Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

Syndrome gawat nafas atau respiratory distress syndrome (RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini biasanya juga di kenal denga nama hyaline membrane disease (HMD) karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. HMD sering ditemukan pada bayi premature. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu semakin tinggi kejadian HMD pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin tua usia kehamilan semakin rendah kejadian HMD Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Insidens lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan. Selain itu kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan misalnya,ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hyaline membrane disease (HMD) disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, grunting, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 96 jam pertama kehidupan. 2.2 Insidens HMD merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Di US, HMD terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. Insidensinya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi pada bayi matur. Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki. 2.3 Etiologi Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) gangguan atau defisiensi surfactant 2.4 Patofisiologi Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya HMD. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
2

sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional (kapasitas residu fungsional). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Tanpa surfaktan janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang kuat. Akibatnya setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibatnya janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. atelektasis. Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Kolaps paru akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstruksi vaskularisasi pulmonal yag menimbulkan penurunan oksigenisasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobic. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersamasama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas. Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Dengan meningkatnya kelelahan paru ini bayi tidak dapat akan mampua mempertahankan pengembangan sehingga menyebabkan

Penurunan PH menyebabkan vasokontriksi yang makin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan dan perfusi alveolar , PaO2 akan menurun tajam, PH juga akan menurun tajam serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli. 2.5 Manifestasi klinis 1. Takipnea diatas 60x/menit 2. Grunting ekspiratoar 3. Subcostal dan interkostal retraksi 4. Sianosis 5. Nasal flaring

2.6 Diagnosis Bayi kurang bulan disertai adanya takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir. Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score dan Silverman score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada distress nafas, namun ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam. Silverman score Grade 0 1 2 Gerakan dada Dada bawah Retraksi epigastrium Ringan Jelas PCH minimal jelas terdengar stetoskop terdengar stetoskop Grunting pada tanpa

atas (retraksi ICS) Sinkron tertinggal pada Ringan inspirasi see-saw Jelas

2.5 Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan radiologis

Berdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan gambaran yang karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi gambaran retikulogranular halus dari parenkim dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran rontgen normal, gambaran yang tipikal muncul dalam 6-12 hari. menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium HMD yaitu : 1. Stadium 1 : Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara 2. Stadium 2 : Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran paru. 3. Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. 4. Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi

Stadium I

Stadium II

Stadium III

Stadium IV

2. Pemeriksaan laboratorium Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, Ht dan gambaran darah tepi tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. Kultur darah tidak terdapat Streptokokus. Analisis gas darah awalnya dapat ditemukan hipoksemia, dan pada keadaan lanjut ditemukan hipoksemia progresif, hipercarbia dan asidosis metabolik yang bervariasi. 3. Tes kematangan paru a. Tes Biokimia (Lesithin - Sfingomyelin rasio) Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion. b. Test Biofisika (Shake test)

Dilakukan pada bayi yang berusia kurang dari 1 jam, diambil cairan amnion yang tertelan dilambung. Cairan amnion sebanyak 0,5 cc ditambah dengan garam faal 0,5 cc, kemudian ditambah 1 cc alcohol 95 % dicampur dalam tabung. Kemudian dikocok 15 detik, setelah itu didiamkan 15 menit dengan tabung tetap berdiri. Interpretasi hasil : Tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak permukaan artinya paru-paru itu belum matang, resiko HMD 60 % Gelembung 1/3-2/3 permukaan, resiko HMD 20-50% Gelembung > 2/3 artinya paru-paru telah matang, resiko HMD sangat kecil. 2.7 Diagnosis Banding 1. Pneumonia neonatal 2. Transient Tachypnea of The Newborn 3. Sindroma aspirasi mekonium 4. Penyakit lainnya 2.8 Tata Laksana 1. Pemberian surfactant 2. Pastikan jalan nafas bebas 3. Cegah hipoksia dan asidosis dengan oksigenasi yang baik 4. Jaga keseimbangan cairan, asam basa dan elektrolit 5. Cegah hipotermia 6. Cegah hipoglikemi 7. Berikan antibiotik

2.9 Prognosis

Observasi intensif pada bayi baru lahir yang memiliki resiko tinggi dengan segera akan mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat HMD dan penyakit neonatus akut lainnya. Hasil yang baik bergantung pada kemampuan dan pengalaman personel yang menangani dan peralatan yang memadai.

2.10 Pencegahan Yang terpenting adalah mencegah prematuritas, seperti menghindari operasi caesar yang tidak perlu, penganan yang baik dari kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi, prediksi dan terapi intra uterin dari imaturitas paru-paru. Hal-hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kelahiran prematur adalah, ibu yang merokok, abnormalitas ductus Mulerian, ibu yang bekerja terlalu keras selama kehamilan. Pemberian preparat Fe mencegah ibu mengalami anemia, hal ini ternyata dapat mengurangi angka kelahiran prematur. Pemberian kortikostreoid pada wanita hamil 48-72 jam sebelum persalinan dengan janin masa gestasi < 34 minggu menurunkan insidens dan mortalitas akibat HMD. Dapat digunakan betametason atau deksametason intramuscular 1-2 dosis.

BAB III KESIMPULAN Hyaline membrane disease merupakan penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur. Hal ini disebabkan adanya defisiensi surfaktan yang menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi prematur dengan HMD. Surfaktan merupakan terapi yang penting dalam menurunkan angka kematian dan angka kesakitan bayi premature. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya prematuritas, pemberian kortikostreoid pada wanita hamil 48-72 jam sebelum persalinan dengan janin masa gestasi < 34 minggu juga menurunkan insidens dan mortalitas akibat HMD.

DAFTAR PUSTAKA 1. Honrubia.D; Stark.AR. Respiratory Distress Syndrome. Dalam : Cloherthy J, Eichenwald EC, Stark AR,Eds. Manual of Neonatal Care,edisi 5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,2004:341-61. 2. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory Distress Syndrome. Dalam A Manual of Neonatal Intensive Care, Edisi 4.London ; Arnold, 2002:128-78.
3. Pramanik.A.MD.Respiratory

Distress Distress Syndrome.

Syndrome.dari :http://www.emedicine.com/topic 4. Goldenring.J.Respiratory dari : :www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article

10

Anda mungkin juga menyukai