Anda di halaman 1dari 17

KAJIAN PUSTAKA

Perkembangan Obat Antiradang Bukan Steroid


Rahmana Emran Kartasasmita E-mail: kartasasmita@fa.itb.ac.id, emran_kartasasmita@yahoo.de

Abstrak
Obat antiradang bukan steroid telah digunakan dalam pengobatan sejak lebih dari satu abad yang lalu. Penemuan mekanisme kerja golongan obat ini, yaitu penghambatan enzim siklooksigenase yang terdapat dalam dua isoform - siklooksigenase-1 dan -2, telah mempercepat upaya pengembangan obat ini terutama penghambat selektif enzim siklooksigenase-2. Disamping itu, dengan diketahuinya efek protektif radikal oksida nitrat (NO) pada saluran cerna, telah membuka strategi lain dalam pengembangan golongan obat ini, yaitu melalui penambahan moieties donor NO pada molekul obat antiradang bukan steroid klasik. Penambahan donor NO dimaksudkan untuk mengkompensasi efek samping merugikan pada saluran cerna yang disebabkan oleh penghambatan biosintesis prostaglandin. Kata kunci: Obat antiradang bukan steroid, siklooksigenase, oksida nitrat (NO)

Abstract
Since more than one hundred years ago, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) have been used in the therapy. The discovery of the action mechanisms of these drugs which based on their inhibition activities on cyclooxygenase, an enzyme existing in two isoforms -cyclooxygenase-1 and -2, have accelerated the development of these drugs, mainly the selective inhibitors of cyclooxygenase-2. Further more, the protective effects of nitric oxide (NO) radical on gastrointestinale tract have opened another strategy in the development of these drugs, i.e. through the addition of NO donor moieties on classical NSAIDs molecules. The addition of NO donor moieties are aimed to compensate the adverse effects of NSAIDs on gastrointestinale tract caused by inhibition of prostaglandine biosynthesis. Key words: Non steroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs), cyclooxygenase, nitric oxide (NO) Unit Bidang Ilmu Kimia Medisinal/Farmasi Analisis, Departemen Farmasi, FMIPA ITB, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia

Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 75

1. Peranan obat antiradang bukan steroid dalam pengobatan Obat antiradang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non streroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer, memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Pada tahun 1899 asam asetil salisilat sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang yang kuat untuk pertama kalinya digunakan dalam pengobatan simptomatis penyakit-penyakit rematik [1,2]. Pada tahun-tahun berikutnya mulai digunakan obat-obat lain untuk tujuan pengobatan yang sama, antara lain fenilbutazon (1949), indometasin (1963), dan ibuprofen (1969) [1]. Obat antiradang bukan steroid diindikasikan pada penyakit-penyakit rematik yang disertai radang seperti rheumatoid- dan osteoartritis untuk menekan reaksi peradangan dan meringankan nyeri [1,3,4]. Dibandingkan dengan obat antiradang bukan steroid yang lain, penggunaan asam asetil salisilat jauh lebih lebih banyak, bahkan termasuk produk farmasi yang paling banyak digunakan dalam pengobatan dengan kebutuhan dunia mencapai 36.000 ton/tahun [2]. Di samping sebagai obat antiradang, asam asetil salisilat memiliki peranan lain dalam terapi obat yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebagai zat penghambat agregasi trombosit [5]. Telah diketahui, bahwa agregasi trombosit diregulasi oleh kesetimbangan produksi prostasiklin (PGI2) dan tromboksan A2 (TXA2). Prostasiklin diproduksi di dalam dan dibebaskan dari sel-sel endotel dinding pembuluh darah, sedangkan tromboksan dibentuk di dalam trombosit. Prostasiklin merupakan vasodilator dan penghambat agregasi trombosit, sebaliknya tromboksan mendorong terjadinya agregasi trombosit. Berbeda dengan obat antiradang bukan steroid lainnya, asam asetil salisilat merupakan inhibitor ireversibel siklooksigenase dengan mekanisme kerja melalui asetilasi residu asam amino pada enzim tersebut (lihat bab 2). Karena laju biosintesis enzim siklooksigenase di dalam trombosit berlangsung lambat, maka enzim yang telah diinaktifasi oleh reaksi asetilasi tersebut tidak akan tergantikan lagi selama waktu hidup trombosit (ca. 5 hari), sedangkan aktivitas siklooksigenase di dalam sel endotel relatif cepat dipulihkan kembali melalui biosintesis enzim tersebut sehingga produksi prostasiklin praktis tidak terganggu [5]. 2. Mekanisme kerja obat antiradang bukan steroid Mekanisme kerja obat ini dapat diterangkan dengan mengikuti alur biosintesis prostaglandin. Prostaglandin merupakan kelompok senyawa turunan asam lemak prostanoat (C20) yang rantai atom karbonnya pada nomor 8-12 membentuk cincin siklopentan. Saat ini dikenal prostaglandin A sampai I yang dibedakan oleh substituen yang terikat pada cincin siklopentan. Struktur asam prostanoat dan beberapa contoh prostaglandin dapat dilihat pada gambar 1. Pada manusia, asam arasidonoat (asam 5,8,11,14-Eikosatetraenoat) merupakan prazat terpenting untuk mensintesis prostaglandin [6].
76 Acta Pharmaceutica Indonesia

(a)
9 10 11 8 12 7 6 13 14 15 5 4 16 3

(b)
COOH
2 18 17 1

20

O R1 A R2 D

HO R1 F O R2

HO R1 R2 HO

19

CH3

Asam prostanoat

(c)
O
1.

O R1 COOH CH3 B R2 E

O R1 G+H R2 HO O R1 R2 O R1

HO

PGE1

OH O HO R1 COOH CH3 C R2 F R2 HO HO COOH CH3 OH R1 I O

O
2.

R2

HO

PGE2

OH R1=

HO
3.

COOH CH3 PGF2 OH

R2=

HO

Gambar 1. :

Struktur prostaglandin: (a) rangka karbont asam prostanoat, (b) struktur parsial prostaglandin A sampai I, (c) struktur prostaglandin E1, E2 dan F2 (menurut [6], dimodifikasi ).

Terdapat dua jalur utama reaksi-reaksi yang dialami oleh asam arasidonoat pada metabolismenya, yaitu jalur siklooksigenase yang bermuara pada prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan serta jalur lipoksigenase yang menghasilkan asamasam hidroperoksieikosatetraenoat (HPETE) seperti ditunjukkan oleh gambar 2.

Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 77

COOH CH3 Asam arasidonoat

Jalur siklooksigenase Prostaglandin

Jalur lipoksigenase OOH H3C COOH Asam 5-hidroperoksieikosatetraen (5-HPETE) Leukotrien

HOO H3C COOH Asam 12-hidroperoksieikosatetraen (12-HPETE) HOO H3C COOH Asam 15-hidroperoksieikosatetraen (15-HPETE)

Gambar 2: Jalur metabolisme asam arasidonoat (menurut [6], dimodifikasi ) Reaksi tahap pertama jalur siklooksigenase dikatalisis oleh dua jenis enzim, yaitu siklooksigenase dan hidroperoksidase (gambar 3) [6]. Obat antiradang bukan steroid menghambat biosintesis prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase [6]. Khusus asam asetil salisilat, seperti sudah dijelaskan pada bab 1, bukan hanya menghambat melainkan memblok secara ireversibel enzim siklooksigenase melalui reaksi asetilasi residu serin-529 atau 516 (lihat bab 3, tabel 1) pada enzim tersebut [1,5]. Karena prostaglandin berperanan penting pada timbulnya nyeri, demam, dan reaksi-reaksi peradangan, maka obat antiradang bukan steroid melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase, mampu menekan gejala-gejala tersebut. Namun demikian, prostaglandin juga berperanan penting pada prosesproses fisiologis normal dan pemeliharaan fungsi regulasi berbagai organ.

78 Acta Pharmaceutica Indonesia

COOH CH3

O2

Siklooksigenase Dihambat oleh obat antiradang bukan steroid

COOH . O O O2 CH3

O O OOH

COOH CH3

PGG2 2GSH Hidroperoksidase GSSG O O OH PGH2

COOH CH3

Gambar 4: Biosintesis prostaglandin dari asam arasidonoat (menurut [6], dimodifikasi)

Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 79

Pada selaput lendir traktus gastrointestinal, prostaglandin berefek protektif [7,8]. Prostaglandin meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis, termis atau kimiawi [8]. Dalam suatu telaah telah ditunjukkan, bahwa pengurangan prostaglandin pada selaput lendir lambung memicu terjadinya tukak. Hal ini membuktikan peranan penting prostaglandin untuk memelihara fungsi barier selaput lendir [8,9,10]. Dengan demikian, mekanisme kerja obat antiradang bukan steroid sekaligus menjelaskan profil efek utama maupun efek samping obat ini terutama toksisitasnya pada traktus gastrointestinal yang membatasi penggunaan obat ini. 3. Siklooksigenase-1 dan -2 Awal tahun 90-an ditemukan bahwa enzim siklooksigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) [1,8]. Kedua isoform berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah [1]. Bertolak belakang dengan COX-1, COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis atau onkogenesis [1]. Setelah stimulasi tersebut lalu terbentuk prostanoid yang merupakan mediator nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah kepada hipotesis, bahwa COX-1 mengkatalisis pembentukan prostaglandin baik yang bertanggung jawab menjalankan fungsifungsi regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalisis pembentukan prostaglandin jahat yang menyebabkan radang [1]. Sehubungan dengan hipotesis tersebut maka toksisitas obat antiradang bukan steroid klasik pada saluran gastrointestinal disebabkan oleh hambatan tidak selektif obat tersebut terhadap aktifitas COX-1 dan COX-2. Namun demikian, pada penelitian lanjutan ditemukan bahwa COX-2 ternyata tidak hanya indusibel melainkan juga konstitutif dan terdapat pada berbagai jaringan. Pada kondisi fisiologis ekspresi konstitutif COX-2 ditemukan pada ginjal [11], pembuluh darah [12], paru-paru [13], tulang [13], pankreas [14], sumsum tulang belakang [15] dan selaput lendir lambung [16]. Nampaknya COX-2 bukan hanya pada kondisi patofisiologis melainkan juga pada kondisi fisiologis normal memiliki peranan penting. Akhirnya COX-1 diformulasikan sebagai enzim konstitutif yang mempertahankan fungsi-fungsi homeostatis, sedangkan COX-2 sebagai enzim regulator yang memiliki fungsi fisiologis maupun patofisiologis. Karakteristika enzim siklooksigenase-1 dan 2 dapat dilihat pada tabel berikut:

80 Acta Pharmaceutica Indonesia

Tabel 1: Karakteristika siklooksigenase-1 dan -2 (dikutip dari [1] ) Parameter Ukuran gen Ekson Kromosom mRNA Regulasi mRNA Induktor Jumlah asam amino Lokasi Kofaktor Tempat pengikatan asam asetil salisilat Spesifisitas substrat Aktivitas Siklooksigenase-1 22 kb 11 9q32 q33,3 2,8 kb konstitusi 599 Membran inti 1 mol Heme Serin-529 Asam arasidonoat, asam linoleat 23 mmol asam arasidonoat/mg/menit Siklooksigenase-2 8,3 kb 10 1q25,2 q25,3 4,1 kb indusibel Sitokin, LPS 604 Membran inti 1 mol Heme Serin-516 Asam arasidonoat, asam linoleat, asam eikosapentenoat 11 mmol asam arasidonoat/mg/menit

4. Inhibitor selektif siklooksigenase-2 Strategi pertama untuk mengurangi toksisitas obat antiradang bukan steroid klasik adalah penghambatan selektif COX-2. Karena semua obat antiradang bukan steroid klasik merupakan inhibitor tidak selektif COX-1 dan COX-2 (Gambar 5), maka diusahakan membuat senyawa yang dapat menghambat aktifitas COX-2 secara selektif.
COOH O O 1 CH3 H3C 2 O H3C O 3 Cl O O N N CH3 COOH

COOH N Cl H Cl H3C 4 5 CH3 CH3 COOH H3C O 6 H CH3 COOH

Gambar 5: Beberapa contoh obat antiradang bukan steroid klasik(NSAIDs): asam asetil salisilat 1, fenilbutazon 2, indometasin 3, diclofenak 4, ibuprofen 5, naproksen 6 Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 81

Secara struktural terdapat beberapa golongan inhibitor selektif COX-2, yaitu: (1) turunan karbosiklis dan Heterosiklis yang terikat visinal dengan moieties aril, (2) turunan diaril- atau aril/heteroaril-eter dan tioeter, (3) turunan cis-stilben, serta (4) keton diaril dan aril/heteroaril [1]. Sampai tahun 2000 telah berhasil disintesis sekitar 500 senyawa inhibitor selektif COX-2 [1]. Dua dari senyawa tersebut, celecoxib dan rofecoxib yang merupakan turunan karbosiklis dan Heterosiklis, telah lolos uji klinik dan telah dipasarkan. Struktur molekul celexoib dan rofecoxib dapat dilihat pada gambar berikut:
O H2N S N N CF3 O O F 7 8 O O H3C S O

H3C

Gambar 6: Struktur molekul celecoxib 7 dan rofecoxib 8

Pada penanganan pasien-pasien osteo- dan rheumatoidarthritis, inhibitor selektif COX-2 menunjukkan kerja antiradang yang setara dengan obat antiradang bukan steroid klasik tetapi dengan toksisitas lebih ringan pada saluran gastrointestinal [4]. Namun demikian, dilaporkan pula adanya kecendrungan peningkatan tekanan darah sebagai efek samping inhibitor selektif COX-2 [17]. Dari fakta tersebut timbul pertanyaan, apakah inhibitor selektif COX-2 benar-benar toksisitasnya lebih ringan sehingga lebih aman digunakan atau bahkan memiliki efek merugikan lain yang berbeda dari efek merugikan yang disebabkan oleh obat anti radang bukan steroid klasik. Permasalahan tersebut mungkin baru bisa terjawab tuntas di masa mendatang melalui evaluasi penggunaan dan monitoring efek samping obat. 4. Peranan NO dalam proses fisiologis Furchgott dan Zawadzki [18] melaporkan hasil penelitian mereka bahwa senyawa yang memiliki kerja vasodilator kuat, misalnya asetil kolin, tidak mampu mendilatasi preparat pembuluh darah bila sel-sel endotel preparat pembuluh darah tersebut sebelumnya dihilangkan secara mekanis. Dengan demikian, kerja senyawa vasodilator tidak langsung merelaksasi otot polos pembuluh darah melainkan menstimulasi lapisan sel endotel untuk melepaskan senyawa lain yang disebut Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF). Senyawa inilah yang akhirnya bekerja sebagai vasodilator. Kelompok peneliti Moncada [19] dan Ignaro [20] berhasil membuktikan bahwa EDRF identik dengan oksida nitrat (NO) baik secara kimiawi maupun dari segi karakteristik aktivitas biologinya. NO merupakan radikal bebas berwujud gas dan
82 Acta Pharmaceutica Indonesia

labil. Secara endogen NO disintesis melalui reaksi redoks pengubahan asam amino L-arginin menjadi L-sitrulin yang dikatalisis oleh enzim NO sintase. NO sintase (NOS) merupakan isoenzim dan telah dikenal beberapa jenis yaitu NOS I, II, dan III. NOS I juga disebut neuronal constitutive NOS (ncNOS) sedangkan NOS III disebut endothelial constitutive NOS (ecNOS). Masing-masing enzim tersebut mengkatalisis pembentukan NO di dalam sel-sel saraf dan endotel serta selalu ada di dalam kedua jenis sel tersebut, sehingga merupakan enzim konstitutif. Kedua enzim tersebut dapat diaktifkan secara kimiawi, misalnya melalui stimulasi oleh trombin, adenosin-5`-trifosfat, dan histamin ; atau secara mekanis, misalnya bila terjadi penyumbatan aliran darah (shear stress). Pengaktifan NO sintase terjadi melalui pengikatan enzim tersebut dengan calmodulin yang sebelumnya telah berikatan dengan ion kalsium bebas yang terdapat dalam cairan intra sel [21]. NOS II atau inducible NOS (iNOS) merupakan enzim yang dibentuk bila ada stimulasi eksogen. Disamping itu, iNOS merupakan enzim yang tidak tergantung dari kalsium walaupun enzim tersebut juga memiliki tempat pengikatan untuk kalmodulin. Ekspresi genetik enzim ini ditemukan antara lain pada sel-sel makrofag, otot polos, berbagai tumor, endotel, sel-sel yang memproduksi insulin, fibroblas dan lain-lain [21]. Kerja vasodilator NO terjadi melalui pengaktifan guanilat siklase (GC), yaitu setelah NO berdifusi ke dalam sel-sel otot polos berikatan dengan gugus heme dari guanilat siklase terlarut. Selanjutnya enzim guanilat siklase yang telah aktif akan mengkatalisis pembentukan guanosin monofosfat siklik (cGMP) dari guanosin trifosfat (GTP). Peningkatan konsentrasi cGMP akan mengaktifkan pompa kalsium untuk mengeluarkan kalsium intra sel sehingga terjadi penurunan konsentrasi kalsium intra sel dan terjadi dilatasi pembuluh darah. Disamping itu, peningkatan konsentrasi cGMP juga akan mengaktifkan protein kinase tergantung cGMP sehingga mampu mengkatalisis fosforilasi protein tertentu dan mendefosforilasi rantai miosin ringan. Kedua reaksi tersebut juga menyebabkan relaksasi otot polos [22,23,24,25,26]. Sekarang telah diketahui, bahwa NO bukan hanya meregulasi tekanan darah tetapi berperanan pula dalam berbagai proses fisiologis maupun patofisiologis [27]. Konturek et al. melaporkan hasil penelitiannya mengenai tukak lambung bahwa penghambatan produksi NO endogen oleh inhibitor NO sintase menyebabkan penurunan Gastric Blood Flow (GBF) ke lokasi tukak sehingga memperlambat penyembuhan tukak [28]. Sebaliknya pada percobaan lain dapat ditunjukkan bahwa GBF ke lokasi tukak dapat ditingkatkan dan penyembuhan tukak dapat dipercepat dengan pemberian asam amino L-arginin yang merupakan subtrat NO sintase atau gliserin trinitrat (GTN) yang merupakan donor NO [29]. Efek protektif NO di dalam traktus gastrointestinal telah dimanfaatkan untuk mengkompensasi efek
Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 83

samping obat anti radang bukan steroid yang disebabkan oleh penghambatan biosintesis prostaglandin. 5. Senyawa nitrat organik sebagai donor NO Walaupun senyawa nitrat organik telah digunakan sejak lama pada pengobatan sistem sirkulasi, terutama GTN pada penanganan angina pektoris, namun mekanisme kerja obat tersebut baru dapat diterangkan dengan tuntas pada tahun 80-an. Sehubungan dengan pembuktian, bahwa EDRF identik dengan NO yang merupakan vasodilator endogen, menjadi jelas bahwa kerja farmakologi nitrat organik melalui pelepasan NO. Di dalam tubuh NO akan dimetabolime secara reduktif menjadi NO lalu memicu reaksi-reaksi lanjutan yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah, sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Dengan demikian nitrat organik merupakan pro drug. Menurut hasil-hasil penelitian terbaru, metabolisme nitrat organik menjadi NO juga terjadi melalui serangkaian reaksi dan melibatkan sistem redoks NAD(P)H/NAD(P)+, glutathion (GSH) dan glutathion-S-alkyltransferase (GSH-S-Transferase). Salah satu model metabolisme pengaktifan nitrat organik menurut Wong dan Fukuto ditampilkan dan diringkaskan sebagai berikut (Gambar 8) [30]: GSNO dapat membentuk NO melalui dua mekanisme yang berbeda. Pada mekanisme pertama, GSNO bereaksi dengan NADH membentuk GSH dan hidrida nitrosil (HNO) (Gambar 9, (1)). HNO yang terbentuk bereaksi lagi dengan GSNO menghasilkan dua mol NO (Gambar 9, (2)) [31]. Bila terdapat NADH dan dihidroflavin mononukleotida (FMNH2) atau flavin mononukleotida (FMN), pelepasan akan meningkat, karena pembentukan NO dibantu oleh mekanisme lain seperti ditunjukkan pada gambar 9, reaksi (3) dan (4) [32]. Disamping itu, Fukuto et al. berhasil membuktikan bahwa NO dapat terbentuk dari hasil reaksi HNO dan FMN [32]. Namun demikian perlu ditekankan, bahwa metabolisme nitrat organik yang bermuara pada NO hanya merupakan jalur sampingan. Jalur utama metabolisme nitrat organik melalui reaksi hidrolisis menghasilkan nitrat anorganik diikuti dengan reaksi reduksi mengasilkan nitrit anorganik [30]. Hal ini merupakan salah satu penjelasan mengapa dosis efektif obat golongan nitrat organik sangat bervariasi, misalnya dosis tunggal GTN hanya 1 mg sedangkan pentaeritritil tetranitrat (PETN) mencapai 80 mg.

84 Acta Pharmaceutica Indonesia

NAD(P)H

NAD(P)

Relaksasi otot polos

Flavoprotein (FMN) RONO2 RONO2 RONO GSH Ekstraselular Intraselular

GTP

cGMP

Pengaktifan guanilatsiklase

GSH-S-Transferase ROH + GSNO NO

Gambar. 8: Reaksi reduksi nitrat organik menjadi oksida nitrat (NO) menurut [30], gambar dimodifikasi ) 1. Nitrat organik yang berada dalam aliran darah akan berdifusi ke dalam selsel otot polos pembuluh darah. 2. Nitrat organik direduksi oleh flavoprotein menjadi nitrit organik 3. Organik nitrit dan GSH endogen, dikatalisis oleh GSH-S-tranferase, bereaksi membentuk glutanitrosotiol (GSNO) yang melalui mekanisme reaksi tertentu akhirnya akan melepaskan NO. GSNO GSNO GSNO GSNO HNO + + + + + NADH HNO FMNH2 FMN. FMN NAD+ + GSGSN(OH)NO GS- + FMN. GS- + FMN NO + FMN. + + + + HNO GSH + 2NO NO + 2H+ NO H+ (1) (2) (3) (4) (5)

Gambar 9: Reaksi-reaksi yang mungkin terlibat dalam pembentukan NO dari GSNO dan atau HNO menurut [31,32] 6. Toleransi terhadap nitrat Fenomena toleransi terhadap nitrat telah diketahui sejak lama [33,34,35]. Efektivitas kerja farmakologi obat golongan nitrat organik menurun drastis tergantung dari dosis dan frekuensi pemberian [36]. Walaupun penyebab toleransi
Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 85

terhadap nitrat organik ini belum diketahui dengan pasti, terjadinya kejenuhan sistem reduksi endogen merupakan salah satu penyebab yang banyak didiskusikan dalam literatur [36]. Sistem reduksi endogen yang mengalami kejenuhan dapat diregenasi kembali dalam beberapa jam. Secara klinis telah diketahui, bahwa toleransi terhadap nitrat dapat dicegah atau diminimalkan bila pemberian nitrat diatur sedemikian rupa sehingga selama pengobatan ada rentang waktu dengan konsentrasi nitrat minimal di dalam plasma [37]. Karena metabolisme pengaktifan nitrat organik melibatkan sistem redoks NAD(P)H/NAD(P)+, GSH, dan GSH-S-transferase [31], maka suatu senyawa nitrat organik diharapkan akan bebas toleransi bila senyawa tersebut, independen dari sistem reduksi dan senyawa tiol endogen, dapat melepaskan NO. Secara eksperimental telah ditunjukkan, molekul hibrid SPM 3672 yang merupakan turunan N-nitratoasilsistein (Gambar 10) hasil riset perusahaan farmasi Schwarz Pharma, Jerman, secara spontan mampu melepaskan NO, setara dengan pelepasan NO dari isosorbid mononitrat (ISMN) dengan penambahan sistein. Dibandingkan dengan GTN, dilatasi arteri dan vena babi yang terjadi setelah pemberian SPM 3672 berlangsung lebih lama. Pada percobaan toleransi silang, SPM 3672 mampu mendilatasi arteri koroner babi yang sebelumnya telah diberi perlakuan dengan GTN, setara dengan arteri koroner babi tanpa perlakuan dengan GTN. Hasil percobaan ini menunjukkan peranan senyawa tiol bebas untuk mencegah toleransi terhadap nitrat. Pada percobaan in vivo menggunakan anjing sebagai hewan percobaan, SPM 5185, senyawa lain hasil riset Schwarz Pharma yangmerupakan turunan N-nitratoasilalanilsistein (Gambar 10), mampu menurunkan tekanan darah lebih lama tetapi lebih lemah dari GTN [36].

CH3 O O O2NO N H3C CH3 H SH O OC2H5 13 O2NO O N H3C CH3 H S O OC2H5 14 N H

O CH3

Gambar 10: Struktur molekul SPM 3672 13 dan SPM 5185 14

86 Acta Pharmaceutica Indonesia

O O NH Cl Cl

ONO2 H CH3 O O ONO 2

H3C

O 10

9 CH3 CH3 H3C 11 O O ONO 2

CH3 O O F 12 ONO 2

CH3 CH3 H3C 13 O O O N O SO2 + _ N O

O 2NO H3 C H3C H O N O O CH3 S CH3


14 O2NO H3C H3C H O N O H H O CH3 S CH3 15 O CH3 CH3

CH3

Gambar 11: Beberapa contoh senyawa NO-NSAIDs: 4-nitratobutylesterdari diklofenak 9 dan naproksen 10, 3-nitratopropilester dari Ibuprofen 11, nitratobutilester dari ibuprofen 12, 3-(3-(Benzensulfonyl)-furoxan-4-yloxy)propylester dari Ibuprofen 13, trihibrida Nnitratopivaloil-S-2-(6-metoksi-2-naftil)propanoil-sisteinetil ester 14, dan N-nitratopivaloil-S-2-(4-isobutilfenill)propanoil-sisteinetil ester 15

7. Senyawa hibrida obat antiradang bukan steroid dengan donor NO (NONSAID) Strategi kedua untuk mengurangi toksisitas obat antiradang bukan steroid adalah donasi NO, karena NO, seperti halnya prostaglandin, pada selaput lendir traktus gastrointestinal berefek protektif (lihat bab 4). Para peneliti berupaya mensintesis senyawa dihibrid yang dinamakan NO-NSAIDs dari obat anti radang bukan streroid klasik dan donor NO. Beberapa senyawa hibrid tersebut telah berhasil disintesis dan dipublikasikan dalam berbagai literatur. Senyawa-senyawa tersebut pada percobaan in vivo menggunakan tikus memperlihatkan kerja anti radang yang setara dengan obat anti radang bukan steroid klasik tetapi toksisitasnya pada selaput lendir traktus gastrointestinal jauh lebih ringan [38,39,40,41,42].
Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 87

Disamping itu, untuk mencegah toleransi terhadap nitrat organik dan penurunan tekanan darah yang terlalu kuat karena kerja NO, telah disintesis senyawa trihibrid NSAID-sistein-nitrat [43] dengan memanfaatkan konsep donor NO yang miskin toleransi dan kerja vasodilatasi lemah seperti pada senyawa SPM (lihat bab 6). Struktur molekul senyawa dihibrid NO-NSAID dan trihibrid NSAID-sistein-nitrat dapat dilihat pada gambar 11.

Daftar pustaka
Dannhardt, G. and S. Laufer, 2000, Structural Approach to Explain the Selectivity of COX-2 Inhibitors: Is There a Common Pharmacophore?, Curr. Med. Chem., 7, 11011112. 2 Roth, H.J. und H. Ferner, 2000, Arzneistoffe: Struktur, Bioreaktivitt, Wirkungsbezogene Eigenschaften, 3. Auflage, Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft mbH, Stuttgart, 334-337. 3 Mutschler, E., 1997, Arzneimittelwirkungen, 7. Auflage, Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft mbH, Stuttgart, , 198-215. 4 Crofford, L.J., 2000, Clinical Experience with Specific COX-2 Inhibitors in Arththritis, Curr. Pharm., 6(17), 1725-1736. 5 Steinhilber, D., 2002, Wie wirken Aspirin & Co.? Cyclooxygenasen Angriffsorte nichtsteroidaler Antirheumatika, Pharmazie in Unserer Zeit, 31(8), 140-144. 6 Voet, D. und J.G. Voet, bersetzungherausgeben von A. Maelicke und W. Mller-Ester, 1992, Biochemie, 1. Auflage, VCH Verlagsgesellschaft mbH, Weinheim, 661-665. 7 Robert, A., J.E. Nezamis, C. Lancarter, A.J. Hanchar, 1979, Cytoprotection by Prostaglandin in Rats. Prevention of Gastric Necrosis Produced by Alcohol, HCl, NaOH, Hypertonic NaCl, and Thermal Injury, Gastroenterology, 77, 433-443. 8 Meyer-Kirchrath, J., K. Schrr, 2000, Cyclooxygenase-2 Inhibition and SideEffects of Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs in the Gastrointestinal Tract, Curr. Med. Chem., 7, 1121-1129 9 Redfern, J.S., E. Lee, M. Feldman1998, Effects of Immunization with Prostaglandin Metabolites on Gastrointestinal Ulceration, Am. J. Physiol., 255, G723-G730. 10 Redfern, J.S., M. Feldman, 1989, Role of Endogenous Prostaglandins in Preventing Gastrointestinal Ulceration: Induction of Ulcers by Antibodies to Prostaglandin, Gastroenterology, 96, 596-605. 11 Komhoff, M., H.J. Grone, T. Klein, H.W. Seyberth, R.M. Nusing, 1997, Localization of Cyclooxygenase-1 and 2 in Adult and Fetal Human Kidney: Implication for Renal Function, Am. J. Physiol., 272, F460-F468. 1

88 Acta Pharmaceutica Indonesia

12 McAdam, B.F., F. Catella-Lawson, I.A. Mardini, S. Kapoor, J.A. Lawson, G.A. Fitzgerald, 1999, Systemic Biosynthesis of Prostacyclin by Cyclooxygenase (COX-2): The Human Pharmacology of Selective Inhibitor of COX-2, Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 96(1), 272-277. 13 Vane, J.R., 1994, Toward a Better Aspirin, Nature, 367(6460), 215-216. 14 Sorli, C.H., H.J. Zhang, M.B. Amstrong, R.V. Rajotte, J. Maclouf, R.P. Robetson, 1998, Basal expression of cyclooxygenase-2 and nuclear factorinterleukin 6 are dominant and coordinately regulated by interleukin 1 in the pancreatic islet, Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 95(4), 1788-1793 15 Beiche, F., S. Scheuerer, K. Brune, G. Geisslinger, M. Goppelt-Streube, 1996, Up-regulation of cyclooxygenase-2 mRNA in the rat spinal cord following peripheral inflammation, FEBS Lett., 390(2), 165-169 16 Zimmermann, K.C., M. Sarbia, K. Schror, A.A. Weber, 1998, Constitutive cyclooxygenase-2 expression in healthy human and rabbit gastric mucosa, Mol. Pharmacol., 54(3), 536-540 17 Catella-Lawson, F., B. McAdam, B.W. Morrison, S. Kapoor, D. Kujubu, L. Antes, K.C. Lasseter, H. Quan, B.J. Gertz, G.A. Fitzerald, 1999, Effects of specific inhibition of cyclooxygenase-2 on sodium balance, hemodynamics, and vasoactive eicosanoids, J. Pharmacol. Exp. Ther., 289(2), 735-741 18 Furchgott, R.F., J.V. Zawadzki, 1980, The obligatory role of endothelial cells in the relaxation of arterial smooth muscle by acetylcholine, Nature, 288(5789), 373-376 19 Falmer, R.M., A.G. Ferrige, S. Moncada, 1987, Nitric oxide release accounts for the biological activity of endothelium-derived relaxing factor, Nature, 327(6122), 524-526 20 Ignarro, L.J., G.M. Buga, K.S. Wood, R.E. Byrn, Chaudhurig, 1987, Endothelium-derived relaxing factor produced and released from artery and vein is nitric oxide, Proc. Natl. Acad. Sci., 84(24), 9265-9269 21 Nssler, A.K., 1996, Stickstoffmonoxid/Nitric Oxide: ein biologischer Tausendsassa, Pharm. Ztg., 141(2), 11-20 22 Rapoport, R.M., F. Murad, 1983, Endothelium-dependent and nitrovasodilatorinduced relaxation of vascular smooth muscle: role of cyclic GMP, J. Cyclic. Nucleotide Protein Phosphor Res., 9(4-5), 281-295 23 Fiscus, R.R., R.M. Rapoport, F. Murad, 1993, Endothelium-dependent and nitrovasodilator-induced activation of cyclic GMP-dependent protein kinase in rat aorta, J. Cyclic. Nucleotide Protein Phosphor Res., 9(6), 415-425 24 Rapoport, R.M., M.B. Draznin, F. Murad, 1984, Mechanisms of adenosine triphosphate-, thrombin-, and trypsin-induced relaxation of rat thoracic aorta, Circ. Res., 55(4), 468-479. 25 Fiscus, R.R., T.J. Torphy, S.E. Mayer, 1984, Cyclic GMP-dependent protein kinase activation in canine tracheal smooth muscle by methacholine and sodium nitroprusside, Biochim. Biophys. Acta, 805(4), 382-392.
Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 89

26 Draznin, M.B., R.M. Rapoport, F. Murad, 1986, Myosin light chain phosphorylation in contraction and relaxation of intact rat thoracic aorta, Int. J. Biochem., 18(10), 917-928. 27 Endres, S., 1996, Synthese und biologischen Eigenschaften von organischen Nitraten mit Thiosalicylsure-Teilstruktur, Inaugural-Dissertation, Mathematisch-Natur-wissenschaftliche Fakultt, Rheinische-FriedrichWilhelms-Universitt, Bonn, 1-3. 28 Konturek, S.J., T. Brzozowski, J. Majka, J. Pytko-Polonczyk, J. Stachura, 1993, Inhibition of nitric oxide synthase delays healing of chronic gastric ulcers, Eur. J. Pharmacol., 329(1-3), 215-217. 29 Brzozowski, T., S.J. Konturek, D. Drozdowwicz, A. Dembinski, J. Stachura, 1995, Healing of chronic gastric ulcerations by L-arginine. Role of nitric oxide, prostaglandins, gastrin and polyamines, Digestion, 56(6), 463-471. 30 Wong, P.S.-Y., J.M. Fukuto, 1999, Reaction of organic nitrate esters and Snitrosothiols with reduced flavins: a possible mechanism of bioactivation, Drug Metabol. Disp., 27(4), 502-509. 31 Wong, P.S.-Y, J. Hyun, J.M. Fukuto, F.N. Shirota, E.G. DeMaster. D.W. Shoeman, H.T. Nagasawa, 1998, Reaction between S-nitrosothiols and thiols: generation of nitroxyl (HNO) and subsequent chemistry, Biochemistry, 37(16), 5362-5371 32 Fukuto, J.M., A.J. Hobbs, L.J. Ignarro, 1993, Reaction between S-nitrosothiols and thiols: generation of nitroxyl (HNO) and subsequent chemistry, Biochem. Biophys. Res. Commun., 196(2), 707-713. 33 Rudolph, W., R. Blasini, G. Reiniger, U. Brugmann, 1983, Tolerance development during isosorbide dinitrate treatment: can it be circumvented?, Z. Kardiol., 72 (Suppl. 3), 195-198. 34 Reiniger, G., R. Blasini, U. Burgmann, W. Rudolph, 1994, Development of tolerance with regard to the anti-ischemic effect of isosorbide dinitrate in regular multiple daily administration, Herz, 9(3), 146-152. 35 Blasini, R., G. Reiniger, W. Rudolph, 1986, Avoidance of tolerance development to long term therapy with nitrates through correct dosage, Z. Kardiol., 75(Suppl. 3), 42-49 36 Lehmann, J., 1998, Organische Nitrate Neue Perspektiven fr eine alte Arzneistoffgruppe, Pharm. in unserer Zeit, 27(2), 52-57. 37 Boertz, A., R. Bonn, 1986, Nitrate therapy without loss of action by correct dosage, Z. Kardiol., 75(Suppl. 3), 57-60. 38 Davies, N.M., A.G. Roseth, C.B. Appleyard, W. McKnight, P. Del Soldato, A. Calignano, G. Cirino, J.L. Wallace, 1997, Aspirin causes rapid up-regulation of cyclo-oxygenase-2 expression in the stomach of rats, Alliment. Pharmacol. Ther., 11(6), 69-79. 39 Lolli, M.L., C. Cena, C. Medana, L. Lazzarato, G. Morini, G. Coruzzi, S. menarini, R. Fruttero, A. Gasco, 2001, A new class of ibuprofen derivatives with reduced gastrotoxicity, J. Med. Chem., 44(21), 3463-3468.
90 Acta Pharmaceutica Indonesia

40 Wallace, J.L., B. Reuter, C. Cicala, W. McKnight, M. Grisham, G. Cirino, 1994, A diclofenac derivative without ulcerogenic properties, Eur. J. Pharmacol., 257(3), 249-255. 41 Elliot, S.N., W. McKnight, G. Cirino, J.L. Wallacce, 1995, A nitric oxidereleasing nonsteroidal anti-inflammatory drug accelerates gastric ulcer healing in rats, Gastroenterology, 109(2), 524-530. 42 Somasundaram, S., S. Rafi, M. Jacob, G. Sitghorsson, T. Mahmud, R. Sherwood, A.B. Price, A. McPherson, D. Scott, J.M. Wrigglesworth, I. Bjarnason, 1997, Intestinal tolerability of nitroxybutyl-flurbiprofen in rats, Gut, 40(5), 608-613 43 Kartasasmita, R.E., S. Laufer, and J. Lehmann, 2002, NO-Donors (VII [1]): Synthesis and Cyclooxygenase Inhibitory Properties of N- and SNitrooxypivaloyl-cysteine Derivatives of Naproxen-A Novel Type of NONSAID, Arch. Pharm. Pharm. Med. Chem., 335(8), 1-4

Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002 - 91

Anda mungkin juga menyukai