MACAM-MACAM POROS
Poros untuk meneruskan daya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Poros transmisi. Poros semacam ini mendapatkan beban puntir murni atau gabungan dari beban puntir dan lentur. Daya ditransmisikan pada poros ini melalui kopling, roda gigi, pulley, rantai dan lain-lain.
2. Spindel. Poros semacam ini merupakan suatu poros transmisi yang pendek dimana bebannya merupakan beban puntir saja karena lenturnya diabaikan karena pendeknya. 3. Gandar. Poros seperti ini dipasang diantara roda-roda kereta dimana tida terdapat beban puntir dan pada umumnya tidak ikut berputar. Beban disini hanya merupakan suatu beban lentur saja.
Pada gambar disebelah ini terlihat sebuah poros yang dibebani suatu gaya P sehingga menghasilkan suatu momen puntir. Besarnya momen puntir adalah : Mp = P . r
d 2 dimana d adalah diameter poros. Mp = P .
Kalau kita kembali pada rumus yang berhubungan dengan suatu daya kerja maka kita akan mendapatkan rumus sebagai berikut :
N =P . v 1 dk =75 N= P.v 75 ( kg. m/det ) ( kg. m/det) ( dk )
Kalau poros itu berputar dengan perputaran n (putaran/menit) maka kecepatan linier dari satu titik pada bagian pinggir dari poros ialah : v= .d.n (m/det) 60
Kalau rumus diatas dimasukan dalam rumus daya yang terdahulu kita akan mendapatkan persamaan sebagai berikut :
226
N = P . v (kg . m/detik) 1 dk = 75 (kg . m/detik) P.v N= (dk) 75 P..d.n = 75 60 P d n = 2 75 30 P d Mp = 2 n N = Mp 75 30 75 30 N Mp = n N = 716,2 (kg . m) n N = 71620 (kg . cm) n
N = P . v (N . m/detik) 1 kW = 102 (N . m/detik) P.v N= (kW) 75 P..d.n = 102 60 P d n = 2 102 30 P d Mp = 2 n N = Mp 102 30 102 30 N Mp = n N = 1000 (N . m) n N = 10000 (N . cm) n
=
Luas elemen dF tadi adalah : dF = 2 r dr
max rmax
227
2 r 3 dr 2 r 3 dr 2 r 3 dr
rmax 0
rmax
max rmax
3 d 16 adalah Wp atau suatu momen tahanan terhadap puntiran maka kita dapat menulis rumus momen puntir sebagai berikut : Kalau max adalah tegangan geser yang diperbolehkan atau bol dan Mp = bol . Wp dan besarnya Wp dalam praktek dapat kita tuliskan sebagai berikut : d3 Wp = 5
Sedangkan untuk poros berongga momen tahanan terhadap puntiran dapat kita turunkan dari integral diatas dengan batasan adalah r 1 dan r2 dengan hasil sebagai berikut :
Wp =
16
d1 4 - d 2 4 d 1
228
atau juga
d - d2 Wp = 1 5 d1
Diameter dari suatu poros pejal yang dibebani oleh suatu momen puntir dapat kita hitung sebagai berikut :
M p = bol . Wp = bol . d3 = d = 5 Mp bol
3
d3 5
5 Mp bol
dimana bol adalah tegangan geser yang diperbolehkan. Untuk mendapatkan diameter dari suatu poros berongga dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
M p = p . Wp = p d1 4 - d 2 4 . 5d 1
229
Pertama akan kita lihat momen lentur karena beban titik seperti gambar
disebelah dimana suatu gaya P bekerja. Momen lentur maksimum yang terjadi pada titik dimana gaya P bekerja. Besarnya momen lentur ini adalah :
230
ML =P . a . b l
Kalau gaya P bekerja ditengahtengah poros maka : a=b=2l sehingga momen lentur maksimum yang terjadi ialah :
M L =P . ML =
1 2
l . l
1 2
P . l 4
Kalau bebannya pada poros lebih dari 1 maka momen lentur maksimum yang terjadi merupakan gabungan dari momen-momen lentur yang dihasilkan oleh masingmasing gaya seperti contoh gambar disebelah ini dimana gaya yang bekerja ada 2 buah gaya.
Apabila gaya yang bekerja merupakan beban yang terbagi rata seperti pada gambar disebelah ini maka besarnya momen lentur maksimum adalah : Q l ML = 8 dimana: Q = berat seluruhnya dari beban terbagi rata. Kalau berat Q terbagi rata sepanjang poros maka berat persatuan panjang adalah : Q q = l Q =q . l Sehingga besarnya momen maksimum adalah :
231
ML = q2 8
Sebagai contoh dari suatu beban terbagi rata adalah beratnya sendiri dari poros dan kalau kedua beban tersebut diperhitungkan maka momen lentur maksimum merupakan gabungan dari kedua momen yang dihasilkan oleh kedua beban tersebut sebagai berikut :
ML = P . l q . l2 + 4 8
2 d3 1 = . 5 2 3 d = 10
Diameter dari poros yang dibebani momen lentur saja dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Ml = l . d3
d3 10 10 M l = 1
3
d =
10 M l 1
Kalau bol adalah tegangan lentur yang diperbolehkan maka diameter poros yang dibebani momen lentur adalah :
d =
10 M l bo1
DENGAN
BEBAN
MOMEN
PUNTIR
DAN
232
Pada umumnya suatu poros dibebani oleh kedua macam beban tersebut dimana untuk perhitungan maka momen puntir kita anggap sebagai suatu momen lentur sehingga kedua momen tersebut dapat kita jumlahkan dan momen total dari kedua momen tersebut adalah :
M tot =
Ml
2 +3 4 (Mp)
Karena momen total dari kedua beban tersebut kita anggap sebagai suatu momen lentur maka perhitungan dari diameter poros adalah sama dengan perhitungan poros dengan beban momen lentur saja tetapi disini faktor keamanan harus diambl untuk beban dinamis II disebabkan adanya 2 macam beban tersebut. Maka diameter poros dengan kedua macam beban tersebut adalah :
d =
dimana : bol
10 M tot bo1 II
II
adalah tegangan tarik yang diperbolehkan dibagi faktor keamanan dinamis II.
Perhatian. 1. Diameter dari poros pada elemen mesin merupakan bilangan bulat dalam mm dan dapat dibagi 5. 2. Bila dalam perhitungan hasilnya tidak merupakan bilangan yang dapat dibagi 5, maka hasil perhitungan tersebut harus dibulatkan ke atas agar dapat dibagi 5. 3. Untu poros bertingkat perhitungan dilakukan untuk diameter terkecil sedangkan untuk ukuran lainnya dapat diambil sebagai berikut
d2 = d 1 + t d3 = d 2 + t dimana : t minimum = 5 mm
KONSENTRASI TEGANGAN
233
Dengan adanya perubahan dimensi dari suatu poros bertingkat maka paa daerah perubahan tersebut biasanya terjadi konsentrasi tegangan yang sangat membahayakan. Untuk mengurangi konsentrasi tegangan biasanya pada tempat berubahnya diameter dibuat suatu lekukan seperti bentuk lingkaran atau parabolis. Konsentasi tegangan pada suatu poros bertingkat 2 dengan suatu lekukan dapat diambil dari tabel dibawah ini.
Sedangkan faktor konsentrasi untuk suatu poros yang dilubangi tagak lurus sumbunya untuk bebn momen lentur dan beban momen puntir dapat diambil dibawah ini.
Faktor konsentrasi tegangan karena adanya alur pasak dapat diambil pada grafik dibawah ini :
234
Perbaikan daripada faktor konsentrasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain : 1. Lekukan dibuat dengan cara merol secara dingin. 2. Dengan membuat suatu lekukan khusus seperti pada gambar dibawah ini.
235
Suatu poros yang berputar pada suatu ptarsn tertentu akan menjadi tidak stabil karena terjadinya suatu resonansi getaran dari systemnya sendiri dan getaran yang disebabkan oleh gaya-gaya luar. Putaran dimana gejala-gejala tersebut terdapat kita namakan putaran kritis dan pada putaran ini poros akan mengalami kerusakan, sehingga untuk mencegah hal tersebut putaran kritis harus dihindari. Untuk menghindari putaran kritis tersebut sebaiknya putaran kerja dari peralatan dibuat dibawah putaran kritis dan apabila karena sesuatu hal putaran kerja berada diatas putaran kritis maka pengoperasian dari peralatan tersebut harus diusahakan selama mungkin untuk menghindari putaran melewati putaran kritis pada awal operasi dan juga waktu yang diperlukan untuk melewati putaran kritis ini dibuat seminim mungkin. Untuk mendapatkan besarnya putaran kritis ini kita lihat gambar disebelah
ini dimana suatu piringan dengan berat G dan jarak titik beratnya terhadap sumbu perputaran adalah e kita letakkan pada suatu sistem poros. Pada saat poros berputar naka suatu gaya centrifugal C akan bekerja dan menyebabkan defleksi pada porosnya. Besarnya adalah : gaya centrifugal tersebut
C = m 2 ( y + e )
Dengan mengabaikan berat dari piringan tersebut maka besarnya defleksi y dari poros adalah :
236
C . L3 48 E I 48 E I C = y =k y L3 y =
dimana k dapat dikatakan sebagai suatu satua gaya yang menyebabkan defleksi pada poros. Dari kedua persamaan y diatas kita dapatkan hasil sebagai berikut :
m ( y + e) 2 = k y y = e k 1 m 2
Jika putaran bertambah maka putaran sudut juga bertambah dan ini akan menyebabkan defleksi bertambah sehingga pada saat ini maka besarnya defleksi adalah tidak terhingga sehingga pada keadaan demikian maka poros harus putus, maka putaran sudut tersebut kita namakan suatu putaran kritis. Untuk mendapatkan y yang besarnya tak terhingga maka : k k -1 = 0 = 2 m m Sehingga besarnya putaran sudut kritis adalah : k cr = m Karena
cr =
n cr 30
sec -1
G sebetulnya adalah defleksi statis dari poros disebabkan k oleh beban G dari piringan maka besarnya putaran kritis dari suatu poros dapat ditentukan sebagai berikut : 1 n cr = 300 f Karena f = Karena terdapat perbedaan sifat dari bagian-bagian peralatan maka putaran kritis ini pada umumnya tidak merupakan suatu nilai tertent tetapi
237
merupakan suatu daerah yag besarnya kurang lebih 10 % diatas dan dibawah putaran kritis. Gejala yang umum bila suatu poros mendekati putaran kritisnya adalah timbulnya getaran yang berlebihan daripada biasanya dan apabila hal tersebut dibiarkan terus maka poros akan putus.
238
239
Diketahui suatu poros bertingkat seperti tampak pada gambar mendapat suatu beban P sebesar 200 kg. Poros ini harus meneruskan daya sebesar N= 40 d k Dengan putaran 950 rpm. Poros ini ditunjang dengan bantalan pada d 2. Bahan dinamis yang dipakai untuk poros ini ialah Bd. 50 dengan keadaan dinamis I. Ditanyakan disini ialah diameter dari poros bertingkat dari poros tersebut. N 40 = 71620 = 300 n 950 = 5000 kg/cm2
M p = 71620 .
kg cm
Bahan Bd 50 S = 8
bol = bol
kg/cm 2
241
Karena pada d2 ada bantalan maka momen lentur yang disebabkan gaya P tidak mempengaruhi d1.
d1 d1 d1 = =
3
5 Mp bo1
Untuk sementara kita mendapatkan ukuran-ukuran lainnya : d2 = d 1 + t = 35 + 5 = 40 mm d3 = d 2 + t = 40 + 5 = 45 mm Karena adanya gaya P tersebut maka pada d 2 dan d3 terdapat momen lentur dan momen puntir, sehingga kita harus memeriksa apakah hasil yang kita dapatkan diatas tadi cukup kuat atau tidak.
ML = P . l 4 200 100 = = 5000 4
kg . cm
Mp = 3000 kg . cm
M tot = =
Ml
2 +3 4 ( Mp )
2 5000 2 + 3 4 ( 1 3000)
= 5700 kg . cm d2 = bol II = d2 =
3 3
10 M tot bol II
Karena poros merupakan bilangan yang dapat dibagi dengan angka 5 dalam satuan mm maka : d2 diambil = 50 mm d3 = 50 + 5 = 55 mm Dalam perhitungan di atas tadi ternyata bahwa ukuran poros yang kita dapatkan mula-mula ternyata terlalu kecil sehingga ukuran poros harus kita rubah seperti yang baru kita dapatkan.
242
Wb = fp fp
Berat poros kita abaikan, jadi putaran kritis dari poros ialah :
M kritis = 300 = 300 1 f 1 0,064
= 1280 rpm
Daerah perputaran yang dilarang ialah 20 % dari perputaran kritis. n = - 10 % . nkr = 1152 rpm n = + 10 % . nkr = 1408 rpm daerah bahaya = 1152 - 1408 rpm
243
Bahan Bd 34
25 SF 4.7 SF 4 20 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3
Diameter (mm)
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
Diameter (mm)
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
Bahan Bd 44
25
Diameter (mm)
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
244
Bahan Bd 50
25
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
Bahan Bd 60
25
Diameter (mm)
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
245
Bahan S 35 C 25
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
Bahan S 40 C
25
Diameter (mm)
20 SF 4
SF 4.7
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
25
Bahan S 45 C
Diameter (mm)
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
246
Bahan S 50 C
25
Diameter (mm)
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
25
Bahan S 55 C
Diameter (mm)
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
Bahan Bd 34
25 SF 4.7 SF 4 20 SF 3.2 SF 2.7 SF 2.3
Diameter (mm)
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
247
Bahan S 30 C
25
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
Bahan S 35 C
25
Diameter (mm)
SF 4.7
20
1 5
1 0
5 5000
1 0000
1 5000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
Bahan S 40 C
25
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
248
Bahan S 45 C
25
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
25
Bahan S 50 C
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
25
Bahan S 55 C
Diameter (mm)
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
249
Bahan Bd 34
25 SF 4.7 SF 4
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
25
Bahan Bd 37
SF 4.7
Diameter (mm)
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
25
Bahan Bd 41
Diameter (mm)
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
250
Bahan Bd 44
25
SF 4.7
Diameter (mm)
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
25
Bahan Bd 50
Diameter (mm)
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000
25
Bahan Bd 60
Diameter (mm)
20
15
10
5 5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
55000