Anda di halaman 1dari 44

BLOK Endokrinologi Wrap Up PBL Skenario 2 Gondok

Kelompok B-17 Ketua Sekretaris Anggota : Putri Nisrina Hamdan : Nadira Danata : Mohammad Syarif Masud Nia Utari Muslim Nurmaulidia Suskha Pratomo Vicianty Meista Sari Widyanisa Dwianasti Winda Diah Nugraheni 1102011213 1102011188 1102010167 1102010193 1102011201 1102011268 1102011288 1102010291 1102011293

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2013- 2014 Sasaran Belajar LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Kelenjar Tiroid 1.1.Makroskopik Kelenjar Tiroid 1.2.Mikroskopik Kelenjar Tiroid LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Hormon Tiroid 2.1.Struktur Hormon Tiroid 2.2.Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid 2.3.Transportasi Hormon Tiroid 2.4.Mekanisme Regulasi Sekresi Hormon Tiroid 2.5.Fungsi Hormon Tiroid LI.3. Memahami dan Menjelaskan Nodul Tiroid 3.1.Definisi Nodul Tiroid 3.2.Epidemiologi Nodul Tiroid 3.3.Etiologi Nodul Tiroid 3.4.Klasifikasi Nodul Tiroid 3.5.Patogenesis Nodul Tiroid 3.6.Manifestasi Nodul Tiroid 3.7.Diagnosis dan Diagnosis Banding Nodul Tiroid 3.8.Tatalaksana Nodul Tiroid 3.9.Komplikasi Nodul Tiroid 3.10.Prognosis Nodul Tiroid 3.11.Pencegahan Nodul Tiroid LI.4. Memahami dan Menjelaskan Cara Mengatasi Cemas Dalam Islam

LI.1. Memahami & Menjelaskan Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis Tiroid 1.1. Makroskopis Kelenjar Tiroid A. Berbentuk buah alpukat puncak sampai ke linea obliqua cartilaginis thyroidea basis setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5 B. Organ yang sangat vascular

C. Dibungkus oleh selubung dari lamina pretrachealis melekatkan kelenjar dengan larynx & trachea D. Terdiri dari 2-3 lobus E. F. Lobus kiri dan kanan dihubungkan oleh isthmus Isthmus meluas lebih dari garis tengah di depan cincin trachea ke 2-4.

G. Kadang terdapat Lobus pyramidalis ke atas isthmus, biasanya ke kiri garis tengah H. Pita fibrosa / muskular yang menghubungkan lob.pyramidalis & os.hyoideum bl muskular m.levator glandulae thyroidea I. Struktur sekitar lobus: a. Anterolateral m.sternothyroideus, venter superior m.omohyoideus, m.sternohyoideus, & tepi anterior m.sternocleidomastoideus b. Posterolateral vagina carotica dgna.carotis communis, v.jugularis interna, & n.vagus c. Medial Larynx, trachea, m.constrictorpharyngis inferior & oesophagus d. Posterior Gland. Parathyroidea inferior& superior J. Vaskularisasi: a. A.thyroidea superiorcabang a.carotis externa b. A.thyroidea inferiorcabang truncus thyrocervicalis c. A.thyroidea mediacabang a.brachiocephalica atau arcus aorta d. V. thyroidea superior dan vv.thyroidea mediae mencurahkan isinya ke v.jugularis interna e. V.thyroidea inferior Menampung cabang2 dari isthmus & polus bawah kelenjar. Kedua sisi akan beranastomose saat berjalan turun di depan trachea. 3

Bermuara ke v.brachiocephalica Sinistra K. Pembuluh Lymph Cairan lymph dicurahkan ke nl.cervicales profundi. Beberapa pembuluh lymph ke nl.paratracheales

1.2. Mikroskopis Kelenjar Tiroid A. Terdapat ribuan folikel2 dg diameter bervariasi, yg lumennya mengandung substansi gelatinosa disebut COLLOID B. Colloid tdd glikoprotein tiroglobulin C. Warna colloid : a. Basofil : aktif, metabolisme tinggi b. Asidofil : tdk aktif 1. Sel Folikular a. Bentuk beragam : kuboid b. Hipoaktif : rendah c. Hiperaktif : tinggi d. Berdiri di atas membrana basalis e. Inti besar, vesikular, ditengah atau ke arah basal f. Sitoplasma : bergranul halus, basofil, bnyk mitokondria g. Dg ME : terlihat mikrovili h. Fungsi : mensintesis , iodinasi, absorbsi, dan digesti thyroglobulin

2. Sel Parafolikular a. Terletak diantara sel2 follicular (masih dlm membrana basalis) b. Inti eksentris c. Sitoplasma : bnyk granula padat (terbungkus selaput) d. Mensekresi calsitonin LI.2. Memahami & Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Tiroid 2.1. Struktur Hormon Tiroid Secara kimiawi hormon Tiroid merupakan derivat dari asam amino Tyrosin yang membentuk

ikatan kovalen dengan iodium, yaitu: A. Thyroxine (dikenal dengan nama T-4 atau L-3,5,3,5-tetraiodothyronine) B. Triodothyronine (T-3 atau L-3,5,3-triodothyronine) dibentuk di jaringan perifer melalui deiodinasi T4. Dan lebih aktif daripada T4, sedangkan RT3 merupakan deiodinasi T4 yang tidak aktif. Hormon tiroid sangat sukar larut dalam air, dan lebih dari 99% senyawa T-3 dan T-4 yang berada dalam sirkulasi darah, terikat dengan protein pembawa. Prinsip pembawa hormon tiroid adalah 5

thyroxine-binding globulin, glikoprotein yang disintesis dalam hati. Dua jenis pembawa yang lain adalah transthyrein dan albumin. 2.2. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid

1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase. 2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasidengan bantuan H2O2dan enzim TPO(tiroperoksidase). Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi.. 3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase) menghasilkan MIT dan DIT,proses ini disebut coupling.Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). Reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase. 4. Sesudah pembentukan hormon selesai,hormon dan yodium serta Tg disimpan ekstrasel (di lumen koloid) yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan ,tahap ini disebut storage. 5. Pengeluaran hormon dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili atas pengaruh TSH,resorpsi 6. Terjadi proses digesti oleh enzim lisosom dan endosom sehingga memisahkan produk yang beryodium dari Tg yang menghasilkan T3,T4,DIT dan MIT bebas,proses ini disebut proteolisis. 7. T3&T4berdifusi dan dilepaskan ke sirkulasi, sekresi 8. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim yodotirosin deiodinase sangat berperan dalam proses ini. 6

9. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi. Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek. 2.3. Transportasi Hormon Tiroid Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid: 1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah. 2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3. 3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4. Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3 oleh enzim deiodinase( DI,DII dan DIII) atau diaktifkan,organ yang mempunyai kapasitas untuk konversi ialah hati,ginjal,jantung dan hipofisis melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.

a. Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. b. Tironin yang diiodinisasi diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam tiroglobulin membentuk mono- dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4

2.4. Mekanisme Regulasi Sekresi Hormon Tiroid Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-Releasing Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia mediana hipotalamus. Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat darah porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH.TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik terhadap kelenjar tiroid: 1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan berkurangnya subtansi folikel tersebut.

2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal. 3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid. 4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid .

5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel. A. Efek Umpan Balik Hormon Tiroid dalam Menurunkan Sekresi TSH oleh Hipofisis Anterior Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Hal ini terutama dikarenakan efek langsung hormon tiroid terhadap hipofisis anterior B. Faktor-faktor yang Mengatur Sekresi Hormon Tiroid 1. HIPOTALAMUS : Sintesis dan pelepasan TRH a. Perangsangan : a) Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal b) Neurogenik : sekresi bergelombang dan irama sirkadian c) Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir) d) Katekolamin adrenergik-alfa e) Vasopresin arginin b. Penghambatan : a) Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal b) Penghambat adrenergik alfa c) Tumor hipotalamus 2. HIPOFISIS ANTERIOR: Sintesis dan pelepasan TSH a. Perangsangan : a) TRH b) Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop 9

c) Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2 d) Estrogen : meningkatkan tempat pengikatan TRH b. Penghambatan: a) Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop b) Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2 c) Somatostatin d) Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin e) Glukokortikoid f) Penyakit-penyakit kronis g) Tumor hipofisis 3. TIROID : Sintesis dan pelepasan hormon tiroid a. Perangsangan : a) TSH b) Antibodi perangsangan TSH-R b. Penghambatan : a) Antibodi penghambat TSH-R b) Kelebihan iodida c) Terapi litium 2.5. Fungsi Hormon Tiroid Efek Fisiologik Hormon Tiroid Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini. 1. Efek pada Perkembangan Janin Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan 12 I. Karena kandungan plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol). 2. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik. 3. Efek Kardiovaskular 10

T3 merangsang transkripsi dari rantai berat miosin dan menghambat rantai berat miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkankontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; danmeningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengandemikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyataterhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung danpeningkatan nadi yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya padahipotiroidisme. 4. Efek Simpatik (simpatomimetik) Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardia dan aritmia. 5. Efek Pulmonar Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi bantuan. 6. Efek Hematopoetik Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme. 7. Efek Gastrointestinal Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme. 8. Efek Skeletal Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium. 9. Efek Neuromuskular Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok. 11

10. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme. 11. Efek Endokrin Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan terapi T4.

LI.3. Memahami & Menjelaskan Nodul Tiroid 3.1. Definisi Nodul Tiroid Nodul tiroid merupakan bagian dari struma. Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid. Dapat berupa gangguan fungsi (eutiroidisme, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme) atau perubahan susunan kelenjar dan morfologi nya. American Society for Study of Goiter membagi struma menjadi Struma Non Toxic Diffusa, Struma Non Toxic Nodusa, Struma Toxic Difussa, Struma Toxic Nodusa. Nodul tiroid merupakan stuma nodusa. Pertumbuhan abnormal yang membentuk benjolan pada kelenjar tiroid. Dapat terjadi pada setiap bagian dari kelenjar. Beberapa nodul bisa dirasakan cukup mudah, sedangkan yang lain dapat tersembunyi jauh di dalam jaringan tiroid atau terletak sangat rendah pada kelenjar di mana mereka sulit untuk merasa. Istilah nodul tiroid mengacu pada setiap pertumbuhan abnormal yang membentuk benjolan pada kelenjar tiroid. Selain istilah nodul tiroid sering digunakan istilah adenoma tiroid yang mempunyai arti suatu pertumbuhan jinak jaringan baru dari struktur kelenjar. Istilah nodul tidak spesesifik karena dapat berupa kista, karsinoma, lobul dari jaringan normal, atau lesi fokal lain yang berbeda dari jaringan normal. Klasifikasi struma berdasarkan Fisiologisnya: 1. Eutiroidisme 12

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

2. Hipertiroidisme Sekresi TSH yang berlebihan akibat defek hipotalamus atau hipofisis anterior akan jelas menimbulkan gondok dan sekresi berlebihan T3 dan T4 karena stimulasi pertumbuhan tiroid yang berlebihan. Karena kelenjar tiroid dalam situasi ini juga mampu berespons terhadap kelebihan TSH disertai peningkatan sekresi hormone maka pada gondok ini terjadi hipertiroidisme. Penyakit graves terjadi gondok dengan hipersekresi karena LATS mendorong pertumbuhan tiroid. Tingginya kadar T3 dan T4 menghambat hipofisis anterior, maka sekresi TSH rendah. Pada semua kasus terjadi gondok, kadar TSH nya tinggi dan berperan langsung menyebabkan berlebihan tiroid. Hipertiroidisme yang karena aktivitas berlebihan hormone tiroid tanpa overstimulasi, missal karena tumor tiroid yang tak terkendali, tidak disertai oleh gondok. Sekresi spontan T3 dan T4 berlebihan akan menekan TSH sehingga tdk ada sinyal stimulatorik yang mendorong pertumbuhan tiroid.

3. Hipotiroidisme Hipotiroidisme akibat kegagalan hipotalamus atau hipofifis anterior tidak menyebabkan gondok karena kelenjar tiroid tidak dirangsang secara adekuat apalagi berlebihan Hipotiroidisme yang disebabkan oleh kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan yodium, gondok akan terjadi karena kadara hormone tiroid dalam darah sedemikian rendah sehingga tidak terdapat inhibisi umpan balik negative di hipofisis anterior, dan karenanya sekresi TSH meningkat. TSH tidak mampu meninduksi sel-sel untuk mengeluarkan T3 dan T4 karena kurangnya enzim esensial dan yodium. Namun TSH dapat menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia tiroid.

1. HIPOTIROID

a. Definisi Hipotiroisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormontiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik.Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat pertambatan pertumbuhandan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang parah sepertiretardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa menyebabkanperlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinismiksedema.Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi

13

b. Etiologi Table 1. Penyebab hipotiroidisme primer (HP) dan hipotiroidisme skunder (HS) Penyebab hipotiroidisme Sentral (HS) Lokalisasi hipofisis hipotalamus Penyebabab hipotiroidisme Primer HP atau 1 hipo atau agenesis kelenjar tiroid 2 destruksi kelenjar tiroid 3 atrofi (berdasar autoimun) 4 dishormonogenesis hormon 5 hipotiroidisme (sepintas) Hipotiroidisme sepintas (transient) 1 tiroiditis de Quervain 2 silent tiroiditis 3 tiroiditis postpartum neonatal

1 tumor, infiltrasi tumor 2 nekrosis iskemik (sindrom sheehan pada hipofisis) 3 iatrogen (radiasi, operasi) 4 infeksi (sarcoidosis, histiosis)

sintesis 4 hipotiroidisme sepintas. transien

Penyakit H.Primer keruskan pada kelenjar tiroid Penyakit H.sentral A. sekunder kerusakan pada hipofisis B. tertier kerusakan pada hipotalamus c. Patogenesis Dalam keadaan normal, tiroid melepaskan 100-125 nmol tiroksin (T4) jumlah harian dan hanya sebagian kecil triiodothyronine (T3). Waktu paruh T4 adalah sekitar 7-10 hari. T4, prohormon, diubah menjadi T3, bentuk aktif dari hormon tiroid, di jaringan perifer dengan 5'-deiodination. Pada awal proses penyakit, mekanisme kompensasi mempertahankan tingkat T3. Penurunan produksi T4 menyebabkan peningkatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis. TSH merangsang hipertrofi dan hiperplasia kelenjar tiroid dan tiroid T4-5'-deiodinase aktivitas. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan tiroid untuk melepaskan lebih banyak T3. Karena semua sel yang aktif secara metabolik memerlukan hormon tiroid, kekurangan hormon memiliki berbagai efek. Efek defisiensi hormon tiroid mempengaruhi semua jaringan tubuh, sehingga gejalanya bermacam-bermacam. Kelainan patologis yang paling khas adalah penumpukan glikosaminoglikan--kebanyakan asam hialuronat--pada jaringaninterstisial. Penumpukan zat hidrofilik dan peningkatan permeabilitas kapilerterhadap albumin ini bertanggung jawab terhadap terjadinya edema interstisial (myxadenomatous)yang paling jelas pada kulit, otot jantung dan otot bergaris. Penumpukkan ini tidakberhubungan dengan sintesis berlebih tapi berhubungan dengan penurunan destruksi glikoaminoglikan Perubahan myxedematous dalam hasil jantung pada kontraktilitas menurun, pembesaran jantung, efusi perikardial, penurunan denyut nadi, jantung dan penurunan output. Dalam saluran pencernaan, achlorhydria dan penurunan transit usus lambung dengan stasis dapat terjadi. Pubertas tertunda, anovulasi, ketidakteraturan menstruasi, dan infertilitas yang umum. Penurunan tiroid efek hormon dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan low-density lipoprotein (LDL) kolesterol dan kemungkinan perubahan dalam high-density lipoprotein (HDL) kolesterol karena perubahan clearance metabolik. Selain itu, hipotiroidisme dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin

14

d. Klasifikasi 1. Hipotiroidisme Sentral 1. 50% diakibatkan kegagalan hipofisis,biasainya diakibatkan oleh desakan tumor hipofisis. Urutan kegagalan hormon adalah : GnRH,ACTH,gormon hipofisis lain dan TSH 2. Hipotiroidisme Primer 1. Pascaoperasi Strumektomi/tiroidektomi subtotal M.Graves dapat mengakibatkan hipotiroidisme baik karena jumlah jaringan yang dibuang atau akibat autoimun yang mendasarinya 2. Pascaradiasi Pemberian radioactive iodine menyebabkan 40-50% pasien hipotiroidisme dalam 10 tahun 3. Tiroiditis subakut (De Quervain) Akibat adanya infeksi virus,hipotiroidisme terjadi sepintas pada saat penyembuhan 4. Tiroiditis Pasca Partum Ditemukannya antibodi tiroid (anti-TPO dan anti TG) di trimester pertama kehamilan

5. Tiroiditis Autoimun(Tiroiditis Hashimoto) Sel T-Helper CD4+ memicu pembentukan antibodi antitiroid (Antitiroglobulin ,antireseptor TSH dan antiperoksidase) serta pembentukan CD8+ sel sitotoksik

15

e. Manifestasi Klinis Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat lelah atau

mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa ini sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema. Gejala yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak tahan dingin, berat badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang otot. Pengaruh hipotiroidisme pada berbagai sistem organ dapat dilihat pada tabel . Table 2. Signs and Symptoms of Hypothyroidism (Descending Order of Frequency)

Symptoms Tiredness, weakness Dry skin Feeling cold Hair loss Difficulty concentrating and poor memory Constipation

Signs Dry coarse skin; cool peripheral extremities Puffy face, hands, and feet (myxedema) Diffuse alopecia Bradycardia Peripheral edema Delayed tendon reflex relaxation

16

Weight gain with poor appetite Dyspnea Hoarse voice Menorrhagia (later oligomenorrhea or amenorrhea) Paresthesia Impaired hearing

Carpal tunnel syndrome Serous cavity effusions

A. Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang jarang dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan mengancam jiwa. Terjadi pada 5 pasien yang lama menderita hipotiroidisme berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat mekanisme adaptasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema ditegakkan dengan : 1. Tanda dan gejala klinis keadaan hipotiroidisme dekompensata. 2. Perubahan mental, letargi, tidur berkepanjangan (20 jam atau lebih). 3. Defek termoregulasi, hipotermia. 4. Terdapat faktor presipitasi : kedinginan, infeksi, obat-obatan (diuretik, tranguilizer, sedatif, analgetik), trauma, stroke, gagal jantung, perdarahan saluran cerna. B. Berikut ini adalah gejala yang lebih spesifik untuk tiroiditis Hashimoto: a. Merasa kenyang di tenggorokan b. Pembesaran yg menyakitkan pd tiroid c. kelelahan d. Sakit leher, sakit tenggorokan, atau keduanya e. Demam ringan f. Diagnosis 1. Anamnesis Terdapat tiga pegangan klinis untuk mencurigai adanya hipotiroidisme, yaitu apabiladitemukan: 1. Klinis keluhan-keluhan dan gejala fisik akibat defisiensi hormon tiroid. 2. Tanda-tanda adanya keterpaparan atau defisiensi, pengobatan ataupun etiologi dan risiko penyakit yang dapat menjurus kepada kegagalan tiroid dan hipofisis. 3. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit tiroiditis autoimun kronis. 2. Pemeriksaan Fisik Gambaran klinis miksedema yang lengkap biasanya cukup jelas, tapi gejalagejaladan tanda-tanda hipotiroidisme ringan dapat sangat tidak jelas. Pasiendengan hipotiroidisme akan datang dengan gambaran tak lazim : C. neurastenia dengan gejala kram otot, parestesia, dan kelemahan D. anemia E. gangguan fungsi reproduksi, termasuk infertilitas, keterlambatan pubertas atau menoragia F. edema idiopatik, efusi pleurokardia G. pertumbuhan terhambat 17

H. obstipasi I. rinitis kronis atau suara parau karena edema mukosa nasal atau pita suara J. depresi berat yang terus berlanjut menjadi ketidakstabilan emosional atau bahkan jelas-jelas psikosa paranoid. Pada kasus seperti ini, pemeriksaan diagnostik akan memastikan atau menyingkirkan hipotiroid sebagai faktor penunjang. C. Pemeriksaan Penunjang Uji fT4(N 2.2-5.3) dan TSH(N 0.5-5.0) 1. Hipotiroidisme primer : penurunan kadar T4 sedangkan TSH serum meningkat 2. Hipotiroidisme sentral : kadar T4 serum rendah, kadar TSH yang rendahatau normal. Untuk membedakan hipotiroidisme sekunder dengan tersier diperlukanpemeriksaan TRH. 3. Hipotiroidisme sub klinik: kadar TSH meningkat akan tetapi kadar FT4 normal Biasanya peningkatan kadar TSH pada hipotiroidisme subklinikberkisar antara 5-10 mU/L sehingga disebut juga hipotiroidisme ringan. Kadar T3 biasanya dalam batas normal, sehingga pemeriksaan kadar T3 serum tidak membantu untuk menegakkan diagnosis hipotiroidisme

18

Uji Autoantibodi

Autoantibodi tiroid termasuk 1) antibodi tiroglobulin (Tg Ab) 2) (2) antibodiperoksidase tiroid (TPO Ab), semula disebut antibodi mikrosomal 3) antibodi reseptor TSH, stimulasi (TSH-R Ab [stim] atau blocking (TSH-R Ab[blok]). a. Tg Ab dan TPO Ab telah diukur dengan hemaglutinasi, immunoassay terkait-enzim (ELISA), atau radioimmunoassay (RIA). b. Pada pihak lain, titer Tg Ab dan TPO Ab yang tinggi dengan RIA ditemukanada 97% pasien dengan penyakit Graves atau tiroiditis Hashimoto. c. Antiboditiroglobulin dan TPO Ab (AM Ab) a) seringkali tinggi pada awal perjalanan penyakit tiroiditis Hashimotodan menurun dengan berjalannya waktu b) Titer antibodi Tg maupun TPO akan menurun denganperjalanan waktu setelah pemberian terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto ataudengan terapi antitiroid ada penyakit Graves. c) Dapat diperiksa pada wanita hamil dengan hipotiroidisme d. Antibodi perangsang reseptor tiroid (TSH-R Ab [Stim]) a) merupakan tandakhas penyakit Graves . Uji ini positif pada 90%pasien dengan penyakit Graves dan tak terdeteksi pada orang sehat atau pasiendengan tiroiditis Hashimoto (tanpa oftalmopati), goiter nontoksik, atau goiternodular toksika. Paling berguna untuk diagnosis penyakit Graves pada pasiendengan oftalmopati eutiroid atau dalam meramalkan penyakit Graves neonatalpada bayi dari ibu dengan penyakit Graves aktif atau di masa yang lalu. 19

Radiologi Pemindaian ultrasonografi dari leher dan tiroid dapat digunakan untuk mendeteksi nodul dan penyakit infiltratif. Hal ini sedikit digunakan dalam hipotiroidisme per se kecuali lesi anatomi sekunder dalam kelenjar menjadi perhatian klinis. Hashimoto tiroiditis biasanya dikaitkan dengan citra ultrasonografi heterogen. Hal ini dapat jarang dikaitkan dengan limfoma tiroid. Serial gambar dengan aspirasi jarum halus nodul mencurigakan mungkin berguna. Yodium radioaktif serapan (Raiu) dan scanning tiroid tidak berguna dalam hipotiroidisme karena tes ini membutuhkan beberapa tingkat fungsi endogen dalam kelenjar hypofunctioning untuk memberikan informasi. Pasien dengan tiroiditis Hashimoto mungkin memiliki serapan awal yang relatif tinggi (setelah 4 jam) tetapi tidak memiliki penggandaan biasa serapan pada 24 jam konsisten dengan cacat organification. Pasien menjalani seluruh tubuh F18-fluorodeoxyglucose positron emission tomography (PETFDG) untuk penyakit nonthyroid sering menunjukkan serapan tiroid yang signifikan sebagai temuan insidental. [11] Secara umum, serapan menyebar oleh tiroid pada FDG-PET dianggap sebagai temuan jinak dan khas dari tiroiditis dan / atau hipotiroidisme. BAJAH (FNAB) Nodul tiroid sering ditemukan secara tidak sengaja selama pemeriksaan fisik, dada radiografi, CT scan, atau MRI. Nodul tiroid dapat ditemukan pada pasien yang hipotiroid, eutiroid, atau hipertiroid. Aspirasi jarum halus (FNA) biopsi adalah prosedur pilihan untuk mengevaluasi nodul mencurigakan. Sekitar 5-6% dari nodul soliter ganas. Nodul mencurigakan adalah mereka yang lebih besar dari 1 cm diameter atau dengan fitur yang mencurigakan ditemukan pada sonogram (misalnya, margin tidak teratur, tempat pembuluh darah intranoduler, microcalcifications). Faktor risiko untuk nodul tiroid meliputi usia lebih dari 60 tahun, riwayat iradiasi kepala atau leher, atau riwayat keluarga kanker tiroid. Uji Histologi Tiroiditis autoimun menyebabkan penurunan toko yodium intrathyroidal, omset yodium meningkat, dan organification rusak. Peradangan kronis dari kelenjar menyebabkan kerusakan progresif dari jaringan fungsional dengan infiltrasi luas oleh limfosit dan sel plasma dengan kelainan sel epitel. Dalam waktu, fibrosis padat dan folikel tiroid atrophic menggantikan hiperplasia limfositik awal dan vakuola. Kerusakan jaringan fungsional dan infiltrasi juga dapat disebabkan oleh pemerintahan sebelumnya dari radioiod, fibrosis bedah, metastasis, perubahan limfomatous, sarkoidosis, tuberkulosis, amiloidosis, cystinosis, talasemia, dan tiroiditis Riedel g. Diagnosis Banding Karsinoma Tiroid Gondok asimetris dalam tiroiditis Hashimoto mungkin sulit untuk dibedakan dengan goiter multinodular atau karsinoma tiroid, di mana antibodi tiroid mungkin juga hadir. USG dapat digunakan untuk menunjukkan adanya lesi soliter atau goiter multinodular dibandingkan pembesaran tiroid heterogen khas tiroiditis Hashimoto. FNA biopsi berguna dalam penyelidikan nodul fokus. Nefrotik Sindrom

20

Perubahan jaringan dari myxedema menyerupai edema dan bengkak wajah yang terjadi pada sindrom nefrotik, dan keduanya hipotiroidisme dan sindrom nefrotik yang berhubungan dengan anemia dan hiperkolesterolemia. h. Tatalaksana 1. Terapi Levotiroksin Posologi : Na-Levotiroksin dan L-T4 FD : sintetik T4 sebagai replacement therapy untuk supresi TSH sampai batas normal (0.55.0) meningkatkan laju metabolik basal,penggunaan dan mobilisasi penyimpanan glikogen dan meningkatkan glukoneogenesis FK: a) Absorbsi : oral baik,sebelum makan (perut kosong) b) Bioavailabilitas: lebih baik sebelum makan c) Metabolisme : diubah menjadi bentuk aktif T3 di darah dan juga oleh hati d) Ekskresi : urine 50 % dan Feses 50% ES : a) Osteoporosis b) Aritmia c) Takikardi d) Tremor e) Keram Indikasi: a) Hipotiroid ringan-sedang-berat b) Hipotiroid subkilinis c) Koma Miksedema

KI : a) HPS hormon tiroid b) IMA c) tirotoksikosis 2. Operatif

21

Pembedahan diindikasikan untuk gondok besar yang kompromi fungsi tracheoesophageal, pembedahan jarang diperlukan pada pasien dengan hypothyroidism dan lebih umum dalam pengobatan hipertiroidisme.

i. Komplikasi A. Koma miksedema : 1. Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati. 2. Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. 3. dihubungkan dengan peningkatan penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit Graves, dengan akibat hipotiroidisme permanen 4. Pemeriksaan menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat dengan suhu tubuh mencapai 24 C (75 F). 5. Pasien biasanya wanita tua gemuk dengan kulit kekuning-kuningan, suara parau, lidah besar, rambut tipis, mata membengkak, ileus dan refleks-refleks melambat. 6. Mungkin ada tanda-tanda penyakit-penyakit lain seperti pneumonia infark miokard, trombosis serebral atau perdarahan gastrointestinal. 7. Petunjuk laboratorium dari diagnosis koma miksedema, termasuk serum "lactescent", karotin serum yang tinggi, kolesterol serum yang meningkat, dan protein cairan erebrospinalis yang meningkat. Efusi pleural, perikardial atau abdominal dengan kandungan protein tinggi bisa juga didapatkan. 8. Tes serum akanmenunjukkan FT4 yang rendah dan biasanya TSH yang sangat meningkat. 9. Asupan iodin radioaktif tiroid adalah rendah dan antibodi antitiroid biasanya positif kuat, menunjukkan dasar tiroiditis EKG menunjukkan sinus bradikardi dan tegangan rendah. 10. Patofisiologi koma miksedema menyangkut 3 aspek utama : a. retensi CO2 dan hipoksia b. ketidakseimbangan cairan dan elektrolit c. hipotermia. B. Miksedema dan Penyakit Jantung : Dahulu, terapi pasien denganmiksedema dan penyakit jantung, khususnya penyakit arteri koronaria, sangatsukar karena penggantian levotiroksin seringkali dihubungkan dengan eksaserbasi angina, gagal jantung, infark miokard. Namun karena sudah ada angioplastikoronaria dan bypass arteri koronaria, pasien dengan miksedema dan penyakitarteri koronaria dapat diterapi secara operatif dan terapi penggantian tiroksin yanglebih cepat dapat ditolerir. C. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik : Hipotiroidisme seringdisertai depresi, yang mungkin cukup parah. Lebih jarang lagi, pasien dapatmengalami kebingungan, paranoid, atau bahkan maniak ("myxedema madness"). Pasien memberikan responsterhadap terapi tunggal levotrioksin atau dikombinasi dengan obatobatpsikofarmakologik. Efektivitas terapi pada pasien hipotiroid yang terganggumeningkatkan hipotesis bahwa penambahan T3atau T4 pada regimenpsikoterapeutik untuk pasien depresi, mungkin membantu pasien tanpamemperlihatkan penyakit tiroid. Penelitian lebih jauh harus dilakukan untuk menegakkan konsep ini sebagai terapi standar. j. Prognosis

22

Perjalanan miksedema yang tidak diobati adalah penurunan keadaan secaralambat yang akhirnya menjadi koma miksedema dan kematian. Namun, denganterapi sesuai, prognosis jangka panjang sangat menggembirakan. Karena waktuparuh tiroksin yang panjang (7 hari), diperlukan waktu untuk mencapaikeseimbangan pada suatu dosis yang tetap. Jadi, perlu untuk memantau FT4 atauFT4I dan kadar TSH setiap 4-6 minggu sampai suatu keseimbangan normaltercapai. Setelah itu, FT4 dan TSH dapat dipantau sekali setahun. Dosis T4 harusditingkatkan kira-kira 25% selama kehamilan dan laktasi. Pasien lebih tuamemetabolisir T4 lebih lambat, dan dosis akan diturunkan sesuai dengan umur Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema mencapai kira-kira80%. Prognosis telah sangat membaik dengan diketahuinya pentingnya respirasiyang dibantu secara mekanis dan penggunaan levotiroksin intravena. Pada saatini, hasilnya mungkin tergantung pada seberapa baiknya masalah penyakit dasardapat dikelola 2. HIPERTIROID (TIROTOKSIKOSIS) a. Definisi Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajanhormon tiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosisdisebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang,tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroidberlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik b. Klasifikasi Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya berdasarkan pusat penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan. a. Hipertiroid primer : jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri, misalnya penyakit graves, hiperfungsional adenoma (plummer), toxic multinodular goiter b. Hipertiroid skunder : jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid, misalnya tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam jumlah banyak, pemasukan iodium yang berlebihan, serta penyakit mola hidatidosa pada wanita. c. Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme: tiroiditis granulomatosa subakut(nyeri),tiroiditis limfositik subakut (tidak nyeri),struma ovarii (teratoma ovarium dengan tiroid ektopik) dan tirotoksikosis palsu (asupan tiroksin eksogen.

c. Etiologi

23

Graves disese a. Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun berkaitan dengan HLA DR3 dan CTLA-4 yang menghasilka autoantibodi[autoantibody thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), anti peroksidase tiroid (anti-TPO) dan antithyroglobulin (anti-TG) ] b. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yangberedar di darah c. Wanita terkena kira-kira 7 kali lebih banyak daripada pria. d. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, dengan insiden puncak padakelompok umur 20-40 tahun. Toxic multinodular goiter a. Gondok multinodular toksik (Plummer penyakit) terjadi pada 15-20% dari pasien dengan tirotoksikosis. b. Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua dengan goiter multinodular yang lama. c. Klinis pasien menunjukkan takikardi,kegagalan jantung atau aritmia dan kadang-kadang penurunan berat badan,nervous, tremor dan berkeringat. Oftalmopati sangatlah jarang. d. Pemeriksaan fisik memperlihatkan goitermultinodular yang dapat kecil atau cukup besar dan bahkan membesar sampaisubsternal. e. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH tersupresi dan kadar T3serum yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4 serum yang tidakterlalu menyolok. 24

f. Scan radioiodin menunjukkan nodul fungsional multipel pada kelenjar atau kadang-kadang penyebaran iodin radioaktif yang tidak teratur danbercak-bercak. g. Hipertiroidisme pada pasien-pasien depgan goiter multinodular sering dapat ditimbulkan dengan pemberian iodin (efek "jodbasedow" atau hipertiroidismeyang diinduksi oleh iodida). Beberapa adenoma tiroid tidak mengalami efek Wolff-Chaikoff dan tidak dapat beradaptasi terhadap muatan iodida. Adenoma hiperfungsional (Plummer disease) a. Adenoma toksik disebabkan oleh adenoma folikuler tunggal hyperfunctioning tiroid. Adenoma fungional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan akanmenyebabkan hipertiroidisme. Pasien dengan adenoma tiroid akan toksik untuk sekitar 3-5% dari pasien yang tirotoksik. b. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi dengan sangat sedikit jaringan tiroid pada sisi lain. c. Pemeriksaan laboratorium biasanya memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat meningkat, dengan hanya peningkatan kadar tiroksin yang"border-line". d. Scan menunjukkan bahwa nodul ini "panas". e. Adenoma-adenomatoksik hampir selalu adalah adenoma folikuler dan hampir tidak pernah ganas f. Pasien yang khas adalah individu tua (biasanya lebih dari 40 tahun) yang mencatat pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Tiroiditis subakut / kronis a. Keadaan ini akan dibicarakan pada bagian tersendiri, tetapi harus disebutkan di sini bahwa tiroiditis, baik subakut atau kronis dapat berupa perlepasan akut T4 dan T3 menimbulkan gejala-gejala tirotoksikosis dari ringan sampai berat. b. Penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari bentuk tirotoksikosis lain di mana ambilan radioiodin jelas tersupresi, dan biasanya gejala-gejala menghilang spontan dalam waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Struma ovarii a. Pada sindroma ini, teratoma ovarium mengandung jaringan tiroid yang menjadi hiperaktif. b. Terjadi gambaran tirotoksikosis ringan, seperti penurunan berat badan, takikardi, tetapi tidak didapatkan goiter atau tandatandamata. c. FT4 dan T3 serum sedikit naik, TSH serum tersupresi dan ambilanradioiodin di leher akan tidak ada sama sekali. d. Scan tubuh menunjukkan ambilanradioiodin pada pelvis. e. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengangkatanteratoma.

d. Manifestasi klinis Table 3. Signs and Symptoms of Thyrotoxicosis (Descending Order of Frequency)

Symptoms

Signsa 25

Hyperactivity, irritability, dysphoria Heat intolerance and sweating Palpitations Fatigue and weakness Weight loss with increased appetite Diarrhea Polyuria Oligomenorrhea, loss of libido

Tachycardia; atrial fibrillation in the elderly Tremor Goiter Warm, moist skin Muscle weakness, proximal myopathy Lid retraction or lag Gynecomastia

Graves disease Terdapat trias manifestasi Graves: 1. Tirotoksikosis: pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional 2. Oftalmopati infiltratif: menyebabkan eksoftalmus pada 40% pasien 3. Dermopati infiltratif lokal (miksedema pratibia) : pada sebagian kecil pasien e. Patogenesis a. Sel T-helper intratiroid sel B sel plasma TSI diarahkan epitop dari reseptor thyroidstimulating (TSH) hormon dan bertindak sebagai agonis reseptor TSH TSI mengikat reseptor TSH pada sel tiroid folikel tiroid cAMP mengaktifkan sintesis hormon (T3 dan T4) dan pelepasan dan pertumbuhan tiroid (hipertrofi) feedback mechanism penurunan TSH sedangkan TSI tidak dipengaruhi oleh feedback ini. b. Hasil dalam gambaran karakteristik Graves tirotoksikosis, dengan tiroid difus membesar, penyerapan yodium radioaktif yang sangat tinggi, dan kadar hormon tiroid yang berlebihan dibandingkan dengan tiroid sehat. c. Patogenesis ophthalmopathy Graves terletak pada pengendapan glikosaminoglikan (GAG) di otot luar mata dan adiposa dan jaringan ikat dari orbit retro-, menyebabkan aktivasi sel-T. Antigen reseptor TSH dianggap mediator kunci dalam proses aktivasi sel T. Merokok merupakan faktor risiko yang signifikan untuk ophthalmopathy, meningkatkan kemungkinan itu sekitar 7 kali lipat. Pasien yang diobati dengan yodium radioaktif lebih mungkin untuk mengalami memburuknya ophthalmopathy mereka daripada pasien yang diobati dengan obat antitiroid atau operasi

f. Diagnosis

26

a) Diagnosis tirotoksikosis, umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,pemeriksaan untuk menilai derajat tirotoksikosis maupun untuk pemantauan, maka pemeriksaan laoboratorium yang terbaik adalah kombinasi antara FT4 (kadar tiroksin bebas) dengan TSH (thyroid stimulating hormone). b) Kadar FT4 yang tinggi (normal 2,2 5,3 ng/dl) dan kadar TSH yang rendah (normal 0,5 5,0) menunjukkan adanya tirotoksikosis (hipertiroid). c) Oleh karena penyakit Graves merupakan penyakit autoimmum, maka pemeriksaan autoantibody seperti Tg Ab dan TPO Ab, namun sayang pemeriksaan tersebut juga memberikan nilai yang positif untuk penyakit autoimmune tiroid yang lain (Hashimoto).

d) Pemeriksaan antibodi yang khas untuk Graves adalah TSH-R Ab (TSI). Pemeriksaan hormonal dan antibodi pada penderita penyakit tidak memerlukan persiapan khusus bagi penderita (tidak perlu berpuasa)

27

Diagnosis banding

g. Tatalaksana 1. Tirostatika (OAT- Obat Anti Tiroid) Tabel 4. Efek berbagai obat digunakan dalam pengelolaan tiroksikosis Kelompok obat Obat anti tiroid Propiltiourasil (PTU) Metimazol (MMI) Karbimazol (CMZMMI) Anatagonis adrenergik Adrenergic antagonis Propranolol Metoprolol Atenolol Nadolol Bahan mengandung iodine Kalium iodide Solusi Lugol Natrium ipodat Asam iopanoat Efeknya Indikasi

Menghambat sintesis hormon tiroid Pengobatanlini pertama dan berefek imunosupresif (PTU) pada graves. Obat jangka juga menghambat konversi T4 T3 pendek prabedah / pra RA1

Mengurangi dampak hormor tiroid Obat tambahan kadang pada jaringan sebagai obat tunggal pada tirolditis

Menghambat keluarnya T4 dab T3 Menghambat T4 dan T3 serta Produksi T3 ekstratiroidal

Persiapan tiroidektomi Para krisis tiroid Bukan untuk penggunaan rutin

28

Obat lainya Kalium perklorat Litium karbonat Glukokortikoids

Menghabat transpor yodium sintesis Bukan indikasi rutin dan keluarnya hormon. Pada sub akut tiroiditis Memperbaiki efek hormon dijaringan berat dan krisis tiroid. dan sifat imunologis.

2. Tiroidektomi Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif, dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun, meskipun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas. Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus operasi, 91% mengalami tiroidektomi subtotal dan disisakan 2 gram jaringan, 9% tiroidektomi total, hipokalsemia berkepanjangan 3,1% dan hipoparatiroid permanen 1%, serta mortalitas 0%.

3. Yodium radioaktif (radio active iodium RAI) Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis Rai berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak terbukti. Dan satu-satunya kontra indikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas. Di USA usia bukan merupakan masalah lagi, malahan cut off-nya 17-20 tahun. 80% Graves diberi radioaktif, 70% sebagai pilihan pertama dan 10% karena gagal dengan cara lain. Mengenai efek terhadap optalmopati dikatakan masih kontroversial. Meskipun radioterapi berhasil tugas kita belum selesai, sebab kita masih harus memantau efek jangka panjangnya yaitu hipotiroidisme. Dalam observasi selama 3 tahun pasca-RAI, tidak ditemukan perburukan optalmopati (berdasarkan skor Herthel, OI, MRI, total muscle volumes [TMV]).Namun disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6 bulan pascaradiasi. Setiap kasus RAI perlu dipantau kapan terjadinya hipotiroidisme (dengan TSH dan klinis). Tabel 5. Cara pengobatan, keuntunga, dan kerugian tatalaksana Cara Pengobatan Tirostatika (OAT) Tiroidektomi Keuntungan Kemungkinan remisi jangka panjang tanpa hipotiroidisme Cukup banyak menjadi eutiroid Kerugian Angka residif cukup tinggi Pengobatan jangka dengan kontrol yang sering panjang

29

Yodium Radioaktif (I131) Relatif cepat Relatif jarang residif Sederhana Jarang residif (tergantung dosis) Terapi eksophtalmus

Dibutuhkan ketrampilan bedah

Masih ada morbiditas 40% hipotiroid dalam 10 tahun Daya kerja obat lambat 50% hipotiroid pasca radiasi

Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi a.l. : istirahat dengan berbaring terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau dengan larutan metil selulosa5%,untuk menghindari iritasi mata dengan penggunaankacamata hitam; dan tindakan operasi; dalam keadaan yang berat diberikan prednison tiap hari h. Komplikasi 1. Penyakit jantung tiroid (PJT) . Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak, edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan adanya atrium fibrilasi. 2. Krisis Tiroid (Thyroid Storm). Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami olehpenderita tiritoksikosis (life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat, operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tibatiba(adanya panasbadan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat dicetuskan oleh antara lain : infeksi dan tindakan pembedahan) Prinsip pengelolaan hampir sama, yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang teijadi. 3. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT). Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemi akibat kalium terlalu anyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase). Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi ini biasanya akibat overtreatment (hipotiroid) atau akibat ES obat (agranulositosis,hepatotoksik)

i.

Prognosis Pengendalian tirotoksikosis dimaksudkan untuk mempertahankan kadar FT4 dan THSs sesuai atau mendekati kadar orang normal. Pemeriksaan pemantauan biasanya dilakukan setiap 3 bulan atau bila ada tanda-tanda komplikasi pengobatan. Pemantauan terhadap fungsi hati dan darah rutin mutlak diperlukan pada penderita yang diberikan pengobatan dengan obat anti tiroid 30

3.2. Epidemiologi Nodul Tiroid Prevalensi nodul tiroid sangat bervariasi yaitu antara 5-50%, bergantung pada sensitivitas metode yang digunakan dan populasi yang diteliti. Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan penambahan usia, pajanan sinar radiasi pengion, dan defisiensi iodium. Dengan puncaknya pada umur 20-40 tahum. Secara umum, nodul tiroid pada wanita lebih sering ditemukan 3-4 kali daripada laki-laki. Prevalensi keganasan pada nodul tiroid berkisar 5-10%. Prevalensi ini dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, riwayat radiasi sinar pengion yang pernah diterima pasien, serta riwayat keganasan tiroid pada keluarga. Anak-anak di bawah usia 20 tahun dengan nodul tiroid dingin mempunyai risiko keganasan dua kali lipat dibandingkan usia dewasa. Kelompok usia di atas 60 tahun selain memiliki prevalensi keganasan lebih tinggi, juga mempunyai tingkat agresivitas penyakit yang lebih berat. 3.3. Etiologi Nodul Tiroid Beberapa etiologi nodul tiroid yang sering adalah koloid, kista, tiroiditis limfositik, neoplasma jinak (Hurtle dan Folikulare), dan neoplasma ganas (papilare dan folikulare). Penyebab yang jarang adalah tiroiditis granulomatosa, infeksi (abses, tuberkulosis), dan neoplasma ganas (medulare, anaplastik, metastasis, dan limfoma) 3.4. Klasifikasi Nodul Tiroid 1. Klasifikasi berdasarkan jumlah nodul: nodul tunggal (soliter) atau multiple. 2. Klasifikasi berdasarkan fungsinya: nodul hiperfungsi, hipofungsi, atau normal. 3. Klasifikasi nodul tiroid berdasarkan etiologinya Tabel 6. Klasifikasi Nodul Tiroid Berdasarkan Etiologinya Adenoma Karsinoma Adenoma makrofolikuler (koloid Papiler (75%) sederhana) Adenoma mikrofolikuler (fetal) Folikuler (10%) Adenoma embrional (trabekuler) Meduler (5-10%) Adenoma sel Hurthle (oksifilik, onkositik) Anaplastik (5%) Adenoma atipik Lain-lain: Limfoma tiroid (5%) Adenoma dengan papila Signet-ring Adenoma Kista Lain-lain Kista sederhana Inflamasi tiroid Tumor kistik/padat (perdarahan, nekrorik) Tiroiditis akut Tiroiditis limfosit kronik Nodul Koloid Penyakit granulomatosa Nodul dominan pada struma multinodusa Gangguan pertumbuhan Dermoid Agnesis lobus tiroid unilateral (jarang)

3.5. Patogenesis Nodul Tiroid

31

Lingkungan, genetik dan proses autoimun dianggap merupakan faktor-faktor penting dalam patogenesis nodul thyroid. Namun masih belum dimengerti sepenuhnya proses perubahan atau pertumbuhan sel-sel Folikel Thyroid menjadi Nodul tiroid. Konsep yang selama ini dianut bahwa ( hormone perangsang thyroid ) TSH secara sinergistik bekerja dengan insulin dan/atau insulin like growth factor 1 dan memengang peranan penting dalam pengaturan pertumbuhan sel-sel thyroid perlu ditinjau kembali. Berbagai temuan akhir-akhir ini menunjukkan TSH mungkin hanya merupakan salah satu dari mata rantai di dalam suatu jejaring sinyal-sinyal yang kompleks yang memodulasi dan mengontrol stimulasi pertumbuhan dan fungsisel thyroid. Penelitian yang mendalam berikut implikasi klinik dari jejaring sinyal tersebut sangat diperlukan untuk memahami patogenesis nodul thyroid. Adenoma thyroid merupakan pertumbuhan baru monoklonal yang terbentuk sebagai respon terhadap suatu rangsangan. Faktor herediter tampaknya tidak memengang peranan penting. Nodul thyroid ditemukan empat kali lebih sering pada wanita di bandingkan pria, walaupun tidak ada bukti kuat keterkaitan antara estrogen dengan pertumbuhan sel. Adenomia thyroid tumbuh perlahan dan menetap selama bertahun-tahun; hal ini mungkin terkait dengan kenyataan bahwa sel tiroid dewasa biasanya membelah setiap delapan tahun. Kehamilan cenderung menyebabkan nodul bertambah besar dan menimbulkan pertumbuhan nodul baru. Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan kedalam nodul menyebabkan pembesaran mendadak serta keluhan nyeri. Pada waktu terjadi perdarahan kedalam adenoma, bisa timbul tirotoksikosis selintas dengan peningkatan T4 dan penurunan penangkapan iodium (radiodiodine uptake). Regresi spontan adenoma dapat terjadi. Sekitar 10% adonema folikuler merupakan nodul yang hiperfungsi tampak sebagai nodul panas ( hot nodule) pada sidik thyroid yang menekan fungsi jaringan thyroid normal di sekitarnya dan disebut sebagai nodul thyroid autonom ( autonomously functioning nodule = AFTN). Nodul tersebut dapat menetap selama bertahun-tahun, beberapa diantaranya menyebabkan hiperthyroidisme subklinik (kadar T4 masih dalam batas normal tetapi kadar TSH tersupresi) atau berubah menjadi nodul autonom toksik terutama bila diameternya lebih dari 3 cm. Sebagian lagi akan mengalami nekrosis spontan. Sekitar 2% dari seluruh kasus tirotoksikosis disebabkan oleh nodul thyroid autonom toksik. 3.6. Manifestasi Klinis Nodul Tiroid Gejala utama : 1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adams apple. 2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan. 3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan). 4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus). 5. Suara serak. 6. Distensi vena leher. 7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala 8. Kelainan fisik (asimetris leher) Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya : 1. Tingkat peningkatan denyut nadi 2. Detak jantung cepat 3. Diare, mual, muntah 4. Berkeringat tanpa latihan 5. Goncangan 6. Agitasi 32

3.7. Diagnosis Nodul Tiroid Anamnesis Untuk memudahkan pendekatan diagnostik, berikut ini adalah kumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisis yang mengarah pada nodul tiroid jinak, tanpa menghilangkan kemungkinan keganasan. Faktor menyarankan diagnosis ganas meliputi: a. Usia yang lebih muda dari 20 tahun atau lebih tua dari 70 tahun b. Pria c. Terkait gejala disfagia atau disfonia d. RIwayat iradiasi pada leher e. Riwayat sebelumnya karsinoma tiroid f. Padat, keras, atau nodul immobile(terfiksir/tidak bergerak) g. Kehadiran limfadenopati servikal Faktor menyarankan diagnosis jinak meliputi: a. Riwayat keluarga penyakit autoimun (misalnya, tiroiditis Hashimoto) b. Riwayat keluarga nodul tiroid jinak atau gondok c. Kehadiran disfungsi tiroid hormonal (misalnya, hipotiroidisme, hipertiroidisme) d. Sakit atau nyeri yang berhubungan dengan nodul e. Lembut, halus, dan nodue mobile (tidak terfiksir/bergerak) Pemeriksaan fisis Pemeriksaan diarahkan pada kemungkinan adanya keganasan. Pertumbuhan nodul yang cepat merupakan salah satu tanda keganasan, terutama jenis yang tidak berdiferensiasi. Tanda yang lain adalah konsistensi nodul keras dan melekat di jaringan sekitarnya, serta terdapat pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher. Pada tiroiditis, perabaan nodul nyeri dan berfluktuasi akibat adanya abses atau pus. Sementara jenis nodul tiroid lain biasanya tidak memberikan kelainan fisik kecuali benjolan leher.

Temuan pada Pemeriksaan Fisik Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA) nya. 33

Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional. Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Langkah pertama adalah menentukan status fungsi tiroid pasien dengan memeriksa kadar TSH (sensitif) dan T4 bebas (Free T4 atau FT4). Pada keganasan tiroid, umumnya fungsi tiroid normal. Namun, perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi tiroid tidak menghilangkan kemungkinan keganasan meskipun memang kecil. Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto, terutama bila disertai peningkatan kadar TSH. Sering pada Hashimoto juga timbul nodul baik uni/bilateral sehingga pada tiroiditis kronik Hashimoto pun masih mungkin terdapat keganasan. Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid cukup sensitif tetapi tidak spesifik karena peningkatan kadar tiroglobulin juga ditemukan pada tiroiditis, penyakit Graves, dan adenoma tiroid. Pemeriksaan kadar tiroglobulin sangat baik untuk monitor kekambuhan karsinoma tiroid pascaterapi. Pada pasien dengan riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare, tes genetik, dan pemeriksaan kadar kalsitonin perlu dikerjakan. Bila tidak ada kecurigaan ke arah karsinoma tiroid medulare atau neoplasia endokrin multipel II, pemeriksaan kalsitonin tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) a. Gold Standard b. BAJAH merupakan metode yang sangat efektif untuk membedakan nodul jinak atau ganas. c. Hasil BAJAH dibagi empat kategori yaitu jinak, mencurigakan (adenoma folikular, Hurtle), ganas (karsinoma papilare, anaplastik, metastasis), dan tidak adekuat. d. Keterbatasan metode ini A. sering ditemukan hasil yang tidak adekuat sehingga tidak dapat dinilai. B. tidak mampu membedakan neoplasma sel folikular dan sel Hurtle adalah jinak atau ganas karena keduanya mirip. Keduanya bisa dibedakan dari ada atau tidak adanya invasi kapsul atau invasi vaskular pada pemeriksaan histopatologis sediaan dari operasi. e. Manfaat bimbingan USG(USG guidance FNAB)dapat menemukan nodul kecil dan tak teraba danmenargetkan daerah nodul kistik padat. 34

f. Anestesi lokal digunakan pada kebijaksanaanpraktisi dan pasien. Pencitraan Pencitraan pada nodul tiroid tidak dapat menentukan jinak atau ganas, tetapi dapat membantu mengarahkan dugaan nodul tiroid tersebut cenderung jinak atau ganas. Modalitas yang sering dgunakan adalah sidik tiroid (scanning) dan USG. 1. Sidik tiroid dapat A. dilakukan dengan menggunakan dua macam isotop yaitu iodium radioaktif (I-123) dan teknetium perteknetat (Tc-99m). B. Skintigrafi menentukan aktivitas tiroid olehmengukur penyerapan yodium radioaktif. C. Indikasi: hanya pada pasien yanghipertiroid atau memiliki hasil FNA indeterminant

a. Thyroid normal a) Penyerapan di keduaLobus sama b) Tidak fokus area yang meningkat ataupenurunan serapan

b. Cold Nodule a) Hipofungsi nodul di lobus kiri b) DD: kanker tiroid,adenoma jinak,kista(kolloid atau simpel)

35

c. Hot Nodule a) Hiperfungsi nodul di lobus kanan b) Nodul hyperfunctioning selalu jinak c) Mungkin memiliki fitur ganas pada biopsi d) DD: adenoma autonom,tiroiditis fokal

2. USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk menentukan ukuran dan jumlah nodul, meskipun sebenarnya USG tidak dapat membedakan nodul jinak maupun ganas. Interpretasi USG:

Tabel 7. Interpretasi USG

Baik Anechoic/kistik Spongy/berongga Cincin vaskularisasi

Buruk Hypoechoic/padat Iregullar margins Tervaskularisasi baik mikrokalsifikasi

1. Baik: anechoic / kistikmassa, kemungkinan koloid (panah kuning) 36

a. Hyperechoicdots dengan "comet-tailing "artefak, tampak massa koloid kental (panah merah muda) b. vena jugularis internal (panah biru) c. A.karotis communis (Bintang)

2. Buruk: a. Batas tidak jelas/irregular margins (panah kuning) b. hypoechoic, tetapi non-kistik c. Banyak padatan microkalsifikasi (segitiga pink)

37

Modalitas pencitraan yang lain seperti Computed Tomographic Scanning (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak dianjurkan pada evaluasi awal nodul tiroid karena di samping tidak memberikan keterangan berarti untuk diagnosis, juga sangat mahal. CTScan dan MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui adanya perluasan struma substernal atau terdapat penekanan trakea.

Diagnosis banding a. Primary Thyroid cancer (5%) b. Benign adenoma c. Colloid cyst d. Simple thyroid cyst e. Metastasis jauh (jarang)

3.8. Tatalaksana Nodul Tiroid A. Terapi supresi L-tiroksin a. Murah dan mudah didapat b. Dapat menghambat pertumbuhan nodul dan bermanfaat pada nodul kecil c. Sasaran supresi TSH sampai 0.1-0.3 d. Bila 6-12 terapi nodul tidak kecil FNAB ulang atau operasi e. ES : penurunan densitas tulang,takiaritmia B. Suntikan etanol perkutan (terapi sklerosing etanol) a. Mek kerja : dehidrasi selular,denaturasi protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat trombosis vaskuler. Jaringan tiroid diganti jar.parut granulomatosa b. Indikasi :nodul jinak atau kistik 38

c. ES: nyeri hebat,rembesan alkohon ke jar.ekstratiroid ,reiko tirotoksikosis dan paralisis pita suara C. Pembedahan a. Hemitiroidektomi : hanya sebagian yang di angkat (nodul jinak ) b. Tiroidektomi total : nodul ganas (bergantung pada hasil prognostik dan histopatologi) c. Penyulit : pendarahan,obstruksi trakea pasca larygeus,hipotiroid,hipertiroid atau nodul kambuh D. Terapi Iodium radioaktif (I-131) a. Indikasi: nodul tiroid autonom,struma multindosa non-toksik atau nodul panas (fungsional) baik dalam keadaan eutiroid atau hipertiroid b. Mengurangi volum nodul tiroid serta memperbaiki keluhan dan gejala penekanan c. ES: tiroiditis radiasi dan disfungsi tiroid pasca-radiasi (hipertiroidisme selintas dan hipotiroidisme) E. Teapi laser dengan tuntunan USG a. Masih dalam tahap eksperimental b. Menyebabkan nekrosis nodul tanpa atau sedikit kerusakan jaringan sekitarnya c. Tidak ada ES yang berarti bedah,gguan n.rekuren

39

3.9. Komplikasi Nodul Tiroid 1. Masalah menelan atau bernapas. Nodul besar atau goiter multinodular - pembesaran kelenjar tiroid yang mengandung nodul yang berbeda beberapa - dapat mengganggu menelan atau bernapas. 2. Hyperthryoidism. Masalah dapat terjadi jika nodul atau gondok menghasilkan hormon tiroid, menyebabkan hipertiroidisme. Hipertiroidisme pada gilirannya dapat mengakibatkan penurunan berat badan yang tidak diinginkan, kelemahan otot, intoleransi panas, dan kecemasan atau lekas marah. Potensi komplikasi hipertiroidisme termasuk jantung terkait komplikasi, tulang lemah (osteoporosis), dan krisis tirotoksik, intensifikasi tiba-tiba dan berpotensi mengancam nyawa tanda-tanda dan gejala yang memerlukan perawatan medis segera. 3. Masalah yang terkait dengan kanker tiroid. Jika nodul tiroid adalah kanker, operasi biasanya diperlukan. Umumnya, sebagian besar atau seluruh kelenjar tiroid Anda akan dihapus, setelah itu Anda akan perlu untuk mengambil terapi hormon tiroid pengganti untuk sisa hidup Anda. Kebanyakan kanker tiroid ditemukan lebih awal, meskipun, dan memiliki prognosis yang baik.

3.10. Prognosis Nodul Tiroid Prognosis bergantung pada : 1. Tipe histopatologi 2. Stadium klinik patologi 3.Lamanya penyakit hingga terdiagnosis dan diberikan pengobatan 4. Usia penderita Secara umum prognosis jauh lebih buruk pada pasien lanjut usia dan pasien dengan invasi ke jaringan di luar tiroid atau metastasis jauh.3,10 Prognosis pasien kanker tiroid stadium 1 sangat baik, dengan angka harapan hidup 20 tahun hampir 100 %. Dibandingkan dengan pasien pada stadium IV angka harapan hidup 5 tahunnya hanya 25 , memiliki angka harapan hidup 10 tahun 65% (sedang) jika terdiagnosis berada pada stadium 2, memiliki angka harapan hidup 10 tahun 50-45% (buruk) pada stadium 3.6 Pada sebagian kecil karsinoma tiroid yang berdifferensiasi baik berkembang sangat cepat, untuk hal 40

ini belum ada sistem staging terbaru yang cocok. Diantara tipe karsinoma tiroid, maka tipe karsinoma papiler mempunyai prognosis yang paling baik, prognosis pasien kanker tiroid folikuler diyakini lebih buruk dibandingkan tipe papiler, hal ini dikaitkan dengan tingginya metastase hematogen pada tipe ini.Namun demikian dalam pendekatan penatalaksanaan dan prognosis kedua tumor ini berada pada satu kelompok karsinoma tiroid berdiferensiasi baik. Karsinoma anaplastik memiliki prognosis terburuk, dengan rata-rata survival hanya 6 bulan setelah diagnosis ditegakkan

3.11. Pencegahan Nodul Tiroid Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas. LI.4. Memahami & Menjelaskan Pembedahan Menurut syariat islam

Perlakuan operasi menurut syariat hukumnya mubah yang bertujuan untuk kemaslatan hidup disamping memberikan dorongan hidup dan lepas dari najis,dampak negatif pada tubuh dan ancaman kematian serta merubah sunnatullah. Sesungguhnya Rasulullah shallallahualaihi wasallam pernah mengutarakan masalah berobat, sebagaimana dalam beberapa hadits. Di antaranya, 1. Dari Jabir Bin Abdullah radhiallahuanhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat tepat dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah azza wa jalla. (HR. Muslim) 2. Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Tidaklah Allah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. (HR. Al Bukhari dan Muslim) 3. Dari Usamah bin Syarik radhiallahuanhu, bahwa beliau berkata, Aku pernah di sisi Rasulullah shallallahualaihi wasallam lalu datanglah serombongan orang arab dusun. Mereka bertanya, Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat? . Beliau menjawab, Iya, wahai para hamba Allah berobatlah. Sebab Allah azza wa jalla tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit. Mereka bertanya, Penyakit apa itu? . Beliau menjawab, Penyakit ketuaan. (HR. Ahmad, Al Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadii menshahihkan hadits ini dalam kitabnya Al-Jamius Shahih mimma Laisa fish Shahihain 4/486) 4. Dari Ibnu Masud radhiallahuanhu, bahwa Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya Allah azza wa jalla tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Juga Al-Bushiri menshahihkannya dalam kitab Zawaidnya. Lihat Takhrij Al-Arnauth atas Zadul Maad 4/12-13)

41

42

DAFTAR PUSTAKA Cormack D.H. Introduction to Histology. Philadelphia, J.B. Lippincott Company, 1984:299-303 Feld S, Garcia M: AACE Clinical Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Thyroid Nodules. 1996. Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Gunawan ,SG.(2007).Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Departement Farmakologi dan Terapeutik FKUI

Guyton, Hall. 2006. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier Soundres

Harrisons : Principles of Internal medicine, 18th

http://emedicine.medscape.com/article/127491-overview#showall

http://eradiology.bidmc.harvard.edu/LearningLab/central/Rogers.pdf

http://www.mayoclinic.com/health/thyroid-nodules/DS00491/DSECTION=treatments-and-drugs http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Management%20Hyperthyroid%20and %20Hypothyroid_3415_1107

43

Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10th edition, Washington, Lange, 2003: 31623 Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2005

Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Ed 5. Jakarta : EGC.

Lukitto P, Manoppo A, Azamris, et al. 2003. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Tiroid. Jakarta : Perhimpunan ahli bedah onkologi Indonesi

Murray,RK et al (2003). Biokimia Harper edisi 25.Jakarta.EGC

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sel. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001

Snell,RS.(2006).Anatomi Klinik untuk Mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta.EGC

44

Anda mungkin juga menyukai