Anda di halaman 1dari 7

PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAK UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT A.

PENDAHULUAN Potensi sumber daya hutan di NTT berdasarkan hasil kementrian kehutanan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi adalah seluas 1.808.981.27 ha atau sekitar38,20 %, dimana terdiri dari kawasan hutan lindung 1.081.364, 53 Ha dan Kawasan budidaya 727.434,74 ha. Kondisi hutan tersebut belum dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat yang bersumber dari eksploitasi hasil hutan berupa kayu. Sebaliknya produk hasil hutan bukan kayu tercatat mampu memberikan kontribusi yang lebih besar. Dengan demikian pengelolaan dan pemanfaatan multi fungsi hutan terutama dari produk hasil hutan bukan kayu perlu ditingkatkan sebagai alternatif sumber pendapatan masyarakat di sekitar hutan.Prospek komoditas hasil hutan bukan kayu memiliki peluang pasar yang potensial sehingga perlu dikembangkan pengusahaannya. Salah satu jenis komoditi hasil hutan bukan kayu yang dapat mendukung peningkatan pendapatan masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan adalah jenis komoditi kutu lak. Kutu lak merupakan mahluk yang tergolong potensi lokal spesifik dan mempunyai pasar yang cerah karena hingga saat ini permintaan pasar domestik dan dunia tiap tahun belum dapat dipenuhi. Usaha pengembangan seedlak atau kutu lak baik melalui program Dinas Kehutanan Kabupaten maupun swadaya masyarakat di Sumba Timur telah lama dilaksanakan yaitu sudah sejak tahun 1992. Namun hasilnya menunjukkan bahwa usaha pengembangan melalui budidaya lak masih harus ditangani dan dikelola secara profesional baik terhadap pohon inang maupun budidaya kutu lak itu sendiri. B. PENGEMBANGAN POHON INANG 1. Jenis Pohon Inang Jenis pohon inang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kutu lak selain juga hama-penyakit dan kondisi lingkungan. Tumbuhan yang paling baik untuk inang kutu lak di Indonesia adalah kesambi (Schleichera oleosa), sedangkan di India Butea monosperma(Ploso) dan Zizypus mauritana selain juga kesambi. Adapun di Thailand tumbuhan jenis Samanea saman yang paling baik digunakan sebagai tanaman inang kutu lak. Selain kesambi, jenis tumbuhan yang bisa

ditulari lak di Indonesia adalah jamuju (Cuscuta australis), Caliandra (Calliandra calothyrsus), Acacia catechu, Acacia filosa, Butea sp, Cajanus cajan, Ficus sp.Perbedaan dalam jenis tumbuhan inang ini mempengaruhi produksi dan kualitas lak cabang yang dihasilkan. Sehubungan pohon inang selalu berfungsi sebagai pendukung kehidupan kutu lak juga sebagai pengawet tanah dan manfaat lain bagi masyarakat, maka disarankan beberapa hal bagi tanaman yang baik , yaitu: a. tumbuh di daerah yang banyak mendapat sinar matahari dan banyak mendapat angin b. tahan terhadap kekeringan c. memberikan pengaruh yang baik terhadap tata air dan bagian lain dari pohon tersebut dapat dimanfaatkan d. dengan cara pemangkasan dapat memberikan tunas e. dapat menyuburkan tanah f. dapat ditumpangsarikan dengan tanaman sela dan tanaman palawija

Jenis pohon yang memenuhi persyaratan dan terbukti mampu ditulari dan tertulari oleh kutu lak dengan hasil yang baik di Sumba Timur adalah kesambi, Bidara atau juga disebut Gom (Zizypus jujuba) dan Beringin (Ficus sp). Jenis kesambi dan gom banyak tumbuh di Sumba Timur. Namun prioritas utama dalam proyek penularan adalah pohon kesambi, sedang pohon gom dan beringin hanya tertular kutu lak oleh angin. Meski kesambi jadi tanaman prioritas dalam budidaya kutu lak namun tidak di semua daerah pohon kesambi dapat digunakan sebagai inang kutu lak. Kondisi iklim turut menentukan keberhasilan pengembangan kutu lak.

2. Prospek Budidaya Pohon Inang Di Nusa Tenggara Timur umumnya dan khususnya di Kabupaten Sumba Timur, pohon kesambi tumbuh secara alami. Pohon kesambi alam yang ada mempunyai kondisi tegakan yang tinggi, biasanya tidak memberi kemudahan bahkan akan menyulitkan dalam kegiatan penularan. Dari kenyataan yang ada bahwa tegakan kesambi alam yang tersebar hampir di setiap Kabupaten dapat tumbuh subur. Dengan memperhatikan persyaratan tumbuh kesambi yang dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0 100 m dpl dan pada kondisi alam Sumba Timur maupun NTT, maka peluang budidaya tanaman

kesambi dapat dilaksanakan. Pengembangan budidaya inang kutu lak memiliki prospek yang sangat cerah mengingat: a. Permintaan lak di dunia sangat tinggi ( 300.000 ton) sedangkan produksi Indonesia baru mencapai sekitar 200.000 ton b. Penggunaan lak sangat luas sebagai bahan baku industri obat, makanan, furniture, moulding dan sebagainya c. Secara alami kesambi, bidara/gom merupakan tumbuhan alami di NTT dan banyak tumbuh di Kabupaten Sumba Timur maka permudaan alam maupun buatan sangat mudah. 3. Pemeliharaan Pohon Inang Pohon inang sebagai tempat tumbuh kutu lak harus dipelihara pertumbuhannya selain juga untuk pertumbuhan dan tempat hidup kutu lak. Untuk mendapatkan tegakan pohon inang yang memenuhi persyaratan penularan kutu lak maka diperlukan pemeliharaan yaitu: a. Pembersihan ranting-ranting kecil dan tumbuhan liar yang merambat pada pohon inang dengan cara cabang yang kena penyakit dan mengandung parasit harus dibuang, dan tunas yang kurang sehat, kecil dan bergelombang harus dibersihkan sehingga yang dipelihara adalah tunas baru. b. Babat tumbuhan bawah dan liar untuk mengurangi pesaing unsur hara yang dibutuhkan pohon inang juga untuk memudahkan pekerja dalam melaksanakan tugas dan menghilangkan sarang parasit untuk menciptakan aliran udara yang baik bagi perkembangan kutu lak c. Pemberantasan hama penyakit agar pohon inag terpelihara, yang dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi dengan insektisida.

C. BUDIDAYA KUTU LAK Budidaya lak cabang secara umum terdiri dari 2 kegiatan pokok, yaitu penyiapan pohon inang dan pelaksanaan budidaya kutu lak. Kegiatan penyiapan pohon inang berupa kegiatan dalam menyiapkan tanaman inang sebagai tempat hidup dan persediaan makanan kutu lak. Budidaya kutu lak sendiri berupa kegiatan yang dimulai

dari seleksi bibit dan penularan, pemeliharaan dan panen. Disini hanya dibahas budidaya kutu lak saja, karena masalah pohon inang sudah dibahas tersendiri. Kegiatan seleksi bibit bertujuan untuk mendapatkan bibit dengan kualitas yang baik. Dasar seleksi adalah ukuran panjang, kekompakkan, tebal dan kesehatannya. Lapisan lak cabang sebagai bibit biasanya berat dan penuh dengan tonjolan stik mata (lubang pernapasan) yang cukup banyak, nampak basah, bulat dan tidak terputus-putus. Apabila lak cabang tebal tapi ringan sekali maka didalamnya mengandung banyak larva parasit atau predator. Lak cabang bebas predator ditandai dengan tidak terdapat saluran tertutup oleh jaringan pada lapisan lak. Tidak mengandung parasit ditandai dengan tidak terdapat lubang-lubang kecil untuk pernapasan pada lapisan lak Setelah seleksi selesai bibit dimasukkan dalam kantong kasa dengan berat tiap satu kasa adalah 100 gram. Tujuan penggunaan kasa adalah untuk mencegah larva predator keluar dari kantong tersebut mati sehingga kutu lak yang berukuran lebih kecil dari lubang kain kasa dapat keluar. Selain itu kantong tersebut juga untuk menjaga agar bibit tidak rusak. Penularan bibit dilakukan dengan cara mengikatkan kantong bibit pada cabang tanaman inang berukuran diameter 5 cm atau lebih agar kutu dapat mengembara mencari tempat yang cocok, menempel dan berkembang pada inang tersebut. Menurut Bambang (2002), sebenarnya kegiatan penularan dapat dilakukan sepanjang tahun. Namun pada bulan oktober desember akan menghasilkan bibit yang prematur, yaitu panen hanya memerlukan waktu 100 121 hari dengan kualitas lak cabang yang dihasilkan biasanya kurang baik. Pemeliharan dilakukan selama menunggu masa panen sampai usia 3 bulan setelah tularan dilakukan. Pemeliharaan bertujuan untuk mengusir, mencegah predator dan parasit memakan kutu lak. Setelah berumur 3 bulan, pemeliharaan tidak diperlukan karena kutu lak sudah mampu bertahan hidup. Kegiatan pemeliharaan meliputi pemeliharaan rutin, prefentif dan represif. Pemanenan meliputi dua kegiatan yaitu pungutan lak cabang yang sudah ditularkan kutunya dengan waktu 3 minggu setelah tular dan pemanenan lak cabang hasil tular yang biasanya berumur 150-160 hari atau tergantung bulan penularan atau 3 hari sebelum waktu swarming. Cara pemanenan lak cabang hasil tularan dengan jalan memotong seluruh cabang atau ranting pohon. Beberapa tanda sebelum swarming dan siap dipanen adalah adanya butiran pada kutu lak betina (kurang 3-4 minggu), kemudian

tampak adanya retakan pada lapisan sekresi (kurang 2-3 minggu) dan lapisan sekresi mudah lepas dari rantingnya (kurang 2 minggu). Tanda-tanda lain adalah hilangnya lilin yang menyelubungi lapisan sekresi sehingga lapisan ini berwarna merah segar, atau bila kita ambil pupa kutu lak apabila sudah merah menggumpal bukan cair maka siap dipanen. Lak hasil panen dipisahkan antara untuk bibit dan bukan bibit. Pola budidaya lak di Sumba Timur menurut hasil penelitian Kurnaedi dan Widnyana (2003) tidak mengikuti tahapan umum yang digunakan Perhutani maupun PT Kusambi Sarana Primadona tetapi hanya dengan penularan yang pertama dan selanjutnya pemanenan. Selanjutnya diungkapkan alasan para petani kutulak tersebut adalah : a. Adanya keterbatasan lahan, sebagian besar lahan di lokasi penelitian merupakan kawasan hutan negara. Dengan demikian petani enggan menanam kesambi, karena mengingat umur kesambi siap tular 12 tahun atau berumur panjang sehingga berpikiran belum tentu yang menanam akan menjadi pemilik dan memanen produknya. b. Adanya keterbatasan modal dan tenaga kerja. Petani di sekitar lokasi budidaya umumnya adalah petani marginal maka sangat sulit menambah input produksinya sehingga tahapan yang dilakukan diupayakan seminimal mungkin c. Adanya penilaian dari petani lak bahwa tahapan kegiatan tertentu tidak berpengaruh terhadap produk lak cabang yang dihasilkan. Petani tidak melakukan budidaya pohon inang karena menganggap bahwa jenis inang kesambi banyak tumbuh secara alam. Selain itu tahapan persiapan pohon inang berupa pembersihan tanaman pengganggu dan pemangkasan untuk mendapatkan tunas baru pun tidak dilakukan. Ketergantungan pada pohon inang yang tumbuh secara alam, akan berakibat kurang menguntungkan karena pohon inang akan bertambah tua dan sulit menyediakan cabang atau ranting yang cocok untuk budidaya kutu lak. Bahkan ditakutkan terjadinya kepunahan kutu lak. Petani yang mengusahakan seedlak hanya melakukan penularan bibit pada awal atau hanya dilakukan satu kali saja kemudian pohon yang ditulari diberi tanda dan setelah itu ditinggalkan sampai saatnya panen. Penularan berikutnya tergantung pada penularan alami (liar), dimana akan menyebabkan sulitnya mengetahui ketepatan

waktu panen. Waktu panen lak yang biasa dilakukan di Sumba Timur adalah kira-kira 3 bulan (dihitung dari waktu panen sebelumnya) sementara di pulau-pulau lain membutuhkan waktu 5 bulan (Alor) dan 5,5 bulan (Jawa, Probolinggo). Selain hal-hal tersebut, tidak dilakukannya pemeliharaan yang intensif pada tanaman inang maupun tularan menyebabkan kualitas dan kuantitas lak yang dihasilkan menjadi semakin rendah. Menurut Pakan dkk (1999) pemeliharaan baru terbatas pada usaha pe,bersihan pohon inang dan pemangkasan ranting-ranting tua atau mati. Sebagai salah satu dampak tidak dilakukannya pemeliharaan adalah tumbuhnya cendawan yang menempel pada lak yang menyebabkan seedlak berwarna hitam dan bermutu sangat rendah. Produksi lak di Sumba Timur tertinggi pada tahun 2002 selanjutnya menurun (Data perkembangan produksi lak Sumba Timur dan NTT ada pada lampiran 1). Masalah kualitas lak yang dihasilkan dari Sumba Timur dikeluhkan oleh para konsumen karena berwarna lebih gelap dan mudah menggumpal. Berikut ini dikemukakan secara umum permasalahan yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuntitas lak yaitu: a. Masyarakat petani masih awam dalam penularan dan penanganan pasca panen b. Penularan bibit lak tidak dilakukan secara berkesinambungan sehingga dikuatirkan suatu saat akan kehabisan bibit c. Pohon kesambi tumbuh secara alami dan penularan juga secara alami sehingga sulit mengetahui ketepatan waktu panen d. e. Tidak dilakukan pemeliharaan yang intensif pada tanaman inang dan tularan Pohon kesambi sebagian sudah berumur tua sehingga sulit menghasilkan ranting yang cocok f. Belum adanya budidaya kesambi dan terjadinya penebangan pohon kesambi oleh masyarakat untuk keperluan kayu bakar g. Pendampingan oleh instansi terkait belum optimal

E. KESIMPULAN Hasil hutan bukan kayu berupa seedlak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka perlu diupayakan agar optimal dalam pengembangan budidaya lak, baik melalui usaha budidaya tanaman inang, pengembangan budidaya ke jenis tanaman inang lain dan optimal dalam tahapan kegiatan budidaya kutu lak.

DAFTAR PUSTAKA

Asep, MD dan Intari, SE., 1995. Jenis Pohon Inang Alternatif Kutu Lak di BKPH Taman dan Sukapura KPH Probolinggo Jawa Timur. Majalah Duta Rimba, XX(185-186): 15-20 Perum Perhutani. Jakarta Bambang Wiyono, 2002, Pengusahaan Lak Cabang di Indonesia, Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol 3 No.1 Tahun 2002: 95-107 Green, CL., 1995. Natural Colourants and Dyestuffs: a Review of Production, Markets and Development of Potentials. Non Wood Forest Product 4. FAO-Roma Iqbal,M., 1993. International Trade in Non Wood Forest Product: on Review FAO. Working Paper No. 11 tahun 1993 Kurnaedi, R. dan M. Widnyana, 2003. Pengusahaan Steacklac dan Budidaya Kutu Lak. Buletin Penelitian Kehutanan 643: 25-32. Pane, SJ., 1978. Proyek Lak di KPH Banyukerto Probolinggo. Skripsi Sarjana Muda Akademi Ilmu Kehutanan Bandung. Tidak diterbitkan. Pp: 16-20 Radijanto, SBI. 1979. Model untuk penaksiran Lak pada Tanaman Inang Kesambi. Majalah Duta Rimba Nomor 31/V/1979. Pp : 13-23

Anda mungkin juga menyukai