Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN NYERI

DI SUSUN OLEH GHOZALI BINTANG SANDRA J 2 10 1000 27

S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN RASA NYAMAN, NYERI


A. Konsep Dasar 1. Definisi. a. Menurut Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya. b. Menurut Wolf Weifsel Feurst (1972), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan. c. Menurut Keperawatan, nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapan pun individu mengatakannya. d. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

2. Istilah dalam nyeri a. Nosiseptor adalah serabut saraf yang mentransmisikan nyeri.

b. Non-nosiseptor adalah serabut saraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri. c. Sistem nosiseptif adalah sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri.

d. Ambang nyeri adalah stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri. e. Toleransi nyeri adalah intensitas maksimum atau durasi nyeri yang dapat ditahan oleh individu.

3. Sifat-sifat nyeri a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.

b. Nyeri bersifat subjektif dan individual. c. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X dan lab darah.

d.

Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis, tingkah laku, dan dari pernyataan klien.

e. f.

Hanya pasien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.

g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya suatu kerusakan jaringan. h. Nyeri mengawali ketidakmampuan. i. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri yang tidak optimal. Secara ringkas sifat nyeri dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Nyeri bersifat individu.

b. Nyeri tidak menyenangkan. c. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi.

d. Bersifat tidak berkesudahan.

4. Fisiologis nyeri Untuk memudahkan dalam memahami nyeri, maka perlu mempelajari 3 komponen fisiologi nyeri, antara lain: a. Resepsi : Proses perjalanan nyeri. : Kesadaran seseorang terhadap nyeri.

b. Persepsi

Adanya stimuli yang mengenai tubuh ( mekanik, termal, kimia ) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia ( histamine, bradikinin, kalium ). Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri maka akan timbul impuls saraf yang akan dibawa menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat dan tekanan halus. Reseptor terletak di struktur permukaan. c. Reaksi : Respon fisiologis dan perilaku setelah mempersepsikan nyeri.

Neuroregulator a. Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, berperan penting pada pengalaman nyeri. b. Substansi ini ditemukan pada nociceptor yaitu pada akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. c. d. Neororegulator ada 2 macam yaitu Neurotransmiter dan Neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah sinaptik antara 2 serabut saraf. ( Contoh: supstansi P, serotonin, prostaglandin ).

e.

Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps. ( Contoh: endorphin, bradikinin ).

f.

Neuromodulator diyakini aktivitasnya secara tidak langsung bisa meningkatkan atau menurunkan efek sebagai neurotransmitter.

5. Teory Gate Control Teori ini dikenal oleh Melzak dan Wall pada tahun 1965. Menurut teori ini, sinaps yang berada pada dorsal hom bekerja seperti sebuah pintu membuka atau menutup sehingga apabila ada rangsang nyeri pintu tersebut akan ditutup sehingga nyeri tersebut tidak sampai di otak atau pintu itu dibuka sehingga nyeri sampai ke otak. Hipotesis teori ini adalah apabila ada sejumlah impuls nyeri yang berjalan sepanjang serabut saraf tebal ( seperti: panas, dingin atau sentuhan), maka sejumlah impuls nyeri tersebut berusaha untuk dicegah dengan cara menutup pintu pada serabut saraf tersebut. Individu akan merasakan nyeri hanya jika pintu sinaps dibukivata atau impuls sangat dominan.

6. Respon fisiologis terhadap nyeri a. Stimulasi Simpatik: ( nyeri ringan, moderat, dan superficial ).

1) Dilatasi saluran bronchial dan peningkatan respirasi rate. 2) Peningkatan heart rate. 3) Vasokontriksi perifer, peningkatan Blood Pessure. 4) Peningkatan nilai gula darah. 5) Peningkatan kekuatan otot. 6) Dilatasi pupil. 7) Penurunan motilitas GI. b. Stimulus Parasimpatik ( nyeri berat dan dalam ). 1) Muka pucat. 2) Otot mengeras. 3) Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure. 4) Nafas cepat dan irregular. 5) Nausea dan Vomitus (Mual & Muntah). 6) Kelelahan dan Keletihan. 7. Respon tingkah laku terhadap nyeri

Respon tingkah laku terhadap nyeri dapat mencakup: a. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur).

b. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir) c. d. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan. Kontak dengan orang lain/ interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

8. Respon individu terhadap nyeri Respon tubuh terhadap nyeri ada 3 tahap, yaitu: a. Tahap aktivasi (activation) Dimulai saat pertama individu menerima rangsang nyeri sampai tubuh bereaksi terhadap nyeri yang meliputi : respon simpato adrenal, respon muskuler, dan respon emosional.

Respon Simpato Adrenal 1. Denyut nadi naik. 2. Tekanan darah naik. 3. Pernapasan naik. 4. Berkeringat banyak. 5. Mual dan

Respon Muskuler 1. Tensi otot naik.

Respon Emosional 1. Bergejolak.

2. Otot kaku menggeliat sakit.2. Mudah tersinggung. 3. Gelisah. 3. Perubahan tingkah laku.

4. Mengambil posisi tertentu. 4. Berteriak. 5. Menangis. daerah yang 6. Diam. 7. Kewaspadaan.

muntah, 5. Imobilitas. Mengusap

karena darah mengalir 6.

dari otot visral ke otot nyeri. paru, jantung, dan otot keras. 6. Pucat. 7. Dilatasi bronchial. 8. Glikogenolisis. 9. Pelepasan eritrosit dari limpa. 10. Dilatasi pupil.

b. Tahap Pemantulan (rebound).

Pada tahap ini nyeri sangat hebat tetapi singkat. Pada tahap ini pula sistem saraf parasimpatis mengambil alih tugas, sehingga terjadi respon yang berlawanan terhadap tahap aktivasi. c. Tahap adaptasi (adaptation). Saat nyeri berlangsung lama tubuh mencoba untuk beradaptasi melalui peran endorthins. Reaksi adaptasi tubuh ini terhadap nyeri dapat berlangsung beberapa jam atau beberapa hari. Bila nyeri berkepanjangan maka akan menurunkan sekresi norepineprin sehingga individu merasa tidak berdaya, tidak berharga dan lesu.

9. Fase Nyeri Menurut Meinhart dan McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri: a. Fase antisipasi, terjadi sebelum nyeri diterima. Fase ini bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting , terutama dalam memberikan informasi pada klien. b. Fase sensasi, terjadi saat nyeri terasa. Fase ini terjadi ketika klien merasa nyeri, karena nyeri itu bersifat subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengn stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya pencegahan nyeri, sebelum nyeri datang. Keberadaan enkefalin dan endorphin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorphin tiap individu, individu dengan endorphin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorphin merasakan nyeri lebih besar. c. Fase akibat (aftermath) Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam

membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

10. Klasifikasi nyeri a. 1) Berdasarkan sumbernya Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh: Terkena ujung pisau atau tergunting 2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus. Contoh: Sprain sendi 3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, ischemia, regangan jaringan. b. Berdasarkan Penyebabnya 1) Fisik Bisa terjadi karena stimulus. Contoh: fraktur femur 2) Psycogenik Terjadi karena sebab yang kurang jelas/ susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/ psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya. c. Berdasarkan lama/ durasi

1) Nyeri akut Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh mengalami cedera, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini kadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak. 2) Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini dapat berlangsung terus sampai kematian. Klien yang mengalami kronis akan mengalami periode remisi (gejala hilang

sebagian/ keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronis yang tidak dapat diekspresikan membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalam kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak tahu apa yang akan dirasakan dari hari ke hari.

Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis Nyeri akut 1. Nyeri kronik

Lamanya dalam hitungan menit1. Lamanya dalam hitungan bulan (> 6 bulan). (lamanya 1 detik sampai kurang dari 6 bulan). 2. Fungsi fisiologis bersifat normal.

2. Ditandai dengan peningkatan BP, nadi, dan respirasi. 3. Tidak ada keluhan nyeri.

3. Respon pasien: fokus pada nyeri, menyatakan nyeri dengan menangis atau mengerang. 4. Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon

4. Tingkah laku menggosok bagian yang terhadap nyeri. nyeri.

d. Berdasarkan lokasi/ letak 1) Radiating pain Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (contoh: cardiac pain). 2) Reffered pain Nyeri di rasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab. 3) Intracable pain Nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker maligna). 4) Phantom pain Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh: bagian tubuh yang di amputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injury medulla spinalis.

11. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

a.

Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami perubahan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal yang alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

b. Jenis Kelamin Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri). c. Kultur Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka meresapon nyeri (contoh: suatu daerah yang menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat dari kesalahannya sendiri). d. Makna nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya. e. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatian pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Teknik relaksasi, guided imagery merupakan teknik untuk mengatasi nyeri. f. Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. g. Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau dan saat ini nyeri yang lama timbul kembali, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri. h. Pola koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya koping maladaptif akan menyulitkan seseorang dalam mengatasi nyeri. i. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan. Jenis Penyebab Nyeri Jenis penyebab 1. Mekanik - Trauma jaringan (ex: operasi). - Perubahan jaringan (ex:edema). - Penyumbatan pada saluran tubuh. - Tumor. - Spasme otot. 2. Termal Panas/ dingin (ex: combustio). 3. Kimia - Iskemia jaringan karena sumbatan arteri koroner. - Spasme otot. Dasar fisiologis - Kerusakan jaringan, iritasi langsung pada reseptor nyeri, inflamasi. - Penekanan pada reseptor nyeri - Distensi pada lumen - Penekanan pada reseptor nyeri, iritasi ujung saraf. - Stimulasi pada reseptor nyeri. - Kerusakan jaringan, perangsangan pada reseptor nyeri. - Perangsangan pada reseptor nyeri karena akumulasi asam laktat atau zat kimia lain seperti asam laktat pada jaringan. - Sekunder terhadap stimulasi mekanik yang menyebabkan iskemia jaringan.

12. Management Nyeri a. Management Farmakologi, terdiri atas: 1) Analgesik non opioids Termasuk nonsteroidal anti inflamatory drugs ( NSAIDS ), seperti: Aspirin, acetaminophen, dan ibuprofen. Menurut American Pain Society, obat-obatan ini bekerja pada saraf perifer di daerah luka dan menurunkan tingkat/ level inflamasi. 2) Analgesik opioids Analgesik opioids termasuk opium derivate, seperti morfin dan kodein. Obat-obat ini bekerja dengan cara mengubah mood, perhatian, perasaan pasien menjadi lebih baik, dan lebih nyaman walaupun terdapat nyeri. 3) Analgesik adjuvant.

Analgesik adjuvant adalah terapi pengobatan selain menggunakan analgesic, tetapi dapat mengurangi tipe-tipe nyeri kronik. Contohnya Diazepam (Valium) yang dapat menggunakan rasa nyeri pada saat terjadi spasme otot membantu bisa tidur nyenyak. b. Management non Farmakologi, terdiri atas: 1) Intervensi fisik Tujuan dari intervensi fisik adalah: a) Membuat nyaman. b) Mengurangi disfungsi fisik. c) Menormalkan respon fisiologis. d) Mengurangi ketakutan. 2) Cutaneous Stimulation Yang termasuk cutaneous stimulation: a) Pemijatan/massage b) Kompres panas/dingin c) Asupressure d) Contralateral Stimulation 3) Immobilisasi Biasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat kontraktur atau terjadi ketidakseimbangan otot. Splint ini harus diubah posisinya tiap 30 menit untuk mencegah terjadinya penyakit baru seperti dicubitus. 4) TENS Transcutaneous electrice nerve stimulation (TENS) adalah noninvasive, teknik control nyeri nonalgesic untuk klien dengan nyeri akut ataupun kronik. 5) Akupuntur Akupuntur telah diterapkan di China dan mendapat perhatian tinggi dari Amerika Utara. Biasanya digunakan untuk nyeri akut. 6) Placebo Placebo adalah salah satu bentuk treatment seperti medikasi atau tindakan keperawatan ya ng menghasilkan efek pada klien, bahwa tindakan yang dilakukan atau yang diberikan perawat dapat menyembuhkan penyakit. 7) Distraksi Contoh dari distraksi adalah pada saat klien dipindahkan dari ruang bedah mungkin tidak merasakan nyeri saat melihat pertandingan sepak bola di televisi, tapi nyeri akan dirasakan lagi pada saat pertandingan itu sudah selesai.

8) Hypnosis Hypnosis digunakan untuk memfokuskan konsentrasi dan meminimalisir distraksi. 9) Relaksasi Macam-macam teknik relaksasi : meditasi, yoga, dan latihan relaksasi progresif. Teknik ini tidak dilakukan pada pasien yang nyeri akut karena ketidakmampuan berkonsentrasi. Latihan relaksasi progresif mencakup latihan control nafas, kontraksi, dan relaksasi otot.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges,Marilynn E,dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien.Jakarta:EGC.

Hidayat,A.Aziz Alimul.2008.Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.

Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktik.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai