Anda di halaman 1dari 27

224

BAB VII POROS


Suatu poros adalah satu bagian dari mesin untuk mendukung bagian-bagian yang berputar atau ikut berputar bersama dengan bagian lainnya yang diletakan pada poros tersebut, serta meneruskan daya dari peralatan tersebut.

MACAM-MACAM POROS
Poros untuk meneruskan daya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Poros transmisi. Poros semacam ini mendapatkan beban puntir murni atau gabungan dari beban puntir dan lentur. Daya ditransmisikan pada poros ini melalui kopling, roda gigi, pulley, rantai dan lain-lain.

2. Spindel. Poros semacam ini merupakan suatu poros transmisi yang pendek dimana bebannya merupakan beban puntir saja karena lenturnya diabaikan karena pendeknya. 3. Gandar. Poros seperti ini dipasang diantara roda-roda kereta dimana tida terdapat beban puntir dan pada umumnya tidak ikut berputar. Beban disini hanya merupakan suatu beban lentur saja.

225 PERHITUNGAN MOMEN PUNTIR


Pada perhitungan poros dengan beban puntir perlu kita hitung terlebih dahulu besarnya momen puntir yang akan dibawa.

Pada gambar disebelah ini terlihat sebuah poros yang dibebani suatu gaya P sehingga menghasilkan suatu momen puntir. Besarnya momen puntir adalah : Mp = P . r
d 2 dimana d adalah diameter poros. Mp = P .

Kalau kita kembali pada rumus yang berhubungan dengan suatu daya kerja maka kita akan mendapatkan rumus sebagai berikut :
N =P . v 1 dk =75 N= P.v 75 ( kg. m/det ) ( kg. m/det) ( dk )

Kalau poros itu berputar dengan perputaran n (putaran/menit) maka kecepatan linier dari satu titik pada bagian pinggir dari poros ialah : v= .d.n (m/det) 60

dimana : d = diameter dalam meter n = putaran dalam rpm

Kalau rumus diatas dimasukan dalam rumus daya yang terdahulu kita akan mendapatkan persamaan sebagai berikut :

226

N = P . v (kg . m/detik) 1 dk = 75 (kg . m/detik) P.v N= (dk) 75 P..d.n = 75 60 P d n = 2 75 30 P d Mp = 2 n N = Mp 75 30 75 30 N Mp = n N = 716,2 (kg . m) n N = 71620 (kg . cm) n

N = P . v (N . m/detik) 1 kW = 102 (N . m/detik) P.v N= (kW) 75 P..d.n = 102 60 P d n = 2 102 30 P d Mp = 2 n N = Mp 102 30 102 30 N Mp = n N = 1000 (N . m) n N = 10000 (N . cm) n

DIAMETER POROS DENGAN BEBAN MOMEN PUNTIR


Dari hasil perhitungan diatas kita mendapatkan rumus untuk menghitung besarnya suatu momen puntir bila daya dan putarannya diketahui : N (kg . cm) n Sekarang akan kita lanjutkan apa yang terjadi kalau suatu poros dibebani oleh suatu momen puntir. Sebagai reaksi dari pembebanan tersebut maka pada poros akan timbul tegangan geser dimana tegangan geser ini pada permukaan dari poros akan mencapai maksimumnya sedangkan pada pusarnya akan menjadi nol. M p = 71620 . Pada gambar disebelah kita lihat penampang dari suatu poros yang dibebani oleh suatu momen puntir dan terlihat pembagian dari tegangan gesernya. Kalau kita mengambil suatu elemen kecil dengan tebal dr pada jarak r dari pusatnya maka tegangan geser pada elemen kecil tersebit adalah : r = max rmax

=
Luas elemen dF tadi adalah : dF = 2 r dr

max rmax

227

Besarnya momen puntir pada elemen kecil tersebut adalah :

dM p = . dF . r = = Mp = = max r . 2 r dr . r rmax max rmax max rmax


rmax

2 r 3 dr 2 r 3 dr 2 r 3 dr
rmax 0

rmax

max rmax

1 4 = 2 max r rmax 4 = = max 2 rmax rmax


4

3 max rmax 2 1 Kalau : rmax = d 2 1 max d 2 2 3 Mp = d max 16 Mp =


3

3 d 16 adalah Wp atau suatu momen tahanan terhadap puntiran maka kita dapat menulis rumus momen puntir sebagai berikut : Kalau max adalah tegangan geser yang diperbolehkan atau bol dan Mp = bol . Wp dan besarnya Wp dalam praktek dapat kita tuliskan sebagai berikut : d3 Wp = 5

Sedangkan untuk poros berongga momen tahanan terhadap puntiran dapat kita turunkan dari integral diatas dengan batasan adalah r 1 dan r2 dengan hasil sebagai berikut :

Wp =

16

d1 4 - d 2 4 d 1

228

atau juga

d - d2 Wp = 1 5 d1

Diameter dari suatu poros pejal yang dibebani oleh suatu momen puntir dapat kita hitung sebagai berikut :
M p = bol . Wp = bol . d3 = d = 5 Mp bol
3

d3 5

5 Mp bol

dimana bol adalah tegangan geser yang diperbolehkan. Untuk mendapatkan diameter dari suatu poros berongga dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

M p = p . Wp = p d1 4 - d 2 4 . 5d 1

PERHITUNGAN MOMEN LENTUR


Sekarang kita akan melihat poros yang hanya dibebani oleh suatu momen lentur. Beban yang menyebabkan momen lentur dapat kita bagi atas : 1. Beban titik. 2. Beban terbagi rata.

229
Pertama akan kita lihat momen lentur karena beban titik seperti gambar

disebelah dimana suatu gaya P bekerja. Momen lentur maksimum yang terjadi pada titik dimana gaya P bekerja. Besarnya momen lentur ini adalah :

230
ML =P . a . b l

Kalau gaya P bekerja ditengahtengah poros maka : a=b=2l sehingga momen lentur maksimum yang terjadi ialah :

M L =P . ML =

1 2

l . l

1 2

P . l 4
Kalau bebannya pada poros lebih dari 1 maka momen lentur maksimum yang terjadi merupakan gabungan dari momen-momen lentur yang dihasilkan oleh masingmasing gaya seperti contoh gambar disebelah ini dimana gaya yang bekerja ada 2 buah gaya.

Apabila gaya yang bekerja merupakan beban yang terbagi rata seperti pada gambar disebelah ini maka besarnya momen lentur maksimum adalah : Q l ML = 8 dimana: Q = berat seluruhnya dari beban terbagi rata. Kalau berat Q terbagi rata sepanjang poros maka berat persatuan panjang adalah : Q q = l Q =q . l Sehingga besarnya momen maksimum adalah :

231
ML = q2 8

Sebagai contoh dari suatu beban terbagi rata adalah beratnya sendiri dari poros dan kalau kedua beban tersebut diperhitungkan maka momen lentur maksimum merupakan gabungan dari kedua momen yang dihasilkan oleh kedua beban tersebut sebagai berikut :
ML = P . l q . l2 + 4 8

DIAMETER POROS DENGAN BEBAN MOMEN LENTUR


Seperti pada beban momen lentur maka juga pada beban momen lentur kita mendapatkan suatu rumus yang analog : Ml = l . W l dimana : Wl = momen tahanan terhadap lenturan. Besarnya momen tahan terhadap lenturan adalah : Wl = Wl Wl Wp

2 d3 1 = . 5 2 3 d = 10

Diameter dari poros yang dibebani momen lentur saja dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Ml = l . d3

d3 10 10 M l = 1
3

d =

10 M l 1

Kalau bol adalah tegangan lentur yang diperbolehkan maka diameter poros yang dibebani momen lentur adalah :

d =

10 M l bo1

DIAMETER POROS LENTUR

DENGAN

BEBAN

MOMEN

PUNTIR

DAN

232
Pada umumnya suatu poros dibebani oleh kedua macam beban tersebut dimana untuk perhitungan maka momen puntir kita anggap sebagai suatu momen lentur sehingga kedua momen tersebut dapat kita jumlahkan dan momen total dari kedua momen tersebut adalah :

M tot =

Ml

2 +3 4 (Mp)

Karena momen total dari kedua beban tersebut kita anggap sebagai suatu momen lentur maka perhitungan dari diameter poros adalah sama dengan perhitungan poros dengan beban momen lentur saja tetapi disini faktor keamanan harus diambl untuk beban dinamis II disebabkan adanya 2 macam beban tersebut. Maka diameter poros dengan kedua macam beban tersebut adalah :

d =
dimana : bol

10 M tot bo1 II
II

adalah tegangan tarik yang diperbolehkan dibagi faktor keamanan dinamis II.

Perhatian. 1. Diameter dari poros pada elemen mesin merupakan bilangan bulat dalam mm dan dapat dibagi 5. 2. Bila dalam perhitungan hasilnya tidak merupakan bilangan yang dapat dibagi 5, maka hasil perhitungan tersebut harus dibulatkan ke atas agar dapat dibagi 5. 3. Untu poros bertingkat perhitungan dilakukan untuk diameter terkecil sedangkan untuk ukuran lainnya dapat diambil sebagai berikut

d2 = d 1 + t d3 = d 2 + t dimana : t minimum = 5 mm

KONSENTRASI TEGANGAN

233
Dengan adanya perubahan dimensi dari suatu poros bertingkat maka paa daerah perubahan tersebut biasanya terjadi konsentrasi tegangan yang sangat membahayakan. Untuk mengurangi konsentrasi tegangan biasanya pada tempat berubahnya diameter dibuat suatu lekukan seperti bentuk lingkaran atau parabolis. Konsentasi tegangan pada suatu poros bertingkat 2 dengan suatu lekukan dapat diambil dari tabel dibawah ini.

Sedangkan faktor konsentrasi untuk suatu poros yang dilubangi tagak lurus sumbunya untuk bebn momen lentur dan beban momen puntir dapat diambil dibawah ini.

Faktor konsentrasi tegangan karena adanya alur pasak dapat diambil pada grafik dibawah ini :

234

Perbaikan daripada faktor konsentrasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain : 1. Lekukan dibuat dengan cara merol secara dingin. 2. Dengan membuat suatu lekukan khusus seperti pada gambar dibawah ini.

PUTARAN KRITIS DARI POROS

235
Suatu poros yang berputar pada suatu ptarsn tertentu akan menjadi tidak stabil karena terjadinya suatu resonansi getaran dari systemnya sendiri dan getaran yang disebabkan oleh gaya-gaya luar. Putaran dimana gejala-gejala tersebut terdapat kita namakan putaran kritis dan pada putaran ini poros akan mengalami kerusakan, sehingga untuk mencegah hal tersebut putaran kritis harus dihindari. Untuk menghindari putaran kritis tersebut sebaiknya putaran kerja dari peralatan dibuat dibawah putaran kritis dan apabila karena sesuatu hal putaran kerja berada diatas putaran kritis maka pengoperasian dari peralatan tersebut harus diusahakan selama mungkin untuk menghindari putaran melewati putaran kritis pada awal operasi dan juga waktu yang diperlukan untuk melewati putaran kritis ini dibuat seminim mungkin. Untuk mendapatkan besarnya putaran kritis ini kita lihat gambar disebelah

ini dimana suatu piringan dengan berat G dan jarak titik beratnya terhadap sumbu perputaran adalah e kita letakkan pada suatu sistem poros. Pada saat poros berputar naka suatu gaya centrifugal C akan bekerja dan menyebabkan defleksi pada porosnya. Besarnya adalah : gaya centrifugal tersebut

C = m 2 ( y + e )

Dengan mengabaikan berat dari piringan tersebut maka besarnya defleksi y dari poros adalah :

236
C . L3 48 E I 48 E I C = y =k y L3 y =
dimana k dapat dikatakan sebagai suatu satua gaya yang menyebabkan defleksi pada poros. Dari kedua persamaan y diatas kita dapatkan hasil sebagai berikut :

m ( y + e) 2 = k y y = e k 1 m 2

Jika putaran bertambah maka putaran sudut juga bertambah dan ini akan menyebabkan defleksi bertambah sehingga pada saat ini maka besarnya defleksi adalah tidak terhingga sehingga pada keadaan demikian maka poros harus putus, maka putaran sudut tersebut kita namakan suatu putaran kritis. Untuk mendapatkan y yang besarnya tak terhingga maka : k k -1 = 0 = 2 m m Sehingga besarnya putaran sudut kritis adalah : k cr = m Karena

cr =

n cr 30

sec -1

Maka besarnya putaran kritis dari suatu poros adalah :


30 k 30 = m dimana : g = 981 cm/sec2 n cr = k g = 300 G k G

G sebetulnya adalah defleksi statis dari poros disebabkan k oleh beban G dari piringan maka besarnya putaran kritis dari suatu poros dapat ditentukan sebagai berikut : 1 n cr = 300 f Karena f = Karena terdapat perbedaan sifat dari bagian-bagian peralatan maka putaran kritis ini pada umumnya tidak merupakan suatu nilai tertent tetapi

237
merupakan suatu daerah yag besarnya kurang lebih 10 % diatas dan dibawah putaran kritis. Gejala yang umum bila suatu poros mendekati putaran kritisnya adalah timbulnya getaran yang berlebihan daripada biasanya dan apabila hal tersebut dibiarkan terus maka poros akan putus.

DAFTAR BAHAN POROS

238

239

240 CONTOH SOAL

Diketahui suatu poros bertingkat seperti tampak pada gambar mendapat suatu beban P sebesar 200 kg. Poros ini harus meneruskan daya sebesar N= 40 d k Dengan putaran 950 rpm. Poros ini ditunjang dengan bantalan pada d 2. Bahan dinamis yang dipakai untuk poros ini ialah Bd. 50 dengan keadaan dinamis I. Ditanyakan disini ialah diameter dari poros bertingkat dari poros tersebut. N 40 = 71620 = 300 n 950 = 5000 kg/cm2

M p = 71620 .

kg cm

Bahan Bd 50 S = 8
bol = bol

5000 8 5000 = bol = = 350 1,73 8 1,73

kg/cm 2

241
Karena pada d2 ada bantalan maka momen lentur yang disebabkan gaya P tidak mempengaruhi d1.
d1 d1 d1 = =
3

5 Mp bo1

5 3000 =3,5 cm 350 = 35 mm


3

Untuk sementara kita mendapatkan ukuran-ukuran lainnya : d2 = d 1 + t = 35 + 5 = 40 mm d3 = d 2 + t = 40 + 5 = 45 mm Karena adanya gaya P tersebut maka pada d 2 dan d3 terdapat momen lentur dan momen puntir, sehingga kita harus memeriksa apakah hasil yang kita dapatkan diatas tadi cukup kuat atau tidak.
ML = P . l 4 200 100 = = 5000 4

kg . cm

Mp = 3000 kg . cm

M tot = =

Ml

2 +3 4 ( Mp )

2 5000 2 + 3 4 ( 1 3000)

= 5700 kg . cm d2 = bol II = d2 =
3 3

10 M tot bol II

5000 = 500 kg/cm 2 10 10 5700 = 4,8 cm 500

Karena poros merupakan bilangan yang dapat dibagi dengan angka 5 dalam satuan mm maka : d2 diambil = 50 mm d3 = 50 + 5 = 55 mm Dalam perhitungan di atas tadi ternyata bahwa ukuran poros yang kita dapatkan mula-mula ternyata terlalu kecil sehingga ukuran poros harus kita rubah seperti yang baru kita dapatkan.

242

d2 = 50 mm d3 = 55 mm d1 = d 2 - t = 50 - 5 = 45 mm Putaran kritis dari poros tersebut ialah : fp = fp = P E . I1 . L3 48

200 100 3 2,1 10 6 Wb 48

Wb = fp fp

d4 54 = 20 20 200 100 3 = 54 2,1 10 6 48 20 = 0,064 cm

200 20 2,1 48 625

Berat poros kita abaikan, jadi putaran kritis dari poros ialah :
M kritis = 300 = 300 1 f 1 0,064

= 1280 rpm

Daerah perputaran yang dilarang ialah 20 % dari perputaran kritis. n = - 10 % . nkr = 1152 rpm n = + 10 % . nkr = 1408 rpm daerah bahaya = 1152 - 1408 rpm

243
Bahan Bd 34
25 SF 4.7 SF 4 20 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

Diameter (mm)

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Puntir (Nmm)


Bahan Bd 41
25

Diameter (mm)

SF 4.7 20 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3 15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

Momen Puntir (Nmm)

35000

40000

45000

50000

55000

Bahan Bd 44
25

Diameter (mm)

SF 4.7 20 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3 15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Puntir (Nmm)

244
Bahan Bd 50
25

Diameter (mm)

20

SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

Momen Puntir (Nmm)

35000

40000

45000

50000

55000

Bahan Bd 60
25

Diameter (mm)

20 SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Puntir (Nmm)


Bahan S 30 C
25

Diameter (mm)

20

SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2,7 SF 2,3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Puntir (Nmm)

245
Bahan S 35 C 25

Diameter (mm)

20

SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2,7 SF 2,3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Puntir (Nmm)

Bahan S 40 C
25

Diameter (mm)

20 SF 4

SF 4.7

SF 3.2 15 SF 2.7 SF 2.3

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

Momen Puntir (Nmm)

35000

40000

45000

50000

55000

25

Bahan S 45 C

Diameter (mm)

20 SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Puntir (Nmm)

246
Bahan S 50 C

25

Diameter (mm)

20 SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

Momen Puntir (Nmm)

35000

40000

45000

50000

55000

25

Bahan S 55 C

Diameter (mm)

20 SF 4.7 SF 4 15 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

Momen Puntir (Nmm)

35000

40000

45000

50000

55000

Bahan Bd 34
25 SF 4.7 SF 4 20 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

Diameter (mm)

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Puntir (Nmm)

247

Bahan S 30 C
25

Diameter (mm)

20

SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2,7 SF 2,3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Lentur (Nmm)

Bahan S 35 C
25

Diameter (mm)

SF 4.7
20

SF 4 SF 3.2 SF 2,7 SF 2,3

1 5

1 0

5 5000

1 0000

1 5000

20000

25000

Momen Lentur (Nmm)

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Bahan S 40 C
25

Diameter (mm)

20

SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

Momen Lentur (Nmm)

30000

35000

40000

45000

50000

55000

248
Bahan S 45 C
25

Diameter (mm)

20

SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

Momen Lentur (Nmm)

30000

35000

40000

45000

50000

55000

25

Bahan S 50 C

Diameter (mm)

20

SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

Momen Lentur (Nmm)

30000

35000

40000

45000

50000

55000

25

Bahan S 55 C

Diameter (mm)

20 SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

Momen Lentur (Nmm)

30000

35000

40000

45000

50000

55000

249
Bahan Bd 34
25 SF 4.7 SF 4

Diameter (mm)

20

SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Lentur (Nmm)

25

Bahan Bd 37
SF 4.7

Diameter (mm)

SF 4 20 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

Momen Lentur (Nmm)

35000

40000

45000

50000

55000

25

Bahan Bd 41

Diameter (mm)

SF 4.7 SF 4 20 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Lentur (Nmm)

250
Bahan Bd 44
25

SF 4.7

Diameter (mm)

SF 4 20 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3 15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Lentur (Nmm)

25

Bahan Bd 50

Diameter (mm)

SF 4.7 20 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3 15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Lentur (Nmm)

25

Bahan Bd 60

Diameter (mm)

20

SF 4.7 SF 4 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3

15

10

5 5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

Momen Lentur (Nmm)

Anda mungkin juga menyukai