Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH TEORI ANTROPOLOGI 1

TRADISI MERANTAU PADA ORANG MINANGKABAU DALAM PANDANGAN FUNGSIONALISME

OLEH: YUDHA HENDRA PRATAMA 1106018940

JURUSAN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2012

1. Latar belakang Kebudayaan Minangkabau memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan kebudayaan lain. Sejarah mencatat bahwa terdapat tiga karakteristik yang dimiliki masyarakat minang yaitu; Masyarakat memegang teguh ajaran agama (khusnya Islam), sistem kekerabatan matrilineal, dan tradisi merantau. Tradisi merantau yang sering dilakukkan oleh orang minang telah membuat suatu dikotomi antara darek dan rantau pada abad sembilan belas. Pada masa itu, masyarakat minang menganggap bahwa seluruh daerah yang terpengaruh dengan kebudayaan minang sebagai Alam Minangkabau yang terdiri darek dan rantau. Darek merupakan daerah yang subur dimana para leluhur masyarakat Minang berasal dan sistem matrilineal ditemukan. Rantau merupakan sebaliknya, Rantau merupakan daerah yang dibuka belakangan oleh orang-orang dari darek, karena mereka tinggal di daerah pesisir dan terkadang terdapat orang yang berasal dari luar Alam Minangkabau. Perbedaan dua wilayah Alam Minangkabau telah terjadi akibat tradisi merantau yang dilkukkan oleh masyarakat minang. Masyarakat minangkabau memiliki tradisi yang unik yang disebut dengan tradisi merantau, merantau artinya pergi meninggalkan kampungnya untuk keluar pergi ke kota. Merantau umumnya dilakukan oleh anak laki-laki dikarenakan laki-laki pada masyarakat minangkabau hanya sebagai pemberi keturunan, karena masyrakat minangkabau mengikuti garis keturunan ibu (sistem kekerabatan matrilineal). Anak laki-laki di masyarakat minangkabau tidak tinggal di rumah, mereka umumnya tinggal di surau atau musholla dan jika mereka sudah cukup dewasa mereka harus merantau. Jika mereka merantau mereka biasanya akan kembali lag ke kampung halamannya. Mereka yang pulang dari perantauan pasti membawa hasil kerja keras mereka di kota, yang biasanya dalam bentuk benda untuk menunjukkan hasil kerja mereka di kota. Selain membawa benda mereka juga membawa ilmu dari kota yang mungkin menyebabkan perubaha d kampung tersebut. Hal ini yang akan dibahas oleh penulis dalam tulisan ini. Tradisi merantau pada masyrakat minangkabau sudah dilakukan sejak lama dan terjadi selama beberapa generasi, sehingga merantau menjadi bagian tersendiri dalam etnografi pada masyarakat minangkabau. Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan dan mencari tahu

merantau pada masyarakat minagkabau dalam pandangan fungsionalisme. Makalah ini juga akan menjeaskan merantau secara antopologis.

2. permasalahan penelitian Tradisi merantau yang dilakukan oleh masyrakat minangkabau sudah biasa dilakukan selama beberapa generasi, masyarakat minangkabau pasti memliki tujuan dan misi tertentu untuk melakukan tradisi merantau ini. Dalam makalah ini, penulis mencoba menjelaskan merantau pada masyarakat minangkabau dalam pandangan fungsonal, lalu penulis akan menjelaskan fungsi-fungsi yang terkait dengan tradisi merantau secara antropologis. 3. kerangka konsep Dalam makalah ini akan digunakan teori fungsional. Teori-teori fungsional akan melihat serta menganalisis tradisi merantau yang sering dilakukkan oleh masyarakat minang. Dalam sejarah teori antropologi, tokoh yang mula-mula mengembangkan teori fungsional adalah Bronislaw Malinowski. 4. tujuan penelitian Penulisan makalah ini bertujuan untuk mencari tahu keterkaitan antara teori funngsionalisme dengan merantau yang dilakukan orang minangkabau selama beberapa generasi. 5. studi literatur Teori fungsionalisme oleh Malinowski Dasar-dasar pemikiran dari teori fungsionalisme ini adalah segala sesuatu itu mempunyai fungsi, atau sesuatu itu mungkin saja mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Dan terdapat integrasi antar unsur, jadi setiap unsure berinteraksi dengan yang lain secara terstruktur untuk mempertahankan keseluruhan yang telah tercipta tersebut. Lalu perubahan pada suatu unsur saja, dapat mengakibatkan pengaruh secara keseluruhan1.

Kuliah Teori Antropologi I sebelum UTS tentang teori struktural fungsional

Karangan etnografi Malinowski tentang penelitiannya di Kepulauan Triobriand adalah tentang suatu sistem perdagangan antara penduduk Kepulauan Triobriand dengan penduduk kepulauan lain. Dengan hanya bermodalkan perahu kecil bercadik, mereka berani menyebrangi laut terbuka untuk berlayar dari pulau ke pulau. Malinowski menggambarkan bagaimana terjadinya barter dan perputaran sulava dan mwali (perhiasan yang dianggap mempunyai nilai yang sangat tinggi). Karangan etnografi dari hasil penelitian lapangan tersebut tidak lain adalah bentuk perkeonomian masyarakat di kepulauan Trobriand dengan kepulauan yang ada di sekitarnya. Hanya dengan menggunakan teknologi sederhana dalam mengarungi topografi lautan pasifik, namun disis lain tidak hanya itu, tetapi yang menarik dalam karangan tersebut ialah keterkaitan sistem perdagangan atau ekonomi yang saling terkait dengan unsur kebudayaan lainnya seperti kepercayaan, sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang berlaku pada masyarakat Trobriand. Dari berbagai aspek tersebut terbentuk kerangka etnografi yang saling berhubungan satu sama lain melalui fungsi dari aktifitas tersebut. Pokok dari tulisan tersebut oleh Malinowski ditegaskan sebagai bentuk Etnografi yang berintegrasi secara fungsional. Malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan/aktifitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kelompok sosial atau organisasi sebagai contoh, awalnya merupakan kebutuahn manusia yang suka berkumpul dan berinteraksi, perilaku ini berkembang dalam bentuk yang lebih solid dalam artian perkumpulan tersebut dilembagakan melalui rekayasa yang dilakukan oleh manusia. Dalam konsep fungsionalisme Malinowski dijelaskan beberapa unsur kebutuhan pokok manusia yang terlembagakan dalam kebudayaan dan berfungsi untuk pemenuhan kebutuhankebutuhan manusia. Seperti kebutuhan gizi (nutrition), berkembang biak (reproduction), kenyamanan (body comforts), keamanan (safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement), dan pertumbuhan (growth). Setiap lembaga sosial (Institution, dalam istilah Malinowski) memiliki bagian-bagian yang harus dipenuhi dalam kebudayaan. Orang Minang sering melakukkan tradisi merantau. Merantau secara harfiah berarti pergi kelluar kampung. Orang minang hal ini dilakukkan oleh orang minang dengan tujuan untuk mencari harta, ilmu dan kedudukan untuk memenuhi kebutuhan guna mengembangkan diri agar

mendapat penghidupan yang lebih baik. Merantau biasanya dilakukkan oleh orang laki-laki minang. Hal ini dilakukkan oleh laki-laki minang disebabkan oleh sistem matrilineal yang berrlaku di minang. Sistem matrilineal menarik garis keturunan dari pihak ibu. Oleh karena itu, anak laki-laki minang tidak berhak atas harta warisan orangtuanya atau yang biasa disebut harta pusako. Oleh karena itu, laki-laki minang harus melakukkan tradisi merantau untuk memenuhi kebutuhannya akan hidup yang lebih baik. Sistem matrilineal yang berlaku di minang juga mewajibkan laki-laki minang untuk menjadi ayah sosial atau maternal uncle bagi kemenakannya. Dalam bahasa minang, ayah sosial atau maternal uncle disebut ninik mamak. Pria dewasa minang yang sudah menikah berkewajiban untuk menafkahi kemenakannya secara finansial dengan cara memberikan semua kebutuhuan selama kemenakannya tumbuh dewasa. Inilah yang mendasari laki-laki minang untuk pergi merantau, sebab banyak tuntutan yang harus dia penuhi dalam hidupnya. Selain itu, terdapat basic needs berupa kemandirian secara ekonomi yang harus dipenuhi melalui tradisi merantau. Seorang yang sukses diperantauan akan dikenal dan dihormati sebab Ia akan memberikan kontribusi bagi kampungnya. Hal inilah yang menarik dari tradisi merantau yang dilakukkan orang minang. Seseorang yang sukses tidak hanya mementingkan diri sendirinya saja, tetapi juga mementingkan kempentingan kampungnya tempat dimana Ia lahir. Hal ini mungkin terkait dengan konsep kehormatan sosial yang digagas oleh Malinowski. Konsep kehormatan sosial berhubungan dengan status atau kedudukan yang dimiliki oleh seseorang. Status sosial orang minang yang merantau ditentukan oleh berhasil atau tidaknya Ia diperantaua. Jika Ia gagal dikampungnya, maka Ia akan kembali ke kampungnya sebagai pecundang. Akan tetapi manakala Ia berhasil di daerah rantaunya, maka Ia akan mendapatkan kehormatan. Tujuan dari orang yang pergi merantau adalah agar ia bisa mandiri secara ekonomi sehingga tidak menyusahkan orang tuanya dan dapat memberikan kontribusi untuk kampungnya yang telah membesarkannya. Dalam hal ini seorang perantau dituntut agar berhasil di perantauannya agar bisa menunjukkan status sosial dimana ia berada dan dapat menunjukkan kehormatan sosialnya pula. Kehormatan sosial seorang perantau dapat diperlihatkan dengan cara menyumbang atau memberikan kontribusi guna membangun kampungnya.

Malinowski juga menjelaskan bagaimana fungsi laten terjadi dalam sistem kula. Dalam sistem kula, malinowski menjelaskan bahwa mitra-mitra kula tidak dipebolehkan untuk melakukkan perdagangan biasa.

6. kesimpulan Teori fungsional melihat aspek kebudayaan dari segi tujuan yang ingin dicapai. Teori fungsional melihat eksistensi dan struktur sosial melalui pembandingan asal-usul dan cara kerja organisme biologi. Komponen-komponen dalam tubuh harus bekerja dengan baik agar tubuh juga dapat bekerja dengan baik pula. Apabila satu komponen rusak maka sistem tidak akan berjalan dengan baik. Sebagai contoh, tubuh memiliki alat untuk memompa darah keseluruh tubuh yangn bernama jantung. Apabila jantung berhenti bekerja, maka darah tidak akan dialirkan ke seluruh tubuh. Hal ini lalu lalu menjadi malfungsi dari suatu komponen yang seharusnya menjalankan sistem. Hal inilah yang dipaparkan oleh Durkheim sebagai konsep analogi organik. Dalam penjelasan diatas telah dibahas tetang merantau yag dikaitkan dengan teori fungsionalisme, tradisi merantau ini dikaitkan dengan prestige yang menunjukkan status sosial seseorang yang melakukan tradisi merantau ini. Dalam tulisan ini juga disebutkan fungsi laten yang ditimbulkan dari merantau ini. 7. daftar pustaka Koentjaranigrat 1987 Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI-Press

Jones, PIP 2009 Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Kato, Tsuyoshi 1980 Rantau Pariaman: The World of Minangkabau Coastal Merchants in Nineteenth Century dalam Journal of Asian Studies, Vol 39, No 4,

hlm (729-752): Association of Asian Studies. Diakses dari: //http://www.jstor.org/stable/2055180

Anda mungkin juga menyukai