartum Care. Australia: Government of Western Australia Departement of Health Manuaba, Ida Bagus Gede.1998. Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berebcana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : buku kedokteran EGC Martini, F. H. dan Judi L. Nath. 2011. Fundamentals of Anatomy & Physiology. USA: Pearson Education Inc. Murray, Michelle L., Gayle Huelsmann Dan Patricia Romo. 2007. Essentials of Fetal MonitoringThird Edition. New York (USA) : Springer Publishing Company, LLC. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Putz, R. dan R. Pabst. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tim Blok Reproduksi. 2011. Buku Panduan Ketrampilan Klinik. Persalinan Normal. Universitas Jenderal Soedirman. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Ilmu Kesehatan. Departemen Pendidikan Nasional. Purwokerto. p cheklist.

Anda mungkin juga menyukai