Anda di halaman 1dari 32

Skenario 3: Seoranglaki- laki, Tn.

B, 40 tahun, datangdengantungkaikanantidakdapatdigerakan Identifikasiistilah yang tidakdiketahui: Tidakada

Rumusanmasalah : Tn. B laki- laki40 tahuntungkaikanantidakbisadigerakan

PEMBAHASAN

Pendahuluan1 Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan. Hal ini dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi dan merusak lingkungan. Efek tersebut pada akhirnya akan berdampak bagi masyarakat luas.Jika dianalisis secara mendalam, kecelakaan kerja pada umumnya disebabkan oleh tidak dijalankannya semua syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan baik dan benar. Oleh karena itu, perlu adanya suatu kegiatan sosialisasi dan kampanye yang terus-menerus guna meningkatkan kepedulian masyarakat sehingga K3 dapat membudaya.

Diagnosis Okupasi Untuk mendiagnosis suatu Penyakit Akibat Kerja (PAK) dapat melalui 7 langkah berikut: 1. Tentukan diagnosis klinisnya. 2. Tentukan pajanan yang dialami tenaga kerja selama ini. 3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut. 4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.

5. Tentukan apakah ada faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi. 6. Cari adanya kemungkinan lain yang mungkin dapat merupakan penyebab penyakit. 7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.

1) Diagnosis Klinis

A. Anamnesis

Anamnesis merupakan kunci terpenting ditemukannya diagnosis penyakit akibat kerja, pertanyaan sederhana apakah pekerjaan pasien dan lebih rinci lagi, tugas apa yang dia lakukan sehari-hari, dapat memberi informasi awal untuk seorang dokter menelusuri lebih dalam hubungan penyakit yang diderita saat ini dengan pekerjaan yang dijalaninya sehari-hari. Yang penting untuk melengkapi anamnesis adalah riwayat penyakit sekarang, dahulu, riwayat penyakit keluarga dan riwayat pekerjaan sebelumnya.

Informasi mengenai zat toksik yang digunakan di tempat kerja akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Keterangan tersebut disebut material safely data sheets, keterangan ini sangat penting bagi kesehatan, keselamatan dan toksistas pada individu yang terpapar secara erat.

Selain zat toksik yang harus pula diperhatikan oleh dokter perusahaan adalah lingkungan fisik seperti kebisingan, panas, penerangan yang baik, makanan dan minuman sehari-hari dikomsumsi karyawan, atau paparan bakteri, virus, jamur, parasit pada industri atau laboratorium kesehatan atau paparan serangga, reptilia pada agro industri maupun industri yang beroperasi lapangan seperti hutan, gua dan lain-lain.

Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti-telitinya dari pemrulaan sekali smapai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini

lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat waktu, perusahaan, tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat sangat membantu.

Identitas pasien : Nama lengkap : Tn. B Alamat: Rawamangun, Pulo Gadung, Jaktim Status perkawinan : Menikah Pekerjaan : Cleaning Service (CVA) Pendidikan : SLTA Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 40 tahun Suku bangsa : betawi Agama: Muslim

Keluhan utama : Tungkai kanan tidak dapat digerakan sejak 6 jam yang lalu Keluhan tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan tidak dapat menggerakan tungkai kanan sejak 6 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut ditumbulkan karena pasien terjatuh dari lantai 4 saat bekerja membersihkan jendela kaca dari arah luar tanpa menggunakan alat pelindung diri.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami keluhan hal yang sama pada tahun 2010, 2011, 2013 Riwayat Pekerjaan : Pasien sudah bekerja sebagai Cleaning Service sejak 10 tahun. Pasien mengaku sehariharinya berangkat kerja dengan mengendarai motor.

Riwayat Penyakit Keluarga : Alergi (-) Stroke (-) Asma (-) Jantung (-) Diabetes (-) Hipertensi (-)

B. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Tanda-tanda Vital : Tampak Sakit Sedang : Compos Mentis :TD 120/70 mmHg Np72x/menit Suhu 37C RR 16x/menit Status Gizi : BB kg TB cm IMT Bentuk badan Ekstremitas bawah Inspeksi varises (-/-) Palpasi Move Kekuatan otot Tanda fraktur Varises Kelainan kuku dan jari : Nyeri tekan (-/+) : Gerak (-/-); Nyeri (-/+) : (+5/-) : (-/+) : (-/-) : (-/-) : Warnakulitsawomatang; Udem (-/-); Deformitas (-/-)

Status Lokalis

Regio Femur dextra Look Feel : Normal simetris : Nyeri tekan (+) krepitasi 1/3 distal (+)

Move : Gerak terbatas karena nyeri Tidak dilakukan Pemeriksaan Fisik patologis

Pemeriksaanpenunjang X-ray tungkai Lab : darahrutin

Working diagnosis Frakturtertutup femur dextra 1/3 distal Mengidentifikasi tipe fraktur (terbuka/tertutup) Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkintak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanyapatahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yangmenghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnyamasih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat lukayang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulityang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur terbuka. Diagnosis okupasi Fraktur tertutup femur 1/3 distal dextraeckecelakaankerja 2) Pajanan yang dialami Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan dan manusia. Faktorfaktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain adalah :

Tabel 1. Pajanan dan resiko gangguan kesehatan Pajanan Kegiatan Fisik Kimia Biologi Ergonomi Psikososial Resiko Penyakit dan Kecelakaan Kerja Konjungtivitis, Sinar Perjalanan UV, pergi dan suhu pulang kerja panas, bising, getaran Polusi lingkungan (debu, CO, CO2) Bakteri, Posisi jamur, virus di duduk Stres ISPA, fatigue, dermatitis, heat

motor kemacetan, gangguan kelelahan muskular, kecelakaan lalu parestesi Fraktur tulang, lintas,

terlalu lama

Bekerja sebagai Cleaning Service Sinar UV

Bahan kimia pembersih ruangan, debu

Posisi Bakteri, membersihkan Stres jamur, virus kaca dari arah pekerjaan, luar yang kelelahan

keracunan, ISPA, dermatitis, gangguan muskular, kecelakaan kerja

tidak aman

3) Hubungan pajanan dengan penyakit

Teori tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja:

Teori kebetulan Murni (pure chance theory) mengatakan bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, secara alami dan kebetulan saja kejadiannya, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya. Teori Kecenderungan (Accident Prone Theory), teori ini mengatakan pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan. Teori tiga faktor Utama (Three Main Factor Theory), mengatakan bahwa penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri. Teori Dua Factor (Two Factor Theory), mengatakan bahwa kecelakaan kerja disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan perbuatan berbahaya (unsafe action). Unsafe actions adalah suatu tindakan berbahaya pada waktu melakukan suatu pekerjaan dimana situasi atau lingkungan kerja rawan kecelakan jika seorang operator suatu mesin melakukan kecerobohan.Unsafe conditions adalah suatu keadaan pada lingkungan kerja yang berbahaya seperti rawan terjadinya tanah longsor, kejatuhan batu-batuan, tempat pengecoran logam dan lain-lain. Teori Faktor manusia (human fctor theory), menekankan bahwa pada akhirnya semua kecelakaan kerja, langsung dan tidak langsung disebabkan kesalahan manusia. Menurut hasil penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi disebabkan faktor manusia ini. Hal itu dikarenakan pekerja (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya.

Ergonomi,(YUNANI ERGO = KERJA, NOMOS = NORMA) adalah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan.Postur berbahaya merupakan postur yang buruk yang dapat mengurangi efisiensi, kenyamanan, dan keamanan pekerja. Peralatan kerja dan mesin perlu diserasikan dengan ukuran tubuh tenaga kerja untuk tujuan meraih hasil kerja yang secara kualitatif dan

kuantitatif memuaskan serta tenaga kerja merasakan kemudahan dalam melakukan pekerjaannya. Karena itu berkembang ilmu antropometri, yaitu ilmu tentang ukuran tubuh dan segmen-segmennya, baik dalam keadaan statis maupun dinamis yang sangat besar manfaatnya bagi keperluan pelaksanaan pekerjaan dengan tujuan agar tenaga kerja sehat dan produktif bekerja. Ukuran tubuh demikian antara lain: 1. Berdiri: tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang depa, dan panjang lengan. 2. Duduk: tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, tinggi lutut, jarak lekuk lutut-garis punggung, jarak lekuk lutut-telapak kaki. Selain ukuran postur dan segmen tubuh demikian, masih banyak ukuran antropometris segmen tubuh yang perlu diketahui dengan pengukuran untuk digunakan untuk digunakan dalam upaya penyesuian faktor manusia dengan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja dan juga guna menetapkan cara kerja yang serasi dengan faktor manusia. Di bawah ini dikemukakan beberapa pedoman penerapan ergonomi sebagai pegangan: 1. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, susunan dan penempatan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja, cara kerja mengoperasikan mesin dan peralatan yang merinci macam gerak, arah dan kekuatannya yang harus dilakukan. 2. Untuk standarisasi bentuk dan ukuran mesin dan peralatan kerja, harus diambil ukuran terbesar sebagai dasar serta diatur suatu cara, sehingga dengan ukuran tersebut mesin dan peralatan kerja dapat dioperasikn oleh tenaga kerja yang ukuran antropometrisnya kurang dari standar. Sebagai contoh kursi yang tingginya dapat dinaik turunkan sesuai angka antropometris tenaga kerja yang duduk di kursi tersebut. 3. Ukuran antropometris statis terpenting sebagai dasar desain dan pengoperasian mesin dan peralatan kerja. 4. Standar ukuran meja kerja bagi pekerjaan yang dilakukan dengan berdiri: a. pada pekerjaan tangan (manual) yang dilakukan dengan cara berdiri, tinggi meja kerja sebaiknya 5-10 cm di bawah tinggi siku.

b. apabila bekerja dilakukan dengan berdiri dan pekerjaan dikerjakan diatas meja dan jika dataran tinggi siku dinyatakan sebagai dataran 0 maka bidang kerja: i. ii. iii. untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0 + (5-10) cm; untuk pekerjaan ringan 0 (5-10) cm; untuk bekerja berat yang perlu mengangkat barang berat dan memerlukan bekerjanya otot punggung 0 (10-20) cm 5. Dari segi otot, posisi duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dari aspek tulang, terbaik adalah duduk yang tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak berada pada keadaan yang lemas. Sebagai jalan keluar, dianjurkan agar digunakan posisi duduk yang tegak dengan diselingi istirahat dalam bentuk sedikit membungkuk.

6. Tempat duduk yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan injakan kaki sehingga sesuai dengan tinggi lutut, sedangkan paha berada dalam keadaan datar. b. tinggi papan sandaran punggung dapat diatur dan menekan dengan baik kepada punggung c. lebar alas duduk tidak kurang dari lebar terbesar ukuran antropometris pinggul 7. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin diubah menjadi pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk. Bagi tenaga kerja, disediakan tempat duduk dan diberi kesempatan untuk duduk. 8. Arah penglihatan untuk berdiri adalah 23-370 ke bawah, sedangkan untuk duduk 32-440 ke bawah sesuai posisi kepala yang pada keadaan istirahat. 9. Kemampuan seseorang bekerja seharian adalah 8-10 jam, lebih dari itu efisiensi dan kulitas kerja akan menurun. 10. Pemeliharaan penglihtan dilakukan sebaik-baiknya terutama penyelenggaraan pencahayaan dan penerangan yang baik terutama berkaitan dengan kepentingan pelaksanaan pekerjaan. 11. Batas kemampuan atau kesanggupan bekerja sudah tercapai, apabila bilangan nadi kerja mencapai angka 30/menit di atas bilangan nadi istirahat, dan kembali normal setelah istirahat sesudah 15 menit.

4) Pajanan yang dialami cukup besar untuk menyebabkan penyakit Tn. B sudah bekerja selama 10 tahun di perusahaan tersebut, resiko kecelakaan kerja yang dia alami cukup besar. Selain itu, Tn. B saat bekerja dalam hal yang beresiko, seperti membersihkan jendela dari arah luar tidak menggunakan alat pelindung diri. Hal ini meningkatkan resiko kecelakaan kerja. Melalui anamnesis riwayat penyakit dahulu, Tn. B mengaku pernah mengalami hal yang sama sebanyak tiga kali, hal ini membuktikan bahwa pajanan yang Tn. B alami cukup besar karena menyebabkan kejadian yang berulang.

5) Peranan faktor individu 1. Faktor Individu Beberapa tahun terakhir telah terjadi banyak kecelakaan kerja pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah, maupun non Pemerintah. Data menunjukkan bahwa kecelakaan kerja sering disebabkan oleh kesalahan manusia (human error), yaitu diantaranya: a. Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan banyak mempengaruhi tindakan seseorang dalam bekerja. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung berpikir lebih panjang atau dalam memandang sesuatu pekerjaan akan melihat dari berbagai segi. Misalnya dari segi keamanan alat atau dari segi keamanan diri. Lain halnya dengan orang yang berpendidikan lebih rendah, cenderung akan berpikir lebih pendek atau bisa dikatakan ceroboh dalam bertindak. Misalnya Ketika kita melakukan pekerjaan yang sangat beresiko terhadap kecelakaan kerja tetapi kita tidak memakai peralatan safety dengan benar. Hal ini yang tentunya dapat menimbulkan kecelakaan.

b. Psikologis Faktor Psikologis juga sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Bila konsentrasi sudah terganggu maka akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. Contoh faktor psikologis yang dapat mempengaruhi konsentrasi adalah :

o Masalah-masalah dirumah yang terbawa ke tempat kerja. o Suasana kerja yang tidak kondusif. o Adanya pertengkaran dengan teman sekerja. o Dsb.

c. Faktor Keterampilan Keterampilan disini bisa diartikan pengalaman seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Misalnya melakukan start/stop pada sebuah peralatan, memakai alat-alat keselamatan, dsb. Pengalaman sangat dibutuhkan ketika melakukan pekerjaan untuk menghindari kesalahankesalahan yang berakibat timbulnya kecelakaan kerja.

d. Faktor Fisik Lemahnya kondisi fisik seseorang berpengaruh pada menurunnya tingkat konsentrasi dan motivasi dalam bekerja. Sedangkan kita tahu bahwa konsentrasi dan motivasi sangat dibutuhkan ketika bekerja. Bila sudah terganggu, kecelakaan sangat mungkin terjadi. Contoh faktor fisik ini adalah : o o Kelelahan. Menderita Suatu Penyakit

6) Faktor lain diluar pekerjaan Faktor lain diluar dari pekerjaan biasa menyangkut hobi pekerja, kebiasaan, pajanan di rumah, pekerjaan sambilan lain yang mendukung pekerja untuk terkena PAK/KAK. Kita dapat mengetahui factor-faktor lain tersebut dari anamnesis dengan pasien.

Pada kasus ini, Fraktur femur yang terjadi akibat kecelakaan kerja sangat terlihat jelas berhubungan dengan pajanan yang tersedia diluar ruangan yaitu unsafe action, dan unsafe condition

7) Diagnosis okupasi Pada Diagnosis Okupasi ini menghubungkan antara kausal pajanan dan penyakit. Diagnosis Okupasi antara lain sebagai berikut:

a. Merupakan Penyakit akibat Kerja atau Penyakit akibat Hubungan Kerja b. Penyakit yang diperberat akibat pajanan di tempat kerja c. Belum dapat ditegakkan dan membutuhkan informasi tambahan d. Bukan Penyakit akibat Kerja Pada Kasus ini, ditegakkan diagnosis Kecelakaan akibat Kerja (KAK) setelah meninjau kembali langkah 1-6. Menurut Sumamur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu : Kecelakaan industri (industrial accident ) yaitu kecelakaan yang terjadi ditempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident ) yaitu kecelakaan yangterjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja

Pada kasus scenario, kecelakaan akibat kerja tersebut ada penyababnya. Kecelakaan tersebut disebabkan oleh dua golongan penyebab: a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts/ unsafe action) b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) Upaya untuk mencari sebab kecelakaan tersebut disebut analisa sebab kecelakaan. Analisa ini dilakukan dengan mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa kecelakaan. Kecelakaan harus secara tepat dan jelas diketahui, bagaimana dan mengapa terjadi

Penatalaksanaankhusus

Faktor Kecelakaan Kecelakaan kecelakaan akibat kerja yang sering terjadi banyak di sebabkan oleh faktor manusia, faktor lingkungan dan sedikit dipengaruhi oleh faktor alat.Adapun faktor manusia dapat dipengaruhi oleh:

a. Latar belakang pendidikan

Keselamatan kerja memiliki latar belakang sosial ekonomis dan kultural yang sangat luas. Tingkat pendidikan, latar belakang kehidupan yang luas, seperti kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan, dan lain-lain erat bersangkut paut dengan pelaksanaan keselamatan kerja. Demikian juga, keadaan ekonomi ada sangkut pautnya dengan permasalahan keselamatan kerja tersebut.

Di dalam masyarakat yang sedang membangun dan salah satu aspek penting pembangunan adalah bidang ekonomi dan sosial, maka keselamatan kerja lebih tampil ke depan lagi, dikarenakan cepatnya penerapan teknologi dengan segala seginya termasuk problematik keselamatan kerja menampilkan banyak permasalahan, sedangkan kondisi sosial-kultural belum cukup siap untuk menghadapinya. Maka dari itu, sebagai akibat tidak cukupnya perhatian diberikan disana-sini terlihat adanya problem keselamatan kerja , bahkan kadang-kadang hilang sama sekali hasil jerih payah suatu usaha dikarenakan kecelakaan.

Keselamatan harus ditanamkan seejak anak kecil dan menjadi kebiasaan hidup yang dipraktekkan sehari-hari. Keselamatan kerja merupakan satu bagian dari keselamatan pada umumnya. Masyarakat harus dibina penghayatan keselamatannya ke arah yang jauh lebih tinggi. Proses pembinaan ini tak pernah ada habis-habisnya sepanjang kehidupan manusia. Latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tindakan seseorang dalam bekerja. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung berfikir lebih panjang atau dalam memandanag sesuatu pekerjaan akan melihat dari berbagai segi. Misalnya dari segi keamanan alat atau dari segi keamanan diri. Lain halnya dengan orang yang berpendidikan lebih rendah, cenderung akan berfikir lebih pendek atau bisa di katakan ceroboh dalam bertindak. Misalnya ketika kita melakukan pekerjaan yang sangat beresiko terhadap kecelakaan kerja tetapi kita tidak memakai peralatan safety dengan benar. Hal ini yang tentunya akan menimbulkan kecelakaan.

b. Psikologis Faktor psikolgi juga sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Manusia dalam pekerjaannya tidak merupakan mesin yang bekerja begitu saja, tanpa perasaan, pikiran dan

kehidupan sosial. Manusia adalah sesuatu yang paling kompleks. Manusia memiliki rasa suka dan benci, gembira dan sedih, berani dan takut dan lain-lain sebagainya. Manusia mempunyai kehendak, kemauan, angan-angan dan cita-cita. Manusia memiliki dorongan-dorongan hidup tertentu. Selain itu, manusia mempunyai pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan, yang menentukan sikap dan pendiriannya. Juga manusia mempunyai pergaulan hidup, baik di rumahnya atau di tempat kerjanya, maupun masyarakat luas. Maka demikian pulalah seorang pekerja memiliki perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan kehidupan sosial seperti itu. Dan faktor-faktor tersebut menyebabkan pengaruh yang tidak sedikit terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaannya.

Psikologis seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Bila konsesntrasi sudah terganggu maka akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. Contoh faktor psikologis yang dapat mempengaruhi konsentrasi adalah: 1. Masalah-masalah dirumah yang terbawa ke tempat kerja 2. Suasana kerja yang tidak kondusif 3. Adanya pertengkaran dengan teman sekerja 4. Dan lai-lain

c. Stres Stres yang berhubungan dengan masalah pekerjaan mungkin merupakan satu-satunya faktor terpenting yang memengaruhi dunia kerja di Amerika pada saat ini. Stres kerja, begitu istilah singkatnya, terjadi ketika seseorang tidak dapat memenuhi tuntuntan atau kebutuhan dari pekerjaanya. Terlalu banyak yang harus dilakukan, kurang waktu, dan kurang tenaga kerja atau sumber daya untuk menuntaskan pekerjaan. Dalam survei terhadap 1400 orang, lebih dari satu pertiga responden menyatakan telah mengalami penambahan beban kerja. Mereka bekerja dengan waktu yang lebih panjang dan jam istirahat makan siang yang lebih pendek agar pekerjaan bisa selesai. Akibatnya, para pekerja mulai mengalami kehabisan tenaga. Mereka benar-benar tidak mampu mengatasinya. Mulai timbul banyak gejala stres secara fisik maupun mental. Stres bukan hanya merugikan para tenaga kerja, tapi juga mengganggu kesehatan seluruh

organisasi, baik itu organisasi yang mencari maupun tidak mencari keuntungan, bergerak di bidang pendidikan, maupun organisasi pemerintah.

d. Keterampilan Keterampilan disini bisa diartikan pengalaman seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Misalnya melakukan start/stop pada sebuah peralatan, memakai alat-alat keselamatan, dan lainlain. Pengalaman sangat dibutuhkan ketika melakukan pekerjaan untuk menghindari kesalahankesalahan yang berakibat timbulnya kecelakaan kerja.

e. Fisik Lemahnya kondisi fisik sesorang berpengaruh pada menurunnya tingkat konsentrasi dan motivasi dalam bekerja. Sedangkan kita tahu bahwa konsentrasi dan motivasi sangat dibutuhkan ketika bekerja. Bila sudah terganggu, kecelakaan sangat mungkin terjadi. Contoh factor fisik ini adalah kelelahan, dan menderita suatu penyakit.

f. Alat Kondisi suatu peralatan baik itu umur maupun kualitas sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Alat-alat yang sudah tua kemungkinan rusak itu ada. Apabila alat itu sudah rusak, tentu saja dapat mengakibatkan suatu kecelakaan. Contohnya adalah: - Unit alat berat yang sudah tua - Alat-alat safety yang sudah rusak

g. Proses (Safety) Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan tersebut bermaksud, agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari pelbagai soal di sekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Jelaslah, bahwa keselamatan kerja adalah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Dalam hubungan ini, bahaya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,

keadaan tempat kerja, lingkungan, cara melakukan pekerjaan, karakteristik fisik dan mental daripada pekerjaannya harus sejauh mungkin diberantas atau dikendalikan.

(1)Terapi Medika Mentosa a. PenatalaksanaansecaraUmum Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden periode 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan fotoradiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak.

b. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Atasi shock bila ada Konservatif: Proteksi, immobilisasi saja tanpa reposisi, reposisi tertutup dan fiksasi dengan gibs. Bila fraktur terbuka, maka harus segera dilakukan debridement dalam 6 jam sejak kejadian open fractured Bila fraktur tertutup untuk persiapan terapi definitive, bila segera operasi dipasang skin traksisaja, bila masih lama operasinya dipasang skeletal traksi (tuberositas tibia, bila isolated fractured/incorporated, supracondylar, calcaneal traksibiladisertaifraktur lain sesuai kondisinya). Evaluasi komplikasi-komplikasi dini yang mungkin timbul

Lokasi fraktur femur bisa jadi di bagian leher femur, trokanter, subtrokantor, diafiasis, suprakondiler dan kondiler

Gambar 4: Anatomi femur. (Sumber: http://scienceblogs.com)

Pengobatan fraktur leher femur Dapat berupa konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher femur baik orang dewasa muda maupun pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi: Pemasangan pin Pemasangan plate dan screw Artroplasti: dilakukan pada penderita umur di atas 55tahun berupa: Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone) Hemiartroplasti Artroplasti total

Pengobatan fraktur daerah trokanter Fraktur tanpa pergeseran dapat dilakukan terapi konservasi dengan traksi. Pada fraktur trokanterik, sebaiknya dilakukan pemasangan fiksasi interna dengan tujuan: Untuk memperolehi fiksasi yang kuat Untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua Pengobatan fraktur daerah subtrokanter Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan dengan mempergunakan plate dan screw. Pengobatan fraktur diafisis femur Terapi konservasi Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitive untuk mengurangi spasme otot Traksi tulang berimbang dengan Pearson pada sendi lutut.Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dengan segmental Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis. Terapi operatif Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup ataupun terbuka.Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental,fraktur komunitif, infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat.

Pengobatan fraktur suprakondiler femur Terapi konservasi Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson Cast-bracing Spika panggul Terapi operatif Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif.Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia. Pengobatan fraktur supracondiler femur dan fraktur interkondiler Terapi konservatif seperti pada fraktur suprakondiler dengan indikasi yang sama Terapi operatif: karena fraktur ini bersifat intra-artikuler maka sebaiknya dilakukan terapi operatif dengan fiksasi interna yang rigid untuk memperoleh posisi anatomis sendi dan segera dilakukan mobilisasi. Pengobatan fraktur kondilus femur Terapi konservatif: pada fraktur yang tidak bergeser dapat dipergunakan pemasangan gips sirkuler di atas lutut Terapi operatif: mempergunakan screw agar didapatkan posisi anatomis sendi lutut dan mobilisasi dapat segera dilakukan

I.

PREVENTIF

Pencegahan dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada unsur-unsur: 1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :

a) Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya. b) Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan pekerjaannya. c) Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertindak sesuai dengan keperluan perusahaan. d) Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas. e) Pengawasan dan disiplin yang wajar.

2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain : a) Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang, mesinmesin harus memperhitungkan keselamatan kerja. b) Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan, penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku. c) Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja. d) Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan. e) Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia. 3. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level manajemen, antara lain : a) Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy. b) Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab. c) Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi

sistem/prosedur kerja yang benar. d) Pembuatan sistem pengendalian bahaya. e) Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang terpadu. f) Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.

g) Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.

II.

RUJUKAN Untuk pengelolaan mapun untuk mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja, sering tenaga medis

maupun sarana di perusahaan tidak memadai. Sehingga perlu dikembangkan suatu sistem rujukan. Sistem rujukan yang perlu dikembangkan meliputi:

a) Rujukan kasus untuk menegakkan diagnosis klinis maupun untuk perawatan dan pengobatan b) Rujukan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap (kepustakaan) mengenai efek toksik bahan kimia, penelitian- penelitian yang telah dilakukan dan sebagainya. c) Rujukan untuk mengatasi masalah kesehatan yang terjadi di perusahaan.

Saat sistem rujukan ini diperkembangkan adalah untuk keperluan menegakkan diagnosis klinis, perawatan dan pengobatannya.

III. PENGELOLAAN

a) Pemeriksaan Kesehatan (MCU) Pemeriksaan tenaga kerja secara umumnya bertujuan untuk : a. Menilai kemampuan tenaga kerja melaksanakan pekerjaan tertentu, ditinjau dari segi kesehatan. b. Mendeteksi gangguan kesehatan yang mungkin berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja. c. Mengidentifikasikan penyakit akibat kerja (PAK). Pemeriksaan kesehatan dibagi kepada 3 bagian utama yaitu awal, berkala dan khusus : Pemeriksaan kesehatan awal (sebelum kerja)

Dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.

Tujuan : Tenaga kerja yang diterima sehat Tidak mempunyai penyakit menular Cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan

Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik) Dilakukan oleh dokter pada waktu tertentu terhadap tenaga kerja. Tujuan : Mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja Menilai kemungkinan pengaruh dari pekerjaan Untuk pengendalian lingkungan kerja

Pemeriksaan kesehatan kerja khusus Dilakukan secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu Tujuan : Menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu

Menilai terhadap tenaga kerja atau golongan tenaga kerja tertentu.

Pemeriksaan tenaga kerja ini meliputi pemeriksaan fisik, laboratorium (darah dan urin) rutin dan pemeriksaan khusus lainya jika dianggap perlu. Setelah ditemukan diagnosis, PAK harus segera dilaporkan. Dokter pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus segera membuat laporan kepada perusahaan dan tembusannya kepada disnaker setempat. Selain itu, dokter pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus membuat laporan kegiatannya kepada disnaker setempat setiap setahun sekali. ii) Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatahan kerja turut diterapkan dalam mengatasi penyakit akibat kerja. Dengan adanya pelayanan kesehatan, ini dapat memenuhi kebutuhan unik individu,

kelompok dan masyarakat di tatanan industri, pabrik, tempat kerja, tempak konstruksi, universitas dan lain-lain. Tujuan utama pelayanan kesehatan adalah : Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri Melindung tenaga kerja terhadap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dari kemampuan fisik tenaga kerja. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi.

4 kategori pelayanan kesehatan yang utama adalah : Pelayanan Promotif. Peningkatan kesehatan (promotif) pada pekerja dimaksudkan agar keadaan fisik dan mental pekerja senantiasa dalam kondisi baik. Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan untuk meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efisiensi dan daya produktifitas tenaga kerja di lingkungan Perusahaan. Kegiatannya antara lain meliputi: 1. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja yang sehat. 3. Peningkatan status kesehatan (bebas penyakit) pada umumnya. 4. Perbaikan status gizi. 5. Konsultasi psikologi. 6. Olah raga dan rekreasi. Pelayanan Preventif. Pelayanan ini diberikan guna mencegah terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit menular dilingkungan kerja dengan menciptakan kondisi pekerja dan mesin atau tempat kerja agar ergonomis, menjaga kondisi fisik maupun lingkungan kerja yang memadai dan tidak menyebabkan sakit atau mebahayakan pekerja serta menjaga pekerja tetap sehat.

Kegiatannya antara lain meliputi: 1. Pemeriksaan kesehatan yang terdiri atas: a. Pemeriksaan awal/sebelum kerja. b. Pemeriksaan berkala. c. Pemeriksaan khusus. 2. Imunisasi. 3. Kesehatan lingkungan kerja. 4. Perlindungan diri terhadap bahaya dari pekerjaan. 5. Penyerasian manusia dengan mesin dan alat kerja. 6. Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam kondisi aman (pengenalan, pengukuran dan evaluasi).

Pelayanan Kuratif. Pelayanan pengobatan terhadap tenaga kerja yang menderita sakit akibat kerja dengan pengobatan spesifik berkaitan dengan pekerjaannya maupun pengobatan umumnya serta upaya pengobatan untuk mencegah meluas penyakit menular dilingkungan pekerjaan. Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sudah memperlihatkan gangguan kesehatan/gejala dini dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh dan mencegah komplikasi atau penularan terhadap keluarganya ataupun teman kerjanya. Kegiatannya antara lain meliputi: 1. Pengobatan terhadap penyakit umum. 2. Pengobatan terhadap penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Pelayanan Rehabilitatif. Pelayanan ini diberikan kepada pekerja karena penyakit parah atau kecelakaan parah yang telah mengakibatkan cacat, sehingga menyebabkan ketidakmampuan bekerja secara permanen, baik sebagian atau seluruh kemampuan bekerja yang baisanya mampu dilakukan sehari-hari. Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya yang masih ada secara maksimal. 2. Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya. 3. Penyuluhan pada masyarakat dan pengusulan agar mau menerima tenaga kerja yang cacat akibat kerja.

iii)Pemeriksaan lingkungan kerja Kemudian bisa dilakukan pemeriksaan lingkungan kerja dengan menilai potensial hazard. Bahaya potensial hazard di gedung (tempat tinggi) adalah physical agent dan ergonomic agent. Physical agent Debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi tertentu debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar. Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan dan gangguan fungsi faal paru-paru. Pengontrolan debu dalam ruang kerja: Metode pencegahan terhadap transmisi ialah:

a) Memakai metode basah: Lantai disiram air supaya debu tak berterbangan di udara.Pengeboran basah(wet drilling) untuk mengurangi debu yang ada di udara.Debu jika disemprot dengan uap air akan berflocculasi lalu mengendap. b) Menggunakan APD seperti masker. Pencegahan terhadap sumber diusahakan debu tidak keluar dari sumber yaitu dengan pemasangan local exhauster. Perlindungan diri terhadap pekerja antara lain berupa tutup hidung atau masker. Ergonomical agent Dengan evaluasi fisiologis,psikologis serta cara-cara tak langsung beban kerja dapat diukur dan dianjurkan modifikasi yang sesuai antara kapasitas kerja dengan beban kerja dan beban tambahan. Tujuan utamanya adalah untuk menjamin kesehatan kerja dan meningkatkan produktivitas. Disain tempat kerja gambaran dasar untuk kenyamanan, produktifitas dan keamanan.

a) Rancangan dan arus lalu lintas b) Pencahayaan c) Temperatur,kelembapan dan ventilasi d) Mobilisasi (aktifitas kerja) e) Fasilitas sanitasi dan drainase

Alat Pelindung Diri Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha tehnis pengamanan tempat, peralatan, dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat-alat demikian harus memenuhi persyaratan: (1) enak dipakai; (2) tidak mengganggu kerja; dan (3) memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya. Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai perhiasan-perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan-bahan dapat meledak oleh aliran listrik statis. Alat-alat proteksi diri beraneka ragam macamnya. Jika digolong-golongkan menurut bagianbagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat-alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb: Kepala Mata Muka Tangan dan jari-jari Kaki Alat pernafasan Telinga Tubuh : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan : kacamata dari berbagai gelas : perisai muka : sarung tangan : sepatu : respirator/masker khusus : sumbat telinga, tutup telinga : pakaian kerja dari berbagai bahan.

System manajemen

OHSAS 18001 adalah suatu standar internasional untuk Sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Yang terbaru adalah OHSAS 18001:2007 menggantikan OHSAS 18001:1999 dan dimaksudkan untuk mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3). OHSAS 18001 menyediakan kerangka bagi efektifitas manajemen K3 termasuk kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang diterapkan pada aktifitas anda dan mengenali adanya bahaya yang timbul.

SMK3; sistem manajemen kesehatan keselamatan kerja (SMK3) dalam Permenaker 05/Men/ 1996 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi stuktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3 adalah standar yang diadopsi dari standar Australia AS4801 ini

serupa dengan Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001 standar ini dibuat oleh beberapa lembaga sertifikasi dan lembaga standarisasi kelas dunia. SMK3 merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan dan persyaratan yang ada dan berlaku yang berhubungan dengan jaminan keselamatan kerja dan kesehatan kerja. SMK3 merupakan sebuah sistem yang dapat diukur dan dinilai sehingga kesesuaian terhadapnya menjadi obyektif. SMK3 digunakan sebagai patokan dalam menyusun suatu sistem manajemen yang berfokus untuk mengurangi dan menekan kerugian dalam kesehatan, keselamatan dan bahkan properti. Tujuan dan sasaran SMK3 adalah pengendalian risiko dengan penciptaan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Tujuan penerapan SMK3 : 1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia,

2. Meningkatkan komitmen pimpinan dalam melindungi tenaga kerja, 3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi globalisasi, 4. Proteksi terhadap industri dalam negeri, 5. Meningkatkan daya saingan dalam perdagangan internasional, 6. Meningkatkan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sistem, 7. Pencegahan terhadap problem sosial dan ekonomi Karena kesehatan dan keselamatan kerja bukan semata-mata kebutuhan pemerintah, masyarakat, pasar atau dunia internasional akan tetapi juga merupakan tanggung jawab dari para pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman dan nyaman bagi para pekerjanya adalah alasan dalam penerapan SMK3. Selain itu manfaat kesesuaian dengan SMK3 adalah memastikan bahwa resiko kecelakaan kerja ditekan hingga pada resiko yang dapat ditoleransi, meyakinkan pemberi kerja atau pelanggan bahwa proses pekerjaan selalu menggunakan aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang baku dan global. Keuntungan dalam penerapan SMK3 dapat secara langsung dan tidak langsung. Keuntungan langsung, antara lain: 1. Dapat mengurangi jam kerja yang hilang yang dikarenakan karena kecelakaan kerja, 2. Menghindari hilangnya nyawa ataupun benda material perusahaan karena kecelakaan kerja, 3. Menciptakan tempat kerja yan produktif dan efisien karena pekerja merasa aman dalam tempat kerja Keuntungan tidak langsung yaitu: 1. Meningkatkan nama baik perusahaan pada pasar, 2. Menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan pekerjanya, 3. Perawatan terhadap alat dan mesin kerja menjadi lebih baik sehingga alat dan mesin perusahaan menjadi tahan lama dan mengurangi biaya untuk pembelian alat baru yang rusak. Penerapan SMK3 dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu: 1. Peninjauan Awal

Pada fase ini organisasi yang akan menerapkan wajib menilai kesesuaian terhadap persyaratan yang berlaku, termasuk meninjau proses-proses yang ada khususnya yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan. 2. Proses Penerapan Pada tahapan ini organisasi menetapkan kebijakan Kesehatan dan keselamatan kerja, sasaran terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, pelaksanaan hazard identification and risk assessment, penetapan kegiatan pelatihan, pengendalian proses, pendokumentasian, investigasi dan tindakan perbaikan, latihan-latihan penanganan Bahaya, kegiatan audit dan rapat peninjauan 3. Penilaian Keseluruhan Pada fase ini, organisasi akan diaudit untuk menilai kesesuaian rencana kerja dan hasil kerja terhadap persyaratan standar SMK3 dan peraturan yang menyertainya. Apabila proses audit berjalan dengan lancar dan tidak ditemukan ketidaksesuaian mayor, maka organisasi memperoleh pengakuan dengan menerima sertifikat SMK3 dari Pemerintah atau OHSA dari lembaga sertifikasi Benefit When Implementing SMK3. Penerapan SMK3 di tempat kerja terdapat ketentuan-ketentuan yang wajib dilakukan antara lain: 1 Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja serta menjamin komitmen terhadap penerapan SMK3, 2 3 Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3, Menerapkan kebijakan kesehatan keselamatan kerja (K3) secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3, 4 Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan , 5 Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3. Prinsip dasar dari SMK3 adalah: 1. Penetapan kebijakan K3, 2. Perencanaan penerapan K3,

3. Penerapan K3, 4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3, 5. Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkesinambungan.

KESIMPULAN Kasus-kasus kecelakaan kerja, mungkin disebabkan oleh lingkungan yang tidak aman atau perilaku yang tidak aman. Baik pemilik usaha dan pekerja bekerja sama mengaktualisasikan keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja setiap saat melaporkan penyebab tidak aman di lingkungan kerja kepada pemilik usaha, pemilik usaha juga bertanggung jawab melakukan perbaikan lingkungan, mengoreksi perilaku pekerja yang tidak aman. Konsep ini tergantung pada pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dalam jangka waktu panjang, hingga terbentuk budaya keselamatan dan kesehatan kerja, memperbaiki kondisi kerja secara tuntas, menjadi figur perusahaan yang baik, sehingga dapat membuat pekerja saling membantu, menjamin kelancaran produksi, mencapai tujuan nol kecelakaan kerja.

Daftar Pustaka 1. P.K. Suma'mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: P.T Toko Gunung
Agung. 2009.h:292-301. 2. LaDou J. Current occupational and environmental medicine. Edisi 4. USA: McGraw-Hill Companies;2007.h.310-32. 3. Baratwidjaja GK, Harjono KT. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II, Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2001.h.94-6. 4. R.K, Sumamur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. h. 272-579. 5. Suardi R. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja: manajemen risiko. Jakarta: Penerbit PPM; 2007. H. 1,8, 88-90. 6. Ridley, John. Kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga; 2008.h.39144. 7. Kurniawidjaja LM. Teori dan aplikasi kesehatan kerja. Jakarta: UI Press;2010.h.67-9. 8. Ridley John. Ikhitisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006. Hal 77-95, 113-118, 142-143 9. Jeyaratnam J, David KOH. Praktik kedokteran kerja. Jakarta: penerbit buku EGC; 2010.h.261270. 10. Suardi, Rudi. Sistem keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. PPM. 2007 11. Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI 12. Sumamur PK. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1967. 13. Sumamur PK. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1981. 14. Aulia Ishak. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam upaya meningkatkan proktivitas kerja. Di Unduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1458/1/industriaulia3.pdf. 22 Oktober 2011 15. Utami, S.D., 2006. Hubungan Antara Pemakaian Alat Pelindung Tangan dengan Kecacatan Akibat Kecelakaan Kerja di PT. Purinusa Eka Persada Semarang Tahun 2005. Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Makalah Pleno
Kecelakaan akibat kerja

Kelompok : A5
0 0 0 0 0 0 0 0 Igri Septiani Ryska Andreas Yoga K Paskalina Steven Hartanto K Tiara Alexander Alvina Mulya Nanta Ain Nabila Z Mohammad Amirul Azwan 102010318 102009002 102010099 102009186 102010343 102010185 102010389 102009270

Fakultas kedokteran ukrida Thn ajaran 2013

Anda mungkin juga menyukai