Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 520)

ALINYEMEN VERTIKAL

Dosen Pembimbing: M. Arsyad, MT Faris Ade Irawan, ST., M.Sc

Oleh Humaira Aulia H1A110109

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL BANJARBARU 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Karunia dan Rahmat-Nya, sehingga Penyusun dapat menyelesaikan tugas ini. Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah Perencanaan Geometrik jalan. Pada kesempatan ini Penyusun mengucapkan terimakasih banyak kepada M. Arsyad, MT dan Faris Ade Irawan, ST., M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan menolong, serta rela membimbing sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusun juga menyadari akan adanya keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, namun penyusun berusaha menyelesaikan tugas ini dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang mendukung demi kesempurnaan tugas ini. Akhirnya, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati saya sebagai penyusun mengharapkan agar tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua, baik sekarang maupun di masa yang akan datang.

Banjarbaru, November 2012

Penyusun

ALINYEMEN VERTIKAL Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan, yang umumnya biasa disebut dengan profil/penampang memanjang jalan. [1]

Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masingmasing perkerasan untuk jalan dengan median. Sering kali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan Alinyemen vertikal disebut juga penampang jalan yang terdiri dari garisgaris lurus dan garisgaris lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mandaki atau menurun, biasa disebut berlandai.[2]

Perencanaan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti : Kondisi tanah dasar Keadaan medan Fungsi jalan Muka air banjir Muka air tanah Kelandaian yang masih memungkinkan [1]/[2]

A. KELANDAIAN ALINYEMEN VERTIKAL 1) Landai Minimum Untuk tanah yang tidak menggunakan kerb, maka lereng melintang jalan dianggap sudah cukup untuk dapat mengalirkan air diatas badan jalan yang selanjutnya dibuang ke lereng jalan. Untuk jalan-jalan diatas tanah timbunan dengan medan datar dan menggunakan kerb, kelandaian yang dianjurkan adalah sebesar 0,15% yang dapat membantu mengalirkan air dari atas badan jalan dan membuangnya kesaluran tepi atau saluran pembuangan.

untuk jalan jalan di daerah galian atau jalan yang memakai kereb, kelandaian jalan yang dianjurkan dipergunakan minimum sebesar 0,3 0,5 %. Lereng melintang hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di atas badan jalan, sedangkan landai jalan yang dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping, untuk membuag air permukaan sepanjang jalan.[1]

2) Landai Maksimum Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk menjaga agar kendaraan dapat bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh dan mampu bergerak, dengan penurunan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.[1]

Tabel 1. Kelandaian maksimum yang diizinkan VR (km/jam) Kelandaian Maksimum (%) Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat terlihat dari berkurangnya kecepatan jalan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Kelandaian tertentu masih dapat diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan jalan tetap lebih besar dari setengah keepatan rencana. Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap arus lalu lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana tertentu. Bina Marga (luar kota) menetapkan kelandaian maksimum seperti pada tabel 5.1, yang dibedakan atas kelandaian maksimum stndar dan kelandaian maksimum mutlak. Jika tidak terbatasi oleh kondisi keuangan, maka sebaiknya dipergunakan kelandaian sandar. AASHTO membatasi kelandaian maksimum berdasarkan keadaan medan apakah datar, perbukitan ataukah pegunungan.[2] 3 3 4 5 8 9 10 10 120 110 100 80 60 50 40 < 40

Tabel.2 Kelandaian maksimum jalan. Sumber Traffic Engineering Handbook, 1992 dan PGJLK, Bina Marga 1990 (Rancangan Akhir) Jalan Arteri luar kota (AASHTO 90) Jalan antar kota (Bina Marga) Kelandaian Datar Perbukitan pegunungan Maksimum Standar (%) 7 6 5 6 8 5 4 3 3 5 4 4 5 4 4 4 9 8 Kelandaian Maksimum Mutlak (%) 11 10

Kecepatan

Rencana km/jam 40 50 64 60 80 96 113

3) Panjang Kritis suatu kelandaian Panjang kritis adalah panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian rupa, sehingga penurunan kecepatan yang terjadi tidak lebih dari separuh kecepatan rencana (VR). Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit.[1]

Tabel. 3 Panjang kritis (m) Kelandaian (%)

Kecepatan Pada awal Tanjakam (km/jam) 80 60

10

630 140 360 270 230 230 200 320 210 160 120 110 90 80

Kelandaian besar akan mengakibatkan penurunan kecepatan truk yang cukup berarti jika kelandaian tersebut dibuat pada panjang jalan yang cukup panjang, tetapim kurang berarti jika panjang jalan dengan kelandaian tersebut hanya pendek saja. Tabel. 3 memberikan panjang kritis yang disarankan oleh Bina Marga (luar kota) yang merupakan panjang kira-kira 1 menit perjalanan, dan truk bergerak dengan beban penuh. Kecepatan truk pada saat mencapai panjang kritis adalah sebesar 15-20 km/jam.[2] Tabel 3. Panjang kritis untuk kelandaian yang melebihi kelandaian maksimum standar KECEPATAN RENCANA (KM/KAM) 80 500 m 500 m 500 m 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 12% 250 m 13% 250 m 420 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 12% 250 m 500 m 7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 500 m 6% 60 500 m 7% 50 500 m 8% 40 420 m 9% 30 340 m 10% 20 250 m 500 m

4) Lajur pendakian Lajur pendakian adalah lajur yang disediakan khusus untuk truk bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan dengan kecepatan yang lebih rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat tanpa mempergunakan lajur lawan.[2]

Gambar 1. Lajur pendakian[2] Penempatan lajur pendakian dilakukan sebagai berikut:[1] a) Bersdasarkan manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

Penentuan lokasi lajur pendakian harus dapat dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis Biaya Siklus Hidup (BSH). b) Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar kota (1997) 1. Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan lebihn lambat dari kendaraan-kendaraan lainnya pada umumnya, agar kendaraan lainnya tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah yang berlawanan. 2. Lajur pendakian harus disediakn pada rusa jalan yang mempunyai kelandaian yang besar, menerus dan volume lalu lintas yang relatif padat. 3. Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan berikut: Disediakan pada jalan arteri atau kolektor Apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR>15.000 SMP/hari, dan prosentase truk > 15% 4. Lebar lajur pendakian = lebar lajur 5. Lajur pendakian dimulai 30m dari awal perubahan kelandaian dengan serongan ser rencanaongan sepanjang 45m dan berakhir 50m sesudah puncak kelandaian dengan serongan sepanjang 45m. 6. Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,50 km B. LENGKUNG VERTIKAL Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.[1]/[2] Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen), adalah :[1]/[2]

Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung di mana titik perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukan jalan. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.

Lengkung vertikal dapat berbentuk salah satu dari enam kemungkinan pada gambar:[2]

Gambar 2. Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua tangen.[2] 1) Persamaan Langkung vertikal Bentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah berbentuk lengkung parabola sederhana. [2]

Gambar3. Lengkung Vertikal parabola[2] Titik A, titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung vertikal. Biasa diberi simbul PLV (peralihan lengkung vertikal). Titik B, titik peralihan dari bagian lengkung vertikal ke bagian tangen (peralihan tangen vertikal = PTV). Titik perpotongan kedua bagian tangen diberi nama titik PPV (pusat perpotongan vertikal). Letak titik titik pada lengkung vertikal dinyatakan dengan ordinat Y dan X terhadap sumbu koordinat yang melalui titik A.[2] Pada penurunan rumus lengkung vertikal terdapat beberapa asumsi yang dilakukan, yaitu: Panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung pada bidang horizontal = L. Perubahan garis singgung tetap (d2Y/dx2 = r)

Besarnya kelandaian bagian tangen dinyatakan dengan g1dan g2 %. Kelandaian diberi tanda positif jika pendakian, dan diberi tanda negatif jika penurunan, yang ditinjau dari kiri. A = g1 g2 (perbedaan aljabar landai) Ev = pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung Rumus umum parabola dY2/dx2 = r (konstanta)

x = 0 kalau Y=0 sehingga C=0

Dari sifat segitiga sebangun diperoleh:

g1 x = Y+ y

Jika A dinyatakan dalam persen Untuk x= 1/2L dan y=Ev

Persamaan di atas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun lengkung vertikal cekung. Hanya bedanya, jika Ev yang diperoleh positif, berarti lengkung vertikal cembung, jika negatif, berarti lengkung vertikal cekung.

Kemudian rumus yang dipergunakan pada buku Geometrik Jalan yang ditulis oleh Hamirhan Saodang (2004) ialah: x= y= dimana: x = jarak dari titik P ke titik yang ditinjau pada Stasiun (Sta.) y = perbedaan elevasi antara titik P dan titik yang ditinjau pada Stasiun [m] L = panjang lengkung vertikal parabola, yang merupakan jarak proyeksi dari titik A dan titik Q (Sta.) g1 = kelandaian tangen dari titik P [%] g2 = kelandaian tangen dari titik Q [%] =

Gambar. 4 Tipikal lengkung vertikal bentuk Parabola Rumus tersebut digunakan untuk lengkung simetris . (g1 g2) = A = perbedaan aljabar untuk kelandaian [%]. Kelandaian mendaki (pendakian), diberi tanda (+), sedangkan kelandaian menurun (penurunan), diberi tanda (-). Ketentuan pendakian (naik) atau penurunan (turun) ditinjau dari sebelah kiri ke kanan.[1] Ev = Untuk: x = L; y = Ev

Dilihat dari rumus yang berasal dari sumber tersebut (sumber [1] dan sumber [2]) ada perbedaan, perbedaan tersebut ialah ada pada penggunaan gambar yang ditinjau dan simbol-simbol, tetapi dasar dan prinsipnya sama saja. C. LENGKUNG VERTIKAL CEMBUNG Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu : [2]

1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L). 2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S>L).

Lengkung vertikal cembung dengan S<L

C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S<L. Tabel 4. Nilai C untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga[2]

Lengkung vertikal cembung dengan S>L

Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka:

Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka:

C1 = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S>L. [2] Tabel 5. Nilai C1 untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga[2]

JPH = Jarak pandangan henti JPM = Jarak pandangan menyiap

Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kebutuhan akan drainase Persyaratan panjang lengkung vertikal cembung sehubungan dengan drainase: L = 50 A

Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kenyamanan perjalanan Disyaratkan panjang lengkung yang diambil untuk perencanaan tidak kurang dari 3 detik perjalanan. [2]

D. LENGKUNG VERTIKAL CEKUNG Panjang lengkung vertikal cekung juga harus dientukan dengan memperhatikan : Jarak penyinaran lampu kendaraan Jarak pandangan bebas di bawah bangunan

Persyaratan drainase Keluwesan bentuk

1) Jarak penyinaran lampu kendaraan Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung merupakan batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada malam hari. Di dalam perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil setiggi 60 cm, dengan sudut penyebaran sebesar 1. Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu: [2] 1. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan < L.

2. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan > L.

2) Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung a. Jarak pandangan S<L

Jika h1 = 1,80 m, h2 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan (46) menjadi:

b. Jarak pandangan S>L

3) Bentuk visual lengkung vertikal cekung Adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung vertikal cekung menimbulkan rasa tidak nyaman kepada pengemudi. Panjang lengkung vertikal cekung minimum yang dapat memenuhi syarat kenyamanan adalah : [2] L= Dimana : V = kecepatan rencan, km/jam. A = perbedaan aljabar landai. L = panjang lengkung vertikal cekung. 4) Kenyamanan mengemudi pada lengkung vertikal cekung Panjang lengkung vertikal cekung diambil 3 detik perjalanan. [2]

DAFTAR PUSTAKA

[1] Saodang, Hamirhan. 2004. Konstruksi Jalan Raya. Bandung: Nova. [2] Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung: Nova.

Anda mungkin juga menyukai